Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Trauma dada 1. Pengertian Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994). Gambar 1 : Trauma dada 2. Etiologi Trauma dada dapat disebabkan oleh : 1
162

Tension Pneumotoraks

Feb 18, 2015

Download

Documents

aengatom

askep tension pneumotorak
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tension Pneumotoraks

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Trauma dada

1. Pengertian

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari

44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada

trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2001).

Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan

tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,

hematompneumothoraks (FKUI, 1995).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik

trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).

Gambar 1 : Trauma dada

2. Etiologi

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy

ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada

tanpa pelonggaran balutan.

b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh

vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM. Tusukan paru dengan

prosedur invasif.

1

Page 2: Tension Pneumotoraks

c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa

benda berat.

d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

e. Fraktur tulang iga

f. Tindakan medis (operasi)

g. Pukulan daerah torak.

3. Klasifikasi

Klasifikasi trauma toraks

a.Trauma tembus (tajam)Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung

akibat penyebab trauma. Terutamaakibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb)

atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukanoperasi torakotomi

b. Trauma tumpulTidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Terutama akibat

kecelakaan lalu-lintas,terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan

tersering akibat trauma tumpul toraksadalah kontusio paru. Sekitar <10% yang

memerlukan operasi torakotomi

 

4. Mekanisme trauma torak

a.Trauma TumpulTiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah

kompresi,robekan, dan ledakan. Trauma kompresi toraks seperti fraktur iga terjadi

2

Page 3: Tension Pneumotoraks

tekanan yangmenumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks. Area dinding dada

yang paling lemahditemukan didaerah 60° dari sternum, dimana iga didaerah

tersebut lebih datar dan kurang ditopang. Seringkali kompresi tulang iga akan

mengalami fraktur di dua tempat;satu di daerah 60° dari sternum dan bagian

posterior. Kompresi antero-posterior dapatpula menyebabkan gangguan

costochondral, yang menghasilkan suatu keadaan sterna flail.Robekan akan

menyebabkan cedera jaringan dan vascular. Sebagai respon terhadappercepatan

dan perlambatan, jaringan dan pergerakan vascular organ dibatasi olehgabungan

anatomi dan perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan regang

darikeseluruhan jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan atau ruptur.

Kemampuanuntuk menahan regangan inilah yang bertanggung jawab atas satu-

satunya cedera toraksyang mematikan: transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh

ligamentum arteriosum danoleh tulang vertebra di bawahnya, maka penghubung

yang membuat aorta dapat lebihmobile dan statisnya aorta desenden menjadi lokasi

tersering yang mengalami gangguan.Robekan yang terjadi di dalam parenkim paru

dapat berupa laserasi, hematoma, kontusio,atau pneumatocele.4 Cedera ledakan

paru primer terjadi ketika tekanan gelombang yangmeghantam dinding dada dan

menciptakan suatu perbedaan tekanan antara udara-jaringansekitarnya. Semakin

besarnya perbedaan tekanan, maka akan semakin besarnya kekuatantekanan yang

akan ditransmisikan ke paru– paru. Berat ringannya cedera\ paru adalahbergantung

jarak jauh dekatnya korban dari sumber ledakan.5 Ledakan dalam ruangtertutup

lebih parah, karena tekanan gelombang dipantulkan kembali ke pasien, yang

malahmemperhebat stimulus aslinya. Karakteristik patologi dari cedera ledakan

pada paru adalahsuatu kontosio dengan adema dan perdarahan alveoli.Cedera

ledakan sekunderdihasilkan dari beberapa objek yang berhamburan akibat ledakan

hebat, yang kemudianmengenai pasien. cedera tersier disebabkan oleh individu

yang sedang dipindahkan. Cederayang berhubungan dengan luka bakar, agen yang

terinhalasi, dan yang berhubungandengan tergencet bangunan yang kolaps secara

sekunder

b. Trauma Tembus Mekanisme cedera dapat dikategorikan sebagai berikut yang

kecepatan rendah,sedang, dan tinggi. Kecepatan rendah termasuk penusukan

3

Page 4: Tension Pneumotoraks

(misalnya, luka tusuk karenapisau), yang hanya mengenai struktur jaringan sekitar

yang ditusuk. Kecepatan sedang,seperti luka tembus karena peluru dari sebagian

besar jenis pistol dan senapan angin yangmana ditandai dengan gambaran

dekstruksi jaringan yang lebih ringan jika dibandingkancedera karena kecepatan

tinggi. Cedera akibat kecepatan tinggi yaitu seperti cedera yangdiakibatkan oleh

rifle dan dari senjata api militer.

5. Prognosis penyakit

a. Open Pneumothorak

Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru

menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang

menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih

besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah

melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas

yang hebat

b. Tension Pneumothorak

Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak.

Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin

banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :

Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat

Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok

Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada

auskultasi bunyi vesikuler menurun.

c. Hematothorak masif

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi

terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.

d. Flail Chest

Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen

dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan

menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan

pernafasan paradoksal.

4

Page 5: Tension Pneumotoraks

6. Patofisiologi

Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di

anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam

rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila

rongga dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan

berpengaruh juga bagi sistem pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan karena:

Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi

tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran

mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik

venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya

tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif

penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan

paru-paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga

dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi

menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup

kemungkinan akan terjadi syok.

7. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;

a.Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

c.Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

d. Dyspnea, takipnea

e.Takikardi

f. Tekanan darah menurun.

g. Gelisah dan agitasi

h. Kemungkinan cyanosis.

i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

5

Page 6: Tension Pneumotoraks

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik

a.Radiologi : foto thorax (AP).

b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.

c.Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

d. Hemoglobin : mungkin menurun.

e.Pa Co2 kadang-kadang menurun.

Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg

Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)

Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)

PaCO2 adalah tekanan partial yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut.

PaCO2 ini merupakan parameter untuk mengetahui fungsi respirasi dan

menentukan cukup tidaknya ventilasi alveolar. Bila PaCO2 rendah

menunjukkan adanya hyperventilasi karena rangsangan pernafasan dan bila

PaCO2 tinggi (hypoventilasi) menunjukkan adanya kegagalan ventilasi

alveolis. Pada PaCO2 rendah konsentrasi ion H+ akan rendah dan PH

meningkat, sedangkan bila terjadi peningkatan PaCO2 konsentrasi ion H+

akan mengingat dan PH menjadi rendah

f. Pa O2 normal / menurun. (Nilai normal 80-100 mmHg, nilai tidak normal

Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg

Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg

Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg

Hipoksemia berat : <60 mmHg

PaO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh oksigen yang terlarut dalam

darah. PaO2 akan memberikan petunjuk cukup tidaknya oksigenisasi darah

arteri

g. Saturasi O2 menurun (biasanya).

Rentang nilai normal : 93% – 98%

Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari

arteri, kecuali pada gagal napas

6

Page 7: Tension Pneumotoraks

Derajat kejenuhan Hb dengan oksigen. Sat O2 sangat membantu untuk

menghitung kandungan oksigen dalam darah.

h. Oraksentesis : menyatakan darah/cairan,

9. Penatalaksanaan

a. Konservatif

Monitoring terhadap tanda-tanda distress napas berupa peningkatan frekuensi

napas >25 kali permenit dengan tidal volume kurang dari 4 ml/kg.

Dalam 24 jam pertama dilakukan pemeriksaan foto toraks serial per enam jam

untuk mengetahui secara dini terjadinya pneumotoraks, hematotoraks, kontusio

paru atau fraktur costa.

Pada kasus dengan pneumotoraks dan atau hematotoraks dilakukan

pemasangan chest tube yang disambungkan ke WSD.

Dianjurkan dengan sistem continuous suction unit. Pada pneumotoraks terbuka

(open pneumothorax) dipasang plester 3 sisi agar udara tidak bisa inspirasi

masuk rongga pleura tapi udara tekanan tinggi bisa keluar sehingga tension

pneumothorax tidak terjadi.

Pada tension pneumotoraks dilakukan penusukan langsung menggunakan

trokar atau jarum suntik terbesar yang ada diatas iga pada ICS 2 midclavicular

line sisi yang terkena. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan chest tube

setinggi puting susu pada anterior midaxillaris sisi yang terkena.

Pada kasus dengan kontusio paru, perawatan dengan mempertahankan

oksigenisasi yang baik, menjaga kebersihan paru yang adekuat, pemberian

cairan kristaloid yang sesuai kebutuhan. Pada pasien yang tidak berespon

dilakukan intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik.

b. Operatif/invasif

Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).

Pemasangan alat bantu nafas.

Pemasangan drain.

Aspirasi (thoracosintesis).

Operasi (bedah thoraxis)

7

Page 8: Tension Pneumotoraks

Tindakan untuk menstabilkan dada :

o Miring pasien pada daerah yang terkena.

o Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena

Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan

pada kriteria sebagai berikut:

o Gejala contusio paru

o Syok atau cedera kepala berat.

o Fraktur delapan atau lebih tulang iga.

o Umur diatas 65 tahun.

o Riwayat penyakit paru-paru kronis.

Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak

mengancam.

Oksigen tambahan.

10. Konsep WSD

a.Pengertian

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung.

b. Tujuan

-Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.

-Mengembangkan kembali paru yang kolaps

- Memasukkan obat ke dalam rongga pleura.

c. Perubahan Tekanan Rongga Pleura

Tekanan Istirahat Inspirasi EkspirasiAtmosfir 760 760 760Intrapulmoner 760 757 763Intrapleural 756 750 756

d. Indikasi Pemasangan WSD

- Hematotoraks

- Efusi pleura dengan keganasan

8

Page 9: Tension Pneumotoraks

- Pneumotoraks lebih dari 20 %

- Hidropneumothoraks

- Empiema

e. Kontra Indikasi Pemasangan WSD

- Hematothoraks masif yang belum mendapat penggantian cairan/darah

- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

- Perlekatan pleura yang luas.

f. Tempat Pemasangan WSD

Bagian Apex paru

Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 yang berfungsi untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura.

Bagian Basal

Yaitu pada posterolateral intercosta ke 8-9 yang berfungsi untuk mengeluarkan

cairan (darah, pus) dari rongga pleura.

a. Jenis-jenis WSD

a) WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple

pneumothoraks. Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2

lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Air steril

dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam dua cm untuk

mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru.

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara

dari rongga pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan

gravitasi. Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan.

b) WSD dengan sistem dua botol

Digunakan dua botol, satu botol mengumpulkan cairan drainage dan botol

kedua sebagai water seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang

awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan

9

Page 10: Tension Pneumotoraks

dengan selang di botol 2 yang berisi water seal. Cairan drainase dari rongga

pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol

2. Prinsip kerjasama dengan sistem satu botol yaitu udara dan cairan mengalir

dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang

masuk ke WSD. Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemotothoraks,

hemopneumothoraks dan efusi peura.

c) WSD dengan sistem tiga botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan

yang digunakan. Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan. Yang terpenting

adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan

tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD.

Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-

3 mempunyai 3 selang yaitu tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan

tube pada botol ke dua, tube pendek lain dihubungkan dengan suction dan tube

di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer.

b. Komplikasi Pemasangan WSD

- Laserasi, mencederai organ (hepar, lien)

- Perdarahan

- Empisema Subkutis

- Tube terlepas

- Infeksi

- Tube tersumbat

c. Persiapan Pemasangan WSD

a) Pengkajian

-Memeriksa kembali instruksi dokte

- Mencek inform consent

-Mengkaji tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien.

b) Persiapan Pasien

10

Page 11: Tension Pneumotoraks

-Siapkan pasien

-Memberi penjelasan kepada pasien meliputi :

Tujuan tindakan

Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD, posisi klien dapat

duduk atau berbaring

Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam dan

distraksi

Foto thoraks posterior-anterior dan lateral paru.

c) Persiapan alat dan bahan meliputi :

-Trokar/toraks drain dengan nomor yang disesuaikan dengan bahan yang akan

dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor 22-24.

-Kasa steril

-Plester

-Alkohol 70% dan bethadin 10%

- Spuit 5 cc sebanyak 2 buah

-Lidocain solusio injeksi untuk anestesi local sebanyak 5 ampul

-Botol WSD

- Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Duk steril

d) Prosedur Tindakan

-Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter dengan

disandarkan pada kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru yang sakit diangkat

ke atas kepala

-Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10% dilanjutkan dengan

menggunakan alkohol 70% dengan gerakan berputar ke arah luar, pasang duk

steril dengan lubang tempat di mana akan dilakukan insersi kateter

-Lakukan anestesi lokal lapis demi lapis dari kulit hingga pleura parietalais

menggunakan lidocain solusio injeksi, jangan lupa melakukan aspirasi

11

Page 12: Tension Pneumotoraks

sebelum mengeluarkan obat pada setiap lapisan. Anestesi dilakukan pada

daerah yang akan di pasang WSD atau pada intercostalis 4-5 anterior dari

mid axillary line

-Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit anestesi tersebut

-Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis lebih kurang 1

cm lalu buka secara tumpul sampai ke pleura

-Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter

-Satu tangan mendorong trokar dan tangan lainnya memfiksir trokar untuk

membatasi masuknya alat ke dalam rongga pleura. Setelah trokar masuk ke

dalam rongga pleura, stilet dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari.

Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya di insersi secara cepat

melelui trokar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke anteroapikal

pada pneumothoraks dan posterobasal pada cairan pleura/empiema. Trokar

dilepas pada dinding dada. Kateter bagian distal dilepas dan trokar

dikeluarkan

-Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan masukkan ujung

selang ke dalam botol WSD yang telah diberi larutan bethadin yang telah

diencerkan dengan NaCl 0,9% dan pastikan ujung selang terendam sepanjang

dua cm

-Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan terdapat cairan,

darah dan pus yang dialirkan atau gelembung udara pada botol WSD.

-Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac, lalu tutup dengan kasa steril yang

telah di beri bethadin dan fiksasi ke dinding dada dengan plester.

(Standar Diagnosis & Terapi Gawat Darurat, 2007: 70-72)

d. Pedoman pencabutan

a) Kriteria pencabutan :

-Sekrit serous, tidak hemoraged

-Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam

-Anak – anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam

12

Page 13: Tension Pneumotoraks

-Paru mengembang dengan tanda :

Auskultasi suara napas vesikuler kiri dan kanan

Perkusi bunyi sonor kiri dan kanan

Fibrasi simetris kiri dan kanan

Foto toraks paru yang sakit sudah mengembang

b) Kondisi :

- Pada trauma

Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung

dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).

- Pada thoracotomi

Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut

- Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug di cabut (air-tight)

- Post pneumonektomi : hari ketiga bila mediastinum stabil (tak perlu air-

tight).

c) Alternatif

-Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20

-Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik lakukan

pencabutan.

-Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi

-Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan dengan

pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan empat minggu, bila

tidak berhasil dilakukan toracotomi

-Bila sekret kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.

e. Konsep Perawatan WSD

a) Persiapan Alat :

-Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl

0,9% dan ujung selang terendam sepanjang dua cm.

-Kasa steril dalam tromol

-Korentang

13

Page 14: Tension Pneumotoraks

-Plester dan gunting

-Nierbekken/kantong balutan kotor

-Alkohol 70%

-Bethadin 10%

-Handscoon steril

b) Persiapan Pasien dan Lingkungan

-Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan

dilakukan

-Memasang sampiran disekeliling tempat tidur

-Membebaskan pakaian pasien bagian atas

-Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien

-Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien.

c) Pelaksanaan Perawatan WSD

-Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon

-Membuka set bedah minor steril

-Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan

kotor dimasukkan ke dalam nierbekken

-Mendisinfeksi luka dan selang dengan kasa alkohol 70% kemudian dengan

bethadin 10%

-Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian

diplester

-Selang WSD diklem

-Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol

-Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD

dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru

-Klem selang WSD dibuka

-Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk

efektif

-Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan

gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

14

Page 15: Tension Pneumotoraks

-Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien

dalam posisi yang paling nyaman

-Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi

kembali

-Membuka handscoon dan mencuci tangan

-Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan.

d) Evaluasi Pelaksanaan Perawatan WSD

Evaluasi pelaksanaan perawatan WSD meliputi :

-Evaluasi keadaan umum :

Observasi keluhan pasien

Observasi gejala sianosis

Observasi tanda perdarahan dan rasa tertekan pada dada

Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD

Observasi tanda-tanda vital.

-Evaluasi ekspansi paru meliputi :

Melakukan pemeriksaan Inspeksi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Palpasi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Auskultasi paru setelah selesai melakukan

perawatan WSD

Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan sebelum

selang WSD di lepas.

-Evaluasi WSD meliputi :

Observasi undulasi pada selang WSD

Observasi fungsi suction countinous

Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat

Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD

15

Page 16: Tension Pneumotoraks

Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm di

bawah air

Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh

Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh.

(Pedoman Keterampilan Praktik Klinik Keperawatan. 2005: 49-50).

11. Komplikasi

f. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam

memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding

dada, paru.

Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.

g. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup

sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena

yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta

lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.

h. Pneumothorak

Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi

sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan

paru sisi lain.

i. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu

sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.

Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.

Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka

terjadi tanda – tanda :

a) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa

terjadi dypsnea.

b) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

16

Page 17: Tension Pneumotoraks

c) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

d) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).

j. Plail Chest

Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.

Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini

menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)

k. Hemopneumothorak

Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

17

Page 18: Tension Pneumotoraks

12. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA DADA

1) Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).

Pemeriksaan Sistem

a) B1 (Breathing) :

DS : Kliens mengatakan sesak napas, terutama saat inspirasi

DO :

-Terdapat retraksi klavikula/dada.

-Pengambangan paru tidak simetris.

-Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

-Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.

-Bising napas yang berkurang/menghilang.

-Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

-Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

-Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

b) B2 (Blood) :

DS : Klien mengatakan lelah, lesuh

DO :

-Takhikardia, lemah

-Pucat, Hb turun /normal.

-Hipotensi.

c) B3 (Brain) :

DS : Klien mengatakan kepalanya sering sakit, nyeri pada bagian trauma.

DO :

- Klien terlihat, binggung, ansietas dan gelisah

18

Page 19: Tension Pneumotoraks

- Klien tampak meringgis

- Skala nyeri 4.

- Klien sering pingsan.

d) B3 (Bradder)

Tidak ada kelainan.

e) B4 ( Bowel)

DS : Klien mengatakan sering haus dan nafsu makan menurun.

DO :

- Peningkatan metabolisme

- penurunan nafsu makan

- kembung dan haus.

f) B6 (Bone)

DS : -

DO :

- Kemampuan sendi terbatas.

- Ada luka bekas tusukan benda tajam.

- Terdapat kelemahan.

- Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

2) Diagnosa yang mungkin muncul pada trauma dada

a. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya

pengangkutan oksigen ke jaringan

b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang

tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi

c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi

sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

d. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan

reflek spasme otot sekunder.

19

Page 20: Tension Pneumotoraks

e. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang

bullow drainage.

g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan

ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

h. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder terhadap trauma

i. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

tentang penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas.

Dongoes, Marylin E. 2000.

3) Intervensi

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Gangguan Perfusi

Jaringan berhubungan

dengan Hipoksia, tidak

adekuatnya

pengangkutan oksigen

ke jaringan

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama (…x..)

jam diharapkan

dapatmempertahankan perfusi

jaringan dengan KH :

a. Tanda-tanda vital

dalam batas normal

b. Kesadaran

Meningkat

c. menunjukkan

perfusi adekuat

- Kaji faktor

penyebab dari

situasi/keadaa

n

individu/peny

ebab

penurunan

perfusi

jaringan

- Monitor GCS

dan

mencatatnya

- Monitor

keadaan

umum pasien

- Berikan

oksigen

- Deteksi dini

untuk

memprioritaska

n intervensi,

mengkaji status

neurologi/tanda-

tanda kegagalan

untuk

menentukan

perawatan

kegawatan atau

tindakan

pembedahan

- Menganalisa

tingkat

kesadaran

- Memberikan

informasi

20

Page 21: Tension Pneumotoraks

tambahan

sesuai

indikasi

- Kolaborasi

pengawasan

hasil

pemeriksaan

laboraturium.

Berikan sel

darah merah

lengkap/pack

ed produk

darah sesuai

indikasi

tentang

derajat/keadeku

atan perfusi

jaringan dan

membantu

menentukan

keb. intervensi.

- Memaksimalka

n transport

oksigen ke

jaringan

- Mengidentifika

si defisiensi

dan kebutuhan

pengobatan

/respons

terhadap terapi

Ketidakefektifan pola

pernapasan

berhubungan dengan

ekpansi paru yang

tidakmaksimal karena

trauma, hipoventilasi

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama(…x…)

jam diharapkan

dapatmempertahanjalannafasp

asiendengan KH :

a. Mengalami

perbaikan

pertukaran gas-gas pada

paru.

b. Memperlihatkan

frekuensi

pernapasan yang

efektive.

c. Adaptive mengatasi

faktor-faktor

penyebab.

- Berikan posisi

yang nyaman,

biasanya

dengan

peninggian

kepala tempat

tidur. Balik ke

sisi yang

sakit. Dorong

klien untuk

duduk

sebanyak

mungkin.

- Observasi

fungsi

pernapasan,

catat

frekuensi

pernapasan,

dispnea atau

- Meningkatkan

inspirasi

maksimal,

meningkatkan

ekspansi paru

dan ventilasi

pada sisi yang

tidak sakit.

- Distress

pernapasan dan

perubahan pada

tanda vital dapat

terjadi sebgai

akibat stress

fisiologi dan

nyeri atau dapat

menunjukkan

terjadinya syock

sehubungan

dengan

21

Page 22: Tension Pneumotoraks

perubahan

tanda-tanda

vital.

- Jelaskan pada

klien bahwa

tindakan

tersebut

dilakukan

untuk

menjamin

keamanan.

- Pertahankan

perilaku

tenang, bantu

pasien untuk

kontrol diri

dengan

menggunakan

pernapasan

lebih lambat

dan dalam.

- Perhatikan

alat bullow

drainase

berfungsi

baik, cek

setiap 1 – 2

jam

hipoksia.

- Pengetahuan apa

yang diharapkan

dapat

mengurangi

ansietas dan

mengembangka

n kepatuhan

klien terhadap

rencana

teraupetik.

- Membantu klien

mengalami efek

fisiologi

hipoksia, yang

dapat

dimanifestasika

n sebagai

ketakutan/ansiet

as.

- Mempertahanka

n tekanannegatif

intrapleural

sesuai yang

diberikan, yang

meningkatkan

ekspansi paru

optimum/draina

se cairan

Ketidakefektifan

bersihan jalan napas

berhubungan dengan

peningkatan sekresi

sekret dan penurunan

batuk sekunder akibat

nyeri dan keletihan.

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama (…x…)

jam

diharapkanjalannafaspasien

normal dengan KH :

a. Menunjukkan batuk

yang efektif.

- Jelaskan klien

tentang

kegunaan

batuk yang

efektif dan

mengapa

terdapat

- Pengetahuan

yang diharapkan

akan membantu

mengembangka

n kepatuhan

klien terhadap

rencana

22

Page 23: Tension Pneumotoraks

b. Tidak ada lagi

penumpukan sekret

di

sal. Pernapasan

c. Klien tampak

nyaman.

penumpukan

sekret di

saluran

Pernapasa

- Ajarkan klien

tentang

metode yang

tepat

pengontrolan

batuk.

- Auskultasi

paru sebelum

dan sesudah

klien batuk.

- Dorong atau

berikanperaw

atan mulut

yang baik

setelah batuk

- Kolaborasi

dengan tim

kesehatan lain

Pemberian

antibiotika

atau

expectorant

teraupetik

- Batuk yang

tidak terkontrol

adalah

melelahkan dan

tidak efektif,

menyebabkan

frustasi

- Pengkajian ini

membantu

mengevaluasi

keefektifan

upaya batuk

klien

- Hiegene mulut

yang baik

meningkatkan

rasa

kesejahteraan

dan mencegah

bau mulut.

- Expextorant

untuk

memudahkan

mengeluarkan

lendir dan

mengevaluasi

perbaikan

kondisi klien

atas

pengembangan

parunya

23

Page 24: Tension Pneumotoraks

B. Flail Chest

1. Pengertian

Flail chest adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua kostae patah,

biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan pelepasan bagian depan dada

sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan negative waktu inspirasi dan malahan 

bergerak kedalam waktu inspirasi.(Northrup,Robert S.1989).

Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebuh mengalami

fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas

dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada

satu sisi.(Baswick,John A.1988)

Gambar 2 : Flail chest (gambaran toraks yang mengalami flail chest

Adalah area toraks yang “melayang” (flail ) oleh sebab adanya fraktur iga multipel

berturutan ≥ 3 iga, dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented ) pada tiap iganya.

Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” yang akan bergerak paradoksal (kebalikan)

dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak

masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.

24

Page 25: Tension Pneumotoraks

2. Etiologi

Flail chest merupakan salah satu dari bentuk trauma toraks. Penyebab dari trauma

thoraks adalah kecelakan tabrakan mobil atau terjatuh dari sepeda motor. Pasien

mungkin tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat mempersulit

masalah (Brunner & Suddarth, 2002).

3. Patofisiologi

Flail chest, adanya pertahanan pada dua segmen koste atau lebih akan mengganggu

keseimbangan dalam pernafasan. Bila segmen thorak mengembang bebas, maka

akan terdorong bebas ke dalam oleh tekanan atmosfer biasa yang mengurangi

kemampuan paru untuk berekspansi pada saat inspirasi. Akibatnya oksigen yang

masuk dalam paru akan mengalami penurunan, jika hal ini terjadi, selanjutnya

peredaran oksigen dalam darah akan menurun, pada saat ekspirasi, tekanan paru

yang meningkat akan mendorong udara keluar paru, tapi segmen hasil yang telah

kehilangan integrasinya akan menonjol keluar sehingga kesanggupan sangkar toraks

mendorong udara keluar dari paru akan berkurang. Hal ini juga disebabkan karena

sebagian karbondioksida pada paru yang tidak mengalami trauma, masuk kedalam

paru yang menonjol pada daerah flail chest.Karbondioksidapun terakumulasi pada

bagian yang fraktur dan volume udara ekspirasi berkurang.Terakumulasinya

karbondioksida pada paru mengakibatkan suatu keadaan asidosis respiratori. Pada

pasien flail chest,pada saat inspirasi, paru-paru akan menggencet jantung, membatasi

pompa hjantung sehingga CO menurun dan aliran darah ke seluruh tubuh menjad

berkurang.

4. Manifestasi klinis

e) Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.

f) Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam,

ekspirasike luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.

25

Page 26: Tension Pneumotoraks

Gambar 2 : Tanda dan gejala flail chest

g) Sesak nafas

h) Krepitasi iga, fraktur tulang rawan

i) Takikardi

j) Sianosis

k) Os menunjukkan trauma hebat

l) Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas).

Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak

pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang

ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi

terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi penimbunan secret-

sekret dan penurunan daya pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat,

hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.

5. Pemeriksaan penunjang

a.Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.

c.Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

d. Hemoglobin : mungkin menurun.

26

Page 27: Tension Pneumotoraks

e.Pa Co2 kadang-kadang menurun. Dalam keadaan hipoventilasi, udara pernafasan

yang segar tidak dapat dengan bebas keluar masuk ke dalam alveoli,

akibatnya PaO2 dan PaCO2 menurun

f. Pa O2 normal / menurun.

g. Saturasi O2 menurun (biasanya).

h. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

i. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,

observasi.

j. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum

pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues

suction unit.

k. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus

dipertimbangkan thorakotomi.

l. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800

cc segera thorakotomi

6. Penatalaksanaan

Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan

pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui

pemeriksaan AGD berkala dan takipneu pain control.

Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui

operasi) bronchial toilet fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial

toilet.

Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat

menolong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan

menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea,

hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan

ventilasi dgn tekanan positif.

27

Page 28: Tension Pneumotoraks

7. Konsep WSD

a. Pengertian

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung.

b. Tujuan

-Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.

-Mengembangkan kembali paru yang kolaps

- Memasukkan obat ke dalam rongga pleura.

c. Perubahan Tekanan Rongga Pleura

Tekanan Istirahat Inspirasi EkspirasiAtmosfir 760 760 760Intrapulmoner 760 757 763Intrapleural 756 750 756

d. Indikasi Pemasangan WSD

- Hematotoraks

- Efusi pleura dengan keganasan

- Pneumotoraks lebih dari 20 %

- Hidropneumothoraks

- Empiema

e. Kontra Indikasi Pemasangan WSD

- Hematothoraks masif yang belum mendapat penggantian cairan/darah

- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

- Perlekatan pleura yang luas.

f. Tempat Pemasangan WSD

Bagian Apex paru

Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 yang berfungsi untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura.

28

Page 29: Tension Pneumotoraks

Bagian Basal

Yaitu pada posterolateral intercosta ke 8-9 yang berfungsi untuk mengeluarkan

cairan (darah, pus) dari rongga pleura.

l. Jenis-jenis WSD

d) WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple

pneumothoraks. Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2

lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Air steril

dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam dua cm untuk

mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru.

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara

dari rongga pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan

gravitasi. Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan.

e) WSD dengan sistem dua botol

Digunakan dua botol, satu botol mengumpulkan cairan drainage dan botol

kedua sebagai water seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang

awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan

dengan selang di botol 2 yang berisi water seal. Cairan drainase dari rongga

pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol

2. Prinsip kerjasama dengan sistem satu botol yaitu udara dan cairan mengalir

dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang

masuk ke WSD. Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemotothoraks,

hemopneumothoraks dan efusi peura.

f) WSD dengan sistem tiga botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan

yang digunakan. Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan. Yang terpenting

adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan

tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD.

Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-

29

Page 30: Tension Pneumotoraks

3 mempunyai 3 selang yaitu tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan

tube pada botol ke dua, tube pendek lain dihubungkan dengan suction dan tube

di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer.

m.Komplikasi Pemasangan WSD

- Laserasi, mencederai organ (hepar, lien)

- Perdarahan

- Empisema Subkutis

- Tube terlepas

- Infeksi

- Tube tersumbat

n. Persiapan Pemasangan WSD

a) Pengkajian

-Memeriksa kembali instruksi dokte

- Mencek inform consent

-Mengkaji tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien.

b) Persiapan Pasien

-Siapkan pasien

-Memberi penjelasan kepada pasien meliputi :

Tujuan tindakan

Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD, posisi klien dapat

duduk atau berbaring

Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam dan

distraksi

Foto thoraks posterior-anterior dan lateral paru.

c) Persiapan alat dan bahan meliputi :

-Trokar/toraks drain dengan nomor yang disesuaikan dengan bahan yang akan

dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor 22-24.

30

Page 31: Tension Pneumotoraks

-Kasa steril

-Plester

-Alkohol 70% dan bethadin 10%

- Spuit 5 cc sebanyak 2 buah

-Lidocain solusio injeksi untuk anestesi local sebanyak 5 ampul

-Botol WSD

- Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Duk steril

d) Prosedur Tindakan

-Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter dengan

disandarkan pada kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru yang sakit diangkat

ke atas kepala

-Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10% dilanjutkan dengan

menggunakan alkohol 70% dengan gerakan berputar ke arah luar, pasang duk

steril dengan lubang tempat di mana akan dilakukan insersi kateter

-Lakukan anestesi lokal lapis demi lapis dari kulit hingga pleura parietalais

menggunakan lidocain solusio injeksi, jangan lupa melakukan aspirasi

sebelum mengeluarkan obat pada setiap lapisan. Anestesi dilakukan pada

daerah yang akan di pasang WSD atau pada intercostalis 4-5 anterior dari

mid axillary line

-Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit anestesi tersebut

-Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis lebih kurang 1

cm lalu buka secara tumpul sampai ke pleura

-Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter

-Satu tangan mendorong trokar dan tangan lainnya memfiksir trokar untuk

membatasi masuknya alat ke dalam rongga pleura. Setelah trokar masuk ke

dalam rongga pleura, stilet dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari.

Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya di insersi secara cepat

melelui trokar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke anteroapikal

31

Page 32: Tension Pneumotoraks

pada pneumothoraks dan posterobasal pada cairan pleura/empiema. Trokar

dilepas pada dinding dada. Kateter bagian distal dilepas dan trokar

dikeluarkan

-Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan masukkan ujung

selang ke dalam botol WSD yang telah diberi larutan bethadin yang telah

diencerkan dengan NaCl 0,9% dan pastikan ujung selang terendam sepanjang

dua cm

-Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan terdapat cairan,

darah dan pus yang dialirkan atau gelembung udara pada botol WSD.

-Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac, lalu tutup dengan kasa steril yang

telah di beri bethadin dan fiksasi ke dinding dada dengan plester.

(Standar Diagnosis & Terapi Gawat Darurat, 2007: 70-72)

o. Pedoman pencabutan

a) Kriteria pencabutan :

-Sekrit serous, tidak hemoraged

-Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam

-Anak – anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam

-Paru mengembang dengan tanda :

Auskultasi suara napas vesikuler kiri dan kanan

Perkusi bunyi sonor kiri dan kanan

Fibrasi simetris kiri dan kanan

Foto toraks paru yang sakit sudah mengembang

b) Kondisi :

- Pada trauma

Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung

dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).

- Pada thoracotomi

Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut

- Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug di cabut (air-tight)

32

Page 33: Tension Pneumotoraks

- Post pneumonektomi : hari ketiga bila mediastinum stabil (tak perlu air-

tight).

c) Alternatif

-Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20

-Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik lakukan

pencabutan.

-Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi

-Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan dengan

pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan empat minggu, bila

tidak berhasil dilakukan toracotomi

-Bila sekret kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.

p. Konsep Perawatan WSD

a) Persiapan Alat :

-Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl

0,9% dan ujung selang terendam sepanjang dua cm.

-Kasa steril dalam tromol

-Korentang

-Plester dan gunting

-Nierbekken/kantong balutan kotor

-Alkohol 70%

-Bethadin 10%

-Handscoon steril

b) Persiapan Pasien dan Lingkungan

-Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan

dilakukan

-Memasang sampiran disekeliling tempat tidur

-Membebaskan pakaian pasien bagian atas

-Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien

-Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien.

33

Page 34: Tension Pneumotoraks

c) Pelaksanaan Perawatan WSD

-Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon

-Membuka set bedah minor steril

-Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan

kotor dimasukkan ke dalam nierbekken

-Mendisinfeksi luka dan selang dengan kasa alkohol 70% kemudian dengan

bethadin 10%

-Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian

diplester

-Selang WSD diklem

-Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol

-Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD

dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru

-Klem selang WSD dibuka

-Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk

efektif

-Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan

gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

-Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien

dalam posisi yang paling nyaman

-Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi

kembali

-Membuka handscoon dan mencuci tangan

-Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan.

d) Evaluasi Pelaksanaan Perawatan WSD

Evaluasi pelaksanaan perawatan WSD meliputi :

-Evaluasi keadaan umum :

Observasi keluhan pasien

Observasi gejala sianosis

Observasi tanda perdarahan dan rasa tertekan pada dada

34

Page 35: Tension Pneumotoraks

Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD

Observasi tanda-tanda vital.

-Evaluasi ekspansi paru meliputi :

Melakukan pemeriksaan Inspeksi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Palpasi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Auskultasi paru setelah selesai melakukan

perawatan WSD

Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan sebelum

selang WSD di lepas.

-Evaluasi WSD meliputi :

Observasi undulasi pada selang WSD

Observasi fungsi suction countinous

Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat

Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD

Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm di

bawah air

Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh

Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh.

(Pedoman Keterampilan Praktik Klinik Keperawatan. 2005: 49-50).

8. Komplikasi

Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air

movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada

pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah

35

Page 36: Tension Pneumotoraks

flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh

karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.

9. ASUHAN KEPERAWATAN PADA FLAIL CHEST

1) Pengkajian

Flail chest adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang

dari 44 tahun.

a. Riwayat kesehatan

Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri hebat, Skal nyeri 9.

Keluhan Penyakit Sekarang

Rekan kerja klien mengatakan klien mengalami kecelakaan kerja. Dada klien

terhantam besi dan menyebabkan tulang iga kanan klien patah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan kerja sebelumnya.

b. Pemeriksaan Sistem

a) B1 (Breathing)

DS : Klien mengatakan sesak napas

DO :

-Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek

-Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan

-Pergerakan dinding dada asimetris

-Vesikular paru, suara jantung, suara tambahan Pasien menahan

dadanya dan bernafas pendek

b) B2 (Blood)

DS : Klien mengatakan mudah lelah, penglihatan sering kabur.

DO :

-Terjadi Penurunan tekanan darah

36

Page 37: Tension Pneumotoraks

-Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi

vena leher

-Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi

dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

c) B3 (Brain)

DS : Klien mengatakan nyeri pada area trauma

DO :

P : nyeri pada bagian dada

Q : luka dirasakan seperti ditusuk-tusuk

R : area pada toraks

S : nyeri pada angka 9 dengan skala (0-10).

T : nyeri dirasakan saat aktivitas.

d) B4 (Bladder)

DS : Klien mengatakan sakit saat berkemih

DO : terjadi infeksi saluran kencing akibat terpasangnya WSD.

e) B5 (Bowel)

Tidak ada kelainan

f) B6 (Bone)

DS : -

DO :

-Ada jejas pada thorak

-Fraktur tulang wajah, fraktur laring,fraktur trakea

2) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada flail chest

a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak

maksimal karena akumulasi udara/cairan.

b. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan

reflek spasme otot sekunder.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang

bullow drainage.

37

Page 38: Tension Pneumotoraks

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan

ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

e. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder terhadap trauma.

Dongoes, Marylin E. 2000.

3) Intervensi

Diagnosa Tujuan dan kriteria

hasil

Intervensi Rasional

Ketidakefektifan

pola pernapasan

berhubungan

dengan ekspansi

paru yang tidak

maksimal karena

trauma.

Setela dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1x24jam diharapkan

pola nafas Px

efektif    Px

mengtakan sudah

tidak mengalami

kesulitan bernafas.

Dengan kriteria

hasil :

a. Memperlihatkan

frekuensi

pernapasan yang

efektive.

b. Mengalami

perbaikan

pertukaran gas-

gas pada paru.

c. Adaptive

mengatasi faktor-

faktor penyebab.

- Berikan posisi

yang nyaman,

biasanya dnegan

peninggian

kepala tempat

tidur. Balik ke

sisi yang sakit.

Dorong klien

untuk duduk

sebanyak

mungkin.

- Observasi fungsi

pernapasan, catat

frekuensi

pernapasan,

dispnea atau

perubahan tanda-

tanda vital.

- Jelaskan pada

klien bahwa

tindakan tersebut

dilakukan untuk

menjamin

keamanan.

- Jelaskan pada

klien tentang

R/ Meningkatkan inspirasi

maksimal, meningkatkan

ekpsnsi paru dan ventilasi pada

sisi yang tidak sakit.

R/ Distress pernapasan dan

perubahan pada tanda vital

dapat terjadi sebgai akibat

stress fifiologi dan nyeri atau

dapat menunjukkan terjadinya

syock sehubungan dengan

hipoksia.

R/ Pengetahuan apa yang

diharapkan dapat mengurangi

ansietas dan mengembangkan

kepatuhan klien terhadap

rencana teraupetik.

R/ Pengetahuan apa yang

diharapkan dapat

mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana

teraupetik.

R/ Membantu klien mengalami

efek fisiologi hipoksia, yang

38

Page 39: Tension Pneumotoraks

etiologi/faktor

pencetus adanya

sesak atau kolaps

paru-paru.

- Pertahankan

perilaku tenang,

bantu pasien

untuk kontrol diri

dengan

menggunakan

pernapasan lebih

lambat dan

dalam.

- Perhatikan alat

bullow drainase

berfungsi baik,

cek setiap 1 – 2

jam:Periksa

pengontrol

penghisap untuk

jumlah hisapan

yang benar.

- Periksa batas

cairan pada botol

penghisap,

pertahankan pada

batas yang

ditentukan.

- Observasi

gelembung udara

botol penempung.

- Posisikan sistem

drainage slang

untuk fungsi

optimal, yakinkan

slang tidak

terlipat, atau

dapat dimanifestasikan sebagai

ketakutan/ansietas.

R/ Mempertahankan tekanan

negatif intrapleural sesuai yang

diberikan, yang meningkatkan

ekspansi paru

optimum/drainase cairan.

R/ Air penampung/botol

bertindak sebagai pelindung

yang mencegah udara atmosfir

masuk ke area pleural.

R/ Gelembung udara selama

ekspirasi menunjukkan lubang

angin dari penumotoraks/kerja

yang diharapka. Gelembung

biasanya menurun seiring

dnegan ekspansi paru dimana

area pleural menurun. Tak

adanya gelembung dapat

menunjukkan ekpsnsi paru

lengkap/normal atau slang

buntu.

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau

pengumpulan bekuan/cairan

pada selang mengubah tekanan

negative yang diinginkan.

R/ Berguna untuk

mengevaluasi perbaikan

kondisi/terjasinya perdarahan

yang memerlukan upaya

intervensi.

R/ Mengevaluasi perbaikan

39

Page 40: Tension Pneumotoraks

menggantung di

bawah saluran

masuknya ke

tempat drainage.

Alirkan

akumulasi

dranase bela

perlu.

- Catat

karakter/jumlah

drainage selang

dada.

- Kolaborasi

dengan tim

kesehatan lain :

Dengan dokter,

radiologi dan

fisioterapi.

o Pemberian

antibiotika.

o Pemberian

analgetika.

o Fisioterapi

dada.

o Konsul photo

toraks.

kondisi klien atas

pengembangan parunya.

Perubahan

kenyamanan :

Nyeri akut

berhubungan

dengan trauma

jaringan dan

reflek spasme

otot sekunder.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1X24 jam

diharapkan nyeri

pasien berkurang.

Dengan kriteria

hasil :

- Jelaskan dan

bantu klien

dengan tindakan

pereda nyeri

nonfarmakologi

dan non invasif.

- Ajarkan

Relaksasi :

R/ Pendekatan dengan

menggunakan relaksasi dan

nonfarmakologi lainnya telah

menunjukkan keefektifan

dalam mengurangi nyeri.

R/ Akan melancarkan

peredaran darah, sehingga

40

Page 41: Tension Pneumotoraks

a. Nyeri berkurang/

dapat diadaptasi.

b. Dapat

mengindentifikasi

aktivitas yang

meningkatkan/

menurunkan

nyeri.

c. Pasien tidak

gelisah.

Tehnik-tehnik

untuk

menurunkan

ketegangan otot

rangka, yang

dapat

menurunkan

intensitas nyeri

dan juga

tingkatkan

relaksasi masase.

- Ajarkan metode

distraksi selama

nyeri akut.

- Berikan

kesempatan

waktu istirahat

bila terasa nyeri

dan berikan

posisi yang

nyaman ; misal

waktu tidur,

belakangnya

dipasang bantal

kecil.

- Tingkatkan

pengetahuan

tentang : sebab-

sebab nyeri, dan

menghubungkan

berapa lama nyeri

akan

berlangsung.

- Kolaborasi

denmgan dokter,

pemberian

analgetik.

kebutuhan O2 oleh jaringan

akan terpenuhi, sehingga akan

mengurangi nyerinya.

R/ Mengalihkan perhatian

nyerinya ke hal-hal yang

menyenangkan.

R/ Istirahat akan merelaksasi

semua jaringan sehingga akan

meningkatkan kenyamanan.

R/ Pengetahuan yang akan

dirasakan membantu

mengurangi nyerinya. Dan

dapat membantu

mengembangkan kepatuhan

klien terhadap rencana

teraupetik.

R/ Analgetik memblok lintasan

nyeri, sehingga nyeri akan

berkurang.

R/ Pengkajian yang optimal

akan memberikan perawat data

yang obyektif untuk mencegah

kemungkinan komplikasi dan

melakukan intervensi yang

tepat.

41

Page 42: Tension Pneumotoraks

- Observasi tingkat

nyeri, dan respon

motorik klien, 30

menit setelah

pemberian obat

analgetik untuk

mengkaji

efektivitasnya.

Serta setiap 1 – 2

jam setelah

tindakan

perawatan selama

1 – 2 hari.

Kerusakan

integritas kulit

berhubungan

dengan trauma

mekanik

terpasang bullow

drainage.

Tujuan : Mencapai

penyembuhan luka

pada waktu yang

sesuai.

Kriteria Hasil :

a. tidak ada tanda-

tanda infeksi

seperti pus.

b. luka bersih tidak

lembab dan tidak

kotor.

c. Tanda-tanda vital

dalam batas

normal atau dapat

ditoleransi.

- Kaji kulit dan

identifikasi pada

tahap

perkembangan

luka.

- Kaji lokasi,

ukuran, warna,

bau, serta jumlah

dan tipe cairan

luka.

- Pantau

peningkatan suhu

tubuh.

- Berikan

perawatan luka

dengan tehnik

aseptik. Balut

luka dengan kasa

kering dan steril,

gunakan plester

kertas.

- Jika pemulihan

tidak terjadi

kolaborasi

R/ mengetahui sejauh mana

perkembangan luka

mempermudah dalam

melakukan tindakan yang tepat.

R/ mengidentifikasi tingkat

keparahan luka akan

mempermudah intervensi.

R/ suhu tubuh yang meningkat

dapat diidentifikasikan sebagai

adanya proses peradangan.

R/ tehnik aseptik membantu

mempercepat penyembuhan

luka dan mencegah terjadinya

infeksi.

R/ agar benda asing atau

jaringan yang terinfeksi tidak

menyebar luas pada area kulit

normal lainnya.

R/ balutan dapat diganti satu

atau dua kali sehari tergantung

42

Page 43: Tension Pneumotoraks

tindakan

lanjutan,

misalnya

debridement.

- Setelah

debridement,

ganti balutan

sesuai kebutuhan.

- Kolaborasi

pemberian

antibiotik sesuai

indikasi.

kondisi parah/ tidak nya luka,

agar tidak terjadi infeksi.

R/ antibiotik berguna untuk

mematikan mikroorganisme

pathogen pada daerah yang

berisiko terjadi infeksi.

Gangguan

mobilitas fisik

berhubungan

dengan

ketidakcukupan

kekuatan dan

ketahanan untuk

ambulasi dengan

alat eksternal.

Tujuan : pasien akan

menunjukkan

tingkat mobilitas

optimal.

Kriteria hasil :

a. penampilan yang

seimbang.

b. melakukan

pergerakkan dan

perpindahan.

c. mempertahankan

mobilitas optimal

yang dapat di

toleransi, dengan

karakteristik :

0 = mandiri

penuh

1=memerlukan

alat Bantu.

2=memerlukan

- Kaji kebutuhan

akan pelayanan

kesehatan dan

kebutuhan akan

peralatan.

- Tentukan tingkat

motivasi pasien

dalam

melakukan

aktivitas.

- Ajarkan dan

pantau pasien

dalam hal

penggunaan alat

bantu.

- Ajarkan dan

dukung pasien

dalam latihan

ROM aktif dan

pasif.

- Kolaborasi

dengan ahli

terapi fisik atau

okupasi.

R/ mengidentifikasi masalah,

memudahkan intervensi.

R/ mempengaruhi penilaian

terhadap kemampuan aktivitas

apakah karena

ketidakmampuan ataukah

ketidakmauan.

R/ menilai batasan kemampuan

aktivitas optimal.

R/ mempertahankan

/meningkatkan kekuatan dan

ketahanan otot.

R/ sebagai suaatu sumber untuk

mengembangkan perencanaan

dan

mempertahankan/meningkatkan

mobilitas pasien.

43

Page 44: Tension Pneumotoraks

bantuan dari

orang lain

untuk bantuan,

pengawasan,

dan

pengajaran.

3=membutuhkan

bantuan dari

orang lain dan

alat Bantu.

4=ketergantungan;

tidak

berpartisipasi

dalam

aktivitas.

Risiko terhadap

infeksi

berhubungan

dengan tempat

masuknya

organisme

sekunder

terhadap trauma.

Tujuan : infeksi

tidak terjadi /

terkontrol.

Kriteria hasil :

a. tidak ada tanda-

tanda infeksi

seperti pus.

b. luka bersih tidak

lembab dan tidak

kotor.

c. Tanda-tanda vital

dalam batas

normal atau

dapat ditoleransi.

Pantau tanda-tanda

vital.Lakukan

perawatan luka

dengan teknik

aseptik.Lakukan

perawatan terhadap

prosedur inpasif

seperti infus,

kateter, drainase

luka, dll.Jika

ditemukan tanda

infeksi kolaborasi

untuk pemeriksaan

darah, seperti Hb

dan

leukosit.Kolaborasi

untuk pemberian

antibiotik.

R/ mengidentifikasi tanda-

tanda peradangan terutama bila

suhu tubuh meningkat.

R/ mengendalikan penyebaran

mikroorganisme patogen.

R/ untuk mengurangi risiko

infeksi nosokomial.

R/ penurunan Hb dan

peningkatan jumlah leukosit

dari normal bisa terjadi akibat

terjadinya proses infeksi.

R/ antibiotik mencegah

perkembangan mikroorganisme

patogen.

44

Page 45: Tension Pneumotoraks

C. Temponade Jantung

1. Pengertian

Temponade jantung merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh akumulasi

cairan dalam ruang perikardium yang menyebabkan berkurangnya pengisian

ventrikel (diastolik) yang menyebabkan terganggunya hemodinamik (Nursing

Memahami Berbagai Macam Penyakit hal. 96)

Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan

berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel

disertai gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 : 67)

Tamponade jantung merupakan kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam

pericardium dari rupture jantung, trauma tembus atau efusi yang progresif (Dorland,

2002 : 2174).

Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc

bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan

cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan

untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah

tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).

Jadi tamponade jantung adalah kompresi pada jantung yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam

pericardium (250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc

bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat) yang menyebabkan

penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik, dimana ini

45

Page 46: Tension Pneumotoraks

merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan tindakan

darurat.

2. Etiologi

Menurut buku (Nursing memahami berbagai macam penyakit hal. 97) :

a.Infraksi miokardial akut

b. Efusi (akibat kanker, infeksi bakteri tuberkulosis bisa juga demam reumatik tetapi

jarang)

c.Hemoragi akibat penyebab nontraumatik (ruptur jantung atau pembuluh darah

besar, atau terapi antikoagulan pada pasien perikarditis) sedangkan akibat

traumatik (luka tembakan atau tusukan di dada, preforasi pada saat kateterisasi

kardiak atau venosa pusat)

d. Idiopatik

e.Uremia

Menurut (Panggabean, 2006 : 1604) : Perdarahan intraperikard yang disebabkan oleh

katerisasi jantung intervensi koroner, pemasangan pacu jantung, tuberculosis, dan

penggunaan antikoagulan. Menurut (Mansjoer, dkk. 2001 : 458) : Tamponade

jantung bisa disebabkan karena neoplasma, perikarditis, uremia dan perdarahan ke

dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi.

Untuk semua pasien, penyakit ganas merupakan penyebab paling umum tamponade

perikardial. Di antara etiologi tamponade, Merce dkk melaporkan penyakit ganas

pada 30-60% kasus, uremia dalam 10-15% kasus, perikarditis idiopatik di 5-15%,

penyakit menular dalam% 5-10, antikoagulasi dalam% 5-10 , penyakit jaringan ikat

di 2-6%, dan Dressler atau sindrom postpericardiotomy di 1-2%. Tamponade dapat

terjadi sebagai akibat dari jenis perikarditis. 

46

Page 47: Tension Pneumotoraks

3. Patofisiologi

Perikardium, yang merupakan membran sekitar jantung, terdiri dari 2

lapisan. Perikardium parietalis tebal adalah lapisan fibrosa luar, sedangkan

perikardium viseral tipis adalah lapisan serosa dalam.Ruang perikardial biasanya

berisi 20-50 mL cairan. efusi perikardial bisa serous, serosanguineous, perdarahan,

atau chylous.

Reddy et al menjelaskan 3 fase perubahan hemodinamik pada tamponade. 

Tahap I: akumulasi cairan perikardial menyebabkan peningkatan kekakuan

ventrikel, memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini,

tekanan kiri dan kanan mengisi ventrikel lebih tinggi dari tekanan intrapericardial.

Tahap II: Dengan akumulasi cairan lebih lanjut, peningkatan tekanan perikardial di

atas tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung berkurang.

Tahap III: Penurunan lebih lanjut dalam cardiac output terjadi, yang disebabkan

equilibrium dari perikardial dan ventrikel kiri (LV) tekanan pengisian.

Proses pathophysiologic mendasari untuk pengembangan tamponade adalah

pengisian diastolik berkurang drastis karena tekanan distending transmural tidak

cukup untuk mengatasi tekanan intrapericardial meningkat. Takikardia merupakan

respon jantung awal untuk perubahan ini untuk mempertahankan cardiac output.

Kembali sistemik vena juga diubah selama tamponade. Karena jantung adalah

dikompresi sepanjang siklus jantung karena tekanan intrapericardial meningkat,

kembali vena sistemik terganggu dan hak atrium dan ventrikel kanan keruntuhan

terjadi. Karena tempat tidur vaskuler paru merupakan rangkaian luas dan compliant,

darah preferentially terakumulasi dalam sirkulasi vena, dengan mengorbankan LV

pengisian. Hal ini menyebabkan cardiac output berkurang dan kembali vena.

Jumlah cairan perikardial diperlukan untuk merusak pengisian diastolik jantung

tergantung pada tingkat akumulasi cairan dan kepatuhan pericardium. akumulasi

Cepat sesedikit 150 mL cairan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan perikardial

ditandai dan sangat dapat menghambat cardiac output  , sedangkan 1000 mL cairan

dapat terakumulasi selama periode yang lebih lama tanpa efek signifikan terhadap

47

Page 48: Tension Pneumotoraks

pengisian diastolic jantung. Hal ini disebabkan adaptif peregangan pericardium dari

waktu ke waktu. Sebuah perikardium lebih memenuhi persyaratan dapat

memungkinkan akumulasi cairan yang cukup selama jangka waktu lebih lama tanpa

menghina hemodinamik.

Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi pericardium menyebabkan hambatan

serius aliran darah ke jantung ( gangguan diastolik ventrikel ). Penyebab tersering

adalah neoplasma, dan uremi. (Penggabean, 2006 : 364 ). Neoplasma menyebabkan

terjadinya pertumbuhan sel secara abnormal pada otot jantung. Sehingga terjadi

hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang menyebabakan pembentukan massa

(tumor). Hal ini yang dapat mengakibatnya ruang pada kantong jantung

(perikardium) terdesak sehingga terjadi pergesekan antara kantong jantung

(perikardium) dengan lapisan paling luar jantung (epikardium).Pergesekan ini dapat

menyebabkan terjadinya peradangan pada perikarditis sehingga terjadi penumpukan

cairan pada pericardium yang dapat menyebakan tamponade jantung. Uremia juga

dapat menyebabkan tamponade jantung (Price, 2005 : 954). Dimana orang yang

mengalami uremia, di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat

menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada perikardium). Selain itu

, tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/ tembus. Jika

trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan sehingga darah

banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan jantung terdesak

oleh akumulasi cairan tersebut.

4. Manifestasi klinis

Menurut (Mansjoer, dkk. 2000: 298) :

Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium.Bila terjadi

secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi,

peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular.Bila

cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal. Tamponade jantung akut biasanya

disertai gejala peningkatan tekanan vena jugularis, pulsus paradoksus >10mmHg,

tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg, dan bunyi jantung yang

melemah.Sedangkan pada yang kronis ditemukan peningkatan tekanan vena

48

Page 49: Tension Pneumotoraks

jugularis, takikardi, dan pulsus paradoksus. Keluhan dan gejala yang mungkin ada

yaitu adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada atau yang diperkirakan

menembus jantung, gelisah, pucat, keringat dingin, peninggian vena jugularis, pekak

jantung melebar, suara jantung redup dan pulsus paradoksus.Trias classic beck

berupa distensis vena leher, bunyi jantung melemah dan hipotensi didapat pada

sepertiga penderita dengan tamponade. Menurut (Oman, 2008 : 269) : Gambaran

klinis tamponade jantung meliputi takikardia, hipotensi, suara jantung yang redup

atau pelan, dan distensi vena leher (yang menunjukkan peningkatan tekanan vena

jugularis). Palsus paroduksus merupakan gambaran lain yang menandai perubahan

yang tidak terduga tekanan vena. Penurunan tekanan sistolik yang semakin

mencolok akan terjadi pada saat inspirasi. Suara jantung akan terdengar redup karena

adanya cairan yang membungkus jantung sehingga menurunkan hantaran tonus

jantung. Menurut ENA (2000 : 129) : Tanda dan gejala yang muncul dapat berupa

takipnea, tanda kusmaul (peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas

spontan), Beck’s triad, distensi vena jugularis dari elevasi tekanan vena, pulsus

paradoksus : sistolik menurun saat inspirasi 10 mm Hg atau lebih), tekanan nadi

terbatas, takikardi, kulit dingin, kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis, dan

penurunan tingkat kesadaran. Menurut buku (Nursing memahami berbagai macam

penyakit hal. 97)

a.Resah dan Gelisah

b. Diaforesis

c.Berkurangnya volume akhir sistolik ventrikuler akibat ketidakcukupan perload

d. Dispnea

e.Hepatomegali

f. Kenaikan tekanan perkardial yang terhantar secara seimbang di rongga jantung dan

menyebabkan kenaikan yang sesuai dalam intrakardiak, terutama tekanan atrial

dan ventrikuler akhir-diastolik

g. Kenaikan tekanan darah venosa disertai distensi vena jugular

h. Tekanan denyut nadi kecil

i. Pucat atau sianosis

j. Tekanan darah arterial menurun

49

Page 50: Tension Pneumotoraks

k. Takikardia

l. Denyut paradoksial (penurunan insoporatik abnormal dalam tekanan darah

sistemik lebih dari 15 mmHg)

m.Saat auskultasi, bunyi jantung terdengar samar seperti terhalang

5. Pemeriksaan penunjang

Menurut buku (Nursing memahami berbagai macam penyakit hal. 97)

a.Sinar X : menunjukkan mediastinum yang sedikit melebara dan kardiomegali

b. EKG : memperlihatkan perubahan yang disebabkan oleh perikarditis akut

c.Kateterisasi erteri pulmonal : mengindikasikan tekanan atrial kanan, tekanan

diastolik ventrikuler kanan, dan tekanan venousa pusat

d. Ekokardiografi : mencatat efusi perikardial dengan tanda kompresi ventrikuler

dan atrial kanan

e.Pemeriksaan Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam

menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan laboratorium

dari pola hemodinamik pada tamponade. (Nichols, 2006 : 257)

Menurut Braunwald (2001 : 167) hasil pemeriksaan Echocardiografi pada

tamponade jantung menunjukkan :

a) Kolaps diastole pada atrium kanan

b) Kolaps diastole pada ventrikel kanan

c) Kolaps pada atrium kiri

d) Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi

penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %

e) Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan

pemasukan dari ventrikel kiri

f)Penurunan pemasukan dari katup mitral.

g) Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri

50

Page 51: Tension Pneumotoraks

Karakteristik tamponade jantung pada pemeriksaan EKG : Amplitudo rendah

pada semua sadapan (terjadi karena cairan akan meredam curah listrik jantung).

Fenomena elektrikal alternans (aksis listrik jantung berubah-ubah pada setiap

denyutan). Tampak di EKG perubahan amplitudo tiap kompleks QRS, terjadi

karena jantung berotasi secara bebas dalam kantung perikard yang berisi cairan.

(Dharma, 2009 : 67).

6. Penatalaksanaan

Perikardiosntris atau pembedahan untuk membuat lubang

a. Pembuatan jendela perikardial, dilakukan jikan pasien mengalami temponade,

efusi atau adesi akibat perikarditis kronis.

b. Pengambilan perikardium pelindung yang menguat (untuk kasus yang lebih

parah).

c. Pemuatan volume percobaan dengan larutan garam normal I.V temporer dengan

albumin (pasien yang mengalami hipotensi)

d. Dapat diberikan obat inotropik misalnya : Dopamin untuk menjaga output kardiak

e. Transfusi darah atau torakotomi untuk mengalirkan cairan yang terakumulasi

kembali atau memperbaiki tempat pendarahan (untuk cedera traumatik)

f. Diberi obat antagonis heparin protamin sulfat (pasien yang mengalami

temponadee terpicu-heparin)

g. Pemberian vitamin K (pasien yang mengalami terpicu-warfarin)

Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi temponade cardio pada tingkat EMP-A

memerlukan transportasi cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari beberapa

kedaruratan yang harus ditransport dengan sirine dan lampu merah.

Perhatian ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke

pasien. Sering sukar membedakan antara temponade pericardium dan “tension

pneumotoraks” tanpa bantuan radiograph. EMT harus cermat mengamati penderita

dan mengingatkan dokter di rumah sakit terhadap kemungkinan tamponade

pericardium.

51

Page 52: Tension Pneumotoraks

Pada tingkat paramedic EMT, setelah diagnositik dan konsultasi ke dokter rumah

sakit, tamponade pericardium dapat diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan

menggunakan jarum interkardiak untuk suntikan ephineprin, dengan hanya menarik

penuh semprit yang kosong. Pendekatannya dari subxifoid, menuju scapula kiri tepat

seperti suntikan intrakardia. Perbedaannya dalam memasukkan jarum selanjutnya.

Pemasukan jarum harus dihentika tepat setelah memasuki kantong pericardium,

sebelum masuk ke ventrikel (lihat gambar). Identifikasi lokasi ujung jarum dengan

tepat dapat dibantu dengan menempatkan sadapan V elektrograf ke batang baja.

Jarum ini dengan klem “alligator”. Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat

diketahui arus luka sewaktu ujung jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik

mundur sedikit ke kantong pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah

tanpa mencederai myocardium.

Seratus lima puluh sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup untuk

menimbulkan tamponade berat. Pengambilan beberapa milliliter bisa mengurangi

tekanan yang memungkinkan peningkatan curah jantung pasien, peningkatan

tekanan darah distal dan penurunan tekanan di sisi kanannya. Prasat ini

(mengeluarkan 50-75 ml darah) merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa

pada tamponade berat. Harus diingat bahwa terapi ini bukan definitif melaikan hanya

suatu tindakan sementara sampai penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat

dapat dilakukan perikardiotomi formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah

jantung dengan anastesi lokal. Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur

vaskuler intertoraks ditangani dalam masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik

lainnya dengan pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80). Pemberian

oksigen sesuai indikasi juga diperlukan untuk pasien tamponade, agar mencegah

terjadinya hipoksia jaringan akibat oksigen yang tidak adekuat karena penurunan

curah jantung.

52

Page 53: Tension Pneumotoraks

Gambar 3 : Penatalaksanaan pada temponade jantung

7. Konsep WSD

a.Pengertian

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung.

b. Tujuan

-Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.

-Mengembangkan kembali paru yang kolaps

- Memasukkan obat ke dalam rongga pleura.

c. Perubahan Tekanan Rongga Pleura

Tekanan Istirahat Inspirasi EkspirasiAtmosfir 760 760 760Intrapulmoner 760 757 763Intrapleural 756 750 756

d. Indikasi Pemasangan WSD

- Hematotoraks

- Efusi pleura dengan keganasan

53

Page 54: Tension Pneumotoraks

- Pneumotoraks lebih dari 20 %

- Hidropneumothoraks

- Empiema

e. Kontra Indikasi Pemasangan WSD

- Hematothoraks masif yang belum mendapat penggantian cairan/darah

- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

- Perlekatan pleura yang luas.

f. Tempat Pemasangan WSD

Bagian Apex paru

Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 yang berfungsi untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura.

Bagian Basal

Yaitu pada posterolateral intercosta ke 8-9 yang berfungsi untuk mengeluarkan

cairan (darah, pus) dari rongga pleura.

g. Jenis-jenis WSD

a) WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple

pneumothoraks. Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2

lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Air steril

dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam dua cm untuk

mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru.

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara

dari rongga pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan

gravitasi. Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan.

b) WSD dengan sistem dua botol

Digunakan dua botol, satu botol mengumpulkan cairan drainage dan botol

kedua sebagai water seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang

awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan

dengan selang di botol 2 yang berisi water seal. Cairan drainase dari rongga

54

Page 55: Tension Pneumotoraks

pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol

2. Prinsip kerjasama dengan sistem satu botol yaitu udara dan cairan mengalir

dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang

masuk ke WSD. Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemotothoraks,

hemopneumothoraks dan efusi peura.

c) WSD dengan sistem tiga botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan

yang digunakan. Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan. Yang terpenting

adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan

tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD.

Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-

3 mempunyai 3 selang yaitu tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan

tube pada botol ke dua, tube pendek lain dihubungkan dengan suction dan tube

di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer.

h. Komplikasi Pemasangan WSD

- Laserasi, mencederai organ (hepar, lien)

- Perdarahan

- Empisema Subkutis

- Tube terlepas

- Infeksi

- Tube tersumbat

i. Persiapan Pemasangan WSD

a) Pengkajian

-Memeriksa kembali instruksi dokte

- Mencek inform consent

-Mengkaji tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien.

b) Persiapan Pasien

-Siapkan pasien

55

Page 56: Tension Pneumotoraks

-Memberi penjelasan kepada pasien meliputi :

Tujuan tindakan

Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD, posisi klien dapat

duduk atau berbaring

Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam dan

distraksi

Foto thoraks posterior-anterior dan lateral paru.

c) Persiapan alat dan bahan meliputi :

-Trokar/toraks drain dengan nomor yang disesuaikan dengan bahan yang akan

dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor 22-24.

-Kasa steril

-Plester

-Alkohol 70% dan bethadin 10%

- Spuit 5 cc sebanyak 2 buah

-Lidocain solusio injeksi untuk anestesi local sebanyak 5 ampul

-Botol WSD

- Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Duk steril

d) Prosedur Tindakan

-Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter dengan

disandarkan pada kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru yang sakit diangkat

ke atas kepala

-Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10% dilanjutkan dengan

menggunakan alkohol 70% dengan gerakan berputar ke arah luar, pasang duk

steril dengan lubang tempat di mana akan dilakukan insersi kateter

-Lakukan anestesi lokal lapis demi lapis dari kulit hingga pleura parietalais

menggunakan lidocain solusio injeksi, jangan lupa melakukan aspirasi

sebelum mengeluarkan obat pada setiap lapisan. Anestesi dilakukan pada

56

Page 57: Tension Pneumotoraks

daerah yang akan di pasang WSD atau pada intercostalis 4-5 anterior dari

mid axillary line

-Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit anestesi tersebut

-Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis lebih kurang 1

cm lalu buka secara tumpul sampai ke pleura

-Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter

-Satu tangan mendorong trokar dan tangan lainnya memfiksir trokar untuk

membatasi masuknya alat ke dalam rongga pleura. Setelah trokar masuk ke

dalam rongga pleura, stilet dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari.

Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya di insersi secara cepat

melelui trokar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke anteroapikal

pada pneumothoraks dan posterobasal pada cairan pleura/empiema. Trokar

dilepas pada dinding dada. Kateter bagian distal dilepas dan trokar

dikeluarkan

-Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan masukkan ujung

selang ke dalam botol WSD yang telah diberi larutan bethadin yang telah

diencerkan dengan NaCl 0,9% dan pastikan ujung selang terendam sepanjang

dua cm

-Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan terdapat cairan,

darah dan pus yang dialirkan atau gelembung udara pada botol WSD.

-Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac, lalu tutup dengan kasa steril yang

telah di beri bethadin dan fiksasi ke dinding dada dengan plester.

(Standar Diagnosis & Terapi Gawat Darurat, 2007: 70-72)

e) Pedoman pencabutan

Kriteria pencabutan :

-Sekrit serous, tidak hemoraged

-Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam

-Anak – anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam

-Paru mengembang dengan tanda :

57

Page 58: Tension Pneumotoraks

Auskultasi suara napas vesikuler kiri dan kanan

Perkusi bunyi sonor kiri dan kanan

Fibrasi simetris kiri dan kanan

Foto toraks paru yang sakit sudah mengembang

Kondisi :

- Pada trauma

Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung

dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).

- Pada thoracotomi

Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut

- Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug di cabut (air-tight)

- Post pneumonektomi : hari ketiga bila mediastinum stabil (tak perlu air-

tight).

Alternatif

-Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20

-Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik lakukan

pencabutan.

-Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi

-Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan dengan

pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan empat minggu, bila

tidak berhasil dilakukan toracotomi

-Bila sekret kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.

j. Konsep Perawatan WSD

a) Persiapan Alat :

-Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl

0,9% dan ujung selang terendam sepanjang dua cm.

-Kasa steril dalam tromol

-Korentang

-Plester dan gunting

58

Page 59: Tension Pneumotoraks

-Nierbekken/kantong balutan kotor

-Alkohol 70%

-Bethadin 10%

-Handscoon steril

b) Persiapan Pasien dan Lingkungan

-Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan

dilakukan

-Memasang sampiran disekeliling tempat tidur

-Membebaskan pakaian pasien bagian atas

-Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien

-Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien.

c) Pelaksanaan Perawatan WSD

-Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon

-Membuka set bedah minor steril

-Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan

kotor dimasukkan ke dalam nierbekken

-Mendisinfeksi luka dan selang dengan kasa alkohol 70% kemudian dengan

bethadin 10%

-Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian

diplester

-Selang WSD diklem

-Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol

-Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD

dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru

-Klem selang WSD dibuka

-Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk

efektif

-Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan

gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

59

Page 60: Tension Pneumotoraks

-Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien

dalam posisi yang paling nyaman

-Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi

kembali

-Membuka handscoon dan mencuci tangan

-Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan.

d) Evaluasi Pelaksanaan Perawatan WSD

Evaluasi pelaksanaan perawatan WSD meliputi :

-Evaluasi keadaan umum :

Observasi keluhan pasien

Observasi gejala sianosis

Observasi tanda perdarahan dan rasa tertekan pada dada

Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD

Observasi tanda-tanda vital.

-Evaluasi ekspansi paru meliputi :

Melakukan pemeriksaan Inspeksi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Palpasi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Auskultasi paru setelah selesai melakukan

perawatan WSD

Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan sebelum

selang WSD di lepas.

-Evaluasi WSD meliputi :

Observasi undulasi pada selang WSD

Observasi fungsi suction countinous

Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat

Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD

60

Page 61: Tension Pneumotoraks

Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm di

bawah air

Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh

Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh.

(Pedoman Keterampilan Praktik Klinik Keperawatan. 2005: 49-50).

8. Komplikasi

a. Gagal jantung

b. Syok kardiogenik

c. Henti jantung

9. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TEMPONADE JANTUNG

1) Pengkajian

a) Riwayat kesehatan sekarang :

- Trauma tumpul atau penetrasi dada, leher, punggung atau abdomen

- Repair lesi kardiak

- Dispnea

- Kecemasan

- Nyeri dada

- Fatigue/malaise

Riwayat medis :

- penyakit jantung

- penyakit neoplasma atau infeksi

- gagal ginjal (tergantung hemodialisis)

61

Page 62: Tension Pneumotoraks

b) Pemeriksaan Sistem

B1 (Breathing)

DS : Klien mengatakan sesak napas

DO :

- Tanda kusmaul : peningkatan tekanan vena saat inspirasi nafas spontan

- Takikardi : kulit dingin dan pucat, bibir dan jari sianosis,

- Pucat atau sianosis

B2 (Blood)

DS : Klien mengatakan sering pusing dan penglihatan kabur

DO :

- peningkatan volume vena intravaskular.

- pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik

<100mmHg,

- pericardial friction rub,

- pekak jantung melebar,

- Trias classic beck berupa :

o distensis vena leher,

o bunyi jantung melemah / redup dan

o hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.

- tekanan nadi terbatas,

- kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis,

- Penurunan tekanan arteri (hipotensi)

B3 (Brain)

DS : Klien mengatkan sering gelisah

DO :

- Klien sering mengalami Penurunan tingkat kesadaran,

- Klien sering cemas, gelisah, penglihatan kabur.

B4 (Bladder)

62

Page 63: Tension Pneumotoraks

DS : Klien mengatkan jarang kencing

DO :

-Penurunan urin output, Gagal ginjal.

B5 (Bowel)

DS : Klien mengatakan sering mual muntah

DO :

-Klien terlihat penurunan berat badan

- anoreksia.

B6 (Bone)

DS : -

DO :

-Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.

-Terdapat fraktur,

- terjadi kelemahan,

- terdapat bekas tusuk

2) Diagnosa yang mungkin muncul

a) Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda

kusmaul.

b) Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan

distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari

tangan dan kaki sianosis,

c) Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak

efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal,

penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.

d) Penurunan kardiak output b.d gangguan pengisian jantung dan kontraktilitas,

penurunan venous return sekunder terhadap tekanan intrathoraks

63

Page 64: Tension Pneumotoraks

3) Intervensi

Diagnosa Tujuan dan kriteria

hasil

Intervensi Rasional

Pola nafas tidak

efektif b.d

hiperventilasi ditandai

dengan takipnea,

tanda kusmaul.

setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 1 x 15 menit

diharapkan pola

nafas efektif dengan

kriteria hasil :

- Takipnea tidak

ada

- Tanda kusmaul

tidak ada

- TTV dalam

rentang batas

normal (RR : 16 –

20 X/ mnt).

Mandiri:

1. Pantau ketat tanda-

tanda vital terutama

frekuensi pernafasan

2. Monitor isi

pernafasan,

pengembangan dada,

keteraturan

pernafasan, nafas

bibir dan

penggunaan otot

bantu pernafasan

3. Berikan posisi

semifowler jika tidak

kontrainndikasi

4. Ajarkan klien nafas

dalam Kolaborasi :

5. Berikan oksigen

sesuai indikasi

6. Berikan obat sesuai

indikasi

- Perubahan pola

nafas dapat

mempengaruhi

tanda-tanda vital.

- Pengembangan dada

dan penggunaan

otot Bantu

pernapasan

mengindikasikan

gangguan pola nafas

- Mempermudah

ekspansi paru

- Dengan latihan

nafas dalam dapat

meningkatkan

pemasukan oksigen

- Oksigen yang

adekuat dapat

menghindari resiko

kerusakan jaringan

- Medikasi yang tepat

dapat

mempengaruhi

ventilasi pernapasan

Penurunan curah

jantung b.d perubahan

sekuncup jantung

setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3 x 10 menit

diharapkan curah

jantung ke seluruh

tubuh adekuat

dengan kriteria

hasil :

1. Monitor TTV

berkelanjutan

2. Auskultasi suara

jantung, kaji

frekuensi dan irama

jantung.

3. Palpasi nadi perifer

dan periksa pengisian

- TTV merupakan

indicator keadaan

umum tubuh

(jantung).

- Perubahan suara,

frekuensi dan irama

jantung dapat

mengindikasikan

64

Page 65: Tension Pneumotoraks

- TTV dalam batas

normal (Nadi : 60-

100 x/mnt, TD :

110-140 mmHg).

- Nadi perifer teraba

kuat

- Suara jantung

normal.

- Sianosis dan pucat

tidak ada.

- Kulit teraba

hangat

- EKG normal

- Distensi vena

jugularis tidak

ada.

perifer.

4. Kaji akral dan adanya

sianosis atau pucat.

Kaji adanya distensi

vena jugularis

Tamponade jantung

menghambat aliran

balik vena sehingga

terjadi distensi pada

vena jugularis.

Kolaborasi :

5. Berikan oksigen

sesuai indikasi

6. Berikan cairan

intravena sesuai

indikasi atau untuk

akses emergency.

7. Periksa EKG, foto

thorax,

echocardiografi dan

doppler sesuai

indikasi.

8. Lakukan tindakan

perikardiosintesis.

adanya penurunan

curah jantung.

- Curah jantung yang

kurang

mempengaruhi kuat

dan lemahnya nadi

perifer.

- Penurunan curah

jantung

menyebabkan

aliran ke perifer

menurun.

- Oksigen yang

adekuat mencegah

hipoksia.

- Mencegah

terjadinya

kekurangan cairan.

- Pada tamponade

jantung, terjadi

abnormalitas irama

jantung dan

terdapat siluet

pembesaran

jantung.

- Dengan

perikardiosintesis

cairan dalam ruang

pericardium dapat

keluar.

Perfusi jaringan

(cerebral, perifer,

cardiopulmonal,

renal, gastrointestinal)

tidak efektif b.d

suplai O2 menurun

setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 3 x 15 menit

diharapkan perfusi

jaringan adekuat

dengan kriteria

hasil :

Mandiri :

1. Awasi tanda-tanda

vital secara intensif

2. Pantau adanya

ketidakadekuatan

perfusi (kulit :

- Perubahan tanda-

tanda vital seperti

takikardi akibat

dari kompensasi

jantung untuk

memenuhi suplai

65

Page 66: Tension Pneumotoraks

- Nadi teraba kuat

- TTV dalam batas

normal (Nadi : 60-

100 x/mnt, TD :

110-140 mmHg)

- Tingkat kesadaran

composmentis

- Sianosis atau

pucat tidak ada

- Nadi teraba

lemah, terdapat

sianosis,

- Akral teraba

hangat

dingin dan pucat,

sianosis)

3. Pantau GCS

4. Anjurkan untuk bed

rest/ istirahat total

O2.

- Menunjukkan

adanya

ketidakadekuatan

perfusi jaringan

- Penurunan perfusi

terutama di otak

dapat

mengakibatkan

penurunan tingkat

kesadaran

- Menurunkan

kebutuhan oksigen

D. Hemo Pneumotoraks

1. Pengertian

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal

dan viseral.

Pneumotorax adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, kedalam ruang pleura

sering diakibatkan karena robeknya pleura (Suzanne C.Smeltzer,2001)

Pneumotorax adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura

visceral dan parietal (Arif Mansjoer)

Hemotoraks (atau hemotoraks) adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh

akumulasi darah dalam rongga pleura. Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul

atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada

66

Page 67: Tension Pneumotoraks

dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan

mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan

penekanan pada paru.

Kehilangan darah dapat terjadi secara masif, setiap sisi toraks bisa terisi oleh 30% –

40% dari volume darah seseorang. Jika tidak ditanggulangi, kondisi ini bisa

berkembang menjadi keadaan dimana akumulasi darah akan menekan mediastinum

dan trakea, mengurangi jumlah ventricles diastolic filling dan deviasi trakea ke arah

sisi yang sehat.

2. Etiologi

Di RSU Dr. Sutomo, lebih kurang 55% kasus Pneumothoraks disebabkan oleh

penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif, tuberkulosis paru disertai fibrosis atau

emfisema lokal, bronchitis kronis dan emfisema. Selain penyakit tersebut diatas,

pneumotorak dapat terjadi pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering

berulang, keadaan ini disebut pneumothoraks katamenial yang disebabkan oleh

endometriosis di pleura.

Pneumotorak dapat terjadi secara artificial, dengan operasi atau tanpa operasi, atau

timbul spontan.

Pneumotoraks artifisial disebabkan tindakan tertentu atau memang disengaja untuk

tujuan tertentu, yaitu tindakan terapi dan diagnosis.

Pneumotorak traumatik terjadi karena penetrasi, luka tajam pada dada, dan karena

tindakan operasi.

Pneumotoraks spontan terjadi tanpa adanya trauma. Pneumotoraks jenis ini dapat

dibagi dalam:

-pneumotoraks spontan primer. Disini etiologi tidak diketahui sama sekali

-Pneumothorak spontan sekunder. Terdapat penyakit paru atau penyakit dada

sebagai faktor predisposisinya.

Tabel 4.1. PENYEBAB PNEUMOTORAKS SPONTAN SEKUNDER3

Penyakit saluran pernafasan

67

Page 68: Tension Pneumotoraks

Penyakit paru obstruksi kronik

Fibrosis kistik

Asma akut

Infeksi parenkim paru

Pneumonia pneumocystis carinii

Infeksi necrotizing (anaerob, bakteri gram negatif, Staphylococcus

Aureus, species nacardia, Mycobacterium Tuberculosis, jamur)

Malignancy

Kanker paru

Sarcoma

Metastase

Penyakit paru intertisial

Langerhans cell granulomatosis

Sarcoidosis

Connective tissue disease

Tuberous Sclerosis

Idhiopathic pulmonary fibrosis

Lainnya

68

Page 69: Tension Pneumotoraks

Thoracic endometriosis (catamenial)

Lymphangiolelomyomatosis

Marfan syndrom

Ehler-danlos syndrom

3. Klasifikasi pneumotoraks

a.Berdasarkan terjadinya yaitu artificial, traumatic dan spontan.

b. Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis

c.Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.

d. Berdasarkan jenis fistel.

Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga

pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra

pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0)

sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan

pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan - 2 inspirasi).

Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia

luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena

diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di

rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga

masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4

ekspirasi dan - 12 inspirasi).

Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif

berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui

bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada

waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif.

Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar

melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya

69

Page 70: Tension Pneumotoraks

dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di

bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama

makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga

pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih

tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di

bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

4. Patofisiologi

Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek,

apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara

dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat,

infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang

memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat

mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang

berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang

mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum.  Dari mediastinum

udara mencari jalan menuju ke atas, ke jaringan ikat yang longgar sehingga mudah

ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher dan

dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat

meluas ke arah perut hingga mencapai skrotum.2

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan

dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan.

Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk,

bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di bagian perifer bronki

atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau

alveol akan sangat mudah.

5. Manifestasi klinis

Tanda dan gejalapada pneumotoraks

70

Page 71: Tension Pneumotoraks

Pada pneumotoraks spontan, sebagai pencetus atau auslosend moment adalah batuk

keras, bersin, mengangkat barang-barang berat, kencing atau mengejan. Penderita

mengeluh sesak nafas yang makin lama makin berat setelah mengalami hal-hal

tersebut diatas.Tetapi pada beberapa kasus gejala –gejala masih gampang ditemukan

pada aktifitas biasa atau waktu istirahat.

Keluhan utama pneumotoraks spontan adalah sesak nafas, bernafas terasa berat,

nyeri dada dan batuk. Sesak sering mendadak dan makin lama makin berat. Nyeri

dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada

gerakan pernafasan.

Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit bisa menghebat atau menetap bila terjadi

perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.

Pasien dengan pneumotoraks spontan primer biasanya ditandai dengan nyeri dada

pleura ipsilateral dan variasi derajat dipsneu. Karena fungsi paru normal, dipsnae

biasanya ringan sampai sedang, bahkan pasien dengan pneumotoraks yang luas.

Gejala biasanya hilang dalam 24 jam, bahkan jika pneumotorak masih ada. Takikardi

dan takipnea adalah gejala yang sangat sering ditemukan.

Serangan pada pneumotoraks spontan sekunder bermanifestasi sebagai nyeri dada.

Bahkan pada kasus pneumotoraks yang sedikit, akut dipsnea dapat berkembang

menjadi keadaan paru yang dicurigai. Tanda-tanda lain dari kardiopulmonal dapat

munculseperti hipoksemia akut (rata-rata PO2, 60 mmHg), hipotensi, sianosis, nafas

berat, status mental berubah dan hiperkapnia.

Tanda dan gejala pada hemotoraks

Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada.

Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang

anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.

Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea

berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi

sesuai dengan penurunan curah jantung.

71

Page 72: Tension Pneumotoraks

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pneumotoraks

Foto Toraks

a. Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak

garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru akan kolaps tidak

membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.

b. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hampir tidak tampak seperti massa

yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps yang luas sekali.

Besar kolaps paru tidak berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang

dikeluhkan.

c. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pandorongan jantung atau

trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks

ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:

-Pneumomediastinum, Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai

dari basis sampai ke apeks.

-Emfisema subkutan dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.

-Bila ada cairan di rongga pleura, akan tampak permukaan cairan sebagai garis

datar di atas diafragma.

Foto lateral dekubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam membedakan

pneumotorakss dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara bebas dalam

rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.

Pemeriksaan penunjang pada hemotoraks

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat

menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)

b. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan

mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang

meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya

menurun.

c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).

d. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

72

Page 73: Tension Pneumotoraks

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pneumotoraks :

a. Bullow Drainage / WSD

Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :

a) Diagnostik :

Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat

ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam

shoks.

b) Terapi :

Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga

pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"

dapat kembali seperti yang seharusnya.

c) Preventive :

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga

"mechanis of breathing" tetap baik.

b. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :

a) Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.

Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari

sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya

slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

b) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat

akan diberi analgetik oleh dokter.

c) Dalam perawatan yang harus diperhatikan :

- Penetapan slang.

Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak

terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya

slang dapat dikurangi.

- Pergantian posisi badan.

73

Page 74: Tension Pneumotoraks

Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil

dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,

merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di

bawah lengan atas yang cedera.

d) Mendorong berkembangnya paru-paru.

-Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.

-Latihan napas dalam.

-Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu

slang diklem.

-Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e) Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika

perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika

banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan

keadaan pernapasan.

f) Suction harus berjalan efektif :

Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2

jam selama 24 jam setelah operasi.

-Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,

keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.

-Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction

kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau

1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya

misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak,

atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g) Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.

-Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar

kalau ada dicatat.

-Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya

gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.

74

Page 75: Tension Pneumotoraks

-Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu

meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.

-Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang

harus tetap steril.

-Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan

memakai sarung tangan.

-Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal :

slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

h) Dinyatakan berhasil, bila :

-Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.

-Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.

-Tidak ada pus dari selang WSD.

Penatalaksanaan pada hemotoraks

Penatalaksanaan. Hemotoraks ditangani dengan mengatasi sumber perdarahan dan

mengalirkan darah keluar dari rongga toraks. Kontrol nyeri dan pulmonary toilet.

Hemotoraks dievakuasi dengan memasang drainase menggunakan selang dada (chest

tube), prosedur ini dikenal dengan pemasangan selang torakostomi (tube

thoracostomy). Selang dada di pantau secara ketat karena indikasi pembedahan

didasarkan pada drainase selang dada dari permulaan dan akumulasi setiap jamnya.

Selang dada disambungkan ke system penampung (mis. Pleur-evac) yang

dirangkaikan dengan suction pada tekanan kira-kira -20 cm H2O. Setelah selang

dada dilepaskan dari suction kemudian di sambungkan dengan segel air (Water Seal

Drainage (WSD)). Jika paru telah mengembang selang dada dapat di cabut.

Biasanya pasien dengan cepat akan pulih setelah pemasangan drainase ini. Namun

jika penyebabnya adalah ruptur aorta akibat trauma berkekuatan tinggi, maka

diperlukan intervensi bedah oleh ahli bedah toraks.

Hemotoraks yang luas dengan bekuan darah memerlukan tindakan operasi untuk

evakuasi agar paru dapat mengembang secara penuh dan mencegah komplikasi

seperti fibrotoraks dan empiema. Pendekatan dengan Torakoskopi juga cukup

berhasil dalam penaganan masalah ini.

75

Page 76: Tension Pneumotoraks

8. Komplikasi

Komplikasi pada pneumotoraks

a.Tension Penumototrax

b. Penumotoraks Bilateral

c.Emfiema

Komplikasi pada hemotoraks

Adhesi pecah, bula paru pecah.

9. ASUHAN KEPERAWATAN HEMO PNEUMOTORAKS

1) Pengkajian

a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.

b. Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang

meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering

ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau empiema.

Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak yang

memerlukan tindakan pembedahan.

76

Page 77: Tension Pneumotoraks

Pemeriksaan sistem :

a. B1 (Breathing)

DS : Klien mengatakan sering sesak napas

DO :

- Terdapat retraksi klavikula/dada.

- Pengambangan paru tidak simetris.

- Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

- Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani ,

hematotraks (redup)

- Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang

berkurang/menghilang.

- Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

- Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

- Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

b. B2( Blood)

DS : Klien mengatakan sering pusing, seperti mau jatuh terutama saat bangun

dari tempat duduk

DO :

- Klien nampak Pucat,

- Hb turun

- Klien mengalami Hipotensi.

c. B3 (Brain)

Tidak ada kelainan.

d. B4 (Bladder)

Tidak ada kelainan.

e. B5 (Bowel)

Tidak ada kelainan.

f. B6 (Bone)

77

Page 78: Tension Pneumotoraks

DS : Klien mengatakan kemampuan untuk berjalan susah

DO :

- Kemampuan sendi terbatas.

- Ada luka bekas tusukan benda tajam pada dada.

- Terdapat kelemahan.

- Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

2) Diagnosa yang mungkin muncul

a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak

maksimal karena akumulasi udara/cairan.

b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret

dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

c. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan

reflek spasme otot sekunder.

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan

ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

e. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang

bullow drainage.

g. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder terhadap trauma.

Dongoes, Marylin E. 2000.

3) Intervensi

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Ketidakefektifan pola

pernapasan

berhubungan dengan

ekspansi paru yang

tidak maksimal karena

Tujuan Pola pernapasan

efektive.

Kriteria hasil :

- Memperlihatkan

frekuensi pernapasan

a. Berikan posisi yang

nyaman, biasanya

dnegan peninggian

kepala tempat tidur.

Balik ke sisi yang

- Meningkatkan

inspirasi maksimal,

meningkatkan

ekpsnsi paru dan

ventilasi pada sisi

78

Page 79: Tension Pneumotoraks

trauma. yang efektive.

- Mengalami perbaikan

pertukaran gas-gas

pada paru.

- Adaptive mengatasi

faktor-faktor

penyebab.

sakit. Dorong klien

untuk duduk

sebanyak mungkin.

b. Obsservasi fungsi

pernapasan, catat

frekuensi

pernapasan, dispnea

atau perubahan

tanda-tanda vital.

c. Jelaskan pada klien

bahwa tindakan

tersebut dilakukan

untuk menjamin

keamanan.

d. Jelaskan pada klien

tentang

etiologi/faktor

pencetus adanya

sesak atau kolaps

paru-paru.

e. Pertahankan perilaku

tenang, bantu pasien

untuk kontrol diri

dengan

menggunakan

pernapasan lebih

lambat dan dalam.

f. Perhatikan alat

bullow drainase

berfungsi baik, cek

setiap 1 - 2 jam :

1) Periksa

pengontrol

penghisap untuk

jumlah hisapan

yang tidak sakit.

- Distress pernapasan

dan perubahan pada

tanda vital dapat

terjadi sebgai akibat

stress fifiologi dan

nyeri atau dapat

menunjukkan

terjadinya syock

sehubungan dengan

hipoksia.

- Pengetahuan apa

yang diharapkan

dapat mengurangi

ansietas dan

mengembangkan

kepatuhan klien

terhadap rencana

teraupetik.

- Pengetahuan apa

yang diharapkan

dapat

mengembangkan

kepatuhan klien

terhadap rencana

teraupetik.

- Membantu klien

mengalami efek

fisiologi hipoksia,

yang dapat

dimanifestasikan

sebagai

ketakutan/ansietas.

79

Page 80: Tension Pneumotoraks

yang benar.

2) Periksa batas

cairan pada botol

penghisap,

pertahankan pada

batas yang

ditentukan.

3) Observasi

gelembung udara

botol

penempung.

4) Posisikan sistem

drainage slang

untuk fungsi

optimal,

yakinkan slang

tidak terlipat,

atau

menggantung di

bawah saluran

masuknya ke

tempat drainage.

Alirkan

akumulasi

dranase bela

perlu.

5) Catat

karakter/jumlah

drainage selang

dada.

g. Kolaborasi dengan

tim kesehatan

lain :

Dengan dokter,

- .

1) Mempertahankan

tekanan negatif

intrapleural sesuai

yang diberikan,

yang

meningkatkan

ekspansi paru

optimum/drainase

cairan.

2) Air

penampung/botol

bertindak sebagai

pelindung yang

mencegah udara

atmosfir masuk ke

area pleural.

3) gelembung udara

selama ekspirasi

menunjukkan

lubang angin dari

penumotoraks/kerj

a yang diharapka.

Gelembung

biasanya menurun

seiring dnegan

ekspansi paru

dimana area

pleural menurun.

Tak adanya

gelembung dapat

menunjukkan

ekpsnsi paru

lengkap/normal

80

Page 81: Tension Pneumotoraks

radiologi dan

fisioterapi.

Pemberian

antibiotika.

Pemberian

analgetika.

Fisioterapi

dada.

Konsul

photo

toraks.

atau slang buntu.

4) Posisi tak tepat,

terlipat atau

pengumpulan

bekuan/cairan

pada selang

mengubah tekanan

negative yang

diinginkan.

5) Berguna untuk

mengevaluasi

perbaikan

kondisi/terjasinya

perdarahan yang

memerlukan upaya

intervensi.

Kolaborasi dengan

tim kesehatan lain

unutk engevaluasi

perbaikan kondisi

klien atas

pengembangan

parunya.

Inefektif bersihan jalan

napas berhubungan

dengan peningkatan

sekresi sekret dan

penurunan batuk

sekunder akibat nyeri

dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas

lancar/normal

Kriteria hasil :

Menunjukkan batuk

yang efektif.

Tidak ada lagi

penumpukan sekret di

sal. pernapasan.

Klien nyaman.

a. Jelaskan klien

tentang kegunaan

batuk yang efektif

dan mengapa

terdapat

penumpukan sekret

di sal. pernapasan.

b. Ajarkan klien

tentang metode yang

tepat pengontrolan

a. Pengetahuan

yang diharapkan

akan membantu

mengembangkan

kepatuhan klien

terhadap rencana

teraupetik.

b. Batuk yang tidak

terkontrol adalah

81

Page 82: Tension Pneumotoraks

batuk.

c. Napas dalam dan

perlahan saat duduk

setegak mungkin.

d. Lakukan pernapasan

diafragma.

e. Tahan napas selama

3 - 5 detik

kemudian secara

perlahan-lahan,

keluarkan sebanyak

mungkin melalui

mulut.

f. Lakukan napas ke

dua, tahan dan

batukkan dari dada

dengan melakukan 2

batuk pendek dan

kuat.

g. Auskultasi paru

sebelum dan sesudah

klien batuk.

h. Ajarkan klien

tindakan untuk

menurunkan

viskositas sekresi :

mempertahankan

hidrasi yang

adekuat;

meningkatkan

masukan cairan

1000 sampai 1500

cc/hari bila tidak

kontraindikasi.

melelahkan dan

tidak efektif,

menyebabkan

frustasi.

c. Memungkinkan

ekspansi paru

lebih luas.

d. Pernapasan

diafragma

menurunkan frek.

napas dan

meningkatkan

ventilasi alveolar.

e. Meningkatkan

volume udara

dalam paru

mempermudah

pengeluaran

sekresi sekret.

f. Pengkajian ini

membantu

mengevaluasi

keefektifan upaya

batuk klien.

g. Sekresi kental

sulit untuk

diencerkan dan

dapat

menyebabkan

sumbatan mukus,

yang mengarah

pada atelektasis.

h. Untuk

menghindari

pengentalan dari

sekret atau mosa

82

Page 83: Tension Pneumotoraks

i. Dorong atau berikan

perawatan mulut

yang baik setelah

batuk.

j. Kolaborasi dengan

tim kesehatan lain :

Dengan dokter,

radiologi dan

fisioterapi.

Pemberian

expectoran.

Pemberian

antibiotika.

Fisioterapi

dada.

Konsul photo

toraks.

pada saluran

nafas bagian atas.

i. Hiegene mulut

yang baik

meningkatkan

rasa

kesejahteraan dan

mencegah bau

mulut

Expextorant

untuk

memudahkan

mengeluarkan

lendir dan

menevaluasi

perbaikan kondisi

klien atas

pengembangan

parunya.

Perubahan kenyamanan

: Nyeri akut

berhubungan dengan

trauma jaringan dan

reflek spasme otot

sekunder.

Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

Nyeri berkurang/

dapat diadaptasi.

Dapat

mengindentifikasi

aktivitas yang

meningkatkan/menur

unkan nyeri.

Pasien tidak gelisah.

a. Jelaskan dan bantu

klien dengan

tindakan pereda

nyeri

nonfarmakologi dan

non invasif.

b. Ajarkan Relaksasi :

Tehnik-tehnik untuk

menurunkan

ketegangan otot

rangka, yang dapat

menurunkan

intensitas nyeri dan

juga tingkatkan

relaksasi masase.

c. Ajarkan metode

distraksi selama

a. Pendekatan

dengan

menggunakan

relaksasi dan

nonfarmakologi

lainnya telah

menunjukkan

keefektifan

dalam

mengurangi

nyeri.

b. Akan melancarkan

peredaran darah,

sehingga

kebutuhan O2

oleh jaringan

akan terpenuhi,

sehingga akan

83

Page 84: Tension Pneumotoraks

nyeri akut.

d. Berikan kesempatan

waktu istirahat bila

terasa nyeri dan

berikan posisi yang

nyaman; misal

waktu tidur,

belakangnya

dipasang bantal

kecil.

e. Tingkatkan

pengetahuan

tentang: sebab-sebab

nyeri, dan

menghubungkan

berapa lama nyeri

akan berlangsung.

f. Kolaborasi denmgan

dokter, pemberian

analgetik.

Observasi tingkat

nyeri, dan respon

motorik klien, 30

menit setelah

pemberian obat

analgetik untuk

mengkaji

efektivitasnya. Serta

setiap 1 - 2 jam

setelah tindakan

perawatan selama 1 -

2 hari.

mengurangi

nyerinya.

c. Mengalihkan

perhatian

nyerinya ke hal-

hal yang

menyenangkan.

d. Istirahat akan

merelaksasi

semua jaringan

sehingga akan

meningkatkan

kenyamanan.

e. Pengetahuan yang

akan dirasakan

membantu

mengurangi

nyerinya. Dan

dapat membantu

mengembangkan

kepatuhan klien

terhadap rencana

teraupetik.

f. Analgetik

memblok lintasan

nyeri, sehingga

nyeri akan

berkurang.

Pengkajian yang

optimal akan

memberikan perawat

data yang obyektif

untuk mencegah

kemungkinan

84

Page 85: Tension Pneumotoraks

komplikasi dan

melakukan intervensi

yang tepat.

E. Tension Pneumotoraks

1. Pengertian

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara

dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan

intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah

berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan.

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di ikuti

peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu

rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa

keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya

insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak

dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan

penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang

sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis

dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada.

2. Etiologi

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik

atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:

a.Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral

atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak

menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks)

85

Page 86: Tension Pneumotoraks

b. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena

subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).

c.Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke

Tension Pneumotoraks

d. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks

sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup

e. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks

3. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya tension pneumothorax sama dengan kejadian pneumotoraks

umumnya. Namun pada tension pneumothorax, udara secara terus-menerus mengalir

dari parenkim paru yang cedera meningkatkan tekanan di dalam rongga hemitoraks

yang terkena.

Pasien mengalami distress pernapasan. Suara napas menghilang, dan hemitorak yang

terkena hipersonor pada perkusi. Trakea mengalami deviasi ke sisi yang berlawanan

dengan injury. Organ mediastinum bergeser kea rah berlawanan dengan sisi yang

sakit. Ini mengakibatkan penurunan Venous Return ke jantung. Pasien menunjukkan

tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik, seperti: hipotensi, yang dengan cepat

dapat berkembang kepada kolaps kardiovaskuler secara keseluruhan.

Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi

dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy

(ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar dengan

midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan

control nyeri dan pulmonary toilet.

Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena mekanisme

check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi

pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama

tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan

atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru

sehingga sering menimbulkan gagal nafas.

86

Page 87: Tension Pneumotoraks

Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,

mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium

kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah

kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.

Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus

segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.

4. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension pneumothoraks

penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui kondisi pasien.

Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor

dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.

Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi

kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada

jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis.

Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan

mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan segera : dispnea, hilangnya

bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift.

5. Pemeriksaan fisik

Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi dada

asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun, perkursi dada redup

menunjukan adanya pleural effusion, sering ditemui sianosis perifer atau sentral,

takikardia, hipotensi,dan nyeri dada pleural.

6. Pemeriksaan penunjang

a) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat

menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

b) GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan

mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.

c) Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.

87

Page 88: Tension Pneumotoraks

d) Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

7. Penatalaksanaan

Prinsip :

a.Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum

(primary survey – secondary survey).

b. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif

(berturutan)

c.Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),

adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak

dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang

emergency.

d. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama

untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan

penyelamatan nyawa.

e.Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau

setelah melakukan prosedur penanganan trauma.

f. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah

memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).

g. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing,

circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks

Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki

konsultan bedah toraks kardiovaskular.

Penatalaksanaan

1) Pada ICS 5 atau 6 dilakukan pemasangan WSD dengan memakai trokar.

2) WSD dilepas bila paru sudah mengembang dengan baik, tidak ada komplikasi dan

setelah selang plastic atau diklem 24 jam untuk membuktikan bahwa

pneumothoraks sudah sembuh.

3) Bila penderita sesak dapat diberikan oksigen konsentrasi tinggi.

88

Page 89: Tension Pneumotoraks

4) Untuk megnobati nyeri dapat diberikan analgetika seperti Antalgin 3 X 1 tablet

atau analgetik kuat.

5) Fisioterapi dapat diberikan karena dapat mencegah retensi sputum.

6) Apabila pengembangan paru agak lambat, bias dilakukan penghisapan dengan

tekanan 25-50 cm air.

7) Pada pneumothoraks berulang dapat dilakukan perlekatan kedua pleura dengan

memakai bahan yang dapat menimbulkan iritasi atau bahan sclerosing agent.

Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas

berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan

tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada

penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan

kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan

gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah

(hemodinamik).

Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi

dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle

thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar

dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi

dengan control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara

anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein

2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.

8. Konsep WSD

a.Pengertian

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung.

b. Tujuan

89

Page 90: Tension Pneumotoraks

-Mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.

-Mengembangkan kembali paru yang kolaps

- Memasukkan obat ke dalam rongga pleura.

c. Perubahan Tekanan Rongga Pleura

Tekanan Istirahat Inspirasi EkspirasiAtmosfir 760 760 760Intrapulmoner 760 757 763Intrapleural 756 750 756

d. Indikasi Pemasangan WSD

- Hematotoraks

- Efusi pleura dengan keganasan

- Pneumotoraks lebih dari 20 %

- Hidropneumothoraks

- Empiema

e. Kontra Indikasi Pemasangan WSD

- Hematothoraks masif yang belum mendapat penggantian cairan/darah

- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

- Perlekatan pleura yang luas.

f. Tempat Pemasangan WSD

Bagian Apex paru

Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 yang berfungsi untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura.

Bagian Basal

Yaitu pada posterolateral intercosta ke 8-9 yang berfungsi untuk mengeluarkan

cairan (darah, pus) dari rongga pleura.

g. Jenis-jenis WSD

90

Page 91: Tension Pneumotoraks

WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple

pneumothoraks. Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2

lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Air steril

dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam dua cm untuk

mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru.

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara

dari rongga pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan

gravitasi. Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan.

WSD dengan sistem dua botol

Digunakan dua botol, satu botol mengumpulkan cairan drainage dan botol

kedua sebagai water seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang

awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan

dengan selang di botol 2 yang berisi water seal. Cairan drainase dari rongga

pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol

2. Prinsip kerjasama dengan sistem satu botol yaitu udara dan cairan mengalir

dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang

masuk ke WSD. Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemotothoraks,

hemopneumothoraks dan efusi peura.

WSD dengan sistem tiga botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan

yang digunakan. Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan. Yang terpenting

adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan

tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD.

Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-

3 mempunyai 3 selang yaitu tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan

tube pada botol ke dua, tube pendek lain dihubungkan dengan suction dan tube

di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer.

h. Komplikasi Pemasangan WSD

- Laserasi, mencederai organ (hepar, lien)

91

Page 92: Tension Pneumotoraks

- Perdarahan

- Empisema Subkutis

- Tube terlepas

- Infeksi

- Tube tersumbat

i. Persiapan Pemasangan WSD

a) Pengkajian

-Memeriksa kembali instruksi dokte

- Mencek inform consent

-Mengkaji tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien.

b) Persiapan Pasien

-Siapkan pasien

-Memberi penjelasan kepada pasien meliputi :

Tujuan tindakan

Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD, posisi klien dapat

duduk atau berbaring

Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam dan

distraksi

Foto thoraks posterior-anterior dan lateral paru.

c) Persiapan alat dan bahan meliputi :

-Trokar/toraks drain dengan nomor yang disesuaikan dengan bahan yang akan

dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor 22-24.

-Kasa steril

-Plester

-Alkohol 70% dan bethadin 10%

- Spuit 5 cc sebanyak 2 buah

-Lidocain solusio injeksi untuk anestesi local sebanyak 5 ampul

-Botol WSD

92

Page 93: Tension Pneumotoraks

- Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Duk steril

d) Prosedur Tindakan

-Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter dengan

disandarkan pada kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru yang sakit diangkat

ke atas kepala

-Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10% dilanjutkan dengan

menggunakan alkohol 70% dengan gerakan berputar ke arah luar, pasang duk

steril dengan lubang tempat di mana akan dilakukan insersi kateter

-Lakukan anestesi lokal lapis demi lapis dari kulit hingga pleura parietalais

menggunakan lidocain solusio injeksi, jangan lupa melakukan aspirasi

sebelum mengeluarkan obat pada setiap lapisan. Anestesi dilakukan pada

daerah yang akan di pasang WSD atau pada intercostalis 4-5 anterior dari

mid axillary line

-Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit anestesi tersebut

-Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis lebih kurang 1

cm lalu buka secara tumpul sampai ke pleura

-Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter

-Satu tangan mendorong trokar dan tangan lainnya memfiksir trokar untuk

membatasi masuknya alat ke dalam rongga pleura. Setelah trokar masuk ke

dalam rongga pleura, stilet dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari.

Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya di insersi secara cepat

melelui trokar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke anteroapikal

pada pneumothoraks dan posterobasal pada cairan pleura/empiema. Trokar

dilepas pada dinding dada. Kateter bagian distal dilepas dan trokar

dikeluarkan

-Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan masukkan ujung

selang ke dalam botol WSD yang telah diberi larutan bethadin yang telah

diencerkan dengan NaCl 0,9% dan pastikan ujung selang terendam sepanjang

dua cm

93

Page 94: Tension Pneumotoraks

-Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan terdapat cairan,

darah dan pus yang dialirkan atau gelembung udara pada botol WSD.

-Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac, lalu tutup dengan kasa steril yang

telah di beri bethadin dan fiksasi ke dinding dada dengan plester.

(Standar Diagnosis & Terapi Gawat Darurat, 2007: 70-72)

j. Pedoman pencabutan

1. Kriteria pencabutan :

-Sekrit serous, tidak hemoraged

-Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam

-Anak – anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam

-Paru mengembang dengan tanda :

Auskultasi suara napas vesikuler kiri dan kanan

Perkusi bunyi sonor kiri dan kanan

Fibrasi simetris kiri dan kanan

Foto toraks paru yang sakit sudah mengembang

2. Kondisi :

- Pada trauma

Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung

dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).

- Pada thoracotomi

Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut

- Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug di cabut (air-tight)

- Post pneumonektomi : hari ketiga bila mediastinum stabil (tak perlu air-

tight).

3. Alternatif

-Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20

-Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik lakukan

pencabutan.

-Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi

94

Page 95: Tension Pneumotoraks

-Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan dengan

pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan empat minggu, bila

tidak berhasil dilakukan toracotomi

-Bila sekret kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.

k. Konsep Perawatan WSD

a. Persiapan Alat :

-Satu buah meja dengan satu set bedah minor

-Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl

0,9% dan ujung selang terendam sepanjang dua cm.

-Kasa steril dalam tromol

-Korentang

-Plester dan gunting

-Nierbekken/kantong balutan kotor

-Alkohol 70%

-Bethadin 10%

-Handscoon steril

b. Persiapan Pasien dan Lingkungan

-Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan

dilakukan

-Memasang sampiran disekeliling tempat tidur

-Membebaskan pakaian pasien bagian atas

-Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien

-Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien.

c. Pelaksanaan Perawatan WSD

-Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon

-Membuka set bedah minor steril

-Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan

kotor dimasukkan ke dalam nierbekken

-Mendisinfeksi luka dan selang dengan kasa alkohol 70% kemudian dengan

bethadin 10%

95

Page 96: Tension Pneumotoraks

-Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian

diplester

-Selang WSD diklem

-Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol

-Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD

dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru

-Klem selang WSD dibuka

-Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk

efektif

-Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan

gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

-Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien

dalam posisi yang paling nyaman

-Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi

kembali

-Membuka handscoon dan mencuci tangan

-Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan.

d. Evaluasi Pelaksanaan Perawatan WSD

Evaluasi pelaksanaan perawatan WSD meliputi :

-Evaluasi keadaan umum :

Observasi keluhan pasien

Observasi gejala sianosis

Observasi tanda perdarahan dan rasa tertekan pada dada

Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD

Observasi tanda-tanda vital.

-Evaluasi ekspansi paru meliputi :

Melakukan pemeriksaan Inspeksi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

96

Page 97: Tension Pneumotoraks

Melakukan pemeriksaan Palpasi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan

WSD

Melakukan pemeriksaan Auskultasi paru setelah selesai melakukan

perawatan WSD

Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan sebelum

selang WSD di lepas.

-Evaluasi WSD meliputi :

Observasi undulasi pada selang WSD

Observasi fungsi suction countinous

Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat

Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD

Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm di

bawah air

Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh

Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh.

(Pedoman Keterampilan Praktik Klinik Keperawatan. 2005: 49-50).

4. Komplikasi

Gagal napas akut (3-5%)

a. Komplikasi tube torakostomi à lesi pada nervus interkostales

b. Henti jantung-paru

c. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD

d. Kematian

e. timbul cairan intra pleura, misalnya.

- Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.

- Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.

f. syok

97

Page 98: Tension Pneumotoraks

5. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TENSION PNEUMOTORAKS

1) Pengkajian

Riwayat kesehatan

Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang

meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering

ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau empiema.

Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak yang

memerlukan tindakan pembedahan.

Pemeriksaan sistem

a. B1 (Breathing)

DS : Klien mengatakan nyeri dada

DO :

-Klien tampak memegang dadanya

-Pernapasan meningkat / takipnea,

-peningkatan kerja napas,

-penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,

- ekspirasi abdominal kuat,

-bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi mengindikasikan bahwa paru

tidak mengembang dalam rongga pleura),

- fremitus menurun,

-perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara,

-observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma,

-kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung,

pingsan.

b. B2(Blood)

DS : Klien mengatakan penglihatanya berkunang-kunang

DO :

-Takikardi

- frekuensi tak teratur (disritmia),

98

Page 99: Tension Pneumotoraks

-S3 atau S4 / irama jantung gallop

-nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal

- tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung,

menunjukkan udara dalam mediastinum). hipotensi,dan nyeri dada pleural.

c. B3 (Brain)

DS : Klien mengatakan perasaannya tidak tenang, sering gelisah

DO :

-Klien terlihat ketakutan

-Klien terlihat gelisah

-Klien terlihat susah tidur

d. B4 (Bladder)

Tidak ada kelainan

e. B5 ( Bowel)

DS : Klien mengatakan susah makan, karena mual

DO : Adanya gangguan pada metabolisme karena terpasangnya IV sentral/

infuse tekanan

f. B6 (Bone)

DS : -

DO : Adanya trauma pada dada.

2) Diagnosa

Diagnosa yang mungkin muncul

g. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi

udara/cairan), nyeri, ansietas

h. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan

keamanan/pencegahan.

i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang

menerima informasi.

Dongoes, Marylin E. 2000.

99

Page 100: Tension Pneumotoraks

3) Intervensi

Diagnosa Tujuan dan

kriteria hasil

Intervensi Rasional

Pola pernafasan tak

efektif b/d penurunan

ekspansi paru

(akumulasi

udara/cairan, nyeri,

ansietas

Tujuan : Setelah

dilakukan asuhan

keperawatan 1 X

24 jam pola

pernafasan pasien

efektif.

Kriteria Hasil :

Menunjukkan

pola

pernapasan

normal atau

efektif dengan

Gas Darah

dalam rentang

normal.

Bebas sianosis

dan tanda/

gejala hipoksia

1. Identifikasi

etiologi /factor

pencetus, contoh

kolaps spontan,

trauma, infeksi,

komplikasi

ventilasi

mekanik.

2. Evaluasi fungsi

pernapasan, catat

kecepatan/pernap

asan serak,

dispnea,

terjadinya

sianosis,

perubahan tanda

vital.

3. Awasi kesesuaian

pola pernapasan

bila

menggunakan

ventilasi mekanik

dan catat

perubahan

tekanan udara.

4. Auskultasi bunyi

napas.

a. Pemahaman penyebab kolaps

paru perlu untuk pemasangan

selang dada yang tepat dan

memilih tindakan terapiutik

yang tepat.

b. Distres pernapasan dan

perubahan pada tanda vital

dapat terjadi sebagai akibat

stress fisiologis dan nyeri

menunjukan terjadinya syok b/d

hipoksia/perdarahan.

c. Kesulitan bernapas dengan

ventilator atau peningkatan

tekanan jalan napas diduga

memburuknya kondisi/terjadi

komplikasi (ruptur spontan dari

bleb, terjadi pneumotorak).

d.Bunyi napas dapat menurun atau

tidak ada pada lobus, segmen

paru/seluruh area paru

(unilateral). Area Atelektasis

tidak ada bunyi napas dan

sebagian area kolaps menurun

bunyinya.

e. Pengembangan dada sanma

dengan ekspansi paru. Deviasi

trahea dari area sisi yang sakit

pada tegangan pneumothoraks.

f. Suara dan taktil fremitus

(vibrasi) menurun pada jaringan

yang terisi cairan / konsolidasi.

100

Page 101: Tension Pneumotoraks

5. Catat

pengembangan

dada dan posisi

trahea.

6. Kaji fremitus.

7. Kaji adanya area

nyeri tekan bila

batuk, napas

dalam.

8. Pertahankan posisi

nyaman

(peninggian

kepala tempat

tidur).

9. Pertahankan

perilaku tenang,

Bantu klien untuk

kontrol diri

dengan gunakan

pernapasan

lambat/dalam.

10. Bila selang dada

dipasang :

- Periksa

pengontrol

pengisap untuk

jumlah hisapan

yang benar

(batas air,

pengatur

dinding/meja

disusun tepat).

- Periksa batas

cairan pada

botol pengisap

- pertahankan

pada batas

g. Sokongan terhadap dada dan

otot abdominal buat batuk lebih

efektif/mengurangi trauma.

h. Meningkatkan inspirasi

maksimal, meningkatkan

ekspansi paru dan ventilasi pada

sisi yanmg tidak sakit.

i. Membantu pasien alami efek

fisiologis hipoksia yang dapat

dimanifestaikan sebagai

ansietas/takut

j. Mempertahankan tekanan negatif

intra pleural sesuai yang

diberikan, meningkatkan

ekspansi paru optimum atau

drainase cairan.

- Air botol penampung bertindak

sebagai pelindung yang

mencegah udara atmosfir

masuk kearea pleural.

- Gelembung udara selama

ekspirasi menunjukan lubang

angin dari pneumothorak

(kerja yang diharapkan)

- Bekerjanya pengisapan,

menunjukan kebocoran udara

menetap mungkin berasal dari

pneumotoraks besar pada sisi

pemasangan selang dada

(berpusat pada pasien), unit

drainase dada berpusat pada

system.

- Bila gelembung berhenti saat

kateter diklem pada sisi

pemasangan, kebocoran terjadi

pada pasien (sisi pemasukan /

dalam tubuh pasien).

101

Page 102: Tension Pneumotoraks

yang

ditentukan.

- Observasi

gelembung

udara botol

penampung.

- Evaluasi

ketidak

normalan/kontu

initas

gelembung

botol

penampung.

- Tentukan

lokasi

kebocoran

udara (berpusat

pada pasien

atau system)

dengan

mengklem

kateter torak

pada bagian

distal sampai

keluar dari

dada.

- Klem selang

pada bagian

bawa unit

drainase bila

kebocoran

udara berlanjut.

- Awasi pasang

surut air

penampung

menetap atau

sementara.

- Mengisolasi lokasi kebocoran

udara pusat system.

- Botol penampung bertindak

sebagai manometer intra

pleural (ukuran tekanan

intrapleural), sehingga

fluktuasi (pasang surut)

tunjukan perbedaan tekanan

antara inspirasi dan ekspirasi.

Pasang surut 2-6 selama

inspirasi normal dan sedikit

meningkat saat batuk.

Fluktuasi berlebihan

menunjukan abstruksi jalan

napas atau adanya

pneumothorak besar.

- Berguna untuk mengevaluasi

kondisi/terjadinya komplikasi

atau perdarahan yang

memerlukan upaya intervensi.

- Pemijatan mungkin perlu

untuk

meyakinkan/mempertahankan

drainase pada adanya

perdarahan segar/bekuan darah

besar atau eksudat purulen

(Empiema).

- Pemijatan biasanya tidak

nyaman bagi pasien karena

perubahan tekanan

intratorakal, dimana dapat

menimbulkan

batuk/ketidaknyamanan dada.

- Pemijatan yang keras dapat

timbulkan tekanan hisapan

intratorakal yang tinggi dapat

mencederai.

102

Page 103: Tension Pneumotoraks

- Pertahankan

posisi normal

dari system

drainase selang

pada fungsi

optimal.

- Catat

karakteristik/ju

mlah drainase

selang dada.

- Evaluasi

kebutuhan

untuk memijat

selang

(milking).

- Pijat selang

hati-hati sesuai

protocol, yang

meminimalkan

tekanan negatif

berlebihan.

- Bila kateter

torak putus/

lepas.Observasi

tanda distress

pernapasan

- Setelah kateter

torak dilepas.

Tutup sisi

lubang masuk

dengan kasa

steril.

INTERVENSI

KOLABORASI

- Kaji seri foto

thorak.

- Pneumothorak dapat terulang

dan memerlukan intervensi

cepat untuk cegah pulmonal

fatal dan gangguan sirkulasi.

- Deteksi dini terjadinya

komplikasi penting, contoh

berulang pneumothorak,

adanya infeksi.

- Mengawasi kemajuan

perbaikan

hemothorak/pneumothorak dan

ekspansi paru.

Mengidentifikasi posisi selang

endotraheal mempengaruhi

inflasi paru.

- Mengkaji status pertukaran gas

dan ventilasi.

- Alat dalam menurunkan kerja

napas, meningkatkan

penghilangan distress respirasi

dan sianosis b/d hipoksemia.

103

Page 104: Tension Pneumotoraks

- Awasi GDA

dan nadi

oksimetri, kaji

kapasitas

vital/pengukura

n volume tidal.

- Berikan

oksigen

tambahan

melalui

kanula/masker

sesuai indikasi.

Resiko tinggi trauma

penghentian napas b/d

kurang pendidikan

keamanan/pencegahan

Tujuan :

Setelah dilakukan

asuhan

keperawatan 1 X

24 jam resiko

trauma dapat

dicegah.

Kriteria Hasil :

- Mencari

bantuan untuk

mencegah

komplikasi.

- Memberi

perawatan untuk

menghindari

lingkungan dan

bahaya fisik.

1. Kaji dengan

pasien tujuan /

fungsi drainase

dada.

2. Pasangkan

kateter torak

kedinding dada

dan berikan

panjang selang

ekstra sebelum

memindahkan/m

engubah posisi

pasien :

- Amankan sisi

sambungan

selang.

- Beri bantalan

pada sisi dengan

kasa/plester.

3. Amankan unit

drainase pada

tempat tidur

pasien

- Informasi tentang bagaimana

system bekerja berikan

keyakinan dan menurunkan

kecemasan pasien.

- Mencegah terlepasnya kateter

dada atau selang terlipat,

menurunkan

nyeri/ketidaknyamanan b/d

penarikan/penggerakan selang.

- Mencegah terlepasnya selang.

- Melindungi kulit dari iritasi /

tekanan.

- Mempertahankan posisi duduk

tinggi dan menurunkan resiko

kecelakaan jatuh/unit pecah.

- Meningkatkan kontuinitas

evakuasi optimal cairan / udara

selama pemindahan.

- Memberikan pengenalan dini dan

mengobati adanya erosi /infeksi

kulit

- Menurunkan resiko obstruksi

drainase/terlepasnya selang.

- Intervensi tepat waktu dapat

104

Page 105: Tension Pneumotoraks

4. Berikan alat

transportasi aman

bila pasien dikirim

keluar unit untuk

tujuan diagnostik.

5. Awasi sisi lubang

pemasangan

selang, catat

kondisi kulit.

6. Anjurkan pasien

untuk menghindari

berbaring/menarik

selang.

7. Identifikasi

perubahan / situasi

yang harus

dilaporkan pada

perawat.Contoh

perubahan bunyi

gelembung, lapar

udara tiba-tiba,

nyeri dada segera

lepaskan alat.

8. Observasi tanda

distress pernapasan

bila kateter torak

terlepas/tercabut.

mencegah komplikasi serius.

Kurang pengetahuan

mengenai kondisi

aturan pengobatan b/d

kurang menerima

informasi.

Tujuan : Setelah

dilakukan asuhan

keperawatan

1X24 jam klien

dan keluarga

dapat mengerti

a. Kaji tingkat

pengetahuan

pasien.

b. Identifikasi

kemungkinan

kambuh/komplika

- Informasi menurunkan takut

karena ketidaktahuan.

- Penyakit paru yang ada seperti

PPOM berta dan keganasan dapat

meningkatkan insiden kambuh.

Pasien sehat yang menderita

105

Page 106: Tension Pneumotoraks

tentang kondisi

kesehatan klien.

Kriteria Hasil :

Pasien dapat

mengidentifikas

i tanda atau

gejala yang

memerlukan

evaluasi medik

Mengikuti

program

pengobatan dan

menunjukkan

perubahan pola

hidup yang

perlu dicegah

agar tidak

menimbulkan

masalah baru

si jangka panjang.

c. Kaji ulang

tanda/gejala yang

memerlukan

evaluasi medik

cepat, seperti :

nyeri dada tiba-

tiba, dispnea,

distress

pernapasan lanjut.

d. Kaji ulang praktek

kesehatan yang

baik contoh :

nutrisi baik,

istrahat, latihan.

pneumothorak spontan insiden

kekambuhan 10 – 50 %.

- Berulangnya

pneumothorak/hemothorak

memerlukan intervensi medik

untuk mencegah/menurunkan

potensial komplikasi.

- Mempertahankan kesehatan

umum meningkatkan

penyembuhan dan dapat

mencegah kekambuhan.

106

Page 107: Tension Pneumotoraks

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Kristanty, Paula, dkk.2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:TIM

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. EGC. Jakarta

Price, A. Silvia. 2005. Patofisiologi. Edisi VI. EGC. Jakarta

Priharjo Robert. Pengkajian Fisik Keperawatan. EGC. Jakarta

Smelizer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Vol. 1. EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.

EGC : Jakarta.

http://hendritamara.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-pada-klien-trauma.html

http://iwansain.wordpress.com

http///G.Keperawatan Gadar Trauma Dada.akses tanggal 28 maret 2010.

107