Top Banner
Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka BAB I PENDAHULUAN Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak hanya diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga sangat diperlukan oleh sel polimorfonuklear, proliferasi fibroblas, dan deposisi kolagen. 1 Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan. Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan bentuk pengobatan dimana penderita harus berada dalam ruangan bertekanan dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfer normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut. 1,2 Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada penyakit dekompresi (Decompression Illness), yaitu suatu 1 Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Rumkital Marinir Cilandak Periode 5 Januari – 12 Maret 2011
129

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Nov 25, 2014

Download

Documents

achmad_lamo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

BAB I

PENDAHULUAN

Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi

metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak

hanya diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga

sangat diperlukan oleh sel polimorfonuklear, proliferasi fibroblas, dan

deposisi kolagen.1 Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang

cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan.

Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan bentuk pengobatan

dimana penderita harus berada dalam ruangan bertekanan dan bernafas

dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada

udara atmosfer normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini

dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam

ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang

kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan

lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan

sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut.1,2

Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada

penyakit dekompresi (Decompression Illness), yaitu suatu penyakit yang

dialami oleh penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat

penurunan tekanan saat naik ke permukaan secara mendadak. Dari

berbagai penelitian terungkap bahwa oksigen hiperbarik mempunyai

manfaat lebih, tidak terbatas pada kasus-kasus penyelaman saja. Salah

satu contoh terapi oksigen hiperbarik yang berhasil yang akan dibahas

dalam referat ini ialah kegunaannya sebagai terapi penunjang / adjuvant

therapy dalam kasus fraktur tulang terbuka.

1 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 2: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Pada fraktur terbuka, terjadi proses hipoksia lokal yang diikuti

dengan iskemia jaringan hingga nekrosis ujung fragmen tulang yang

patah, serta disertai gangguan proses metabolik seluler sehingga

mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi serta oksigenasi jaringan

lunak dan tulang.2,3

Terapi HBO akan menyebabkan tekanan oksigen pada jaringan

meningkat, sehingga difusi oksigen ke dalam sel akan meningkat pula.

Eritrosit menjadi lebih fleksibel, sehingga lebih mudah menyesuaikan

bentuk dengan dinding kapiler sekitar lesi yang telah rusak, sehingga

eritrosit tetap dapat masuk dan transportasi oksigen ke daerah fraktur

tetap terjaga. Oksigen yang larut tersebut juga akan masuk ke

ekstravaskuler dan ruang intraselluler dengan cara difusi dan kemudian

dapat dipergunakan oleh sel-sel yang mengalami hipoksia oleh karena

fraktur terbuka. Selanjutnya, metabolisme enzimatik di tingkat seluler

akan meningkat sehingga dapat menunjang proses osteogenesis.1,2,3

2 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 3: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

BAB II

FISIOLOGI DAN PERKEMBANGAN TULANG

II. 1 Struktur

Tulang pada anak-anak dan dewasa ada dua jenis: tulang

kompak atau kortikal, yang menyusun lapisan luar dari hampir

semua tulang dan merupakan 80% dari tulang tubuh; dan tulang

trabekular atau spongiosa di sebelah dalam tulang kortikal, yang

menyusun 20% sisa tulang tubuh. Tulang trabekular tersusun dari

spikula dengan rasio permukaan terhadap volume yang tinggi, dan

banyak sel yang duduk pada permukaan plate tersebut. Aktivitas

metabolismenya tinggi. Dalam tulang spongiosa, nutrien berdifusi

dari cairang ekstraseluler (CES) tulang ke dalam trabekula, tetapi

dalam tulang kompak, nutrien disediakan melalui kanalis Havers,

yang mengandung pembuluh darah. Di sekitar setiap kanalis Havers,

tersusun kolagen dalam lapis-lapis konsentrik, membentuk silinder-

silinder yang dinamakan osteon atau sistem Havers.4

3 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 4: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar II.2 Struktur Tulang

4 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 5: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar II.2 Tulang kompak dan tulang trabekular

Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang tersusun

oleh kristal-kristal mikroskopik fosfat kalsium, di dalam matriks

kolagen. Kolagen itu sendiri tersusun dalam tiga dimensi yang rumit.

Oleh karena tingginya kandungan kalsium dan fosfat, tulang berperan

penting dalam homeostasis kalsium. Tulang melindungi organ-organ

vital dan menunjang beban terhadap gaya tarik bumi. Tulang tua

secara konstan diserap dan dibentuk tulang baru, sehingga tulang

dapat berespons terhadap tekanan dan regangan yang

menimpanya. Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki

vaskularisasi yang baik, dengan aliran darah total 200-400 mL/menit

pada manusia dewasa.4,5

Protein dalam matriks tulang umumnya adalah kolagen tipe I,

yang juga merupakan protein struktural utama di tendon dan kulit.

Kolagen ini, kekuatannya sama dengan baja, tersusun oleh suatu

heliks tripel tiga polipeptida yang berikatan erat. Dua di antaranya

5 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 6: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

adalah polipeptida α1 yang identik, yang dikode oleh satu gen, dan

yang satunya adalah polipeptida α2 yang dikode oleh gen yang

berbeda. Kolagen merupakan suatu famili protein yang secara

struktural saling berkaitan dan berfungsi mempertahankan integritas

berbagai organ. 4

Untuk mempertahankan struktur tulang normal harus tersedia

protein dan mineral dalam jumlah yang adekuat. Kristal-kristal tulang

tersusun sebagian besar dari hidroksiapatit, yang memiliki rumus

umum Ca10(PO4)6(OH)2. Natrium dan sejumlah kecil magnesium serta

karbonat juga terdapat di tulang. Selain itu, sebagian mineral tulang

adalah kalsium fosfat amorf. 4

Sel-sel yang terutama berperan dalam pembentukan dan

resorpsi tulang adalah osteoblas dan osteoklas. Keduanya berasal

dari sumsum tulang. Osteoblas adalah sel-sel pembentuk tulang

yang berasal dari prekursor sel stroma di sumsum tulang. Sel-sel ini

mensekresikan sejumlah besar kolagen tipe I, protein matriks tulang

yang lain, dan fosfatase alkali. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi

osteosit. 4,5

Osteoklas adalah sel multinukleus yang mengerosi dan

menyerap tulang yang sebelumnya telah terbentuk. Sel-sel ini berasal

dari stem sel hematopoietik melalui monosit. Sel-sel ini melekat ke

tulang melalui integrin di perluasan membran yang membentuk suatu

daerah yang terisolasi antara tulang dan bagian dari osteoklas.

II.2 Pertumbuhan Tulang

Tulang tengkorak dibentuk melalui osifikasi membran

(pembentukan tulang intramembranosa). Tulang-tulang panjang

mula-mula dibentuk modelnya dalam tulang rawan kemudian diubah

menjadi tulang melalui osifikasi yang berawal di diafisis

(pembentukan tulang enkondral).5

6 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 7: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar II.3 Osifikasi Primer dan Sekunder

Selama pertumbuhan terjadi pemisahan daerah-

daerah khusus di ujung-ujung setiap tulang panjang oleh

suatu plate tulang rawan yang aktif berproliferasi, yakni

epiphyseal plate . Lebar epiphyseal plate setara dengan

kecepatan pertumbuhan tulang. Lebar dipengaruhi oleh

jumlah hormon tetapi paling menonjol oleh hormon

pertumbuhan hipofisis dan insulin-like growth factor I (IGF-I).4,6

Pertumbuhan tulang linear dapat terjadi selama

epifisis terpisah dari metafisis, tetapi pertumbuhan ini

terhenti setelah epifisis menyatu dengan metafisis . Epifisis

dari berbagai tulang menutup dengan urutan yang teratur,

epifisis yang terakhir menutup setelah pubertas. 4

7 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 8: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar II.4 Struktur khas sebuah tulang panjang sebelum (kiri) dan

sesudah (kanan) penutupan epifisis4

II.3 Pembentukan & Resorpsi Tulang

Selama h idup, tu lang secara terus menerus

diresorpsi dan tulang baru dibentuk. Kalsium dalam tulang

mengalami pertukaran dengan kecepatan 100% per tahun pada

bayi dan 18% per tahun pada orang dewasa. Remodeling

tulang sebagian besar adalah proses lokal yang

berlangsung pada daerah kecil oleh populasi sel yang disebut

unit remodeling tulang. Mula-mula osteoklas menyerap

tulang, lalu osteoblas meletakkan tulang baru di daerah

yang sama. Siklus ini memerlukan waktu sekitar 100 hari.

Namun, juga terjadi penyimpangan modeling, yaitu bentuk

tulang berubah sewaktu tulang mengalami resorpsi di satu

lokasi dan deposisi di lokasi lain. Osteoklas menggali

terowongan kedalam tulang kortikal diikuti oleh osteoblas,

sedangkan di tulang trabekular remodeling tulang

berlangsung di permukaan trabekular. Pada kerangka

8 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 9: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

manusia setiap saat, secara bersamaan, sekitar 5% massa

tulang mengalami remodeling oleh sekitar 2 juta unit

remodeling tulang. Kecepatan pembaruan untuk tulang

adalah sekitar 4% per tahun untuk tulang kompak dan 20%

per tahun untuk tulang trabekular. Remodeling sebagian

berkaitan dengan stres dan regangan yang menimpa tulang

oleh gaya tarik bumi dan faktor lain serta diatur oleh

hormon-hormon dalam sirkulasi sistemik dan oleh faktor

pertumbuhan dan sitokin. Perkursor osteoblas mengeluarkan

faktor-faktor yang mempengaruh perkembangan osteoklas,

suatu pengamatan yang menunjukkan perlunya mem-

pertahankan suatu keseimbangan antara resorpsi dan

pembentukan.6,7

Rincian proses yang berperan dalam kalsifikasi

matriks tulang baru masih belum jelas walaupun telah

dilakukan penelitian intensif. Beberapa gen turut berperan,

dan perusakan salah satu dari gen ini pada tikus

menghasilkan hewan berkerangka kartilago tetapi tidak

terbentuk tulang dalam tubuhnya. Osteoblas menyekresikan

suatu fosfatase alkali yang menghidrolisis ester-ester fosfat.

Fosfat yang dibebaskan oleh hidrolisis ester meningkatkan

konsentrasi fosfat di sekitar osteoblas dan dapat menyebabkan

kalsium fosfat mengendap.

Beberapa protein tulang selain kolagen telah berhasil

diisolasi dan diidentifikasi. Protein-protein morfogenik tulang

(bone morphogenic protein) merangsang pertumbuhan

tulang, dan sekarang diketahui protein-protein tersebut me-

mainkan peranan penting dalam perkembangan sistem saraf

dan berbagai jaringan tubuh lain. Protein Gla

matriks/Matrix Gla Protein (MGP) dan protein Gla

9 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 10: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

tulang/Bone Gla Protein (BGP) keduanya mengandung sisa

asam glutamat γ -karboksilasi (Gla), dan karboksilasi γ

dikatalisasi oleh vitamin K. Sisa Gla mengikat Ca2+, tetapi

defisiensi vitamin K hanya menyebabkan abnormalitas

skeletal pada janin. Dua protein tambahan, yaitu osteonektin

dan osteopontin disintesa oleh osteoblas. Sintesa osteokalsin

dan osteopontin meningkat sejalan dengan dimulainya

kalsifikasi. Namun, fungsi yang sebenarnya dari semua protein

ini dalam tulang masih ditentukan.4,6

10 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 11: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

BAB III

BONE HEALING

Healing dari fraktur dibagi menjadi 2 tipe:8

Direct healing atau primer oleh remodeling internal

Yaitu hanya terjadi dengan stabilitas mutlak dan merupakan proses

biologis remodeling tulang osteonal.

Indirect healing atau sekunder oleh formasi kalus

Yaitu terjadi dengan stabilitas relatif (metode fiksasi fleksibel). Hal ini

sangat mirip dengan proses pembentukan tulang embriologis dan

meliputi baik pembentukan tulang intramembraneous dan

endochondral. Pada fraktur diaphyseal, akan ditandai dengan

pembentukan kalus.

Bone healing dibagi menjadi 4 tahap menurut AO, yakni

1. Inflamasi

Setelah fraktur terjadi, proses inflamasi akan terjadi secara cepat

dan bertahan hingga jaringan fibrosa, kartilago, atau formasi tulang

dimulai (1-7 hari post fraktur). Pada awalnya, terjadi pembentukan

hematom dan eksudat inflamatorik dari pembuluh darah yang

ruptur. Nekrosis tulang terlihat pada ujung fragmen fraktur. Cedera

pada jaringan lunak dan degranulasi dari trombosit akan

mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin yang memungkinkan

terjadinya respon inflamasi seperti vasodilatasi dan hyperemia,

migrasi dan proliferasi dari neutrofil polimorfonuklear, makrofag,

dan lain-lain. Di dalam hematom, terdapat jaringan fibrin, retikulin,

serta kolagen. Hematom dari fraktur akan digantikan oleh jaringan

granulasi secara gradual. Osteoklas akan melakukan removal

jaringan tulang nekrotik pada ujung fragmen.

11 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 12: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar III.1 Fase Inflamasi.8

2. Soft callus formation

Akhirnya, edema dan nyeri akan berkurang dan saat itulah

terbentuk soft callus. Hal ini terjadi saat fragmen tulang tidak lagi

dapat bergerak secara bebas, yakni 2–3 minggu post fraktur.

Gambar III.2. Fase Pembentukan soft callus. Terjadi penggantian

jaringan granulasi dalam kalus oleh jaringan fibrosa dan tulang

rawan, serta jaringan vaskuler yang baru ke dalam kalus kalsifikasi.

12 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 13: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Proses ini dimulai di perifer dan bergerak menuju ke pusat. 8

Di akhir tahap pembentukan soft callus, akan terjadi stabilitas yang

cukup untuk mencegah shortening, meskipun angulasi pada tempat

fraktur masih dapat terjadi. Tahap ini ditandai oleh tumbuhnya

kalus. Sel – sel progenitor pada cambial layer dari periosteum dan

endosteum distimulasi untuk membentuk osteoblast.

Pertumbuhan tulang intramembranosa terjadi jauh daripada fracture

gap, membentuk woven bone di periosteal, dan memenuhi kanal

intramedulla. Pertumbuhan dari kapiler-kapiler pembuluh darah ke

dalam kalus akan meningkatkan vaskularitas. Di dekat fracture gap,

sel-sel progenitor mesenkimal akan berproliferasi dan bermigrasi

melalui kalus, kemudian berdiferensiasi membentuk fibroblast dan

kondrosit, yang masing-masing memiliki matriks ekstraseluler yang

berbeda dan secara perlahan menggantikan hematom. 8

3. Pembentukan Hard callus

Saat ujung-ujung fraktur disatukan kembali oleh soft callus, maka

pembentukan hard callus dimulai dan bertahan hingga fragmen-

fragmen tersebut akhirnya disatukan oleh tulang yang baru (3–4

bulan).

Jaringan lunak yang terletak di dalam fracture gap kemudian

mengalami osifikasi endochondral dan kalus kemudian dikonversi

menjadi jaringan rigid yang mengalami kalsifikasi (woven bone).

Pertumbuhan kalus tulang terjadi pada bagian perifer dari tempat

fraktur, yakni tempat tegangan minimal. Sehingga pembentukan

hard callus dimulai dari perfier menuju ke sentral dari fraktur dan

fracture gap.

13 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 14: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar III.3 Gambaran kalus pada X-ray9

14 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 15: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar III.4. Fase hard callus. Konversi lengkap dari kalus menjadi

jaringan yang terkalsifikasi melalui osifikasi intramembranosa dan

endochondral.8

15 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 16: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

4. Remodeling

Fase remodeling dimulai saat fraktur telah menyatu oleh woven

bone. Woven bone secara perlahan akan digantikan oleh lamellar

bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling.

Proses ini dapat berlangsung beberapa bulan hingga beberapa

tahun. Hal ini berlangsung sampai tulang telah benar-benar kembali

ke morfologi aslinya.

Gambar III.5 Fase remodeling. Konversi woven bone menjadi lamellar

bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling. 8

Perbedaan proses healing antara tulang kortikal dan tulang

cancellous

Berbeda dengan penyembuhan sekunder dalam tulang cortical,

penyembuhan di tulang cancellous terjadi tanpa pembentukan kalus

eksternal yang signifikan. Setelah tahap inflamasi, pembentukan tulang

didominasi oleh osifikasi intramembranosa. Proses ini dikaitkan dengan

adanya potensi angiogenik tulang trabecular serta fiksasi yang digunakan

pada fraktur metaphyseal, dimana sebagian besar lebih stabil.

Mekanobiologi dari secondary fracture healing8

Gerakan Interfragmentary merangsang pembentukan kalus dan

mempercepat penyembuhan. Kalus yang matur akan menjadi lebih keras

dan mengurangi gerakan interfragmentary, sehingga kalus tulang keras

dapat terjadi.

16 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 17: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 3.5 Perren’s strain theory.

Pada tahap awal penyembuhan, terutama ketika sudah terdapat jaringan

lunak, fraktur mentolerir deformasi yang lebih besar atau regangan

jaringan yang lebih tinggi daripada di tahap ketika kalus berisi jaringan

kalsifikasi. Cara di mana faktor mekanik mempengaruhi penyembuhan

fraktur dijelaskan oleh Perren’s strain theory.8

Tulang utuh memiliki toleransi strain normal 2%, sedangkan jaringan

granulasi memiliki toleransi strain 100%. Struktur tulang yang

menghubungkan kalus distal dan proksimal hanya dapat dipertahankan

bila strain lokal kurang dari yang dapat dapat ditolerir oleh woven bone.

Terbentuknya soft callus menghasilkan penurunan strain jaringan lokal ke

tingkat yang memungkinkan terjadinya bony bridging. Mekanisme

adaptasi ini tidak efektif apabila fracture gap sangat sempit sehingga

tidak memungkinkan adanya gerakan interfragmentary.

Adanya gerakan mekanis dari jaringan kalus memberikan stimuli biofisika

yang dapat ditangkap oleh sel-sel. Sel-sel ini akan meregulasi proliferasi,

fenotip yang muncul, apoptosis,dan aktivitas metabolik. Sinyal-sinyal

biofisika yang dihasilkan dan cara mereka berinteraksi untuk

menghasilkan respon biologis masih diteliti hingga saat ini.

Saat fraktur diberikan splint, gerakan antar fragmen-fragmen tulang

bergantung pada:

17 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 18: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Beban di luar/ amount of external loading

Kekakuan dari spling/stiffness of the splints

Kekakuan dari jaringan yang menjembatani fraktur/stiffness of the

tissues bridging the fracture.

Gambar 3.6 . Gaya deformasi yang sama menghasilkan regangan lebih di

lokasi patah tulang sederhana dari pada yang dari fraktur

multifragmenter.

Proses penyembuhan tulang bersifat multifaktorial (lihat tabel 3.1).10

Tabel 3.1Faktor yang Menghambat proses penyembuhan Tulang

Umur >40 tahun

Faktor komorbiditas (hipertensi, diabetes mellitus)

Penggunaan obat-obatan (Obat anti inflamasi non-steroid/NSAID, kortikosteroid)

Perokok

Nutrisi yang buruk

Fraktur terbuka dengan suplai darah yang buruk

Trauma multipel

Disertai Infeksi lokal

18 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 19: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

19 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 20: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

BAB IV

FRAKTUR

3.1 Definisi10,11

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh

tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah

dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma

langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi

fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila

trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.

3.2 Klasifikasi Fraktur 10,11,12,13,14

Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain:

1. Klasifikasi Etiologis

Fraktur traumatik : Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

Fraktur patologis : Terjadi karena kelemahan tulang

sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.

Fraktur stress : Terjadi karena adanya trauma yang terus

menerus pada suatu tempat tertentu.

20 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 21: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

2. Klasifikasi Klinis

Fraktur tertutup (simple fracture)

Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia

luar.

Fraktur terbuka (compound fracture)

Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui

luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from

within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion,

delayed union, infeksi tulang.

Gambar IV.1. Klasifikasi klinis fraktur.14

21 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 22: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

3. Klasifikasi Radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas:

A. Lokalisasi

Diafisis

Metafisis

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

B. Konfigurasi

Fraktur transversal, garis patah tulang melintang sumbu

tulang (80-100o dari sumbu tulang)

Fraktur obliq, garis patah tulang melintang sumbu tulang

(<80o atau >100o dari sumbu tulang)

Fraktur spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau

lebih

Fraktur segmental

Fraktur kominutif (comminuted), fraktur lebih dari dua

fragmen

Fraktur kompresi, biasanya pada vertebrae karena trauma

kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo,

misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter

mayor, fraktur patella

Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada

cranium

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang

berpisah, misalnya pada fraktur vertebrae, patella, tallus,

kalkaneus

Fraktur epifisis

22 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 23: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

C. Menurut Extensi

Fraktur complete

Fraktur torus

Fraktur green stick

Gambar IV.2. Jenis-jenis bentuk fraktur.

D. Menurut hubungan antara fragmen satu dengan fragmen

lainnya16

Tidak bergeser (undisplaced)

Fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat

anatomisnya.

Bergeser (displaced)

Fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya.

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:

23 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 24: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

o Shifted Sideways : menggeser ke samping tetapi

dekat

o Angulated : membentuk sudut tertentu

o Rotated : memutar

o Distracted : saling menjauh karena ada

interposisi

o Overriding : garis fraktur tumpang tindih

o Impacted : satu fragmen masuk ke

fragmen yang lain

Gambar IV.3. Jenis fraktur overriding dan distraction.

3.3 Diagnosis Fraktur15,16,17

3.3.1 Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik,

fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti

dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota

gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena

fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan

mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya

datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan

fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-

gejala lain.

24 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 25: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

3.3.2 Pemeriksaan fisik,18

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan

adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan.

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum

tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks,

panggul dan abdomen.

3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

3.3.3 Pemeriksaan lokal18,19,20,21

1. Inspeksi (Look)

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak

untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur

terbuka, dasar luka, dan warna kulit

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi,

rotasi dan perpendekan

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada

trauma pada organ-organ lain

2. Palpasi

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita

biasanya mengeluh sangat nyeri.

Temperatur kulit

Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial

biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak

yang dalam akibat fraktur pada tulang

Krepitasi: ditemukan secara “tidak sengaja” saat

gerak aktif maupun pasif

25 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 26: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma

sesuai dengan anggota gerak yang terkena

Capillary Refill (pengisian) pada kuku, warna kulit

pada bagian distal daerah trauma

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf

secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan

neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau

neurotmesis.

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah

untuk mengetahui adanya perbedaan panjang

tungkai

3. Pergerakan (Movement)

Dengan cara mengajak penderita untuk menggerakkan

secara aktif dan pasif sendi proximal dan distal dari daerah

yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur,

setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga

uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,

disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada

jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

keadaan, lokasi serta extensi fraktur. Untuk

menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak

selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai

yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara

sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

26 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 27: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan

sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan

konfigurasi fragmen serta pergerakannya

Untuk menentukan teknik pengobatan

Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler

atau ekstra-artikuler

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada

tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip

dua:17

Two views: proyeksi AP/AnteroPosterior dan Lateral,

karena proyeksi yang salah akan dapat memberikan

informasi yang salah, maka pemeriksaan radiologis

harus benar-benar AP dan lateral.

Two joints: terlihat dua sendi, pada bagian proksimal

dan distal fraktur.

Two limbs: dua anggota gerak sisi kanan dan kiri,

terutama pada fraktur epifisis.

Two injuries: biasanya pada multiple trauma yang

bisa melibatkan trauma di tempat lain dalam tubuh.

Two times: Pada fraktur tertentu misalnya fraktur

tulang skafoid, foto pertama biasanya tidak jelas

sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14

hari kemudian.

27 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 28: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

3.4 Penatalaksanaan Fraktur16,18,22,23,24

3.4.1 Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat

penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas

(airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi

(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah

dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya

kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa

lama sampai di RS, mengingat golden period 4-6 jam. Bila

lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan

lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.

Anamnesis menurut pedoman ATLS mengikuti akronim

AMPLE, yakni:25

A : Alergi

M : Medikasi yang dikonsumsi sebelum

kecelakaan

P : Past History / riwayat penyakit yang relevan

L : Last meal /makanan yang dikonsumsi sebelum

kecelakaan

E : Events related to the accident/ kejadian terkait

kecelakaan, termasuk keadaan alam, kecepatan

saat terjadinya kecelakaan, apa yang sebenarnya

terjadi?

Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit

dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada

jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

3.4.2 Penatalaksanaan Kedaruratan 25,26,27

28 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 29: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Segera setelah cedera, biasanya pasien berada dalam

keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha

berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila dicurigai adanya

fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera

sebelum pasien dipindahkan.

Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari

kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus

disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah

gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang

dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan

perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat

dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi

sekitar fraktur. Pembidaian yang baik sangat penting untuk

mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah

yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara

dengan bantalan yang baik, yang kemudian dibebat dengan

kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga

dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan

ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas

yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan

ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.

Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan

kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih

(steril) untuk mencegah kontaminasi ke jaringan yang lebih dalam.

Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada

fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai

yang diterangkan di atas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.

Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh

29 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 30: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus

dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan

sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

30 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 31: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

3.4.3 Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip 4R (Chairudin Rasjad):

1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur

2. Reduction : reduksi

3. Retention : immobilisasi

4. Rehabilitation : mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal

mungkin

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi

fraktur. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus

diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi.

Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan

stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien

stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah

imobilisasi dengan menggunakan gips atau terapi operatif dengan

Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) maupun Open

Reduction and External Fixation (OREF).

Enam prinsip umum dalam penatalaksanaan fraktur antara lain:18

1. Jangan perberat kondisi penderita/Do no harm

Tidak jarang kasus yang berkaitan dengan fraktur serta

komplikasinya berkaitan dengan tatalaksana dari fraktur itu

sendiri(iatrogenik). Pencegahan terjadinya kasus-kasus

iatrogenik ini ialah dengan mengikuti prosedur dan prinsip

penanganan fraktur secara tepat, antara lain:

Tidak mengakibatkan cedera lebih lanjut terhadap

jaringan lunak pada saat pertolongan pertama atau

saat transportasi pasien ke rumah sakit

Tidak memberi cedera pada pembuluh darah, saraf,

dan kulit akibat pemasangan gips yang tidak tepat

atau pemasangan traksi yang berlebihan

31 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 32: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Tidak membuka port d’ entrée infeksi pada lokasi

fraktur atau pada aplikasi ORIF atau tindakan

debridemen yang tidak adekuat

2. Tatalaksana berdasarkan diagnosis yang akurat dan

prognosis/ Base treatment on an accurate diagnosis and

prognosis

Dalam memperoleh diagnosis yang tepat, informasi-

informasi penting berkaitan dengan pasien harus diperoleh

sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan

prognosis dari cedera yang terjadi. Selain itu, pemilihan

metode yang spesifik dari penanganan fraktur juga harus

berdasarkan prognosis yang telah diputuskan. Berikut ini

faktor-faktor yang penting dalam menilai prognosis:

Usia pasien

Lokasi dan konfigurasi fraktur

Jumlah initial displacement

Suplai darah pada fragmen fraktur

Pada umumnya apabila kalus external (periosteal) dapat

diharapkan, seperti pada fraktur shaft tanpa disrupsi

periosteal yang berlebihan, atau pada keadaan dimana

kombinasi kalus periosteal dan endosteal dapat

diharapkan, seperti pada fraktur metaphyseal yang

mengalami impaksi, maka reduksi yang sempurna serta

fiksasi yang rigid tidak diperlukan. Sebaliknya pada

keadaan dimana penyembuhan dapat terjadi dari kalus

endosteal saja, seperti pada fraktur neck of femur, dimana

periosteum tipis atau pada fraktur intra artikular dari

tulang-tulang yang kecil, seperti fraktur carpal scaphoid,

maka reduksi sempurna dan fiksasi rigid diperlukan.

Penentuan awal harus ditujukan kepada, apakah fraktur

tersebut memerlukan reduksi atau tidak, kemudian apabila

32 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 33: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

diperlukan, tipe apa yang terbaik, apakah open atau

closed. Kemudian penentuan kedua harus dipilih tipe

imobilisasi yang tepat, apakah eksternal atau internal.

3. Select treatment with specific aims

Tujuan yang spesifik dari tatalaksana fraktur secara umum

ialah :

Untuk menghilangkan nyeri

Tulang bukanlah komponen yang relatif sensitif.

Nyeri yang muncul justru berasal dari komponen

jaringan lunak, termasuk periosteum dan endosteum.

Nyeri akan diperburuk dengan pergerakan dari

fragmen-fragmen fraktur, spasme otot, serta edema

progresif pada ruang tertutup. Oleh karena itu, untuk

mengurangi nyeri tentunya pergerakan fragmen

harus dicegah dengan imobilisasi dan menghindari

pemasangan cast atau encircling bandage yang

terlalu ketat. Pada hari-hari pertama post fraktur

dapat diberikan analgesik

Untuk memperoleh posisi yang tepat dari fragmen-

fragmen fraktur dan mempertahankannya

Beberapa fraktur tidak terjadi displacement atau

displacement yang sangat minimal, sehingga tidak

dibutuhkan reduksi. Reduksi dibutuhkan untuk

memperoleh fungsi yang optimal, mencegah

timbulnya arthritis sendi, serta untuk memperoleh

bentuk klinis yang baik dari tempat terjadinya

cedera. Bentuk yang sempurna secara radiologis

tidak diperlukan, oleh karena bukan tampilan

radiologisnya lah yang diterapi, melainkan pasien itu

sendiri. Maintenans dari fragmen fraktur yang sudah

direduksi memerlukan adanya imobilisasi, yang dapat

33 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 34: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

diperoleh dari berbagai macam metode, antara lain

continous traction, plaster-of Paris, fiksasi eksternal,

dan fiksasi internal, tergantung dari derajat stabilitas

dan instabilitas dari reduksi yang dilakukan.

Untuk memungkinkan terjadinya union

Pada sebagian besar fraktur, union merupakan

proses alamiah yang akan terjadi seiring proses

penyembuhan, namun pada beberapa kasus fraktur

dimana terjadi robekan masif dari periosteum dan

jaringan lunak sekitarnya, atau pada kasus nekrosis

avaskular dari satu atau beberapa fragmen fraktur,

union harus difasilitasi dengan menggunakan

autogenous bone grafts pada awal proses

penyembuhan awal atau kemudian.

Untuk mengembalikan fungsi optimal dari bagian

tubuh yang mengalami cedera

Saat periode imobilisasi dari fraktur yang sedang

mengalami proses penyembuhan, atrofi otot harus

dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) dari

otot yang mengontrol lokasi cedera yang

diimobilisasi dan latihan aktif dinamik (isotonik) dari

otot-otot tubuh dan anggota gerak lainnya. Hal ini

untuk meningkatkan sirkulasi darah lokal, dan

memfasilitasi gerakan sendi yang normal dan fungsi

yang optimal dari anggota gerak yang cedera dan

anggota tubuh lainnya yang tidak cedera.

4. Cooperate with “Laws of Nature”

Terapi dari fraktur harus bersifat kooperatif terhadap

proses penyembuhan alamiah. Sebagai contoh proteksi

yang inadekuat dan imobilisasi, traksi yang berlebihan,

destruksi pembuluh darah intraoperatif, serta infeksi post

34 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 35: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

operatif dapat mengakibatkan terhambat bahkan gagalnya

proses penyembuhan.

5. Make treatment realistic and practical

Ada 3 pertanyaan utama sehubungan dalam memilih

metode terapi yang tepat, antara lain:

Tujuan spesifik apakah yang ingin dicapai dari

metode yang dipilih?

Apakah metode yang dipilih dapat menunjang

tujuan/target terapi spesifik yang telah dibuat?

Apakah metode dan tujuan terapi yang hendak

dicapai sebanding dengan hal lain yang harus pasien

tanggung, seperti resiko, biaya, serta waktu yang

harus ia habiskan di rumah sakit. Sebagai contoh,

pada fraktur intertrokanter femur pada orang lanjut

usia akan selalu terjadi union apabila diterapi baik

dengan continous traction dan prolonged

immobilization (bed rest) atau dengan ORIF dan early

mobilization. Untuk kasus seperti ini , bed rest dalam

jangka panjang di rumah sakit untuk orang lanjut usia

dianggap terlalu beresiko oleh karena dapat

mengakibatkan kejadian patologis serial yang

mengarah kepada penurunan kondisi pasien secara

umum, oleh karena itu, keputusan untuk dilakukan

operasi memiliki resiko yang lebih minimal dibanding

pilihan bed rest jangka panjang.

6. Select treatment as an Individual

Masing-masing kasus fraktur dapat menjadi permasalahan

yang sangat berbeda antar individu, sehubungan dengan

usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat kesehatan

pasien. Sebagai contoh, adanya malunion fraktur klavikula

yang terjadi pada seorang anak kecil bukanlah masalah

35 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 36: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

yang besar oleh karena tulang klavikula tersebut akan

mengalami remodeling seiring pertumbuhannya, atau pada

seorang buruh (karena penampilan fisik bukanlah hal

utama), namun dapat menjadi masalah besar jika individu

yang terkena berprofesi sebagai seorang model atau aktris.

Reduksi Tertutup diindikasikan untuk keadaan

berikut:

a. Fraktur tanpa pergeseran,

b. Fraktur yang stabil setelah reposisi/reduksi,

c. Fraktur pada anak-anak,

d. Cedera jaringan luka minimal,

e. Trauma berenergi rendah

Reduksi Terbuka diindikasikan untuk keadaan

berikut:

a. Kegagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,

b. Fraktur yang tidak stabil,

c. Fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan

d. Fraktur yang mengalami pemendekan.

Tujuan pengobatan fraktur : 29,30

1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen ke posisi

anatomis

Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)

Terbuka :

Indikasi:

o Reposisi tertutup gagal

o Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan

o Mobilisasi dini

o Fraktur multiple

o Fraktur Patologis

36 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 37: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

2. IMOBILISASI / FIKSASI31

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai

union.

Jenis Fiksasi :

Exernal

o Gips ( plester cast) imobilisasi relatif, diindikasikan

pada fraktur yang tidak terjadi displacement namun

tidak stabil. Contohnya pada fraktur tulang panjang

yang mengalami shifting sideways, namun tidak ada

angulasi dan rotasi yang signifikan dari fragmen

fraktur.

o Traksi

1) Traksi Gravitasi (misalnya U- Slab pada fraktur

humerus)

2) Traksi Kulit, bertujuan menarik otot dari jaringan

sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke

posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila

berlebihan kulit akan lepas.

3) Traksi Skeletal, contohnya K-wire, Steinmann pin

atau Denham pin.

37 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 38: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar IV.3 Kirschner wires ("K" wires) untuk

menstabilisasi fraktur distal radius

Komplikasi Traksi:

1. Gangguan sirkulasi darah Umumnya pada

penggunaan beban > 12 kg

2. Nerve palsy

3. Sindrom kompartemen

4. infeksi, contohnya:Pin track infection

Indikasi Open Reduction and External Fixation / OREF :

1. Fraktur terbuka derajat III

2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

4. Fraktur kominutif

5. Fraktur pelvis

6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

7. Non union

8. Trauma multiple

38 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 39: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar IV.4. Fiksator eksternal pada unstable distal radial fracture

Gambar IV.5 . Fiksator eksternal

Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, K-nail

39 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 40: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar IV.6 . ORIF(Open Reduction Intenal Fixation)

Gambar IV.7 . Fiksator internal – Plate and Screw dan

Intramedullary rod

40 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 41: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar IV.8 Fraktur patella yang distabilisasi dengan circalage

wire dan screws

41 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 42: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

3. UNION

Pada dewasa union dari kortikal ialah 3 bulan, cancellous 6

minggu, sedangkan pada anak-anak ialah separuh dari orang

dewasa 32

4. REHABILITASI

Intinya bertujuan mengembalikan aktivitas fungsional

semaksimal mungkin

3.5 Komplikasi Fraktur

a. Komplikasi segera

1. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh

darah (hematom, spasme arteri, dan kontusio), kerusakan

saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.28

2. Komplikasi sistemik – syok.

b. Komplikasi awal

1. Komplikasi lokal

Yaitu sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,

gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian

(arthritis), dan pada tulang (infeksi/osteomyelitis).

2. Komplikasi sistemik

Misalnya emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus,

delirium tremens.

c. Komplikasi Lanjut

1. Komplikasi pada persendian

Antara lain dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi

persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.

2. Komplikasi tulang

Yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed

union dan non union).

42 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 43: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Mal union adalah keadaan dimana tulang

menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa

sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan

angulasi, atau sembuh dengan rotasi.

43 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 44: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

a)

b)

Gambar IV.9 a) Metacarpal shaft malunion dengan

angulasi dorsal b) Gambaran X Ray pada pasien

yang sama (angulasi dorsal)

Delayed union adalah proses penyembuhan patah

tulang yang melebihi waktu yang diharapkan, hal ini

berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas

waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.

44 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 45: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar IV. 10 Delayed union pada fraktur scaphoid. Gambaran radiograf (A) menunjukkan fraktur dan

resorpsi pada waktu 5 bulan. T1-weighted (B) and fat-suppressed T2-weighted (C) MRI menunjukkan fraktur

tanpa adanya gambaran cairan synovial di antara fragmen.

Non union menurut Birnbaum adalah tidak adanya proses penyembuhan setelah 6 bulan 32

3. Komplikasi pada otot, misalnya miositis pasca trauma,

ruptur tendon lanjut.

45 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Gambar IV. 10

Nonunion pada tibia

pada radiografi

anteroposterior44

Page 46: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

4. Komplikasi saraf, misalnya Tardy nerve palsy.

46 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 47: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

BAB V

FRAKTUR TERBUKA

5.1 Sejarah33

Konsep perawatan fraktur terbuka telah berkembang

dari pengalaman ahli bedah perang di era preasepsis. Di abad

yang lalu, tingkat kematian yang tinggi dari pasien-pasien

dengan patah tulang terbuka di tulang panjang seringkali

menyebabkan amputasi dini dalam rangka mencegah

kematian. Pada awal Perang Dunia I, angka kematian dari

fraktur femur terbuka masih lebih dari 70%. Di tahun 1939,

Trueta merekomendasikan "closed treatment of war

fractures". Yakni termasuk perawatan luka terbuka dan

penggunaan gips. Trueta juga sangat revolusioner dalam

pendekatan untuk menangani cedera jaringan lunak yang

berhubungan dengan fraktur terbuka. Berlawanan dengan

pendapat umum pada saat itu, ia yakin bahwa bahaya

terbesar infeksi berasal dari otot dan bukan dari tulang. Ia

merekomendasikan debridemen luka dengan eksisi jaringan

nekrotik. Metodenya dalam membiarkan luka tetap terbuka

bertahan sampai Perang Dunia II.

Pada tahun 1943, penggunaan penisilin di medan perang

dengan cepat mengurangi laju sepsis luka. Namun oleh

karena terlalu besarnya ketergantungan dan kepercayaan

pada efisiensi antibiotik, prosedur debridemen yang teliti pun

diabaikan. Hampton merekomendasikan penutupan antara

hari keempat dan ketujuh setelah cedera, tergantung dari

bersih tidaknya luka secara klinis.

47 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 48: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Kemajuan besar selama abad terakhir telah

memindahkan fokus dari pengelolaan cedera guna

mempertahankan hidup dan anggota gerak menjadi fokus

terhadap pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.

Hingga saat ini, kasus fraktur terbuka yang masih memiliki

angka amputasi yang tinggi (>50%) ialah fraktur terbuka tibia

yang berhubungan dengan cedera vaskular.

5.2 Epidemiologi

Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung dari

faktor geografis dan sosioekonomis, populasi penduduk, dan

trauma yang terjadi. Dari data yang diambil dari Universitas

Gadjah Mada didapatkan insidensi fraktur terbuka sebesar 4%

dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki dan

perempuan 3,64 : 1 dan kelompok umur mayoritas dekade

dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik

tergolong tinggi.34 Sedangkan insiden fraktur terbuka di

Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia mendata

sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur

diafisis menduduki peringkat terbanyak pada tibia (21,6%),

disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna (9,3%), dan

humerus (5,7%). Pada tulang panjang, fraktur terbuka

diafiseal lebih sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 %

versus 1.2%).33,35

Lokasi Jumlah kasus fraktur Fraktur Terbuka % Fraktur Terbuka

Ekstremitas atas 15,406 503 3.3

Ekstremitas bawah 13,096 488 3.7

48 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 49: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Lingkar bahu 1,448 3 0.2

Pelvis 942 6 0.6

Tulang Belakang 683 0 0.0

Total 31,575 1,000 3.17

Tabel 5.1 Frekuensi Relatif dari Fraktur Terbuka di Edinburgh

Orthopaedic Trauma Unit33

5.3 Definisi

Fraktur terbuka didefinisikan sebagai disrupsi tulang dengan

patahan yang terletak keluar dari kulit dan jaringan lunak,

sehingga ada hubungan antara fraktur, hematom, dan

lingkungan luar. 25

Fraktur terbuka memiliki beberapa konsekuensi seperti:25

1. Adanya kontaminasi pada luka dan fraktur dari

lingkungan luar

2. Adanya kehancuran jaringan lunak dan devaskularisasi

yang memperbesar suseptibilitas terhadap infeksi

3. Disrupsi dari jaringan lunak yang dapat yang dapat

mempengaruhi penyembuhan fraktur akibat hilangnya

kontribusi dari sel osteoprogenitor yang berasal dari

jaringan lunak di sekitarnya

4. Hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, pembuluh

darah, serta struktur ligament yang berada di

sekitarnya.

5.4 Riwayat36,37

Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan

tinggi sangat penting dalam menentukan klasifikasi fraktur

49 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 50: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu

sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

tempat ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau

pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan

prognosis yang lebih buruk dibanding trauma sederhana atau

trauma olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas

mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma, lokasi

dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum

kejadian serta penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan

sebagainya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan

pula.

5.5 Klasifikasi

Fraktur terbuka dapat dikarakteristikan menggunakan

klasifikasi Gustilo dan Anderson, yakni sebagai berikut:38

1. Grade I, kulit terbuka, relatif bersih, ukuran < 1 cm,

fraktur biasanya simple atau kominutif minimal

Gambar 5.1 fraktur terbuka grade I

2. Grade II, laserasi lebih besar dari 1 cm namun lebih kecil

dari 10 cm, adanya kehancuran jaringan lunak tanpa

50 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 51: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

fraktur kominutif yang signifikan atau crush component.

Biasanya tergolong low-energy trauma.

51 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 52: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.2 fraktur terbuka grade II

3. Grade III

Luka fraktur terbuka memiliki luas lebih dari 10 cm,

fragmen fraktur kominutif signifikan, dan luasnya

kerusakan jaringan lunak. Fraktur terbuka grade III

biasanya oleh karena cedera energi tinggi. Jenis cedera

biasanya hasil dari tembakan kecepatan tinggi, ledakan

senapan jarak dekat, kecelakaan sepeda motor, atau

cedera dengan kontaminasi dari luar yang tinggi seperti

bencana alam atau kecelakaan pertanian.

Grade IIIA, yaitu bila setelah dilakukan

debridemen luka, pada tulang yang patah

dapat ditutup secara adekuat.

52 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 53: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.3 fraktur terbuka grade III A

Grade IIIB, kerusakan jaringan lunak yang luas

dan kehancuran jaringan periosteal dan atau

kehilangan jaringan lunak disertai kontaminasi

berat dan stripping periost, sehingga tulang

terekspos dan penutupan kulit dilakukan

dengan skin graft atau biodressing

Gambar 5.4 fraktur terbuka grade III B

Grade IIIC, disertai cedera neurovaskular (tanpa

melihat kerusakan jaringan lunak).

53 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 54: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.5 fraktur terbuka grade III C (lihat

panah kuning)

Arbeitsgemeinschaft fur Osteosynthesefragen (AO) membuat

klasifikasi pada luka tertutup dan terbuka dan luka yang mengenai

otot. Klasifikasi AO lebih kompleks dibandingkan klasifikasi dari

Gustilo. Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa klasifikasi AO

seringkali digunakan untuk kepentingan penelitian, dan jarang

untuk prosedur klinis di rumah sakit. Berikut pembagian fraktur

terbuka menurut klasifikasi AO:

54 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 55: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Klasifikasi Fraktur Terbuka menurut Arbeitsgemeinschaft fur

Osteosynthesefragen (AO)

Lesi Kulit/ Integument Open (IO):

IO 1 : Lesi kulit dari dalam ke luar

IO 2 : Lesi kulit dari luar , < 5 cm, kontusio tepi luka

IO 3 : Lesi kulit dari luar ,> 5 cm , kontusio lebih berat dan

kerusakan jaringan dari batas luka

IO 4 : kontusio pada semua lapisan, abrasi, cedera terbuka yang

ekstensif, kehilangan jaringan kulit

Lesi otot-tendon/ Muscle-Tendon (MT)

MT 1 : Tidak ada cedera otot

MT 2 : satu kompartemen otot, batas jelas

MT 3 :dua kompartemen otot batas tidak jelas

MT 4 : kerusakan otot, laserasi tendon, kontusio ektensif

MT 5 : compartment syndrome / crush syndrome

Lesi neurovaskular / Neurovascular (NV)

NV 1 : tidak ada cedera neurovaskular

NV 2 : lesi nervus terisolasi

NV 3 : lesi vaskular terlokalisasi

NV 4 : kerusakan vaskular segmental

NV 5 : kombinasi cedera neurovaskular

Tabel 5.2. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Arbeitsgemeinschaft fur

Osteosynthesefragen (AO)

55 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 56: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.6 Lesi kulit dari dalam ke luar / I0 derajat 1

Gambar 5.6 Lesi kulit dari luar , < 5 cm, kontusio tepi luka / I0 derajat 2

56 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 57: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.6 Lesi kulit dari luar ,> 5 cm , kontusio lebih berat disertai kerusakan jaringan dari batas luka / I0 derajat 3

Gambar 5.6 kontusio pada semua lapisan, abrasi, cedera terbuka yang ekstensif, kehilangan jaringan kulit / I0 derajat 4

57 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 58: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

5.6 Penanganan pada Unit Gawat Darurat / Emergency Room

Penatalaksanaan sesuai prinsip ATLS (Advance Trauma Life

Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas. 40

Evaluasi dan stabilisasi A, B, C, D, E (Airway, Breathing,

Circulation, Disability/neurologic status, and

Exposure/environmental control)

Pemeriksaan kepala hingga jari kaki

Pemeriksaan penunjang berupa radiografi/laboratorium.

Kehilangan banyak darah pada fraktur terbuka derajat III

dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan

resusitasi dilakukan bila ditemukan tanda syok

hipovolemik, gangguan napas atau denyut jantung

karena fraktur terbuka seringkali terjadi bersamaan

dengan cedera organ lain. Penderita diberikan resusitasi

cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan pemberian

analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Analgesik

harus diberikan seperlunya. Jika pasien relatif nyaman

saat istirahat, pemberian analgesik mungkin tidak

diperlukan.23

Dalam studi yang dimuat Journal Advances of Therapy,

dimuat perbandingan efektivitas analgesik terhadap 100

pasien (42 laki-laki, 58 perempuan) yang datang ke

Konya Hospital dengan luka traumatik dan fraktur pada

ekstremitas. Skala nyeri yang digunakan ialah secara

visual. Tingkat nyeri pasien dinilai 15, 30, dan 45 menit

setelah pemberian analgesik. Hasilnya, nyeri berkurang

setelah 15 menit pada 92% pasien yang menerima

tramadol IV; kemudian nyeri berkurang setelah 30 menit

pada 72% pasien yang menerima metamizole IV.

Sedangkan 65% pasien yang menerima diklofenak IM,

58 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 59: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

nyeri baru berkurang setelah 45 menit. Tramadol

analgesik dengan onset paling awal dan paling efektif

dibandingkan analgesik lain diuji 41

Fraktur terbuka biasanya berasal dari cedera energi besar /

high-energy injuries. Sebanyak sepertiga dari pasien dengan

fraktur terbuka biasanya memiliki cedera multipel. Oleh

karena itu kepala, dada, abdomen, pelvis, dan tulang

belakang secara tersendiri di evaluasi untuk mengetahui

adanya cedera lebih lanjut.23

Identifikasi cedera dimulai dengan inspeksi (look), palpasi

(feel) dan pemeriksaan gerakan (movement). Pemeriksaan

neurovaskular dari anggota gerak yang mengalami fraktur

harus dilakukan secara seksama, termasuk pula kulit dan

jaringan lunak. Pulsasi arteri bagian distal pada penderita

hipotensi akan melemah dan dapat menghilang sehingga

dapat terjadi kesalahan penilaian. Pendarahan luka harus

ditolong dengan memberikan tekanan langsung, bukan

dengan penggunaan tourniquet atau klem, yang justru dapat

mengganggu perfusi.

Oleh karena adanya resiko kontaminasi dan pendarahan,

eksplorasi luka pada keadaan di unit gawat darurat tidak

diindikasikan apabila intervensi operasi sudah direncanakan.

Namun apabila operasi tidak dapat dilakukan segera, maka

irigasi ringan dengan larutan saline steril dapat diberikan.

Hanya fragmen benda asing yang terlihat dan dapat dijangkau

dengan mudah saja yang diambil. Fragmen tulang tidak boleh

dipindahkan atau dipisahkan. Luka harus ditutup dengan kain

kasa yang dibasahi dengan larutan saline normal (iodine

sudah tidak lagi dianjurkan oleh karena adanya laporan

mengenai toksisitas jaringan). Splinting sementara dapat

59 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 60: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

dilakukan, diikuti dengan pemeriksaan neurovaskular untuk

mengkonfirmasi ada tidaknya kerusakan lebih lanjut.

Survei trauma standar mencakup pemeriksaaan radiologis dari

tulang belakang, dada, abdomen, dan pelvis. Ekstremitas

yang terluka, termasuk sendi di atas dan di bawah ekstremitas

yang dicurigai terkena cedera harus dievaluasi dengan

pemeriksaan radiologis.

60 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 61: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

5.7 Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan

keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak yang

berhubungan dengan derajat energi dari trauma itu sendiri.

Bayangan udara dalam jaringan lunak merupakan petunjuk

dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam

melakukan debridemen. Dari radiografi dapat terlihat

bayangan benda asing di sekitar lesi sehingga dapat diketahui

derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi

fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan

tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun

pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi

dalam melengkapi deskripsi fraktur, aspek medikolegal,

rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya.

Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan

gejala klasik dalam menentukan diagnosis harus dibantu

pemeriksaan radiologis sebagai gold standard.

5.8 Penatalaksanaan Khusus pada Fraktur terbuka

Setelah dikerjakan prinsip resusitasi dan pertolongan pertama.

Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III adalah sebagai

berikut:

61 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 62: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

1 Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum

(ATS)

Terapi antibiotik dan profilaksis untuk tetanus harus

diberikan sesegera mungkin.42 Pada fraktur Grade I dan

II membutuhkan terapi dengan sefalosporin generasi I.

Untuk dosis dewasa, loading dose biasanya 1-2 gram,

yang diikuti dengan 1 gram per 8 jam. Dulu pada

fraktur grade III diwajibkan adanya tambahan

aminoglikosida disamping sefalosporin, akan tetapi

rekomendasi terkini mengharuskan penambahan

seftriakson.43 Pada cedera yang berhubungan dengan

tanah (seperti pada pekerjaan yang berhubungan

dengan pertanian atau peternakan) dianjurkan

penambahan penisilin oleh karena adanya resiko infeksi

Clostridium. Penisilin diberikan 4-5 juta unit per 6 jam. 25,43

Lama waktu penggunaan terapi antibiotik masih

dipertanyakan. Di Amerika Utara pemberian antibiotik

hanya pada 3 hari pertama. Antibiotik diberhentikan

kecuali kultur post-debridemen dan klinis pasien masih

menyatakan adanya proses infeksi yang masih

berlangsung. Keuntungan dari diskontinyu dari

penggunaan antibiotik setelah 3 hari ialah pasien tidak

lagi menggunakan antibiotik saat delayed primary

closure, yang terjadi 5 hari post trauma pada fraktur

terbuka tanpa komplikasi. Pada saat terjadinya delayed

primary closure, lakukan kembali kultur. Jika hasilnya

sudah negatif, dan secara klinis pasien membaik,

antibiotik dapat diberikan lagi 3 hari kemudian, lalu

diberhentikan. Deteksi organisme pada pemeriksaan

62 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 63: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gram dari jaringan luka saat delayed primary closure

sebanyak 10.000 organisme per milmeter kubik

menandakan adanya infeksi atau kontaminasi. Pada

keadaan ini, antibiotik dapat dilanjutkan setidaknya 3

minggu kemudian dan penutupan mungkin dapat

terhambat. Kultur dan tes sensitivitas antibiotik dapat

dilakukan untuk mencari regimen antibiotik yang

spesifik untuk organisme penyebab. Pada luka yang luas

(seperti pada tipe III),pemberian antibiotik biasanya

diindikasikan sampai terjadi penutupan luka. 44

Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi

anti tetanus, dapat diberikan gamaglobulin anti tetanus

manusia dengan dosis 250 unit pada penderita di atas

10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5 sampai 10

tahun, dan 75 unit pada anak di bawah 5 tahun. Dapat

pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan

dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama 30

menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus

(TT), maka hanya diberikan 1 dosis booster 0,5 ml

secara intramuskular.

2 Teknik Irigasi dan Debridemen

Irigasi luka dengan larutan saline dalam jumlah yang

banyak. Irigasi merupakan teknik paling efektif

dengan menggunakan irrigator model ujung kepala

shower-type. Derajat kontaminasi dan ukuran luka

menentukan irigasi awal. Sebagai contoh, untuk rata-

rata luka di tibia tipe II, dapat dimulai irigiasi

sebanyak 2 liter larutan saline. Anglen et al

merekomendasikan irigasi sebanyak 3 liter untuk

63 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 64: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

fraktur tipe I, 6 liter untuk tipe II, dan 9 liter untuk

tipe III.44

Irigasi luka dengan interval selama proses

debridemen untuk membersihkan luka dari debris

secara kontinyu. Setelah debridemen selesai,

antibiotik topikal dapat ditambahkan ke 2 liter

terakhir larutan saline. Untuk pilihan dan konsentrasi

dari antibiotik topikal, ditentukan sesuai pilihan ahli

bedah. Chapman merekomendasikan 50.000 unit

basitrasin per liter larutan.

Untuk luka yang besar, gunakan 10 liter irigasi saat

debridemen selesasi. Anglen et al membandingkan

penggunaan basitrasin dengan neomisin, atau sabun

deterjen (castile soap) pada penambahan larutan

saline. Hasilnya, mereka menemukan tidak adanya

keuntungan dari penggunaan antibiotik, sedangkan

deterjen sangat efektif dalam menurunkan jumlah

bakteri. Kelaam et al menunjukkan bahwa larutan

povidine iodine atau hydrogen peroksida

menurunkan fungsi osteoblas, sehingga tidak

direkomendasikan sebagai larutan irigasi secara

rutin.

Jika saat debridemen awal sulit ditentukan viabilitas

jaringan, debridemen ulang dapat dilakukan 24-48 jam

kemudian sampai tidak ada sisa nekrotik jaringan lunak

dan tulang.

Lakukan perluasan pada luka seekstensif mungkin

sesuai keperluan untuk mendebridemen semua

kontaminasi dan jaringan yang mati dengan insisi

ekstensil.

64 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 65: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.6. Lateral ekstensil untuk fraktur distal

femur, terutama yang akan difiksasi secara

langsung dengan plat pada femur lateral

Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang

terputus dilakukan repair.

Bersihkan semua jaringan tepi kulit yang

terkontaminasi, dan ciptakan batas tepi luka operasi

yang terletak pada sudut yang tepat dengan kulit

dan dalam posisi yang tepat untuk dilakukan

penutupan. Pada tahap pembuangan kulit/skin

removal harus dilakukan secara konservatif, oleh

karena skin coverage dapat menjadi masalah pada

beberapa area seperti pada ekstremitas bawah

distal hingga lutut dan pada tangan.

Reposisi fragmen fraktur.

Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk

kultur dan tes sensitivitas pasca debridemen.

65 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 66: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

3 Penanganan Jaringan Lunak 44,45

Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat

dilakukan soft tissue transplantation atau flap pada

tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang hilang

dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan

infeksi berhasil dengan baik. Seringkali sulit untuk

memprediksi viabilitas dari flap yang telah dibuat pada

awal prosedur debridemen. Penggunaan tourniquet

pada periode singkat untuk menciptakan suatu kondisi

hiperemi dapat menggambarkan bagian yang

terdevaskularisasi, sehingga kemudian dapat dieksisi.

Lemak subkutan juga memiliki suplai darah yang buruk.

Apabila terkontaminasi atau lemak tersebut

terdevaskularisasi, maka akan ikut didebridemen.

Begitu pula fasia yang relatif avaskular, jika

terkontaminasi, harus dieksisi.

Fasiotomi harus dipertimbangkan sebagai pengobatan

atau profilaksis terhadap sindrom kompartemen. Pada

fraktur tipe II atau III, dapat dilakukan fasiotomi

profilaktif saat debridemen. JIka luka tidak cukup besar

untuk melakukan fasiotomi (dengan penglihatan secara

langsung), maka dapat digunakan gunting Metzenbaum

untuk memisahkan fasia di bawah kulit.

66 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 67: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 5.7 Gunting Metzenbaum

Debridemen seluruh otot yang nonviable dan

terkontaminasi. Warna dan perdarahan merupakan

determinan yang baik untuk melihat viabilitas otot, oleh

karena hematoma memberikan tanda hitam pada otot

dan perdarahan arteriolar dapat bertahan pada otot

yang nonviable sama sekali. Indikator paling baik dari

viabilitas otot ialah respon terhadap stimulus dan

kemampuannya untuk kembali ke bentuk normal

setelah dicubit secara perlahan dengan sepasang

forsep. Serat otot yang viable akan berkontraksi

terhadap respon atau dengan stimulasi elektrik minimal

(nerve-stimulating device). Otot yang tidak merespon

harus didebridemen. Pada fraktur terbuka tipe III,

seluruh kompartmen atau otot-tendon dapat terlihat

nonviable , sehingga sulit untuk ditentukan saat

debridemen awal. Pada luka yang besar, membiarkan

67 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 68: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

otot marginal yang intak diperlukan untuk

mempertahankan unit otot-tendon untuk

mempertahankan fungsinya. Jika otot marginal

dibiarkan tetap intak, debridemen ulang dalam 24-36

jam kemudian dapat diperlukan untuk menghilangkan

seluruh jaringan otot yang tidak lagi viable.

Tendon yang terkespos dan tulang yang tidak

terbungkus oleh peritenon dan periosteum akan mati

dalam beberapa hari, terutama apabila tidak dibiarkan

tetap lembab. Maka dari itu irigasi peritenon dan

periosteum sebanyak mungkin lebih dipilih dibanding

mendebridemen seluruh jaringannya.

Semua jaringan lunak yang menempel pada fragmen

tulang sebisa mungkin dipertahankan. Fragmen bebas

dari tulang yang dapat didebridemen secara adekuat

dibiarkan pada fracture bed sebagai cangkok

tulang/bone graft.44

4 Penutupan Luka

Hanya bagian yang diekstensi secara pembedahan saja

yang lukanya ditutup, diikuti dengan dressing luka

terbuka dengan kasa salin-basah. Pada luka yang luas

dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya dirawat

secara terbuka, luka dibalut kasa steril dan dilakukan

evaluasi setiap hari. Setelah 5 sampai 7 hari dan luka

bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan kulit

secara sekunder atau melalui skin grafting. Pada anak

sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk

menghindari terjadi chondrolysis yaitu kerusakan

epiphyseal plate akibat infeksi.

68 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 69: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

69 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 70: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

5 Stabilisasi Fraktur

Intervensi operasi kurang dari 8 jam setelah cedera

dilaporkan menurunkan insiden infeksi dan komplikasi

osteomyelitis.25 Penyambungan tulang pada anak relatif

lebih cepat maka reposisi dan fiksasi dikerjakan

secepatnya untuk mencegah deformitas.

Di dalam ruang operasi, luka harus diperluas secara

proksimal dan distal untuk memperjelas area cedera.

Jaringan lunak, termasuk kulit, lemak subkutan, dan otot

di sekitarnya harus didebridemen dengan teliti.

Fraktur dapat distabilkan sementara atau definitif

dengan fiksasi eksternal atau internal tergantung dari

kasusnya dan keahlian ahli bedah. Dalam melakukan

stabilisasi fraktur awal penggunaan gips sebagai

temporary splinting dianjurkan sampai penanganan luka

yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan

pemasangan gips sirkuler atau diganti internal fixation

dengan plate dan screw, intramedullary nail atau

external fixator device sebagai terapi stabilisasi definitif.

Adanya kekhawatiran adanya infeksi dalam akibat

penggunaan fiksasi internal terjadi pada fraktur Gustillo

tipe III, sehingga penggunaan fiksasi internal seringkali

dihindari. Namun demikian fiksasi internal dapat

dipasang setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini

tidak ada infeksi lagi. Penggunaan external fixation

device pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu

pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur

tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka

harian.

70 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 71: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Imobilisasi Gips (Plaster of Paris) & traksi

skeletal

Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen

fraktur tidak bergeser setelah dilakukan

manipulasi/reposisi atau sebagai pertolongan yang

bersifat sementara agar tercapai imobilisasi dan

mencegah fragmen fraktur tidak merusak jaringan lunak

di sekitarnya. Traditional casts digunakan pada fraktur

terbuka tipe I dan low-grade tipe II dengan konfigurasi

fraktur yang stabil dan fiksasi eksternal atau internal

tidak diperlukan, yakni biasanya pada fraktur distal dari

siku dan lutut. Rehabilitasi awal dari sendi dan otot

sangat direkomendasikan. Latihan isometrik dilakukan

pada otot yang diimobilisasi.

Traksi skeletal dapat digunakan pada fraktur diafisis

femur pada pasien yang tidak memiliki cedera multipel

dan direncanakan untuk delayed nailing. Sebagian besar

fraktur terbuka dari femur dapat dilakukan nailing

sesegera mungkin.

Pada tipe III C, stabilisasi skeletal segera hampir selalu

diindikasikan. Traksi skeletal biasanya digunakan

sebagai imobilisasi sementara sampai closed

intramedullary nailing selesai dilakukan. Traksi skeletal

juga bermanfaat pada beberapa kasus fraktur seperti

fraktur humerus dan tibia, dimana cedera jaringan lunak

tidak terlalu berat dan fiksasi internal direncanakan.

Traksi skeletal tidak direkomendasikan sebagai terapi

definitif pada kasus fraktur tibia karena tingginya

insidens nonunion. Meskipun traksi skeletal dapat

dijadikan terapi definitif pada fraktur humerus, namun

karena kebutuhan perawatan rumah sakit yang lama

71 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 72: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

dan insiden nonunion yang tinggi, maka fiksasi eksternal

dan internal lebih dipilih. 18,44

Pemasangan fiksasi eksternal

Fiksasi eksternal memberikan stabilitas yang sempurna

tanpa kebutuhan plaster dressings. Dibandingkan fiksasi

internal, fiksasi eksternal memiliki beberapa keuntungan

yakni:

Relatif lebih mudah untuk dipasang dan lebih

mudah disesuaikan saat proses penyembuhan

Tidak ada implan metalik pada tempat fraktur

Mempermudah akses ke luka

Sedangkan kerugiannya antara lain:

Adanya kemungkinan pin dapat melukai struktur

neurovaskular atau mengikat unit otot-tendon

sehingga dapat mempersulit gerak sendi dan

rehabilitasi

Dapat terjadi interferensi antar pin pada prosedur

bedah plastik

Dapat terjadi pin loosening dan infeksi sekunder

Insidens delayed dan nonunion yang tinggi (terutama

pada tibia)

Indikasi primer dari fiksasi eksternal ialah fraktur

terbuka tipe III yang berat dan kontaminasi tinggi,

dimana tidak memungkinkan untuk dilakukan

pemasangan plate atau nail. Fraktur terbuka yang tidak

stabil dari pelvis biasanya sangat baik jika dilakukan

stabilisasi awal dengan fiksasi eksternal. Fraktur

intraartikular memerlukan fiksasi internal, akan tetapi

fiksasi eksternal dapat dilakukan apabila fiksasi internal

72 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 73: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

dikontraindikasikan atau sulit dilakukan. Hybrid frame

seringkali digunakan untuk fraktur energy tinggi dari

metafisis (biasanya pada proksimal dan distal tibia),

begitu pula dengan fiksator ring dan Ilizarov-type,

terutama dimana terdapat segmental bone loss.45 Pada

beberapa kasus fraktur terbuka, khususnya pada femur

dan tibia, ahli bedah seringkali memilih pemasangan

awal fiksasi eksternal yang /kemudian digantikan

intramedullary nail atau plate.

Kasus-kasus fraktur yang kurang tepat dilakukan fiksasi

eksternal antara lain yang tidak stabil. Tebalnya lapisan

otot pada femur dan humerus mengakibatkan fiksasi

eksternal juga kurang tepat dan pemasangan fiksasi

internal dianggap lebih aman. Begitu pula pada kasus

dimana fiksasi harus terletak menyilang terhadap sendi,

sehingga tidak memungkinkan pemasangan fiksasi

eksternal.

Pemasangan fiksasi Internal

Penggunaan fiksasi internal pada fraktur terbuka hingga

kini masih kontroversial. Dalam beberapa tahun

terakhir, banyak trauma center yang melaporkan

kesuksesan penggunaan primary internal fixation pada

kasus fraktur terbuka. Beberapa indikasi untuk

pemasangan fiksasi internal antara lain:

Fraktur pada pasien dengan multiple injury dimana

fiksasi eksternal tidak praktis dan dibutuhkan

stabilisasi yang maksimal

Pasien dengan cedera amputasi berat yang akan

menjalani reimplantasi

Fraktur intraartikular

73 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 74: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka dari tulang panjang pada pasien

lanjut usia

Cedera pembuluh darah besar

Fraktur terbuka dari shaft femur, tibia, humerus,

radius, dan ulna yang umumnya distabilisasi dengan

reamed intramedullary nails, atau unreamed

intramedullary nails pada femur dan tibia, plat pada

humerus dan lengan bawah, kecuali apabila

kontaminasi tinggi dan tidak memungkinkan

dilakukan pemasangan fiksasi internal

Fraktur intraartikular

8. Amputasi 44

Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi.

Immediate amputation biasanya diindikasikan pada

keadaan berikut:

Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat

diperbaiki dan iskemia sudah terjadi >8 jam

Anggota gerak yang mengalami crush berat dan

jaringan viable yang tersisa untuk revaskularisasi sangat

minimal

Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat,

dimana hasil akhir repair tidak lebih baik dari

penggunaan prosthesis.

Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol

perdarahan dan mengurangi efek sistemik/life saving

Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening

dengan adanya penyakit kronik yang berat, seperti

diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer

berat dan neuropati

Kondisi bencana / mass disaster

74 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 75: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Tabel V.5. Mangled Extremity Severity Score

5.9 Komplikasi Fraktur Terbuka

1. Komplikasi Umum

Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan

yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma

dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi

gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme.

Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak,

trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi Lokal Dini

Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut

sebagai komplikasi lokal dini dan bila lebih dari 1 minggu

pasca trauma disebut komplikasi lokal lanjut. Macam

komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan

lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ viseral maupun

timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis avaskuler.

3. Komplikasi Lokal Lanjut

Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan

sendi, degenerasi sendi, maupun nekrosis pasca trauma.

Dalam penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi

75 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 76: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang kurang

baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion,

delayed union, dan malunion.

BAB VI

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK DAN IMPLIKASINYA PADA

FRAKTUR TERBUKA

6.1 PENDAHULUAN

Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan aplikasi dari pemberian

tekanan absolut >1 atmosfer pada oksigen murni (oksigen 100%).46

Hal ini akan mengakibatkan tekanan oksigen (PO2) meningkat dalam

perbandingannya dengan tekanan lingkungan sekitar. Terapi

hiperbarik oksigen yang sebenarnya ialah terapi pemberian oksigen

secara sistemik lewat paru, bukannya topikal. 47

Terapi HBO dilakukan dalam hyperbaric chamber, yang terdiri

dari multiplace chambers yang dapat memuat lebih dari 1 pasien

secara bersamaan, serta monoplace chambers yang memuat

hanya1 pasien dalam sesi terapi. 47

Gambar 6.1 Monoplace Chambers

Berikut ini keuntungan dan kerugian dari monoplace chambers:

KEUNTUNGAN KERUGIAN

76 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 77: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Penanganan pasien individu

privat & pada kasus infeksi.

Balk untuk perawatan intensif

Masker muka tidak

dibutuhkan, lebih nyaman.

Ideal untuk membatasi

perawatan pasien dalam masa

akut dari penyakitnya atau

luka-luka, kelumpuhan.

Mudah untuk mengobservasi

pasien.

Dapat mudah dioperasikan

dan ditempatkan dimana saja

di rumah sakit

Membutuhkan sedikit tenaga

operator

Sangat mudah terbakar

dalam lingkungan oksigen

Hubungan langsung dengan

pasien terbatas, kecuali pada

chamber yang mempunyai

ruangan tambahan disisinya

Terapi fisik tidak nyaman

karena keterbatasan tempat

Sedangkan keuntungan dari Multiplace chambers antara lain: 48

Memberikan terapi dalam jumlah banyak .

Bahaya kebakaran kurang.

Terapi fisik dapat dilaksanakan dalam chamber

Tekanan dapat dinaikan sampal 6 ATA untuk situasi khusus,

seperti dalam emboli udara dan penyakit dekompresi.

Prosedur bedah minor dapat dikerjakan di Multiplace

Hyperbaric Chamber,

77 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 78: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Gambar 6.2 Multiplace chambers 70

6.2 Prinsip Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik 49,50,51

Tekanan atmosfer diukur menggunakan beberapa satuan unit

yang setara, seperti 1 atm = 760 mmHg , atau Torr 760. Satu

atmosfer sama dengan tekanan yang diberikan dalam 10 meter air

laut. Dalam kedalaman 10 meter atau 33 kaki, seorang penyelam

terekspos 2 ATA (yakni 1 atmosfer dari atas permukaan laut dan 1

dari tekanan 10 meter air laut). Kebanyakan terapi hiperbarik

menggunakan tekanan 2.0 sampai dengan 3.0 ATA (1 atmosfer dari

atmosfer bumi ditambah 1 atau 2 atmosfer dari tekanan hyperbaric

chamber).

Prinsip fisika dibalik terapi HBO ialah hukum gas ideal. Hukum

Dalton mengemukakan bahwa tekanan total dari berbagai macam

campuran gas sama dengan total tekanan parsial dari masing-

masing gas.

78 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 79: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Udara yang kita hirup berasal dari campuran gas, yang terdiri

dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, dan 1 % ialah campuran gas-

gas lainnya. Oleh karena total tekanan udara lingkungan ialah 760

mm Hg, maka tekanan parsial nitrogen sama dengan 0.78 x 760

atau 593 mm Hg, dan PO2 = 0.21 x 760 atau 160 mm Hg. Seiring

tekanan total campuran gas meningkat, tekanan parsial masing-

masing gas juga ikut meningkat.

Hukum Henry menyatakan bahwa tekanan parsial gas yang

bercampur dalam cairan setara dengan tekanan yang dikeluarkan

oleh gas. Terapi HBO meningkatkan PO2 lingkungan dan

mengakibatkan peningkatan yang signifikan dari jumlah oksigen

yang larut dalam darah. Pasien yang berada pada hyperbaric

chamber yang diberi tekanan 2 ATA akan menghirup 21% oksigen

dua kali lebih banyak molekul oksigen dalam setiap napas. Hal ini

akan ekuivalen dengan menghirup 42% oksigen pada 1 ATA.

Kadar Oksigen dalam darah ialah total oksigen yang dibawa

oleh hemoglobin dan oksigen yang larut dalam plasma.

Hemoglobin akan tersaturasi dalam PO2 sekitar 100 mm Hg. Dalam

kondisi normobarik, oksigen yang larut hanya 0.3 mL oxygen per

100 mL darah (vol%), dibandingkan dengan 20% vol yang dibawa

oleh hemoglobin.

Pada tekanan 3 ATA di hyperbaric chamber, PaO2 mendekati

2200 mmHg. Tekanan ini cukup tinggi untuk meningkatkan

oksigen yang larut hingga 5.4 vol%. Sehingga dengan kata lain,

terapi HBO dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk

mempertahankan fungsi metabolik basal tanpa adanya

hemoglobin.

Hukum Boyle menyatakan bahwa, gas-gas yang disimpan

dalam temperatur yang konstan, volumenya berbanding terbalik

terhadap tekanan yang diberikan padanya. Dengan kata lain,

79 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 80: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

seiring peningkatan tekanan, maka volume gas akan menurun,

dan sebaliknya. Prinsip inilah yang digunakan dalam terapi

Decompression sickness dan emboli gas-udara.

Kondisi Normobarik

  Jumlah oksigen = oksigen yang dibawa oleh hemoglobin + oksigen yang

larut dalam plasma

Jumlah oksigen arterial = 1.34 (hemoglobin)(%saturasi) + 0.003 (PaO2)

  = 1.34 (15)(100%) + 0.003 (100)

  = 20.1 + 0.3  = 20.4 vol%

Jumlah oksigen vena = 1.34 (15)(70%)

  = 14 vol%

Kondisi Hiperbarik—3 atmosfir absolut

Jumlah oksigen arterial  = 1.34 (15)(100%) + 0.003 (2200)

  = 20.1 + 6.6 vol%

= 26.7 %

Tabel 6.1 Konten oksigen arterial pada kondisi normobarik VS kondisi

hiperbarik46

80 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 81: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

6.2 EFEK FISIOLOGIS DARI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN 46,51,52

Terdapat 2 efek mendasar yang terjadi pada jaringan yang

diterapi HBO, yakni efek yang berhubungan dangan peningkatan PO2 

serta efek yang terkait dengan daya mekanik tekanan itu sendiri.

1. Efek dari peningkatan tekanan oksigen:

a. Hiperoksigenasi

Kondisi hiperbarik memungkinkan oksigen dalam

jumlah yang signifikan larut dalam darah. Plasma yang

ter-hiperoksigenasi akan mentranspor oksigen pada

area yang kekurangan akses dari sel darah merah atau

jaringan yang hipoksik. Oksigen terlarut dalam plasma

dapat dikirim ke jaringan pada jarak sedikitnya tiga

sampai empat kali yang dapat dihantarkan oleh

hemoglobin. Selain itu, sel darah merah menjadi lebih

lentur dan dapat masuk ke sirkulasi mikrovaskuler

secara lebih efisien. Sehingga dapat lebih

memungkinkan peningkatan pengantaran oksigen.

b. Vasokonstriksi

Pada keadaan hiperbarik, terjadi vasokonstriksi, yang

membatasi aliran oksigen dan transportasi oksigen.

Hal ini terjadi hanya pada jaringan yang normoksik dan

bukan pada jaringan yang sebelumnya hipoksik.

c. Peningkatan kecepatan proses penyembuhan

pada luka yang hipoksik

Terapi HBO memfasilitasi proses pembunuhan bakteri,

resistansi terhadap infeksi, sintesis kolagen, dan

proses epitelialisasi. Namun pada jaringan yang cukup

81 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 82: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

vaskularisasinya dan normoksik, terapi HBO memiliki

efek yang minimal terhadap penutupan

lukanya.sebaliknya pada jaringan yang iskemik dan

vaskularisasi yang buruk, terapi HBO secara signifikan

mempercepat penutupan luka.

d. Efek sinergis terhadap penggunaan

antimikrobial

Lingkungan yang hiperoksik pada terapi HBO

memfasilitasi perubahan fisiologis dan biokimiawi yang

berkontribusi terhadap pemberian antimikrobial

standar.

82 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 83: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

AKSI KETERANGAN

Menurunkan produksi

toksin clostridial alpha

pada kasus gas

gangren 

Meningkatkan efisiensi

kerja dari leukosit dan

mensupresi bakteri

Granulosit bersifat oxygen-independent

dan oxygen-dependent.. Leukosit kehilangan

efektifitasnya dalam mengeradikasi kuman gram-

positif dan gram-negatif manakala tekanan

oksigen turun di bawah 30 - 40 mm Hg.

Turunnya efektifitas granulosit di bawah kondisi

hipoksik ini mengakibatkan mekanisme

pertahanan tubuh menurun karena hanya leukosit

yang bersifat oxygen-independent saja yang

tersisa untuk mengeradikasi bakteri pathogen.

Pada lingkungan yang kaya akan oksigen, proses

fagositosis bakteri pathogen menghasilkan

sebuah “ledakan oksidatif” atau  "oxidative burst"

yang terdiri dari radikal oksigen (hydroxyl radical,

peroxides, and superoxide). Produksi radikal O2 ini

berbanding lurus terhadap jumlah O2. 

Peningkatan

efektifitas antibiotik

efektifitas dari beberapa antibiotik, termasuk

aminoglikosida dan antimetabolit trimethoprim,

sulfamethoxazole, dan sulfasoxazole, meningkat

pada lingkungan yang hipoksik. Namun antibiotik

golongan lain seperti vancomycin dan

fluorokuinolon menjadi lebih lemah pada kondisi

hipoksik.

83 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 84: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Saat tekanan oksigen turun di bawah 30 mm Hg,

bakteri dengan cepat membunuh jaringan.

Berbagai penelitian mendukung adanya efektifitas

dan sinergisme antara hiperoksigenasi dengan

pemberian antibiotik

Stimulasi produksi

granulosit dari

antimikrobial endogen

yang dihasilkan tubuh

(cth:radikal oksigen

bebas)

Bakteri anaerob memiliki tahanan yang lemah

terhadap radikal oksigen bebas.

Tabel 6.1 Perubahan fisiologis dan kimiawis dalam penggunaan

terapi HBO dengan pemberian antimikroba (aksi sinergistik).46

e. Supresi Radikal Oksigen yang Toksik

Terapi HBO melindungi jaringan terhadap efek yang

membahayakan dari radikal oksigen yang toksik. Efek

yang menguntungkan ini dikatakan dapat terjadi dalam

beberapa mekanisme.

Pertama, terapi HBO bersifat antagonis terhadap

lipid peroksidase dari membran sel dengan cara

mencegah konversi dari endothelial xanthine

dehydrogenase menjadi xanthine oxidase, tahap

yang paling penting dalam produksi lipid

peroksidase.

Kedua, terapi HBO menghambat inisiasi dari

reperfusion injury karena mencegah sekuestrasi

neutrofil ke jaringan yang cedera. Reperfusion

injury mengacu pada kerusakan jaringan oleh

84 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 85: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

karena ketika suplai darah kembali ke jaringan

setelah masa iskemia, pemulihan aliran darah

sebenarnya mengarah ke kerusakan vaskular

progresif dan memperluas area dengan aliran

darah yang buruk.

Ketiga, terapi HBO memungkinkan oksigen yang

cukup untuk reperfusi jaringan

2. Efek Mekanis dari Tekanan Oksigen yang

Meningkat

Terapi hiperbarik menurunkan ukuran gelembung udara

sesuai peningkatan tekanan atmosfer dari chamber (Hukum

Boyle). Pada peningkatan tekanan, oksigen akan berdifusi ke

dalam gelembung dan menggantikan nitrogen ke dalam

larutan. Hal ini memungkinkan resolusi dari gelembung

nitrogen yang terbentuk pada Decompression Sickness dan

gelembung udara pada emboli gas vena atau arteri. Pada

kasus gas gangrene, terapi HBO menurunkan ukuran

gelembung sehingga memungkinkan perfusi yang lebih baik

dan mengurangi rasa nyeri.

85 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 86: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

6.3 TEKNIK OKSIGENASI HIPERBARIK 48,52

Berikut ini tabel klasifikasi penggunaan tekanan sesuai

kegunaannya:

Sampai 1,5 ATA Gangguan iskemi serebral,

kardiak, gangguan vaskular

perifer, terapi adjuvant dalam

kedokteran olahraga, trauma

akustik, skin flaps.

2 – 3 ATA Gas gangrene, luka bakar,

fraktur terbuka,crush

injury¸penanganan darurat

pada penyakit dekompresi

Sampai 6 ATA Emboli udara, penyakit

dekompresi

Teknisi hiperbarik mengikuti instruksi-instruksi dari dokter

hiperbarik mengenai tekanan, waktu, dan frekwensi terapi.

Kebanyakan pengobatan di pusat hiperbarik diberi tekanan antara

1,5 sampai 2,5 ATA dan waktunya biasanya 45 menit. Sebagai

contoh pada tekanan 1,5 ATA diperlukan 10 menit untuk kompresi

dan 5 menit dekompresi. Jadi maksimum oksigen saturasi (jenuh)

dipertahankan selama 30 menit. Jika ada infeksi waktu terapi dilipat

dua kali. Untuk kondisi kronis, terapi dilakukan setiap hari, termasuk

Sabtu/Minggu.

Pada chamber multiple pasien dikelompokan sesuai indikasinya.

Misalnya, semua pasien stroke dikelompokan pada sesi yang sama

dan disertai fisioterapis atau dokter jika dilakukan penelitian. Teknisi

membuat catatan lengkap mengenai sesi tersebut, datanya dicatat

dan dapat ditampilkan oleh komputer.

86 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 87: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Kompresi dan dekompresi berlangsung mulus dan jika pasien

mengeluh misalnya sakit kuping, prosedurnya dapat dihentikan. Jika

ada masalah, pasien tersebut dapat dipindahkan ke ruang lain

dilanjutkan bagi pasien-pasien lain.

Pada chamber Monoplace, dipakai masker oksigen dan menghirup

oksigen dimulai bila chamber sudah diberi tekanan tertentu.

Tekanan partial oksigen tidak dicatat secara rutin, hanya jika

diperlukan bagi riset. Umumnya nilai Pa02 adalah sekitar

1000mmHg pada 1,5 ATA.

PERALATAN TAMBAHAN UNTUK HYPERBARIC CHAMBER48

1. Masker oksigen.

2. Respirator dan ventilator

3. Peralatan untuk terapi.

a. Alat resusitasi kardiopulmonal

b. Tabung Endotrakeal

c. Alat penyedot ( penghisap)

d. Infus intra venus.

4. Peralatan untuk diagnostik

a. Baki untuk pemeriksaan medis.

b. Alat monitor transkutan oksigen

c. EEG

d. ECG

e. Alat monitor tekanan intra kranial dan tekanan intra kranial

dan tegangan oksigen CSF.

5. Alat neurologis

a. Optalmoskop

87 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 88: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

b. Dynamometer untuk mengukur spastisitas.

6. Alat latihan : Treadmill.

7. Alat terapi seperti traksi cervical untuk cedera servikal

MASKER OKSIGEN

Masker oksigen hanya diperlukan dalam multiplace chamber.

Masker Angkatan Udara USA (Gambar 6.3) bila dipakai secara tepat,

memberikan kadar oksigen sebesar 96,9% - 99% dan Pa02 sebesar

1640 mmHg tercapai pada 2,4 ATA

Gambar 6.3 Masker Angkatan Udara USA

ALAT DIAGNOSTIK

Alat dasar medikal diagnostik seperti Reflek Hammers, stetoskop,

opthalmoskop, harus ada dalam chamber.

PENGAWASAN PASIEN DALAM HYPERBARIC CHAMBER

88 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 89: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Pasien dan pengawas didalam hyperbaric chamber dapat dimonitor

dengan mengikuti cara (Deauphince et al. 1985):

Penglihatan CCTV didalam Multiplace Chamber.

Komunikasi Untuk Monoplace dan Multiplace Chamber

menggunakan sistem komunikasi satu arah.

Tingkat pengawasan atas keparahan dan tipe penyakit.

Dengan pasien gawat, pengawasan ICU dapat berlangsung

dalam chamber.

6.4 TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN PADA FRAKTUR

TERBUKA46,51,52,53,54,55,56,57

Fraktur terbuka merupakan cedera yang tergolong iskemia

dan hipoksia perifer akut.Terapi HBO dalam kasus fraktur terbuka

bersifat adjuvant. Terapi ini harus dipertimbangkan manakala

terjadi komplikasi atau hasil terapi dari fraktur terbuka kurang

optimal, meskipun sudah menjalani prosedur bedah dan perawatan

medis yang layak.

Kriteria obyektif ditambah dengan orthopaedic

grading systems harus digunakan untuk membuat

keputusan dilakukan atau tidaknya terapi HBO. Selain itu,

kemampuan dari host dalam menanggapi cedera harus

dipertimbangkan (tabel 6.2 dan 6.3). Klasifikasi Gustilo

untuk fraktur terbuka, ditambah dengan status pasien

memberikan obyektifitas yang jelas untuk menggunakan

terapi HBO. Seringkali penggunaan terapi HBO dilakukan

setelah edema dan iskemia berlanjut dan mengarah ke

perubahan yang ireversibel sehingga waktu yang paling

efektif dari penggunaan terapi HBO telah lewat. Oleh

karena itu, waktu pelaksanaan terapi HBO ialah harus

89 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 90: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

dimulai sesegera setelah diagnosis fraktur terbuka, grading

dan indikasi obyektif untuk penggunaannya telah dibuat.

Tabel 6.2. Penilaian Status Host / Pasien

Tabel 6.3. Indikasi Obyektif dari penggunaan Terapi Hiperbarik Oksigen

(HBO) pada Fraktur Terbuka

Terapi HBO disarankan untuk dilakukan dalam 4-6 jam setelah

cedera, untuk hasil terbaik dari terapi ini. Banyaknya terapi harus bersifat

logis (tabel 6.4). Pada sebagian besar penelitian dan penggunaan terapi

HBO pada fraktur terbuka dan crush injury, diberikan tekanan 2.0 - 2.5

atmosfer absolut dan eksposur oksigen selama 1 ½ hingga 2 jam.

Tabel 6.4. Terapi dan Peninjauan/ Peer Review dari Penggunaan Terapi

HBO

90 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 91: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Menurut tabel indikasi obyektif (tabel 6.3), didapati bahwa

terapi HBO justru direkomendasikan pada fraktur terbuka tipe III,

tanpa melihat kondisi pasien. Crush Injury dikaitkan langsung

dengan trauma sementara sindrom kompartemen otot

rangka timbul dari iskemia, obstruksi aliran vena, tenaga,

kompresi eksternal maupun trauma. Pada crush injuries

dan compartment syndrome terdapat kesamaan hal

berikut:

1) iskemia dan hipoksia di lokasi cedera,

2) gradien cedera

3) potensi cedera yang bertahan lama

Penanganan dari bentuk paling parah dari kondisi ini

hampir selalu memerlukan pembedahan. Oksigen

hiperbarik merupakan intervensi efektif yang melawan

peristiwa patofisiologi yang terjadi dengan kondisi ini.

Studi menunjukkan penurunan secara statistik dan

91 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 92: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

signifikan pada hilangnya fungsi otot, metabolit terkait

dengan cedera otot, edema, dan nekrosis otot ketika HBO

digunakan dalam crush injury dan kompartemen sindrom.

Ancaman langsung ke jaringan yang hidup setelah

fraktur terbuka dengan crush injury maupun sindrom

kompartemen adalah apakah perfusi sudah cukup atau

tidak untuk mempertahankan kelangsungan hidup jaringan

tersebut. Edema vasogenik pasca-trauma berkembang

sebagai akibat dari cedera dan diperbesar oleh edema

sitogenik, dimana sel yang hipoksia tersebut kehilangan

kemampuan untuk mempertahankan cairan intraseluler.

Rintangan untuk proses difusi oksigen meningkat oleh

karena adanya edema dan runtuhnya mikrosirkulasi

sekunder karena tekanan dari cairan edema (seperti terjadi

pada sindrom kompartemen), sehingga akan semakin

mengurangi ketersediaan oksigen ke jaringan yang cedera.

Ketika tekanan oksigen jaringan turun di bawah 30 mmHg,

respon host terhadap infeksi dan iskemia akan menumpul.

Dalam lingkungan hipoksia, neutrofil yang oxygen-

dependent menjadi rusak atau tidak ada, dan proses

perbaikan host seperti migrasi fibroblas, proliferasi, dan

sekresi kolagen berkurang. Oleh karena itu,

neovaskularisasi terganggu karena kurangnya kolagen

matriks yang diperlukan sebagai substrat untuk

angiogenesis kapiler.

Alasan utama untuk menggunakan terapi HBO pada

fraktur terbuka dan luka-luka crush injury dan sindrom

kompartemen ialah pertama, pasokan oksigen ke jaringan

lain yang mungkin mati dari hipoksia selama periode awal

pasca-cedera kemungkinan besar tidak memadai sebagai

92 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 93: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

akibat langsung dari cedera. Kedua, terapi HBO

meningkatkan tekanan oksigen jaringan ke tingkat yang

memungkinkan respon host yang disebutkan di atas

berfungsi. Dengan terapi HBO sebesar tekanan 2 atmosfer

absolut, kandungan oksigen darah (yaitu kombinasi

hemoglobin dan plasma yang mengandung oksigen)

meningkat sebesar 125%. Tekanan oksigen dalam plasma,

serta cairan jaringan, meningkat 10 kali lipat (yaitu

1000%). Efeknya adalah peningkatan 3 kali lipat dalam

difusi oksigen melalui cairan jaringan. Hal ini membantu

untuk mengkompensasi efek edema yang merugikan pada

penurunan ketersediaan oksigen ke sel. Oksigen yang

cukup akan terlarut dalam plasma untuk menjaga jaringan

hidup tanpa bantuan hemoglobin.

Pengurangan edema adalah efek sekunder dari

hyperoksigenasi jaringan. Oksigen hiperbarik menginduksi

vasokonstriksi yang mengurangi aliran darah sebesar 20%

(12). Pengurangan edema terjadi karena penurunan filtrasi

cairan dari kapiler ke ruang ekstraseluler sebagai

konsekuensi dari vasokonstriksi sementara resorpsi cairan

ekstraselular pada tingkat kapiler dipertahankan.

Hiperoksigenasi mempertahankan pengiriman oksigen pada

vasokonstriksi yang diinduksi oleh terapi HBO tersebut.

Selain itu, aliran darah di mikrosirkulasi ditingkatkan

melalui penurunan tekanan cairan interstisial dari

pengurangan edema.

Oksigen hiperbarik melawan interaksi antara oksigen

radikal beracun dan mencegah peroksidasi lipid dari

membran sel. Oksigen hiperbarik secara khusus melawan

sistem beta2 integrin (cluster-designation-11) yang

93 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 94: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

menginisiasi respon perlengketan neutrofil pada

endotelium kapiler venul.

Dengan mengurangi anion superoksida yang dihasilkan,

reaksinya dengan molekul nitrit oksida untuk membentuk radikal

peroksinitrit yang reaktif juga dikurangi. Mekanisme lain dari

terapi HBO terhadap cedera reperfusi ialah adanya oksigen

tambahan untuk mereperfusi jaringan sehingga menghasilkan

scavengers. Scavengers yang dimaksud ialah superoxide

dismutase, catalase, peroxidase dan glutathione yang akan

mendetoksifikasi radikal oksigen yang destruktif sebelum

mereka menghancurkan jaringan.

Pada tahun 1980-an pengaruh terapi HBO pada

sindrom kompartemen otot-rangka dilaporkan dalam

serangkaian artikel dengan menggunakan model anjing.

Terapi HBO secara signifikan mengurangi jumlah otot

rangka yang nekrosis dibandingkan dengan kontrol.

Bowersox et al menunjukkan tingkat penyembuhan 90%

ketika terapi HBO digunakan untuk mengelola kulit yang

dilakukan flap dan atau cangkok yang sebelumnya gagal.

Pada tahun 1987 Shupak dilaporkan menyelamatkan

anggota tubuh dari 75% dari pasien yang berisiko amputasi

setelah trauma dengan cedera iskemik yang bersamaan.

Penyembuhan fraktur pada pasien lebih dari 40 tahun

secara signifikan diperbaiki dengan terapi HBO (p value

<0,05). Para peneliti juga mempelajari pengukuran oksigen

transkutan dan menemukan oksigen transkutan lebih

ditingkatkan dalam kelompok yang diperlakukan terapi

HBO dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu,

pasien yang telah sembuh dari patah tulang memiliki hasil

pembacaan oksigen transkutan lebih tinggi secara

94 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 95: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

signifikan dibandingkan mereka yang bahkan tidak

mengalami patah tulang.

Melalui data yang diperoleh dari Hyperbaric Oxygen Therapy

Facilitates Surgery in Complex Open Elbow Injuries dalam Journal of

Shoulder and Elbow Surgery (2007), ditemukan bahwa

menambahkan terapi HBO untuk fiksasi internal dan flap jaringan

lunak setelah debridemen radikal kompleks cedera siku terbuka

dapat menjadi alternatif pengobatan yang sangat baik.

Dari jurnal ini diperoleh 12 kasus patah tulang terbuka pada

siku, sembilan kasus ialah patah tulang terbuka jenis IIIA, enam

adalah jenis IIIB, satu tipe IIIC. Delapan pasien mengalami cedera

nervus perifer, termasuk delapan cedera nervus radial, dua cedera

nervus median, dan dua cedera nervus ulnar. Satu pasien juga

memiliki laserasi dari arteri brakialis. Semua operasi untuk

pengobatan fraktur dimulai dalam waktu 30 menit sampai 2 jam

tiba di unit gawat darurat. Protokol pengobatan bedah terdiri dari

irigasi, fasiotomi, dan debridemen luas, diikuti oleh fiksasi internal

dengan atau tanpa dukungan eksternal. Semua pasien menjalani 2

sesi terapi HBO (2,5 bar, oksigen 100%, 120 menit) dalam 48 jam

setelah operasi. Fraktur terbuka kompleks pada siku biasanya

berhubungan dengan cedera jaringan lunak yang berat, yang

diperberat dengan nekrosis jaringan, edema jaringan progresif,

hipoksia, kontaminasi bakteri yang tidak terelakkan. Karena terapi

HBO yang bersifat adjuvan dapat meningkatkan konsentrasi oksigen

secara signifikan di semua jaringan tubuh oleh karena

hiperoksigenasi, penurunan edema pada jaringan melalui

vasokonstriksi, dan penurunan insidens infeksi oleh karena adanya

peningkatan fagositosis sel darah putih dan sinergisme antibiotik

seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada subbab ini. Terapi

95 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 96: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

HBO sebagai adjuvan ini dilakukan pada kasus dengan fiksasi

internal dan terbukti dapat memperbaiki hasil klinis pasien.

Hasilnya, 12 pasien (75% kasus) mencapai hasil memuaskan

yakni secara fungsional baik, 3 (18,75%) mencapai hasil fungsional

yang cukup, dan 1 (6,25%) hasil fungsional yang buruk. Lima puluh

pasien tidak mengalami nyeri siku, sedangkan sisanya hanya sakit

ringan. Empat pasien tidak memiliki pembatasan kegiatan sehari-

hari, 11 pasien keterbatasan ringan sampai sedang. Tidak ada

infeksi dalam yang terjadi pada semua kasus. Infeksi superfisial

terjadi pada 3 pasien, namun bersifat ringan dan berhasil diterapi

dengan local dressing dan antibiotik. Osteomyelitis kronis tidak

terjadi.

Coulson et al di tahun 1966 sudah menuliskan pula manfaat

dari terapi HBO pada komplikasi fraktur berupa delayed union

maupun non union. Pada studi yang dilakukan pada binatang juga

didapatkan bahwa terapi HBO dapat mempercepat pertumbuhan

tulang dan mempercepat removal sel-sel mati atau sel-sel yang

abnormal. Kerwin et al (2000) pada uji eksperimental pada kucing

yang sengaja dibuat non union membuktikan adanya peningkatan

pembentukan tulang secara radiologis maupun histologis pada

penggunaan terapi HBO, namun vaskularisasi tidak ditingkatkan.

6.4 KONTRAINDIKASI TERAPI HBO 46,47,48,51

HBO hanya mempunyai satu kontraindikasi absolut yaitu

Pneumothorax yang tidak diobati. Diusahakan pengobatan

pneumothorax dengan operasi sebelum pemberian terapi

HBO.

96 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 97: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Daftar di bawah ini merupakan kontraindikasi relatif yang

harus dipertimbangkan manfaat dan kerugiannya terhadap

kondisi pasien:

Infeksi respirasi Atas.

Kejang-kejang.

Empisema dengan retensi CO2.

Pasien dengan keadaan ini dapat mengembangkan

pneumothoraks oleh karena rupturnya bula

empisema selama HBO. DIlakukannya foto rontgen

thoraks sebelum terapi dapat menghindarkan kejadian

tersebut.

Lesi pulmo simptomatik pada foto rontgen thorax.

Riwayat bedah thoraks atau bedah telinga.

Demam tinggi yang tidak terkontrol.

Demam merupakan predisposisi dari kejang. Jika

terapi OHB merupakan indikasi pada infeksi dengan

demam, suhu tubuh harus diturunkan dulu sebelum terapi

dilaksanakan.

Penyakit keganasan.

Ada beberapa kontroversi berkenaan dengan efek dari HBO,

pada pertumbuhan tumor. Eltorai et al (1987) melaporkan 3

kasus karsinoma yang tersembunyi, timbul secara klinis

setelah dimulainya HBO dan dianggap memicu proliferasi dari

tumor pada 3 kasus tersebut. Hingga kini mekanismenya

masih belum jelas, namun HBO umumnya dipertimbangkan

sebagai kontraindikasi pada keganasan, meskipun dalam

beberapa literatur, terapi HBO justru menjadi terapi adjuvant

dalam radioterapi atau kemoterapi.

Kehamilan

Ada bukti eksperimental, bahwa hewan yang terekspos

HBO selama kehamilan muda meningkatkan insiden

97 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 98: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

malformasi kongenital. Terapi HBO pada kehamilan tua

tidak menimbulkan efek merugikan. Pertanyaan mengenai

keselamatan terapi hiperbarik pada kehamilan di diskusikan

oleh Jennings (1987). Jika keselamatan ibunya yang

diperlukan, contohnya keracunan CO, ibunya harus

menerima prioritas terapi OHB dibandingkan fetusnya. Banyak

terapi-terapi HBO berhasil dilaksanakan dengan baik

selama kehamilan di Amerika tanpa membahayakan fetus .

6.5 KOMPLIKASI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN 46,47,48,51

Meskipun komplikasi dari terapi hiperbarik oksigen sangat jarang

ditemui, namun harus diketahui dan dipertimbangkan. Komplikasi

yang dapat terjadi antara lain:

Toksisitas Oksigen pada Paru-paru

Oksigen tambahan dengan fraksi oksigen inspirasi>

50% yang diberikan pada pasien dalam jangka waktu

yang lama dapat menghasilkan cedera paru yang

progresif, termasuk penurunan kecepatan absorpsi

mukus, penurunan lung compliance, kapasitas vital, dan

kapasitas difusi. Akan tetapi kadar oksigen tinggi yang

diberikan untuk jangka waktu yang pendek (90 sampai

120 menit) dalam kondisi hiperbarik (pada 2,0-2,4 ATA)

dan bahkan setiap hari sampai 6 minggu, belum terbukti

berbahaya bagi paru-paru.

Toksisitas oksigen pada sistem saraf pusat dan

sistem saraf perifer

Keracunan sistem saraf pusat dapat terjadi ketika

pasien menghirup oksigen 100% pada tekanan> 2.0

ATA. Kejadian kejang tonik-klonik selama pengobatan

HBO diperkirakan sebesar 0,3% pada 2,4 ATA dan

98 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 99: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

sampai dengan 2,5% pada 3,0 ATA. Faktor yang terkait

dengan kejadian kejang selama terapi HBO termasuk

hipertermia [> 37,8 ° C (100 ° F)], hipertiroidisme,

PaCO2 tinggi, asidosis, trauma otak atau iskemia,

riwayat kejang yang ada sebelumnya, hipoglikemia,

kekurangan vitamin E, dan obat-obatan tertentu

(vasodilator, insulin, inhibitor karbonat anhydrase,

mafenide asetat (Sulfamylon), epinefrin / norepinefrin,

steroid, dan aspirin). Beberapa pusat pelayanan terapi

HBO menggunakan profilaksis benzodiazepin untuk

mencegah kejang pada pasien berisiko tinggi. Tidak ada

efek sisa dari kejang akibat keracunan oksigen yang

telah dilaporkan.

Keracunan sistem saraf perifer bermanifestasi sebagai

parestesia yang muncul setelah sesi perawatan dalam

jangka panjang.

99 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 100: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Masalah penglihatan

Myopia progresif dan reversibel dapat terjadi setelah

terapi yang panjang. Akan tetapi kondisi ini akan pulih

seperti semula dalam kurang lebih 6 minggu. Katarak

idiosinkrasi juga dapat terjadi namun merupakan

komplikasi dari pemakaian yang kronis.

Barotrauma

Barotrauma dapat terjadi pada telinga tengah, telinga

bagian luar, telinga bagian dalam, sinus, gigi, saluran

gastrointestinal dan sistem paru. Barotrauma pada

telinga tengah terjadi pada 2% dari pasien yang

menerima HBO. Gambaran klinis termasuk edema,

perdarahan, kongesti mukosa, bulging atau penonjolan

dari membran timpani, dan yang jarang terjadi, ialah

pecahnya membran timpani. Masalah biasanya

menghilang secara spontan dalam 1-2 minggu.

Pencegahan dan atau pengobatan bagi barotraumas di

telinga tengah meliputi penentuan patensi tuba

estachius sebelum terapi, pengajaran teknik autoinflasi

yang benar, myringotomy dengan jarum, serta

penggunaan pressure equalization tubes.

100 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 101: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Klaustrofobia

Oleh karena kecilnya ukuran monoplace chamber,

pasien seringkali mengalami ansietas. Akan tetapi efek

ini biasanya dapat membaik dengan pemberian

anxiolitik.

101 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 102: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

BAB VII

KESIMPULAN

Melalui studi pustaka yang telah dilakukan oleh penulis, disimpulkan

bahwa terapi hiperbarik oksigen merupakan terapi adjuvan yang efektif

dalam kasus fraktur terbuka. Melalui mekanisme hiperoksigenasi,

penurunan edema jaringan, peningkatan fagositosis dan fungsi leukosit,

serta sinergisme dengan antimikroba yang telah dijelaskan dalam bab

sebelumnya dalam referat ini, terapi hiperbarik mampu memfasilitasi

proses penyembuhan pada fraktur terbuka, serta meningkatkan respon

host terhadap infeksi, yang merupakan masalah paling ditakutkan dalam

kasus-kasus fraktur terbuka.

Terapi HBO dapat dilakukan pada semua derajat fraktur terbuka,

namun paling direkomendasikan untuk fraktur terbuka derajat III.

Meskipun waktu terbaik untuk menjalani terapi hiperbarik ialah dalam 4-6

jam pasca cedera, namun penggunaannya hingga saat ini patut

dipertimbangkan manakala terjadi komplikasi atau hasil terapi fraktur

terbuka kurang optimal, meskipun sudah menjalani pembedahan dan

perawatan medis sesuai standar prosedur.

102 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 103: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

REFERENSI

1. A.L. Gill dan C.N.A. Bell. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of

action and outcomes. QJM. 2004;7:385-95

2. Latham E, et al. Hyperbaric Oxygen Therapy. E medicine [online]. 2010

[cited 2011 Jan 20]. Available from:URL:

http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview

3. Atlantic Hyperbaric Associates. Hyperbaric Oxygen Therapy and Crush

Injury, Compartment Syndrome and Other Acute Traumatic

Ischemias.1999[cited 2011 Jan 20]. Available from:URL:

http://www.atlantichyperbaric.com/health/crush-injuries.htm

4. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-20.Jakarta: EGC.2003.

Bab 21.Hal 325-70

5. Anonym. Bone Structure. 2011[cited 2011 Jan 20]. Available from:URL:

http://www.cliffsnotes.com/study_guide/topicArticleId-22032,articleId-

21902.html

6. Nather A, Ong HJ. Bone Grafts and Bone Substitutes - Basic Science and

Clinical Applications. Available from:URL:

http://www.worldscibooks.com/etextbook/5695/5695_chap01.pdf

7. Hill PA. Bone Remodelling. British Journal of Orthodontics.1998;25:101-7

8. Ito K dan Parren SM. Biology of fracture healing. Available from:URL

http://www.aopublishing.org/"><img src="./ao bone

heal_files/MyPortalFiles"

9. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:

depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html

10.Buckley R dan Panaro CD. General Principles of Fracture Care.2010 [cited

2011 Jan 22] Available from:URL

http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview

11.Sjamsuhidayat R dan Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC:Jakarta.

2004. Bab 40,hal.841-89.

12.Evans FG. Relation of the physical properties of bone to fractures. Instr

Course Lect. 1961;18:110-21.

13.Erkonen WE dan Smith WL. Radiology 101:The Basics and Fundamentals

of Imaging. 2009. Lippincott Williams & Wilkins. Hal.181-5

103 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 104: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

14.Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone.

Makassar: 2007. p. 352-489.

15.Greenspan A. Imaging Modalities in Orthopedics in Chapman’s

Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001. Lippincott Williams &

Wilkins.Ch.4,185-96

16.Ruedi TP, Buckley R, Moran CG. AO Principles of Fracture Management

Vol.1.2007.Thieme.p,108-25

17.Otto C dan Touquet E. General Principles: How to Interpret Radiograph.

Available from:URL:

http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/

Sample_chapter/9780727915283/9780727915283_4_001.pdf

18.Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of Musculoskeletal System 3rd

ed.1999. Ch.3,p.416-27

19.American Academy of Orthopaedic Surgeons .Fractures.Available from:

[URL]: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00097

20.McRae R. Practical Fracture Treatment, 3rd ed, Churcill Livingstone.

London: 1999. p. 285-290.

21.Ludwig O, Bisschop P, Veer TJ. A System of Orthopaedic Medicine Vol. 1.

Elsevier Health Sciences.p.68-72

22.Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. Apley's Concise System of

Orthopaedics and Fractures 3rd ed. 2005.USA:Oxford University Press.

23.Tintinalli JE. Stapczynski S, et al. Tintinalli's Emergency Medicine: A

Comprehensive Study Guide, 7th ed.2004. Philadelphia:McGraw Hill

Company.

24.Wade R, Juan F, et al. Immediate Management of Musculoskeletal Trauma

in CURRENT Diagnosis & Treatment in Orthopedics. 2011.

Philadelphia:McGraw Hill Company.

104 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 105: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

25.Ramesh C, Tolhurst S, et al. Orthopedic Surgery in CURRENT Diagnosis

and Treatment: Surgery 13th ed. 2011. Philadelphia:McGraw Hill Company.

26.Canale, S. Terry, and James H. Beatty, eds. "Fractures and Dislocation,

Part XV." Campbell's Operative Orthopaedics. 11th ed. Philadelphia: Mosby

Elsevier, 2007.

27.Braddom, Randolph L. Physical Medicine and Rehabilitation. 3rd ed.

Philadelphia: W.B. Saunders, 2006.

28.Anonym. Reduction of Fracture or Dislocation. Available from:

[URL]:http://www.mdguidelines.com/reduction-of-fracture-or-dislocation

29.Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation.

2009[cited 2011 Feb 2]. Available

from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview

30.American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and

External Fixations for Fractures. Available from:URL:

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00196

31.Kaleidoscope Executive Advisory Group. Traction. 2008. Available

from:URL: http://www.kaleidoscope.org.au/docs/GL/Traction_Kal.pdf

32.Bennet MH. Hyperbaric Oxygen Therapy for Promoting Fracture Healing

and Treating Nonunion Fracture.Available

from:URL

:http://www.sld.cu/galerias/pdf/sitios/rehabilitacion/hyperbaric_oxygen_the

rapy_for_promoting_fracture_healing_a%85.pdf

33.Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-Principles. Available From:[URL]:

http://www.aopublishing.org/

34.Fraktur Terbuka. Browsed: http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fraktur-

Terbuka.html

35. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open

fractures. Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of

open fractures. London: Martin Dunitz, 25-35.

36.Patel M dan Herzenberg J.Open Tibial Fractures.2009[cited 2011 Feb 3].

Available from:[URL]:http://emedicine.medscape.com/article/1249761-

overview

105 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 106: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

37.Norvell JG dan Steele M.Fracture Tibia and Fibula. 2009[cited 2011 Feb 3].

Available from:[URL]:http://emedicine.medscape.com/article/826304-

overview

38.Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The management of open fractures.

J Bone Joint Surg Am. Feb 1990;72(2):299-304.

39.Tscherne H, Oestern HJ.  A new classification of soft-tissue damage in open

and closed fractures. 1982;85(3):111-5

40.Rotondo N. Approach to the Trauma Patient in Merck Manual Online. 2009.

Available from:[URL]:

http://www.merckmanuals.com/professional/sec21/ch307/ch307a.html

41.Basar C, Sadik G, et al. The effectiveness of analgesics in traumatic

injuries of the ex tremities. ADVANCES IN THERAPY; 22(5), 462-6

42.Zalavras CG, Patzakis MJ . Open Fractures: evaluation and

management. 2003. J Am Acad Orthop Surg; 11(3):212-219.

43.Hoff WS, Bonadies JA, Cachecho R, et al. East Practice Management

Guidelines Work Group:Update to Practice Management Guidelines for

Prophylactic Antibiotic Use in Open Fractures.2008. Eastern Association for

the Surgery of Trauma.

44.Chapman MW. Open Fractures in in Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd ed

Vol 1. 2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.

45.Paley, Dean C, et al. Ilizarov Bone Transport Treatment for Tibial Defects.

2000.JOT; 14(2);pp 76-85 

46.Khandelwal S, Kaide CG. Hyperbaric Oxygen Therapy in Tintinalli JE,

Stapczynski JS, Cline DM,et al: Tintinalli's Emergency Medicine: A

Comprehensive Study Guide 7th ed(online database). Available from:[URL]:

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6349284.

47.Latham E, Hare MA, Neumeister M. Hyperbaric Oxygen Therapy.2010

[cited 2011 Feb 3]. Available from:[URL]:

http://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview

48.Sutarno, Riyono A, dkk. Kedokteran Hiperbarik Edisi I. 2000. Jakarta:RS AL

Mintohardjo Hiperbarik Senter.

49.Setiawan HW. Pengantar Ilmu Kesehatan Penyelaman. 2000. Perhimpunan

Kesehatan Hiperbarik Indonesia. Ch.3,p.11-31.

50.Bennet P and Elliot D. The Physiology and Medicine of Diving 4th ed.

106 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011

Page 107: Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

Terapi Hiperbarik pada Fraktur Terbuka

51.Feldmeier JJ. Hyperbaric Oxygen: Indication and Results. 2003. The

Hyperbaric Oxygen Therapy Committee Report.

52.Manaf, E.Understanding Challenges through HBO Therapy-From Pathology

to Clinical Implication. On symposium “Update on Hyperbaric Oxygen

Therapy”. 2005, October 1-2nd . Jakarta.

53.Huang KC , Tsai YT, Wei RW. Hyperbaric oxygen therapy facilitates surgery

on complex open elbow injuries: Preliminary results. 2007. Journal of

Shoulder and Elbow Surgery;16(4);454-60.

54.Buettner MF, Wolkenhauer D. Hyperbaric Oxygen Therapy in the

Treatment of Open Fractures and Crush Injuries. 2007. Radiology

source;25(1);p.177-88

55.Strauss M. Crush injury, compartment syndrome and other acute

traumatic peripheral ischemias. In: Hyperbaric Medicine Practice. Kindwall

EP and Whelan HT, eds. Best Publishing, Flagstaff, AZ 1999;753-778.

56.Strauss MB. Crush injury and Skeletal Muscle Compartment Syndromes.

2003. The Hyperbaric Oxygen Therapy Committee Report.

57.Jain KK.Hyperbaric Oxygenation in Traumatology and Orthopedics in

Textbook of Hyperbaric Medicine 2nd ed. 1996. Kirkland: Hogrefe & Huber

Publisher.

107 Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanRumkital Marinir CilandakPeriode 5 Januari – 12 Maret 2011