JOURNAL READING*Kepaniteraan Klinik Senior **Pembimbing
UJI COBA PENGOBATAN UNTUK OTORE AKUT PADA ANAK DENGAN PEMASANGAN
TYMPANOSTOMI TUBE
Yoshanda Krisna P, S.Ked* Elma Siska, S.Ked * dr. Alfian Taher,
Sp.THT **
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KLRSUD RADEN MATTAHER
PROVINSI JAMBIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS
JAMBI2014LEMBAR PENGESAHAN
Journal Reading*Kepaniteraan Klinik Senior**Pembimbing
UJI COBA PENGOBATAN UNTUK OTORE AKUT PADA ANAK DENGAN PEMASANGAN
TYMPANOSTOMI TUBE
Yoshanda Krisna P, S.Ked* Elma Siska, S.Ked * dr. Alfian Taher,
Sp.THT **
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KLRSUD RADEN MATTAHER
PROVINSI JAMBIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS
JAMBI2014
Jambi, Mei 2014Pembimbing,
dr. Alfian Taher, Sp.THT-KL
ABSTRAK
Latar Belakang: Panduan terkini untuk penanganan otore akut pada
anak adalah dengan pemasangan tympanostomi tube berdasarkan bukti
yang ada dari uji coba klinis dan perbandingan antara pemberian
antibiotik oral dan topikal.Metode: Penelitian ini dilakukan dengan
terbuka, uji pragmatik, dimana peneliti memasukkan 230 anak, dengan
usia 1-10 tahun yang mengalami otore akut dengan pemasangan tabung
tympanostomi untuk menerima pengobatan tetes telinga
hydrocortisone-bacitracin colistin (pada 76 anak) atau suspensi
amoksilin-clavulanate oral (77 pasien), atau untuk mendapatkan
observasi awal saja (77). Hasil (outcome) primernya adalah adanya
otore yang dinilai dengan otoskop, dalam 2 minggu terakhir setelah
dimasukkan dalam penelitian. Outcome sekunder adalah durasi dari
episode awal otore, jumlah hari mengalami otore, dan jumlah otore
berulang dalam 6 bulan terakhir pemantauan, kualitas hidup, adanya
komplikasi, dan efek samping akibat pengobatan.Hasil: Tetes telinga
antibiotik glukokortikoid lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian antibiotik oral dan observasi awal dilakukan untuk semua
outcome yang ada. Dalam 2 minggu, 5% anak yang diobati dengan tetes
telinga antibiotik glukokortikoid mengalami otore, dibandingkan
dengan 44% pasien yang diobati dengan antibiotik oral (perbedaan
resiko -39 persentase poin; 95% confidence interval [CI], -51
hingga -26) dan 55% dari pasien yang diobati dengan pemantauan awal
(perbedaan resiko, -49 persentase poin; 95% CI, -61 hingga -37).
Nilai median dari durasi episode awal otore adalah 4 hari untuk
anak yang diobati dengan tetes telinga antibiotik glukokortikoid
dan 5 hari pada anak yang diobati dengan antibiotik oral (P <
0.001). Efek samping terkait pengobatan tergolong ringan, dan tidak
ada komplikasi dari otitis media, termasuk selulitis,
perichondritis, mastoiditis, dan komplikasi intrakranial yang
dilaporkan dalam 2 minggu setelah pengobatan.Kesimpulan: Tetes
telinga antibiotik glukokortikoid lebih efektif dibandingkan
antibiotik oral dan observasi awal pada anak dengan pemasangan
tympanostomi tube yang mengalami otore akut tanpa
komplikasi.Pemasangan tympanostomi tube merupakan salah satu
prosedur bedah yang sering dilakukan pada anak-anak. Indikasi utama
pada prosedur ini adalah untuk pemulihan fungsi pendengaran pada
anak yang mengalami otitis media persisten dengan efusi serta
pencegahan rekuren pada anak yang sering mengalami otitis media
akut berulang. Otore akut merupakan dampak yang sering terjadi pada
anak dengan pemasangan tympanostomi tube, dan tingkat kejadian yang
dilaporkan mencapai 26% berdasarkan meta analisis terutama pada
penelitian observasional (termasuk laporan kasus dari otore klinis)
hingga 75% berdasarkan uji acak (termasuk kasus asimptomatik dan
subklinik). Otore akibat pemasangan tympanostomi tube dapat
disertai gejala telinga berbau busuk, nyeri, dan demam, serta dapat
mengurangi kualitas hidup pada anak.Otore akut akibat pemasangan
tympanostomi tube kemungkinan terjadi akibat otitis media akut,
terjadi karena drainase pada bagian telinga tengah yang melalui
tube. Infeksi bakteri atau superinfeksi pada telinga tengah dapat
dipertimbangkan sebagai penyebab utama dari otitis media serta
otore akut akibat pemasangan tympanostomi tube. Pengobatan ini
bertujuan untuk eradikasi infeksi bakteri, dengan pilihan terapi
berupa pemberian antibiotik oral spektrum luas dan tetes telinga
antibiotik dengan atau tanpa kandungan glukokortikoid.Beberapa
penelitian yang telah dilakukan yaitu membandingkan pemberian
antibiotik oral dan topikal pada anak dengan kondisi penyakit yang
sama seperti penelitian ini baik dengan sampel yang berjumlah
sedikit atau dengan beberapa keterbatasan penelitian. Hasil
penelitian ditujukan pada efektivitas antibiotik, apakah tetes
telinga antibiotik glukokortikoid sama efektif atau lebih efektif
dari antibiotik oral. Selain itu, pengobatan topikal jarang
menimbulkan efek samping sistemik dan jarang menyebabkan resistensi
mikroba dari otopatogen dibandingkan dengan pengobatan oral. Karena
otore akut akibat pemasangan tympanostomi tube bersifat
self-limiting (bisa sembuh sendiri), observasi awal dapat menjadi
pilihan penanganan yang tepat. Pada penelitian ini, peneliti
membandingkan efektivitas dari tiga strategi untuk penangan otore
akut akibat pemasangan tympanostomi tube pada anak, yaitu
pengobatan dengan tetes telinga antibiotik glukokortikoid,
pemberian antiobtik oral, dan observasi awal.MetodeUji dan
PemantauanPeneliti melakukan penelitian terbuka, pragmatik,
randomisasi, dan uji terkontrol. Semua penulis berperan dalam
pelengkapan, akurasi data dan analisis yang dilakukan untuk
viabilitas dari penelitian dan protokol penelitian. Untuk rincian
dari rancangan penelitian dan rencana analisis statistik, dapat
dilihat dalam protokol penelitian yang tersedia dalam artikel
lengkap di NEJM.org. Penelitian ini disetujui oleh komite etik di
Universitas Medical Center Utrecht. Tidak ada keterlibatan
komersial dari penelitian ini.
PasienAnak yang berusia 1-10 tahun dengan gejala otore akibat
pemasangan tympanostomi tube hingga 7 hari pada saat skrining
diikutsertakan dan diminta persetujuan dalam partisipasinya.
Peneliti mengeklusikan anak dengan suhu tubuh lebih dari 38.5oC,
yang sudah menerima pengobatan antibiotik dalam 2 minggu terakhir,
pasien yang mengalami pemasangan tympanostomi tube dalam 2 minggu
terakhir, dan pasien yang mempunyai episode otore pada 4 minggu
terakhir, tiga atau lebih episode otore dalam 6 bulan terakhir,
atau 4 kali atau lebih episode otore dalam 1 tahun terakhir.
Peneliti juga mengekslusikan anak dengan Down Syndrome, Anomali
Craniofacial, immunodefisiensi, atau alergi terhadap obat yang
digunakan dalam penelitian.
Perekrutan PasienMulai Juni 2009 sampai Mei 2012, ahli bedah THT
dan dokter keluarga memulai pendekatan pada orang tua dengan anak
yang dilakukan pemasangan tympanostomi tube untuk meminta
persetujuan untuk mengikuti penelitian. Tim Penelitian ini
menghubungi orang tua via telepon yang berminat untuk mengikuti
penelitian. Peneliti menginformasikan pada orang tua tentang
penelitian, kriteria inklusi serta ekslusi. Jika anak mengalami
otore, maka saat itu juga akan dihubungi via telepon untuk dapat
mengikuti penelitian, dan kunjungan rumah mulai direncanakan untuk
pasien tersebut. Jika tidak ada gejala otore, orang tua anak
diminta untuk menghubungi pusat penelitian setelah gejala otore
terjadi, sehingga kunjungan rumah (home visit) oleh dokter
penelitian dapat direncanakan.
Penilaian DasarPada kunjungan rumah, peneliti meminta
persetujuan medis dari orang tua, memastikan adanya gejala otore
dengan otoskop, mengambil sampel otore untuk kultur bakteri, dan
mengumpukan data demografis dan data spesifik terkait penyakit.
Orang tua melengkapi Child Health Questionare (CHQ), yang mengukur
kualitas hidup secara umum, dan kuesioner Otitis Media-6 (OM-6),
yang mengukur spesifisitas penyakit terkait kualitas hidup pasien.
Skor dari CHQ berkisar antara 1-35 dan dibagi menjadi 4 bagian,
dimana skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kualitas hidup
yang lebih baik. Skor dari OM-6 berkisar antara 6-42, dimana skor
yang lebih rendah menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik.
Penilaian Kelompok PenelitianSebuah manajer data independen
menghasilkan urutan pengacakan (dengan ukuran blok dari enam)
dengan stratifikasi menurut usia (< 4 tahun dan 4 tahun).
Peneliti mengakses website uji randomisasi pada kesimpulan akhir
kunjungan rumah untuk mendapat tugas kelompok studi. Tugas
berimbang 1 : 1 : 1 pada ketiga kelompok : tetes telinga
hydrocortison-bacitracin-colistin (diberikan 5 tetes, 3 kali
sehari, pada discharge satu atau kedua telinga selama 7 hari),
suspensi amoxicillin-clavulanate oral (mengandung 30 mg amoxicillin
dan 7,5 mg/kgBB/hari clavulanate, 3 kali sehari selama 7 hari),
atau observasi awal selama 2 minggu (tanpa pengobatan).Peneliti
tidak membersihkan liang telinga, baik pada awal kunjungan rumah
ataupun saat pemantauan selama percobaan. Orang tua yang memberikan
pengobatan dengan antibiotik topikal diminta untuk membersihkan
telinga luar dari kotoran yang keluar dengan menggunakan tissue
sebelum meneteskan obat. Selain itu, mereka diinstruksikan untuk
memiringkan kepala anak pada satu sisi (sekitar 90 derajat) ketika
meneteskan obat dan menahannya selama beberapa menit agar obat
masuk ke liang telinga. Tidak ada instruksi untuk menekan tragus.
Setelah pemantauan pertama, selama dua minggu, manajemen lebih
lanjut dari otore diserahkan pada kebijakan dokter bedah THT anak
atau dokter keluarga.
PemantauanOrang tua tetap mencatat pengobatan, efek samping, dan
komplikasi yang terjadi dalam 2 minggu setiap harinya, dan gejala
terkait gangguan telinga hingga 6 bulan. Dalam 2 minggu awal dan 6
bulan akhir, dokter mengunjungi anak di rumah dan melakukan
pemeriksaan otoskopi dan memeriksa catatan orangtua serta
mengumpulkan data berdasarkan catatan tersebut dan kuesioner
terkait keadaan umum dan spesifisitas penyakit pada anak.
Outcome Primer dan SekunderOutcome primer, kegagalan pengobatan,
didefinisikan sebagai adanya gejala otore pada satu atau kedua
telinga, yang dipantau dengan menggunakan otoskop oleh peneliti
setelah 2 minggu penilaian kelompok penelitian. Outcome sekunder
diambil berdasarkan catatan orang tua dan memasukkan durasi dari
episode otore awal (dari penilaian kelompok penelitian pada hari
pertama otore yang dipantau selama 7 hari lebih tanpa otore), total
jumlah hari gejala otore, dan jumlah episode rekuren otore ( 1 hari
dengan otore setelah 7 hari tanpa otore) selama 6 bulan pemantauan,
komplikasi dan efek samping pengobatan juga diamati selama 2
minggu. Selain itu, kualitas hidup berdasarkan keadaan umum dan
speisifitas penyakit juga dinilai dalam 2 minggu pemantauan.
Analisis StatistikAnalisis dilakukan dengan menggunakan software
SPSS, versi 20, dan Software Episheet, versi Oktober 2012. Peneliti
melakukan semua analisis berdasarkan prinsip dalam penanganan dan
mengecualikan efek samping dari pengobatan, analisa ini tidak
diberitahu kepada kelompok penelitian. Peneliti memasukkan data
dasar dengan menggunakan median yang ada.Perbandingan utama pada
penelitian ini adalah penggunaan tetes telinga antibiotik
glukokortikoid dan pemantauan awal. Untuk perbandingan ini,
peneliti menghitung resiko perbedaan dengan 95% convidence interval
dan jumlah yang dibutuhkan untuk mengobati pasien dengan tujuan
mencegah satu kasus otore yang terjadi dalam 2 minggu terkahir dan
dinilai dengan menggunakan otoskop. Untuk mengontrol uji multipel,
pengobatan topikal harus lebih baik dibandingkan yang lainnya.
Dengan memperkirakan efek konservatif sekitar 60%, dengan ambang
batas dua sisi berkisar 5%, yang menunjukkan adanya perbedaan
statistik dan kekuatan nilai statistik mencapai 90%, peneliti
memperkirakan bahwa 105 anak harus dimasukkan ke dalam setiap
kelompok untuk penelitian dalam rangka menunjukkan perbedaan klinis
absolut dengan perbedaan persentase 20% antara kelompok dalam
penilaian outcome primer.Peneliti juga menghitung perbedaan resiko
dan 95% confidence interval untuk perbandingan antara pemberian
antibiotik oral dan observasi awal untuk outcome primer, serta
resiko relatif 95% confidence interval untuk semua perbandingan
pengobatan. Dengan menggunakan analisa regresi log-binominal,
peneliti menghitung resiko relatif untuk kemungkinan adanya
hubungan klinis dan perbedan stastik berdasarkan karakteristik
dasar.Untuk outcome sekunder, peneliti melakukan penialai Kurva
Kaplan-Meir untuk menentukan durasi dari episode otore awal pada
ketiga kelompok, dan menggunakan uji log-rank untuk menilai
perbedaan pada ketiga kelompok penelitian. Peneliti menghitung
nilai median untuk jumlah hari keseluruhan dari gejala otore dan
jumlah episode otore rekuren dalam 6 bulan pemantauan serta
perubahan dari skor kualitas hidup dalam 2 minggu pemantauan.
Perubahan dari skor OM-6 berkisar antara 1.0-1.4 dipertimbangkan
mengalami perubahan sedang, dan 1,5 atau lebih dipertimbangkan
mengalami perbaikan yang lebih. Peneliti mengevaluasi perbedaan
antara ketiga kelompok dengan menggunakan Mann-Whitney U test.
Analisis InterimSetelah 2 tahun perekrutan, 150 anak dengan
otore akut akibat pemasangan tabung tympanostomi diacak. Jumlah ini
lebih rendah dari pada target yang diharapkan yaitu 315 anak.
Setelah konsultasi dengan pemberi dana, Netherland Organization for
Health Research and Development, peneliti melakukan analisis
interim untuk menilai data independet dari review comitte. Anggota
komite tidak diberitahu tentang penilaian kelompok penelitian saat
analisis dan intepretasi data.Nilai akhir penelitian ini dinilai
berdasarkan perbedaan resiko melebihi 20%. Nilai akhir penelitian
dinilai dengan menggunakan Hay bittle-Peto (dimana nilai P <
0.01 dipertimbangkan adanya perbedaan resiko). Karena tingkat
keamanaan (resiko efek samping) bukanlah alasan untuk dilakukannya
analisis interim, pasien tetap dimasukkan dalam penelitian ini.
Analisis interim menunjukkan adanya perbedaan resiko yang kecil
pada outcome primer antara pengobatan yang lebih superior dan
pengobatan lainnya dengan nilai persentase -32 (95% Confidence
Interval [CI], -48 sampai -17; P7 hari dan otore terjadi dalam 2
minggu setelah pemasangan tympanostomi tube).Kunjungan rumah
dijadwalkan pada 247 anak dengan otore akut akibat pemasangan
tympanostomi tube. Di antara anak ini, 17 anak mempunyai suhu tubuh
38.5 0C atau lebih atau pemasangan tympanostomi tube yang lebih
lama (Gambar 1). Total 230 anak dengan otore akut akibat pemasangan
tympanostomi tube yang dimasukkan secara acak untuk menerima tetes
telinga antibiotik glukokortikoid (76 pasien) atau antibiotik oral
(77) atau hanya menjalani pemantauan awal (77). Pada 2 minggu
pertama, 71 anak (93%), 68 (88%), dan 61 (79%) pada ketiga kelompok
sudah selesai menjalani manajemen pengobatan dalam penelitian.
Kelengkapan DataOutcome primer dinilai dari 228 anak (99%).
Catatan orangtua tersedia untuk 221 anak (96%). Pada catatan ini,
informasi dari gejala otore tersedia pada 94% pasien dalam
hari-hari pemantauan.
Populasi PenelitianKarakteristik demografis dan klinis dari
peseta tersedia di Tabel 1 dan Tabel S1 pada Supplementary
Appendix, terdapat pada NEJM.org. Tidak ada perbedaan bermakna
antara karakteristik dasar diantara ketiga kelompok penelitian yang
diamati. Indikasi dari pemasangan tympanostomi tube (otitis media
akut rekuren vs ototis media persisten dengan efusi) dan kultur
bakteri dari otore menunjukkan nilai berbeda di antara ketiga
kelompok (Tabel 1) Nilai rata-rata dari usia anak adalah 4.5 tahun,
dan nilai rata-rata durasi dari gejala otore yang muncul sebelum
penelitian ada 3 hari, serta 38 anak (17%) mengalami otore pada
kedua telinga.
Analisis primerPada 2 minggu awal, 5% anak diobati dengan tetes
telinga mengalami otore, dibandingkan pada 44% anak yang menerima
antibiotik oral (perbedaan resiko, -39%; 95% CI, -51 hingga -2,
jumlah yang dibutuhkan untuk pengobatan adalah 3), dan 55% pada
pasien yang dimasukkan dalam observasi awal (perbedaan resiko -49
persen, 95% CI, -62 hingga -37, jumlah yang dibutuhkan untuk
diobati adalah 2) (Tabel 2).
Analisis SekunderDalam 2 minggu, anak yang diobati dengan
antibiotik oral lebih sering mengalami otore dibandingkan pasien
yang diobservasi saja, namun perbedaan ini tidak bermakna (resiko
perbedaan, -11 persen, 95% CI, -27 hingga 5). Resiko relatif yang
dilihat berdasarkan perbedaan data dasar tidak terlalu menunjukkan
perbedaan dari resiko relatif dasar, dan secara konsisten lebih
bermakna pada pemberian tetes telinga antibiotik glukokortikoid
(Tabel 2).Durasi rata-rata dari episode awal otore adalah 4 hari
untuk anak yang diobati dengan tetes telinga dibandingkan 5 hari
untuk anak yang diobati dengan antibiotik oral (P < 0.001) dan
12 hari pada pasien yang dimasukkan dalam observasi awal (P <
0.001) (Tabel 2 dan gambar 2). Nilai total rata-rata dari waktu
otore terjadi adalah selama 6 bulan pemantauan 5 hari untuk anak
yang menerima tetes telinga dibandingkan 13.5 hari untuk anak yang
menerima antibiotik oral (P