Top Banner
MANAJEMEN KEUANGAN II STRUKTUR MODAL DISUSUN OLEH : AGRIANI GOBEL A21108102 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN
53

TEORI STRUKTUR MODAL

Jul 02, 2015

Download

Documents

nengaghie
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TEORI STRUKTUR MODAL

MANAJEMEN KEUANGAN II

STRUKTUR MODAL

DISUSUN OLEH :

AGRIANI GOBEL

A21108102

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2011

Page 2: TEORI STRUKTUR MODAL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

STRUKTUR MODAL

Modal (pembelanjaan dari luar perusahaan) dikelompokkan dalam dua jenis, yakni:

hutang dan ekuitas (= modal sendiri). Hutang mempunyai keunggulan berupa (Brigham and

Gapenski, 1997: 767-768): 1) bunga mengurangi pajak sehingga biaya hutang rendah, 2)

kreditur memperoleh return terbatas sehingga pemegang saham tidak perlu berbagi

keuntungan ketika kondisi bisnis sedang maju, 3) kreditur tidak memiliki hak suara sehingga

pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan penyertaan dana yang kecil.

Meskipun demikian, hutang juga mempunyai kelemahan, yaitu: 1) hutang biasanya berjangka

waktu tertentu untuk dilunasi tepat waktu, 2) rasio hutang yang tinggi akan meningkatkan

risiko yang selanjutnya akan meningkatkan biaya modal, 3) bila perusahaan dalam kondisi

sulit dan labanya tidak dapat memenuhi beban bunga maka tidak tertutup kemungkinan

dilakukan tindakan likuidasi.

Bauran hutang dan ekuitas untuk pendanaan perusahaan merupakan bahasan utama

dari keputusan struktur modal (= capital structure decision). Bauran modal yang efisien dapat

menekan biaya modal (= cost of capital), yang dapat meningkatkan kembalian ekonomi neto

dan meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang hanya menggunakan ekuitas disebut

“unlevered firm”, sedangkan yang menggunakan bauran ekuitas dan berbagai macam hutang

disebut “levered firm”.

TEORI-TEORI STRUKTUR MODAL

Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang, tanpa disadari

secara berangsur-angsur, akan menimbulkan kewajiban yang makin berat bagi perusahaan

saat harus melunasi (membayar kembali) hutang tersebut. Tidak jarang perusahaan-

perusahaan yang akhirnya tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, dan bahkan

dinyatakan pailit. Hingga kini belum ada rumus matematik yang tepat untuk menentukan

jumlah optimal dari hutang dan ekuitas dalam struktur modal (Seitz,1984: 301). Pedoman

umum hanyalah: mencari hutang sebanyak mungkin tanpa meningkatkan risiko atau

menurunkan fleksibilitas perusahaan.

Franco Modigliani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur modal (Groth

and Anderson, 1997). Pada tahun 1958, dalam American Economic Review 48 (1958, June)

yang berjudul The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, mereka

Page 3: TEORI STRUKTUR MODAL

mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi,

akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan bauran

pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Siaw, 1999). Asumsi-asumsi

yang mendasari adalah (Megginson, 1997:316):

a. Semua aktiva berujud dimiliki oleh perusahaan.

b. Pasar modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tidak ada biaya

kebangkrutan).

c. Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko

dan hutang bebas (tanpa) risiko.

d. Individu maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat

suku bunga bebas risiko.

e. Para investor mempunyai ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan

perusahaan di masa mendatang.

f. Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas diasumsikan konstan dan

perpetual, dan semua laba dibagikan dalam bentuk dividen).

g. Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian, dan

kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Jelaskan Analisis dan Pengaruh Penggunaan Utang!

1.2.2 Jelaskan teori Struktur Modal!

1.2.3 Sebutkan Kebijakan Struktur Modal!

Page 4: TEORI STRUKTUR MODAL

BAB II

PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PENGARUH PENGGUNAAN HUTANG

I. RISIKO BISNIS DAN RISIKO FINANSIAL

Dalam mempelajari teknik penggunaan modal, kita mendefinisikan Risiko sebagai

variabilitas dari keuntungan atau pendapatan yg diharapkan terjadi. Karena perhatian

kita saat ini difokuskan pada keputusan pendanaan investasi.

Variasi arus pendapatan yang disebabkan oleh :

1. keterbukaan perusahaan terhadap risiko bisnis

2. keputusan perusahaan yg menimbulkan risiko finansial

1. Risiko Bisnis

Risiko Bisnis adalah ketidakpastian pada perkiraan pendapatan operasi perusahaan

dimasa mendatang.

Risiko Bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi-operasi perusahaan yg tidak

menggunakan hutang.

Risiko bisnis ini diukur dengan deviasi standar dari ROE (Return On Equity).

E A T

R O E =

Modal Sendiri

Risiko bisnis dipengaruhi oleh faktor-faktor :

a. Variabilitas permintaan. Semakin pasti permintaan untuk produk perusahaan,

cateris paribus, semakin rendah risiko bisnis.

b. Variabilitas Harga. Semakin mudah harga berubah, semakin besar risiko bisnis.

c. Variabilitas biaya input. Semakin tidak menentukan biaya input, semakin besar

risiko bisnis

d. Kemampuan menyesuaikan harga jika ada perubahan biaya. Semakin besar

kemampuan ini, semakin kecil risiko bisnis

e. Tingkat penggunaan biaya tetap (Operating Leverage). Semakin tinggi operating

leverage, semakin besar risiko bisnis. Pada umumnya, semakin besar biaya tetap,

Page 5: TEORI STRUKTUR MODAL

biaya variabel cenderung mengecil (misal : investasi pada mesin mahal akan

mengurangi jam kerja karyawan). Sebaliknya biaya tetap yg kecil pada umumnya

membawa konsekuensi biaya variabel yang besar.

Perusahaan A : memiliki biaya tetap besar, biaya variabel relatif kecil

Perusahaan B : memiliki biaya tetap kecil dan biaya variabel relatif besar.

Gambar Perusahaan A :

BEP

Pendapatan total

Biaya Total

Keuntungan (EBIT)

Keuntungan / Biaya

Biaya tetap

Penjualan

Page 6: TEORI STRUKTUR MODAL

Gambar Perusahaan B

2. Risiko Finansial

Risiko Finansial adalah risiko tambahan pada perusahaan akibat keputusan

menggunakan hutang atau risiko yg ditimbulkan dari penggunaan hutang (Financial

Leverage)

Risiko Financial =

Dimana :

= Risiko perusahaan yg menggunakan hutang

(Leverage Firm)

Keuntungan / Biaya

BEP

Pendapatan total

Biaya Total

Keuntungan (EBIT)

Biaya tetap

Penjualan

Page 7: TEORI STRUKTUR MODAL

= Risiko perusahaan yg tdk menggunakan hutang

(Unliverage Firm) atau risiko bisnis

adalah lebih besar dari . Perhatikan ilustrasi berikut :

Modal perusahaan Rp. 1.000.000,00. Perusahaan tidak menggunakan hutang. EBIT =

Rp. 400.000,00 dan pajak 20 %.

EBIT Rp 400.000

Bunga Rp 0

EBT Rp. 400.000

Pajak (20%) Rp 80.000

EAT Rp 320.000

EAT 320.000

ROE = = = 32 %

MS 1.000.000

Jika perusahaan menggunakan hutang sehingga struktur modal menjadi 50% modal

sendiri dan 50% hutang. Biaya hutang (Kd) = 24 %, maka

EBIT Rp. 400.000 (tdk berubah)

Bunga (24%) Rp. 120.000

EBT Rp. 280.000

Pajak (20%) Rp. 56.000

EAT Rp. 224.000

EAT 224.000

ROE = = = 44,8 %

MS 500.000

Penggunaan hutang meningkatkan ROE perusahaan sebesar 12,8 %. Namun demikian

penggunaan hutang juga meningkatkan risiko pada pemegang saham (equity investor).

Page 8: TEORI STRUKTUR MODAL

Seandainya EBIT tidak Rp. 400.000 tapi hanya Rp. 200.000 (ini mungkin saja terjadi

karena ketidakpastian dalam bisnis), maka pengaruh pada perusahaan jika menggunakan

hutang dan tidak adalah :

Tanpa Hutang Hutang Rp.

500.000

EBIT

Bunga

(24%)

EBT

Pajak

(20%)

EAT

200.0

00

0

-------

----

200.0

00

40.0

00

-------

----

160.0

00

200.00

0

120.00

0

---------

---

80.00

0

16.00

0

--------

----

64.00

0

ROE 16 % ( 160 rb/

1 juta)

12,8 % (64 rb/

500 rb)

Nampak jika realisasi EBIT hanya 50% dari yg diharapkan, ROE tanpa hutang

hanya turun 16% (32%-16%), sedangkan ROE dengan hutang turun 32% (44,8% -

12,8%).

Satu hal penting yg perlu diperhatikan dalam penggunaan hutang adalah :

penggunaan hutang akan meningkatkan ROE hanya jika tingkat keuntungan pada

aktiva (diukur dg EBIT / Total aktiva) lebih besar dari biaya modal (biaya hutang)

II. RISIKO BISNIS DAN FINANSIAL : DARI PERSPEKTIF BETA

Page 9: TEORI STRUKTUR MODAL

Robert Hamada menggabungkan teori CAPM dengan model MM – dengan pajak

untuk mendapatkan suatu model biaya modal untuk perusahaan yang menggunakan

hutang sebagai berikut :

= Suku bunga bebas risiko + Premi untuk risiko bisnis + premi untuk risiko finansial

Atau dinyatakan sebagai :

= krf +

Dimana :

= biaya modal sendiri perusahaan yg menggunakan hutang

krf = suku bunga bebas risiko

= tingkat keuntungan yg disyaratkan pada portfolio pasar

= beta untuk perusahaan yg tidak menggunakan hutang (ulivered firm)

T = pajak (tax rate)

D = hutang perusahaan

S = modal sendiri perusahaan

Contoh :

Suatu perusahaan yg tidak menggunakan hutang memiliki beta = 2. Diketahui = 20

%, krf = 10% dan modal sendiri 100 juta. Tingkat pajak 20%

Biaya modal sendiri adalah :

= krf + (persamaan CAPM)

= 10 % + (20% - 10%) 2

= 30 %

Jika perusahaan mengganti 20 juta modal sendiri dengan hutang, maka biaya modal

sendiri adalah :

= krf +

= 10% + (20% - 10%) 2 + (20% - 10%) 2.(1-20%)(20/84)

=

Perhitungan untuk S (modal sendiri) setelah adanya D (hutang) :

Penggunaan hutang akan menaikkan nilai perusahaan sebagai berikut :

Vl = Vu + TD ( Model MM – dengan pajak)

= 100 + 0,2 (20)

= 104

V = S + D

Page 10: TEORI STRUKTUR MODAL

S = V – D

= 104 – 20 = 84

Hamada mengembangkan perhitungan untuk menentukan hubungan antara beta

untuk Levered Firm (bl) dan beta untuk unlevered firm (bu)

Menurut Security Market Line pada CAPM :

Menurut Hamada :

Maka :

Dimana :

= beta untuk perusahaan yg menggunakan hutang

= beta untuk perusahaan yg tidak menggunakan hutang

T = tingkat pajak

D = hutang

S = modal sendiri

Jadi berdasarkan asumsi-asumsi MM dan CAPM, beta untuk Levered firm adalah

sama dengan untuk Unlevered firm yang telah disesuaikan dengan suatu faktor yang

tergantung pada :

a. pajak perusahaan

b. jumlah hutang perusahaan

Semakin besar tingkat pajak, semakin kecil faktor penyesuaian tersebut, sebaliknya

semakin besar hutang, semakin besar faktor penyesuai

Dalam konteks suatu risiko pasar, risiko bisnis suatu perusahaan diukur dengan

unlevered beta (bu), risiko total perusahaan diukur dengan levered beta (bl) dan risiko

finansial diukur dengan perbedaan bu dan bl.

Risiko Total = Risiko Bisnis + Risiko Finansial

Page 11: TEORI STRUKTUR MODAL

Dimana :

Risiko Total = bl

Risiko Bisnis = bu

Risiko Finansial = bl – bu

III. ANALISIS BREAKEVEN

Analisis Breakeven digunakan untuk menentukan jumlah penjualan (dalam Rp atau

unit) yang menghasilkan EBIT (Earning Before Interest and Tax atau laba bersih

sebelum bunga dan pajak) sebesar 0.

Dengan kata lain Breakeven Point (BEP) adalah suatu titik yang menunjukkan tingkat

penjualan yang menyebabkan perusahaan tidak untung dan juga tidak rugi.

Rumus BEP :

F

BEP dalam unit =

P – V

Dimana :

F = total Fixed cost (biaya tetap)

P = harga jual per unit

V = variable cost (biaya variable) per unit

Rumus ini diperoleh dari perhitungan berikut ini :

EBIT = Penjualan – (Total biaya variable + Total biaya tetap) = 0

= (P.Q) – (V.Q + F) = 0

= (P.Q) – (V.Q) – F = 0

Q (P.V) = F

Dimana :

F = fixed cost per unit

V = variable cost per unit

Page 12: TEORI STRUKTUR MODAL

P = harga jual per unit

Rumus ini diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

EBIT = penjualan dalam Rupiah – Total biaya variabel – total biaya tetap

EBIT = S – TVC – F = 0

Karena :

TVC (Variable Cost/unit) x unit penjualan

=

S (Harga jual/unit) x unit penjualan

V

P

Maka :

Contoh :

Variable cost = Rp. 6 / unit

Total Fixed Cost = Rp. 100.000

Harga jual = Rp. 10 / unit

F

BEP dalam unit =

P – V

100.000

=

10 – 6

= 25.000 unit

Page 13: TEORI STRUKTUR MODAL

= Rp. 250.000

Pembuktian :

EBIT = Penjualan – Total biaya variable – total biaya tetap

= (25.000 x 10) – (25.000 x 6) – 100.000

= 0

Beberapa penerapan analisis breakeven :

a. Analisis penggunaan modal

Analisis Breakeven digunakan dalam analisis penggunaan atau penggunaan modal

sebagai metode pelengkap untuk metoda-metoda lain yang menggunakan

pendekatan “discounted cashflows” seperti NPV atau IRR

b. Kebijakan harga

Harga jual dari suatu produk baru dapat ditentukan guna mencapai tingkat EBIT

yang diinginkan. Selain itu analisis breakeven memberikan gambaran sejauh mana

harga jual dapat diturunkan tanpa menyebabkan kerugian (EBIT yang negative)

c. Negosiasi kontrak karyawan

Efek dari kenaikan biaya variable akibat kenaikan upah karyawan terhadap jumlah

breakeven (BEP) dapat dianalisis

d. Struktur biaya

Alternatif mengurangi biaya variable dengan konsekuensi kenaikan biaya tetap

dapat dievaluasi. Misal suatu perusahaan yang ingin memilih padat karya (biaya

variable tinggi, biaya tetap rendah) atau padat modal (biaya variable rendah, biaya

tetap tinggi) dapat menggunakan analisis breakeven untuk melihat efek dari ke-2

alternatif tersebut terhadap EBIT Dan BEP

e. Keputusan pendanaan

Page 14: TEORI STRUKTUR MODAL

Analisis terhadap struktur biaya perusahaan memberikan informasi tentang

proporsi biaya operasi tetap yang ditanggungkan pada penjualan. Jika proporsi ini

terlalu tinggi, perusahaan dapat memutuskan untuk tidak menambah biaya tetap.

3. OPERATING LEVERAGE

1) Operating Leverage adalah kepekaan EBIT terhadap perubahan penjualan perusahaan.

Operating leverage timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap.

Contoh :

Suatu perusahaan meramalkan penjualan sebesar Rp. 300.000 (30.000 unit). VC/unit =

Rp. 6, FC = Rp. 100.000. Apa yg terjadi dengan EBIT jika ternyata penjualan yang

terjadi adalah 20% dari yg diperkirakan ?

Prediksi Realisasi

Penjualan Rp. 300.000,00 Rp.

360.000,00

Total Variabel

Cost

Rp. 180.000,00 Rp.

216.000,00

Fixed Cost Rp. 100.000,00 Rp.

100.000,00

EBIT Rp. 20.000,00 Rp.

44.000,00

EBIT naik sebesar Rp. 24.000,00 yg berasl dari kenaikan penjualan sebesar Rp.

360.000,00, dikurangi kenaikan biaya variable total sebesar Rp. 36.000,00

44.000 – 20.000

Persentase perubahan EBIT =

20.000

= 120 %

Pada penjualan Rp. 300.000 persentase perubahan EBIT adalah 6x persentase

perubahan penjualan.

2) Degree of Operating Leverage (DOL) mengukur berapa persen EBIT berubah jika

penjualan berubah 1 %

Page 15: TEORI STRUKTUR MODAL

Persentase perubahan pada EBIT

DOL Rp.=

Persentase perubahan pada penjualan

Dimana DOL Rp = DOL pada pada rupiah penjualan tertentu

Karena EBIT = Q (P-V) – F

Maka Q (P – V) karena F tetap

Dimana :

Q = unit penjualan

P = harga jual per unit

V = biaya variable per unit

F = total biaya tetap

Contoh :

Diketahui harga/unit (P) = Rp. 10, Biaya variable/unit = Rp. 6, Total biaya tetap (F) =

Rp. 100.000. Berapa DOL pada penjualan sebesar Rp. 300.000 atau 30.000 unit ?

Jawab :

30.000 (10 – 6)

=

30.000(10-6) – 100.000

120.000

=

20.000

= 6 x

Artinya : pada saat penjualan sebesar Rp. 300.000 atau 30.000 unit (jika harga jual Rp.

10/unit) jika penjualan naik 1%, EBIT akan naik 6x atau 6%, jika penjualan turun 1%,

EBIT akan turun 6x atau 6%.

Page 16: TEORI STRUKTUR MODAL

Rumus dapat dirubah menjadi :

S - TVC

DOL Rp =

S – TVC – F

Dimana :

S = Jumlah penjualan total dalam rupiah

TVC = Total variable cost atau biaya variable total

F = Total Fixed Cost atau biaya tetap total

3) Semakin tinggi tingkat penjualan perusahaanm semakin rendah DOL.

Contoh :

Diketahui harga jual per unit = P = Rp. 10,

biaya variable per unit = V = Rp. 6

biaya tetap total = F = Rp. 100.000

F 100.000

BEP = = = 25.000 unit atau Rp. 250.000

P - V 10 – 6

Page 17: TEORI STRUKTUR MODAL

Tabel : Hubungan antara unit atau rupiah penjualan dengan DOL

Unit Penjualan Rupiah

Penjualan

DOL Rp

25.000 Rp. 250.000 Tidak terdefinisi

30.000 Rp. 300.000 6

35.000 Rp. 350.000 3,5

40.000 Rp. 400.000 2,67

45.000 Rp. 450.000 2,25

50.000 Rp. 500.000 2

75.000 Rp. 750.000 1,5

100.000 Rp. 1.000.000 1,33

4) Dari rumus dapat disimpulkan bahwa selama perusahaan masih

menggunakan biaya tetap (F), Q(P-V) akan lebih besar dari Q(P-V)-F artinya DOL

lebih besar dari 1. Jika F = 0, =1

Semakin besar DOL perusahaan, semakin peka atau semakin besar variasi keuntungan

akibat perubahan pada penjualan perusahaan. Maka DOL jelas merupakan suatu atribut

dari risiko bisnis perusahaan. Semakin tinggi DOL, semakin besar pula risiko bisnis

perusahaan.

4. FINANCIAL LEVERAGE

1) Suatu perusahaan dikatakn menggunakan “Financial Leverage” jika ia membelanjai

sebagian dari aktivanya dengan sekuritas yang membayar bunga yang tetap (misal :

hutang pada bank, menerbitkan obligasi atau saham preferen).

Jika perusahaan menggunakan “financial leverage” atau hutang, perubahan pada EBIT

perusahaanakan mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada EPS ( Earning per

share) atau penghasilan per lembar saham perusahaan.

Page 18: TEORI STRUKTUR MODAL

2) Degree of Financial Leverage (DFL) mengukur kepekaan EPS terhadap perubahan

EBIT perusahaan

Dimana DFL adalah degree of financial leverage pada EBIT tertentu.

EBIT Q (P – V) - F

DFL = atau DFL =

EBIT – biaya bunga Q (P – V) – F – C

Dimana :

Q = unit penjualan

P = harga jual per unit

V = biaya variabel per unit

F = biaya tetap total

C = biaya bunga

Contoh :

P = Rp. 100

V = Rp. 50

F = Rp. 100.000

C = Rp. 20.000

T = Pajak = 50 %

a. EBIT pada Q = 4000 unit adalah :

Q (P – V) – F = 4000 (100 – 50) – 100.000 = Rp. 100.000

b. Perhitungan EPS

EBIT Rp. 100.000

Biaya bunga Rp. 20.000

EBIT Rp. 80.000

Pajak (50%) Rp. 40.000

EAT Rp 40.000

Saham beredar 10.000

EPS Rp 4

Page 19: TEORI STRUKTUR MODAL

c. DFL pada EBIT Rp. 100.000 adalah :

Q (P – V) - F

DFL 100.000 =

Q (P – V) – F - C

= 4000 (100 – 50) – 100.000

40000 (100 – 50) – 100.000 – 2.000

= 1,25 x

Artinya jika EBIT berubah 1 % EPS akan berubah 1,25 %. Ini berlaku pada saat

EBIT sebesar Rp. 100.000

d. Pembuktian :

Misal : EBIT naik 20 % menjadi Rp. 120.000, maka EPS menjadi :

EBIT Rp. 120.000

Biaya bunga Rp. 20.000

EBIT Rp. 100.000

Pajak 50% Rp. 50.000

EAT Rp. 50.000

Saham Beredar 10.000

EPS Rp. 5

EPS naik sebesar 5 -4 / 4 = 1,25 %

Hasil ini sesuai dengan DFL yg artinya jika EBIT naik 20 %, EPS naik (1,25 x 20

%) = 25 %

3) Semakin besar DFL, semakin besar pula fluktuasi EPS akibat perubahan pada EBIT

perusahaan. Besar kecilnya DFL tergantung pada besar kecilnya hutang yg digunakan

perusahaan. Semakin besar hutang yg digunkan, semakin besar pula DFL sehingga

semakin besar risiko financial perusahaan.

Contoh : hubungan positif jumlah hutang dengan DFL perusahaan

Suatu perusahaan merencanakan 3 alternatif pendanaan untuk modal Rp. 200.000.

Alternatif A : tidak menggunakan hutang, alternative B : menggunakan 20 % hutang

Page 20: TEORI STRUKTUR MODAL

dan alternative C : menggunakan 40 % hutang. Asumsikan bunga adalah 8% untuk

jumlah hutang berapapun dan EBIT perusahaan sebesar Rp. 20.000

Jawab :

Pada EBIT Rp. 20.000, DFL untuk masing-masing alternative pendanaan adalah :

DFL = EBIT / EBIT – C

Alternatif A : DFL = 20.000 / 20.000 – 0 = 1 x

Alternatif B : DFL = 20.000 / 20.000 – 3200 = 1,19 x

(3200 (200.000 x 20%) x 8% )

Alternatif C : DFL = 20.000 / 20.000 – 6400 = 1,47 x

(6400 (200.000 x 40%) x 8 %)

5. KOMBINASI OPERATING DAN FINANCIAL LEVERAGE

DOL mengukur kepekaan EBIT terhadap perubahan penjualan DFL mengukur kepekaan

PS terhadap perubahan EBIT. Jika DOL dikalikan DFL, kita akan mendapatkan Degree of

Combined Leverage (DCL) yang menunjukkan kepekaan EPS terhadap perubahan

penjualan.

Rumus DCL DCL = DOL x DFL

Q ( P – V) Q (P – V) - F

= x

Q (P – V) – F Q (P – V) – F – C

Maka :

Dimana adalah Degree of Combined Leverage pada rupiah penjualan tertentu.

Contoh :

P = Rp. 100

V = Rp. 50

C = biaya bunga = Rp. 20.000

Pajak = 50 %

F = Rp. 100.000

a. DOL pada Q = 4000 unit

Page 21: TEORI STRUKTUR MODAL

DOL = Q (P – V) / Q (P - V) – F

= 4000 (100 – 50) / 4000 (100 – 50) – 100.000

= 2 x

b. DFL pada Q = 4000 unit

DFL = Q (P – V) - F / Q (P - V) – F - C

= 4000 (100 – 50) – 100.000 / 4000 (100 – 50) – 100.000 – 20.000

= 1,25 x

c. DCL pada Q = 4000 unit

DCL = Q (P – V) / Q (P - V) – F - C

= 4000 (100 – 50) / 4000 (100 – 50) – 100.000 – 20.000

= 2,5 x

Atau DCL = DOL x DFL

= 2 x 1,25 = 2,5 x

TEORI STRUKTUR MODAL

Pengertian Struktur Modal

Pada dasarnya tugas manajer keuangan perusahaan adalah berusaha mencari

keseimbangan finansial neraca yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif neraca

tersebut dengan sebaik-baiknya. “Pemilihan susunan kualitatif pada sisi assets akan

menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan susunan kualitatif dari sisi

liabilities dan equities akan menentukan struktur keuangan dan struktur modal perusahaan”

(Riyanto, 1984, p.4). Wasis (1981) menyatakan bahwa struktur modal harus dapat dibedakan

dengan struktur keuangan. Struktur keuangan menyatakan dengan cara bagaimana harta

perusahaan dibiayai. Oleh karena itu struktur keuangan adalah keseluruhan yang terdapat di

dalam Neraca sebelah kredit.

Pada neraca sebelah kredit terdapat hutang jangka panjang maupun jangka pendek,

dan modal sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek. Jadi struktur keuangan

mencakup semua pembelanjaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sebaliknya

struktur modal hanya menyangkut pembelanjaan jangka panjang saja. Tidak termasuk

pembelanjaan jangka pendek.

Weston dan Copeland (1992) memberikan definisi struktur modal sebagai

pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal

Page 22: TEORI STRUKTUR MODAL

pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal

disetor atau surplus modal dan akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan memiliki saham

preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham.

Menurut Lawrence, Gitman (2000, p.488), definisi struktur modal adalah sebagai berikut:

”Capital Structure is the mix of long term debt and equity maintained by the firm”. Struktur

modal perusahaan menggambarkan perbandingan antara hutang jangka panjang dan modal

sendiri yang digunakan oleh perusahaan. Ada dua macam tipe modal menurut Lawrence,

Gitman (2000) yaitu modal hutang (debt capital) dan modal sendiri (equity capital). Tetapi

dalam kaitannya dengan struktur modal, jenis modal hutang yang diperhitungkan hanya

hutang jangka panjang.

Dari model MM-1 (model MM tanpa pajak) yang dikemukakan oleh Franco Modigliani

dan Merton Miller, dapat dipetik dua hal utama yaitu:

1) Dalam situasi tanpa pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal.

Jadi, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang, sehingga WACC juga

tidak dipengaruhi oleh struktur modal.

2) Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang akan lebih

berisiko, sebab harus membayar biaya bunga yang lebih banyak pula.Perusahaan

tidak dapat mengabaikan pembayaran biaya bunga, sehingga pemegang saham

“menuntut” kembalian yang lebih tinggi yang tercermin pada biaya ekuitas yang lebih

tinggi. Dalam kondisi demikian, perusahaan memperoleh “penghematan” yang makin

banyak dengan menggunakan hutang yang lebih banyak karena lebih murah daripada

ekuitas. Meskipun demikian, biaya ekuitas akan meningkat selaras dengan

penambahan hutang.

“Penghematan” yang dihasilkan dari penggunaan hutang otomatis akan meningkatkan

biaya ekuitas, sehingga WACC tidak berubah. Para akademisi dan praktisi

mengembangkan sejumlah teori, dan teori-teori tersebut bersifat subyektif sesuai dengan

kondisi empirik saat dilakukannya pengujian. Secara umum, teori-teori struktur modal

dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni: teori-teori trade-off, dan teori-teori yang

didasarkan pada perilaku manajemen. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori

struktur modal yang diawali dengan pengembangan model MM-1 yang dilakukan oleh

Modigliani dan Miller pada tahun 1963.

1. Teori-teori Trade-off

1.1. Modigliani-Miller Model 2 (MM Model with corporate taxes)

Page 23: TEORI STRUKTUR MODAL

Pada tahun 1963, Modigliani dan Miller mempublikasikan sebuah artikel dalam

American Economic Review 53 (1963, June) yang berjudul Corporate Income Taxes

an the Cost of Capital: A Correction, untuk memperbaiki model awal mereka dengan

memperhitungkan adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap mengabaikan pajak

perorangan). Untuk selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2

atau model MM dengan pajak perseroan (Brigham, and Ehrhardt, 2005:588- 592).

Kehadiran pajak perseroan (diberi notasi tc)mempengaruhi kedua proposisi awal pada

model MM-1 sebagai berikut:

Proposisi 1:

Sumber: Siaw, 1999

Sebagai alasan bahwa nilai unlevered firm (VU) berubah adalah kebutuhan

perusahaan untuk membayar pajak perseroan atas laba yang diperoleh sebelum

membayarkan dividen kepada pemegang saham.

Proposisi 2:

Sumber: Siaw, 1999

Proposisi 1 dan 2 dari model MM dengan pajak perseroan dapat disajikan

dalam bentuk grafik berikut ini (tersaji pada Gambar 4):

Sumber: Brigham, and Ehrhardt, 2005:590

Gambar 4:

BIAYA MODAL dan NILAI PERUSAHAAN MENURUT MODEL MM-2 (1963)

Page 24: TEORI STRUKTUR MODAL

Dari model MM-2, dapat dipetik dua hal utama yang berbeda dengan model MM-1

sebelumnya adalah:

1. Dalam Proposisi 1, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam

kenyataan, struktur modal mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan:

bertambahnya penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata

lain, pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal dari hutang, sebesar:

Manfaat pajak dari penggunaan hutang diperoleh dari beban biaya bunga hutang yang

dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak,

sedangkan pembayaran dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya.

Jadi, perusahaan (seperti) menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan hutang

untuk menambah modal.

2. Dengan adanya pajak perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang yakni:

hutang merupakan sumber modal yang lebih murah daripada ekuitas, dan biaya bunga

menjadi elemen pengurang pajak. Dari model MM-1, diketahui bahwa penghematan

dari penggunaan hutang yang lebih murah sepenuhnya digantikan oleh peningkatan

biaya penggunaan ekuitas. Meskipun demikian, dalam situasi dengan adanya pajak

perseroan, keuntungan yang diperoleh Perusahaan dari penggunaan hutang lebih besar

daripada peningkatan biaya ekuitas. Dengan demikian, biaya ekuitas dari levered firm

dalam situasi ada pajak perseroan pertambahannya lebih lamban daripada bila

situasinya tanpa pajak perseroan. Dengan kata lain, pemegang saham memperoleh

kompensasi untuk risiko keuangan yang lebih kecil dalam situasi ada pajak perseroan.

“Penghematan” dari penggunaan hutang yang lebih besar daripada peningkatan biaya

ekuitas, menghasilkan WACC yang makin kecil seturut dengan bertambahnya hutang.

1.2. Miller Model with Personal Taxes

Model MM-2 yang dipublikasikan tahun 1963 memperlihatkan situasi perpajakan

yang dihadapi perusahaan dengan lebih baik, akan tetapi belum memperlihatkan

situasi perpajakan yang dihadapi oleh para investor. Pada tahun 1977, dalam Journal

of Finance volume 32 nomor 2 tahun 1977 dengan judul Debt and Taxes, Miller

mengemukakan sebuah model yang memperhitungkan pajak perorangan (Ogden,

Jen, and O’Connor, 2003:172). Dalam model tersebut, investor dihadapkan pada dua

Page 25: TEORI STRUKTUR MODAL

kemungkinan jenis pajak: pajak perorangan atas ekuitas atau pendapatan dividen

(tS), dan pajak perorangan atas hutang atau pendapatan bunga (tD).

Bagaimana pengaruh pajak perorangan terhadap nilai unlevered firm maupun

levered firm yang memperhitungkan pajak perseroan? Dalam model MM-2, dividen

yang diperoleh pemegang saham sebesar:

Akan tetapi, dengan adanya pajak perorangan, dividen yang diperoleh pemegang

saham menjadi:

Dengan demikian, terjadi pajak ganda atas pendapatan ekuitas (dividen) yang diterima

oleh investor. Laba perusahaan dikenai pajak perseroan sebelum dibagikan menjadi

dividen kepada investor, dan selanjutnya ketika investor memperoleh dividen, dikenai

pajak perorangan. Jadi, nilai unlevered firm yang memperhitungkan pajak perseroan

dan pajak perorangan adalah:

Untuk levered firm, sebelum mengetahui berapa nilainya, perlu diketahui dahulu arus

kas yang ada. Ada dua kategori arus kas, yaitu:

a. Arus kas untuk pemegang saham:

b. Arus kas untuk kreditur:

Jadi, arus kas total dari levered firm dapat dihitung dengan cara berikut:

Penentuan nilai levered firm dilakukan dengan cara mendiskontokan arus kas seperti

pada unlevered firm dengan biaya ekuitas unlevered firm, ditambah pendiskontoan arus kas

yang terkait dengan pendapatan bunga (bagi kreditur) dengan biaya hutang setelah pajak,

menjadi persamaan berikut:

Page 26: TEORI STRUKTUR MODAL

Sumber: Siaw, 1999, dan Brigham, and Ehrhardt, 2005:593

Komponen Struktur Modal

1. Hutang Jangka Panjang

Jumlah hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang

digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka

pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka panjang

jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek.

Menurut Sundjaja dan Barlian (2003, p.324), “hutang jangka panjang merupakan

salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari

satu tahun, biasanya 5 – 20 tahun”. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa

pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja

permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan

obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat

obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi

tersebut).

Mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio)

dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total asset. Semakin

tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan di dalam

menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk

menggunakan hutang menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut:

1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga

yang dibayarkan besarnya tetap.

2. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa

3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang.

4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak

5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan

penebusan dalam perjanjian obligasi.

Page 27: TEORI STRUKTUR MODAL

Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi dalam bentuk hutang jangka

panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja at. al (2003), pemilihan investasi

dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut:

1. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada

pemegangnya.

2. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.

3. Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi resiko).

4. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi).

2. Modal Sendiri

Menurut Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal

menitikberatkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan hutang

dalam pembiayaan perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan dengan

penggunaan modal sendiri. Menurut Sundjaja at al. (2003, p.324), “modal sendiri/equity

capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan

(pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham

biasa) serta laba ditahan”.

Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost. Keuntungan

dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah control terhadap perusahaan. Namun,

return yang dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama

yang menanggung resiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka

panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri

diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas

sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari modal

sendiri yaitu:

a) Modal saham preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa

yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang

saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam

jumlah yang banyak.

Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut

Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.

Page 28: TEORI STRUKTUR MODAL

2. Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada

posisi menunda tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha sedang

lesu yaitu dengan tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya.

3. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham

oleh perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi.

b) Modal saham biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya

dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang

saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya

menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.

Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan

manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003), yaitu :

1. Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh

laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen. Tetapi berlawanan

dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap (merupakan biaya tetap bagi

perusahaan), perusahaan tidak diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar

dividen kepada para pemegang saham biasa.

2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.

3. Karena saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi yang diderita

para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas

perusahaan.

4. Saham biasa dapat, pada saat-saat tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan

bentuk hutang lainnya. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi

kelompok-kelompok investor tertentu karena (a) dapat memberi pengembalian

yang lebih tinggi dibanding bentuk hutang lain atau saham preferen; dan (b)

mewakili kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor

benteng proteksi terhadap inflasi secara lebih baik dibanding saham preferen

atau obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya jika nilai aktiva riil

juga meningkat selama periode inflasi.

5. Pengembalian yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk keuntungan

modal merupakan obyek tarif pajak penghasilan yang rendah. (Weston &

Copeland) Menurut Wasis (1981, p.81), “pemilik yang menyetorkan modal akan

menjadi penanggung resiko yang pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik

tidak akan menderita kerugian sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan

Page 29: TEORI STRUKTUR MODAL

seluruhnya.

Kerugian perusahaan pertama-tama harus dibebankan kepada pemilik. Dari segi

investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan saham (modal sendiri)

adalah sebagai berikut:

1. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.

2. Tidak ada jatuh tempo.

3. Karena menanggung resiko yang lebih besar, maka kompensasi bagi

pemegang modal sendiri lebih tinggi dibanding dengan pemegang modal

pinjaman.

KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL

METODA – METODA DALAM MANAJEMEN STRUKTUR MODAL

Mengapa struktur modal perlu diperhatikan ? Hal ini memotivasi manajemen

perusahaan untuk mencari suatu struktur mosal yang optimal untuk perusahaannya.

Beberapa alat atau metoda dapat digunakan untuk menentukan suatu pilihan sehingga

akan sangat bermanfaat untuk menjawab pertanyaan semacam ini “ Dimasa

mendatanng, jika kita memerlukan dana 500 juta, apakah kita sebaiknya menerbitkan

saham atau obligasi ?” Metoda dasar tersebut adalan (a) Analisis EBIT – EPS, (b)

Perbandingan rasio – rasio leverage, dan (c) Anaisis arus kas perusahaan.

a). Analisis EBIT – EPS.

Melalui analisis ini manajemen dapat melihat dampak dari berbagai alternatif

pendanaan terhadap EPS ( Earning per share ) pada tingkatan EBIT ( Earning Before

Interest and Tax ) yang bervariasi. Yang dimaksud dengan EPS adalah laba bersih

sesudah pajak atau Earning After Tax ( EAT ) dibagi jumlah lembar saham

perusahaan yang beredar.

Pada analisis ini, hubungan antara EBIT dan EPS dapat dicari dengan cara :

1. Menghitung EPS pada berbagai alternatif pendanaan untuk EBIT tertentu , dan

2. Mengulang lankah pertama untuk EBIT yang berbeda – beda. Hasilnya kemudian

digambarkan dalam grafik EBIT-EPS.

Indifference point memberikan masukan penting bagi manajemen dalam memilih

alternatif pembelanjaan, Jika expected EBIT lebih besar dari indifference point,

perusahaan sebaiknya menggunakan hutang. Jika sebaliknya, menggunakan saham

akan lebih menguntungkan. Perlu dicatat bahwa keputussan ini bisa salah jika actual

Page 30: TEORI STRUKTUR MODAL

EBIT tidak besar yang diharapkan. Oleh karena itu, didalam mengambil keputusan,

manajemen harus memperhatikan juga deviasi standard ( tingkat variabilitas ) EBIT

perusahaan. Expected dan deviasi standard EBIT dapat dicari dengan mengembangkan

sejumlah skenario tentang EBIT dimasa mendatang beserta dengan probabilitas

terjadinya. Jika deviasi standard EBIT relatif besar, manajemen harus lebih hati–hati

karena expected EBIT menjadi kurang dapat dipercaya. Sebaiknya manajemen

memutuskan menggunakan hutang hanya bila ecpected EBIT cukup jauh di atas

indifference point.

Dimana:

EBIT * = Indifferent point

C1 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 1

C2 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 2

S1 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 1

S2 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 2

T = Tingkat pajak

b) Perbandingan Rasio – Rasio Leverage

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan efek dari setiap alternatif

pendanaan terhadap rasio – rasio leverage ( penggunaan hutang ). Manajemen

kemudian dapat membandingkan rasio – rasio yang ada saat ini dan rasio – rasio

pada alternatif pendanaan tertentu dengan rasio – rasio industri sejenis. Rasio

Leverage terdiri dari (1) Rasio Hutang ( debt ratio ), (2) Rasio Jaminan ( coverege

ratio ).

Rasio hutang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

jangka panjang, sedangkan rasio jaminan menunjukkan kemampuan untuk

membayar bunga dan pokok pinjamn yang jatuh tempo. Untuk menghitung rasio

Page 31: TEORI STRUKTUR MODAL

hutang, manajemen menggunakan informasi dari neraca. Untuk menghitung rasio

jaminan, informasi dari laporang rugi – laba yang dipergunakan.

Manajemen dapat menggunakan metoda perhitungan rasio sbb :

1. Rasio Hutang:

a. Total hutang/Total aktiva

b. Hutang jangka panjang/ (Hutang jangka panjang + Modal sendiri)

c. Total hutang/ Modal sendiri

2. Rasio Jaminan:

a. Time interest earned = EBIT/Biaya bunga

b. Debt service coverage = EBIT / [ biaya bunga + (pembayaran pokok pinjman/1

– pajak) ]

Rasio hutang dan rasio jaminan dapat dihitung berdasarkan : (1) posisi keuangan

perusahaan pada saat ini, (2) posisi keuangan perusahaan dengan alternatif –

alternatif pendanaan yang ada seperti 100 % modal sendiri, 100% hutang dsb.

Rasio – rasio tersebut kemudian dibandingkan dengan rasio indusstri. Dari

perbandingan tersebut, manajemen dapat menentukan alternatif pendanaan yang

paling tepat bagi perusahaan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen harus

mempertahankan rasio yang sama dengan rasio industri. Kegunaan perbandingan

rasio dengan rasio industri adalah jika perusahaan memilih rasio hutang dan rasio

jaminan yang menyimpang dari rasio industri, ia harus memiliki alasan yang kuat.

c) Analisis Arus Kas Perusahaan

Metoda ini menganalisis dampak keputusan struktur modal terhadap arus kas

perusahaan. Metoda ini sederhana tetapi sangat bermanfaat. Metoda ini melibatkan

persiapan suatu seri anggaran kas pada (1)kondisi perekonomian yang berbeda, (2)

struktur modal yang berbedaArus kas bersih pada situasi yang berbeda ini dapat

dianalisis untuk menentukan apakah beban tetap perusahaan ( pokok pinjaman,

bunga, sewa dan dividen saham preferen ) yang dihadapi perusahaan tidak terlalu

tinggi. Ketidak mampuan perusahaan untuk membayar beban tetap bisa

mengakibatkan “financial insolvency “.

Page 32: TEORI STRUKTUR MODAL

Gordon Donaldson dari Harvard University menyarankan bahwa kapasitas beban

tetap perusahaan sebaiknya tergantung pada arus kas bersih perusahaan yang

diharapkan dapat terwujud pada saat perekonomian mengalami resesi. Dengan kata

lain, target struktur modal ditentukan dengan membuat rencana untuk menghadapi

“ kondisi terburuk yang mungkin terjadi “.

Rumus berikut mendifinisikan CBr, saldo kas yang diharapkan perusahaan pada

akhir periode resesi.

CBr = Co + NCFr – FC

Dimana:

Co = Saldo kas pada awal resesi

NCFr = Arus kas bersih dari operasi selama resesi

FC = Beban tetap perusahaan

ANALISIS SUBYEKTIF DALAM MANAJEMEN STRUKTUR MODAL

Dalam menentukan struktur modal perusahaan , manajemen juga menerapkan analisis

subyektif ( judgment ) bersama dengan analisis kuantitatif yang telah dibahas didepan.

Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan tentang struktur modal

adalah :

a. Kelangsungan hidup jangka panjang ( Long – run viability ).

Manajer perusahaan, khusunya yang menyediakan produk dan jasa yang

penting, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan jasa yang

berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat

penggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka

panjang perusahaan.

b. Konsevatisme manajemen

Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang

yang “konservatif “ pula ( sedikit hutang ) dari pada berusaha

memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang.

c. Pengawasan

Pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan dari

pihak kreditor ( misalnya, melalui kontrak perjanjian atau covenaut ).

Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat

keputusan perusahaan.

d. Struktur aktiva

Page 33: TEORI STRUKTUR MODAL

Perusahaan yang memiliki aktiva yang digunakan sebagai agunan hutang

cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya ,

perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari

pada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi

e. Risiko bisnis

Perusahaan yang memiliki risiko bisnis ( variabilitas keuntungannya ) tinggi

cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar ( karena kreditor

akan meminta biaya hutang yang tinggi ). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini

dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas

biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll.

f. Tingkat pertumbuhan

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi membutuhkan modal

yang besar. Karena biaya penjualan ( flotation cost ) untuk hutang pada

umumnya lebih rendah dari fenation cost untuk jaminan, perusahaan dengan

tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung menggunakan lebih banyak

hutang dbanding dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah.

g. Pajak

Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak,

sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh

karena itu , semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar

keuntungan dari penggunaan pajak.

h. Cadangan kapasitas peminjaman

Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan

meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan

hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang di masa

mendatang dengan biaya yang relatif rendah

BEBERAPA CATATAN TENTANG

KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL

Pada pertemuan tahunan Financial Management Association (FMA) pada tahun 1989,

disimpukan beberapa hal mengenai struktur perusahaan.

a) Dalam praktik sangat sulit menentukan titik struktur modal yang optimal. Bahkan

untuk membuat suatu range untuk struktur modal yang optimalpun sangat sulit.

Page 34: TEORI STRUKTUR MODAL

Oleh karena itu, kebanyakan perusahaan hanya memperhatikan apakah perusahaan

terlalu banyak menggunakan hutang atau tidak.

b) Ada kenyataan bahwa walaupun struktur modal perusahaan dianggap jauh dari

optimal, tapi dampaknya pada nilai perusahaan tidak terlalu besar. Dengan kata

lain keputusan tentang struktur modal tidaklah sepenting keputusan investasi, yang

memiliki dampak yang lebih besar terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan hal – hal di atas, sebaiknya perusahaan lebih memfokuskan diri pada suatu

tingkat hutang yang hati – hati ( prudent ) dari pada berusaha mencari tingkat hutang yang

optimal. Tingkat hutang yang “ prudent “ harus dapat memanfaatkan keuntungan dari

penggunaan hutang dan tetap menuju : (1) mempertahankan risiko finansial pada tingkat

yang masih terkendali, (2) menjamin fleksibilitas pembelanjaan perusahaan, (3)

mempertahankan “ credit rating “ perusahaan.

Keputusan tentang sstruktur modal melibatkan analisis “ trade – off “ antara risiko dan

keuntungan. Penggunaan hutang meningkatkan risiko perusahaan, tapi juga

mengingkatkan keuntungan perusahaan oleh karena itu, struktur modal yang optimal akan

menyeimbankan risiko dan keuntungan perusahaan.

Metoda lain yang tidak jarang digunakan dalam menentukan struktur modal perusahaan

adalah analisi perbandingan rasio struktur modal. Manajemen membandingkan struktur

modal perusahaan mereka dengan struktur modal perusahaan pada industri yang sama.

Suatu pilihan terhadap struktur modal yang menyimpang dari struktur modal industri harus

memiliki alasan yang kuat.

Suatu riset terhadap 170 manajer keuangan senior di AS menunjukkan bahwa sekitar 60 %

percaya bahwa ada suatu struktur modal yang opetimal bagi perusahaan. Riset ini juga

menunjukkan bahwa (1) manajer keuangan menetapkan suatu target rasio hutang bagi

perusahaannya, (2) nilai rasio hutang ini dipergunakan untuk evaluasi terhadap risiko

bisnis yang dihadapi perusahaan.

Page 35: TEORI STRUKTUR MODAL

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Modal (pembelanjaan dari luar perusahaan) dikelompokkan dalam dua jenis, yakni:

hutang dan ekuitas (= modal sendiri). Hutang mempunyai keunggulan berupa (Brigham

and Gapenski, 1997: 767-768): 1) bunga mengurangi pajak sehingga biaya hutang rendah,

2) kreditur memperoleh return terbatas sehingga pemegang saham tidak perlu berbagi

keuntungan ketika kondisi bisnis sedang maju, 3) kreditur tidak memiliki hak suara

sehingga pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan penyertaan dana yang

kecil. Meskipun demikian, hutang juga mempunyai kelemahan, yaitu: 1) hutang biasanya

berjangka waktu tertentu untuk dilunasi tepat waktu, 2) rasio hutang yang tinggi akan

meningkatkan risiko yang selanjutnya akan meningkatkan biaya modal, 3) bila perusahaan

dalam kondisi sulit dan labanya tidak dapat memenuhi beban bunga maka tidak tertutup

kemungkinan dilakukan tindakan likuidasi.

Analisis Dan Pengaruh Penggunaan Hutang terdiri dari: a) Risiko Bisnis; adalah

ketidakpastian pada perkiraan pendapatan operasi perusahaan dimasa mendatang.

Sedangkan Risiko Finansial adalah risiko tambahan pada perusahaan akibat keputusan

menggunakan hutang atau risiko yg ditimbulkan dari penggunaan hutang (Financial

Leverage). B) Risiko Bisnis Dan Finansial dari Perspektif Beta berdasarkan asumsi-asumsi

MM dan CAPM, beta untuk Levered firm adalah sama dengan untuk Unlevered firm yang

telah disesuaikan dengan suatu faktor yang tergantung pada :a. Pajak perusahaan, b.

Jumlah hutang perusahaan. Semakin besar tingkat pajak, semakin kecil faktor penyesuaian

tersebut, sebaliknya semakin besar hutang, semakin besar faktor penyesuai. C) Analisis

Breakeven; digunakan untuk menentukan jumlah penjualan (dalam Rp atau unit) yang

menghasilkan EBIT (Earning Before Interest and Tax atau laba bersih sebelum bunga dan

pajak) sebesar 0. D) Operating Leverage adalah kepekaan EBIT terhadap perubahan

penjualan perusahaan. E) Financial Leverage; Suatu perusahaan dikatakan menggunakan

“Financial Leverage” jika ia membelanjai sebagian dari aktivanya dengan sekuritas yang

membayar bunga yang tetap (misal : hutang pada bank, menerbitkan obligasi atau saham

preferen). F) Kombinasi Operating Dan Financial Leverage; DOL mengukur kepekaan

EBIT terhadap perubahan penjualan DFL mengukur kepekaan EPS terhadap perubahan

Page 36: TEORI STRUKTUR MODAL

EBIT. Jika DOL dikalikan DFL, kita akan mendapatkan Degree of Combined Leverage

(DCL) yang menunjukkan kepekaan EPS terhadap perubahan penjualan.

3.2 Daftar Pustaka

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:RDuvwTl-ZHYJ:ums.ac.id/staf/

triyono/fm/Courses/KEBIJAKAN%2520%2520STRUKTUR

%2520%2520MODAL.doc+kebijakan+struktur+modal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid

=ADGEESifmHZ66z5cGCGUhpnYz-

UIazH64N4LkWTUMaFJJcpTNL20PbSgwq9zUdyWiCNELRYAL7KvfYSTzbNu26

PalzPNtxcz5A3tRqaJNLdgd-

X6kcDi_18hrxsISHLlysuBLGX7mVTJ&sig=AHIEtbT98t5TQ3ybtN5negdxN2a0l3z

oGw

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html