Top Banner
TINGKAT KECEMASAN, DUKUNGAN SOSIAL, DAN MEKANISME KOPING TERHADAP KELENTINGAN KELUARGA PADA KELUARGA DENGAN TB PARU DI KECAMATAN CIOMAS BOGOR ERIKA HERRY DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
94

tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

Jan 14, 2017

Download

Documents

VuongNgoc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

TINGKAT KECEMASAN, DUKUNGAN SOSIAL, DAN MEKANISME KOPING TERHADAP KELENTINGAN KELUARGA PADA KELUARGA DENGAN TB PARU

DI KECAMATAN CIOMAS BOGOR

ERIKA HERRY

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMENFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2011

Page 2: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Kecemasan, Dukungan

Sosial, dan Mekanisme Koping Tehadap Kelentingan Keluarga pada Keluarga

dengan TB Paru di Kecamatan Ciomas Bogor adalah karya saya dengan arahan

dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

Erika Herry

NIM. I24061082

Page 3: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

ABSTRACT

ERIKA HERRY. The Anxiety Level, Social Support, and Coping Mechanism of Family Resilience in Families with Pulmonary Tuberculosis at Kecamatan Ciomas Bogor. Under guidance DIAH KRISNATUTI.

General purpose of this research is to know factors that can affect familyresilience in families with pulmonary tuberculosis disease at Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. The purpose of research are 1) to identify socioeconomiccharacteristics of families with pulmonary tuberculosis disease, 2) identify thehealth behavior of pulmonary tuberculosis disease, 3) measuring the level ofanxiety patients with pulmonary tuberculosis disease, 4) measure of social support patients with pulmonary tuberculosis disease; 5) measure copingmechanism in families with pulmonary tuberculosis disease; 6) measuring familyresilience with pulmonary tuberculosis disease; 7) analyze the correlationsbetween variables of family resilience with pulmonary tuberculosis disease; 8) analyze the influence of variables with family resilience with pulmonary tuberculosis disease. The population of research were family members (parents) as patient with pulmonary tuberculosis disease at Kecamatan Ciomas Bogor, there are: Desa Ciomas, Ciomas Rahayu, and Pagelaran. The subjects in this research are 49 samples chosen purposively. Variables studied were: socioeconomic characteristics, health behavior, anxiety level, social support, coping mechanism, and family resilience. Data analysis using descriptiveanalysis, correlations to examine relationships between variables, and multiple linear regression to determine the factors that influence the family resilience. The results showed that families with pulmonary tuberculosis disease have good andvery good sanitation (73%), good health behavior (57%), anxiety level patient is relatively low to moderate (65%), high coping health mechanism (60%), high coping mechanism (49%), moderate social support (84%), and high familyresilience (47%). Based on correlation analysis showed a negative relationshipbetween family income with family resilience. Are positively correlated betweenfamily coping health mechanism (CHIP), family coping mechanism, anxiety level, social support with family resilience. Based on multiple linear regression analysisobtained the factors that influence family resilience: large families (β = -0.317, p =0.003), anxiety level (β = 0.239, p = 0.027), and family coping mechanism (β =0.511, p = 0.000 .)

Keywords : pulmonary tuberculosis, socioeconomic characteristics, health behavior, anxiety level, social support, coping mechanism, family resilience.

Page 4: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

ABSTRAK

ERIKA HERRY. Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, dan Mekanisme Koping Tehadap Kelentingan Keluarga pada Keluarga dengan TB Paru di Kecamatan Ciomas Bogor. Dibawah bimbingan DIAH KRISNATUTI.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelentingan keluarga pada keluarga dengan penyakit TB paru di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan penyakit TB paru; 2) mengidentifikasi perilaku hidup sehat penderita penyakit TB paru; 3) mengukur tingkat kecemasan penderita penyakit TB paru; 4) mengukur dukungan sosial penderita penyakit TB paru; 5) mengukur mekanisme koping keluarga dengan penyakit TB paru; 6) mengukur kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru; 7) menganalisis hubungan variabel terhadap kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru; 8) menganalisis pengaruh variabel dengan kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota keluarga (orang tua) sebagai penderita penyakit TB paru di Desa Ciomas, Ciomas Rahayu, dan Pagelaran, Kecamatan Ciomas Bogor. Contohdalam penelitian ini sebanyak 49 contoh yang dilakukan secara purposive sampling. Variabel yang diteliti yaitu: karakteristik sosial ekonomi, perilaku hidup sehat, tingkat kecemasan, dukungan sosial, mekanisme koping, dan kelentingan keluarga. Analisis data menggunakan analisis deskriptif, korelasi untuk menguji hubungan antar variabel, serta regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelentingan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga dengan penderita penyakit TB paru memiliki sanitasi yang baik dan sangat baik (73%), perilaku hidup sehat yang baik (57%), tingkat kecemasan penderita relatif rendah-sedang (65%), mekanisme koping kesehatan yang tinggi (60%), mekanisme koping yang tinggi (49%), dukungan sosial yang sedang (84%), dan kelentingan keluarga yang tinggi (47%). Berdasarkan analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif antara pendapatan keluarga dengan kelentingan keluarga. Adanya hubungan yang bersifat positifantara mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP), mekanisme koping keluarga, tingkat kecemasan, dukungan sosial dengan kelentingan keluarga. Berdasarkan analisis regresi linier berganda diperoleh faktor yang mempengaruhi kelentingan keluarga yaitu: besar keluarga (β= -0,317, p=0,003), tingkat kecemasan (β=0,239, p=0,027), dan mekanisme koping keluarga (β= 0,511, p=0,000).

Kata kunci : TB paru, karakteristik sosial ekonomi, perilaku hidup sehat, tingkat kecemasan, dukungan sosial, mekanisme koping, kelentingan keluarga.

Page 5: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

TINGKAT KECEMASAN, DUKUNGAN SOSIAL, DAN MEKANISME KOPING TERHADAP KELENTINGAN KELUARGA PADA KELUARGA DENGAN TB PARU

DI KECAMATAN CIOMAS BOGOR

ERIKA HERRY

SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen padaDepartemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMENFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2011

Page 6: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

RINGKASAN

ERIKA HERRY. Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, dan Mekanisme Koping Tehadap Kelentingan Keluarga pada Keluarga dengan TB Paru di Kecamatan Ciomas Bogor. Dibawah bimbingan DIAH KRISNATUTI.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelentingan keluarga pada keluarga dengan penyakit TB paru di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan penyakit TB paru; 2) mengidentifikasi perilaku hidup sehat penderita penyakit TB paru; 3) mengukur tingkat kecemasan penderita penyakit TB paru; 4) mengukur dukungan sosial penderita penyakit TB paru; 5) mengukur mekanisme koping keluarga dengan penyakit TB paru; 6) mengukur kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru; 7) menganalisis hubungan variabel terhadap kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru; 8) menganalisis pengaruh variabel dengan kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional studyPemilihan tempat dan contoh dilakukan secara purposive berdasarkan kemudahan akses dan penderita penyakit TB paru kedua terbanyak di Kabupaten Bogor. Populasi contoh tersebar berdasarkan 4 UPT Puskesmas Kecamatan Ciomas yaitu Puskesmas Kota Batu, Ciomas, Laladon, dan Ciapus. Selanjutnya secara purposive terpilih Puskesmas Ciomas dengan pertimbangan kemudahan akses dan karakteristik contoh yang cukup banyak dibanding puskesmas lain. Contoh adalah anggota keluarga (orang tua) sebagai penderita penyakit TB paru di Desa Ciomas, Ciomas Rahayu, dan Pagelaran, Kecamatan Ciomas Bogor. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 49 contoh. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan November 2010 yang meliputi pengumpulan, pengolahan, serta analisis data.

Variabel yang diteliti yaitu: karakteristik sosial ekonomi, perilaku hidup sehat, tingkat kecemasan, dukungan sosial, mekanisme koping, dan kelentingan keluarga. Data yang terkumpul, ditabulasi, dan dianalisis secara deskriptif. Analisis data menggunakan analisis deskriptif, korelasi untuk menguji hubungan antar variabel, serta regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelentingan keluarga.

Karaketristik contoh menunjukkan hampir tiga perempat contoh (73,5%) berjenis kelamin laki-laki. Lebih dari tiga perempat contoh (77,6%) berstatus sebagai kepala keluarga. Hampir dua pertiga contoh (61,3%) mengalami sakit selama 1-5 tahun. Lebih dari separuh contoh (57,1%) melakukan pengobatan TB Paru selama 6-12 bulan. Lebih dari separuh contoh (57,1%) berusia 30-49 tahun. Hampir dua pertiga contoh (61,2%) memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat dan SD/sederajat. Separuh contoh (50%) memiliki pekerjaan sebagai buruh dan tidak bekerja.

Karakteristik sosial ekonomi keluarga menunjukkan lebih dari separuh keluarga contoh (55%) termasuk dalam keluarga kecil yaitu < 4 orang. Hampir tiga perempat keluarga contoh (72%) memiliki pendapatan perkapita di atas batas garis kemiskinan Kota Bogor atau dapat dikatakan sebesar 72 persen termasuk dalam kategori tidak miskin. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh secara keseluruhan yaitu Rp. 402.000,00 sehingga dapat dikatakan bahwa menurut pendapatan perkapita, rata-rata keluarga contoh tidak miskin. Lebih dari separuh keluarga contoh (53,3%) mengalokasikan biaya untuk pangan dengan rata-rata Rp. 631.600,00 perbulan. lebih dari separuh keluarga

Page 7: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

contoh (59%) mengalokasikan biaya untuk pangan >50% dari keseluruhan pengeluaran artinya lebih dari separuh keluarga contoh (59%) termasuk dalam kategori miskin. Hampir tiga perempat contoh (73%) memiliki sanitasi yang baik dan sangat baik. Artinya, hampir tiga perempat contoh memiliki kondisi fisik rumah, sarana rumah tangga, dan sumber air yang baik. Dengan kondisi sehat, individu dapat menjalankan aktifitas produktifnya secara normal sehingga ketahanan dalam keluarga pun tercapai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (59%) berperilaku hidup sehat yang baik dan sangat baik. Artinya, lebih dari separuh contoh memisahkan alat makan dan minum, menjemur kasur, bantal, dan guling1 minggu sekali, tidur di malam hari selama >5 jam, tidak merokok, dan menggunakan alat untuk batuk dan meludah.

Hasil analisis deskriptif dari aspek tingkat kecemasan membuktikan bahwa menunjukkan hampir dua pertiga contoh (65%) penderita TB paru memiliki tingkat kecemasan yang ringan–sedang. Hal tersebut dikarenakan lebih dari separuh contoh merasa lebih gugup dan cemas daripada biasanya, mudah marah atau panik, mengalami sakit kepala, leher, dan punggung, merasa lemah dan mudah lelah, mati rasa dan kesemutan, namun contoh juga merasa semuanya akan baik saja, dapat tidur dan duduk dengan mudah.

Skor mekanisme koping kesehatan (CHIP) yang terdiri dari tiga pola yaitu lebih dari separuh keluarga contoh (57%) memiliki family integration, kerjasama, dan optimisme yang tinggi, hampir separuh contoh (49%) memiliki dukungan sosial, penghargaan diri, dan psychological stability yang tinggi, dan hampir dua pertiga contoh (60%) memiliki komunikasi dan konsultasi yang tinggi. Total skor mekanisme koping kesehatan keluarga penderita TB paru menunjukkan hampir dua pertiga contoh (60%) keluarga penderita TB paru mendapat mekanisme koping keluarga yang tinggi. Dengan tingginya koping kesehatan keluarga penderita TB paru, sehingga keluarga dapat menjalankan fungsinya secara optimal.

Skor mekanisme koping yang terdiri dari dua jenis yaitu hampir separuh contoh (49%) memiliki mekanisme koping keluarga secara problem-focus copingsedang dan lebih dari separuh contoh (51%) memiliki mekanisme koping keluarga secara emotion-focus coping yang tinggi. Total skor mekanisme koping keluarga penderita TB paru menunjukkan hampir separuh contoh (49%) keluarga penderita TB paru memiliki mekanisme koping keluarga yang tinggi. Dengan adanya mekanisme koping yang tinggi dapat mengurangi berbagai tekanan yang timbul.

Skor dukungan sosial yang terdiri dari empat faktor yaitu lebih dari tiga perempat contoh penderita TB Paru (78%) mendapatkan dukungan emosional yang sedang, lebih dari tiga perempat contoh (80%) mendapatkan dukungan penghargaan yang sedang, lebih dari dua pertiga contoh (68%) mendapatkan dukungan instrumental yang tinggi dan sedang, dan lebih dari dua pertiga contoh(68%) mendapatkan dukungan instrumental yang tinggi dan sedang. Total skor dukungan sosial penderita TB paru menunjukkan lebih dari tiga perempat contoh(84%) penderita TB Paru mendapat dukungan sosial yang sedang. Selain itu, berdasarkan subjek yang memberikan dukungan sosial pada penderita TB paru menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51%) dukungan sosial yang sedangdidapat penderita TB Paru diperoleh dari keluarga, medis, dan teman. Medis merupakan faktor yang paling dominan mendorong penderita dalam menjaga ketahanan diri.

Skor kelentingan keluarga yang terdiri dari tiga faktor yaitu hampir dua pertiga contoh keluarga penderita TB Paru (63%) memiliki family cohesion yang sedang, lebih dari tiga perempat contoh keluarga penderita TB Paru (86%)

Page 8: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

memiliki family belief system yang tinggi dan sangat tinggi, dan lebih dari tiga perempat contoh keluarga penderita TB Paru (78%) memiliki komunikasi yang tinggi dan sangat tinggi. Total skor Kelentingan keluarga penderita TB paru menunjukkan hampir separuh contoh keluarga penderita TB Paru (47%) memiliki kelentingan keluarga yang tinggi. Dengan kelentingan keluarga yang tinggi,dipandang dapat merespon permasalahan yang terdapat dalam keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat negatif antara pendapatan keluarga dengan kelentingan keluarga (r=-0,303, p < 0,05). Hal demikian diduga karena aspek kelentingan keluarga yang terdiri dari family cohesion, family belief system, dan komunikasi tidak berkaitan secara langsung terhadap pendapatan keluarga. Terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat positif antara tingkat kecemasan dengan kelentingan keluarga (r=0,419, p<0,01). Hal ini diduga karena kecemasan penderita tidak mengganggu aspek kelentingan keluarga berupa hubungan interpersonal, kepercayaan, dan komunikasi dalam keluarga. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara dukungan sosial dengan kelentingan keluarga (r=0,604, p<0,01). Terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat positif antara mekanisme koping kesehatan keluarga (r=0,684, p<0,01) dan mekanisme koping keluarga (r=0,802, p<0,01) dengan kelentingan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelentingan keluarga adalah besar keluarga (β= -0,317, p=0,003), tingkat kecemasan (β=0,239, p=0,027), dan mekanisme koping (β= 0,511, p=0,000). Jika besar keluarga meningkat maka akan mempengaruhi kelentingan keluarga menurun. Jika tingkat kecemasan meningkat maka akan mempengaruhi kelentingan keluarga meningkat. Hal ini diduga karena tingkat kecemasan penderita yang ringan-sedang dengan ditangani medis serta dukungan dari keluarga dan teman. Selain itu, sikap penderita yang pasrah dan berprinsip bahwa TB paru bukan sakit yang parah dan masih bisa diobati. Jika mekanisme koping meningkat maka akan mempengaruhi kelentingan keluarga meningkat.

Page 9: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

Judul Skripsi : Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, dan Mekanisme Koping Tehadap Kelentingan Keluarga pada Keluarga dengan TB Paru di Kecamatan Ciomas Bogor

Nama : Erika HerryNRP : I24061082

Disetujui,

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S.Dosen Pembimbing

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.Ketua Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen

Tanggal Lulus :

Page 10: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil‘alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT atas segala karunia-Nya yang tak terhingga sehingga skripsi ini yang

berjudul Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, dan Mekanisme Koping

Tehadap Kelentingan Keluarga pada Keluarga dengan TB Paru di

Kecamatan Ciomas Bogor dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas

Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam tidak lupa

penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, manusia paling sempurna di jagat

raya ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun

sangat diharapkan demi tercapainya tujuan dari penelitian ini. Semoga skripsi ini

dapat terwujud menjadi aksi nyata sehingga bermanfaat bagi pihak yang

memerlukannya.

Sebagai manusia yang mempunyai keterbatasan, penulis mendapatkan

banyak bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak. Maka dalam

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. sebagai Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan

Konsumen.

2. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. sebagai dosen pembimbing yang penuh dengan

kesabaran dan pengertian dalam membimbing dan mengarahkan penulis

selama proses penyelesian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. sebagai dosen pembimbing

akademik, terima kasih banyak atas perhatian dan bimbingannya selama

penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

4. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Departemen Ilmu Keluarga dan

Konsumen yang telah memberikan ilmunya, perhatian, dan motivasi kepada

penulis.

5. Mama (Hj. Lina Herlina) tercinta, papa (Ir. Herry Z. Arbainn, SE.), abi (Toni

Prihartono) yang selalu mendukung untuk berbuat yang terbaik dalam

hidupku. Kakak-kakakku tersayang, Rina Oktariana, Erlita Herry, ST., Suryo

Nugroho, SE., Anshari Taslim, Lc. terima kasih atas kasih sayang, perhatian,

Page 11: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

motivasinya. Suamiku Nugroho Sastrawiguna, ST yang senantiasa

membantu penulis dalam memberikan motivasi, perhatian, dan waktunya.

Keponakanku Nouval Rafi Nugroho dan Maryam Alena Kanja yang selalu

menghibur penulis.

6. Rahayu Lestari, S.Si yang membantu penulis dalam proses penelitian ini.

7. Kepala Puskesmas Ciomas, Ibu Yuli, staf Desa Ciomas, Ciomas Rahayu,

dan Pagelaran yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan data-data

yang diperlukan oleh penulis.

8. Seluruh contoh penelitian ini yang bersedia meluangkan waktu demi

membantu penyelesaian pengumpulan data.

9. Sahabat-sahabatku tersayang yang selalu dapat mengisi relung hati penulis

dikala suka maupun duka. Saudara-saudara seperjuangan di KAMMI Daerah

Bogor, BKM KAMMDA, Murobbiyah dan teman-teman halaqoh, Entertrainer,

dan Fushilat 43. Terima kasih atas persahabatan ini. Teman-teman IKK 43

khususnya, dan umumnya seluruh mahasiswa IKK atas kebersamaan selama

ini. Dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, April 2011

Erika Herry

Page 12: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 1988 dari ayah Ir. Herry

Zulherry Arbain, SE. dan Ibu Hj. Lina Herlina. Penulis merupakan putri terakhir

dari tiga bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Rimba Madya Bogor dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Departemen Ilmu Keluarga

dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis terlibat dalam organisasi

kemahasiswaan, yaitu Ikatan mushala asrama putri A2, KAMMI Komisariat IPB,

BEM TPB 43, Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA), dan Himpunan Mahasiswa

Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO).

Selama masa perkuliahan tingkat akhir, penulis beraktifitas sebagai mahasiswa

workshop Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) dari Lembaga

Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa Bogor. Selain itu, penulis bekerja

sebagai guru kelas IV dan kelas II di Madrasah Islamiyah Nurrosyidiyah,

pengajar mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) kelas X, XI, dan XII

SMK Informatika Global Nusantara Bogor, dan pengajar bimbingan belajar eksak

SD di Bintang Pelajar Bogor sampai saat ini. Selain itu, penulis juga terlibat

dengan organisasi kemasyarakatan yaitu Kemuslimahan KAMMI Daerah Bogor

dan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Kabupaten Bogor.

Page 13: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xv

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................................ 1Perumusan Masalah .................................................................................... 2Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3Kegunaan .................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA

Kelentingan Keluarga .................................................................................. 5Family Cohesion ................................................................................. 5Family Belief System .......................................................................... 6Komunikasi ......................................................................................... 6

Mekanisme Koping ...................................................................................... 7Emotion-focused coping....................................................................... 8Problem-focused coping ...................................................................... 8

Stres ............................................................................................................ 8Faktor Stres (stresor) ......................................................................... 9Tipe Stres ........................................................................................... 9Dampak Stres ..................................................................................... 10Bentuk Stres ....................................................................................... 11Kecemasan ......................................................................................... 11

Dukungan Sosial .......................................................................................... 11 Jenis Dukungan Sosial ........................................................................ 12 Sumber Dukungan Sosial ................................................................... 12Perilaku Hidup Sehat ................................................................................... 13Tuberkulosis (TB) Paru ................................................................................ 14

Gambaran Klinis TB Paru .................................................................... 14Faktor Resiko TB Paru ........................................................................ 14

Karakteristik Keluarga .................................................................................. 16Pendapatan Keluarga ......................................................................... 16Pendidikan .......................................................................................... 17Pekerjaan ............................................................................................ 17Usia .................................................................................................... 17Besar Keluarga ................................................................................... 18Sanitasi ............................................................................................... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................ 20

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu .......................................................................... 23

Page 14: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xii

Jumlah dan Penarikan Contoh...................................................................... 23Jenis dan Cara Pengumpulan Data ......................................................... 24Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................................................... 27Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 28Definisi Operasional...................................................................................... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 34Kondisi Geografis dan Demografi ........................................................ 34Pendidikan .......................................................................................... 35Pekerjaan ............................................................................................ 36

Karakteristik Contoh ..................................................................................... 36Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga ......................................................... 38

Besar Keluarga ................................................................................... 38Pendapatan Perkapita ......................................................................... 38Pengeluaran keluarga ......................................................................... 39Sanitasi ............................................................................................... 39

Perilaku Hidup Sehat ................................................................................... 41Tingkat Kecemasan ..................................................................................... 43Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP) .......................................... 44

Family Integration, Kerjasama, dan Optimisme ................................... 44Dukungan sosial, Penghargaan diri, dan Psychological Stability ......... 46Komunikasi dan Konsultasi ................................................................. 47

Mekanisme Koping Keluarga ....................................................................... 49Problem-Focus Coping ....................................................................... 49Emotion-Focus Coping ........................................................................ 49

Dukungan Sosial .......................................................................................... 51Dukungan Emosional .......................................................................... 51Dukungan Penghargaan ..................................................................... 52Dukungan Instrumental ....................................................................... 53Dukungan Informatif ............................................................................ 54

Kelentingan Keluarga .................................................................................. 55Family Cohesion ................................................................................. 55Family Belief System ........................................................................... 57Komunikasi ......................................................................................... 58

Perbedaan Lama Sakit dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru ... 60Hubungan Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru ......... 60Pengaruh Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru .......... 62

PENUTUP

Kesimpulan ......................................................................................... 65Saran .................................................................................................. 66

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67

LAMPIRAN .................................................................................................. 71

Page 15: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Peubah, Jenis Data, dan Cara Pengumpulan Data............................... 24

2 Kategori Variabel Penelitian ................................................................. 24

3 Interpretasi Reliabilitas ......................................................................... 29

4 Kriteria Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP), Mekanisme Koping Keluarga, Kelentingan Keluarga, dan Dukungan Sosial ........... 31

5 Kriteria Tingkat Kecemasan ................................................................. 32

6 Skala Dukungan Sosial ........................................................................ 32

7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ................................................... 35

8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................ 36

9 Pekerjaan Penduduk Berdasarkan Usia Kerja ..................................... 36

10 Sebaran Karakteristik Contoh Penderita TB Paru ................................ 36

11 Sebaran Contoh Penderita TB Paru berdasarkan Besar Keluarga........ 38

12 Sebaran Pendapatan Perkapita Perbulan Keluarga Penderita TB Paru ..................................................................................................... 38

13 Sebaran Pengeluaran Keluarga Penderita TB Paru Berdasarkan Kriteria Pangan .................................................................................... 39

14 Sebaran Pengeluaran Keluarga Penderita TB Paru Berdasarkan Kriteria Pangan dan Non-Pangan ......................................................... 39

15 Sebaran Contoh Berdasarkan Kondisi Fisik Rumah keluarga TB Paru...................................................................................................... 40

16 Sebaran Contoh Berdasarkan Sarana Rumah Tangga Keluarga TB Paru ................................................................................................ 40

17 Sebaran Contoh Berdasarkan Sumber Air Keluarga TB Paru .............. 41

18 Total Sanitasi Keluarga Penderita TB Paru........................................... 41

19 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Perilaku Hidup Sehat .................................................................................................... 42

20 Total Skor Perilaku Hidup Sehat .......................................................... 42

21 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Tingkat Kecemasan .......................................................................................... 43

22 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Family Integration, Kerjasama, dan Optimisme ................................................ 45

23 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Dukungan Sosial, Penghargaan diri, dan Psychological Stability .......................... 46

24 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Komunikasi dan Konsultasi .................................................................. 47

Page 16: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xiv

25 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Emosional Penderita TB Paru ............................................................................... 57

26 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Penghargaan Penderita TB Paru ............................................................................... 52

27 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Instrumental Penderita TB Paru ............................................................................... 53

28 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Informatif Penderita TB Paru ............................................................................... 54

29 Sebaran Subjek Dukungan Sosial Penderita TB Paru ......................... 55

30 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Family Cohesion Keluarga Penderita TB Paru ............................................................................... 56

31 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Family Belief System Keluarga Penderita TB Paru ................................................................ 57

32 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Komunikasi Keluarga Penderita TB Paru ............................................................................... 59

33 Perbedaan Lama Sakit dengan Kelentingan Keluarga TB Paru ........... 60

33 Hubungan Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru . 60

34 Pengaruh Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru .. 62

Page 17: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan Kerangka Pemikiran ...................................................................... 20

2 Cara Pengambilan Contoh ....................................................................... 23

Page 18: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xvi

DAFTAR GRAFIK

Halaman

1 Tingkat Kecemasan ............................................................................. 44

2 Family Integration, Kerjasama, dan Optimisme..................................... 46

3 Dukungan sosial, Penghargaan diri, dan Psychological Stability........... 47

4 Komunikasi dan Konsultasi .................................................................. 48

5 Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP) .................................. 48

6 Problem-Focus Coping Keluarga Penderita TB Paru ........................... 49

7 Emotion-Focus Coping Keluarga Penderita TB Paru ........................... 50

8 Skor Total Mekanisme Koping Keluarga .............................................. 50

9 Dukungan Emosional Keluarga Penderita TB Paru .............................. 52

10 Dukungan Penghargaan Keluarga Penderita TB Paru ......................... 53

11 Dukungan Instrumental Keluarga Penderita TB Paru ........................... 53

12 Dukungan Informatif Keluarga Penderita TB Paru ................................ 54

13 Skor Total Dukungan Sosial ................................................................. 55

14 Family Cohesion Keluarga Penderita TB Paru ..................................... 57

15 Family Belief System Keluarga Penderita TB Paru .............................. 58

16 Komunikasi Keluarga Penderita TB Paru ............................................. 59

17 Skor Total Kelentingan Keluarga .......................................................... 59

Page 19: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Perilaku Problem-Focus Coping ............................................................................ 71

2 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Perilaku Emotion-Focus Coping ............................................................................ 72

3 Uji Korelasi Vriabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru ..... 74

Page 20: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) merupakan modal dasar

pembangunan nasional untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Dalam

rangka menyongsong Millenium Development Goals (MDG’s) dan peningkatan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), maka pengembangan SDM yang tepat

guna dan berkelanjutan dapat ditempuh melalui pemberdayaan kapasitas dan

potensi yang ada. Pemberdayaan ini menekankan berbagai macam aspek

meliputi aspek kesehatan, pendidikan, dan kewirausahaan (Suyono & Haryanto

2008).

Kesehatan merupakan hak dasar/hak fundamental warga negara dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk

mempertinggi derajat kesehatan dengan meningkatkan keadaan kesehatan yang

lebih baik dari sebelumnya (UU Kesehatan No.23 Tahun 1992, Bab II Pasal 3).

Kemajuan suatu bangsa berbanding lurus dengan tingkat kesehatan

masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendapatan suatu keluarga, semakin mampu

pula keluarga tersebut menjaga kesehatannya. Setelah itu, dengan semakin

tingginya tingkat kesehatan, semakin tinggi pula produktifitas dan kemampuan

untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dalam berbagai aspek (Sugianto

2007).

Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini paling sering mengenai paru tetapi dapat

juga mengenai organ-organ tertentu (Brewis 1983) diacu dalam Nawas A (1990).

TB paru merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena merupakan

penyebab kematian selain penyakit ISPA, diare dan penyakit jantung koroner

(Handoko T 1984) diacu dalam Nawas A (1990).

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri,

atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (UU

No.52 tahun 2009). Keluarga menyediakan kebutuhan antar individu sebagai

anggota keluarga dan tuntutan serta harapan dari masyarakat yang ada. Pada

keluarga dengan penyakit TB paru, terdapat berbagai tuntutan maupun masalah

yang dapat dihadapi dengan beradaptasi. Adaptasi merupakan aspek yang

penting dalam kehidupan individu maupun kehidupan sosial. Berdasarkan ilmu

psikologi, adaptasi tersebut biasa disebut dengan strategi koping. Strategi koping

Page 21: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

2

adalah suatu proses atau cara untuk mengelola tekanan baik secara eksternal

maupun internal (Lazarus, Launier, dan Folkman diacu dalam Taylor 1999).

Permasalahan dan tekanan yang berlangsung lama dapat mengganggu

keberfungsian keluarga dan akan berdampak pada seluruh anggotanya. Dengan

adanya strategi koping yang positif maka keluarga dapat kembali dalam keadaan

normal. Hal tersebut merupakan kondisi kelentingan keluarga yang baik.

Perumusan Masalah

Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang

merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam masalah TB

di dunia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001, TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total

kematian) setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernafasan (Depkes RI

2007). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2008 terdapat

30.067 penderita TB di Jabar (Depkes RI 2008).

TB paru adalah peradangan yang bersifat kronis, penderita mengalami

tidak enak badan, demam, nafsu makan berkurang yang menyebabkan

penurunan berat badan, sakit kepala, batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri

dada, badan pegal, dan gangguan siklus haid pada wanita (Rasmin R 1987)

diacu dalam Nawas A (1990).

Keluarga dengan penyakit TB paru memiliki hambatan yang berbeda

dengan yang dialami keluarga normal lainnya sehingga menyebabkan

munculnya tuntutan menyesuaikan diri selama kurun waktu tertentu (Andersen

1988) diacu dalam Sarafino (1998). Dalam sebuah unit keluarga, penyakit yang

diderita salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi anggota keluarga lain

(Friedman 1998).

Bila salah satu individu dalam sebuah keluarga menderita penyakit TB

paru, maka hal ini tidak hanya menimbulkan stres pada dirinya sendiri tetapi juga

pada keluarganya. Kelentingan keluarga menunjukkan adaptasi keluarga selama

masa krisis penderita TB paru. Kelentingan keluarga memungkinkan keluarga

memiliki keharmonisan, keterikatan, dan dukungan di masa krisis dalam siklus

kehidupan keluarga. Keluarga yang lenting dapat melihat tantangan dengan

kepercayaan diri untuk menghadapinya. Penelitian telah menemukan bahwa

keluarga yang lenting memiliki 10 ciri-ciri umum, yaitu: pandangan positif,

Page 22: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

3

spiritualitas, kesesuaian anggota keluarga, fleksibilitas, komunikasi, keuangan,

waktu bersama, rekreasi bersama, rutinitas, ritual, dan dukungan sosial (Walsh

2002). Menganalisis tingkat kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru,

selain bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai strategi keluarga untuk

dapat bertahan dari tantangan yang dihadapi (Poerwandari 2005).

Keluarga yang anggotanya berpenyakit pada umumnya memiliki banyak

masalah. Salah satu faktor penunjang dalam mengadaptasi masalah adalah

pengetahuan penderita mengenai bahaya penyakit TB paru dan motivasi

keluarga terhadap penderita. Kondisi keluarga dengan penyakit TB paru

menyebabkan penurunan pendapatan riil keluarga karena kurangnya

produktifitas dari penderita TB paru.

Selain masalah pendapatan, secara sosiologis kemampuan keluarga

penyakit TB paru meliputi kemampuan memulihkan keadaan melalui strategi

koping sebagai bentuk kelentingan keluarga. Koping melibatkan cakupan yang

lebih luas dari potensi strategi, keterampilan, dan kemampuan efektif dalam

mengelola stres. Maka yang menjadi pertanyaan penelitian pada penulisan tugas

akhir ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi, perilaku hidup sehat, tingkat

kecemasan, dukungan sosial, mekanisme koping keluarga, dan kelentingan

keluarga pada keluarga dengan penyakit TB paru?

2. Bagaimana hubungan dan pengaruh karakteristik sosial ekonomi, perilaku

hidup sehat, tingkat kecemasan, dukungan sosial, mekanisme koping

keluarga terhadap kelentingan keluarga pada keluarga dengan penyakit TB

paru?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelentingan keluarga pada

keluarga dengan penyakit TB paru, di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan penyakit TB

paru

2. Mengidentifikasi perilaku hidup sehat keluarga dengan penyakit TB paru

3. Mengukur tingkat kecemasan penderita penyakit TB paru

4. Mengukur dukungan sosial penderita penyakit TB paru

Page 23: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

4

5. Mengukur mekanisme koping keluarga dengan penyakit TB paru

6. Mengukur kelentingan keluarga pada keluarga dengan penyakit TB paru

7. Menganalisis hubungan dan pengaruh berbagai variabel terhadap

kelentingan keluarga dengan penyakit TB paru

Kegunaan

Kegunaan dari penelitian ini diantaranya untuk :

a. Pemerintah

Memberikan informasi kepada pemerintah daerah dalam menentukan

kebijakan terkait peningkatan kesejahteraan keluarga dengan penyakit TB

paru .

b. Masyarakat

Memperoleh informasi mengenai mekanisme koping strategi dalam

mengatasi masalah akibat penyakit TB paru.

c. Peneliti/mahasiswa

Menambah wawasan dan pemahaman akibat penyakit TB paru yang dialami

keluarga, serta dapat memberikan sumbangsih dalam ilmu pengetahuan

untuk masa yang akan datang (penelitian lanjutan).

Page 24: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

TINJAUAN PUSTAKA

Kelentingan Keluarga

Kelentingan adalah proses dinamis untuk bertahan dari krisis serta

kemampuan beradaptasi secara positif (Walsh 2002). Kelentingan merupakan

karakteristik keluarga dalam beradaptasi terhadap situasi krisis, misalnya tingkat

kerentanan, tipe keluarga, sumber daya, tingkat stres, pemecahan masalah,

kemampuan koping, serta pandangan hidup (McCubbin & McCubbin 1988) diacu

dalam Lazarus A (2004). Situasi krisis dapat terjadi akibat akumulasi

permasalahan dalam keluarga yang salah satunya adalah keluarga dengan

penyakit TB paru. Situasi ini dinilai keluarga tidak mampu mengatasi stresor yang

timbul.

Dalam mewujudkan kelentingan keluarga yang baik yaitu dengan

meningkatkan keberfungsian dan kesejahteraan keluarga serta mencegah

anggota keluarga terinfeksi penyakit. Kelentingan keluarga tidak hanya

mencakup manajemen stres tetapi juga bertahan dari cobaan yang berat.

Adanya krisis dan tekanan yang berlangsung lama dapat mengganggu

keberfungsian keluarga dan akan berdampak pada seluruh anggotanya.

Kemampuan keluarga dalam menghadapi ancaman, menahan stres, dan

mengorganisir ulang masalah secara efektif akan mempengaruhi seluruh

anggota keluarga (Walsh 2002). Menurut Mackay (2003) kelentingan keluarga

terdiri dari tiga aspek, yaitu family cohesion, family belief system, dan

komunikasi.

Family Cohesion

Hubungan emosional antar anggota keluarga sangat penting bagi

keberfungsian keluarga. Keluarga yang memiliki ikatan emosional yang baik

mampu menghadapi tantangan dan mengatasi stres dengan baik. Mackay (2003)

mengemukakan kunci hubungan emosional antar anggota keluarga terdiri dari 3

aspek, yaitu: family cohesion, connectedness, affective involvement. Rendahnya

family cohesion merupakan salah satu indikasi disfungsi keluarga namun family

cohesion yang sangat tinggi juga dapat mengakibatkan disfungsi keluarga karena

hubungan emosional antar anggota keluarga harus seimbang untuk memenuhi

kebutuhan otonomi individu.

Page 25: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

6

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara family

cohesion dan fungsi keluarga. Olson et al (1988) diacu dalam Mackay (2003)

menunjukkan bahwa keluarga dengan family cohesion yang tinggi tetapi

seimbang, sedikit mengalami tekanan dan tingkat kesejahteraan keluarga tinggi.

Family Belief System

Family belief system merupakan inti dari fungsi keluarga yang mencakup

nilai, sikap, keyakinan, bias, dan asumsi. Family belief system merupakan

asumsi dasar yang memicu respon emosional serta menginformasikan

keputusan dan tindakan. Family belief system yang dominan dapat membentuk

keluarga dalam upaya menghadapi krisis dan kesulitan (Walsh 1998) diacu

dalam Mackay (2003).

Terdapat tiga dimensi penting family belief system, yaitu: capacity to make

meaning out of adversity (kemampuan dalam memaknai kesulitan), a positive

outlook (pandangan positif) and spirituality or transcendence (spiritual atau

transedensi). Keluarga yang berfungsi dengan baik memiliki kemampuan untuk

memahami yang telah terjadi dan memperkirakan masa mendatang. Kelentingan

keluarga juga dicirikan oleh ketekunan, kegigihan, dan optimisme dalam

mengatasi rintangan. Family belief system sebagai kunci kelentingan keluarga

karena pentingnya agama dan budaya sebagai sumber utama spirituality or

transcendence (Walsh 1998) diacu dalam Mackay (2003).

Komunikasi

Komunikasi merupakan aspek kunci dari fungsi keluarga. Komunikasi

adalah proses pemaknaan diri, hubungan interpersonal, dan adaptasi masalah.

Komunikasi efektif sangat penting dalam pengambilan keputusan bersama yang

dicapai melalui negosiasi, kompromi, dan umpan balik (Mackay 2003).

Komunikasi efektif dalam keluarga merupakan proses saling

menginformasikan pesan kepada anggota keluarga. Walsh mengidentifikasi tiga

komponen penting komunikasi yang efektif, yaitu: clarity of expression (kejelasan

pesan), open emotional expression (keterbukaan penyampaian emosi) dan

collaborative problem solving (kolaboratif dalam pemecahan masalah). Clarity of

expression mengacu pada pengiriman pesan yang jelas dan konsisten, baik

dalam kata-kata atau tindakan. Open emotional expression mengacu pada

berbagi perasaan dan emosi dalam hubungan, ditandai dengan saling empati

Page 26: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

7

dan toleransi terhadap perbedaan. Collaborative problem solving melibatkan

identifikasi masalah untuk mengatasi masalah keluarga (Walsh 1998) diacu

dalam Mackay (2003).

Kelentingan yang baik menunjukkan bahwa keluarga mampu mengelola

konflik dengan baik. Pengelolaan konflik sangat tergantung pada komunikasi dan

keterampilan penyelesaian masalah.

Mekanisme Koping

Kondisi krisis atau dalam tekanan yang berlangsung lama dapat

menyebabkan stres pada individu. Keith (2009) mengemukakan beberapa faktor

yang mempengaruhi tingkat stres seseorang, yaitu: (1) sifat menerima keadaan;

(2) pengalaman dalam mengatasi stres; (3) karakteristik individu; (4) persepsi

tentang stres; (5) strategi koping; dan (6) dukungan sosial.

Synder CR (2001) menjelaskan bahwa koping merupakan proses berfikir,

merasakan atau melakukan sesuatu sebagai pemenuhan kepuasan psikologi.

Koping merupakan beberapa respon yang berkesinambungan sebagai akibat

dari stres. Faktor dari keterampilan koping yaitu: (1) fokus masalah; (2)

pengaturan lingkungan; (3) fokus emosi; dan (4) pengaturan diri.

Koping didefinisikan sebagai usaha kognitif dan perilaku seseorang untuk

mengorganisasikan berbagai tuntutan permasalahan. Berdasarkan proses

koping, individu dapat: (1) memperkirakan ancaman atau peluang pada

lingkungannya; (2) mengevaluasi tuntutan dan sumberdaya atau daya dukung

lingkungan, serta kemampuan untuk mengorganisasikan elemen-elemen

tersebut; dan (3) menggunakan strategi untuk mengurangi konsekuensi negatif

yang kemungkinan timbul dalam situasi penuh tekanan. Ketika menghadapi

faktor penyebab stres, seseorang menggunakan strategi koping untuk

mengurangi tekanan yang timbul (Lazarus & Folkman 1984).

Untuk menghadapi stres, keluarga perlu meningkatkan koping yang efektif.

Strategi dan proses koping keluarga yang efektif berfungsi sebagai mekanime

agar fungsi-fungsi keluarga tercapai. Tanpa koping yang efektif, fungsi ekonomi,

sosialisasi, perawatan keluarga tidak dapat dicapai secara optimal (Friedman

1998). Oleh sebab itu, koping keluarga merupakan proses penting yang

membuat keluarga mampu mencapai fungsi-fungsi keluarganya secara optimal.

Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan dua jenis koping, yaitu emotion-

focused coping dan problem-focused coping.

Page 27: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

8

Emotion-Focused Coping

Bentuk koping ini bertujuan untuk mengontrol respon emosional yang

muncul dalam menghadapi stresor. Individu cenderung menggunakan bentuk ini

berdasarkan keyakinannya untuk mengubah keadaan. Beberapa strategi yang

berhubungan dengan bentuk koping ini antara lain kontrol diri, mengambil jarak

dengan stresor, berusaha untuk melihat dari sudut pandang lain, menerima atau

melarikan diri dari keadaan (Lazarus dan Folkman 1984).

Problem-Focused Coping

Bentuk koping ini bertujuan untuk mengurangi stresor atau meningkatkan

sumber daya dalam menghadapi stres. Individu cenderung menggunakan bentuk

ini berdasarkan keyakinannya bahwa tuntutan stresor atau sumber daya masih

dapat diubah. Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk koping ini

antara lain melakukan konfrontasi dengan menolak perubahan, berusaha

mengubah keyakinan orang lain, bergantung pada dukungan sosial, dan

melakukan strategi pemecahan masalah yang terencana (Lazarus dan Folkman

1984).

Stres

McKinnon (1998) memandang stres sebagai kondisi yang tidak

menyenangkan baik secara emosional, fisik, mental, atau kombinasi dari

ketiganya. Kondisi tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memenuhi

harapan dalam kehidupan. Caplan (1964) diacu dalam Miller (1988)

mendefinisikan stres sebagai gangguan secara kontinu sehingga sistem tidak

berada dalam keseimbangan. Stres menurut Poerwandari (2005) adalah suatu

keadaan dimana individu terganggu keseimbangannya karena situasi internal

maupun eksternal.

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa stres adalah keadaan

yang menekan dan membahayakan individu serta telah melampaui sumberdaya

yang dimiliki, namun stres tidak hanya mempunyai nilai negatif tetapi juga positif.

Stres juga dapat diartikan sebagai: (1) stimulus, merupakan kondisi yang

menimbulkan stres atau disebut dengan stresor; (2) respon, merupakan suatu

perilaku individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan

stres. Respon yang muncul dapat secara fisiologis seperti: jantung berdebar,

gemetar, dan pusing. Sedangkan secara psikologis seperti: takut, cemas, sulit

Page 28: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

9

berkonsentrasi, dan mudah tersinggung; (3) proses, merupakan kondisi dimana

individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah

laku, kognisi, maupun afeksi.

Faktor Stres (Stresor)

Ada dua faktor penyebab stres yaitu berhubungan dengan individu itu

sendiri dan situasi yang dialami individu. Situasi yang berhubungan dengan

individu dapat berupa kondisi tubuh, seperti hawa panas atau dingin yang

berlebihan dan luka atau penyakit. Keadaan sakit menyebabkan munculnya

tuntutan pada kebutuhan biologis dan psikologis individu. Derajat stres yang

timbul tergantung pada keseriusan penyakit dan usia individu tersebut.

Sedangkan situasi yang dialami individu dapat berupa pertambahan anggota

keluarga, perceraian, kematian, pekerjaan, serta keadaan lingkungan (Sarafino

1998).

Menurut Florence dan Setright (1994) diacu dalam Sunarti (2008), faktor

stres atau sumber stres dapat dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu: (1) faktor

fisik, contohnya : obat, keributan, suhu; (2) faktor sosial, contohnya : sakit kronis

atau akut, kematian pasangan, putus hubungan, kesepian, perkawinan,

kehilangan pekerjaan, perampokan; (3) faktor psikologi, merupakan bentuk stres

yang paling merusak dan melibatkan rasa takut, cemas, cemburu, benci, cinta,

rasa bersalah. Contohnya adalah kehilangan harapan, kegagalan, penolakan

dan kekecewaan.

Tipe Stres

Lazarus (2000) menyatakan bahwa The American Psychological

Association (APA) mengklasifikasikan stres menjadi empat tipe, yaitu:

1. Stres akut, diakibatkan karena terhambatnya rencana dalam kehidupan

sehari-hari, misalnya: terlambat bekerja karena masalah transportasi dan

deadline tugas yang belum selesai. Gejala dari stres akut yaitu: (1) emosional

(khawatir, marah, mudah tersinggung, cemas, frustasi, tidak sabar); (2)

masalah fisik (letih, pusing, sakit punggung dan rahang, gemetar, kedinginan,

sakit otot, urat, dan sendi); (3) masalah pencernaan (liver, maag, diare,

konstipasi, kembung, sakit perut); (4) gangguan organ vital (hipertensi,

serangan jantung, detak jantung cepat, detak jantung cepat, berkeringat,

pusing, nafas pendek, sakit dada); (5) gangguan mental (bimbang,

Page 29: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

10

ketidakmampuan konsentrasi, tidak dapat mengambil keputusan, pikiran

melayang, lambat berpikir, berpikiran kosong)

2. Stres akut sebagian, yaitu reaksi terhadap kondisi yang seketika terjadi,

misalnya tergesa-gesa. Gejala yang timbul antara lain: sakit kepala keras,

sakit dada, asma, hipertensi, dan serangan jantung.

3. Stres kronis, yaitu stres jangka panjang yang dapat diasosiasikan dengan

masalah kemiskinan, sakit, ketidakberfungsian keluarga, dan ketidakpuasan

bekerja. Gejala yang ditimbulkan antara lain: tidak nafsu makan atau nafsu

makan berlebih, perasaan tidak aman, kekurangan sistem imun, serangan

jantung, sakit kronis di bagian tubuh, pesimis, pemarah, ketidakmampuan

konsentrasi, ketidakmampuan bertindak, letih luar biasa, sakit kepala migrain,

cemas tinggi, kesepian, selalu tersinggung, depresi, sinis, rendah diri, dan

gangguan pencernaan.

4. Stres trauma, yaitu stres ketika individu memiliki pengalaman yang berakibat

trauma, misalnya: kecelakaan, korban kriminal, kehilangan pekerjaan,

bencana alam, dan perampokan. Stres ini dapat berakibat penolakan

terhadap mekanisme koping. Gejala yang dapat ditimbulkan antara lain: (1)

perasaan tidak dapat diprediksikan, moody, cemas, gugup, depresi; (2)

mudah mengingat kejadian dan ketidakmampuan konsentrasi; (3) serangan

jantung, berkeringat, sakit kepala, sakit dada, gangguan pencernaan; (4)

tertekan, kurangnya frekuensi komunikasi dengan anggota keluarga, menarik

diri dari aktivitas kelompok.

Dampak Stres

Stres dapat mempengaruhi kesehatan individu dalam dua cara. Pertama,

perubahan yang diakibatkan stres secara langsung mempengaruhi kesehatan.

Kedua, secara tidak langsung stres mempengaruhi perilaku individu sehingga

menyebabkan timbulnya penyakit atau memperburuk kondisi yang sudah ada

(Sarafino 1998). Andersen (1988) diacu dalam Sarafino (1998) juga menjelaskan

hubungan stres dengan penyakit sebagai berikut:

1. Stres sebagai penyebab penyakit, merupakan efek langsung psikologis

dimana stres akan mempengaruhi fungsi fisik tubuh. Akibatnya tubuh menjadi

lemah sampai beberapa sistem organ tidak berfungsi secara normal.

2. Penyakit sebagai penyebab stres, merupakan efek dari keadaan sakit

menyebabkan tuntutan untuk menyesuaikan diri. Dibandingkan dengan jenis

Page 30: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

11

penyakit lainnya, penyakit kronis melibatkan penyesuaian diri selama kurun

waktu tertentu.

Bentuk Stres

Terdapat dua bentuk stress yaitu eustress dan distress. Eustress adalah

kondisi stres yang membawa efek positif dikarenakan pengelolaan stres yang

baik. Sebaliknya, distress adalah kondisi negatif stres diakibatkan

ketidakmampuan pengelolaan stres karena tingginya tingkat stres yang diderita.

Distress merupakan suatu kondisi subjektif yang tidak menyenangkan. Dua

bentuk utama distress adalah depresi dan kecemasan. Kecemasan merupakan

keadaan diri yang ditandai dengan tegang, tidak dapat istirahat, khawatir, lekas

marah, dan takut. Sedangkan depresi merupakan keadaan diri yang ditandai

dengan perasaan sedih, kesepian, demoralisasi, putus asa, sulit tidur, dan

menginginkan kematian (Mirrowsky & Ross 1989) diacu dalam Sunarti (2008).

Kecemasan

Kecemasan adalah kondisi membingungkan yang muncul tanpa alasan dari

kejadian yang akan datang. Kecemasan akan muncul pada keluarga yang salah

satu anggota keluarganya sedang sakit. Bila salah satu anggota keluarga sakit

maka hal tersebut akan menyebabkan terjadinya krisis pada keluarga.

Post (1978) diacu dalam Trismiati (2004) mengemukakan bahwa

kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai

oleh perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran.

Menurut Bucklew (1980) diacu dalam Trismiati (2004), para ahli membagi bentuk

kecemasan terbagi menjadi dua, yaitu: (1) psikologis yaitu kecemasan yang

terlihat sebagai gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar

berkonsentrasi, dan perasaan tidak menentu; (2) fisiologis yaitu kecemasan yang

terlihat sebagai gejala fisik, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar,

gemetar, dan perut mual.

Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan

diperhatikan, dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi (Taylor

1999). Smet (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu

fungsi dari ikatan sosial yang menggambarkan kualitas hubungan interpersonal.

Page 31: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

12

Hubungan interpersonal dianggap sebagai aspek kepuasan secara emosional

dalam kehidupan individu. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat

individu merasa percaya diri, tenang, diperhatikan, dicintai, dan kompeten.

Dukungan sosial terdiri dari informasi verbal, non verbal, dan tindakan yang

diberikan oleh orang lain sehingga mempunyai manfaat emosional bagi individu.

Jenis Dukungan Sosial

Smet (1994) dan Sarafino (1998) membedakan empat jenis dukungan

sosial yaitu :

a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan dan perilaku empati, afeksi,

kepedulian, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan

diperhatikan.

b. Dukungan penghargaan, mencakup ungkapan hormat positif, dorongan, dan

persetujuan atas gagasan atau perasaan individu. Pemberian dukungan ini

membantu individu melihat segi positif dalam dirinya yang berfungsi untuk

menambah penghargaan dan kepercayaan diri saat mengalami tekanan.

c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan secara langsung sesuai dengan

yang dibutuhkan individu, seperti bantuan finansial atau pekerjaan pada saat

mengalami stres.

d. Dukungan informatif, mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran atau

umpan balik yang diperoleh dari orang lain, sehingga individu dapat mencari

jalan keluar untuk memecahkan masalahnya.

Sumber Dukungan Sosial

Menurut Rook dan Dooley (1985) diacu dalam Febriasari (2007) ada dua

sumber dukungan sosial, yaitu :

a. Sumber natural: dukungan sosial yang diterima seseorang melalui interaksi

sosial secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya,

misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami), teman dekat atau relasi.

Dukungan sosial ini bersifat non formal.

b. Sumber artificial: dukungan sosial untuk kebutuhan primer seseorang,

misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan.

Page 32: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

13

Perilaku Hidup Sehat

Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh

mahluk hidup. Sehat menurut WHO adalah keadaan sempurna baik fisik, mental,

maupun sosial. Sedangkan menurut UU Kesehatan No.23 Tahun 1992,

kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial, yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi

(Notoatmodjo 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku hidup sehat adalah segala respon

seseorang yang berkaitan dengan penyakit, pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Pemeliharaan kesehatan (health maintanance): perilaku seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan ketika sakit.

2. Penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (health seeking behavior):

Perilaku ini menyangkut upaya seseorang pada saat menderita penyakit atau

kecelakaan.

3. Kesehatan lingkungan: respon seseorang terhadap lingkungan agar tidak

mempengaruhi kesehatannya.

Adapun penyebab yang menentukan perilaku kesehatan dibedakan menjadi dua,

yaitu : (1) faktor internal (karakteristik seseorang), misalnya tingkat kecerdasan,

tingkat emosional, jenis kelamin; (2) faktor eksternal yaitu lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik. faktor yang paling dominan menetukan perilaku

kesehatan yaitu faktor lingkungan.

Tindakan pencegahan penyakit TB paru, merupakan upaya pencegahan

agar penyakit ini tidak menyebar dan menulari orang lain. Upaya tersebut antara

lain: pengobatan TB paru dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

(Notoatmodjo 2007).

Menurut Depkes (2007), terdapat sepuluh indikator yang meliputi tujuh

indikator perilaku hidup bersih sehat dan tiga indikator gaya hidup sehat, yaitu:

(1) membuka jendela pada pagi hari sampai sore hari agar rumah mendapat

sinar matahari dan udara yang cukup; (2) menjemur kasur, bantal, dan guling

secara teratur sekali seminggu; (3) kesesuaian luas lantai dengan jumlah hunian;

(4) menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan sekitar rumah; (5) lantai

diplester atau dipasang keramik; (6) bila batuk, mulut ditutup; (7) tidak meludah

Page 33: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

14

disembarang tempat tapi menggunakan tempat khusus; (8) istirahat cukup dan

tidak tidur larut malam; (9) makan makanan bergizi seimbang; dan (10) hindari

polusi udara dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok.

Tuberkulosis (TB) Paru

Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini paling sering mengenai paru tetapi dapat

juga mengenai organ-organ tertentu (Brewis 1983) diacu dalam Nawas A (1990).

TB paru merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Hal ini

tercermin pada prevalensi TB paru dengan BTA (+) yang cukup tinggi yaitu 0,3%

artinya diantara 1000 orang penduduk Indonesia dapat dijumpai 3 orang

penderita TB paru yang masih potensial menular. Di Indonesia, TB paru

merupakan penyebab kematian selain penyakit ISPA, diare dan penyakit jantung

koroner (Handoko T 1984) diacu dalam Nawas A (1990).

Gambaran Klinis TB Paru

Menurut Rasmin R (1987) diacu dalam Nawas A (1990), mengemukakan

gambaran klinis TB paru dapat dibagi atas dua gejala, yaitu:

1. Gejala sistemik (umum) meliputi demam, tidak enak badan, nafsu makan

berkurang yang menyebabkan penurunan berat badan, sakit kepala dan

badan pegal. Pada wanita dapat dijumpai gangguan siklus haid.

2. Gejala respiratorik (paru) melipuit batuk, batuk darah, sesak napas, dan nyeri

dada.

Faktor Resiko TB Paru

Terdapat tiga faktor resiko TB paru, yaitu kepadatan tempat tinggal,

kopndisi rumah, dan sosial ekonomi keluarga.

Kepadatan Tempat Tinggal. Kepadatan tempat tinggal dapat

mempengaruhi penyebab penularan penyakit. Semakin padat tempat tinggal,

penyakit semakin cepat menular melalui udara. Suhu didalam ruangan erat

kaitannya dengan kepadatan tempat hunian dan ventilasi rumah. Kuman TB paru

akan menjadi inaktif oleh cahaya matahari yang dapat mematikan fungsi vital

organisme (Starke JR & Munoz F 2003).

Kepadatan tempat tinggal yang ditetapkan oleh Depkes (2008), yaitu rasio

luas lantai seluruh ruangan dibagi jumlah penghuni. Adapun batas minimal

Page 34: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

15

kepadatan tempat tinggal adalah 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8 m2

dan tidak dianjurkan digunakan lebih dua orang tidur dalam satu ruang tidur,

kecuali anak dibawah umur lima tahun. Di daerah perkotaan yang lebih padat

penduduknya, peluang terjadinya kontak dengan penderita TB paru lebih besar

(Karyadi E et al. 2006).

Kondisi Rumah. Tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap

manusia. Tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kesehatan

lingkungan dapat terlihat dari kondisi lingkungan tempat tinggal. Rumah dapat

dikatakan aman dan sehat jika memenuhi syarat tertentu.

Sesuai dengan Kepmenkes No.829/MenKes/SK/VII/1999 diacu dalam

Azwar (1999) terdapat indikator rumah yang sehat yaitu : (1) lantai tidak berdebu

pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan; (2) sebaiknya dinding

dari tembok namun bila di daerah tropis dan ventilasi kurang akan lebih baik

dinding dari papan; (3) atap genting cocok untuk daerah tropis, sedangkan atap

seng atau asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan karena menimbulkan suhu

panas di dalam rumah; (4) ventilasi cukup, yaitu minimal luas ventilasi adalah

15% dari luas lantai. Ventilasi mempunyai fungsi: menjaga aliran udara di dalam

rumah tetap segar sehingga keseimbangan oksigen (O2) yang diperlukan oleh

penghuni rumah tetap terjaga, menjaga udara di ruangan rumah selalu tetap

dalam kelembaban yang optimum, dan membebaskan udara ruangan dari bakteri

patogen (pembawa penyakit); (5) cahaya matahari cukup, yang diperoleh dari

ventilasi maupun genting kaca. Suhu udara yang ideal antara 18 - 30°C dan sinar

matahari selama lima menit dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis; (6)

luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup

sesuai dengan jumlah penghuninya. Rumah yang tidak sehat disebabkan

kurangnya O2 dan mudahnya proses penularan penyakit.

Sosial Ekonomi Keluarga. WHO (2003) menyebutkan bahwa 90%

penderita TB di seluruh negara menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.

Menurut Enarson DA et al. (1993) TB merupakan penyakit terbanyak yang

menyerang negara dengan penduduk berpendapatan rendah. Sosial ekonomi

yang rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan tempat tinggal yang tinggi.

Selain itu, kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi masalah bagi golongan sosial

ekonomi rendah.

Page 35: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

16

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri,

atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (UU

No.52 tahun 2009). Keluarga menyediakan keseimbangan kebutuhan antar

individu sebagai anggota keluarga dan tuntutan serta harapan dari masyarakat

yang ada. Empat ciri keluarga yaitu : (1) susunan orang-orang yang disatukan

oleh perkawinan, darah atau adopsi; (2) hidup bersama di bawah satu atap

(rumah tangga); (3) kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi

(peran sosial); dan (4) pemeliharaan suatu kebudayaan (Puspitawati 2006).

Terdapat 8 fungsi keluarga menurut PP No.21 tahun 1994, diacu dalam

Puspitawati (2006) tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera

yang dijalankan untuk mencapai tujuan keluarga, yaitu : fungsi keagamaan,

sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial dan pendidikan,

ekonomi, dan pembinaan lingkungan.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah seluruh hasil perolehan yang didapat

oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Sajogjo

(1994) menyatakan bahwa pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah

dengan hasil-hasil lain.

Menurut BPS (2002) diacu dalam Shinta (2008), pendapatan rumah tangga

atau keluarga adalah seluruh penghasilan atau penerimaan berupa uang dari

seluruh anggota yang diperoleh berupa upah atau gaji, pendapatan dari usaha

rumah tangga atau penerimaan lainnya.

Pendapatan keluarga merupakan aspek yang sangat penting dan sangat

berpengaruh pada keluarga dengan penyakit kronis, karena tidak jarang mereka

membatalkan pengobatan medis meskipun telah menderita penyakit kronis

sehingga memunculkan komplikasi penyakit (Sugianto 2007). Goldsmith (2005)

diacu dalam Mimbs & Lewis (2009) menyatakan bahwa setiap tindakan memiliki

konsekuensi sehingga manajemen input menentukan outcome yang dihasilkan.

Jika keluarga dengan penyakit kronis memiliki kemampuan manajemen sumber

daya dengan baik, maka kendala keuangan dapat diatasi.

Page 36: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

17

Pendidikan

Pendidikan formal dan non-formal serta pengetahuan orang tua dan anak-

anak sangat penting dalam menetukan status kesehatan dan gizi keluarga.

Pendidikan dapat membantu memperlancar komunikasi serta mempengaruhi

proses pemberian dan penerimaan informasi tentang kesehatan sehingga dapat

dengan mudah diterima oleh keluarga. Tingkat pendidikan ibu dapat berpengaruh

terhadap status anak dan keluarga (Sukarni 1994).

Pekerjaan

Mata pencaharian kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap

ketahanan keluarga terutama status kesehatan keluarga (Sukarni 1994).

Terdapat kaitan antara pekerjaan orang tua dengan karakteristik keluarga yaitu

gambaran mengenai tingkat kesejahteraan keluarga. Keluarga bisa dikategorikan

miskin atau tidak miskin berdasarkan beberapa indikator dan pendekatan.

Pendekatan kemiskinan menurut Hamudy (2008) diacu dalam Shinta (2008),

yaitu: (1) pendapatan: seseorang dikatakan miskin jika pendapatan dan

pengeluaran berada di bawah batas secara sosial; (2) kebutuhan dasar: miskin

jika tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, papan,

pendidikan dasar; (3) aksesibilitas: miskin karena kurang akses terhadap

infrastruktur sosial dan fisik, informasi, pasar, dan teknologi; (4) kemampuan

manusia: miskin jika tidak memiliki kemampuan minimal yang dapat berfungsi.

Tingkat kesejahteran dapat diukur dengan kriteria BPS dan kriteria

pengeluaran pangan. Untuk mengukur garis kemiskinan, BPS menggunakan

batas pendapatan perkapita yang diturunkan dari kebutuhan dasar kalori minimal

2100 kkal/kapita/bulan. Garis kemiskinan di Jawa Barat untuk wilayah perkotaan

Rp. 203.751,00/kapita/bulan dan untuk perdesaan Rp. 175.193,00/kapita/bulan

(BPS 2009). Garis kemiskinan Kota Bogor yaitu apabila pendapatan kurang dari

Rp. 223.218,00/kapita/bulan (BPS Bogor 2009). Adapun untuk mengukur garis

kemiskinan yaitu berdasarkan jumlah pengeluaran pangan >50% dari

keseluruhan pengeluaran keluarga (BPS 2009).

Usia

Umur orang tua, terutama ibu berkaitan dengan pengalaman ibu dalam

mengatur keluarga. Ibu dengan usia muda cenderung lebih memperhatikan

kepentingannya sendiri daripada kepentingan keluarganya. Usia dewasa dibagi

Page 37: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

18

menjadi 3 kategori (Hurlock 1993), yaitu: dewasa muda (19-29 tahun), dewasa

madya (30-49 tahun), dan dewasa akhir (50-69 tahun).

Besar Keluarga

Sanjur (1982) diacu dalam Devi (2004) menyatakan bahwa besar keluarga

akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Harper (1988) diacu dalam

Fitriyani (2008) menyatakan bahwa keluarga miskin dengan jumlah anggota

keluarga yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Keluarga dengan kondisi krisis bergantung pada besar keluarga, semakin besar

keluarga maka semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Besar keluarga akan

mempengaruhi status kesehatan keluarga.

Sanitasi

Sanitasi lingkungan biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi

permukiman. Kusnoputranto (1983) diacu dalam Fitriyani (2008) mendefinisikan

sanitasi lingkungan sebagai usaha pengendalian dari faktor-faktor lingkungan

fisik yang mungkin menimbulkan kerugian bagi perkembangan fisik, kesehatan

dan daya tahan hidup manusia. Dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan

merupakan pengelolaan berbagai faktor yang mempengaruhi kesehatan

manusia. Pengelolaan sanitasi lingkungan meliputi: (1) penyediaan air rumah

tangga yang baik; (2) pengaturan pembuangan kotoran manusia; (3) pengaturan

pembuangan sampah; (4) pengaturan pembuangan air limbah ; (5) pengaturan

rumah sehat; (6) pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti lalat

dan nyamuk; (7) pengawasan polusi udara; dan (8) pengawasan radiasi dari

sisa-sisa zat radio aktif. Untuk mengukur sanitasi keluarga terdiri dari tiga aspek,

yaitu kondisi fisik rumah, sarana rumah tangga, dan sumber air.

Kondisi Fisik Rumah. Rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar

dalam kehidupan manusia selain sandang dan pangan. Rumah tidak hanya

befungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Aspek

kesehatan, kenyamanan, dan estetika berkaitan dengan tingkat kesejahteraan

penduduk (BPS 2000).

Sarana Rumah Tangga. Rumah yang sehat menurut Notoatmodjo (2007)

harus mempunyai berbagai fasilitas, seperti penyediaan air bersih, pembuangan

tinja, pembuangan air limbah pembuangan sampah, dapur, dan ruang berkumpul

Page 38: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

19

keluarga. Untuk perumahan di pedesaan, biasanya disediakan gudang sebagai

tempat penyimpanan hasil panen dan kandang ternak.

Sumber Air. Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi manusia.

Fungsi air dalam kehidupan sehari-hari antara lain: untuk memasak, minum,

mandi, dan mencuci. Adapun syarat air minum yang baik dapat dilihat melalui

fisik, meliputi tidak berwarna (jernih), berasa, berbau, mengandung bahan kimia

dan bakteri.

Menurut Sukarni (1994), air dapat dibedakan berdasarkan sumbernya,

yaitu: (1) air hujan, yaitu air yang diperoleh dari proses prespitasi awan dan

atmosfer yang mengandung air; (2) air permukaan tanah, yaitu air tergenang

atau air mengalir, misalnya: sungai, danau, laut; (3) air tanah, yaitu air

permukaan tanah yang telah masuk ke dalam tanah dan mengalami penyaringan

oleh tanah, batu-batuan, atau pasir.

Page 39: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga harus menyediakan kebutuhan anggota dan harapan dari

kehidupan masyarakat. Penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga akan

mempengaruhi keluarga tersebut. Bila salah satu individu dalam sebuah keluarga

menderita penyakit TB paru, maka hal ini tidak hanya menimbulkan stres pada

dirinya sendiri tetapi juga pada keluarganya.

Keluarga dengan penyakit TB paru memiliki karakteristik sosial ekonomi

yang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup

sehat. Pendapatan keluarga merupakan aspek yang sangat penting pada

keluarga dengan penyakit TB paru. Pendapatan yang rendah dapat menimbulkan

stres keluarga karena kurangnya kebutuhan sehari-hari. Pendidikan dapat

membantu memperlancar komunikasi serta mempengaruhi proses pemberian

dan penerimaan informasi tentang kesehatan sehingga dapat dengan mudah

diterima oleh masyarakat atau keluarga. Tingkat pendidikan yang rendah dapat

menyebabkan pengetahuan tentang lingkungan dan kesehatan juga rendah.

Pekerjaan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Usia

orang tua berkaitan dengan pengalaman dalam mengatur keluarga. Dalam

hubungannya dengan pengeluaran keluarga, besar keluarga akan

mempengaruhi pengeluaran rumah tangga sehingga dapat dilihat tingkat

kesejahteraannya (Sukarni 1994). Sanitasi merupakan usaha pengendalian dari

faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan kerugian bagi

perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Pengelolaan

sanitasi lingkungan meliputi kondisi fisik rumah, sarana rumah tangga, dan

sumber air keluarga dengan TB paru (Kusnoputranto 1983) diacu dalam Fitriyani

(2008). Perilaku hidup sehat keluarga dengan TB paru adalah segala respon

seseorang yang berkaitan dengan penyakit TB Paru, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Tindakan pencegahan

penyakit TB Paru merupakan upaya pencegahan agar tidak menulari orang lain.

Upaya tersebut antara lain: pengobatan dan menerapkan perilaku hidup sehat

(Notoatmodjo 2007).

Situasi yang berhubungan dengan individu seperti penyakit TB paru

menyebabkan munculnya tuntutan biologis dan psikologis individu. Derajat stres

akan timbul tergantung pada keseriusan penyakit dan usia individu tersebut.

Tetapi hal itu tidak hanya berdampak pada diri individu, melainkan pada seluruh

Page 40: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

21

anggota keluarga. Penyakit sebagai penyebab stres merupakan efek dari

keadaan sakit menyebabkan tuntutan untuk menyesuaikan diri. Terdapat dua

bentuk stres yaitu eustress dan distress. Eustres adalah kondisi stress yang

membawa efek posiitif dikarenakan pengelolaan stres yang baik. Sebaliknya,

distress adalah kondisi negatif stres diakibatkan ketidakmampuan pengelolaan

stres karena tingginya tingkat stres yang diderita. Dua bentuk utama distress

adalah depresi dan kecemasan. Kecemasan merupakan keadaan diri yang

ditandai dengan tegang, tidak dapat istirahat, khawatir, lekas marah, dan takut

(Mirrowsky & Ross 1989) diacu dalam Sunarti (2008).

Untuk menghadapi stres, keluarga perlu meningkatkan koping yang efektif.

Strategi dan proses koping keluarga berfungsi sebagai mekanime agar fungsi-

fungsi keluarga tercapai. Tanpa koping yang efektif, fungsi ekonomi, sosialisasi,

perawatan keluarga tidak dapat dicapai secara optimal (Friedman 1998). Oleh

sebab itu, koping keluarga merupakan proses penting yang membuat keluarga

mampu mencapai fungsi-fungsi keluarganya secara optimal. Adapun jenis koping

terbagi menjadi 2 yaitu: emotion-focused coping dan problem-focused coping.

Emotion-focused coping bertujuan untuk mengontrol respon emosional yang

muncul dalam menghadapi stresor. Individu cenderung menggunakan bentuk ini

karena keyakinan melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan. Problem-

focused coping bertujuan untuk mengurangi tuntutan stresor atau

mengembangkan sumber daya dalam menghadapi tuntutan. Individu cenderung

menggunakan bentuk ini karena keyakinan bahwa tuntutan stresor atau sumber

daya mereka masih dapat diubah (Lazarus dan Folkman 1984).

Kelentingan adalah proses dinamis untuk bertahan dari krisis serta

kemampuan beradaptasi secara positif (Walsh 2002). Mackay (2003)

mengemukakan aspek yang dapat menjadi faktor kelentingan keluarga, yaitu:

family cohesion, family belief system, dan komunikasi. Hubungan emosional

antara anggota keluarga sangat penting bagi keberfungsian keluarga. Keluarga

yang memiliki ikatan emosional yang baik mampu menghadapi tantangan dan

mengatasi stres dengan baik. Keluarga dengan tingkat kohesi yang tinggi tetapi

seimbang, sedikit mengalami tekanan dan tingkat kesejahteraan keluarga tinggi.

Family belief system merupakan inti dari fungsi keluarga yang mencakup nilai,

sikap, keyakinan, bias, dan asumsi. Family belief system yang dominan dapat

membentuk keluarga untuk menghadapi krisis dan kesulitan.

Page 41: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

22

Komunikasi adalah aspek kunci dari fungsi keluarga. Komunikasi efektif

sangat penting dalam pengambilan keputusan bersama yang dicapai melalui

negosiasi, kompromi, dan umpan balik. Kelentingan yang baik menunjukkan

bahwa keluarga mampu mengelola konflik dengan baik. Pengelolaan konflik

sangat tergantung pada komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah

(Mackay 2003)

Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1 berikut.

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, dan Mekanisme Koping Terhadap Kelentingan Keluarga dengan Penyakit TB Paru di Kecamatan Ciomas, Bogor

Kelentingan Keluarga : Family Cohesion Family Belief System Komunikasi

Mekanisme Koping : Problem-focus coping Emotion-focus coping

Tingkat kecemasan

Stres

Perilaku Hidup Sehat

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga dengan TB Paru: Pekerjaan Pendapatan keluarga Pendidikan Usia Besar keluarga Sanitasi

Dukungan Sosial

Page 42: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu data diambil

pada satu periode waktu secara bersamaan dengan sampel yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Ciomas yang terdiri dari 3 Desa di

Kecamatan Ciomas yaitu Desa Ciomas, Ciomas Rahayu, dan Pagelaran.

Pemilihan tempat dan contoh dilakukan secara sengaja (purposive sampling)

berdasarkan kemudahan akses dan penderita penyakit TB paru kedua terbanyak

di Kabupaten Bogor setelah Cileungsi (Gerduda TB 2000). Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan April sampai dengan November 2010 yang meliputi

pengumpulan, pengolahan, serta analisis data.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah seluruh subjek atau contoh yang terpilih di

salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Ciomas. Kriteria

contoh yaitu anggota keluarga (orang tua) sebagai penderita penyakit TB paru.

Populasi contoh tersebar berdasarkan 4 UPT Puskesmas Kecamatan Ciomas

yang kemudian disebut cluster area yaitu Puskesmas Kota Batu, Ciomas,

Laladon, dan Ciapus. Selanjutnya secara purposive terpilih Puskesmas Ciomas

sebagai contoh cluster pemilihan dengan pertimbangan kemudahan akses dan

karakteristik contoh yang cukup banyak dibanding puskesmas lain. Puskesmas

ini membawahi tiga desa, yaitu Desa Ciomas, Desa Ciomas rahayu, dan Desa

Pagelaran. Jumlah contoh dari tiga desa terpilih yaitu 49 orang yang aktif berobat

TB paru ke Puskesmas Ciomas dan bersedia diwawancarai.

Gambar 2 Cara Pengambilan Contoh

Populasi : Keluarga dengan TB paru di Kecamatan Ciomas

Cluster Area

Puskesmas Ciomas

Puskesmas Laladon

Puskesmas Ciapus

Puskesmas Kota Batu

Desa Ciomas, Ciomas Rahayu, dan Pagelaran (n=49 keluarga)

Page 43: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

24

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer

yaitu data yang berasal langsung dari objek penelitian, yang diperoleh dengan

survey (wawancara kepada contoh dan pasangan dengan kuesioner terstruktur)

dan observasi. Sedangkan data sekunder meliputi data pasien aktif Puskesmas

Ciomas, gambaran umum lokasi penelitian, penelusuran pustaka dan lain-lain.

Tabel 1 Peubah, Jenis Data, dan Cara Pengumpulan Data

Peubah Jenis Data Cara Pengumpulan Data Skala dataPerilaku Hidup Sehat Primer Wawancara ordinalRiwayat Kesehatan Primer Wawancara nominalKarakteristik Keluarga Pekerjaan Primer Wawancara nominal Pendidikan Primer Wawancara ordinal Pendapatan keluarga Primer Wawancara rasio Usia Primer Wawancara rasio Besar keluarga Primer Wawancara rasio Sanitasi Primer Wawancara dan observasi ordinalTingkat Kecemasan Primer Wawancara ordinalMekanisme koping Primer Wawancara ordinalKelentingan Keluarga Primer Wawancara ordinalKeadaan Umum Lokasi Penelitian

Sekunder Kantor Desa -

Tabel 2 Kategori Variabel Penelitian

No. Variabel Kategori Keterangan

Kelentingan Keluarga1. Family Cohesion Kebersamaaan

Keseimbangan Kedekatan loyalitas Aktivitas Kemandirian

2. Family Belief System

Kemampuan untuk memaknai kesulitan

Pandangan positif Spiritual atau transedensi

3. Komunikasi Kejelasan pesan Keterbukaan penyampaian emosi Kolaboratif dalam pemecahan

masalah

Mackay (2003) & Sixbey (2005) diacu dalam Lum C (2008)

Mekanisme Koping Keluarga4. Problem-focused

coping5. Emotion-focused

coping

Folkman (1986) &

Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga6. Family Integration,

Kerjasama, dan Optimisme

7. Dukungan Sosial,

Mc.Cubbin & Mc.Cubbin (1979)

Page 44: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

25

Penghargaan Diri, dan Psychological Stability

8. Komunikasi dan konsultasi kesehatan

Dukungan Sosial9. Dukungan

Emosional10. Dukungan

Penghargaan 11. Dukungan

Instrumental 12. Dukungan

Informatif

Smet (1994) dan Sarafino (1998) & Permatasari (2006)

Stres13. Tingkat Kecemasan Normal

Ringan-sedang Berat Ekstrim

Zung (1971)

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga14. Usia 19-29 tahun

30-49 tahun 50-69 tahun

Hurlock (1993)

15. Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma Sarjana Pasca sarjana

Ketentuan peneliti

16. Pekerjaan Tidak bekerja Petani Pedagang Buruh PNS/ABRI/Polisi Wiraswasta Karyawan swasta Lainnya

Ketentuan peneliti

17. Besar keluarga Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (≥8 orang)

Hurlock (1993)

18. Pendapatan keluarga

< Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00 – Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 – Rp. 1.500.000,00 Rp. 1.500.000,00 – Rp. 2.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 – Rp. 2.500.000,00 > Rp. 2.500.000,00

Ketentuan peneliti

SanitasiKondisi Fisik Rumah19. Kepemilikan rumah Milik sendiri

kontrak Sewa Lainnya

Ketentuan Peneliti

Page 45: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

26

20. Jenis lantai Seluruhnya tanah Tanah dan Semen Lantai keramik Lainnya

BPS (2000)

21. Dinding Bambu/triplek/kayu Tembok plester/tanpa plester Lainnya

BPS (2000)

22. Ventilasi Tidak ada Ada, tetapi tertutup Ada, terbuka

BPS (2000)

23. Atap Ijuk Seng Genteng Lainnya

BPS (2000)

24. Jendela Tidak ada Ada, tetapi hanya di beberapa

ruangan Ada, hampir setiap ruangan

BPS (2000)

25. Luas ruangan per orang

Baik (> 8m2/orang) Sedang ( 5-8m2/orang) Kurang (< 5m2/orang)

BPS (2000)

Sarana Rumah Tangga26. Ketersediaan

kamar mandi Ya Tidak

Ketentuan peneliti

27. Kondisi kamar mandi

Tanah dan Semen Lantai keramik Lainnya

Ketentuan peneliti

28. Ketersediaan jamban

Ya (septic tank/tanpa septic tank) Tidak (sungai/empang) Lainnya

Ketentuan peneliti

29. Pembuangan sampah

Sungai TPS Lainnya

Ketentuan peneliti

30. Pembuangan air limbah

Sungai Selokan Lainnya

Ketentuan peneliti

Sumber Air31. Sumber air minum Air hujan/sungai

Mata air/sumur PAM/ledeng Lainnya

Sukarni (1994)

32. Sumber air bersih Air hujan/sungai Mata air/sumur PAM/ledeng Lainnya

Sukarni (1994)

Perilaku Hidup Sehat33. Pemisahan alat

makan dan minum Ya Tidak

Depkes (2007)

34. Menjemur kasur, bantal, dan guling

1 minggu sekali 2 minggu sekali 1 bulan sekali Lainnya

Depkes (2007)

35. Waktu tidur Kurang (< 8 Jam) Cukup (> 8 jam)

Depkes (2007)

Page 46: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

27

36. Kebiasaan merokok Ya Tidak

Depkes (2007)

37. Olahraga 1 minggu sekali 2 minggu sekali 1 bulan sekali Lainnya

Depkes (2007)

38. Tindakan pengobatan

Dokter/mantri Puskesmas/klinik/rumah sakit Obat warung/Obat tradisional

Ketentuan peneliti

39. Diet Ya Tidak

Depkes (2007)

40. Menggunakan alat untuk batuk dan meludah

Ya Tidak Depkes (2007)

Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas

Uji validitasnya dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor tiap item

dengan skor total. Teknik uji validitas dalam penelitian ini menggunakan

rumus korelasi product moment dari Pearson, yaitu :

rxy =

NYXXY

NYYNXX

/))(()(

/()/( 2222

keterangan :rxy = koefisien korelasi antara skor X (item) dengan skor Y (total) ∑XY = jumlah perkalian antara skor X (item) dengan skor Y (total) ∑X = jumlah skor item ∑Y = jumlah skor total N = jumlah subjek

Uji signifikansi untuk menentukan valid atau tidaknya suatu item adalah

dengan cara membandingkan rhitung dengan rtabel untuk tingkat signifikansi

0,05 dan N=49, maka rtabel=0,282. Jika rhitung > rtabel , maka pernyataan

tersebut valid. Berdasarkan hasil uji coba validitas dengan program SPSS

16.0 diperoleh uji validitas instrumen:

a. mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP), nilai terendah 0,885 dan

nilai tertinggi 0,896.

b. mekanisme koping keluarga, nilai terendah 0,912 dan nilai tertinggi 0,923.

c. kelentingan keluarga, nilai terendah 0,885 dan nilai tertinggi 0,904.

d. tingkat kecemasan, terdapat beberapa butir pernyataan yang dihapus

yaitu nomor 5, 18 dan 19 karena butir tersebut terbukti tidak valid. Adapun

butir pernyataan yang valid memiliki nilai terendah 0,646 dan nilai tertinggi

0,734.

Page 47: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

28

e. dukungan keluarga terdapat beberapa butir pernyataan yang dihapus

yaitu nomor 5, 12, 25, 27, 29, 30, dan 34 karena butir tersebut terbukti

tidak valid. Adapun butir pernyataan yang valid memiliki nilai terendah

0,653 dan nilai tertinggi 0,711.

2. Uji reliabilitas

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik uji reliabilitas alpha yang

dikembangkan oleh Cronbach, dengan rumus :

r11 =

21

2

11

b

k

k

Keterangan :r11 = reliabilitas instrumenk = jumlah item1 = bilangan konstan∑σb

2 = jumlah varians butirσ1

2 = varians total

Berdasarkan uji reliabilitas menggunakan rumus alpha diperoleh nilai

r11=0,892 untuk instrumen mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP),

sebesar 0,918 untuk instrumen mekanisme koping keluarga, sebesar 0,895

untuk instrumen kelentingan keluarga, sebesar 0,701 untuk instrumen tingkat

kecemasan, sebesar 0,701 untuk instrumen dukungan sosial. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa skala tersebut adalah reliabel karena rhitung > 0,6

sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur.

Tabel 3 Interpretasi Realibilitas

Nilai realibilitas (rhitung) Interpretasi0,801 – 1,00

0,601 – 0,8000,401 – 0,6000,201 – 0,4010,001 – 0,200

BaikCukupAgak kurangKurangSangat kurang

Sumber: Arikunto (2002) diacu dalam Permatasari (2006)

Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Notoatmodjo (2002) diacu dalam Marwiati (2005), agar analisa

penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada 4 tahap yang digunakan

peneliti yaitu :

1. Editing, merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner

yang telah lengkap, jawaban dan tulisannya jelas untuk dibaca, relevan

dengan pertanyaan, serta konsisten.

Page 48: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

29

2. Koding, merupakan kegiatan mengubah data dari berbentuk huruf

menjadi data yang berbentuk bilangan, sehingga akan mempermudah

pada saat analisis dan entri data.

3. Processing, merupakan langkah pemrosesan data agar dapat dianalisis,

yaitu dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner ke program

komputer.

4. Clearing, yaitu membersihkan data dan merupakan kegiatan pengecekan

kembali data yang sudah dientri di komputer.

Data yang terkumpul, ditabulasi, dan dianalisis secara deskriptif. Hasil

pengolahan data, selanjutmya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis

statistik menggunakan uji korelasi untuk menguji hubungan antar variabel, serta

uji regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada

kelentingan keluarga. Selain itu, diperlukan uji beda untuk menguji perbedaan

lama sakit dengan kemungkinan adaptasi atas situasi krisis.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyajian

data dalam bentuk persentase, tabel, dan grafik. Sajian data tersebut kemudian

dirumuskan dalam bentuk teks sebagai interpretasinya. Data yang bersifat

kualitatif digambarkan dengan kata atau kalimat dan dipisahkan menurut kategori

untuk memperoleh hasil. Selanjutnya kategori tersebut dikuantitatifkan ke dalam

bentuk persentase. Dengan rumus sebagai berikut (Arikunto 2002) diacu dalam

Marwiati (2005):

P = N

nx 100 %

Keterangan :P = Persentasen = skor riilN = Total skor

Adapun instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah:

1. Karakteristik contoh, yang terdiri dari 3 pertanyaan terbuka yaitu pekerjaan,

pendidikan, dan usia.

2. Karakteristik keluarga, yang terdiri dari 2 pertanyaan terbuka yaitu:

pendapatan keluarga dan besar keluarga.

3. Riwayat kesehatan penderita dan keluarga, dengan 2 item pertanyaan

terbuka yaitu deskripsi dan dampak.

Page 49: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

30

4. Sanitasi, yang terdiri dari 3 item yaitu: kondisi fisik rumah, sarana dalam

rumah tangga, dan sumber air dengan 12 pertanyaan tertutup dan 3

pertanyaan terbuka.

5. Perilaku hidup sehat, yang terdiri dari 7 pertanyaan tertutup dan 1 pertanyaan

terbuka.

6. Mekanisme koping kesehatan keluarga, kuesioner diadaptasi dari teori

Mc.Cubbin & Mc.Cubbin (1979) yang disusun dalam 45 butir pernyataan.

Skala pengukuran yang digunakan adalah dengan skala likert yaitu: sangat

membantu/menolong (skor 4), membantu/menolong (skor 3), kurang

membantu/menolong (skor 2), tidak membantu/menolong (skor 1). Skor yang

dihasilkan yaitu antara 45-180, sehingga dapat dibuat rentangan 180 – 45 =

135. Hasil rentangan tersebut akan dikategorikan menjadi 5 kriteria yaitu

sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Nilai interval

persentase yaitu 180

135= 75, sehingga

5

75= 15, maka didapat angka 15

sebagai intervalnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4 Kriteria Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP), Mekanisme Koping Keluarga, Kelentingan Keluarga, dan Dukungan Sosial

Interval Persentase (%) Kriteria25,00 – 40,00 Sangat rendah41,00 – 55,00 Rendah56,00 – 70,00 Sedang71,00 – 85,00 Tinggi86,00 – 100,0 Sangat tinggi

7. Mekanisme koping keluarga, kuesioner diadaptasi dari teori Folkman (1986)

yang disusun dalam 66 butir pernyataan. Skala pengukuran yang digunakan

adalah dengan skala likert yaitu: sangat membantu/menolong (skor 4),

membantu/menolong (skor 3), kurang membantu/menolong (skor 2), tidak

membantu/menolong (skor 1). Skor yang dihasilkan yaitu antara 66-264,

sehingga dapat dibuat rentangan 264 – 66 = 198. Hasil rentangan tersebut

akan dikategorikan menjadi 5 kriteria yaitu sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi, dan sangat tinggi. Nilai interval persentase yaitu 264

198= 75, sehingga

5

75= 15, maka didapat angka 15 sebagai intervalnya. Hasilnya dapat dilihat

pada Tabel 4.

8. Kelentingan keluarga, kuesioner diadaptasi dari teori Mackay (2003) dan

Sixbey (2005) yang disusun dalam 33 butir pernyataan. Skala pengukuran

Page 50: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

31

yang digunakan adalah dengan skala likert, dengan pemberian skor yaitu:

sangat setuju (SS)=4, setuju (S)=3, kurang setuju (KS)=2, tidak setuju

(TS)=1. Skor yang dihasilkan yaitu antara 33-132 sehingga dapat dibuat

rentangan 132 – 33 = 99. Hasil rentangan tersebut akan dikategorikan

menjadi 5 kriteria yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat

tinggi. Nilai interval persentase yaitu132

99= 75, sehingga

5

75= 15, maka

didapat angka 15 sebagai intervalnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.

9. Tingkat kecemasan, kuesioner diadaptasi dari Zung Self Rating Anxiety Scale

(ZRAS) (1971) yang terdiri dari 17 butir pernyataan. Skala pengukuran yang

digunakan adalah dengan skala likert, dengan pemberian skor yaitu: selalu

(skor 4), sering (skor 3), kadang-kadang (skor 2), tidak pernah (skor 1). Skor

yang dihasilkan yaitu antara 17-68 sehingga dapat dibuat rentangan 68 – 17

= 51. Hasil rentangan tersebut akan dikategorikan menurut Zung (1971) yaitu

dibagi 4 kriteria, yaitu normal, ringan-sedang, berat, dan ekstrim. Nilai interval

persentase yaitu 68

51= 75, sehingga

4

75= 18,75, maka didapat angka 18,75

sebagai intervalnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5 Kriteria Tingkat Kecemasan

Interval Persentase (%) Kriteria25,00 – 43,75 Normal43,76 – 62,50 Ringan – Sedang62,51 – 81,25 Berat81,26 – 100,0 Ekstrim

10. Dukungan sosial, kuesioner diadaptasi dari Permatasari (2006) yang didasari

oleh teori Smet (1994) dan Sarafino (1998), terdiri dari 27 butir pernyataan

favorable dan unfavorable. Skala pengukuran yang digunakan adalah dengan

skala likert, dengan skor sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),

sangat tidak sesuai (STS). Skor yang dihasilkan yaitu antara 27-108

sehingga dapat dibuat rentangan 108 – 27 = 81. Hasil rentangan

dikategorikan menjadi 5 kriteria yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,

dan sangat tinggi. Nilai interval persentase yaitu 108

81= 75, sehingga

5

75= 15,

maka didapat angka 15 sebagai intervalnya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel

4. Untuk jawaban pernyataan favorable, sangat sesuai (SS)=4, sesuai (S)=3,

tidak sesuai (TS)=2, sangat tidak sesuai (STS)=1. Sedangkan jawaban

pernyataan unfavorable, sangat sesuai (SS)=1, sesuai (S)=2, tidak sesuai

Page 51: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

32

(TS)=3, sangat tidak sesuai (STS)=4. Perincian skala dukungan sosial dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Skala Dukungan Sosial

Jumlah ItemNo. Aspek

Fav UnfavTotal

1 Dukungan emosional 8 4 122 Dukungan penghargaan 3 4 73 Dukungan Instrumental 2 1 34 Dukungan informatif 5 0 5

Total 18 9 27

Definisi Operasional

Keluarga dengan TB Paru adalah kumpulan orang yang terdiri dari suami, istri,

atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan

anaknya yang memiliki ikatan pernikahan, darah, atau adopsi yang

salah satu dari orang tua (ayah atau ibu) menderita penyakit TB

Paru.

Karakteristik sosial ekonomi keluarga adalah karakteristik keluarga dengan

TB Paru yang meliputi pendapatan keluarga, pendidikan, pekerjaan,

usia, dan besar keluarga.

Pendapatan keluarga adalah suatu jumlah uang yang diperoleh dari pekerjaan

pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota

keluarga lainnya yang dinyatakan dalam rupiah perkapita perbulan.

Pendidikan adalah pengajaran formal yang terakhir yang pernah diperoleh

contoh yang meliputi SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana, Pasca

sarjana.

Pekerjaan adalah sumber pendapatan keluarga dapat berupa pekerjaan tetap

atau tidak tetap sesuai dengan bidang dan keahlian contoh.

Usia adalah lama waktu hidup (dalam tahun) orang tua sejak lahir sampai waktu

pengambilan data penelitian.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang hidup serumah yang

terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya

selama minimal 3 bulan.

Sanitasi adalah suatu pengelolaan kondisi lingkungan keluarga yang dapat

diukur melalui kondisi fisik rumah, sarana rumah tangga, dan

sumber air.

Page 52: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

33

Perilaku hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas dalam kehidupan

sehari-hari yang mencerminkan upaya hidup sehat dalam

memelihara kesehatan keluarga dengan TB Paru, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati secara

langsung oleh pihak luar, meliputi kebersihan anggota keluarga,

kebersihan makanan dan peralatan makan, kebiasaan olahraga,

dan kebiasaan tidak merokok.

Kelentingan Keluarga adalah karakteristik, dimensi, dan sumber daya keluarga

dalam menghadapi perubahan dan adaptasi terhadap situasi krisis.

Kelentingan keluarga diukur berdasarkan aspek kelentingan

keluarga meliputi: family cohesion, family belief system, dan

communication. Semakin tinggi skor yang diperoleh didalam skala,

maka semakin lenting keluarga tersebut dan sebaliknya.

Tingkat Kecemasan adalah suatu persepsi tentang perasaan yang tidak

menyenangkan dan reaksi fisiologis, kecemasan dapat

dikategorikan menjadi 4 yaitu: normal, ringan-sedang, berat, dan

ekstrim.

Mekanisme Koping adalah usaha kognitif dan perilaku yang dibuat oleh

seseorang untuk mengorganisasikan tuntutan dari perbedaan

harapan dan kenyataan. Mekanisme koping diukur dengan

menggunakan skala berdasarkan jenisnya, yaitu: emotion focus

coping dan problem focus coping.

Dukungan sosial adalah dukungan yang diperoleh dari hubungan interpersonal

yang mengacu pada kesenangan, ketenangan, bantuan

bermanfaat, yang berupa informasi verbal maupun non verbal yang

diterima seseorang dari orang lain atau kelompok lain yang

membawa efek perilaku bagi penerimanya. Dukungan sosial ini

diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial yang dibuat

berdasarkan jenis dukungan sosial meliputi: dukungan emosional,

penghargaan, intrumental, dan informatif. Semakin tinggi skor yang

diperoleh didalam skala, maka semakin tinggi dukungan yang

diterima dan sebaliknya.

Page 53: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kondisi Geografis dan Demografi

Lokasi penelitian yaitu di Puskesmas Ciomas yang membawahi tiga desa di

Kecamatan Ciomas, yaitu Desa Ciomas, Desa Ciomas Rahayu, dan Desa

Pagelaran.

Desa Ciomas memiliki luas 26.660 m2. Total penduduk desa ini sebanyak

12.501 jiwa, terdiri dari 6442 orang laki-laki dan 6059 orang perempuan, dengan

2766 kepala keluarga laki-laki dan 308 kepala keluarga perempuan. Batas

wilayah Desa Ciomas yaitu:

Utara : Jalan raya Ciomas/ Desa Ciomas Rahayu

Timur : Kota Bogor, Desa Mekar Jaya, dan Desa Parakan

Selatan : Desa Pagelaran

Barat : Desa Mekar Jaya

Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 25-

29 tahun, sebanyak 9,8% (Tabel 7).

Desa Ciomas Rahayu memiliki luas 88.450 Ha. Total penduduk desa ini

sebanyak 12.643 jiwa, terdiri dari 6340 orang laki-laki dan 6303 orang

perempuan, dengan 3695 kepala keluarga. Batas wilayah Desa Ciomas Rahayu

yaitu:

Utara : Kota Bogor (Kecamatan Bogor Barat)

Timur : Kota Bogor (Kecamatan Bogor Barat)

Selatan : Desa Ciomas/Jalan raya Ciomas

Barat : Kelurahan Padasuka/Desa Laladon

Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 0-4

tahun, sebanyak 14% (Tabel 7).

Desa Pagelaran memiliki penduduk sebanyak 12.807 jiwa, terdiri dari 6559

orang laki-laki dan 6248 orang perempuan, dengan 2916 kepala keluarga laki-

laki dan 258 kepala keluarga perempuan. Batas wilayah Desa Pagelaran yaitu:

Utara : Desa Padasuka

Timur : Desa Ciomas

Selatan : Desa Pasir Eurih, Desa Parakan

Barat : Desa Sukaresmi, Desa Sukamakmur

Page 54: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

35

Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 5-9

tahun, sebanyak 12% (Tabel 7).

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa penduduk Desa Ciomas terdiri

dari balita (8,5%), anak usia sekolah (28%), usia produktif (53,1%), dan lansia

(10,4%). Penduduk Desa Ciomas Rahayu terdiri dari balita (14%), anak usia

sekolah (26%), usia produktif (54%), dan lansia (6%). Penduduk Desa Pagelaran

terdiri dari balita (9%), anak usia sekolah (31%), usia produktif (55%), dan lansia

(5%). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk Desa Ciomas,

Ciomas Rahayu, dan Pagelaran termasuk dalam usia produktif (20-54 tahun).

Untuk lebih jelasnya tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

Desa Ciomas Desa Ciomas Rahayu Desa PagelaranUsia

(tahun) Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

0-4 1057 8,5 1764 14 1144 95-9 1170 9,4 1300 10 1482 12

10-14 1113 8,9 1004 8 1323 1015-19 1214 9,7 1052 8 1136 920-24 1178 9,5 1011 8 1338 10,525-29 1220 9,8 1249 10 1249 1030-34 1069 8,6 1382 11 1212 9,535-39 1048 8,4 1203 10 1159 940-44 831 6,7 891 7 894 745-49 614 4,9 621 5 617 550-54 645 5,2 416 3 514 455-59 353 2,8 332 3 301 260-64 344 2,8 164 1 396 365-69 305 2,4 191 1,5 - ->70 297 2,4 63 0,5 - -

Jumlah 12458 100 12643 100 12765 100Sumber: Data Monografi Desa Ciomas (2008), Ciomas Rahayu (2010), dan Pagelaran (2009)

Pendidikan

Tabel 8 menunjukkan tingkat pendidikan penduduk 3 desa lokasi penelitian.

Hampir dua pertiga (61,6%) penduduk Desa Ciomas berpendidikan menengah.

Lebih dari separuh (55,5%) penduduk Desa Ciomas Rahayu berpendidikan

menengah. Lebih dari separuh (58,5%) penduduk Desa Pagelaran berpendidikan

dasar. Namun persentase terbanyak pendidikan tinggi terdapat di Desa Ciomas

Rahayu (23,5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan

penduduk yang terbaik yaitu Desa Ciomas Rahayu. Untuk lebih jelasnya

tercantum dalam tabel di bawah ini.

Page 55: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

36

Tabel 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Desa Ciomas Desa Ciomas Rahayu Desa PagelaranTingkat

Pendidikan Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Tidak sekolah 60 4 - - 27 0,2Pendidikan dasar (SD/sederajat)

439 29,6 1498 21 8204 58,5

Pendidikan menengah (SLTP dan SLTA/sederajat)

913 61,6 3964 55,5 4346 30,9

Pendidikan tinggi (Akademi, S1, S2, S3)

714,8 1652 23,5 1441 10,4

Jumlah 1483 100 7114 100 14018 100Sumber: Data Monografi Desa Ciomas (2008), Ciomas Rahayu (2010), dan Pagelaran (2009)

Pekerjaan

Berdasarkan mata pencahariannya, hampir separuh (48%) masyarakat

Desa Ciomas Rahayu bekerja sebagai karyawan atau di sektor swasta. Hampir

separuh masyarakat Desa Pagelaran bekerja sebagai buruh atau di sektor jasa

(47%). Untuk lebih jelasnya tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 9 Pekerjaan Penduduk Berdasarkan Usia Kerja

Desa Ciomas Rahayu Desa PagelaranJenis Pekerjaan Jumlah

(jiwa)Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Petani dan Peternak 26 0,6 32 0,8Pedagang/wiraswasta 557 12,6 634 15Karyawan 2112 48 1132 26,7PNS 931 21 448 10,5Buruh 795 17,8 1998 47

Jumlah 4421 100 4244 100Sumber: Data Monografi Desa Ciomas Rahayu (2010) dan Pagelaran (2009)

Karakteristik Contoh

Berdasarkan data hasil penelitian, di bawah ini merupakan karakteristik

contoh penderita TB paru.

Tabel 10 Sebaran Karakteristik Contoh Penderita TB Paru

No Karakteristik n %1 Jenis kelamin

a. laki-lakib. perempuan

3613

73,526,5

Jumlah 49 1002 Status dalam keluarga

a. Kepala keluargab. Istri

3811

77,622,4

Jumlah 49 100

Page 56: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

37

3 Lama sakita. < 1 tahunb. 1-5 tahunc. 6-10 tahun d. > 10 tahun

63076

12,261,314,312,2

Jumlah 49 100

4 Lama pengobatana. < 6 bulanb. 6-12 bulanc. 13-24 buland. > 24 bulan

112882

22,457,116,44,1

Jumlah 49 1005 Usia

a. 19-29 tahunb. 30-49 tahunc. 50-69 tahund. > 69 tahun

528151

10,257,130,62,1

Jumlah 49 1006 Tingkat pendidikan

a. Tidak sekolahb. Tidak tamat SDc. SD/sederajatd. SMP/sederajate. SMA/sederajatf. Diplomag. Sarjana

13

139

1724

26,1

26,518,434,74,18,2

Jumlah 49 1007 Pekerjaan

a. Tidak Bekerjab. Pedagangc. Buruhd. PNSe. Wiraswastaf. Karyawan

125

12686

24,510,224,512,216,412,2

Jumlah 49 100Hampir tiga perempat contoh (73,5%) berjenis kelamin laki-laki, sisanya

sebanyak 26,5% perempuan. Lebih dari tiga perempat contoh (77,6%) berstatus

sebagai kepala keluarga, sisanya sebanyak 22,4% sebagai istri. Hampir dua

pertiga contoh (61,3%) mengalami sakit selama 1-5 tahun. Lebih dari separuh

contoh (57,1%) melakukan pengobatan TB Paru selama 6-12 bulan, bahkan

sebanyak 22,4% contoh baru melakukan pengobatan <6 bulan. Hal ini

dikarenakan ketidaksadaran dan sikap acuh penderita akan penyakit TB paru.

Lebih dari separuh contoh (57,1%) berusia 30-49 tahun, atau dengan kata

lain lebih dari separuh contoh berusia dewasa madya (Hurlock 1993). Hampir

dua pertiga contoh (61,2%) memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat dan

SD/sederajat. Mata pencaharian kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap

ketahanan keluarga terutama status kesehatan keluarga (Sukarni 1994). Hampir

separuh contoh (49%) memiliki pekerjaan sebagai buruh dan tidak bekerja.

Page 57: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

38

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Besar Keluarga

Keluarga dengan kondisi krisis bergantung pada besar keluarga, semakin

besar keluarga semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Besar keluarga akan

mempengaruhi status kesehatan keluarga (Sukarni 1994).

Tabel 11 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Besar Keluarga

Besar Keluarga n %Kecil (< 4 orang)Sedang (5 – 7 orang)Besar (> 8 orang)

27211

55432

Total 49 100Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga

contoh (55%) termasuk dalam keluarga kecil yaitu < 4 orang (Hurlock 1993).

Sisanya, hampir separuh keluarga contoh (43%) termasuk keluarga sedang (4-8

orang).

Pendapatan Perkapita

Menurut BPS (2002), diacu dalam Shinta (2008), pendapatan rumah

tangga atau keluarga adalah seluruh penghasilan atau penerimaan berupa uang

dari seluruh anggota yang diperoleh berupa upah atau gaji, pendapatan dari

usaha rumah tangga atau penerimaan lainnya. BPS Kota Bogor (2009)

mengukur tingkat kemiskinan berdasarkan pendapatan perkapita. Batas keluarga

miskin apabila pendapatan <Rp. 223.218,00/kapita/bulan.

Tabel 12 Sebaran Pendapatan Perkapita Perbulan Keluarga Penderita TB Paru

Pendapatan Perkapita (Rp) n %< 223.218> 223.218

1435

2872

Total 49 100Tabel 12 menunjukkan bahwa hampir tiga perempat keluarga contoh (72%)

memiliki pendapatan perkapita di atas batas garis kemiskinan Kota Bogor atau

dapat dikatakan sebesar 72 persen termasuk dalam kategori tidak miskin,

sisanya 28 persen termasuk dalam kategori miskin. Adapun rata-rata pendapatan

perkapita keluarga contoh secara keseluruhan yaitu Rp. 402.000,00 sehingga

dapat dikatakan bahwa menurut pendapatan perkapita, rata-rata keluarga contoh

tidak miskin.

Page 58: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

39

Pengeluaran Keluarga

Berikut adalah gambaran jenis pengeluaran yang menjadi kebutuhan

keluarga contoh. Pengeluaran keluarga terbagi atas pengeluaran pangan dan

non-pangan (pendidikan, kesehatan, uang saku anak, air dan listrik, serta

pengeluaran lainnya).

Tabel 13 Sebaran Pengeluaran Keluarga Penderita TB Paru Berdasarkan

Kriteria Pangan dan Non-Pangan

Jenis Pengeluaran Rata-Rata (Rp) %Pangan 631.600 53,3Non Pangan :

PendidikanKesehatanUang SakuAir, Listrik, dllLainnya

92.10057.900148.000119.200135.200

7,85

12,510

11,4Jumlah 1.184.000 100

Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga

contoh (53,3%) mengalokasikan biaya untuk pangan dengan rata-rata Rp.

631.600,00 perbulan. Sisanya, hampir separuh keluarga contoh (46,7%)

mengalokasikan biaya non-pangan secara merata.

Tabel 14 Sebaran Keluarga Penderita TB Paru Berdasarkan Persentase

Pengeluaran Pangan

Pengeluaran Pangan n %< 50% dari keseluruhan pengeluaran> 50% dari keseluruhan pengeluaran

2029

4159

Total 49 100BPS Bogor (2005) mengukur batas garis kemiskinan berdasarkan

pengeluaran pangan yaitu apabila pengeluaran pangan >50% dari keseluruhan

pengeluaran. Dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh

(59%) mengalokasikan biaya untuk pangan >50% dari keseluruhan pengeluaran.

Berdasarkan pengeluaran pangan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh

(59%) termasuk dalam kategori miskin.

Sanitasi

Sanitasi lingkungan merupakan usaha-usaha pengendalian dari semua

faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat

menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya

tahan hidup manusia. Sanitasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan pemukiman,

yaitu kondisi fisik rumah, sarana rumah tangga, dan sumber air (Fitriyani 2008).

Kondisi Fisik Rumah. Kondisi fisik rumah mencakup jenis lantai, dinding,

ventilasi, atap, jendela, dan luas bangunan rumah.

Page 59: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

40

Tabel 15 Sebaran Contoh Berdasarkan Kondisi Fisik Rumah Keluarga

TB Paru

Aspek Kategori n %

Jenis lantaiTanah dan semenKeramik

3613

73,526,5

DindingBambu/triplek dan Tembok tanpa plesterTembok plester

1

48

2

98

VentilasiAda, namun tertutupAda dan terbuka

3217

6535

AtapIjuk dan SengGenteng

1732

3565

JendelaAda, namun hanya beberapa ruanganAda, hampir di setiap ruangan

35

14

72

28

Luas bangunan<8m2/orang≥8m2/orang

1237

24,575,5

Hampir tiga perempat rumah contoh (73,5%) memiliki lantai tanah dan

semen, sisanya sebanyak 26,5% lantai keramik. Sebagian besar rumah contoh

(98%) berdinding tembok plester. Hampir dua pertiga rumah contoh (65%)

memiliki ventilasi namun tertutup, sisanya sebanyak 35% ventilasi terbuka.

Hampir dua pertiga rumah contoh (65%) memiliki atap genteng, sisanya

sebanyak 35% atap ijuk dan seng. Hampir tiga perempat rumah contoh (72%)

mempunyai jendela namun hanya beberapa ruangan, sisanya sebanyak 28%

memiliki jendela hampir di setiap ruangan. Lebih dari tiga perempat rumah

contoh (75,5%) memilki luas bangunan >8m2/orang, sisanya sebanyak 24,5%

luas bangunan <8m2/orang.

Sarana Rumah Tangga. Sarana rumah tangga mencakup ketersediaan

dan kondisi kamar mandi, jamban, pembuangan sampah, dan pembuangan air

limbah.

Tabel 16 Sebaran Contoh Berdasarkan Sarana Rumah Tangga Keluarga

TB Paru

Aspek Kategori n %Ketersediaan kamar mandi

TidakYa

247

496

Kondisi kamar mandiTanah dan semenKeramik

2722

5545

Ketersediaan jambanTidak (sungai, empang, sawah)Ya (septic tank)

1336

26,573,5

Pembuangan sampahSungai, dibakarTPS

1435

2872

Pembuangan air limbah

Sungai, septic tankParit

2227

4555

Sebagian besar rumah contoh (96%) memiliki kamar mandi. Lebih dari

separuh kamar mandi contoh (55%) memilki lantai tanah dan semen, sisanya

Page 60: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

41

sebanyak 45% lantai keramik. Hampir tiga perempat rumah contoh (73,5%)

memiliki jamban, sisanya sebanyak 26,5% tidak memiliki jamban (sungai,

empang, dan sawah). Hampir tiga perempat contoh (72%) membuang sampah

ke TPS, sisanya sebanyak 28% membuang sampah ke sungai atau dibakar.

Lebih dari separuh contoh (55%) membuang air limbah ke parit, sisanya

sebanyak 45% ke sungai dan septic tank.

Rumah yang sehat harus mempunyai berbagai fasilitas (Notoatmodjo

2007). Pemenuhan berbagai fasilitas atau sarana rumah tangga merupakan

implementasi dari rumah yang sehat.

Sumber Air. Berdasarkan sumber air, air dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu air hujan, air permukaan tanah, dan air tanah (Sukarni 1994). Ketersediaan

sumber air mencakup jenis sumber air minum dan air bersih.

Tabel 17 Sebaran Contoh Berdasarkan Sumber Air Keluarga TB Paru

Aspek Kategori n %

Sumber air minumMata air/sumurPAM/ledeng

2722

5545

Sumber air bersihMata air/sumurPAM/ledeng

2722

5545

Lebih dari separuh contoh (55%) memiliki sumber air minum dan air bersih

dari mata air/sumur, sisanya sebesar 45% dari PAM/ledeng.

Tabel 18 Total Skor Sanitasi Keluarga Penderita TB Paru

Kriteria n %Sangat kurang 0 0Kurang 0 0Sedang 13 27Baik 22 44Sangat baik 14 29

Total 49 100Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan bahwa hampir tiga perempat contoh

(73%) memiliki sanitasi yang baik dan sangat baik. Artinya, hampir tiga perempat

contoh memiliki kondisi fisik rumah, sarana rumah tangga, dan sumber air yang

baik. Individu yang berada di lingkungan sanitasi yang baik akan sulit tertularnya

penyakit. Dengan kondisi sehat, individu dapat menjalankan aktifitas produktifnya

secara normal sehingga ketahanan dalam keluarga pun tercapai.

Perilaku Hidup Sehat

Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:

perilaku pemeliharaan kesehatan, pengobatan, dan kesehatan lingkungan.

Aspek perilaku kesehatan ini sesuai dengan sepuluh indikator perilaku dan gaya

hidup bersih dan sehat yaitu: penggunaan alat makan dan minum yang terpisah,

Page 61: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

42

intensitas menjemur alat tidur (kasur, bantal, guling), waktu tidur, kebiasaan

merokok, olahraga, dan penggunaan alat untuk batuk dan meludah (Depkes

2007). Untuk lebih jelasnya, terdapat pada tabel berikut.

Tabel 19 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Perilaku Hidup

Sehat

Aspek Kategori n %Pemisahan alat makan dan minum

TidakYa

3217

6535

Menjemur kasur, bantal, dan guling

>1 minggu sekali 1 minggu sekali

2722

5545

Waktu tidur<5 jam>5 jam

940

1882

Kebiasaan merokokYaTidak

1435

2872

Olahraga >1 minggu sekali<1 minggu sekali

2623

5347

Menggunakan alat untuk batuk dan meludah

TidakYa

481

982

Hampir dua pertiga contoh (65%) tidak memisahkan alat makan dan

minum. Lebih dari separuh contoh (55%) menjemur kasur, bantal, dan guling >1

minggu sekali, sisanya sebanyak 45% selama 1 minggu sekali. Lebih dari tiga

perempat contoh (82%) tidur selama >5 jam, sisanya sebanyak 18% selama <5

jam. Hampir tiga perempat contoh (72%) tidak merokok. Lebih dari separuh

contoh (53%) berolahraga >1 minggu sekali, sisanya sebanyak 47% <1 minggu

sekali. Sebagian besar contoh (98%) tidak menggunakan alat untuk batuk dan

meludah.

Tabel 20 Total Skor Perilaku Hidup Sehat Penderita TB Paru

Kriteria n %Sangat kurang 0 0Kurang 0 0Sedang 20 41Baik 28 57Sangat baik 1 2

Total 49 100Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh

(59%) berperilaku hidup sehat yang baik dan sangat baik. Sisanya, sebanyak

41% masih berperilaku hidup sehat yang sedang. Artinya, lebih dari separuh

contoh memisahkan alat makan dan minum, menjemur kasur, bantal, dan guling

1 minggu sekali, tidur di malam hari selama >5 jam, tidak merokok, dan

menggunakan alat untuk batuk dan meludah. Dengan kebiasaan berperilaku

hidup bersih, merupakan suatu upaya pencegahan agar penyakit ini tidak

menyebar dan menulari orang lain (Notoatmodjo 2007).

Page 62: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

43

Tingkat Kecemasan

Terdapat dua bentuk stress, yaitu eustress dan distress. Distress

merupakan suatu kondisi subjektif yang tidak menyenangkan. Salah satu bentuk

utama distress adalah kecemasan (Mirrowsky & Catherine E. Ross 1989) diacu

dalam Sunarti (2008). Pernyataan kecemasan dibagi menjadi aspek psikologis

dan fisiologis (Bucklew 1980 diacu dalam Trismiati 2004). Zung (1971) yang

mengkategorikan tingkat kecemasan menjadi empat, yaitu normal, ringan-

sedang, berat, dan ekstrim. Untuk lebih jelasnya, terdapat pada tabel berikut.

Tabel 21 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Tingkat

Kecemasan

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Saya merasa lebih gugup dan cemas daripada

biasanya49 51

2 Saya merasa takut tanpa alasan sama sekali 65 353 Saya dengan mudah marah atau merasa panik 33 674 Saya merasa perasaan seperti pecah berkeping-

keping61 49

5 Saya merasa bahwa semuanya baik-baik dan tidak ada yang buruk akan terjadi

22 78

6 Lengan dan kaki saya gemetar 67 337 Saya terganggu oleh sakit kepala, leher dan sakit

punggung43 57

8 Saya merasa lemah dan mudah lelah 8 929 Saya merasa tenang dan dapat duduk diam dengan

mudah16 84

10 Saya bisa merasakan jantungku berdebar kencang 80 2011 Saya terganggu oleh sakit kepala 49 5112 Saya pingsan atau merasa seperti itu 96 413 Saya dapat bernapas masuk dan keluar dengan

mudah51 49

14 Perasaan saya mati rasa dan kesemutan di jari-jari tangan dan kaki

20 80

15 Saya terganggu oleh sakit perut atau gangguan pencernaan

90 10

16 Saya harus sering buang air kecil 63 3717 Tanganku biasanya kering dan hangat 53 4718 Wajahku menjadi hangat dan merona 53 4719 Saya tertidur dengan mudah dan istirahat malam yang

baik45 55

20 Saya mimpi buruk 88 12Hasil analisis deskriptif dari aspek tingkat kecemasan membuktikan bahwa

menunjukkan hampir dua pertiga contoh (65%) penderita TB paru memiliki

tingkat kecemasan yang ringan - sedang. Hal tersebut dikarenakan lebih dari

separuh contoh merasa lebih gugup dan cemas daripada biasanya, mudah

marah atau panik, mengalami sakit kepala, leher, dan punggung, merasa lemah

Page 63: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

44

dan mudah lelah, mati rasa dan kesemutan, namun contoh juga merasa

semuanya akan baik saja dan dapat tidur dan duduk dengan mudah.

Tingkat kecemasan yang ringan - sedang diduga karena contoh telah

melakukan pengobatan ke puskesmas dan rumah sakit, sehingga merasa

penyakit TB paru bukan penyakit yang harus dicemaskan. Sesuai dengan Taylor

(1999), bahwa kecemasan akan muncul pada keluarga yang salah satu anggota

keluarganya sedang sakit. Perbedaan tingkat kecemasan tergantung dari

beberapa faktor yang diduga yaitu karakteristik keluarga, permasalahan yang

muncul, dan mekanisme koping keluarga.

Tingkat Kecemasan

2%

65%

29%

4%

Normal Ringan – Sedang Berat Ekstrim

Grafik 1 Tingkat Kecemasan

Mekanisme Koping Kesehatan (Coping Health Inventory for Parents)

CHIP didesain untuk mengukur persepsi dalam mengelola keluarga dengan

anggota keluarga yang sakit kronis. CHIP terdiri dari tiga pola koping, yaitu: (1)

family integration, kerjasama, dan optimisme berfokus terhadap ketahanan

keluarga, hubungan, dan pandangan keluarga; (2) dukungan sosial,

penghargaan diri, dan psychological stability berfokus terhadap dukungan

keluarga dalam meningkatkan hubungan sosial, identifikasi perasaan dan

kepercayaan diri dalam mengelola tekanan; (3) komunikasi dan konsultasi

dengan tim medis (Mc Cubbin & Mc Cubbin 1979). Di bawah ini merupakan

penjelasan dari ketiga aspek mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP),

yaitu:

Family Integration, Kerjasama, dan Optimisme

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran faktor family integration

kerjasama, dan optimisme penderita TB paru. Untuk lebih jelasnya terdapat pada

tabel di bawah ini.

Page 64: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

45

Tabel 22 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Family

Integration, Kerjasama, dan Optimisme

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Mencoba untuk tidak saling menyalahkan 2 982 Merasa yakin/percaya bahwa penyakit TB Paru

pasangan saya akan sembuh10 90

3 Memperoleh bantuan dari orang lain untuk mengerjakan tugas di rumah

37 63

4 Saya percaya sepenuhnya kepada Tuhan melalui doa yang saya panjatkan

4 96

5 Mengatakan pada diri sendiri bahwa saya memiliki banyak yang seharusnya saya syukuri

2 98

6 Membina hubungan yang lebih dekat dengan pasangan dan anak/anggota keluarga lain

2 98

7 Merasa bahwa pasangan saya yang sakit sama saja dengan orang lain juga mengalami hal yang sama

22 78

8 Melakukan beberapa kegiatan/pekerjaan di rumah dengan anggota keluarga

2 98

9 Makan makanan kesukaan 59 4110 Mengembangkan diri sendiri sebagai seseorang 43 5711 Menghibur teman-teman di rumah 67 3312 Merawat diri sendiri dengan baik 2 9813 Berdiskusi dengan tenaga kesehatan (perawat,dokter)

saat mengunjungi puskesmas/rumah sakit6 94

14 Berdiskusi dengan dokter mengenai kekhawatiran saya mengenai pasangan saya dalam hal pengobatan

8 92

15 Membaca dari media masa mengenai bagaimana orang lain dengan situasi yang sama mengatasi hal-hal yang menjadi masalah

41 59

16 Memastikan memperoleh obat untuk pasangan saya sehari-hari di rumah

8 92

17 Membaca lebih banyak masalah kesehatan yang menarik perhatian saya

79 31

18 Merasa mampu melepaskan tugas dan tanggung jawab perawatan di rumah

39 61

Hasil analisis deskriptif dari aspek family integration, kerjasama, dan

optimisme membuktikan bahwa lebih dari separuh contoh (57%) memiliki family

integration, kerjasama, dan optimisme yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan

sebagian besar contoh mencoba untuk tidak saling menyalahkan, pasangan

merasa percaya bahwa penyakit TB paru contoh akan sembuh, percaya

sepenuhnya kepada Tuhan YME melalui doa, mengatakan pada diri sendiri

bahwa banyak yang seharusnya saya disyukuri, membina hubungan yang lebih

dekat dengan pasangan dan anak/anggota keluarga lain, melakukan beberapa

kegiatan di rumah dengan anggota keluarga, merawat diri sendiri dengan baik,

berdiskusi dengan tenaga kesehatan saat mengunjungi puskesmas/rumah sakit,

pasangan berdiskusi dengan dokter mengenai mengenai contoh dalam hal

Page 65: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

46

pengobatan, dan pasangan memastikan memperoleh obat untuk contoh sehari-

hari di rumah.

Family Integration, Cooperation, and Optimistic

29%

57%

14%

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

Grafik 2 Family Integration, kerjasama, dan optimisme

Dukungan Sosial, Penghargaan Diri, dan Psychological Stability

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran faktor dukungan sosial,

penghargaan diri, dan psychological stability penderita TB paru. Untuk lebih

jelasnya terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 23 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator Dukungan

Sosial, Penghargaan Diri, dan Psychological Stability

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Mempercayai suami/istri dan anak saya untuk

mendukung saya0 100

2 Menunjukkan pada orang lain bahwa saya bersikap tegar

6 94

3 Merasa percaya bahwa puskesmas/rumah sakit akan menolong keluarga saya

10 90

4 Merasa percaya bahwa pasangan memperoleh perawatan medis yang baik

14 86

5 Mendukung pasangan yang sakit untuk berobat agar lebih mandiri

37 63

6 Merasa sanggup untuk mengorbankan diri untuk kemajuan pengobatan pasangan

8 92

7 Saya percaya bahwa segala sesuatu akan berjalan seperti biasa

6 94

8 Membina ikatan persahabatan dengan orang lain agar saya menjadi merasa penting dan dihargai

41 59

9 Bekerja seperti biasa 43 5710 Membeli hadiah untuk diri sendiri dan/atau untuk

anggota keluarga lain73 27

11 Melakukan sesuatu untuk diri sendiri 27 7312 Menyiapkan waktu dan tenaga dalam pekerjaan saya 45 5513 Menjadi lebih percaya diri dan mandiri 12 8814 Terlibat dalam aktifitas sosial dengan teman-

teman/tetangga12 88

15 Pergi keluar/jalan-jalan bersama keluarga 24 7616 Tidak menahan diri untuk marah 37 63

Page 66: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

47

17 Berbicara dengan orang lain/keluarga lain yang mempunyai situasi yang sama

31 69

18 Berbicara dengan orang tua yang lain/tetangga mengenai pengalaman mereka

35 65

19 Menjelaskan situasi keluarga kepada teman-teman dan tetangga agar mereka memahami kami

69 31

Hasil analisis deskriptif dari aspek dukungan sosial, penghargaan diri, dan

psychological stability menunjukkan bahwa hampir separuh contoh (49%)

memiliki dukungan sosial, penghargaan diri, dan psychological stability yang

tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar contoh mempercayai pasangan

dan anak untuk mendukung, menunjukkan sikap tegar pada orang lain, merasa

percaya bahwa puskesmas/rumah sakit akan menolong, pasangan merasa

sanggup untuk mengorbankan diri untuk kemajuan pengobatan contoh, dan

percaya segala sesuatu akan berjalan seperti biasa.

Social Support, Self Esteem, and Psychological Stability

35%

49%

16%

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

Grafik 3 Dukungan Sosial, Penghargaan Diri, dan Psychological Stability

Komunikasi dan Konsultasi

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran komunikasi dan

konsultasi penderita TB paru. Untuk lebih jelasnya terdapat pada Tabel 24.

Tabel 24 Sebaran Contoh Penderita TB Paru Berdasarkan Indikator

Komunikasi dan Konsultasi

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Membersihkan dan merawat semua alat-alat kesehatan

yang dimiliki 24 76

2 Melakukan kegiatan di rumah dengan sanak famili 4 963 Membicarakan perasaan pribadi dengan pasangan

mengenai keprihatinan/kekhawatiran saya24 76

4 Tidur/istirahat/santai 14 865 Membangun hubungan dekat dengan orang lain 10 906 Berkonsentrasi dengan hobi 55 457 Berbicara dengan seseorang (bukan konsultan

profesional) mengenai apa yang dirasakan37 63

8 Melakukan aktifitas dengan melibatkan semua anggota keluarga

2 98

Page 67: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

48

Hasil analisis deskriptif dari aspek komunikasi dan konsultasi

menunjukkan bahwa hampir dua pertiga contoh (60%) memiliki komunikasi dan

konsultasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian contoh melakukan

kegiatan di rumah dengan sanak famili, membangun hubungan dekat dengan

orang lain, dan melakukan aktifitas dengan melibatkan semua anggota keluarga.

Communication and Consultation

2%22%

60%

16%

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangattinggi

Grafik 4 Komunikasi dan Konsultasi

Skor total mekanisme koping kesehatan keluarga penderita TB paru

tercantum pada Grafik 5. Hal ini menunjukkan hampir dua pertiga contoh (60%)

keluarga penderita TB paru mendapat mekanisme koping keluarga yang tinggi.

Dengan tingginya koping kesehatan keluarga penderita TB paru, sehingga

keluarga dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Hal ini sesuai dengan

Friedman (1998).

Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP)

22%

60%

18%

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

Grafik 5 Skor Total Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP)

Page 68: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

49

Mekanisme Koping keluarga

Sarafino (1998) mengkategorikan jenis koping menjadi dua, yaitu problem-

focused coping dan emotion-focused coping.

Problem-Focus Coping

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran mekanisme koping

secara problem-focus coping penderita TB paru. Untuk lebih jelasnya terdapat

pada Lampiran 1.

Hasil analisis deskriptif keseluruhan aspek problem-focus coping penderita

TB paru, menunjukkan bahwa hampir separuh contoh (49%) memiliki mekanisme

koping keluarga secara problem-focus coping sedang. Hal tersebut dikarenakan

contoh dapat berkonsentrasi dengan apa yang harus dilakukan, mencoba untuk

menganalisis masalah agar memahami lebih baik, simpatik dan memahami

seseorang, meminta maaf atau melakukan sesuatu untuk orang lain membuat

keputusan, mengubah sesuatu agar segalanya menjadi lebih baik, berusaha

memperjuangkan apa yang diinginkan, beribadah, mencoba menjaga perasaan

dari campur hal lain yang terlalu banyak, dan membuat beberapa solusi untuk

menyelesaikan suatu masalah.

Problem-Focus Coping

Sedang49%

Tinggi37%

Sangat tinggi14%

Grafik 6 Problem-Focus Coping Keluarga Penderita TB Paru

Emotion-Focus Coping

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran mekanisme koping

secara emotion-focus coping penderita TB paru. Dapat dilihat secara lebih

jelasnya pada Lampiran 2.

Hasil analisis deskriptif dari aspek emotion-focus coping menunjukkan

bahwa lebih dari separuh contoh (51%) memiliki mekanisme koping keluarga

secara emotion-focus coping yang tinggi. Hal ini karena sebagian besar contoh

melakukan pekerjaan untuk mengalihkan sejenak pikiran dari suatu masalah,

mengkritisi diri, mencoba untuk menjaga perasaan sendiri, berkata pada diri

Page 69: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

50

sendiri tentang hal-hal yang dapat membantu perasaan agar lebih baik, tumbuh

menjadi pribadi yang baik, berpikir sebelum melakukan sesuatu, menyadari

bahwa masalah disebabkan oleh diri sendiri, pergi istirahat atau berlibur,

menolak memikirkan banyak masalah, berjanji pada diri sendiri bahwa suatu saat

akan terjadi perubahan, berharap dapat merubah apa yang terjadi, berharap

berakhirnya suatu masalah, dan mengingati diri bahwa banyak hal yang dapat

lebih buruk.

Emotion-Focus Coping

Sedang45%

Tinggi51%

Sangat tinggi4%

Grafik 7 Emotion-Focus Coping Keluarga Penderita TB Paru

Skor total mekanisme koping keluarga penderita TB paru dalam kategori

tinggi, seperti terlihat pada Grafik 8. Hal ini menunjukkan hampir separuh contoh

(49%) keluarga penderita TB paru memiliki mekanisme koping keluarga yang

tinggi. Dengan adanya mekanisme koping yang tinggi dapat mengurangi

berbagai tekanan yang timbul (Lazarus & Folkman 1984).

Mekanisme Koping Keluarga

47%

49%

4%

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

Grafik 8 Skor Total Mekanisme Koping Keluarga

Page 70: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

51

Dukungan Sosial

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan gambaran faktor-faktor

dukungan sosial penderita TB paru, yaitu dukungan emosional, penghargaan,

instrumental, dan informatif (Smet 1994 & Sarafino 1998).

Dukungan Emosional

Hasil penelitian dukungan emosional penderita TB paru dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 25 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Emosional

Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)Pernyataan Positif1 Keluarga mendengarkan dengan penuh keseriusan

ketika saya menceritakan permasalahan sakit saya2 98

2 Dokter memahami kecemasan saya sebelum melakukan pengobatan penyakit saya

12 88

3 Teman-teman saya mengerti apa yang saya rasakan saat ini

41 59

4 Teman saya meluangkan waktunya untuk menemani saya ke dokter

84 16

5 Perawat begitu memperhatikan kenyamanan saya pada saat pengobatan TB Paru berlangsung

10 90

6 Perawat dapat menenangkan saya sebelum pengobatan TB Paru berlangsung, sehingga saya tidak gelisah

14 86

7 Pasangan saya meyakinkan saya bahwa semuanya akan baik-baik saja, sehingga saya tidak perlu cemas

6 94

8 Teman saya siap membantu setiap saya dalam kesulitan

45 55

Pernyataan Negatif9 Pasangan saya menyuruh saya menyelesaikan

masalah sendiri setiap kali saya menghadapi masalah92 8

10 Teman saya menceritakan pengobatan TB Paru itu sangat menakutkan

67 33

11 Pasangan saya menyuruh saya untuk pergi ke dokter sendiri

76 24

12 Pasangan saya tidak ada bersama saya setiap kali saya membutuhkannya

94 6

Hasil analisis deskriptif dari faktor dukungan emosional pada keluarga

penderita TB Paru, menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat contoh

penderita TB Paru (78%) mendapatkan dukungan emosional yang sedang. Hal

tersebut dikarenakan sebagian besar keluarga contoh mendengarkan dengan

penuh keseriusan tentang sakit penderita, perawat memperhatikan kenyamanan

contoh pada saat pengobatan TB paru berlangsung, pasangan meyakinkan

contoh bahwa semuanya akan baik-baik saja, pasangan tidak menyuruh contoh

Page 71: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

52

untuk menyelesaikan masalah sendiri setiap kali menghadapi masalah,

pasangan ada bersama contoh setiap kali membutuhkannya.

Penderita TB paru mendapatkan dukungan emosional berupa kepedulian,

empati, dan perhatian sehingga penderita merasa nyaman, dihargai, dan

diperhatikan (Sarafino 1998).

Dukungan Emosional

2%

78%

20%

rendah

sedang

tinggi

Grafik 9 Dukungan Emosional Keluarga Penderita TB Paru

Dukungan Penghargaan

Hasil penelitian dukungan penghargaan penderita TB paru dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 26 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Penghargaan

Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)Pernyataan Positif

1 Saya mendapat semangat dari keluarga untuk melakukan pengobatan TB Paru

0 100

2 Keluarga saya sangat menghargai rencana saya melakukan pengobatan TB Paru

0 100

3 Teman saya mendukung usaha saya dalam menjaga kesehatan saya

18 82

Pernyataan Negatif4 Teman saya menggangap pengobatan TB Paru yang

saya lakukan tidak ada gunanya.94 6

5 Pasangan saya menggangap setiap pendapat saya tidak penting

90 10

6 Perawat tempat saya periksa bersikap kasar terhadap saya pada waktu saya periksa

94 6

7 Kadang-kadang saya dicela oleh teman- teman saya 80 20Hasil analisis deskriptif dari faktor dukungan penghargaan yang diterima

oleh penderita TB paru, membuktikan bahwa lebih dari tiga perempat contoh

(80%) mendapatkan dukungan penghargaan yang sedang. Hal tersebut karena

seluruh keluarga contoh memberikan semangat dan sangat menghargai usaha

untuk melakukan pengobatan TB Paru.

Page 72: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

53

Adanya dukungan penghargaan yang sangat tinggi, membuat penderita

melihat segi positif dalam dirinya sehingga menambah kepercayaan diri dalam

menghadapi tekanan (Smet 1994).

Dukungan Penghargaan

16%

80%

4%

rendah

sedang

tinggi

Grafik 10 Dukungan Penghargaan Keluarga Penderita TB Paru

Dukungan Instrumental

Hasil penelitian dukungan instrumental penderita TB paru dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 27 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Instrumental

Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)Pernyataan Positif

1 Pasangan/teman saya siap mengantar saya ke dokterpada saat saya memintanya

20 80

2 Pasangan saya, selalu bersedia membelikan obat ke apotik saat obat saya habis

33 67

Pernyataan Negatif3 Anak-anak saya merasa keberatan jika saya

memintanya untuk membantu pekerjaan rumah71 29

Hasil analisis deskriptif dari faktor dukungan penghargaan yang diterima

oleh penderita TB paru, membuktikan bahwa lebih dari dua pertiga contoh (68%)

mendapatkan dukungan instrumental yang tinggi dan sedang. Hal tersebut

karena lebih dari tiga perempat pasangan/teman contoh siap mengantar untuk

keperluan pengobatan.

Dengan adanya dukungan instrumental yang tinggi, penderita

mendapatkan bantuan secara langsung sehingga memudahkan dan mengurangi

tekanan hidup penderita (Sarafino 1988).

Page 73: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

54

Dukungan Instrumental

4%20%

27%

41%

8% SangatrendahRendah

Sedang

Tinggi

Sangattinggi

Grafik 11 Dukungan Instrumental Keluarga Penderita TB Paru

Dukungan Informatif

Hasil penelitian dukungan informatif penderita TB Paru dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 28 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Dukungan Informatif

Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)Pernyataan Positif1 Organisasi yang saya ikuti memberikan penyuluhan

tentang TB Paru & pentingnya melakukan pengobatan TB Paru

92 8

2 Dokter memberi nasehat kepada saya untuk rutin melakukan pengobatan TB Paru setiap minggu

0 100

3 Teman yang pernah mengalami TB Paru mau membagi pengalamannya dengan saya

33 67

4 Keluarga saya menilai keadaan saya lebih baik setelah saya melakukan pengobatan TB Paru

4 96

5 Dokter mengatakan tindakan saya untuk melakukan pengobatan TB Paru adalah tindakan yang tepat

0 100

Hasil analisis deskriptif dari aspek dukungan penghargaan yang diterima

oleh penderita TB Paru, membuktikan bahwa hampir dua pertiga contoh (65%)

mendapatkan dukungan informatif yang tinggi. Hal itu dikarenakan dokter

memberi nasehat kepada contoh untuk rutin melakukan pengobatan TB Paru

setiap minggu, keluarga menilai keadaan contoh lebih baik setelah melakukan

pengobatan, dan dokter mengatakan tindakan contoh untuk melakukan

pengobatan TB Paru adalah tindakan yang tepat.

Informasi yang didapatkan memberikan dukungan yang berarti bagi

penderita TB Paru.

Page 74: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

55

Dukungan Informatif

2%

29%

65%

4%

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangattinggi

Grafik 12 Dukungan Informatif Keluarga Penderita TB Paru

Adapun dari segi subjek yang memberikan dukungan sosial pada penderita

TB paru, terdiri dari dukungan keluarga, medis, dan teman. Hasil tersebut dapat

dilihat pada Tabel 29 berikut.

Tabel 29 Sebaran Subjek Dukungan Sosial Penderita TB Paru

Faktor Dukungan Sosial Sedang (%) Tinggi (%)Keluarga 67 33Medis 29 71Teman 57 43

Total 51 49Tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51%) dukungan

sosial yang sedang didapat penderita TB Paru diperoleh dari keluarga, medis,

dan teman. Medis merupakan faktor yang paling dominan mendorong penderita

dalam menjaga ketahanan diri.

Secara umum, keempat aspek dukungan sosial terhadap penderita TB

Paru dalam kategori sedang, seperti tercantum pada Grafik 6.5. Hal ini

menunjukkan lebih dari tiga perempat contoh (84%) penderita TB Paru mendapat

dukungan sosial yang sedang. Dengan adanya dukungan sosial yang tinggi

dapat mempengaruhi tingkat stres penderita (Keith 2009) dan dukungan sosial

juga sebagai penyangga stres akut serta mengurangi korelasi langsung stres dan

krisis keluarga (Mc Cubbin & Mc Cubbin 1976).

Dukungan Sosial

Sedang84%

Tinggi16%

Grafik 13 Skor Total Dukungan Sosial

Page 75: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

56

Kelentingan Keluarga

Gambaran faktor-faktor kelentingan keluarga penderita TB paru yang terdiri

dari family cohesion, family belief system, dan komunikasi (Mackay 2003).

Family Cohesion

Family cohesion memiliki dasar teori yang terdiri dari beberapa dimensi

yaitu: kebersamaan, keseimbangan, kedekatan, loyalitas, aktivitas, dan

kemandirian (Mackay 2003). Hasil penelitian family cohesion penderita TB paru

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 30 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Family Cohesion Keluarga

Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Anggota keluarga sering berkumpul bersama 33 672 Memiliki waktu khusus yang disediakan bagi keluarga 82 183 Setiap anggota keluarga memiliki alokasi waktu yang

seimbang untuk keperluan diri sendiri dan keluarga67 33

4 Setiap anggota keluarga memiliki perhatian yang seimbang untuk keperluan diri sendiri dan keluarga

55 45

5 Masing-masing anggota keluarga merasa dekat satu sama lain

10 90

6 Setiap anggota keluarga membagi perasaan atau pengalaman kepada anggota keluarga lainnya

20 80

7 Keluarga menjadi prioritas utama dibanding pekerjaan dan teman

2 98

8 Semua anggota keluarga akan melakukan apapun demi keutuhan dan kepentingan keluarga

4 96

9 Setiap anggota keluarga menyediakan waktu untuk makan malam bersama

73 27

10 Setiap anggota keluarga menyediakan waktu untuk jalan-jalan bersama

86 14

11 Setiap anggota keluarga memiliki hubungan dekat satu sama lain

18 82

12 Setiap anggota keluargamu memberi kebebasan/kemandirian bagi anggota lainnya

29 71

Hasil analisis deskriptif dari aspek family cohesion keluarga TB Paru,

menunjukkan bahwa hampir dua pertiga contoh keluarga penderita TB Paru

(63%) memiliki family cohesion yang sedang. Hal tersebut dikarenakan masing-

masing anggota keluarga merasa dekat satu sama lain, keluarga menjadi

prioritas utama dibanding pekerjaan dan teman, semua anggota keluarga akan

melakukan apapun demi keutuhan dan kepentingan keluarga.

Family cohesion merupakan salah satu kunci hubungan emosional, apabila

family cohesion sedang maka ikatan emosional juga sedang sehingga keluarga

mampu menghadapi tantangan demi kesejahteraan dan mengatasi stres dengan

sedang pula. Hubungan emosional antar anggota keluarga harus seimbang dan

Page 76: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

57

tidak mencapai nilai sangat tinggi agar memenuhi kebutuhan otonomi individu,

namun tidak mengganggu kepentingan pribadi (Mackay 2003).

Family Cohesion

8%

63%

21%

8%Rendah

Sedang

Tinggi

Sangattinggi

Grafik 14 Family Cohesion Keluarga Penderita TB Paru

Family Belief System

Family belief system terdiri dari tiga dimensi, yaitu: kemampuan untuk

memaknai kesulitan, pandangan positif, dan spiritual atau transedensi (Walsh

1998 diacu dalam Mackay 2003). Hasil penelitian family belief system penderita

TB paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 31 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Family Belief System

Keluarga Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Percaya bahwa kami dapat mengatasi suatu masalah 4 962 Dapat bertahan jika masalah lain datang 0 1003 Merasa bahwa kami kuat dalam menghadapi masalah

besar2 98

4 Kami percaya bahwa kami akan berhasil menghadapi bahkan di saat sulit

0 100

5 Datang ke tempat ibadah (masjid/gereja) 4 966 Mencari nasehat dari ahli agama (udztad/pendeta) 16 847 Sesuatu yang kami lakukan untuk satu sama lain

membuat kami merasa bagian dari keluarga10 90

8 Kami menerima bahwa stress adalah bagian dari situasi kehidupan

39 61

9 Masalah terjadi tidak dapat diprediksikan 29 71Hasil analisis deskriptif dari aspek family belief system keluarga TB Paru,

menunjukkan lebih dari tiga perempat contoh keluarga penderita TB Paru (86%)

memiliki family belief system yang tinggi dan sangat tinggi. Hal tersebut

dikarenakan sebagian besar keluarga contoh dapat bertahan jika masalah lain

datang, percaya dapat mengatasi suatu masalah, merasa kuat dalam

menghadapi masalah besar, percaya akan berhasil menghadapi bahkan di saat

sulit, datang ke tempat ibadah, dan sesuatu yang dilakukan untuk satu sama lain

membuat merasa bagian dari keluarga.

Page 77: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

58

Keluarga yang memiliki family belief system yang tinggi, memiliki

kemampuan memahami apa yang telah terjadi dan memprediksikan masa

depan, tekun, gigih, optimis, yakin dalam mengatasi rintangan, serta melibatkan

diri dalam kepercayaan atau agama (walsh 1998 diacu dalam Mackay 2003).

Adapun hasil tersebut dapat digambarkan pada grafik di bawah ini.

Family Belief System

Sedang14%

Tinggi51%

Sangat tinggi35%

Grafik 15 Family Belief System Keluarga Penderita TB Paru

Komunikasi

Komunikasi efektif terdiri tiga komponen, yaitu: kejelasan pesan,

keterbukaan penyampaian emosi, dan kolaboratif dalam pemecahan masalah

(Walsh 1998 diacu dalam Mackay 2003). Hasil penelitian komunikasi penderita

TB paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 32 Sebaran Contoh Berdasarkan Indikator Komunikasi Keluarga

Penderita TB Paru

Banyaknya jawaban contohNo Indikator

Tidak (%) Ya (%)1 Mengeluarkan pendapat dalam proses pengambilan

keputusan di keluarga besar2 98

2 Beradaptasi terhadap lingkungan di keluarga 6 943 Saling memahami antar anggota keluarga 2 984 Dapat mengekspresikan isi hati di rumah tanpa

mengganggu masalah anggota keluarga0 100

5 Kompromi ketika masalah datang 41 596 Dapat menangani perbedaan dalam keluarga 6 947 Dapat melakukan pekerjaan melalui kesulitan-

kesulitan yang terjadi dalam keluarga2 98

8 Mendiskusikan suatu masalah dan merasa lebih baik dalam menemukan solusi

10 90

9 Merasa bebas untuk mengutarakan pendapat 0 10010 Membagi tanggung jawab dalam keluarga 14 8611 Mengatakan kepada anggota keluarga bahwa kita

peduli kepadanya59 41

12 Mencoba jalan lain untuk menyelesaikan suatu masalah

24 76

Page 78: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

59

Hasil analisis deskriptif dari aspek komunikasi keluarga TB Paru,

menunjukkan lebih dari tiga perempat contoh keluarga penderita TB Paru (78%)

memiliki komunikasi yang tinggi dan sangat tinggi. Hal tersebut karena sebagian

besar keluarga contoh mengeluarkan pendapat dalam proses pengambilan

keputusan, beradaptasi terhadap lingkungan keluarga, saling memahami antar

anggota keluarga, dapat mengekspresikan isi hati di rumah tanpa mengganggu

masalah anggota keluarga, dapat menangani perbedaan dalam keluarga, dapat

melakukan pekerjaan melalui kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam keluarga,

merasa bebas untuk mengutarakan pendapat, berdiskusi dan mencari solusi

dengan anggota keluarga.

Keluarga dengan komunikasi yang efektif mengacu pada pengiriman pesan

yang jelas dan konsisten, berbagi perasaan dan emosi, mengidentifikasi masalah

dan pilihan untuk menangani masalah keluarga (Walsh 1998 diacu dalam

Mackay 2003).

Communication

Sedang22%

Tinggi43%

Sangat tinggi35%

Grafik 16 Komunikasi Keluarga Penderita TB Paru

Secara umum, Grafik 17 menunjukkan hampir separuh contoh keluarga

penderita TB Paru (47%) memiliki kelentingan keluarga yang tinggi. Dengan

kelentingan keluarga yang tinggi, dipandang dapat merespon permasalahan

yang terdapat dalam keluarga.

Kelentingan Keluarga

33%

47%

20%

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

Grafik 17 Skor Total Kelentingan Keluarga

Page 79: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

60

Perbedaaan Lama Sakit dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian mengenai lama sakit dengan kelentingan

keluarga penderita TB paru tersaji pada Tabel 33 berikut ini.

Tabel 33 Perbedaaan Lama Sakit dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB

Paru

MeanLama sakit

Kelentingan Keluarga

t Df Sig. (2-tailed) Keterangan

4,6780 1,0049 -45,683 48 0,000 H0 ditolakDari Tabel 33 dapat dilihat bahwa mean lama sakit adalah 4,6780 tahun

dan kelentingan keluarga sebesar 1,0049. Dari hasil pengujian tersebut,

didapatkan nilai t secara statistik sebesar -45,683 dengan (p=0,000, p < 0,05)

yang berarti H0 ditolak. Dapat dikatakan bahwa ada perbedaan antara lama sakit

dengan kelentingan keluarga penderita TB paru. Pada Tabel 10 menunjukkan

bahwa 61,3% contoh mengalami sakit selama 1-5 tahun, sedangkan pada Grafik

17 menunjukkan bahwa 47% contoh memiliki kelentingan keluarga yang tinggi.

Nampak kecenderungan bahwa semakin lama sakit, semakin tinggi kelentingan

keluarga.

Hubungan Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan karakteristik sosial

ekonomi (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, dan besar

keluarga), perilaku hidup bersih, tingkat kecemasan, dukungan sosial,

mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP), mekanisme koping keluarga

dengan kelentingan keluarga penderita TB Paru tersaji pada Tabel 34 berikut ini.

Tabel 34 Hubungan Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru

Kelentingan KeluargaCorrelation Coefficient Sig. (2-tailed) n

Sanitasi -0,048 0.743 49Usia -0,054 0,710 49Jenis Kelamin 0,208 0,158 49Pendidikan -0,261 0,070 49Pekerjaan 0,128 0,382 49Pendapatan Keluarga -0,303* 0.034 49Besar Keluarga -0,206 0,155 49Perilaku Hidup Bersih 0,236 0,102 49Tingkat Kecemasan 0,419** 0,003 49Dukungan Sosial 0,604** 0,000 49Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP)

0,684** 0,000 49

Mekanisme Koping Keluarga problem-focus coping emotion-focus coping

0,753**0,770**

0,0000,000

49

Page 80: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

61

Hasil data pada Tabel 34 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan dan bersifat negatif antara pendapatan keluarga dengan kelentingan

keluarga (r= -0,303, p < 0,05). Artinya semakin tinggi pendapatan keluarga maka

semakin rendah kelentingan keluarga. Hal ini bertentangan dengan pendapat

Sugianto (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan aspek

yang sangat penting dan sangat berpengaruh pada keluarga dengan penyakit

kronis. Hal demikian diduga karena aspek kelentingan keluarga yang terdiri dari

family cohesion, family belief system, dan komunikasi tidak berkaitan secara

langsung terhadap pendapatan keluarga. Selain itu, jika keluarga memiliki

kemampuan memanajemen sumber daya dengan baik, maka kendala keuangan

yang dihadapi oleh keluarga dengan penyakit kronis dapat diatasi walaupun

pendapatan keluarga tidak tinggi.

Hasil data pada Tabel 34 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan dan bersifat positif antara tingkat kecemasan dengan kelentingan

keluarga (r=0,419, p<0,01). Artinya semakin tinggi tingkat kecemasan maka

semakin tinggi kelentingan keluarga. Hal ini bertentangan dengan pendapat Mc

Cubbin & Mc Cubbin (1991) menyatakan bahwa stres keluarga yang

terakumulasi dapat mengakibatkan krisis keluarga, termasuk fisik, emosional,

atau hubungan. Contoh keluarga dengan krisis akibat stres adalah penyakit dari

sistem kekebalan tubuh yang lemah. Pengalaman keluarga yang terlalu banyak

tekanan pada satu waktu terdapat peningkatan risiko untuk mengalami krisis

keluarga. Hal ini diduga karena kecemasan penderita tidak mengganggu aspek

kelentingan keluarga berupa hubungan interpersonal, kepercayaan, dan

komunikasi dalam keluarga. Hasil data korelasi (Lampiran 3) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat positif antara tingkat

kecemasan dengan mekanisme koping (r=0,400, p<0,01). Hasil data pada Tabel

33 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara

mekanisme koping dengan kelentingan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi tingkat kecemasan, semakin tinggi mekanisme koping maka

semakin tinggi kelentingan keluarga.

Hasil data pada Tabel 34 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan dan positif antara dukungan sosial dengan kelentingan keluarga

(r=0,604, p<0,01). Walsh (1998), diacu dalam Mackay (2003) menyatakan bahwa

kelentingan keluarga yang baik menunjukkan bahwa mereka memiliki

kemampuan untuk mengelola konflik dengan baik, dan pengelolaan konflik

Page 81: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

62

sangat tergantung pada komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah.

Hasil data korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan dan bersifat positif antara dukungan sosial dengan mekanisme koping

(r=0,572, p<0,01). Hasil data pada Tabel 33 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan dan positif antara mekanisme koping dengan

kelentingan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan

sosial, semakin tinggi mekanisme koping maka semakin tinggi kelentingan

keluarga.

Hasil data pada Tabel 34 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan dan bersifat positif antara mekanisme koping kesehatan keluarga

(r=0,684, p<0,01), problem-focused coping (r=0,753, p<0,01), dan emotion-

focused coping (r=0,770, p<0,01) dengan kelentingan keluarga. Artinya semakin

tinggi mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP) dan mekanisme koping

keluarga maka semakin tinggi kelentingan keluarga. Friedman (1998) yang

menyatakan bahwa tanpa koping yang efektif, fungsi perawatan keluarga tidak

dapat dicapai secara optimal.

Pengaruh Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh karakteristik sosial

ekonomi (usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, dan besar

keluarga), perilaku hidup bersih, tingkat kecemasan, dukungan sosial,

mekanisme koping kesehatan keluarga (CHIP), mekanisme koping keluarga

dengan kelentingan keluarga penderita TB paru tersaji pada Tabel 35 berikut ini.

Tabel 35 Pengaruh Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru

Kelentingan KeluargaRegression Coefficient Sig. (2-tailed)

Sanitasi 0,199 0,488Usia 0,028 0,805Jenis Kelamin 0,091 0,488Pendidikan -0,237 0,074Pekerjaan 0,073 0,576Pendapatan Perkapita -0,154 0,182Besar Keluarga -0,317** 0,003Perilaku Hidup Bersih 0,110 0,209Tingkat Kecemasan 0,239* 0,027Dukungan Sosial 0,022 0,882Mekanisme Koping Kesehatan Keluarga (CHIP)

0,059 0,741

Mekanisme Koping Keluarga problem-focus coping emotion-focus coping

0,379*0,466**

0,0140,003

Page 82: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

63

Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien

determinasi yang telah disesuaikan (adjusted R square) sebesar 0,711. Dengan

demikian pengaruh variabel terhadap kelentingan keluarga sebesar 71,1% dan

sisanya sebesar 22,9% merupakan faktor lain yang juga berpengaruh, yang

dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelentingan keluarga adalah

besar keluarga (β= -0,317, p=0,003) pada taraf satu persen, tingkat kecemasan

(β=0,239, p=0,027) pada taraf lima persen, dan mekanisme koping (β= 0,511,

p=0,000) pada taraf satu persen.

Jika besar keluarga meningkat satu satuan maka akan mempengaruhi

kelentingan keluarga menurun sebesar 0,317. Beban keluarga akan lebih besar

seiring dengan jumlah anggota keluarga yang banyak, sehingga kelentingan

keluarga akan semakin kecil. Sanjur (1982) diacu dalam Devi (2004) menyatakan

bahwa besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Harper

(1988) diacu dalam Fitriyani (2008) menyatakan bahwa keluarga miskin dengan

jumlah anggota keluarga yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi

kebutuhan pangannya. Berdasarkan besar keluarga dengan kondisi krisis

(penyakit TB paru), semakin besar keluarga maka semakin sulit memenuhi

kebutuhan hidup yang akan berpengaruh pada rendahnya kelentingan keluarga.

Jika tingkat kecemasan meningkat satu satuan maka akan mempengaruhi

kelentingan keluarga meningkat sebesar 0,239. Hal ini diduga karena tingkat

kecemasan penderita yang ringan-sedang dengan ditangani medis serta

dukungan dari keluarga dan teman. Selain itu, sikap penderita yang pasrah dan

berprinsip bahwa TB paru bukan sakit yang parah dan masih bisa diobati. Mc

Cubbin & Mc Cubbin (1991) menyatakan bahwa stres keluarga yang

terakumulasi dapat mengakibatkan krisis keluarga, termasuk fisik, emosional,

atau hubungan. Keluarga dengan penyakit TB paru dapat menimbulkan banyak

tekanan atau kecemasan sehingga memungkinkan adanya peningkatan risiko

untuk mengalami krisis keluarga. Hal ini diduga karena kecemasan penderita

tidak mengganggu aspek kelentingan keluarga berupa hubungan interpersonal,

kepercayaan, dan komunikasi dalam keluarga.

Jika problem-focused coping meningkat satu satuan maka akan

mempengaruhi kelentingan keluarga meningkat sebesar 0,379 dan jika emotion-

focused coping meningkat satu satuan maka akan mempengaruhi kelentingan

keluarga meningkat sebesar 0,466. Mekanisme koping yang baik dapat

Page 83: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

64

meningkatkan kelentingan karena keluarga dapat bertahan dalam menghadapi

masalah yang ada. Untuk menghadapi stres akibar permasalahan, keluarga perlu

meningkatkan koping yang efektif. Strategi dan proses koping keluarga yang

efektif berfungsi sebagai mekanime agar fungsi-fungsi keluarga tercapai. Tanpa

koping yang efektif, fungsi ekonomi, sosialisasi, perawatan keluarga tidak dapat

dicapai secara optimal (Friedman 1998). Dengan koping yang efektif, maka

fungsi keluarga tercapai sehingga kelentingan keluarga tinggi.

Page 84: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Lebih dari separuh usia contoh berada pada rentang 30-49 tahun atau

berada pada tahap dewasa madya, berjenis kelamin laki-laki, dan berstatus

kepala keluarga. Proporsi terbanyak berpendidikan SMA/sederajat dan

bekerja sebagai buruh atau tidak bekerja. Lebih dari separuh contoh

mengalami sakit pada rentang 1-5 tahun, namun lama pengobatan baru

bejalan 6-12 bulan.

2. Berdasarkan pendapatan perkapita, hampir tiga perempat keluarga contoh

(72%) termasuk dalan kategori tidak miskin, sisanya lebih dari seperempat

keluarga contoh (28%) termasuk dalam kategori miskin. Berdasarkan

pengeluaran pangan, lebih dari separuh keluarga contoh (59%) termasuk

dalam kategori miskin dengan pengeluaran pangan rata-rata Rp. 631.600,00

perbulan.

3. Lebih dari separuh contoh memiliki besar keluarga <4 orang atau disebut

juga keluarga kecil. Hampir tiga perempat keluarga memiliki sanitasi yang

baik dan sangat baik. Lebih dari separuh keluarga berperilaku hidup sehat

dengan baik.

4. Lebih dari separuh contoh memiliki tingkat kecemasan yang relatif rendah-

sedang dan memiliki mekanisme koping kesehatan keluarga yang tinggi.

Lebih dari tiga perempat contoh memiliki dukungan sosial yang sedang.

Hampir separuh keluarga contoh memiliki mekanisme koping keluarga dan

kelentingan keluarga yang tinggi.

5. Terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat negatif antara pendapatan

keluarga dengan kelentingan keluarga. Terdapat hubungan yang signifikan

dan bersifat positif antara tingkat kecemasan, dukungan sosial, mekanisme

koping kesehatan keluarga (CHIP), mekanisme koping keluarga dengan

kelentingan keluarga.

6. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin rendah kelentingan

keluarga. Semakin tinggi tingkat kecemasan, semakin tinggi kelentingan

keluarga. Semakin tinggi mekanisme koping keluarga, semakin tinggi

kelentingan keluarga.

Page 85: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

66

Saran

1. Penderita TB paru dapat meningkatkan mekanisme koping dengan cara

berpandangan positif, membuka diri dengan orang lain, dan mengendalikan

emosi. Selain itu, petugas medis (puskesmas) dapat memberikan konsultasi

disamping memberikan obat. Hal ini agar penderita dapat terbantu

mengorganisasi masalah yang dihadapi.

2. Terdapat dukungan sosial yang rendah dan sedang sehingga disarankan

agar pihak terdekat, khususnya keluarga dan teman dapat meningkatkan

dukungan terhadap penderita. Caranya, memperlakukan penderita seperti

orang yang normal, meluangkan waktu untuk berdiskusi atau mendengarkan

harapan contoh, dan mendukung pengobatan contoh secara moril.

3. Pihak terkait (Puskesmas, Dinas Ketenagakerjaan, Kecamatan Ciomas,

Pemerintah daerah Kabupaten Bogor) dalam hal peningkatan usaha

perbaikan kesehatan melalui pencegahan, promosi, dan edukasi. Lebih

banyak memberikan penyuluhan secara umum dan meyeluruh terhadap

penderita yang berprofesi sebagai pekerja home industry (bengkel sandal

dan sepatu). Selain itu, pengusaha home industry perlu diikutsertakan dalam

penyuluhan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja), terutama penataan lokasi

dan peraturan yang harus memperhitungkan sirkulasi udara.

4. Istri dari penderita TB paru yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT)

disarankan dapat membekali diri dengan berbagai keterampilan sehingga

memperoleh pendapatan keluarga melalui kegiatan wirausaha.

5. Lebih dari separuh penderita berada pada usia produktif, sehingga

disarankan untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB) untuk

mengatur dan membatasi jumlah anak.

Page 86: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

67

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 1999. Penyakit sebagai salah satu masalah kesehatan. Dalam Pengantar epidemiologi. Edisi revisi. Jakarta : PT. Binarupa Aksara.

BPS Bogor. 2009. Kota Bogor dalam Angka. http://jabar.bps.go.id. [18 Desember 2010]

BPS JABAR. 2009. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (p1), Indeks Keparahan Kemiskinan (p2). http://bps.go.id. [18 Desember 2010]

BPS Jawa Tengah. 2000. Statistik Perumahan Propinsi Jawa Tengah.http://bps.go.id. [13 Januari 2010]

Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Bandung : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20jabar%202007.pdf. [5 Februari 2010].

. 2008. Lembar Fakta Tuberkulosis. http://www.tbcindonesia.or.id. [5 Februari 2010].

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI 2008.

. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI 2008

Devi M. 2004. Tingkat Pendidikan Ibu, Hubungannya Dengan Perilaku Makan dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2008. Penanganan TB di Jabar Masih Rendah. Bandung : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. http://www.diskes.jabarprov.go.id/download.php?title=Penanganan%20TB%20di%20Jabar%20Masih%20Rendah&source=data/sorotan/attachment/200932594840.doc. [5 Februari 2010].

Enarson DA, Reider HL, Arnadotti T. 1993. Tuberculosis Guide for Low Income Countries, Edisi-1. Paris : International Union Againt Tuberculosis and Lung Disease : 3-47.

Febriasari A. 2007. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian Diri Remaja Di Panti Asuhan Al Bisri Semarang Tahun 2007 [skripsi]. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.

Fitriyani Y. 2008. Kondisi Lingkungan, Perilaku Hidup Sehat, Dan Status Kesehatan Keluarga Wanita Pemetik Teh Di PTPN VIII Pengalengan, Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Prodi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Page 87: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

68

Folkman S. 1986. Ways Of Coping Scales. University Of California, San Francisco.

Friedman MM. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta: EGC

Gerduda P. 2000. Pokja Gerduda Berantas TB di Bogor. http://suarapembaruan.com/News/2000/11/30/index.html. [26 Desember 2010]

Hurlock EB. 1993. Psikologi Perkembangan Edisi Ke-5 (Juda Damanik & Achmad Chusairi). Jakarta: Erlangga.

Karyadi E et al. 2006. A double-blind, placebo-controlled study of vitamin A and Zinc Supplementation in persons with tuberculosis in Indonesia: Effects on clinical response and nutritional status [terhubung berkala]. http://www.ajcn.org. [5 Februari 2010].

Keith J. 2009. Chronic Illnes & Stress. http://drjenniferkeith.com/Chronic Illness & Stress.pdf. [20 Oktober 2009].

Lazarus A. 2004. Relation Among Indicators of Child and Family Resilience and Adjustment Following the September 11, 2001 Tragedy. The Emory Center for Myth and Ritual in American Life Working Paper No. 36.

Lazarus J. 2000. Stress Relief and Relaxation Techniques. Keats Publishing, Los Angeles, CA : Contemporary Publishing Group Inc.

Lazarus RS, S Folkman. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York : McGraw-Hill, Inc.

Lum C. 2008. The Development of Family Resilience: Exploratory Investigation of a Resilience Program for Families Impacted by Chemical Dependency. San Jose State University.

Marwiati. 2005. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Strategi Koping pada keluarga dengan anggota Keluarga yang Dirawat dengan Penyakit Jantung di RSUD Ambarawa 2005. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta 2005.http://www.skripsistikes.wordpress.com [15 September 2010].

Mackay R. 2003. Family Resilience and Good Child Outcomes: An Overeview of the Literature, Ministry of Social Development, Wellington.

McCubbin HI, MA McCubbin. 1979. Coping Health Inventory for Parents.Madison, WI: University of Wisconsin-Madison.

McKinnon KD. 1998. Coping With Caring: The Danger of Chronic Stress and Burnout. http://www.Charityvillage.com/charityvillage/research/rpedrsv1.html. [2 Maret 2009].

Page 88: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

69

Miller BC. 1988. Marriage, Famillly and Fertility. Dalam Sussman MB & Steinmetz SK. 1988. Handbook of Marriage and the Family. New York and London : Plenum Press.

Mimbs J, A Lewis. 2009. Consumer Economics and Family Resources, Journal of Family and Consumer Science 27;2 [terhubung berkala]. http://www.journaloffamilyandconsumerscience.com [20 Oktober 2009].

Nawas A. 1990. Diagnosis Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran 63 : 13-16. Jakarta : PT. Midas Surya Grafindo.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT.Rineka Cipta

Permatasari IY. 2006. Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Leher Rahim, Dukungan Sosial dan Motivasi Melakukan Pap Smear [skripsi]. Prodi Psikologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.

Poerwandari K. 2005. Psikologi Korban Bencana. Jurnal Perempuan: Perempuan dalam bencana. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.

Puspitawati H. 2006. Diktat Pengantar Ilmu Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Sarafino E. 1998. Health Psycology : Biopsychosocial Interaction. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Shinta Y. 2008. Analisis Alokasi Pengeluaran dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Kabupaten Indramayu [skripsi]. Fakultas Pertanian, IPB.

Smet B. 1994. Psikologi Kesehatan (terjemahan S. Utami, Suparmi, A. Indarjati dan M. Mildawani). Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Snyder CR. 2001. Coping With Stress : Effective People and Processes. New York : Oxford University Press.

Starke JR, F Munoz. 2003. Tuberculosis. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi-16. Phildelphia : Saunders Company.

Sajogjo. 1994. Peranan Wanita dalam Pembangunan Masyarakat Desa. Jakarta : C.V. Rajawali.

Sugianto U.F. 2007. Derajat Kesehatan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

Page 89: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

70

Sunarti E. 2008. Diktat Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Suyono H, R Haryanto. 2008. Buku Pedoman Pembentukan dan Pengembangan Pos Pemberdayaan Keluarga. Jakarta : Balai Pustaka.

Taylor SE. 1999. Health Psychology (4th ed.). Boston : McGraw Hill. Trismiati. 2004. The Anxiety Level Differences Among Male and Female

Sterilization Acceptors at RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta [skripsi]. Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang.

Walsh F. 2002. A Family Resilience Framework : Innovative Practice Applications. http://www.aamycp.org.ar/pdf/froma_walsh.pdf. [24 Oktober 2009].

WHO Report 2003. Global Tuberculosis Control. Surveillance, Planning, Financing. http://www.who.int/gtb/publications/globrep. [15 November 2009].

Zung WWK. 1971. A rating instrument for anxiety disorders. Psychosomatics. American Psychiatric Association, 1971 ed. XII :371-379.

Page 90: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

71

Lampiran 1 Sebaran Responden Penderita TB Paru Berdasarkan Perilaku Problem-Focus Coping

Banyaknya jawaban responden No Perilaku

Tidak (%) Ya (%)

1Dapat berkonsentrasi dengan apa yang harus saya lakukan

4 96

2Saya mencoba untuk menganalisis masalah agar memahami lebih baik

8 92

3Tawar-menawar atau berkompromi untuk mendapatkan hal positif dari suatu masalah

47 53

4Saya melakukan sesuatu yang saya tidak berpikir akan berhasil, tapi setidaknya saya melakukannya

12 88

5Mencoba untuk mendapatkan respon orang lain untuk mengubah pikirannya

80 20

6Berbicara dengan seseorang untuk mencari tahu lebih banyak tentang situasi permasalahan

20 80

7 Simpatik dan memahami seseorang 2 988 Saya mendapat bantuan ahli 69 31

9Saya meminta maaf atau melakukan sesuatu untuk orang lain membuat keputusan

6 94

10Saya membuat rencana dan saya mengikuti rencana tersebut

14 86

11 Saya membiarkan perasaan saya keluar 24 76

12Pengalaman lebih baik ketika selesai masalahnya daripada ketika dapat masalah

78 22

13Berbicara kepada seseorang yang dapat melakukan sesuatu yang nyata untuk menyelesaikan masalah

24 76

14Mengambil peluang besar atau melakukan sesuatu yang sangat beresiko

88 12

15Saya mencoba tidak bertindak tergesa-gesa atau mengikuti dugaan awal

24 76

16 Mengubah sesuatu agar segalanya menjadi lebih baik 4 96

17Bertanya kepada saudara atau teman yang saya hormati untuk meminta nasehat

20 80

18Berbicara dengan seseorang mengenai apa yang saya rasakan

18 82

19 Berusaha memperjuangkan apa yang saya inginkan 4 96

20Pada pengalaman masalah lalu, saya merasa seperti situasi sama seperti sebelumnya

76 24

21Saya tahu apa yang harus dilakukan, maka saya berusaha dua kali lipat untuk menyelesaikan suatu hal

41 59

22Membuat beberapa solusi untuk menyelesaikan suatu masalah

8 92

23Saya mencoba menjaga perasaan saya dari campur hal lain yang terlalu banyak

4 96

24 Saya beribadah 2 9825 Saya menyiapkan diri untuk hal yang terburuk 55 45

26Di pikiran saya, sama sepert apa yang saya katakan dan saya lakukan

29 71

27Saya mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain

35 65

Page 91: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

72

Lampiran 2 Sebaran Responden Penderita TB Paru Berdasarkan Perilaku Emotion-Focus Coping

Banyaknya jawaban responden No Perilaku

Tidak (%) Ya (%)

1Melakukan pekerjaan atau melakukan aktifitas untuk mengalihkan sejenak pikiran saya dari suatu masalah

8 92

2Saya merasa waktu akan membuat perubahan, satu-satunya yang dapat dilakukan adalah menunggu

86 14

3 Mengkritisi diri 10 90

4Mencoba tidak menghilangkan proses masalah, tetapi membiarkan sesuatu terjadi

78 22

5 Berharap keajaiban akan terjadi 27 736 Ingin melawan nasib, terkadang saya tidak beruntung 43 577 Seolah-olah tidak ada yang terjadi 55 458 Saya mencoba untuk menjaga perasaan saya sendiri 4 96

9Melihat baik buruknya, sehingga untuk berbicara, mencoba untuk melihat sisi baiknya

45 55

10 Tidur lebih dari biasanya 27 73

11Saya marah kepada orang yang menyebabkan suatu masalah

27 73

12Saya berkata pada diri sendiri tentang hal-hal yang dapat membantu perasaan saya agar lebih baik

4 96

13 Saya terinspirasi untuk melakukan sesuatu yang kreatif 67 3314 Mencoba melupakan semuanya 43 5715 Berubah atau tumbuh menjadi pribadi yang baik 2 9816 Saya berpikir sebelum melakukan sesuatu 2 98

17Saya menerima hal yang terbaik sebagai hal yang saya inginkan

29 71

18Menyadari bahwa masalah saya disebabkan oleh saya sendiri

6 94

19Pergi untuk beberapa saat, mencoba untuk istirahat atau berlibur

10 90

20Mencoba untuk membuat diri lebih baik dengan makan, minum, merokok, mengkonsumsi obat-obatan, dll

51 49

21 Menemukan kepercayaan yang baru 57 4322 Mempertahankan kepercayaan diri 12 8823 Menemukan kembali apa yang penting dalam hidup 16 8424 Menghindari kebersamaan dengan orang-orang 92 8

25Tidak membiarkan suatu masalah menimpa saya, menolak untuk memikirkan banyak masalah

10 90

26Menjaga agar orang lain tidak mengetahui betapa buruknya keadaan

18 82

27Menganggap ringan segala situasi, menolak terlalu serius dalam menghadapi masalah

12 88

28 Melampiaskan sesuatu kepada orang lain 76 2429 Tidak percaya ketika suatu hal terjadi 78 22

30Saya berjanji pada diri sendiri bahwa suatu saat akan terjadi perubahan

6 94

31 Menerimanya, karena tidak ada yang bisa dilakukan 76 24

32Berharap saya dapat merubah apa yang terjadi atau apa yang saya rasakan

6 94

33 Saya mengubah sesuatu tentang diri sendiri 47 53

34Saya melamun atau membayangkan waktu atau tempat yang lebih baik dibanding sekarang

47 53

35 Berharap berakhirnya suatu masalah 0 10036 Mempunyai impian atau keinginan tentang sesuatu yang 37 63

Page 92: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

73

tidak mungkin

37Saya berpikir tentang seseorang yang saya kagumi, dapat mengatasi suatu masalah dan dapat saya jadikan contoh teladan

43 57

38Saya mengingati diri, betapa banyak hal yang dapat lebih buruk

4 96

39 Saya senam atau berolahraga 45 55

Page 93: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

74

Lampiran 3 Uji Korelasi Variabel dengan Kelentingan Keluarga Penderita TB Paru

Correlations

lenting usia pddk pdpt besar sanitasi phbs cemas dukung CHIP koping

Pearson Correlation 1 -.054 -.261 -.303* -.206 -.048 .236 .419** .604** .684** .802**

Sig. (2-tailed) .710 .070 .034 .155 .743 .102 .003 .000 .000 .000

lenting

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation -.054 1 -.297* .215 .406** .119 -.029 .141 -.213 -.125 -.100

Sig. (2-tailed) .710 .038 .137 .004 .414 .843 .335 .142 .393 .496

usia

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation -.261 -.297* 1 .479** -.306* .558** .032 -.339* -.126 -.021 -.194

Sig. (2-tailed) .070 .038 .001 .033 .000 .828 .017 .387 .887 .182

pddk

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation -.303* .215 .479** 1 .029 .583** -.078 -.082 -.081 -.097 -.276

Sig. (2-tailed) .034 .137 .001 .841 .000 .593 .575 .580 .508 .055

pdpt

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation -.206 .406** -.306* .029 1 -.136 .146 .352* -.186 -.101 -.061

Sig. (2-tailed) .155 .004 .033 .841 .353 .316 .013 .202 .490 .679

besar

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation -.048 .119 .558** .583** -.136 1 -.020 -.230 -.007 .067 -.071

Sig. (2-tailed) .743 .414 .000 .000 .353 .891 .112 .959 .645 .630

sanitasi

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation .236 -.029 .032 -.078 .146 -.020 1 .122 .186 .292* .237

Sig. (2-tailed) .102 .843 .828 .593 .316 .891 .402 .201 .041 .101

phbs

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Page 94: tingkat kecemasan, dukungan sosial, dan mekanisme koping ...

75

Pearson Correlation .419** .141 -.339* -.082 .352* -.230 .122 1 .365** .319* .400**

Sig. (2-tailed) .003 .335 .017 .575 .013 .112 .402 .010 .026 .004

cemas

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation .604** -.213 -.126 -.081 -.186 -.007 .186 .365** 1 .784** .572**

Sig. (2-tailed) .000 .142 .387 .580 .202 .959 .201 .010 .000 .000

dukung

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation .684** -.125 -.021 -.097 -.101 .067 .292* .319* .784** 1 .727**

Sig. (2-tailed) .000 .393 .887 .508 .490 .645 .041 .026 .000 .000

CHIP

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

Pearson Correlation .802** -.100 -.194 -.276 -.061 -.071 .237 .400** .572** .727** 1

Sig. (2-tailed) .000 .496 .182 .055 .679 .630 .101 .004 .000 .000

koping

N 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).