TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Sorgum Sorgum memiliki sistem perakaran serabut. Keunggulan sistem perakaran pada tanaman sorgum yaitu sanggup menopang pertumbuhan dan perkembangan tanaman ratun (ratoon) hingga dua atau tiga kali ratoon dengan akar yang sama. Saat proses perkecambahan akar primer mulai tumbuh dan seiring dengan proses pertumbuhan tanaman akan diikuti pula dengan pertumbuhan akar sekunder pada ruas pertama. Tahap berikutnya akar sekunder lebih dominan berfungsi menyerap air dan hara dari media tumbuh serta memperkokoh tegaknya tanaman (House 1985). Sorgum memiliki batang dengan tinggi bervariasi antara 0.5 – 4.0 m. Tinggi batang sorgum yang dikembangkan di China dapat mencapai 5.0 m (FAO, 2002),. Beberapa varietas sorgum memiliki batang yang menghasilkan percabangan dan anakan baru (Steenis 1975). Batang tanaman sorgum merupakan rangkaian berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batang silinder dengan ukuran diameter batang bagian pangkal antara 0.5 – 5.0 cm (House 1985). Daun sorgum mirip tanaman jagung, berbentuk pita dengan struktur daun terdiri atas helai dan tangkai daun. Panjang rata-rata daun sorgum adalah 1 m (House 1985). Posisi daun terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel pada buku. Menurut Martin (1970) jumlah total daun berkisar antara 13-40 helai per batang. Jumlah daun sorgum berkorelasi tinggi dengan panjang periode vegetatif yang dibuktikan oleh setiap penambahan satu helai daun memerlukan waktu 3-4 hari ( Bullard dan York 1985). Tanaman sorgum juga memiliki daun bendera (leaf blades) yang muncul paling akhir bersamaan dengan inisiasi malai. Daun bendera muda bentuknya kaku, tegak dan berfungsi penting dalam transportasi fotosintat (Freeman 1970). Sorgum tergolong tanaman C 4 , yaitu tanaman yang dalam proses metabolisme karbon (C) menghasilkan asam berkarbon empat (malat dan aspartat) sebagai produk awal penambatan CO 2 . Produk asam malat dan aspartat yang dihasilkan oleh sel mesofil dengan cepat ditransfer ke sel seludang pembuluh, lalu
19
Embed
TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Saat proses perkecambahan akar primer mulai tumbuh dan seiring dengan proses ... terdiri atas helai dan tangkai daun. ... penebalan pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Fisiologi Sorgum
Sorgum memiliki sistem perakaran serabut. Keunggulan sistem perakaran
pada tanaman sorgum yaitu sanggup menopang pertumbuhan dan perkembangan
tanaman ratun (ratoon) hingga dua atau tiga kali ratoon dengan akar yang sama.
Saat proses perkecambahan akar primer mulai tumbuh dan seiring dengan proses
pertumbuhan tanaman akan diikuti pula dengan pertumbuhan akar sekunder pada
ruas pertama. Tahap berikutnya akar sekunder lebih dominan berfungsi menyerap
air dan hara dari media tumbuh serta memperkokoh tegaknya tanaman (House
1985).
Sorgum memiliki batang dengan tinggi bervariasi antara 0.5 – 4.0 m.
Tinggi batang sorgum yang dikembangkan di China dapat mencapai 5.0 m (FAO,
2002),. Beberapa varietas sorgum memiliki batang yang menghasilkan
percabangan dan anakan baru (Steenis 1975). Batang tanaman sorgum
merupakan rangkaian berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk
batang silinder dengan ukuran diameter batang bagian pangkal antara 0.5 – 5.0 cm
(House 1985).
Daun sorgum mirip tanaman jagung, berbentuk pita dengan struktur daun
terdiri atas helai dan tangkai daun. Panjang rata-rata daun sorgum adalah 1 m
(House 1985). Posisi daun terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang
dengan pangkal daun menempel pada buku. Menurut Martin (1970) jumlah total
daun berkisar antara 13-40 helai per batang. Jumlah daun sorgum berkorelasi
tinggi dengan panjang periode vegetatif yang dibuktikan oleh setiap penambahan
satu helai daun memerlukan waktu 3-4 hari ( Bullard dan York 1985). Tanaman
sorgum juga memiliki daun bendera (leaf blades) yang muncul paling akhir
bersamaan dengan inisiasi malai. Daun bendera muda bentuknya kaku, tegak dan
berfungsi penting dalam transportasi fotosintat (Freeman 1970).
Sorgum tergolong tanaman C4, yaitu tanaman yang dalam proses
metabolisme karbon (C) menghasilkan asam berkarbon empat (malat dan aspartat)
sebagai produk awal penambatan CO2. Produk asam malat dan aspartat yang
dihasilkan oleh sel mesofil dengan cepat ditransfer ke sel seludang pembuluh, lalu
7
mengalami dekarboksilasi melepaskan CO2 yang selanjutnya ditambat Rubisco
dan diubah menjadi 3-PGA (asam fosfo gliserat). Sel seludang pembuluh
tanaman C4 lebih tebal dibandingkan tanaman C3, sehingga lebih banyak
mengandung kloroplas, mitokondria dan organel lain yang berperan sangat
penting dalam proses fotosintesis (Taiz dan Zeiger 2002). Daun-daun spesies C4
mempunyai laju pertukaran CO2 yang lebih tinggi, rasio antara luas potongan
melintang floem dengan luas daun yang lebih besar dan memiliki laju translokasi
lebih besar dibandingkan tanaman C3 (Salisburry dan Ross 1995). Ekspor hasil
asimilasi yang lebih baik oleh tanaman C4 disebabkan oleh anatomi khususnya,
yaitu sel-sel seludang ikatan pembuluhnya yang mempunyai kloroplas (anatomi
kranzs) atau hasil dari luas potongan melintang floem yang lebih besar.
Karakteristik Tanah Masam
Tanah di lingkungan tropika basah pada umumnya bersifat masam dan
merupakan ciri khas sebagian besar wilayah di Indonesia. Tanah jenis ini tersebar
di bebarapa daerah di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera
terdapat sekitar 21 juta hektar, Kalimantan 15.5 juta hektar, dan Jawa 2 juta hektar
(Van der Heide et al., 1992). Menurut Hidayat dan Mulyani (2002), luas tanah
masam yang berupa lahan kering mencapai 99.5 juta hektar dan berpotensi untuk
dikembangkan menjadi lahan pertanian. Kondisi tropika basah di Indonesia
dengan curah hujan tinggi dapat mengakibatkan pencucian, sehingga cadangan
unsur hara dan kesuburan tanah rendah, kandungan Al dapat ditukar (Al-dd) dan
kapasitas retensi P tinggi, kandungan nitrogen yang rendah, kapasitas tukar kation
(KTK) rendah, serta keracunan alumunium di lapisan bawah (Hairiah et al. 2000).
Di Indonesia potensi tanah masam ini cukup tinggi. Menurut data Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 2000, luas areal tanah bereaksi masam
seperti podsolik, ultisol, oxisol dan spodosol masing-masing sekitar 47.5; 18.4;
5.0; dan 56.4 juta ha atau seluruhnya sekitar 67% dari luas total tanah di
Indonesia. Pengelolaan kesuburan di tanah masam diarahkan untuk menurunkan
kemasaman tanah, menambah hara dan menekan tingkat kejenuhan Al. Teknologi
untuk meningkatkan kesuburan tanah masam yang dapat diterapkan antara lain
pemupukan berimbang, pengelolaan hara P, pengapuran serta pemberian bahan
organik
8
Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Tanaman
Aluminium dapat mempengaruhi tanaman secara morfologis, fisiologis
dan ekspresi gen tanaman. Gejala yang umum dijumpai akibat cekaman Al adalah
terjadinya klorosis, defisiensi nutrisi, dan tanaman menjadi kerdil (Taiz dan
Zeiger 2002). Respon morfologi nyata akibat cekaman Al adalah terjadinya
penebalan pada ujung akar dan akar cabang. Respon fisiologi berupa
pembentukan kompleks Al-asam organik dan peningkatan kandungan asam
organik pada akar tanaman dengan cara: 1) Al mengaktivasi kerja enzim yang
berperan dalam biosintesis asam organik, serta adanya asam organik yang
ditransportasikan dari batang menuju akar (Matsumoto et al. 2003). Respon pada
tingkat gen untuk tanaman sorgum belum diteliti, tetapi pada beberapa tanaman
lain antara lain pada arabidopsis menunjukkan ekspresi spesifik gen WAK1 (cell
wall-associated reseptor kinase 1) dan tipe sel yang merupakan lokasi spesifik
dari protein WAK (gen WAK ini terekspresi di akar) (Kochian et al. 2005).
Pada tanaman gandum, resistensi terhadap Al bersifat multigenik. Gen-
gen tersebut mengendalikan pengeluaran beberapa senyawa pengkelat ion Al+3
.
Hasil penelitian Pelle et al. (1996) menunjukkan, gandum kultivar resisten akan
mengeksudasikan P tinggi yang diduga dikendalikan oleh gen yang berbeda lokus.
Kelarutan Al yang tinggi berpengaruh langsung terhadap metabolisme
tanaman dan tidak langsung terhadap ketersediaan unsur hara sehingga
pertumbuhan tanaman tertekan. Menurut Alam et al. (1999), secara umum
pengaruh Al pada tanaman yang ditumbuhkan pada tanah masam adalah: 1)
mengurangi kation bervalensi dua yang diserap oleh akar tanaman (khususnya
Ca). Menurut Matsumoto (2003), hal ini terjadi karena penghambatan Al dengan
cara menggantikan posisi Ca yang melekat pada Calmodulin (dinding sel), ikatan
Al dengan karboksil (RCOO-) membentuk ikatan kuat sehingga sel tidak mampu
membesar. 2) menghambat fungsi sel-sel pada jaringan meristem akar melalui
penetrasi Al ke dalam protoplasma akar dan menghasilkan morfologi akar yang
tidak normal dan dapat mengganggu proses penyerapan hara tanaman, dan 3)
menurunkan adsorpsi anion (SO4-2
, PO4-3
, dan Cl-) karena meningkatnya daerah
jerapan positif pada rizosfir dan apoplas akar.
9
Kesulitan dalam mempelajari Al berhubungan dengan proses-proses yang
terdapat dalam tanaman disebabkan karena kompleksnya Al ( Kinroide, 1991).
Al dihidrolisis dalam larutan sebagai ion trivalent Al3+
dan dominan pada kondisi
pH <5, sedangkan Al(OH)2+
merupakan bentuk yang dominan dengan makin
tingginya pH. Pada keadaan tanah yang bereaksi netral, Al berbentuk Al(OH)3
atau gibsit, sedangkan pada tanah alkalin dijumpai bentuk Al(OH)4-. Kation Al
monomer membentuk ikatan dengan berbagai ligand asam organik dan anorganik
seperti PO43-
, SO42-
, asam organik, protein dan lemak.
Tanah dengan pH rendah memiliki kapasitas ion H+ tinggi sehingga
penyerapan unsur-unsur lainnya menjadi berkurang dan unsur Al meningkat.
Meningkatnya konsentrasi Al terlarut mengakibatkan terjadinya defisiensi P, K
dan hara mikro seperti Mo. Hasil penelitian Yamamoto et al. (1992)
mendapatkan bahwa toksisitas Al selain mengakibatkan tanaman kekurangan
hara juga mengubah struktur dan fungsi dari membran plasma dan menghalangi
pembelahan sel pada ujung-ujung akar. Akhirnya, Al akan menghambat
pertumbuhan akar dan menunjukkan berbagai gejala kekurangan hara akibat
keracunan Al (MacDiarmid dan Gardner, 1996).
Kasus pada tanaman jagung menunjukkan bahwa cekaman Al terhadap
tanaman mula-mula akan menekan pertumbuhan akar yaitu akar menjadi pendek,
tebal dan rapuh. Terhambatnya pertumbuhan akar disebabkan karena Al
berasosiasi dengan DNA pada inti sel dan menghentikan proses pembelahan sel
meristem apikal (Pellet et al. 1995). Daerah yang paling peka terhadap keracunan
Al terutama pada bagian ujung akar (tudung akar, meristem, dan zona
pemanjangan) sekitar 2 mm. Ujung akar mengakumulasi Al lebih banyak
(Delhaize dan Ryan 1995).
Sasaran utama cekaman Al pada akar adalah tudung akar. Rusaknya
tudung akar akan mengakibatkan berkurangnya sekresi mucilage. Keracunan Al
dapat menghambat pertumbuhan tajuk dengan cara menghambat pasokan hara, air
dan sitokinin dari akar karena buruknya penetrasi akar ke sub-soil atau kondisi
hidrolik akar rendah (Marschner 1995). Rusaknya akar oleh Al menyebabkan
terganggunya penyerapan dan transpor hara Ca, K, P, Mg dan N, serta peka
terhadap kekeringan yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan
10
produktivitas tanaman (Polle dan Konzak 1990). Akumulasi Al akan
menyebabkan kebocoran membran, disintegrasi struktur dan berkurangnya
kandungan K dalam jaringan ujung akar, serta menurunkan viabilitas protoplasma.
Terbentuknya ikatan polimer Al dengan membran plasma akar akibat cekaman Al
akan menyebabkan kerusakan pada membran dan kebocoran K dari sel akar
(Matsumoto et al. 2003).
Toksisitas Al mempengaruhi efluks unsur K dan Ca. Gangguan Al
terhadap Ca pada ujung akar menyebabkan defisiensi Ca pada sel apikal akar atau
mengubah homeostatis Ca. Perubahan ini akan memicu penyimpangan fungsi
metabolisme dalam sel ujung akar yang selanjutnya dapat menghambat
pemanjangan akar (Huang et al. 1992).
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium
Suatu tanaman yang toleran terhadap keracunan Al mempunyai kriteria
antara lain: 1) pertumbuhan akar normal 2) mampu meningkatkan pH tanah di
sekitar perakaran, 3) sebagian besar Al tertahan di akar dan sedikit
ditranslokasikan ke bagian atas tanaman, dan 4) ion Al tidak dapat menghambat
serapan dan translokasi Ca, Mg, K dan P (Kochian 1995).
Pengaruh cekaman Al+3
tidak sama pada setiap spesies, bahkan pada
tanaman dalam satu spesies. Adanya perbedaan tersebut menunjukkan adanya
mekanisme toleransi yang berbeda pada setiap tanaman dalam mengatasi
cekaman. Mekanisme toleransi terhadap Al menurut Marschner (1995) adalah: 1)
ekslusi Al di membran akar, 2) KTK dinding sel rendah, 3) alkalisasi di daerah
perakaran, 4) proteksi ujung akar oleh mucilage, dan 5) efluks Al.
Mekanisme toleransi tanaman secara umum terbagi dalam dua kelompok
yaitu: 1) mekanisme penolakan secara eksternal (external tolerance exclusion
mechanism), dengan cara mencegah Al masuk ke dalam simplas dan bagian
metabolik yang sensitif melalui immobilisasi dinding sel, permeabilitas selektif
membran plasma, barier pH di rizosfir dan apoplas akar, eksudasi ligan pengkelat
(eksudasi asam organik), eksudasi fosfor dan efluks Al, dan 2) mekanisme secara
internal (internal tolerance mechanism), yaitu dengan pengkelatan Al oleh asam
organik dalam sitosol, kompartementasi Al di vakuola, memproduksi protein
11
pengikat Al, enzim yang tahan Al serta peningkatan aktivitas enzim (Taylor,
1991).
1. Kelatasi Al oleh Eksudasi Asam Organik Tanaman
Salah satu penyebab terjadinya detoktisifikasi Al oleh tanaman yang
toleran adalah karena adanya asam organik yang dieksudasikan sehingga Al
terkelatasi oleh asam organik baik di dalam jaringan maupun di media/larutan
(Delhaize dan Ryan 1995). Asam organik yang dieksudasikan oleh akar tanaman
umumnya adalah asam malat, asam sitrat dan asam oksalat (Tabel 1). Jumlah dan
jenis yang dieksudasikan tergantung spesies dan kultivar tanaman.
Hasil penelitian Magalhaes et al. (2004) menunjukkan bahwa asam sitrat
merupakan asam organik yang dieksudasikan tanaman sorgum dalam menghadapi
cekaman Al, asam malat merupakan asam organik yang paling banyak
dieksresikan oleh ujung akar pada tanaman gandum yang toleran Al (Delhaize et
al. 1993; Ryan et al. 1995 dan Pellet et al. 1996).
Tabel 1 Jenis-jenis asam organik yang dieksudasi tanaman dalam hubungannya