TINJAUAN PUSTAKA Serat Kasar Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara analisis kimia sederhana (Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar dapat diukur berdasarkan kelarutannya dalam larutan-larutan detergen, yaitu menggunakan analisis Van Soest (Tillman et al., 1989). Menurut Sutardi (1980), analisa Van Soest merupakan sistem analisis bahan makanan yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem evaluasi nilai gizi hijauan. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al., 1989). Bagi hewan ruminansia, selulosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam rumen dan sebagai bahan pengisi rumen, sedangkan bagi hewan-hewan monogastrik selulosa adalah komponen yang tidak dapat dicerna. Meskipun bagi hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran spesifik, namun keberadaannya penting dalam meningkatkan gerak peristaltik. Setiap pertambahan 1% serat kasar dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan organiknya sekitar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989). Selulosa Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai material struktur dinding sel semua tanaman (Tillman et al., 1989). Selulosa mempunyai bobot molekul tinggi dan terdapat dalam jaringan tanaman pada dinding sel sebagai mikrofibril (Suparjo et al., 2008 a ). Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Suparjo et al., 2008 b ). Selulosa dicerna dalam tubuh ternak dalam saluran pencernaan oleh selulase hasil jasad renik dan menghasilkan selubiosa, yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut untuk menghasilkan glukosa. Hasil pencernaan oleh jasad renik terhadap selulosa adalah asam-asam lemak terbang (VFA) yang terdiri dari campuran asam asetat, asam propionat dan asam butirat, dan sebagai hasil sampingan adalah gas metan dan CO 2 (Tillman et al., 1989). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Embed
TINJAUAN PUSTAKA Serat Kasar - repository.ipb.ac.id · dalam larutan -larutan detergen ... dan sebagai hasil sampingan adalah gas metan dan ... limbah pertanian biasanya rendah kadar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
TINJAUAN PUSTAKA
Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara
analisis kimia sederhana (Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar dapat diukur berdasarkan kelarutannya
dalam larutan-larutan detergen, yaitu menggunakan analisis Van Soest (Tillman et
al., 1989). Menurut Sutardi (1980), analisa Van Soest merupakan sistem analisis
bahan makanan yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem
evaluasi nilai gizi hijauan.
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al.,
1989). Bagi hewan ruminansia, selulosa merupakan sumber energi bagi
mikroorganisme dalam rumen dan sebagai bahan pengisi rumen, sedangkan bagi
hewan-hewan monogastrik selulosa adalah komponen yang tidak dapat dicerna.
Meskipun bagi hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran spesifik, namun
keberadaannya penting dalam meningkatkan gerak peristaltik. Setiap pertambahan
1% serat kasar dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan
organiknya sekitar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989).
Selulosa
Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai
material struktur dinding sel semua tanaman (Tillman et al., 1989). Selulosa
mempunyai bobot molekul tinggi dan terdapat dalam jaringan tanaman pada dinding
sel sebagai mikrofibril (Suparjo et al., 2008a). Kandungan selulosa pada dinding sel
tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Suparjo et al.,
2008b).
Selulosa dicerna dalam tubuh ternak dalam saluran pencernaan oleh selulase
hasil jasad renik dan menghasilkan selubiosa, yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut
untuk menghasilkan glukosa. Hasil pencernaan oleh jasad renik terhadap selulosa
adalah asam-asam lemak terbang (VFA) yang terdiri dari campuran asam asetat,
asam propionat dan asam butirat, dan sebagai hasil sampingan adalah gas metan dan
CO2 (Tillman et al., 1989). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Struktur Selulosa (American Fiber Manufacturers Association, 2008)
Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut dalam
alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas unit D-glukosa, D-
galaktosa, D-manosa, D-xylosa, dan L-arabinosa yang terbentuk bersamaan dalam
kombinasi dan ikatan glikosilik yang bermacam-macam (McDonald et al., 2002).
Hemiselulosa terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam struktur daun
dan kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman tertentu.
Hemiselulosa yang terhidrolisis akan menghasilkan heksosa, pentosa dan asam
uronat. Hemiselulosa dihidrolisa oleh jasad renik dalam saluran pencernaan dengan
enzim hemiselulase, hasil akhir fermentasinya adalah VFA (Tillman et al., 1989).
Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30% dari berat kering bahan
lignoselulosa. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk
mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan
silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang
kuat (Suparjo et al., 2008b). Berikut ini merupakan struktur hemiselulosa (Gambar 2)
Gambar 2. Struktur Hemiselulosa (Carpita, 2000)
6
Lignin
Lignin merupakan komponen yang tidak memiliki hasil akhir dari proses
pencernaan dan keberadaannya dapat menghambat proses pencernaan pada ternak.
Pada tanaman kandungan lignin akan bertambah seiring bertambahnya umur
tanaman dan mencapai level tertinggi pada saat tanaman sudah dewasa (Tillman et
al., 1989). Lignin merupakan komponen dinding sel yang sulit dicerna oleh bakteri,
sehingga dengan kadar lignin yang lebih rendah bakteri akan lebih mudah
mendegradasi zat-zat makanan yang terdapat dalam isi sel (McDonald et al., 1988).
Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama
lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih
tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia,
termasuk degradasi enzimatik (Tillman et al., 1989). Struktur lignin dapat dilihat
pada Gambar 3. Lignin sering digolongkan sebagai karbohidrat karena hubungannya
dengan selulosa dan hemiselulosa dalam menyusun dinding sel, namun lignin bukan
karbohidrat. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin
(Suparjo et al., 2008a).
Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin
menghambat enzim untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti
bahwa adanya ikatan kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan protein
dinding sel yang menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh
ternak (McDonald et al., 2002).
Gambar 3. Struktur Lignin (Gregory, 2007)
7
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan keluarga rumput
rumputan (Graminae) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah
biak (ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini berasal dari Afrika
tropika, kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah-daerah tropika di dunia
(Manglayang, 2005). Beberapa sifat rumput gajah yang menguntungkan adalah
mudah ditanam, cepat tumbuh dan menjadi besar, perakarannya relatif dalam
sehingga mampu menahan partikel-partikel tanah yang mudah terbawa aliran
permukaan, serta mempunyai gizi tinggi sebagai bahan makanan ternak (Soeyono,
1986). Sutardi (1980) menyatakan bahwa hijauan segar dari jenis rerumputan unggul
seperti rumput gajah nilai gizinya cukup terjamin, volumenya lebih banyak dan daya
cernanya lebih tinggi dibandingkan dengan rerumputan liar.
Tanaman ini berdiri tegak, berakar dalam dan tinggi dengan rimpang yang
pendek, memiliki tulang daun yang tampak jelas sepanjang permukaan bawah
(Prosea, 2000). Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang
atau sobekan rumput. Tinggi tanaman ini dapat mencapai lebih dari 4,5 m, terdapat
pada tanah lembab di daerah dengan curah hujan lebih dari 1000 mm. Hasil
panennya memiliki kandungan bahan kering yang jumlahnya banyak, namun rendah
kandungan proteinnya jika tidak dipotong pada saat masih muda (FAO, 2007).
Rumput ini biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu
diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau
dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan
dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput gajah juga dapat dimanfaatkan sebagai
mulsa tanah yang baik (Manglayang, 2005).
Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan jumlah daun
terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang diadakan
secara teratur berkisar antara 2-4% protein kasar, semakin tua umur tanaman
kandungan protein kasar akan semakin menurun. Pada daun muda nilai kecernaan
(TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup drastis pada usia
tua hingga 55%. Batang-batangnya kurang begitu disukai ternak (karena keras)
kecuali yang masih muda dan mengandung cukup banyak air (Manglayang, 2005).
Kandungan bahan kering rumput gajah umumnya berkisar antara 12-18%, tetapi
8
seiring dengan meningkatnya umur tanaman kandungan bahan kering juga akan
meningkat. Kandungan serat kasar berkisar dari 26,0-40,5%, Beta-N sekitar 30,4-
49,6% dengan kandungan lemak kasar 1,0-3,6%. Kandungan phosphornya cukup
tinggi yaitu 0,28-0,39% dan pada batang 0,38-0,52%. Sedangkan Ca masing-masing
0,43-0,48% dan 0,14-0,23% pada daun dan batang (Sofyan et al., 2000).
Jerami Padi (Oryza sativa)
Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun sesudah
diambil buahnya yang masak (Arinong, 2008). Jerami padi merupakan limbah
pertanian yang sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber energi bagi ternak
ruminansia. Tahun 2008 produksi padi sebanyak 60.325.925 ton, hal ini
menunjukkan melimpahnya produksi jerami padi (Biro Pusat Statistik, 2008).
Ruminansia yang terdapat di daerah Asia Tenggara sudah umum menggunakan
jerami padi sebagai pakan sumber energi (Dixon, 1988).
Limbah hasil pertanian biasanya memiliki kelemahan, beberapa diantaranya
adalah limbah pertanian umumnya mengandung kadar serat yang tinggi,
kecernaannya yang rendah, limbah pertanian biasanya rendah kadar nutrisi seperti
nitrogen (N), sulfur dan mineral penting lainnya yang berguna untuk mikroorganisme
yang memiliki peran pada fermentasi serat dan hewan inang (Dixon, 1988).
Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh adanya lignin dan silika yang mengikat
selulosa dan hemiselulosa dalam bentuk ikatan rangkap, sehingga sukar dicerna
oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen (Arinong, 2008). Menurut Sutardi
(1980), jerami padi sebagai makanan ternak masih terbatas sekali pemanfaatannya,
karena hanya berperan sebagai bulk dan menggantikan tidak lebih dari 25%
kebutuhan ternak akan rumput.
Jerami padi sebagai hasil sisa dari tanaman padi mengandung protein kasar