Top Banner
Alifa Umami 1102012016 SASARAN BELAJAR Sk.2- Nyeri Perut Kanan Atas LO 1 : Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoselular LI 1 :DEFINISI Kanker adalah pertumbuhan dan perkembangbiakan sel-sel baru pada suatu organ yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat, dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya serta merusak bentuk dan fungsi sel asalnya.Kanker hati adalah pertumbuhan sel yang abnormal, cepat, dan tidak terkendali pada hati sehingga merusak bentuk dan fungsi organ hati. Dalam keadaan normal sel hati akan membelah diri jika ada penggantian sel-sel hati yang telah mati dan rusak. Sebaliknya sel kanker akan membelah terus sehingga terjadi penumpukan sel baru yang menimbulkan desakan dan merusak jaringan normal pada hati. Kanker hati primer yaitu karsinoma hepatoseluler merupakan kanker hati yang sering dijumpai dan salah satu kanker yang paling banyak didunia.Penemuan dini kanker hati sukar dilakukan karena awalnya tidak menimbulkan gejala.Akibatnya, sebagian besar penderita kanker hati terdeteksi dalam stadium lanjut. Karsinoma Hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma (Cholangiocarcinoma=CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel billier, sedangkan angiokarsinoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC; dan 5% adalah jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup pasien. Kanker hati sering disebut "penyakit diam."Pasien seringkali tidak mengalami gejala sampai kanker pada tahap kemudian, sehingga jarang ditemukan awal. Sebagai kanker tumbuh, beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti sakit di perut sebelah kanan atas melalui bagian belakang dan bahu, bloating, berat badan, kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam, dan penyakit kuning. Lain-lain penyakit hati dan masalah-masalah kesehatan juga dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut, tapi setiap orang mengalami gejala seperti ini harus melihat dengan dokter.(Anonim,2006) LI 2 : EPIDEMIOLOGI Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) jarang didapati di dunia barat, namun sering terjadi di daerah Sahara di Afrika serta di Asia Timur (kecuali Jepang). Keganasan primer pada hati ini menduduki tempat keenam dari keganasan yang tersering di dunia, dan tempat ketiga pembawa kematian-akibat- kanker dengan nisbah mortalitas terhadap insidensnya sebesar 0,9. Di seluruh
34

Tm Sk.2 Neoplasia

Jan 16, 2016

Download

Documents

Jason Carter

blok neoplasia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tm Sk.2 Neoplasia

Alifa Umami1102012016

SASARAN BELAJARSk.2- Nyeri Perut Kanan Atas

LO 1 : Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoselular

LI 1 :DEFINISIKanker adalah pertumbuhan dan perkembangbiakan sel-sel baru pada suatu organ yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat, dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya serta merusak bentuk dan fungsi sel asalnya.Kanker hati adalah pertumbuhan sel yang abnormal, cepat, dan tidak terkendali pada hati sehingga merusak bentuk dan fungsi organ hati.

Dalam keadaan normal sel hati akan membelah diri jika ada penggantian sel-sel hati yang telah mati dan rusak. Sebaliknya sel kanker akan membelah terus sehingga terjadi penumpukan sel baru yang menimbulkan desakan dan merusak jaringan normal pada hati. Kanker hati primer yaitu karsinoma hepatoseluler merupakan kanker hati yang sering dijumpai dan salah satu kanker yang paling banyak didunia.Penemuan dini kanker hati sukar dilakukan karena awalnya tidak menimbulkan gejala.Akibatnya, sebagian besar penderita kanker hati terdeteksi dalam stadium lanjut.

Karsinoma Hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma (Cholangiocarcinoma=CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel billier, sedangkan angiokarsinoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC; dan 5% adalah jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup pasien.

Kanker hati sering disebut "penyakit diam."Pasien seringkali tidak mengalami gejala sampai kanker pada tahap kemudian, sehingga jarang ditemukan awal. Sebagai kanker tumbuh, beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti sakit di perut sebelah kanan atas melalui bagian belakang dan bahu, bloating, berat badan, kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam, dan penyakit kuning. Lain-lain penyakit hati dan masalah-masalah kesehatan juga dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut, tapi setiap orang mengalami gejala seperti ini harus melihat dengan dokter.(Anonim,2006)

LI 2 : EPIDEMIOLOGIKarsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) jarang didapati di dunia barat, namun sering terjadi di daerah Sahara di Afrika serta di Asia Timur (kecuali Jepang). Keganasan primer pada hati ini menduduki tempat keenam dari keganasan yang tersering di dunia, dan tempat ketiga pembawa kematian-akibat-kanker dengan nisbah mortalitas terhadap insidensnya sebesar 0,9. Di seluruh dunia, HCC menyumbang jumlah kematian lebih dari sejuta orang setiap tahunnya.Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi metastasis kanker yang berasal dari gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal. (Fasel.2007 ; Lee W-C, Chen M-F. 2010 ; White DL, 2010)Distribusi geografis HCC di seluruh dunia sangat tidak merata (Gambar 1). Bila didasarkan atas kelompok etnis, variasi insidens HCC tertinggi didapatkan pada etnis Cina (16,2/100.000 pada pria dan 5/100.000 pada wanita), disusul Hispanik atau Latin (9,8/100.000 pada pria dan 3,5/100.000 pada wanita), Afrika-Amerika (7,1/100.000 pada pria dan 2,1/100.000 pada wanita), dan etnis Jepang (5,5/100.000 pada pria dan 4,3/100.000 pada wanita). (Leong- 2008 ; White DL, 2010)

1. Distribusi Frekuensi

a. Distribusi Frekuensi Menurut Orang Kanker hati dapat terjadi pada semua golongan usia, tetapi jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi virus hepatitis B (HBV) serta banyak transmisi HBV secara perinatal. Umumnya dengan wilayah insiden HBV tinggi, umur penderita kanker hati 10-20 tahun lebih muda daripada umur penderita di wilayah yang insidennya lebih rendah.Hal ini

Page 2: Tm Sk.2 Neoplasia

disebabkan oleh infeksi HBV sebagai salah satu penyebab kanker hati, banyak ditularkan pada masa perinatal.

Menurut penelitian Yang dkk. (2002) di Taiwan yang menggunakan desain cohort, proporsi penderita kanker hati pada interval usia 40-59 tahun yaitu 55,54 %, usia < 40 tahun yaitu 27,26%, dan usia >59 tahun yaitu 17,2 %.23 Di Indonesia kanker hati banyak ditemukan pada usia 40-50 tahun.20 Menurut penelitian Rifai A. (1995-1998) di RS Wahidin Semarang dengan menggunakan desain cohort, usia rata-rata kejadian penyakit kanker hati adalah 47,5 tahun dengan rasio pria dengan wanita 5,7:1.

Pada umumnya pria lebih banyak menderita kanker hati daripada wanita, dengan perbandingan masing-masing negara yang berbeda-beda.21 Berdasarkan data Globocan (2002), di negara-negara maju rasio penderita kanker hati pria : wanita yaitu 3,3 : 1 sedangkan di negara-negara berkembang 2,5 : 1.4 Kejadian kanker hati lebih tinggi pada pria, bisa disebabkan karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh faktor risiko kanker hati seperti virus hepatitis dan alcohol.

b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat Secara geografis di dunia terdapat tiga kelompok wilayah kanker hati yaitu wilayah tingkat insiden rendah (kurang dari tiga kasus) ; menengah (tiga hingga sepuluh kasus) ; dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100.000 penduduk). Tingkat insiden tertinggi tercatat di Asia Timur dan Asia Tenggara serta di Afrika Tengah sedangkan yang terendah di Amerika Tengah. Sekitar 80% kasus kanker hati di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang juga diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi virus hepatitis.

Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California.

Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat pada tahun 2007.

Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1.

c. Distribusi Frekuensi Menurut Waktu WHO tahun 2000 melaporkan IR kanker hati di dunia yaitu 9 per 100.000 penduduk.9 Tahun 1999 IR kanker hati pada pria : wanita di Amerika Tengah 2,06 : 1,64 per 100.000 penduduk, di Afrika Tengah 24,21 : 12,98 per 100.000 penduduk, di Asia Timur 35,46 : 12,66 per 100.000 penduduk, dan di Asia Tenggara 18,35 : 5,7 per 100.000 penduduk.25 Di Jepang (2002) IR kanker hati pada pria sebesar 24 per 100.000 penduduk dan di Filipina yaitu 21 per 100.000 penduduk. Di Indonesia (2002) IR kanker hati pada pria : wanita yaitu 20 : 6 per 100.000 penduduk .

2. Faktor Determinan Terjadinya Kanker Hati

Host Kejadian kanker dapat menyerang semua usia dan golongan. Meskipun demikian, risiko kanker lebih besar saat orang telah berusia lebih dari 40 tahun.27. Berdasarkan jenis kelamin, kejadian kanker hati lebih banyak ditemukan pada pria.21 Menurut penelitian Hadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin yang menggunakan desain case series, umur rata-rata penderita kanker hati yaitu 50,3 dan berdasarkan jenis kelamin, tertinggi pada pria dengan proporsi 81,38% dan terendah pada wanita dengan proporsi 18,62%.

Agent

Page 3: Tm Sk.2 Neoplasia

1. Sirosis Hati Sirosis hati merupakan faktor risiko utama kanker hati di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus kanker hati. Setiap tahun 3-5% dari pasien sirosis hati akan menderita kanker hati, dan kanker hati merupakan salah satu penyebab kematian pada sirosis hati.21 Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%.11 Waktu yang dibutuhkan dari sirosis hati untuk berkembang menjadi kanker hati sekitar 3 tahun.

Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hati.Penggunaan alkohol sebagai minuman, saat ini sangat meningkat di masyarakat.Peminum berat alkohol (>50-70 gr/ hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita kanker hati melalui sirosis hati alkoholik.Mekanisme penyakit hati akibat konsumsi alkohol masih belum pasti, diperkirakan mekanismenya yaitu sel hati mengalami fibrosis dan destruksi protein yang berkepanjangan akibat metabolisme alkohol yang menghasilkan acetaldehyde.Fibrosis yang terjadi merangsang pembentukan kolagen. Regenenerasi sel tetap terjadi tetapi tidak dapat mengimbangi kerusakan sel. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol dan mengeras sehingga terjadi sirosis hati.22

Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara, di negara Barat etiologi sirosis hati tersering diakibatkan oleh alkohol.21.Menurut penelitian Coon dkk. (2008) di Nottingham dengan desain cohort, RR pada peminum alkohol 2,34 untuk terkena kanker hati, RR HBV yaitu 6,41 dan RR HCV yaitu 1,39.29 Sedangkan di Indonesia terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B dan C. Virus hepatitis B menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C sebesar 30-40% dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.

Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang (63%) menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang (12%) hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan 116 orang lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati, hepatitis B ataupun hepatitis C.30 Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di RS Haji Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati, 35 orang (21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.

2. Hepatitis B dan C Hubungan antara infeksi HBV dan HCV dengan timbulnya kanker hati terbukti. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka kejadian kanker hati yang tinggi.22 Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia, tahun 2003 IR hepatitis B di Indonesia yaitu 14 per 100.000 penduduk. Dan tahun 2005 di Sumatera Utara PR hepatitis B yaitu 52 per 100.000 penduduk.12 Pada tahun 2008, PR hepatitis C di Indonesia 3 per 100.000 penduduk, dengan PR tertinggi di provinsi DKI Jakarta yaitu 31 per 100.000 penduduk.32

Berdasarkan penelitian Greten dkk. (2005) di Jerman pada 389 penderita kanker hati tahun 1998-2003, penderita pria yaitu 309 orang (79,43%) dan wanita yaitu 80 orang (20,57%). Penderita dengan riwayat penyakit sebelumnya hepatitis B yaitu 57 orang (14,6%), hepatitis C yaitu 78 orang (20,05%), hepatitis B dan C yaitu 7 orang, hemokromatosis yaitu 17 orang (4,37%), dan sisanya tidak berhubungan dengan riwayat penyakit sebelumnya.33 Menurut penelitian Nouso dkk. (2008) di Jepang dengan desain cohort, RR penderita hepatitis C untuk terkena kanker hati 0,96 sedangkan RR penderita hepatitis B adalah 1,1.

Karsinogenisitas HBV dan HCV pada hati terjadi melalui proses inisiasi, promosi, dan progresi. Inisiasi diawali dengan integrasi virus hepatitis ke dalam hepatosit yang menimbulkan kelainan kromosom sehingga mengubah sifat-sifat asli hati dan menghambat aktifitas sel penekan tumor.Virus hepatitis terintegrasi meluas ke sel hati karena sudah kebal terhadap respon imunitas. Pada tahap promosi terjadi proses nekrosis dan kematian sel akibat dari aktifitas virus hepatitis yang diikuti regenerasi berulang kali. Pada tahap progresi sel-sel telah mengalami transformasi keganasan dan mengalami replikasi lebih lanjut.

Page 4: Tm Sk.2 Neoplasia

3. Aflatoksin Aflatoksin B1 adalah zat racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, sering ditemukan pada jenis polong-polongan yang sudah menghitam dan mengeriput serta produk olahannya yang kadaluarsa seperti kacang tanah, kacang kedelai, keju dll.Aflatoksin terbentuk dalam makanan yang disimpan berbulan-bulan di lingkungan panas dan lembab. Mekanisme karsinogenisitas aflatoksin sehingga dapat meningkatkan kejadian kanker hati yaitu dengan menghasilkan mutasi-mutasi gen, di mana mutasi gen tersebut bekerja menggangu fungsi penekan tumor.36 Menurut penelitian Gameell dkk. (2009) di Mesir dengan menggunakan desain penelitian case control, terdapat korelasi positif antara kejadian kanker hati dengan kadar aflatoksin dalam tubuh (p<0,01) yaitu terjadi peningkatan kadar aflatoksin pada penderita kanker hati.

4. Hemokromatosis Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan di mana unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati sehingga menyebabkan kerusakan hati termasuk kanker hati.38 Kanker hati akan berkembang sampai dengan 30% dari pasien-pasien dengan hemokromatis keturunan. Pasien yang mempunyai risiko yang paling besar adalah hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati. Pengangkatan efektif kelebihan besi (perawatan hemokromatosis) tidak akan mengurangi risiko menderita kanker hati jika sudah disertai sirosis hati.

Environment Lingkungan fisik di Indonesia yang berada pada iklim tropis, ideal untuk suhu pertumbuhan jamur Aspergillus flavus penghasil aflatoksin yaitu tumbuh di tempat yang lembab dan panas.39 Selain itu, lingkungan psikologis secara tidak langsung juga memberikan andil dalam perkembangan penyakit kanker misalnya adanya stress, tekanan dan konflik dapat menimbulkan kecemasan, insomnia, dan tidak nafsu makan yang pada akhirnya akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga penyakit mudah menyerang.

Tabel 1. Angka Insidensi Penyakit Karsinoma Hepatoseluler Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Wilayah Geografi.

Page 5: Tm Sk.2 Neoplasia

LI 3 :ETIOLOGI

Hepatoseluler karsinoma hampir selalu disertai dengan penyakit hati kronis, terutama infeksi hepatitis B dan C. Ada hubungan kausal yang erat antara sirosis hati dan infeksi virus hepatitis B maupun C dengan terjadinya karsinoma hepatoseluler. Infeksi akut virus hepatitis B maupun C dapat menjadi kronik dan berkembang menjadi sirosis.Hepatitis kronik dan sirosis merupakan faktor onkogenik bagi sel hati sehingga berubah menjadi ganas.Sirosis oleh karena alkohol merupakan penyebab tersering di Amerika Serikat dan Eropa barat.Dalam studi eksperimen disebutkan aflatoksin (Mycotoxin) merupakan bahan karsinogenik yang poten.Makanan yang banyak mengandung aflatoksin adalah oncom yang diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigatus. Semua kacang-kacangan dan biji-bijian berikut produknya seperti kacang kedelai, beras, gandum, jagung dan jamu tradisional mudah ditumbuhi jamur ini terutama bila lembam.

1. Etiologi dan faktor risikoTerdapat 3 etiologi utama, yaitu infeksi HBV, penyakit hati kronis (yang berkaitan dengan HCV dan alkohol), dan hepatokarsinogen dalam makanan (aflatoksin).a. Virus Hepatitis B, Karsinogenitas HBV terhadap hatu terjadi melalui proses inflamasi kronik,

peningkatan proliferasi hepatoosit, integrasi HBV DNAke dalam DNA pejamu, dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Oerubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas karsinogenesis hati.

Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel hati atau akibat dipicu oleh ekspansi berlebihan gen yang berubah akibat HBV. HBV yang disertai pajanan agan onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan HHC tanpa melalui sirosis hati. Transaktivasi beberapa promorer selular atau viral oleh gen-x HBV (HBx) dapat mengakibatkan terjadinya HCC karena akumulasi protein yang dikode HBx dapat menyebabkan proliferasi hepatosit.Proliferasi tersebut melebihi mekanisme protektif dari apoptosis sel.

b. Virus Hepatitis C, Hepatokarsinogenesis melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.c. Aflatoksin, Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotokosin yang diproduksi oleh jamur aspergilus dan

bersifat karsinogenik. Matabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid dapat berikatan dengan DNA dan RNA dan menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor p53.

d. Obesitas, merupakan faktor risiko utama untuk non-alkoholik fatty liver disease (NAFLD) khususnya non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan berlanjut menjadi HCC.

e. Diabetes melitus (DM), merupakan faktor risiko melalui perlemakan hati dan NASH yang berkaitan dengan sirosis hati. DN dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factor (IGFs) yang merupakan faktor protektid potensial untuk kanker.

f. Alkohol, tidak memiliki kemampuan mutagenik, namun dapat memicu HCC melalui sirosis hati alkoholik, serta berperan sinergis dengan infeksi HBV dan HCV.

Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang juga berperan dalam HCC, yaitu,a. Ras, biasanya ditemukan pada ras asia, akibat infeksi hepatitis B pada masa kanak-kanak. Penggalakan

vaksinasi terbukti menurunkan insiden HCC.b. Jenis kelamin, HHC lebih sering terjadi pada laki-laki dibndingkan pada wanita (di US, 74% terjadi pada

pria), sedangkan di negara risiko tinggi (cina, sub-sahara sfrika, jepang), perbandingan angka di wanita : pria sebesar 1:8.

c. Usia, usia pasien ketika didiagnosis, sekitar usia 65 tahun. Jarang terdiagnosis pada pasien dibawah 40 tahun. Namun pada daerah afrika dan asia, kebanyakan pasien terdiagnosis pada dekade keempat dan kelima. Diagnosis dini biasanya pada pasien dengan hepatitis B dan CSirosis hati, ditandai dengan peningkatan kadar alfa feto protein (AFT) serum, beratnya penyakit, dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati.

Page 6: Tm Sk.2 Neoplasia

Faktor risiko lain meliputi penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun), sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin alfa 1, penyakit wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia, dan tembakau.

LI 4 :KLASIFIKASIHCC diklasifikasikan berdasarkan:

1. Tipe morfologis / makroskopika. Ekspansif (dengan batas yang jelas) ganasb. Infiltratif menyebar luas, mengenai seluruh hatic. Multifokal nodus-nodus dengan ukuran bervariasu dan tersebar

Massa tumor diskret, berwarna kuning-putih, kadang terdapat bercak empedu, daerah perdarahan, dan nekrosis

2. Histologik berdasarkan organisasi struktural tumorSecara umum, HCC memperlihatkan gambaran lesi berdiferensiasi baik hingga berdiferensiasi buruk, terdiri atas tumor raksasa besar berinti banyak.Klasifikasi : trabekular (sinusoidal), pseudoglandular (asiner), kompak (padat), dan sirous.

3. Ukuran diametera. <1,5 cm : berdiferensiasi baik, sedikit atipiaseluler atau struktural.b. 1-3 cm: 40% nodulnya terdisi atas lebih dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensisi yang

berbeda4. Secara makroskopis dibedakan atas

a. Masif : suatu betuk massif yang besar pada salah satu lobus dengan hanya 1 nodul saja, kadang dapat timbul perdarahan spontan karena pecahnya simpai tumor sehingga menimbulkan perdarahan dalam rongga perut. Biasanya lobus kanan.

b. Noduler : paling sering dijumpai, biasanya hati membesar, bentuk ini menunjukkan gambaran nodul yang banyak (irregular) biaanya terdapat 1 nodul yang lebih besar dari yang lain dan sering disertai dengan sirosis. Nodul bervariasi terbesar di seluruh hati.

c. Tipe difus : Umunya besar hati masih dalam batas normal tetapi seluruhnya terisi oleh sel-sel karsinoma yang difus. Tetapi seluruhnya terisi oleh sel-sel karsinoma yang difus. Secara makroskopis sulit ditentukan daerah massa tumor.

LI 5 :PATOGENESISPatogenesis pasti HCC tidak diketahui. Namun jelas bahwa hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen, mekanisme karsinogen langsung (misalnya bahan kimia tertentu dan karsinogenesis virus (HBV)) dan karsinogenik tidak langsung (misalnya nekroinflamasi kronis). Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim hepar yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus-menerus. Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor necrosisfactor-α, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat memicu timbulnyafokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia yang dapat berujung pada transformasi ganas.

Patogenesis molekuler HCC tidaklah seragam.HCC adalah tumor yang secara genetik sangat heterogen, dengan abnormalitas kromosom yang multipel walaupun tidak semuanya terekspresi pada suatu HCC. Mutasi gen DNA, modifikasi epigenetik dari gen supresor tumor, kerentanan genetik akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzim yang memetabolisme obat, berbagai faktor pertumbuhan (seperti misalnya insulin-like growthfactors, epidermal growth factors/EGF, transforming growth factor- /TGF-β β) tampaknya memiliki peran dalam patogenesis HCC.

Secara makroskopis, tumor berwarna putih, padat, kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik.Sering ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atau porta intrahepatik.

Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosir dapat terjadi melalui peningkatan turn over sel hati yang diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal tersebur menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular, atau

Page 7: Tm Sk.2 Neoplasia

inaktivasi gen supresir tumor disertai umumnya penurunan kemampuan penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor pertumbuhan dan angiogenik

Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe, atau infiltrasi langsung, Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan bena hepatika, vena porta, atau vena kaval dapat terjadi metastasis pada varises esofagus dan paru.Metastasis sistemik dapat terjadi pada kelenjar getah bening di porta hepatis hingga ke mediastinum.Metastasis pada peritonium dapat menimbulkan asites gemmoragik (stadium terminal).

Patofisiologi Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien-pasien dengan hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada.

Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan menghambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Sel-sel meregenerasi sel-sel hati yang rusak menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus nodul sehingga mulai terbentuk karsinoma hepatoseluler.

Perjalanan penyakit cepat bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien meninggal dalam 3-6 bulan setelah diagnosis.Perjalanan klinis keganasan hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV.Infeksi kronik ini sering menimbulkan sirosis yang merupakan faktor resiko penting untuk karsinoma hepatoseluler.

Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap sulai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.

Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul malignan dalam hilus hati) sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dnegan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal.

Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses metabolism protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotic dna peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam rongga peritoneum.gangguan metabolism protein yang mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen protrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehinga dapat menimbulkan perdarahan.

Page 8: Tm Sk.2 Neoplasia

Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati.akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatica, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi, ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin oleh karena nodul tesebut menyumbat vena portal atau bila jaringan tumor tertanam dalam ronga peritoneal.

Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein menuebabkan penurunakan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar berkuranh, glikegenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang akibatnya timbul keletihan.

Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi, vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defiseinsi zat besi dapat mengakibatkan keletihan , defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan, defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin E berpengaruh pada integritas kulit.

LI 6 :MANIFESTASI KLINIK

Fase subklinis / stadium dini :i. Asimptomatik

ii. Peningkatan AFPiii. USGiv. CT/MRIv. HBsAg (+) atau HCsAg (+)

Fase klinisi. Nyeri abdomen kanan atas, di epigastrium atau pada kedua tempat epigastrium dan

hipokondrium kanan. Rasanyeri tak akan berkurang dengan pengobatan apapun juga. Sifat nyeri tumpul atau menusuk intermitten, terus menerus atau kontinu, sering tak hebat dan dapat bertambah berat bila bergerak. Nyeri ini akbiat pembesaran hati, peregangan glisoni dan rangsangan peritoneu. Sebagian merasa area hati terhebat kencang, yang disbabkan karena tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen tambah hebat atau timbul akut abdomen maka harus dipikirkan ruptur hepatoma.

ii. Massa di abdomen di kanan atas epigastrium1. Hepatoma lobus kanan atas dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas.

Pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arkus kostae.2. Hepatoma segmen anterior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di

bawah arkus kostae kanan.3. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xifoideus atau

massa di bawah arkus kostae kiri.iii. Perut kembung karena adanya massa tumor yang sangat besar, ascites yang timbul

karena sirosis hati dan gangguan fungsi hati.iv. Anoreksia : timbul karena funsi hati terganggu, tumor mendesak gastrointestinal.v. Letih, mengurus dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya

masukan makanan yang parah sehingga bias menjadi kaheksia.vi. Demam timbul karena nekrosis tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker,

umunya tidak disertai menggigil.vii. Ikterus adalah tampil sebagai kunignya sclera dan kulit, umunya karena gangguan fungsi

hati atau biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu sehingga timbul ikterus obstruktif.

viii.Asites merupakan tanda stadium lanjut, secara klinis ditemukan perut membuncit, pekak bergeser, sering disertai dengan edema kedua tungkai.

ix. Keluhan lain : Penderita datang misalnya dengan keluhan mual, muntah, kencing seperti the, hematemesis, melena; kecenderungan perdarahan, kulit gatal dan juga disertai dengan manifestasi klinik sirosis, yaitu

Page 9: Tm Sk.2 Neoplasia

1. Asites (penimbunan cairan abnormal di rongga perut)2. Splenomegali (pembengkakan limpa)3. Perdarahan varises4. Albumin yang merendah5. Spider naevi dan caput medusa6. Eritema Palmaris7. Vena kolateral (venodilatasi dindi8ng abdomen)

Pra neoplastik1. Sindrom hormonal ektopik

a. Eritrositosis : akibat produksi eriropoetinb. Hiperkalsemia : adanya zat yang mirip PTHc. Sindrom carcinoidd. Osteo-athropati hipertropike. Thyroxine binding globulin

2. Perubahan metabolica. Hipoglikemia : akibat adanya Insulin Like Growth Factor (IGFs), sehingga

glukosa masuk ke dalam sel kanker yang bersifat sebagai karet busa (sponge) terhadap glukosa.

b. Hiperkolesterolemiac. Porphiria cutanea tarda

3. Carcino fetal-proteina. Alpha- fetoproteinb. Carcino embryonic antigenc. Isoforitind. Disfibrinogeemia

4. Carcino-placental / carcino-fetal isoenzimesa. Varianalkaline fosfataseb. Gamma glutamyl transpeptidasec. Nucleotide phosphoresterase

5. Macam-macama. Vitamin B12 binding proteinb. Demam c. Kaheksia

Stadium Ia : Satu fokal tumor tunggal berdiameter ≤ 3cm, tanpa embolin tumor, tanpa metastatis ke kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh, CHILD A

Stadium Ib : Satu fokal tumor tunggal tau 2 tumor dengan diameter gabungan ≤ 5 cm di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastatis ke kelnjar limfe peritoneal, CHILD A

Stadium IIa : Tumor tunggal atau 2 tumor dengan diameter gabungan ≤ 10 cm di separuh hati, atau 2 tumor dengan diameter gabungan ≤ 5 cm di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastatis kelenjar limfeperitoneal atau pun jauh, CHILD A

Stadium IIb : Tumor tunggal/ 2 tumor dengan diameter gabungan > 10 cm di separuh hati, atau 2 tumor dengan diameter gabungan > 5cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastatis kelenkar limfeperitoneal ataupun jauh, CHILD ATerdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran empedu, CHILD B

Stadium IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh uatama vena porta atau vena kava inferior. Metastatis ke kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya, CHILD A dan B

Stadium IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor metastase, CHILD B

KLASIFIKSI CHILD PUGH

LI 7

A B CDerajat kerusakan minimal sedang beratBilirubin serum mg/dl < 2.0 2.0-3.0 > 3.0Serum Albumin g/dl > 3.5 3.5-3.0 < 3.0Asites - terkontrol sulitNutrisi sempurna baik jelekGangguan Neurologi - minimal Koma dalamPemanjangan masa PT (detik) < 4 4-6 > 6

Page 10: Tm Sk.2 Neoplasia

:DIAGNOSIS (ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN PENUNJANG, DIAGNOSIS BANDING)

Diagnosis

AnamnesisSemua keluhan dan gejla klinik ditambah dengan riwayat penyakit, riwayat penyakir keluarga dan factor resiko.

Pemeriksaan fisik 1. Ditemukan benjolan yang besar, keras, dan bermassa nodular besar2. Ditemukan bising arteri3. Ditemukan tanda-tanda sirosis

Pemeriksaan Lab1. Uji faal hati

Karsinoma hati dapat menyebabkan obstruksi daluran empedu atau merusak sel hati akibat penekanan massa tumor atau invasi sel tumor sehingga terjadi gangguan faal hati antara lain SGOT, SGPT, lkali fosfatase, laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati ini tak spesifik sebagai petanda tumor.

a. Serum transaminasei. Transaminase : sekelompok enzim yang bekerja sebagai katalisator dalam proses

pemindahan gugus amino antara 1 asam amino alfa amino dengan asam alfa ketoii. 2 jenis transaminase yang digunakan menilai penyakit hati :

1. Serum glutamik oksaloasetik transaminase (SGOT) atau serum aspartat amino transferase (AST)

2. Serum glutamik Piruvik Transaminase (SGPT) atau serum alamine amino transferase (ALT)

SGOT / AST Nilai normal : 8-40 IU/I Indikasi : penyakit hati Interpretasi : Bila nilai AST tinggi kemunkinan

o Hepatitis akut (cek juga bilirubinnya)o Sirosis hatio Tumor intra hepatico Obstruktif jaundiceo Hemolitik jaundiceo Infark miokard (cek juga LDH)o Trauma

Secara fisiologis AST / SGOT secara luas didistribusikan dengan konsentrasi yan tinggi didalam hati, otot, ginjal Peningkatan sampai puncak selama 36 jam setelah infark, kembali normal setelah 3 atau 4 hari

SGPT / ALT Nilai normal : 3-6- IU/I Indikasi : penyakit hati dan jantung Interpretasi :

o Bilai nilai ALT terlalu tinggi, kemungkinan Hepatitis akut (cek juga bilirubin) Nekrosis hati

o Bila nilai tinggi, kemungkinan Obstruksi jaundice (cek juga AST) Hepatitis kroni Sirosis hati Tumor hati

o Infark miokard (cek juga LDH)o Trauma

Page 11: Tm Sk.2 Neoplasia

o Bila ALT lebih tinggi dari AST, kemungkinan Hepatitis akut Obstruksi ekstra hepatic

o Bila ALT lebih rendah dari AST, kemungkinan Sirosis hati Tumor intra hepatic Hemolitik jaundice

Secara fisiologis : jaringan hati kaya enzim ini, juga pada jantung, ginjal dan otot

b. Laktat dehidrogenase (LDH)i. Tidak begitu sensitive untuk diagnose kelainan hepatoseluler

ii. Peninggian dapat terjadi pada kanker terutama kanker hatiiii. Nilai Normal : 120-280 IU/Iiv. LDH terdapat di semua sel

c. Fosfatase alkali (FA)i. Fosfatse alkali adalah sekelompok enzim yang terdapat dalam kadar tinggi pada empedu

dan tulang yang sedang bertumbuhii. Nilai normal : 10-32 IU/I

iii. Indikasi : untuk diagnose penyakit-penyakit hatiiv. Interpretasi : kadar yang tinggi menunjukkan adanya kanker hati yang sedang

menyebar.

Diagnosis Banding1. DD hepatoma dengan AFP positif

Kehamilan, tumor embrional kelnjar reproduktif, metastatis hati dati kanker saluran digestif dalam hepatitis serta sirosis hati. Tumor embrional kelnjar reproduktif : dibedakan dengan gejala klinis dantanda fisik tumor bersangkutan.Kaker gaster dan kanker pancreas : peninggian AFP lebih rensah, yanpa latar belakang penyakit hati, USG, CT, pemeriksaan minum barium dan pencitraan memperjelas diagnosis hepatitis dan sirosis : pemeriksaan fungsi hati, monitor perubahan ALT dan AFP.

2. DD hepatoma dengan AFP negativeHemangioma hati, tumor metastatis hati, abses hatu, hidatidosis hati, kista hati, adenoma hati (wanita dengan riwayat minum il KB betahun-tahun),hyperplasia, nodul fokal, dan pseudotumor inflamatorik.

Pemeriksaan Penunjang

a. AlphafetoproteinSensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% – 70%, artinya hanya pada 60% – 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% – 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma.

AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoseluler. Jika AFP ≥ 500 ng/L bertahan 1 bulan atau ≥ 200 ng/L bertahan 2 bulan : hepatoma. AFP digunakan juga untuk menilai hasil terapi.

Petanda tumor lainnya :Zat petanda hepatoma sangat banyak, tetapi tidak smeuanya spesifik untuk diagnosis. Berikut ini yang relative umum digunakan :

o Des gamma karboksio Protombin (DCP)o Alfa-L-Fukosidaseo Gamma-glutamil transpeptidase (GGT-II)o CA 19-9o Antitripsino Feritin

Page 12: Tm Sk.2 Neoplasia

o CES

Sistem Antigen antibody hepatitis B dan hepatitis C

b. AJH (aspirasi jarum halus)Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.

c. Gambaran RadiologiPesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan dalam bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa dokter spesialis radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam ataupun di luar negeri sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada di barisan depan dalam penanggulangan penyakit kanker hati ini dan membuktikan pula dirinya berperan sangat penting untuk mendeteksi kanker hati. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse(merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.

Dengan peralatan radiologi yang baik dan ditangani oleh dokter spesialis radiologi yang berpengalaman sudah terjamin dapat mendeteksi tumor dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapatlah menjawab semua pertanyaan seputar kanker ini antara lain berapa banyak nodule yang dijumpai, berapa segment hati-kah yang terkena, bagaimana aliran darah ke kanker yang dilihat itu apakah sangat banyak (lebih ganas), apakah sedang (tidak begitu ganas) atau hanya sedikit (kurang ganas), yang penting lagi apakah ada sel tumor ganas ini yang sudah berada di dalam aliran darah vena porta, apakah sudah ada sirrhosis hati, dan apakah kanker ini sudah berpindah keluar dari hati (metastase) ke organ-organ tubuh lainnya. Kesemua jawaban inilah yang menentukan stadium kankernya, apakah pasien ini menderita kanker hati stadium dini atau stadium lanjut dan juga menentukan tingkat keganasan kankernya sehingga dengan demikian dapatlah ditaksir apakah penderita dapat disembuhkan sehingga bisa hidup lama ataukah sudah memang tak tertolong lagi dan tak dapat bertahan hidup lebih lama lagi dari 6 bulan.

Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG), Color Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Scintigraphy dan Positron Emission Tomography (PET) yang menggunakan radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan digunakan apakah dengan satu alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.

d. Ultrasonography (USG)Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).Bila ada kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm – 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm – 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang terbentuk sejalan dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan makanan dan oksigen ke kanker

Page 13: Tm Sk.2 Neoplasia

itu.Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas kankernya. Walaupun USG color yang sudah dapat memberikan warna dan mampu memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi belum dapat memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik hanya sedikit bertambah menjadi berkisar 60% – 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu Color Doppler Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain mampu melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat ditentukan resistensi index dan pulsatily index yang dengan demikian sudah dapat memastikan apakah pembuluh darah yang mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa banyak adanya. Dengan dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa kanker meningkat jadi 80%.Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada tapi belum terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan suntikan zat kontras pada penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat kontras itu mampu menembus masuk ke dalam neo-vascularisasi yang menyusup di dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa meningkat menjadi 90% dan lebih-lebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari 1 cm.

Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita melihat apakah ada portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang lepas dan masuk ke dalam vena Porta.Penting sekali memastikan keberadaan tumor thrombus di dalam vena porta ini karena thrombus ini dapat menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua makanan yang telah dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor thrombus maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti dan ini sangat membahayakan penderita karena dapat terjadi gagal hati (liver failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga menutup seluruh lumen vena porta, bisa kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga masih bisa ada aliran darah di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan tepat tindakan pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan dilakukan operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak, apakah bisa di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila sudah jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini, maka tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak berarti lagi dan satusatunya cara untuk menyelamatkan penderita adalah dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).

e. CT ScanDi samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja.CT scann yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan.Lebih canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

f. AngiografyDicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya.Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar.Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus dibuat batas sayatannya.

g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Page 14: Tm Sk.2 Neoplasia

Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini menggunakan gelombang magnet tanpa adanya Sinar X. CT angiography menggunakan zat contrast yaitu zat yang diperlukan untuk melihat pembuluh darah. Tanpa zat ini pembuluh darah tak dapat dilihat. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini.Sayangnya ongkos pemeriksaan dengan MRI dan MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang merupakan pilihan pertama.

h. PET (Positron Emission Tomography)Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).

LI 8 :PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

TERAPI KARSINOMA HEPATOSELULER

TERAPI BEDAH

Reseksi

Reseksi secara umum diterima sebagai terapi awal terpilih, namun demikian belumada penelitian acak terkontrol yang menunjukkan efikasinya. Penelitian semacam ini sulitdilaksanakan karena hanya sedikit pasien yang sesuai untuk tindakan hepatektomi parsialdikarenakan ukuran tumor yang sudah besar, adanya invasi ke vaskuler, multifokalitas,adanya hipertensi portal, ataupun rendahnya sisa cadangan fungsi hepar. Tindakan bedahhanya dipertimbangkan pada pasien tanpa sirosis hati atau dengan sirosis ringan (Child’s Acirrhosis), dengan tekanan vena portal normal, dan dengan kadar bilirubin normal pula. Hasilyang baik dicapai apabila kriteria tadi ditambah dengan adanya unifokalitas, tak adanyainvasi ke vaskuler, ukuran tumor kurang daripada 5 cm, dan progresivitas penyakit yangrelatif rendah.Dengan menggunakan seluruh kriteria tersebut, diperkirakan hanya 5% pasienHCC dengan sirosis hati yang dapat menjadi kandidat bagi reseksi bedah.Pada populasipasien yang lolos seleksi ketat tadi, hasil terbaik yang dilaporkan adalah angka survival 3tahun sebesar 50%. HCC bilobi (kedua lobus terkena) biasanya digolongkan sebagaikontraindikasi bagi reseksi, namun penelitian terakhir menyarankan bahwa pada pasiendengan sebuah massa yang dominan di salah satu lobus dengan satu atau dua buah nodultumor berukuran kecil di lobus lainnya mungkin ada gunanya dikerjakan kombinasi antarareseksi atas tumor yang dominan dan ablasi atau kemoembolisasi atas nodul(i) di lobuskontralateralnya.

Kontraindikasi absolut bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh, trombosis venaporta utama, atau adanya trombosis vena cava inferior.Penyebab tersering mortalitas pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis, yang dapatdiperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik. Pengembangan teknik operasimemungkinkan diangkatnya jaringan hepar yang mengandung nodul HCC secara selektif dengan teknik segmentektomi, atau bahkan secara superselektif dengan subsegmentektomi(tindakan ini dapat dikerjakan dengan panduan USG intraoperasi, yang dikenal sebagaiprosedur Makuuchi).

Transplantasi Hati

Page 15: Tm Sk.2 Neoplasia

Antusiasme pasien HCC terhadap transplantasi hati meningkat sejak pertengahan1990-an oleh karena peningkatan survival penerimanya.Kriteria seleksi yang ketatmerupakan kunci bagi hasil tadi.Hanya pasien yang dirasa dapat bertahan pada periodeperioperatif yang dipertimbangkan untuk transplantasi.Pasien tersebut juga harus cukup kuatmenjalani pengobatan dan follow-up yang intens bagi penerima transplan.Ketergantunganterhadap alkohol ataupun obat-obatan harus disingkirkan.Yang paling penting, calonpenerima transplan harus tidak sedang menjalani pengobatan bagi penyakit serius yangdiperkirakan secara nyata dapat memperburuk harapan hidup. Semua proses intrinsik di heparyang menuju ke dekompensasi atau kegagalan hati secara teoretis merupakan kontraindikasibagi transplantasi hepar. Secara umum segala bentuk penyakit hepar stadium akhir yangireversibel dan dapat ditangani dengan transplantasi hepar dianggap sebagai indikasi.Apabilaada penyakit sistemik yang melibatkan hepar, terapi sistemiknya harus dicapai dengantransplantasi hepar atau setidaknya efek sistemik transplantasi hepar tidak malahanmemperburuk keadaan.

Untuk seleksi pasien HCC calon penerima transplan, secara umum digunakan kriteriaMilan, yaitu pasien dengan lesi tunggal berukuran ≤ 5 cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran ≤ 3 cm. Di Eropa, Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya,

Gambar 8.Alur Tatalaksana HCC menurut BCLC

Dikutip dari: Dancygier H. Clinical Hepatology Vol.2, 2010

Seperti tampak pada Gambar 8.Berdasarkan kriteria ini, pasien HCC dibagi menjadi stadiumsangat dini, dini, menengah, lanjut, dan terminal.Transplantasi hati diperuntukkan pasienHCC stadium sangat dini dengan peningkatan tekanan vena porta dan stadium dini tanpapenyulit. Pasien HCC penerima transplantasi hati sesuai algoritma ini dilaporkan memilikiangka survival lima tahun sebesar 60-70%.

Page 16: Tm Sk.2 Neoplasia

TERAPI ABLASI LOKAL

Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection)

PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir.HCC berukuran kurangdari 3 cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul merupakan kandidat yang sesuai bagi PEI. PadaPEI, etanol steril disuntikkan ke nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi seltumor oleh alkohol absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasidari dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia jaringan.

Hasil nekrosis yang dicapai bergantung pada ukuran nodul.Nodul kecil kurang dari 3 cmbiasanya dapat dihancurkan secara total, sedangkan nodul yang lebih besar hanya parsial saja.Tindakan PEI dapat diulang beberapa hari kemudian bila diperlukan.

Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapatterjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal.Kontraindikasi PEI meliputiadanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang semua dapatmeningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan.Angka survival 3 tahunbagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar70%.

Ablasi Radiofrekuensi (RFA – Radiofrequency Ablation)

Dibandingkan dengan sel-sel normal, sel-sel ganas ternyata lebih tahan terhadapkerusakan letal akibat pembekuan, namun lebih rentan terhadap kerusakan hipertermik.Berdasarkan sifat ini, saat ini telah dikembangkan suatu metoda ablasi dengan radiofrekuensi,yang merupakan metoda termal lokal untuk menghancurkan tumor dengan memasukkansuatu probe penghantar panas ke dalam tumor (dengan panduan pencitraan, laparoskopik ataulaparotomi) yang kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 60°C atau lebih (Gambar 9).Pada suhu tersebut, protein intrasel akan mengalami denaturasi, membran lipid akanmeleleh, dan kematian sel akan segera terjadi. Prosedur ini terbatas penggunaannya, yakniuntuk lesi-lesi subkapsuler dan relatif jauh dari pembuluh darah yang besar (bila terlalu dekatdengan pembuluh darah akan menyulitkan tercapainya temperatur yang cukup tinggi baginekrosis komplit tumor).

Pada saat ini telah dikembangkan dan digunakan perangkat untuk menghantarkanpanas radiofrekuensi dengan elektroda yang multipel.Alat ini (yang disebut multielectrodearrays) menyebarkan radiofrekuensi melalui ujung-ujung kawat melengkung seperti kawatpayung, masing-masing berkanul dengan ukuran 14 hingga 16 gauge.Bentuk ini memungkinkan penghantaran radiofrekuensi (yang dikonduksi oleh sejumlah kecil cairansalin yang disalurkan lewat kanul) ke daerah yang lebih luas daripada alat dengan hanya satuujung. Fungsi cairan salin adalah untuk meningkatkan konduksi termal dan memperluas areapermukaan aktif elektroda agar nekrosis koagulasi dapat lebih luas (Gambar 10)

Sebuah studi yang membandingkan RFA dengan PEI pada pasien-pasien dengan HCCberukuran lesi hingga 4 cm menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal angka survival 3tahun pasien (74% dibanding 51%). Penelitian yang lain menunjukkan manfaat RFA samasaja dengan PEI. Secara umum, hanya sedikit saja penggunaan RFA yang mencapai nekrosis lengkap tumor, tanpa perbedaan bermakna dalam morbiditas dan peningkatan ketahananhidup pasien.

Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)

Kryoterapi atau juga dikenal dengan kryoablasi merupakan salah satu metodapenggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu tumor. Kryoterapi ditempuh denganmenggunakan pendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan gas nitrogen,penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-penghangatan (freeze-thawcycles) tadi hingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal es pada intra-dan ekstrasel, penggabungan kristal es yang terbentuk (sebagai bola es), dan kerusakanvaskuler setempat. Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dandinding sel, dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel. Pengulangan sikluspembekuan-penghangatan tadi akan menghasilkan

Page 17: Tm Sk.2 Neoplasia

kerusakan jaringan sel tumor target yanglebih luas karena sel tumor dihadapkan pada paparan termal berulang yang merusak.Kerusakan unsur dan dinding sel selama siklus pembekuan-penghangatan sebelumnya akanmenyebabkan meningkatnya konduktivitas termal dan berakibat pendinginan yang lebihcepat serta pembesaran volume jaringan yang dibekukan.

Indikasi kryoterapi dalam konteks HCC adalah untuk pasien dengan tumor multipelyang bilobi yang tidak memungkinkan bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.Dalam kasus ini kryoterapi akan bertindak sebagai pendamping reseksi subsegmental,sehingga memungkinkan destruksi fokal tumor sambil menjaga jaringan hepar yangfungsional. Bagi pasien dengan kondisi umum yang buruk, pendekatan kryoterapi perkutandapat dipertimbangkan.

Teknik kryoterapi intraoperatif (cryosurgery) dikerjakan pascareseksi segmental,dengan menempatkan suatucryoprobe dengan panduan ultrasonografi intraoperatif (intraoperative ultrasonography/IOUS) sehingga ujung probe tadi mencapai tengah/pusat lesi tumor yang dituju (Gambar 11, dengan pesawatnya pada Gambar 12). Untuk lesi yang lebihbesar dari 3 cm, dapat dipakai 2

Cryoprobe atau lebih agar ablasi lebih cepat dan lebihmenyeluruh ke semua area tumor. Kemudian di bawah pemantauan menggunakan IOUS tadi,pembekuan-penghangatan dikerjakan. Setelah tindakan selesai, hemostasis dikerjakan,dinding abdomen ditutup setelah pemasangan dua buah drain.

Zhou dkk. melaporkan angka survival 1, 3, dan 5 tahun pasien HCC yang ditanganidengan kryoablasi berturut-turut sebesar 74%, 48%, dan 32%. Komplikasi pasca-tindakanyang harus diwaspadai cukup banyak, meliputi sindroma cryoshock (merupakan sindromakegagalan multiorgan yang ditandai oleh koagulopati berat, disseminated intravascular coagulation/DIC, acute adult respiratory distress syndrome (ARDS), kegagalan hati,kegagalan hepar, hipotensi atau syok , perdarahan akibat pecahnya “bola es” yang meluas kekapsul hepar, trombositopenia, pireksia aseptik, aritmia kordis, abses subfrenik atau intrahepatik, fistula bilier, dan komplikasi pulmonal berupa efusi pleura, atelektasis, kolapsparu serta infeksi paru.

Ablasi dengan Ultrasonik Intensitas Tinggi Terfokus (High Intensity Focused Ultrasound/HIFU)

Ablasi dengan HIFU yang dikembangkan pada tahun 1990-an merupakan metodapenanganan tumor dari luar tubuh dengan memanfaatkan sifat fisika gelombang USG denganmengarahkan, mempenetrasikan, serta memfokuskan energi rendah gelombang ultrasonik diluar tubuh pada area tumor sehingga menjadikan jaringan target tumor suatu fokus nekrosiskoagulasi, tanpa merusak jaringan sekitarnya (Gambar 13). Konsep ini dapat dianalogikandengan memfokuskan sinar matahari dengan kaca pembesar untuk menghasilkan api.Mekanisme utama perusakan sel tumor oleh HIFU adalah secara termal, yakni lewatdenaturasi protein oleh suhu tinggi yang dihasilkan oleh pemfokusan energi ultrasonik tadipada tumor (temperatur di dalam fokus tumor dinaikkan hingga melebihi 80°C).Mekanismelainnya adalah penghancuran jaringan oleh efek kavitasi akustik.Gelombang ultrasonik HIFU menyebar ke dalam jaringan sebagai gelombang bertekanan. Oleh karena cairaninterseluler sekitar fokus menjadi bertekanan negatif, suatu waktu akan timbul gelembung-gelembung udara di sana. Gelembung-gelembung udara tadi akan bertumbukan dankemudian menyatu menjadi gelembung yang lebih besar. Saat mencapai diameter yang beresonansi dengan gelombang ultrasonik yang dipancarkan (sekitar 3 m pada frekuensi 1MHz), gelembung-gelembung tadi akan sangat membesarμ kemudian kolaps dengan cepatpula. Inilah yang disebut dengan kavitasi inersi akustik.Suhu yang amat tinggi danpergeseran tekanan yang terjadi diteruskan ke sekitar gelembung yang kolaps tadi, berakibatkerusakan lokal akibat mekanik dan termal yang terlokalisir. Secara histologis akan jaringantumor akan tampak mengalami nekrosis koagulasi, dan akan didapatkan lubang-lubangtransparan pada lokasi gelembung terjadi. Ablasi menggunakan HIFU dewasa ini membawa hasil yang cukup menggembirakan, khususnya untuk penanganan tumor hati, uterus, ginjal,payudara dan pankreas. Di dunia barat, ablasi menggunakan HIFU masih pada tahap clinicaltrial.Li Chuan-Xing dkk. pada tahun 2003 meneliti manfaat klinis ablasi dengan HIFU padatumor hati primer dan metastasis, menyatakan bahwa HIFU dapat menjadi pilihan terapi yangcukup aman dan efektif untuk kanker hati. Lebih lanjut, Feng Wu dkk.(2005) menyatakanbahwa kombinasi ablasi dengan HIFU dan TACE merupakan pendekatan terapi yang cukup menjanjikan.

Page 18: Tm Sk.2 Neoplasia

Kemoembolisasi Transarterial (=Transarterial Chemoembolization/TACE )

HCC adalah suatu tumor yang kaya vaskularisasi, terutama dari arteria hepatika yangmengalirkan sekitar 80-90% suplai darah HCC (sisanya oleh vena porta).Sebaliknyaparenkim hati non-tumor mendapatkan mayoritas suplai darah dari vena porta. Berdasarkanpemahaman ini, dikembangkan terapi TACE yang menggunakan kateterisasi selektif arteriahepatika untuk memasukkan kemoterapi regional, kemudian mengembolisasi arteria yangmemberi suplai darah bagi tumor (tumor-feeding artery)(lihat Gambar 13). Pemberiankemoterapi secara selektif ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi bahan kemoterapipada tumor dan untuk mengurangi paparan sistemik. Kemoterapi (yang sering digunakanadalah preparat cisplatin, doxorubicin, mitomycin C , atau kombinasi dari bahan-bahan ini) mula-mula disuntikkan, seringkali dalam bentuk campuran dengan lipiodol, suatu senyawaminyak yang cenderung terakumulasi di dalam jaringan tumor HCC. Akumulasi inikemungkinan akibat peningkatan permeabilitas pada pembuluh darah dan retensi akibatterganggunya aliran limfatik. Tindakan tadi disusul dengan embolisasi feeding artery menggunakan satu atau beberapa bahan embolik (lipiodol selain sebagai bahan pembawaobat, juga merupakan bahan embolik; bahan lain meliputi alkohol polivinil, gelfoam, sertabutiran pelepas-obat/ drug-eluting beads seperti DC/LC Beads, Hepasphere/Quadrisphere,microsphere). (Gambar 14)

Untuk kemoembolisasi yang aman, suplai darah bagi jaringan hati non-tumor darivena porta haruslah adekuat.Karena itu, adanya trombosis cabang utama vena portamerupakan kontraindikasi. Kontraindikasi lain meliputi metastasis ekstrahepatik, tumor hatiyang besar (>50% ukuran hepar), sirosis hati yang lanjut, dan kondisi umum yang buruk (skor Child-Pugh ≥8, kadar bilirubin serum >50 mol/L). Keluhan pasien yangμ mengikuti tindakan embolisasi meliputi sindroma yang terdiri atas nyeri abdomen, demam, keluhanyang menyerupai flu, kelemahan umum, ataupun mual, yang biasanya membaik spontandalam 2 – 4 hari, walaupun pada beberapa pasien dapat berlanjut menjadi abses hati. Komplikasi meliputi komplikasi pada tempat injeksi (<5% tindakan, meliputi hematoma,perdarahan, trombosis) dan komplikasi terkait tindakan (±1-5% tindakan, meliputiinfeksi/abses, gagal hati akut, netropenia).

TERAPI SISTEMIK

Kemoterapi Sistemik Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada pasien yanginoperabel, dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Terapi kemoterapisistemik yang diberikan dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok,antara lain:

1.Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).

2.Terapi hormonal Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit, dansecara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen,dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar. Namun hasil studirandom fase III yang dilakukan oleh Barbare ternyata tidak menunjukkan peningkatansurvival.

3.Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin,dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu analog somatostatin dipakaiuntuk menangani pasien dengan HCC yang lanjut.Sebuah penelitian random awal oleh Kouroumalis dkk.menunjukkan perbaikan survival pada pasien yang diberi terapi ocreotide secara subkutan, namun studi lainnya oleh Becker dkk. menunjukkan tidak adapeningkatan survival pada pemberian ocreotide aksi lama ( lanreotide).

4.Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan epirubicin atau interferon) Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai sedatif, baru-baru ini dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker. Penggunaannya pada pasienHCC lanjut terutama berdasarkan efek anti-angiogeniknya.Studi fase II telah dibuatuntuk mengukur kemangkusan thalidomide sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasidengan epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas padapengobatan HCC.

Page 19: Tm Sk.2 Neoplasia

5.Terapi interferonInterferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi efek langsung antivirus,efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung.Beberapastudi awal menunjukkan pemberian interferon dosis tinggi meningkatkan angka survival,namun ada toksisitas karena obat pada penerimanya. Penelitian lain menunjukkan bahwapemberian interferon dosis rendah tidak menunjukkan efek perbaikan yangbermakna.

6. Molecularly targeted therapy Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada reseptor EGF (epidermal growth factor ), menunjukkan kemangkusan sebagai pengobatan HCC lanjut.Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan antiangiogenesispula. Sebuah studi fase II memperlihatkan pemberian sunitinib pada pasien HCC yang inoperabel memberikan hasil survival keseluruhan sebesar 9,8 bulan. Sorafenibadalah inhibitor multi-kinase oral yang menghambat proliferasi sel tumor denganmembidik jalur sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan B-raf serin-treonin-kinase dan jugamenghasilkan efek anti-angiogenik dengan membidik reseptor EGF (endothelial growth factor ) 1, 2, dan 3 serta reseptor platelet derived growth factor dari tirosin-kinase beta.Obat ini cukup mahal, namun manfaat klinisnya masih sangat terbatas.

TERAPI RADIASI

Terapi Radiasi Eksterna

Dalam sejarahnya, radioterapi memiliki peran yang terbatas dalam penanganankeganasan pada hati, disebabkan toleransi hepar terhadap radiasi. Risiko munculnyagangguan hati yang diinduksi oleh radiasi (RILD=radiation-induced liver disease) membatasi dosis radiasi eksterna terhadap seluruh jaringan hati hanya sebesar 30-35 Gy yangdiberikan dalam fraksi-fraksi berdosis 2 Gy, suatu dosis yang jauh di bawah dosis yangdibutuhkan untuk eradikasi tumor solid. Pengembangan 3-DCRT (three dimensionalconformal radiotherapy)maupuntargeting therapies memungkinkan pemberian dosis radiasiyang lebih tinggi ke daerah tumor sambil meminimalkan paparan ke jaringan hati sekitar.

RILD dapat timbul pada 5-10% pasien yang menerima radiasi 30-32 Gy pada seluruhliver menggunakan fraksinasi konvensional, biasa muncul 2 hingga 4 bulan setelah iradiasidan ditandai oleh hepatomegali anikterik, asites, serta meningkatnya enzim-enzim heparterutama fosfatase alkali, dengan sedikit atau tanpa peningkatan bilirubin (kesemuanyamuncul pada saat tidak adanya progresivitas tumor). Patologi yang mendasari adalahterjadinya oklusi vena-vena kecil yang pada selanjutnya dapat disertai atrofi hepatosit dan fibrosis hati.Tampilan klinis RILD berkisar dari yang ringan dan reversibel hingga kegagalanhati yang progresif yang berujung kematian.

Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik, antara lain:

-Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)

- Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)

-Stereotactic body radiotherapy (SBRT)

-Proton beam dan heavy ion therapy

Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy (SIRT) Dengan radioisotop

Suatu usaha lain untuk mengantarkan radiasi fokal ke jaringan HCC adalah radiasiinterna dengan memakai isotop radioaktif. Terapi yang sudah digunakan adalah menggunakan yttrium-90(90Y) yang tertanam di dalam resin/gelas microsphere, lipiodolyang dilabel dengan iodine-131(131I), dan4-hexadecyl-1,2,9,9-tetramethyl-4,7-diaza-1,10 - decanethiol / lipiodol berlabel 188Re (188Re-HDD/lipiodol), diberikan secara selektif ke tumormelalui arteria hepatika yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai tumor HCC.Jaringan hepar normal sendiri mendapatkan suplai utama dari vena porta. Dengan demikian,pemberian bahan-bahan

Page 20: Tm Sk.2 Neoplasia

radionuklida melalui arteria hepatika akan memberikan distribusidosis radiasi yang tinggi pada tumor dan sangat sedikit saja yang memapar parenkim heparnormal sekitar. Dibandingkan dengan radioterapi eksternal, SIRT memungkinkan pemberiandosis yang jauh lebih tinggi ke jaringan tumor (100-150 Gy) tanpa toksisitas bagi hepar yangbermakna.

Terapi SIRT dengan metoda TART(transarterial radionuclide therapy)lain yang jarang dipakai untuk terapi HCC adalah dengan memakai Phosphorus-32 (32P) glass microsphere dan Milican/holmium-166 microspheres (HoMS). Kedua terapi ini tidak dipaparkan dalam tulisan ini.

SIRT dengan90Y trium microsphere Radioterapi internal menggunakan90Ytrium telah digunakan sejak 1960-an.90Yadalah suatu beta emitter murni dengan waktu paruh 64,2 jam, menghasilkan unsur stabilzirconium-90. Kemampuan penetrasi emisi partikel betanya ke dalam jaringan adalah sejauh2,5-11 mm.90Ytrium ini diberikan dalam ikatan dengan suatu mikro- atau nanopartikel yangdisebut microsphere dari bahan gelas/kaca ataupun resin. Therasphere®(MDS Nordion,Ottawa, Canada) adalah microsphere berbahan kaca mikro yang tak teruraikan dalam tubuh dengan diameter antara 20 dan 30 m, dan telah mendapat persetujuan dari FDAμ pada tahun1999 untuk terapi pasien HCC dengan trombosis vena porta. SIR-Spheres®(Sirtex Medical,Lane Cove, Australia) merupakan microsphere yang terbuat dari resin yang teruraikan dalamtubuh. Dibandingkan dengan Therasphere ®, ia memiliki diameter yang sedikit lebih besar(yaitu antara 20 dan 60 m)dan gravitasiμ spesifik per-microsphereyang lebih rendah. Padatahun 2002 SIR-Spheres®disetujui oleh FDA untuk diberikan pada pasien dengan metastasiskanker kolorektal di hepar.

Persiapan Tindakan Pemberian90Y-microsphereSebelum pemberian terapi90Y-microsphere, wajib dikerjakan sidik praterapi dengan SPECT99m Tc-macroaggregate-albumin ( 99m Tc-MAA) intra-arteri hepatik untuk memeriksaadanya pirau hepar-paru potensial dan untuk menyingkirkan reflux aliran darah ke usus besar,lambung, atau pankreas. Semua ini perlu untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat dihindari seperti pnemonitis radiasi, ulserasi usus/gaster, pankreatitis akut.Untuk profilaksikomplikasi tadi, kadangkala dilakukan embolisasi profilaksis pembuluh darah kolateral saatsidik dikerjakan agar saat pemberian terapi SIRT nanti kemungkinan deposisi radioaktif ketempat-tempat yang tidak diharapkan dapat dikurangi.

Persiapan dan evaluasi pra-terapi lain yang harus dikerjakan adalah pemeriksaanlaboratorium darah (kadar enzim-enzim hati, kolinesterase, hitung darah, koagulasi sertakadar kreatinin sebaiknya diperiksa dalam kurun waktu 2 minggu sebelum terapi), sertapemeriksaan angiografi pembuluh darah mesenterika dengan high-speed multi slice CT (angio-CT), yang bertujuan:(1) untuk menilai akses arteria hepatik, yaitu adanya variasi anatomi (seperti arteria hepatikadekstra yang dipercabangkan dari arteria mesenterika superior)(2) untuk menilai adanya trombosis vena porta yang dapat tampak selama fase venosa, danada tidaknya malformasi arteriovenosa ataupun pembuluh aberans yang dapatmenyebabkan aliran sistemik senyawa radioaktif ke dalam sirkulasi sistemik (3) penempatan koil untuk jalur terapi.

Pasien harus diberi informasi lisan maupun tertulis mengenai prosedur tindakan.Pasien harus diberitahu bahwa terapi ini bukanlah untuk kuratif, melainkan terapi paliatif yang ditujukan ke lesi tumor di hepar mereka. Efek samping potensial maupun nasihat untuk mengurangi bahaya paparan ke anggota keluarga atau lingkungan pasien harus disampaikan.Akhirnya, informed consent tertulis harus dimintakan dari pasien.

LI 9 :KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematianyangtinggi.Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad 19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs.Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih banyak kegagalan sehingga menimbulkan kematianPrognosis pasien dengan penyakit ini buruk.

LI 10 :PROGNOSIS

Page 21: Tm Sk.2 Neoplasia

Prognosis jelek.Tanpa pengobatan kematian rata-rata sesudah 6-7 bulan saat keluhan pertama.Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11-42 bulan.Bila dapat dideteksi karsinoma hepatoseluler fase dini, dapat dilakukan pembedahan secara sub segmentektomi, maka masa hidup penderita dapat lebih panjang lagi.Sebaliknya penderita karsinoma hepatoseluler fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umunya bias disebabkan karena koma hepatium , hematemesis, melena, syok yang seblumnya didahului dengan kesakitan yang hebat. Maka langkah-langkah terhadap pencegahan karsinoma hepatoseluler harus dilakukan. Pencegahan yang paling utama : eliminasi infeksi terhadap HBV dan HCV serta menghindari mengkonsumsi alcohol untuk mencegah terjadinya sirosis.

LO 2 : Memahami dan Menjelaskan Hukum Islam dan Hukum Negara (Medikolegal) terhadap Transplantasi Organ

Definisi

Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh adalah pemindahan organ tubuh tertentu yang mempunyai daya hidup yang sehat, dari seseorang untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik milik orang lain.

Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya.

Ditinjau dari segi kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:

donor dalam keadaan hidup sehat; donor dalam kedaan sakit (koma) yang diduga kuat akan meninggal segera; donor dalam keadaan meninggal.

Pandangan Hukum Islam Terhadap Transplantasi Organ Tubuh

Bagaimana hukum transplantasi tersebut menurut hukum Islam?Dibolehkan ataukah diharamkan?

Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya.

Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.

Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

Firman Allah dalam surat Al-Baqaroh: 195

Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke dalam kebinasaan”

Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal… ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu (Ibid, 88).

Kaidah hukum Islam

Artinya:”Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan”

Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.

Kaidah Hukum Islam

Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”

Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.

Page 22: Tm Sk.2 Neoplasia

Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

Hadits Rasulullah:

Artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.”(HR. Ibnu Majah).

1. Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).

2. Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).

Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut:

1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).

2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.

Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:

Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 di atas.

Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya.

Surat Al-Maidah: 32.

Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”

Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.

Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan.Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.(Keputusan Fatwa MUI tentang wasiat menghibahkan kornea mata).

Hadits:

Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.”

Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.

1. Kaidah hukum Islam

Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan”

Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.

2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.

Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Masalah:

Page 23: Tm Sk.2 Neoplasia

Apabila transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh tersebut dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang berpahala? Dengan kata lain, apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat pahala, jika organ tubuh tersebut dipakai repisien untuk melakukan perbuatan yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan mendapat dosa apabila organ tubuh tersebut dipakai repisien melakukan dosa?

Pendonor tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkn dalil-dalil berikut ini:

Firman Allah:

Artinya:”Dan sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya. Dan perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang sempurna”.

Firman Allah:

Artinya:”Tidaklah seseorang disiksa karena dosa orang lain.”

Hadits Rasulullah:

Artinya:”Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang berguna dan anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya.”

Hukum Negara Terhadap Transplantasi Hati

Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hokum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan.Tetapi karena adanya pengecualian maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan.Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien).Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental.Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja.

Di Indonesia sudah ada undang undang yang membahasnya yaitu UU No.36 Tahun 2009 mengenai transplantasi :

Pasal 64(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.Pasal 65 (1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 66Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.

Page 24: Tm Sk.2 Neoplasia

Pasal 67(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 68(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 69(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 70(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuktujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

1. Kedokteran dan Islam sependapat dalam hal:- Transplantasi organ hati diperbolehkan sebagai upaya untuk mengobati penyakit dan

mempertahankan hidup asalkan tidak menyebabkan kematian atau mengancam hidup bagi donor organ

- Transplantasi hati dari donor yang telah meninggal diperbolehkan sebagai upaya terakhir untuk menyelamatkan nyawa penderita tumor hepar dengan menerima organ hepar dari donor hepar, sebagai tindakan darurat, dengan izin dari keluarga donor yang telah meninggal

- Jual beli organ untuk transplantasi menyalahi etik kedokteran dan dilarang dalam Islam.2. Kedokteran dan Islam tidak sependapat dalam hal

- Donor hidup lebih dipilih karena keberhasilan lebih besar- Penderita karsinoma hepatoseluler, transplantasi sebaiknya dari donor yang sudah mati, karena

hati merupakan organ vital (bahaya untuk pendonor)(Deviyana,2001)

Suami punya hak atas istrinya, misalnya si istri mendermakan hatinya maka dia harus operasi dan masuk rumah sakit, serta memerlukan perawatan khusus. Semua itu dapat menghalangi sebagian kecil hak suami terhadap istri ditambah dengan beban-beban lain. Jadi, harus mendapat izin dan kerelaan suami. (Zuhroni,2010)