Top Banner
TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS METODE KAPILARISASI UNTUK DIAGNOSIS THALASEMIA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Teknologi Laboratorium Medis Oleh Alifah Budi Setyaningrum P3.73.34.1.17.002 POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS PRODI D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS TAHUN 2020
68

TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

May 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

TELAAH PEMERIKSAAN

HB ELEKTROFORESIS METODE KAPILARISASI

UNTUK DIAGNOSIS THALASEMIA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas Akhir Pendidikan

Diploma III Teknologi Laboratorium Medis

Oleh

Alifah Budi Setyaningrum

P3.73.34.1.17.002

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PRODI D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

TAHUN 2020

Page 2: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

ii

Abstrak

Thalasemia adalah kelainan darah herediter autosomal resesif akibat mutasi

sintesis rantai α-globin atau rantai β-globin. Data dari Yayasan Thalassaemia

Indonesia, terjadi peningkatan kasus Talasemia yang terus menerus sejak tahun

2012 sebanyak 4896 kasus hingga tahun 2018 meningkat sampai dengan

8761 kasus. Pada thalasemia penting dilakukan skrining dan diagnosis untuk

menentukan risiko memiliki keturunan yang menderita thalasemia dan untuk

pengobatan dan penanganan yang baik pada penderita.

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana pemeriksaan Hb

Elektroforesis metode kapilarisasi untuk diagnosis thalasemia. Karya Tulis Ilmiah

(KTI) ini bersifat kualitatif eksplanatif yang dibuat berdasarkan eksplorasi studi

literatur dari buku, jurnal penelitian dan review artikel. Pembuatan KTI dilakukan

pada bulan Februari-Juli 2020.

Pada KTI ini ditelaah Pemeriksaan Hb elektroforesis metode capillary

electrophoresis (CE). Kesesuaian identitas pasien, informasi klinis dan riwayat

keluarga, kualitas reagen dan sampel serta waktu pemeriksaa perlu diperhatikan.

Pemeriksaan dilakukan menggunakan sampel darah EDTA berdasarkan prinsip sel-

sel merah yang dilisiskan dengan buffer alkali (pH 9,4) dan akan bergerak dari

anoda ke katoda dengan dibantu oleh arus dan tegangan tinggi beserta reagen yang

digunakan. Apabila proses migrasi telah selesai alat akan melakukan pembacaan

hasil pada panjang gelombang 415 nm untuk Hb Elektroforesis. Sebelum

dikeluarkan hasil cek kembali, evaluasi, interpretasi serta verifikasikan hasil

analisis baru dilakukan validasi. Perlu diperhatikan dengan teliti terhadap pola Hb,

parameter hematologi lain, status besi, usia dan jenis kelamin pasien, asal etnis, dan

riwayat keluarga. Pemeriksaan Hb elektroforesis metode (CE) dibandingkan

dengan metode HPLC keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-

masing dan dapat digunakan untuk kuantifikasi varian hemoglobin yang akurat dan

tepat.

Kata kunci : Thalasemia, Hb elektroforesis. Pra analitik, analitik, post analitik.

Kepustakaan : 52 (2005-2020)

Page 3: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

iii

ABSTRACT

Thalassemia is an autosomal recessive hereditary blood disorder caused by

mutations in the synthesis of α-globin chains or β-globin chains. Data from the

Indonesian Thalassemia Foundation shows an increase in Thalassemia cases,

which continues to increase from 2012 to 4896 cases and in 2018 it increased to

8761 cases. Screening and diagnosis of thalassemia is important to determine the

risk of thalassemia and to get treatment and care properly.

The aims of this study is to review how the capillarization method of hb

electrophoretic test for the diagnosis of thalassemia. Method of this research is an

explanative qualitative study based on exploratory studies from textbook, research

journals and article reviews. KTI was made in February - July 2020.

In this study, Hb electrophoresis by capillary electrophoresis (CE) method

was reviewed. The suitability of the patient's identity, clinical information and

family history, the quality of the reagents and samples as well as the time of the

health examination need to be considered. The test is carried out using EDTA blood

samples based on the principle of red blood cells which are lysed with an alkaline

buffer (pH 9.4) and will move from the anode to the cathode assisted by high

currents and voltage along with the reagents used. When the migration process is

complete it will read the results at a wavelength of 415 nm for Hb Electrophoresis.

Before the results are released, it needs to be reviewed, evaluated, interpreted and

verified the results of the analysis and then validation can be carried out. This

requires careful attention to Hb patterns, other hematological parameters, iron

status, age and sex of the patient, ethnic origin, and family history. Hb

electrophoresis test by the capillary electrophoresis method was compared with the

HPLC. Each method has advantages and disadvantages and it can be used for

accurate and precise quantification of hemoglobin variants.

Keywords : Thalassemia, Electrophoresis Hemoglobin, Pre analytic, analytic,

post analytic.

Literatures : 52 (2005-2020)

Page 4: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

iv

Page 5: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

v

Page 6: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

vi

Page 7: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai

kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul TELAAH

PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS METODE KAPILARISASI

UNTUK DIAGNOSIS THALASEMIA.

Laporan Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh derajat Ahli Madya Teknologi Laboratorium Medis di Jurusan

Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta III. Dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah mendapatkan banyak bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yupi Supartini, S.Kep., MSc, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Jakarta III

2. Dra. Mega Mirawati, M. Biomed, selaku Ketua Jurusan Teknologi

Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta III

3. Retno Martini W., S.Si. M.Biomed, selaku Ketua Program Studi D III

Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta III

4. Drs. Chairlan, M. Biomed, selaku pembimbing I sekaligus pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada

penulis selama menjalani pendidikan di Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Jakarta III hingga penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dewi Astuti, S.Si. M.Biomed, selaku pembimbing II, yang telah memberikan

bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis, sehingga Karya Tulis Ilmiah

ini dapat terwujud

6. Seluruh dosen dan staff jurusan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III.

7. Ibu dan Bapak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil,

serta kasih sayang dalam setiap langkah kaki penulis.

Page 8: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

viii

8. Adik Fauzan yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Amel, Fadjry, Fenia, Wulan, Zahra, Indah dan Mauren atas kebersamaannya

yang selalu memberikan motivasi, dorongan, semangat serta menemani hingga

penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Teman-teman seperjuangan Program Studi D III Teknologi Laboratorium

Medis Angkatan 23 yang telah membantu dan memberikan semangat dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

persatu sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai pada waktunya.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum sempurna.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat serta berguna bagi

semua pihak yang berkepentingan.

Bekasi, Juli 2020

Penulis

Page 9: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

ix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

ABSTRACT .................................................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... v

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 5

D. Perumusan Masalah............................................................................ 6

E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6

F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Thalasemia

1. Thalasemia ................................................................................... 7

2. Penurunan Gen atau Sifat Thalasemia .......................................... 8

3. Patofisiologi Thalasemia ............................................................... 10

4. Klasifikasi Thalasemia .................................................................. 13

5. Tanda dan Gejala Klinis Thalasemia ............................................ 17

6. Epidemiologi Thalasemia.............................................................. 19

7. Pemeriksaan Laboratorium Thalasemia ........................................ 21

8. Pemeriksaan Hb Elektroforesis ..................................................... 23

B. Kerangka Berpikir .............................................................................. 25

BAB III METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional Variabel ............................................................ 26

B. Desain Penelitian ................................................................................ 26

C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 26

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 26

E. Prosedur Pemeriksaan ......................................................................... 27

F. Sumber Data ....................................................................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar ............................................................................................ 31

B. Tahap Pra Analitik .............................................................................. 33

C. Tahap Analitik .................................................................................... 37

Page 10: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

x

D. Tahap Pasca Analitik .......................................................................... 41

E. Perbandingan Capillary Electroporesis (CE) dan HPLC .................... 43

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................ 46

B. Saran ................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48

Page 11: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

xi

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 2.1. Skema pewarisan sifat thalasemia .............................................. 10

Gambar 2.2. Alur pemeriksaan thalasemia ................................................... 23

Gambar 4.1. Electropherogram perbandingan waktu penyimpanan ............ 36

Gambar 4.2. Hasil Hb eletroforesis pada darah normal ............................... 40

Gambar 4.3. Hasil Hb elektroforesis dengan alat minicap sebia .................. 41

Page 12: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Agenda Bimbingan

Page 13: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thalasemia merupakan penyakit darah herediter karena gangguan

sintesis hemoglobin (Hb). Penyakit genetik ini memiliki jenis dan frekuensi

terbanyak di dunia. Thalasemia menjadi penyakit hemolitik herediter

dengan prevalensi dan insidensi paling tinggi di seluruh dunia. Penyakit ini

menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat serius mengingat ratusan

ribu anak meninggal setiap tahunnya. Prevalensi thalasemia terbanyak

dijumpai di daerah-daerah yang disebut sebagai sabuk thalasemia yaitu

Mediterania, Timur Tengah, Asia Selatan, Semenanjung Cina, Asia

Tenggara, serta Kepulauan Pasifik (Rujito, 2019).

Indonesia merupakan negara yang berada dalam

sabuk thalasemia dengan prevalensi karier thalasemia mencapai sekitar

3,8% dari seluruh populasi. Data Yayasan Thalassaemia Indonesia, terjadi

peningkatan kasus Thalasemia yang terus menerus sejak tahun 2012 (4896)

hingga tahun 2018 (8761) (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Frekuensi

pembawa sifat Thalasemia di Indonesia yang dilaporkan adalah sebagai

berikut: Medan dengan pembawa sifat Thalasemia β sebesar 4,07 %,

Yogyakarta sebesar 6 %, Banyumas 8 %, Ambon sebesar 6,5 %, Jakarta

sebesar 7%, Ujung Pandang sebesar 8 %, Banjarmasin sebesar 3 %,

Maumere dan Bangka sebesar 6 %, dan beberapa daerah memiliki

prevalensi hingga 10 %, dengan rata-rata frekuensi secara keseluruhan

Page 14: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

2

adalah 3-10 %. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa tiap-tiap daerah

memiliki jumlah pembawa sifat yang berbeda-beda (Rujito, 2019).

Thalasemia ditandai dengan adanya defek pada sintesis satu atau

lebih rantai polipeptida hemoglobin. Hemoglobin normal manusia dewasa

terdiri dari 2 rantai beta dan 2 rantai alfa yang membentuk tetramer α2β2

(HbA). Komposisi HbA dalam sirkulasi darah mencapai > 97%, sedangkan

HbA2 2-3% dan HbF <1% (Menteri Kesehatan RI, 2018). Penderita

thalasemia mengalami kelainan pada komposisi HbA, HbF dan HbA2. HbF

dan HbA2 yang dibentuk secara berlebihan tersebut mempunyai afinitas

terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksigen yang dilepas ke

jaringan lebih sedikit. Kondisi itu menimbulkan berbagai gejala klinis,

tergantung pada berat rigannya penyakit (Kesuma, S., & Octavia, E. 2018).

Gejala klinis pada thalasemia mulai dari yang paling ringan (bentuk

heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau thalasemia trait

(carrier/pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot)

yang disebut thalasemia mayor. Tipe yang paling sering ditemukan dengan

tanda klinis yang umumnya berat adalah thalasemia β (kelainan pada rantai

β) dan thalasemia α (kelainan pada rantai α) (Kesuma, S., & Octavia, E.

2018).

Penyakit thalasemia belum bisa disembuhkan dan harus transfusi

darah seumur hidup. Thalasemia perlu dicurigai jika ditemukan tanda dan

gejala, seperti pucat kronik, kulit/mata menguning, facies Cooley (batang

hidung tidak tampak, tulang-tulang pipi menonjol, dan rahang atas maju ke

Page 15: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

3

depan), perut membuncit akibat pembesaran hati dan limpa, kulit

menghitam, mudah sakit, gangguan tumbuh kembang, dan keterlambahan

pertumbuhan seks sekunder. Biasanya terdapat riwayat transfusi rutin pada

keluarga besar (Wahidiyat, P. A., et al. 2019). Namun pada pembawa sifat

(carrier) thalasemia dapat hanya sedikit atau sama sekali tidak bergejala

sehingga dapat beraktivitas selayaknya orang sehat (Kementrian Kesehatan

RI, 2019).

Pemeriksaan hematologi harus dilakukan secara komprehensif,

tidak dapat hanya dari pemeriksaan dasar berupa pemeriksaan kadar Hb, Ht

dan gambaran hapus darah tepi. Pemeriksaan yang dilakukan untuk

menegakkan diagnosis thalasemia antara lain kadar hemoglobin, kadar Ht,

indeks eritrosit, red cell distribution width (RDW), apusan darah tepi, dan

analisis Hb. Jika diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan analisis DNA

(Utami, 2019).

Analisis Hb dengan mendeteksi varian struktural hemoglobin (Hb)

dan thalasemia telah menjadi semakin penting dalam laboratorium klinis

semua negara lebih dari 10 tahun terakhir (Oyaert, M., et al. 2014). Dua

teknik yang sering digunakan adalah High-Performance Liquid

Chromatography (HPLC) dan Capillary Zone Electrophoresis (CZE)

(Rujito, 2019). Pada metode HPLC dapat dilakukan pemisahan molekul

hemoglobin secara optimal dan kuantifikasi hemoglobin yang signifikan

yaitu HbA2, HbS dan HbF dan cocok untuk diagnosis pembawa β-

thalassemia. Ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi varian Hb

Page 16: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

4

yang paling relevan secara klinis. Namun adanya hemoglobin varian seperti

HbS atau HbE dapat menghambat deteksi HbE β- thalasemia dan HbE

homozigot (Barrett, A. N et al., 2016). Saat ini elektroforesis kapiler

semakin sering digunakan di banyak laboratorium, terutama di daerah

dengan angka kejadian Hb E dan thalassemia yang tinggi misalnya di

Thailand (Viprakasit, V., & Ekwattanakit, S, 2018). Metode ini memiliki

kemampun untuk memisahkan fraksi hemoglobin secara kuantitatif menjadi

HbA2, HbE, dan HbF. Hal ini penting untuk diagnosis thalasemia dan

hemoglobinopati (Riza & Widiretnani, S, 2015).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.01.07/Menkes/1/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Thalasemia, Elektroforesis Hemoglobin

merupakan baku emas dalam skrining karier thalasemia. Namun,

Pemeriksaan elektroforesis Hb masih belum banyak tersedia di pelayanan

laboratorium di Indonesia karena untuk melakukan pemeriksaan tesebut

dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang telah terlatih dan alat

pemeriksaan khusus, serta biaya pemeriksaan yang cukup besar

(Atmakusuma et al, 2009; Okan et al, 2009; Wirawan, 2011; Ayu

Rembulan, 2015). Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin dibuat Karya

Tulis berbasis studi literatur mengenai Telaah pemeriksaan Hb

Elektroforesis metode kapilarisasi untuk diagnosis thalasemia.

Page 17: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

5

B. Identifikasi Masalah

1. Thalasemia merupakan penyakit hemolitik herediter dengan prevalensi

dan insidensi paling tinggi di seluruh dunia dan menyebabkan ratusan

ribu anak meninggal setiap tahunnya.

2. Indonesia merupakan negara yang berada dalam

sabuk Thalasemia dengan prevalensi karier thalasemia mencapai

sekitar 3,8% dari seluruh populasi.

3. Penyakit thalasemia belum dapat disembuhkan dan penderita harus

melakukan terapi transfusi darah seumur hidup.

4. Beberapa penyakit lain misalnya anemia defisiensi besi kronis dan

anemia sideroblastik memberikan gambaran darah yang serupa dengan

thalasemia, sehingga diperlukan Pemeriksaan hematologi yang

komprehensif.

5. Pemeriksaan elektroforesis Hb merupakan baku emas dalam skrining

karier thalasemia, namun masih terbatas laboratorium kesehatan yang

melakukan karena membutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang

telah terlatih dan alat pemeriksaan khusus, serta biaya pemeriksaan yang

cukup besar.

C. Pembatasan Masalah

Karya Tulis ini dibatasi pada Telaah Pemeriksaan Hb Elektroforesis metode

Kapilarisasi Untuk Diagnosis Thalasemia yang dilakukan melalui

pengumpulan literatur ilmiah.

Page 18: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

6

D. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pemeriksaan Hb Elektroforesis metode kapilarisasi

digunakan untuk diagnosis thalasemia?

E. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Menjelaskan secara komprehensif bagaimana pemeriksaan Hb

Elektroforesis metode kapilarisasi digunakan untuk diagnosis

thalasemia

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui proses pra analitik pada pemeriksaan Hb

Elektroforesis.

2. Untuk mengetahui proses analitik pemeriksaan Hb Elektroforesis.

3. Untuk mengetahui proses pasca analitik pemerikssan Hb

Elektroforesis.

4. Perbandingan Pemeriksaan Hb Elektroforesis metoda Capilarity

Electrophoresis (CE) dengan HPLC.

F. Manfaat Penelitian

1. Untuk Instansi Pelayanan Kesehatan:

Dapat digunakan sebagai referensi informasi mengenai pemeriksaan

Hb Elektroforesis metode kapilarisasi untuk diagnosis thalasemia.

2. Untuk Intitusi Pendidikan

Dapat menjadi bahan pengembangan pembelajaran khususnya di

bidang hematologi terapan.

Page 19: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Thalasemia

1. Thalasemia

Thalasemia (thal) adalah anemia hemolitik kronis herediter

resesif autosom yang disebabkan oleh defisiensi parsial atau lengkap

dalam sintesis rantai α-globin (α-thal) atau rantai β-globin (β-thal) yang

menyusun hemoglobin dewasa utama (HbA), tetramer dari α2 β2.

Keadaan ini disebabkan oleh satu atau lebih dari beberapa ratus mutasi

pada gen yang bersesuaian. Rantai globin yang tidak berpasangan dan

tidak stabil akan mengendap secara intraseluler sehingga menyebabkan

hemoliysis dan penghancuran prematur (oleh apoptosis) prekursor sel

darah merah (RBC) di sumsum tulang. Sel darah merah dewasa akan

mengalami rentang hidup pendek dalam sirkulasi. Produk pemecahan

Hb, heme dan besi akan mengkatalisasi reaksi kimia yang menghasilkan

radikal bebas, termasuk spesies oksigen reaktif (ROS), yang berlebihan

berbahaya, menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti

jantung dan hati dan sistem endokrin (Rund, D., & Rachmilewitz, E.,

2005).

Penderita thalasemia tidak mampu memproduksi salah satu dari

protein tersebut dalam jumlah yang cukup sehingga sel darah merahnya

tidak terbentuk dengan sempurna. Oleh karena itu, akan terbentuk

eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang berkurang. Hal tersebut

Page 20: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

8

akan mengakibatkan hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen

dalam jumlah yang cukup (Yunitha, R. A. Y, 2013). Thalasemia

diklasifikasikan berdasarkan defisiensi pembentukan rantai globin

dibedakan menjadi thalasemia alpha dan thalasemia betha. Klasifikasi

thalasemia berdasarkan gejala klinis dikategorikan menjadi dua yaitu

thalasemia minor dan thalasemia mayor (Suryani, Wiharto, &

Wahyudiani, 2015).

2. Penurunan Gen atau Sifat Thalasemia

Penyakit Thalasemia tergolong kelainan darah yang bersifat

diwariskan karena ada cacat genetik pembentuk globin yang berasal dari

orang tuanya. (Kusuma, 2016). Permasalahan thalasemia akan muncul

jika thalasemia trait kawin dengan sesamanya sehingga kemungkinan

yang bisa terjadi adalah 25% dari keturunannya menurunkan thalasemia

mayor, 50% anak mereka menderita thalasemia trait dan hanya 25%

anak mempunyai darah normal (Regar, 2009).

Menurut Sukri (2016) dikutip dalam Nazilarahma, D. (2019) berikut

adalah mekanisme penurunan gen atau sifat Thalasemia:

1. Individu carrier + individu normal, maka anak yang lahir dari

pasangan ini memiliki kemungkinan 50% normal, 50% carrier.

2. Individu carrier + individu carrier, maka anak yang lahir dari

pasangan ini akan memiliki kemungkinan terlahir dalam kondisi

normal 25%, carrier 50%, dan thaller 25%.

Page 21: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

9

3. Individu thaller + individu normal, maka anak yang lahir dari

pasangan ini akan memiliki kemungkinan terlahir dalam kondisi

normal 0%, carrier 100%, dan thaller 0%.

4. Individu thaller + individu carrier, maka anak yang lahir dari

pasangan ini akan memiliki kemungkinan terlahir dalam kondisi

normal 0%, carrier 50%, dan thaller 50%.

5. Individu thaller + individu thaller, maka anak yang lahir dari

pasangan ini, akan memiliki kemungkinan terlahir dalam kondisi

normal 0%, carrier 0%, dan thaller 100%.

Seorang individu normal adalah yang tidak memiliki gen

Thalasemia dalam tubuhnya. Individu carrier adalah individu yang di

dalam tubuhnya memiliki gen pembawa sifat Thalasemia. Individu

thaller adalah penyandang Thalasemia.

Page 22: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

10

perkawinan

normal vs minor

perkawinan

minor vs minor

Perkawinan

normal vs mayor

Keterangan :

: Individu normal

: Thalasemia minor

: Thalasemia mayor

Gambar 2.1. Skema pewarisan sifat thalasemia (Rujito, 2019)

3. Patofisiologi thalasemia

Pada trimester pertama kehidupan intrauterin, zeta, epsilon, alpha,

dan rantai gamma berada pada kadar yang signifikan dan pada beberapa

kondisi membentuk Hb Gower I, Hb Gower II, Hb Portland, dan

hemoglobin F. Hb Gower dan Hb Portland segera menghilang, HbF

akan menetap dan membentuk pigmen respirasi selama kehidupan

Perkawinan

minor vs mayor

Perkawinan

mayor vs mayor

Page 23: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

11

intrauterin. Sebelum lahir, produksi rantai gamma (γ) mulai berkurang

sehingga setelah usia 6 bulan setelah kelahiran, hanya tersisa HbF (<2%)

dalam jumlah sedikit yang terdeteksi di dalam darah. Pada fase awal

kehidupan intrauterin, sintesis rantai beta dipertahankan dalam kadar

rendah, akan tetapi secara bertahap meningkat sampai kadar signifikan

pada akhir trimester ketiga dan berlanjut hingga neonatal dan dewasa.

Sintesis rantai delta tetap dipertahankan dalam kadar rendah sampai usia

dewasa (<3%). Oleh karena itu selama perkembangan normal, sintesis

Hb Gower janin dan Portland digantikan oleh sintesis HbF, dan nantinya

digantikan oleh hemoglobin dewasa, HbA dan HbA2 (Marengo-Rowe,

2007).

Rantai γ yang digantikan rantai β akan berikatan dengan rantai α

membentuk HbA. Reduksi rantai globin β menyebabkan penurunan

sintesis dari HbA serta meningkatnya rantai globin α bebas sehingga

menyebabkan terbentuknya eritrosit hipokromik dan mikrositik

Ketidakseimbangan sintesis rantai globin α dan β mempengaruhi derajat

thalasemia. Presipitat yang terbentuk dari akumulasi rantai α

membentuk badan inklusi pada eritrosit, menyebabkan kerusakan

membran eritrosit serta destruksi dini eritroblas yang sedang

berkembang di sumsum tulang. Kerusakan membran menyebabkan

imunoglobulin dan komplemen berikatan dengan membran, memberi

sinyal kepada makrofag untuk menyingkirkan prekursor eritroid dan

eritrosit yang rusak. Sel retikuloendotelial menyingkirkan eritrosit

Page 24: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

12

abnormal dari limpa, hati, dan sumsum tulang sebelum masa hidupnya

berakhir, sehingga tercipta keadaan anemia hemolitik. Eritropoiesis

yang tidak efektif serta hemolisis inilah tanda utama dari thalasemia β

(Wijaya, Nency, & Farida, 2018).

Eritrosit masih dapat mempertahankan produksi rantai γ, berikatan

dengan rantai α bebas yang berlebihan membentuk HbF. Pengikatan

tersebut menyebabkan kadar rantai α bebas berkurang sehingga

mengurangi gejala penyakit dan menyediakan hemoglobin tambahan

yang mampu mengikat oksigen. Namun, kenaikan kadar HbF berakibat

meningkatnya afinitas oksigen sehingga terjadi hipoksia. Keadaan

anemia dan hipoksia menstimulasi produksi eritropoietin. Eritropoiesis

yang tidak efektif meningkat, menyebabkan perluasan dan deformitas

tulang (Wijaya, Nency, & Farida, 2018).

Eritropoiesis yang tidak efektif menghambat produksi hepcidin oleh

hati yang bertugas menghambat absorpsi besi dan pelepasan besi dari

makrofag serta hepatosit. Maka, pada thalasemia beta terjadi

peningkatan absorpsi besi serta pelepasan besi dari makrofag, berakibat

penumpukan besi pada sirkulasi dan kemudian pada organ-organ. Besi

disimpan dalam jaringan dalam bentuk ferritin, yang kemudian

terdegradasi menjadi hemosiderin, sehingga pada thalasemia beta kadar

ferritin serta hemosiderin meningkat (Wijaya, Nency, & Farida, 2018).

Page 25: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

13

4. Klasifikasi Thalasemia

a. Berdasarkan Kelainan genetik

Secara garis besar thalasemia terbagi menjadi dua bagian

yaitu thalasemia alpha dan thalasemia beta. Thalasemia alpha

yaitu keadaan dimana rantai globin alpha mengalami gangguan,

sedangkan thalasemia beta merupakan keadaan dimana rantai

globin beta mengalami gangguan (Kusuma, W, 2016).

1. Thalasemia -β

Thalasemia -β disebabkan oleh kelainan pada rantai globin –

β Gen globin β terletak di lengan pendek kromosom 11.

Thalasemia β terjadi oleh karena mutasi resesif dari satu atau dua

rantai globin β tunggal pada kromosom 11.

Jenis thalasemia β dibagi menjadi:

a) Thalasemia β mayor (Cooley’s Anemia)

Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk

hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen

yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan

akan menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung kongestif,

maupun kematian. Penderita thalasemia mayor memerlukan

transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi

kelangsungan hidupnya (Kusuma, W. 2016).

Thalasemia beta (β) Mayor ditandai dengan rusaknya

sel darah merah serta perubahan morfologi pada sel darah

Page 26: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

14

merah yang meliputi bentuk dan ukuran sel. Perubahan

tersebut ditandai dengan adanya sel-sel abnormal yaitu sel

mikrositik, eritrosit berinti (eritroblast), small fragment dan

sel target (leptocytes) (Suryani, Wiharto, & Wahyudiani,

2015).

b) Thalasemia intermedia.

Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa

memproduksi sedikit rantai beta globin. Derajat anemia

tergantung derajat mutasi gen yang terjadi (Lazuana, 2014).

Thalasemia intermedia ditandai oleh gambaran klinis dan

derajat keparahan yang berada di antara bentuk mayor dan

minor. Penderita ini secara genetik bersifat heterogen.

Umumnya penderita dengan kelainan ini cukup sehat dan

hanya membutuhkan transfusi darah pada saat terjadinya

infeksi (Regar, 2009).

c) Thalasemia β minor (trait)

Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen

yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia

mikrositik ringan (Wijaya, Nency, & Farida, 2018).

Penderita biasanya secara klinis asimtomatik.

Umumnya hemoglobin yang ditemukan adalah Hb A, dan

yang khas proporsi Hb A2 (α2δ2) meningkat dengan nilai

Page 27: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

15

kira-kira 4-7% dari total hemoglobin, tidak seperti halnya

dengan angka normal, yaitu sekitar 2-3% (Regar, 2009).

2. Thalasemia -α

Thalasemia α disebabkan oleh mutasi salah satu atau

seluruh globin rantai alfa yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari

Silent Carrier State, α Thalasemia Trait, Hb H Disease, dan

α Thalasemia Mayor (Rodiani, R., & Anggoro, A, 2017).

1. Thalasemia-α silent carrier, terjadi delesi pada gen tunggal

(-α/αα) akan menyebabkan keadaan asimptomatik dan

hematologi normal.

2. Thalasemia-α trait (minor), terjadi delesi pada 2 gen (--/αα)

yang menyebabkan mikrositosis dan tidak terdapat anemia.

3. Thalasemia-α intermedia atau HbH disease terjadi delesi 3

gen (--/-α) menyebabkan anemia hemolitik, inefektif

eritropoesis, kelaian tulang dan splenomegali.

4. Delesi 4 gen (--/--) akan menyebabkan thalasemia-α mayor

dan Hb Bart’s syndrome (rantai gamma). Keadaan ini dapat

menyebabkan hydrops fetalis pada fetus dan bersifat letal

(Pratama, & Kurniati, 2019)

b. Berdasarkan Klasifikasi Klinis

klasifikasi thalasemia terbagai atas 3 golongan utama yaitu

thalasemia mayor, thalasemia, intermedia, dan thalasemia minor

(Rujito, et al., 2018). Klasifikasi berdasarkan berat ringannya

Page 28: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

16

klinis, mulai dari tanpa gejala klinis pada pembawa sifat atau

karier (thalasemia minor), gejala anemia ringan sampai sedang

(thalasemia intermedia), dan anemia berat yang bergantung pada

transfusi darah bahkan bisa menyebabkan kematian pada janin

atau bayi baru lahir (Thalasemia mayor) (Bakta I.M., 2007

dalam Willy, 2014).

1. Thalasemia mayor

Pada thalasemia mayor produksi rantai globin

terganggu, sehingga terdapat ketidakseimbangan sintesis

rantai globin (alfa>beta). Hal ini menyebabkan eritropoesis

tidak efektif dan terjadi anemia hipokrom mikrositik berat.

Rantai alfa yang tidak mempunyai pasangan akan

membentuk suatu substansi yang akan merusak membran sel

darah merah, kerusakan prematur ini menyebabkan kematian

intramedular dan eritropoesis yang tidak efektif (Alam, M.

D. S., Sudjud, R. W., & Indriasari, 2014).

2. Thalasemia intermedia

Thalasemia intermedia terjadi akibat kelainan pada

2 kromosom yang menurun dari ayah dan ibunya. Pada

Thalasemia intermedia terdapat 2 gen mutan yang menurun

yaitu kombinasi mutan berat dan ringan, atau mutan ringan

dan mutan ringan. Pasien intermedia tidak rutin dalam

memenuhi transfusi darah nya, terkadang hanya 3 bulan

Page 29: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

17

sekali, 6 bulan sekali atau bahkan 1 tahun sekali. Namun

pada keadaan tertentu, keadaan intermedia dapat jatuh ke

keadaan mayor jika tubuh mengeluarkan darah yang cukup

banyak, atau tubuh memerlukan metabolisme yang tinggi

atau keadaan klinis lain yang melemahkan sistem fisiologis

hematologi atau sistem darah. (Rujito, 2019).

3. Thalasemia minor/trait/pembawa sifat:

Thalasemia minor (thalasemia trait) yaitu thalasemia

pembawa sifat, diturunkan dari salah satu orang tua sehingga

bersifat heterozigot. Klinis dapat tanpa gejala atau disertai

anemia mikrositik ringan yang tidak memerlukan transfusi

darah (Rodiani, R., & Anggoro, A. 2017). Keadaan ini terjadi

pada orang yang sehat, namun dapat menurunkan gen

thalasemia pada keturunannya (Rinda Y, 2019).

5. Tanda dan Gejala klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan pada penderita thalasemia

bervariasi, mulai dari tanpa gejala klinis pada pembawa sifat/karier

(thalasemia minor), gejala anemia ringan sampai sedang (thalasemia

intermedia), dan gejala anemia berat sehingga bergantung pada

transfusi darah (blood transfusion dependent thalasemia) bahkan

bisa menyebabkan kematian pada janin atau bayi baru lahir

(Hydrops foetalis), pada thalasemia mayor (Au & Liang, 2007).

Derajat berat manifestasi klinis yang timbul tergantung dari jenis

Page 30: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

18

mutasi pada gen globin dan genotipnya (Muncie & Campbell, 2009

dalam Eva & Dewi, 2014). Selain itu, thalasemia juga dapat

menyebabkan pembesaran limpa, dan Fascies Cooley’s (sumsum

memproduksi sel darah merah berlebihan sehingga rongga sumsum

membesar menyebabkan penipisan tulang dan penonjolan pada

dahi) (Sawitri, H., & Husna, C. A, 2018).

Thalasemia Intermedia biasanya memiliki gejala anemia

mikrositik dan hipokromik yang lebih parah. Gejala yang dapat

dijumpai adalah anemia, hepatosplenomegali, kardiomegali, dan

perubahan system skeletal akibat ekspansi sumsum tulang. Pasien

thalaemia intermedia memiliki fenotip thalasemia β homozigot,

defek thalasemia a dan B, atau thalasemia B dengan tingkat HbF

yang tinggi (Margarita, et al., 2019).

Pasien thalasemia beta gejala yang ditunjukkan sejak lahir

yaitu pasien tampak pucat, lemah, mudah infeksi, susah makan, dan

pertumbuhan terganggu. Sebagian besar pasien thalasemia akan

mengalami anemia ringan, tetapi ada yang mengalami anemia berat

terutama pada thalasemia beta mayor karena pasien mengalami

kegagalan dalam pembentukan sel darah. Pada penderita anemia

yang berat dan lama dapat ditemukan splenomegali dan

hepatomegali yang mengakibatkan perut tampak buncit (Permono,

2005; Saniyah N, 2011 dalam Ardian, A. D, 2018). Penyakit

thalasemia belum bisa disembuhkan dan harus transfusi darah

Page 31: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

19

seumur hidup, tetapi dapat dicegah dengan mencegah pernikahan

sesama pembawa sifat thalasemia (Kemenkes RI, 2019). Tranfusi

yang cukup dapat membantu pertumbuhan yang normal pada anak

sampai usia pubertas, dengan risiko kelebihan zat besi atau

hemosiderosis bila tidak mendapatkan terapi pengikat besi (Ardian,

2018).

6. Epidemiologi thalasemia

Awalnya, thalasemia ditemukan di daerah endemis malaria,

yaitu di Mediterania dan sebagian besar Asia dan Afrika. Salah satu

alasannya adalah karena individu carrier lebih tahan terhadap

serangan malaria. Keuntungan ini menyebabkan adanya seleksi

terhadap penduduk yang tinggal di daerah endemis malaria di daerah

tropik dan sub tropik sehingga terjadi peningkatan frekuensi gen

penyebab hemoglobinopati di daerah-daerah tersebut (Wulandari,

2018). Populasi imigran dan pernikahan antara berbeda etnis

kelompok menyebabkan thalasemia menjadi menyebar ke semua

negara, bahkan negara di Eropa utara tempat thalasemia sebelumnya

tidak ada. Diperkirakan bahwa sekitar 1,5 persen dari populasi dunia

adalah pembawa thalasemia, dengan sekitar 60.000 orang menandai

kelahiran setiap tahun; sebagian besar lainnya ada di negara

berkembang. Menurut Penilaian Federasi Internasional Thalasemia,

hanya sekitar 200.000 pasien dengan thalasemia mayor masih hidup

Page 32: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

20

dan terdaftar dan secara teratur menerima pengobatan di seluruh

dunia (Kaveh., et al. 2018).

Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk

thalasemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka

pembawa sifat) thalasemia yang tinggi. Hal ini terbukti dari

penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa

frekuensi gen thalasemia beta berkisar 3-10%, namun data dari

rumah sakit di Indonesia angka yang didapatkan masih jauh lebih

rendah dari perkiraan jumlah yang sebenarnya. Hal ini dapat

disebabkan karena jenis mutasi gen yang ada di Indonesia sangat

bervariasi mulai dari sangat berat sampai ringan, sehingga tidak

membutuhkan transfusi (asimptomatis), atau memang karena

kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan maupun fasilitas

laboratorium diagnostik, sehingga tidak terdeteksi (under-

diagnosed) (Menteri Kesehatan RI, 2018).

Berdasarkan data Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) dan

Perhimpunan Orangtua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI)

dari hasil skrining pada masyarakat umum dari tahun 2008-2017,

didapatkan pembawa sifat thalasemia sebanyak 699 orang (5,8%)

dari 12.038 orang yang diperiksa, sedangkan hasil skrining pada

keluarga thalasemia tahun 2009-2017 didapatkan sebanyak

1.184 orang (28,61%) dari 4.137 orang. Data RSCM, sampai bulan

Page 33: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

21

Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien thalasemia yang terdaftar di

seluruh Indonesia (Salsabila, Perdani, & Irawati, 2019).

7. Pemeriksaan laboratorium Thalasemia

Sebelum pemeriksaan laboratorium pada pasien thalasemia

dilakukan diagnosis thalasemia terlebih dahulu dimulai anamnesis

berupa gejala dan tanda diserta riwayat keluarga pasien (Pratama, B., &

Kurniati., 2019). Berdasarkan pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI) dikutip dalam Rembulan NA (2015)

pemeriksaan penunjang Thalasemia berupa pemeriksaan laboratorium

hematologi. Pada pemeriksaan darah tepi lengkap:

1. Hemoglobin rendah, di bawah nilai normal.

2. Gambaran Sediaan apus darah tepi eritrosit terlihat mikrosit,

hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit

muda/normoblas, fragmentosit, dan sel target.

3. Indeks erirosit: MCV, MCH, dan MCHC menurun, RDW

meningkat. Mean corpuscular volume (MCV) < 80 fL

(mikrositik) dan Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH)

< 27 pg (hipokromik). Thalasemia mayor biasanya memiliki

MCV 50 – 60 fL dan MCH 12 – 18 pg.

Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan pada thalasemia,

dan juga pada anemia defisiensi besi. MCH lebih dipercaya

karena lebih sedikit dipengaruhi oleh perubahan cadangan besi

Page 34: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

22

(less suscpetible to storage changes) (Menteri Kesehatan RI,

2018).

Menurut NP, Rembulan Ayu (2015) Konfirmasi dengan analisis

hemoglobin menggunakan:

1. Elektroforesis hemoglobin tidak ditemukannya HbA dan

meningkatnya HbA2 dan Hb F.

2. Elektroforesis cellulose acetate digunakan untuk mengetahui

jenis Hb varian kualitatif.

3. Metode kromatografi mikrokolom digunakan untuk mengetahui

HbA2 kuantitatif.

4. Metode Alkali denaturasi modifikasi betke digunakan untuk

deteksi Hb F.

5. Metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC)

analisis kualitatif dan kuantitatif.

Jika diperlukan dilakukan analisis DNA untuk memastikan jenis

mutasi apa yang terkandung dalam setiap sel individu Thalasemia.

Pada beberapa kasus analisis DNA pada thalasemia menjadi

diagnosis definitif karena gambaran darah dan elektroforesis

hemoglobin yang meragukan (Rujito, 2019).

Page 35: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

23

Gambar 2.2 Alur pemeriksaan thalasemia beserta tingkatan fasilitas

pelayanan kesehatan sesuai teknologi yang dimiliki (Kemenkes, 2016)

8. Pemeriksaan Hb Elektroforesis

Pemeriksaan hemoglobin elektroforesis bertujuan untuk

mengetahui pembentukan rantai globin secara spesifik dan untuk

menentukan tipe thalasemia yang diderita pasien. Pemeriksaan ini

pula yang digunakan sebagai diagnosa pasti pada kasus thalasemia.

Pemeriksaan hemoglobin elektroforesis sebaiknya juga dilakukan

kepada orangtua pasien guna menentukan gen varian pembawa

thalasemia dan menentukan prognosis pasien (Bakta, 2007 dikutip

Page 36: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

24

dalam Ardian, 2018). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1/2018 Tentang

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Thalasemia

ada beberapa cara pemeriksaan elektroforesis hemoglobin yang dapat

dilakukan, berupa pemeriksaan 415 varians kuantitatif

(electrophoresis cellose acetat membrane), HbA2 kuantitatif (metode

mikrokolom), HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit), atau

pemeriksaan elektroforesis menggunakan capillary hemoglobin

electrophoresis. Metode yang sering digunakan dalam pelayanan

kesehatan saat ini adalah HPLC dan Capillary Zone Electrophoresis

(CZE). Menurut Rujito (2019) Pemeriksaan ini akan fokus pada kadar

HbA2 dan HbF sebagai penentu status karier Thalasemia minor yaitu

HbA2 ≥ atau ≤ 3.5 % dan juga nilai persentase HbF.

Anak dengan β-thalasemia minor pada Hb elektroforesis

memperlihatkan setelah usia 12-16 bulan selalu terdiagnosis ketika

level HBA2, HB F, atau keduanya meningkat. Pada β-thalasemia

mayor pada Hb elektroporesis memperlihatkan hanya Hb F dan

HbA2 pada anak anak dengan β0- thalasemia homozigot. Mereka

dengan gen β+-thalasemia memiliki beberapa Hb A tetapi

mengalami peningkatan pada Hb F dan HbA2. Diagnosis homozygot

β -thalasemia sebaiknya juga diperkuat dengan temuan B-thalasemia

minor pada kedua orang tua penderita (Liansyah, T. M., & Herdata,

H. N, 2018).

Page 37: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

25

B. Kerangka Berpikir

: Bagian yang diteliti

: Bagian yang tidak diteliti

Pasien diduga thalasemia

Anamnesis riwayat genetik

dan gejala klinik

Pemeriksaan darah lengkap

Hb rendah

MCV rendah, MCH rendah

Gambaran Darah Tepi Eritrosit

( mikrosit, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit muda/normoblas, fragmentosit,sel target)

Analisis Hemoglobin

Hasil pemeriksaan darah lengkap normal

Page 38: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

1. Penderita Thalasemia adalah individu yang secara klinis dinyatakaan

menderita thalasemia mayor, thalasemia intermidia atau thalasemia

minor yang terjadi karena kelainan genetik pada pembentukan

hemoglobin α atau β.

2. Hb elektroforesis adalah hasil pemeriksaan berupa persentase varian

hemoglobin individu diduga thalasemia menggunakan metode

elektroforesis kapiler.

B. Desain Penelitian

Karya Tulis Ilmiah (KTI) kualitatif eksplanatif ini dibuat

berdasarkan eksplorasi studi literatur mengenai pemeriksaan Hb

Elektroforesis metode kapilarisasi untuk diagnosis thalasemia.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di jurusan Teknologi Laboratorium Medis

Poltekkes Kemenkes Jakarta III, mulai dari bulan Maret sampai dengan Juli

2020

D. Teknik Pengumpulan data

1. Melakukan observasi pemeriksaan laboratorium yang diterapkan pada

pemeriksaan Hb Elektroforesis metode kapilarisasi untuk diagnosis

thalasemia. Observasi ini dilakukan sewaktu penulis melakukan Praktik

Kerja Lapangan (PKL).

Page 39: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

27

2. Melakukan penulusuran dan pendalaman teoritis mengenai

pemeriksaan Hb Elektroforesis metode kapilarisasi untuk diagnosis

thalasemia.

3. Melakukan penelusuran data sekunder dari sumber sumber yang

relevan.

4. Mengolah, menganalisis dan menyajikan informasi yang diperoleh.

E. Prosedur Pemeriksaan Hb Elektroforesis

Prosedur pemeriksaan Hb Elektroforesis metode kapilarisasi untuk

diagnosis thalasemia berdasarkan studi literatur dapat menggunakan alat

Capillary electrophoresis model Minicap Flex-piercing (Sebia, 2010)

1. Tujuan

Untuk mengetahui tipe-tipe fraksi Hb dalam darah, dilakukan ketika ada

kecurigaan bentuk abnormal dari hemoglobin. Fraksi- fraksi Hb yang

bisa didapatkan: A, F, A2, C, E, S, D, Hope, Bart’s, J, N-Baltimore dan

H.

2. Metode : Kapilarisasi

3. Prinsip

Pada pemeriksaan Hemoglobin elektroforesis sampel dicampurkan

dengan hemolyzinge untuk memecah sel darah. Selanjutnya sampel

dinaikkan ke kedua buah katub anode kapiler 1 dan kapiler 2. Sampel

akan bergerak dari anoda ke katoda dengan dibantu oleh arus dan

tegangan tinggi beserta reagen yang digunakan. Apabila proses

perpindahan telah selesai selanjutnya alat akan melakukan pembacaan

Page 40: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

28

hasil dengan menggunakan panjang gelombang dari lampu halogen

dengan panjang gelombang 415 nano meter untuk Hb Elektroforesis.

4. Alat dan Bahan

a. Alat Sebia Minicap Flex-piercing

b. Reagent and Dilution cups

c. Bins for used cups

d. Sampel : Darah EDTA

e. Reagen :

i. Minicap Hb

ii. Buffer

iii. Hemolysing Solution

iv. Wash Solution

5. Prosedur Penggunaan Alat

a. Sebelum alat dinyalakan pastikan Buffer, Wash Solution, H20,

Dilution Cup sudah terisi, Waste dan Bin sudah kosong.

b. alat MINICAP Sebia dinyalakan

c. software “PHORESIS” pada desktop dibuka

d. Password dimasukan pastikan tidak ada kolom yang tercentang

e. Akan muncul pemberitahuan level reagent pada alat. Klik “Ok”

akan muncul persetujuan, Continue Cycle (untuk melanjutkan

program) dan Change Analysis Technique (untuk berpindah

parameter tanpa menunggu “Ready”)

f. dipilih sesuai keperluan klik “Ok”

g. Alat akan melakukan inisialisasi selama 15 menit

Page 41: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

29

h. Alat siap digunakan bila sudah muncul “Ready”

6. Prosedur Quality Control

Untuk parameter “elfor Hb” menggunakan CARAUSEL NO 2

a. Dimasukkan control di carausel posisi 28 dengan tube terbuka

b. Dimasukan control di carausel posisi 28.

c. Dimasukkan Hemolysing Solution pada posisi 27

d. Ditunggu sekitar 10 detik, akan muncul kolom “SELECT A

CONTROL” isi number of dilution dengan angka 1.

e. Klik “OK”

f. Lihat hasil kontrol klik gambar “Curve Mosaic”

g. Bila kontrol sudah masuk dalam nilai batas, dimasukkan sampel

pada carausel posisi 1, 2, 3, dst.

7. Prosedur Analisis Sampel

a. Sampel dimasukkan pada carausel posisi 1,2,3, dst.

b. Pengisian data pasien dipilih gambar “Worklist By Table”.

c. “Worklist By Table” diisi nama pasien, jenis kelamin dan umur

(sesuai dengan posisi sampel)

d. Untuk print hasil pasien dibuka Curve yang akan diprint

kemudian klik “Print”.

e. Alat dimatikan dengan klik “Shutdown” lalu klik “Yes”

f. Lama “Shutdown” sekitar 20 menit. Tampilan saat proses

shutdown telah selesai.

Page 42: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

30

8. Prosedur Mengubah Parameter

a. Pastikan alat dalam kondisi “Ready”

b. Dipilih Parameter di kanan atas

c. kolom “Section Of New Technique” akan muncul pada layar

d. Dipilih parameter yang diinginkan, klik “Next” akan muncul

ID.no dari reagent sesuai parameter yang dipilih, klik “Next”

e. Klik “Finish”, tunggu hingga “Ready”

Waktu perpindahan antar parameter sekitar 20 menit.

9. Nilai Rujukan

HbA : 96,8 – 97,8 %

HbA2 : 2,2 – 3,2 %

HbF : < 0,5 %

F. Sumber Data

KTI dibuat berdasarkan data sekunder dari buku, artikel, jurnal, penelitian

terdahulu dan sumber ilmiah dari lembaga yang kompeten.

Page 43: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengantar

Thalasemia adalah kelainan darah herediter bersifat autosomal

resesif karena berkurangnya sintesis salah satu rantai globin akibat mutasi

gen globin (Tursinawati, Y., & Fuad, W. 2018). Hemoglobin normal

manusia dewasa terdiri dari 2 rantai beta dan 2 rantai alfa yang membentuk

tetramer α2β2 (HbA). Komposisi HbA dalam sirkulasi darah mencapai

>97%, sedangkan HbA2 2-3% dan HbF <1% (Menteri Kesehatan RI, 2018).

Gejala klinis thalasemia meliputi suatu keadaan yang paling ringan (bentuk

heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau thalasemia trait (carrier)

hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalasemia

mayor yang sangat tergantung pada transfusi. Bentuk heterozigot

diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit

thalasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang

tuanya yang mengidap penyakit thalasemia (Hutahaen, F. V. A., &

Hendrianingtyas, M., 2017).

Tanda dan gejala thalasemia dapat berupa anemia dengan berbagai

derajat keparahan, hepatosplenomegali, gagal jantung kongestif, dan gagal

tumbuh pada pasien thalasemia anak. Pasien thalasemia juga mengalami

kelainan tulang yang disebabkan karena hiperplasia sumsum tulang

terutama pada tulang wajah dan tengkorak (Tursinawati, Y., & Fuad, W.

2018).

Page 44: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

32

Pemeriksaan parameter hematologi untuk skrining thalasemia terdiri

dari perhitungan darah lengkap (Completely Blood Count/CBC) untuk

mengetahui nilai MCV, MCH, MCHC, RDW, RBC, hapusan darah (blood

smear), dan analisis Hb (Sotianingsih, Charles, dan Ita, 2018). Diagnosis

banding thalasemia dengan penyakit kelainan darah lainnya, yang memberi

gambaran klinis yang sama dilakukan melalui analisis Hb (Yunitha, R. A,

2013).

Metode yang digunakan untuk mendeteksi varian Hb sebagian besar

didasarkan pada perbedaan muatan rantai globin yang termutasi. Metoda

Pemeriksaan elektroforesis gel, kromatografi penukar kation, dan baru-baru

ini, elektroforesis kapiler (Frédéric Cotton & Béatrice Gulbis, 2013).

Elektroforesis Hemoglobin merupakan baku emas dalam skrining

karier thalasemia dengan melihat adanya peningkatan kadar HbA2 (Menteri

Kesehatan, 2018). Pemeriksaan hemoglobin elektroforesis bertujuan untuk

mengetahui pembentukan rantai globin secara spesifik dan untuk

menentukan tipe thalasemia yang diderita pasien (Bakta, 2007 dikutip

dalam Ardian, 2018). Pada penderita thalasemia mengalami kelainan pada

komposisi HbA, HbF dan HbA2 (Kesuma, S., & Octavia, E., 2018). Pada

manusia normal Komposisi HbA dalam sirkulasi darah mencapai >97%,

sedangkan HbA2 2-3% dan HbF <1% (Menteri Kesehatan RI, 2018). Sel-

sel darah merah sampel akan dilisiskan dalam elektroforesis dengan buffer

alkali (pH 9,4) yang memungkinkan pemisahan diarahkan oleh pH dan

endosmosis. Deteksi elusi tipe hemoglobin dilakukan dengan menggunakan

Page 45: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

33

perubahan absorbansi 415 nm. Sampel akan bergerak dari anoda ke katoda

dengan dibantu oleh arus dan tegangan tinggi beserta reagen yang

digunakan. Electropherogram dibagi menjadi 15 zona yang masing-masing

zona disebut sebagai Z. Ketika proses migrasi telah selesai selanjutnya alat

akan melakukan pembacaan hasil dengan menggunakan panjang gelombang

dari lampu halogen dengan panjang gelombang 415 nm (Seyedeh, Fatemeh,

Narges, 2019).

Capillary zone electrophoresis (CZE) dengan sistem Sebia

Capillarys telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sejak

tahun 2007 untuk evaluasi hemoglobinopati. Bukti yang dapat dipercaya

menunjukkan bahwa CZE dapat menjadi alat yang akurat untuk skrining

dan diagnosis hemoglobinopati. (Ghahfarokhi, S.M., Asadi, F. & Obeidi,

N., 2017). CZE memungkinkan keberhasilan pemisahan fraksi hemoglobin

manusia normal, tetapi juga dapat mendeteksi varian hemoglobin abnormal

dengan perubahan muatan yang dihasilkan dari mutasi yang secara langsung

mempengaruhi muatan molekul atau secara tidak langsung dari mutasi yang

mengubah struktur tingkat tinggi (Oikonomidis et al., 2019).

B. Tahap Pra analitik

Kegiatan tahap pra analitik adalah serangkaian kegiatan

laboratorium sebelum pemeriksaan spesimen, yang meliputi: persiapan

pasien, pemberian identitas spesimen, pengambilan dan penampungan

spesimen, penanganan spesimen, pengiriman spesimen, pengolahan dan

penyiapan spesimen. Pengendalian tahap pra analitik bertujuan untuk

Page 46: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

34

menjamin bahwa spesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar

pula serta memenuhi syarat yang telah ditentukan (Siregar, M. T., et. al.

2018).

Kesalahan-kesalahan yang muncul sehingga menyebabkan ketidak

akuratan hasil pada tahap pra-analitik yaitu sebesar 46-77%. Persiapan yang

baik dan cermat berupa identifikasi pasien diperlukan untuk mendapatkan

informasi klinis yang meliputi usia, etnis, riwayat dan timbulnya anemia,

status kehamilan, riwayat transfusi darah (tanggal terbaru transfusi), dan

riwayat keluarga. Semua informasi ini sangat penting untuk interpretasi

analisis Hb (Viprakasit, V., & Ekwattanakit, S, 2018). Teknisi Laboratorium

diharapkan membaca paket insert dengan seksama. Baca dengan baik

manual instruksi minicap, lihat juga lembar data keselamatan (Sebia, 2010).

Kondisi lain yang mempengaruhi kesalahan pada tahap pra analitik adalah

hemolisis (53,2%), volume spesimen kurang (7,5%), tulisan tangan yang

tidak bisa dibaca (7,1%), salah spesimen, spesimen ada bekuan, vacum

container yang salah / antikoagulan, volume antikoagulan yang tidak sesuai

dengan specimen (Syauqiah, N. R. 2018).

Sampel yang direkomendasikan untuk analisis digunakan dalam

pemeriksaan Hb elektroforesis adalah darah segar dengan antikoagulan

yang umum seperti EDTA. Darah harus dikumpulkan sesuai dengan

prosedur yang ditetapkan yang digunakan dalam pengujian laboratorium

klinis. Meskipun sampel dapat disimpan hingga 7 hari antara 2 dan 8°C,

namun pemeriksaan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin. Degradasi

Page 47: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

35

hemoglobin secara progresif dapat terjadi untuk sampel yang disimpan lebih

dari 7 hari pada suhu 2 - 8 ° C. (Sebia, 2010). Semakin lama penyimpanan

spesimen pada suhu 4°C akan menyebabkan munculnya band Hb A

terdegradasi pada hari ke 10 dan pada penyimpanan yang lama pada suhu

kamar pada hari ke 7. Hal ini penting diperhatikan saat menganalisis sampel

yang dikirim dari di luar rumah sakit dan mungkin mengalami

keterlambatan. sehingga tidak salah mempresentasikan hasil rendah varian

hemoglobin (Borbely, et. al. 2013).

Page 48: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

36

Gambar 4.1.

Electropherogram dari sampel normal pada hari 1 (a) dan hari 16

(b), setelah penyimpanan pada 4° C. Perhatikan bahwa dalam sampel

normal ini tidak ada hemoglobin F yang jelas. Pada penyimpanan yang lama

sebuah band telah muncul di zona 11 (Borbely, et. al. 2013).

Reagen yang akan digunakan harus diperhatikan juga. Pemeriksaan

dari semua reagen kit yang sama harus selalu digunakan bersama dan sesuai

dengan petunjuk dari paket. Reagan harus dibuang jika sudah terjadi

Page 49: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

37

perubahan dari sebelumnya misalnya menjadi keruh karena kontaminasi

mikrobakteri (Sebia, 2010). Sebelum pemeriksaan sampel pasien dilakukan

pemeriksaan bahan kontrol. Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan

dan kalibrasi alat baik secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam

melaksanakan pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau

gangguan yang berasal dari alat laboratorium (Siregar, M. T., et. al. 2018).

C. Tahap Analitik

Tahap analitik merupakan kegiatan laboratorium yang dilakukan

meliputi: Pemeriksaan spesimen, pemeliharaan dan kalibrasi alat, uji

kualitas reagen, uji ketelitian dan uji ketepatan. Pengendalian tahap analitik

bertujuan untuk menjamin bahwa hasil pemeriksaan spesimen dari pasien

dapat dipercaya/valid, sehingga klinisi dapat menggunakan hasil

pemeriksaan laboratorium tersebut untuk menegakkan diagnosis terhadap

pasiennya (Siregar, M. T., et. al. 2018). Kesalahan-kesalahan yang muncul

yang menyebabkan ketidak-akuratan hasil pada tahap analitik yaitu sebesar

7-13% (Syauqiah, N. R. 2018). Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik

tidak sebesar tahap pra analitik, laboratorium tetap harus memperhatikan

kegiatan pada tahap ini (Siregar, M. T., et. al. 2018). Harap baca dengan

baik manual instruksi minicap (Sebia, 2010).

Capillary zone electrophoresis (CZE) sering disingkat sebagai

Capillary Electrophoresis (CE) dilakukan menggunakan sistem Minicap

sesuai untuk pedoman pabrik. Pemeriksaan Hb Elektroforesis dengan alat

Capillary electrophoresis model Minicap Flex-piercing. Tujuan

Page 50: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

38

Pemeriksaan Hb metoda CE untuk mengetahui tipe-tipe fraksi Hb dalam

darah, ketika ada kecurigaan bentuk abnormal dari hemoglobin. Fraksi-

fraksi Hb yang bisa di dapatkan: A, F, A2, C, E, S, D, Hope, Bart’s, J, N-

Baltimore dan H (Sebia, 2010)

Instrumen ini dilengkapi untuk re-suspend kembali, melisiskan,

memisahkan, dan menganalisis keseluruhan darah EDTA untuk varian

hemoglobin. Sampel menggunakan built-in bar code reader dan

electropherograms ditampilkan secara otomatis. Sel-sel merah dilisiskan

dalam elektroforesis dengan buffer alkali (pH 9,4) yang memungkinkan

pemisahan diarahkan oleh pH dan endosmosis. Deteksi elusi tipe

hemoglobin dilakukan dengan menggunakan perubahan absorbansi 415 nm.

Electropherogram dibagi menjadi 15 zona yang masing-masing zona

disebut sebagai Z. Sampel akan bergerak dari anoda ke katoda dengan

dibantu oleh arus dan tegangan tinggi beserta reagen yang digunakan.

Apabila proses migrasi telah selesai selanjutnya alat akan melakukan

pembacaan hasil dengan menggunakan panjang gelombang dari lampu

halogen dengan panjang gelombang 415 nm untuk Hb Elektroforesis

(Seyedeh, Fatemeh, Narges, 2019). Posisi potensial dari varian hemoglobin

yang berbeda (diidentifikasi dalam zona yang disebut Z1 hingga Z15) akan

ditampilkan pada layar sistem dan lembar hasil. Terdapat tabel interpretasi

yang menunjukkan varian yang dikenal yang mungkin ada di setiap zona

yang sesuai. Ketika software mengidentifikasi fraksi hemoglobin di zona

yang ditentukan, nama zona ini ada dalam frame (Sebia, 2010). Konfirmasi

Page 51: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

39

hasil metode CE perlu dilakukan analisis genetik termasuk, ARMS-PCR,

RFLPPCR dan sanger sequencing (Seyedeh, Fatemeh, Narges, 2019).

CE tidak memerlukan kalibrasi harian, tetapi kontrol Hb A normal

dan migrasi Hb A2 dianalisis melalui setiap kapiler setiap hari sebelum

tambahan QC atau sampel pasien dijalankan untuk memastikan muatan dan

fungsi kapiler yang tepat. (Greene, et. al. 2012). Pada saat memasukan

kontrol normal HbA2 Fraksi Hb A harus menunjukkan kepadatan optik

minimum (OD) 0,12. Jika di bawah nilai ini, pola elektroforetik tidak akan

terjadi dengan benar (Sebia. 2010).

Uji kualitas metoda CE prosedur Minicap Hemoglobin (E) dan

sistem elektroforesis kapiler untuk analisis hemoglobin melalui deteksi

kelainan hemoglobin telah dilakukan pada 200 sampel darah yang berbeda,

termasuk sampel dengan varian hemoglobin, seperti hemoglobin S, C, D

dan E. Hasil dianalisis dengan semua hemoglobin abnormal atau kadar

hemoglobin normal yang terdeteksi tidak ada kasus yang diamati diperoleh

hasil false positive. Penelitian lain untuk uji kualitas juga dilakukan melalui

deteksi kelainan Hemoglobin juga dilakukan pada 57 sampel darah berbeda,

termasuk sampel dengan varian hemoglobin, seperti hemoglobin S, C, D

dan E, dianalisis dengan prosedur Minicap Hemoglobin (E) dan sistem

elektroforesis kapiler yang tersedia secara komersial untuk analisis

hemoglobin. Semua hemoglobin abnormal atau kadar abnormal hemoglobin

normal yang terdeteksi tidak didapatkan hasil dengan false positive (Sebia,

2010).

Page 52: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

40

Hemoglobin A, F, A2, dan C diidentifikasi sementara dan diberi

kode warna. Identifikasi sementara varian hemoglobin lainnya

(digambarkan sebagai puncak abu-abu) digambarkan dengan

menggerakkan mouse komputer ke zona yang relevan untuk menghasilkan

daftar drop-down dari hemoglobin normal dan varian yang diketahui

bermigrasi di zona tersebut (Borbely N et al., 2013).

Gambar 4.2 Hasil Hb elektroforesis pada darah normal

(Sebia, 2010).

Page 53: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

41

Gambar 4.3. hasil Hb elektroforesis menggunakan alat minicap sebia

capillary.

Pada bayi baru lahir hingga usia 6-9 bulan, disarankan untuk

menganalisis sampel darah yang berbeda-beda (dikumpulkan setiap bulan,

misalnya) untuk memeriksa konsentrasi Hb F. Ini akan memungkinkan

untuk memverifikasi penurunan konsentrasi Hb F dan potensi kehadiran

varian. Dalam kasus tidakpasti, disarankan untuk mengkonfirmasi dengan

menggunakan data pelengkap dan untuk menganalisis sampel darah orang

tua (Sebia, 2010).

D. Tahap pasca Analitik

Tahap Pasca-Analitik adalah tahap mulai dari mencatat hasil

pemeriksaan dan melakukan validasi hasil serta memberikan interpretasi

hasil sampai dengan pelaporan (Menteri Kesehatan RI, 2012). Pemantapan

mutu tahap pasca analitik adalah usaha pengendalian dan usaha

meminimalisir faktor kesalahan pada data keluaran hasil pemeriksaan.

Dilakukan pengecekan ulang antara hasil analisis dengan tahap pra analitik

Page 54: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

42

dan tahap analitik. Pertama pada kelengkapan identitas pasien, nomor

batch/log, parameter pemeriksaan apakah sudah sama dengan yang tertulis

pada formulir pemeriksaan. Pada hasil cek kembali, evaluasi, interpretasi

serta verifikasikan hasil analisis. Perlukah dilakukan pengulangan,

penulisan catatan/komentar. Apabila sudah layak dan dapat dipertanggung

jawabkan, kedua langkah tersebut sudah dilakukan dan dinyatakan benar,

barulah dilakukan validasi hasil analisis, dan hasil dikeluarkan, dikirim ke

konsumen (Siregar, M. T., et. al. 2018).

Kesalahan-kesalahan yang muncul yang menyebabkan ketidak

akuratan hasil pada tahap pasca analitik yaitu sebesar 18,5% (Syauqiah, N.

R. 2018). Kesalahan tahap pasca analitis sangat sedikit, tetapi terkadang

menjadi kritis, ketika terjadi kesalahan seperti pelaporan hasil yang salah,

keterlambatan dalam pelaporan, atau pemberian informasi waktu tes dapat

menghambat keputusan klinis yang penting (Siregar, M. T., et. al. 2018).

Ketika hemoglobin abnormal terdeteksi, dapat identifikasikan juga

menggunakan metode yang lain, dan konsultasikan atau kirim sampel ke

laboratorium khusus lain (Sebia, 2010). Setiap metode menggunakan

prinsip yang berbeda untuk memisahkan berbagai spesies molekul Hb

(Viprakasit, V., & Ekwattanakit, S, 2018).

Pada hasil perlu diperhatikan dengan teliti terhadap pola (nilai HbA,

adanya peningkatkan HbF, kehadiran fraksi tambahan, seperti potensi Hb

Bart, Hob H), Parameter hematologi (Hb, MCV, kelainan morfologis dll.),

status besi (untuk membedakan thalasemia alfa minor dari anemia defisiensi

Page 55: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

43

besi), Usia dan jenis kelamin pasien (HbF meningkat, HbA2 menurun untuk

anak kecil atau wanita hamil), asal etnis, dan riwayat keluarga (Sebia, 2010).

E. Perbandingan Capilarry Electrophoresis (CE) Minicap dengan HPLC

Beberapa penelitian menunjukkan korelasi yang sangat baik antara

elektroforesis kapiler atau Capilarry Electrophoresis (CE) dan

kromatografi pertukaran kation kinerja tinggi atau High pressure liquid

chromatography (HPLC) untuk analisis hemoglobin kualitatif dan

kuantitatif (Old J et al., 2012). Studi klinis telah menemukan bahwa CE dan

HPLC adalah metode yang saling melengkapi, dan dapat digunakan

bersama-sama untuk kuantifikasi varian hemoglobin yang akurat dan tepat

(Greene, D. N et al., 2012).

Pada metode HPLC dapat melakukan pemisahan secara optimal,

deteksi akurat dan kuantifikasi hemoglobin yang signifikan secara klinis

dapat digunakan untuk kuantifikasi akurat HbA2, HbS dan HbF dan cocok

untuk diagnosis keadaan pembawa β-thalassemia. Ini juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi varian Hb yang paling relevan secara klinis. Namun

adanya turunan HbS atau HbE akan menghambat deteksi HbE β- thalasemia

dan HbE homozigot (Barrett, A. N et al., 2016). Selain itu, pada HPLC Hb

Lepore dan HbE dielusi bersama dengan HbA2, kehadiran mereka dalam

sampel memberikan persentase yang sangat tinggi (> 10%) dari HbA2.

Tingkat HbA2 ini hampir tidak pernah ada pada pembawa β-thalasemia.

Oleh karena itu sampel yang ditemukan memiliki tingkat HbA2 lebih besar

dari 10% harus diuji lebih lanjut untuk kemungkinan adanya varian

Page 56: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

44

hemoglobin lain bersamaan pada puncak HbA2 (Old J et al., 2014). Dalam

penelitiannya Dina N et al., (2012) mengemukakan bahwa pada metode

HPLC, Hb Bart dan Hb H terelusi dalam volume tertentu dan karena itu

hanya dapat dibedakan ketika konsentrasi sangat tinggi (>~ 5%), dan ketika

divisualisasikan, tidak dapat diukur secara kuantitatif tetapi dapat diukur

secara kualitatif. Disisi lain penelitian Greene, D. et al., (2012) pada

penelitiannya mengatakan CE dapat mendeteksi dan mengukur Hb Bart's

dan Hb H bahkan pada konsentrasi ~1%. Disamping itu, bilirubin dapat

terelusi dalam volume tertentu dan dapat disalahartikan sebagai Hb H dan

atau Hb Bart. Pada pemeriksaan CE bilirubin tidak mengganggu, membuat

deteksi Hb H dan Bart bahkan lebih bisa dipercaya. Menurut Barrett, A. N

et al., (2016) di beberapa daerah di Thailand, Laos dan Kamboja, memiliki

prevalensi HbE sebesar 60% sehingga untuk melakukan pemeriksaan varian

Hb sangat penting menggunakan metode selain HPLC.

Riza & Widiretnani, S, (2015) menyatakan mengukur fraksi

hemoglobin dengan sistem CE dapat digunakan karena cepat, akurat, tepat,

dan tidak membutuhkan volume darah yang besar. Kelebihan dari metode

ini adalah kemampuannya untuk memisahkan fraksi hemoglobin secara

kuantitatif menjadi HbA2, HbE, dan HbF. Ini penting untuk didiagnosis

Thalasemia dan hemoglobinopati. Sangkitporn et al. (2011) dalam

penelitiannya mengungkapkan keuntungan utama dari sistem CE adalah

kemampuannya untuk memisahkan dan menghitung Hb A2, Hb E, Hb F,

Hb H dan Hb Bart, yang merupakan parameter penting yang diperlukan

Page 57: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

45

untuk diagnosis thalasemia dan hemoglobinopati. Dalam penelitian tersebut

juga mengatakan bahwa CE mampu mendeteksi Hb H, Hb Bart dan

Hb Constant Spring (HbCS), dan beberapa hemoglobin langka. Penelitian

ini mengevaluasi posisi migrasi varian hemoglobin yang kurang umum,

tujuh dari sembilan di antaranya dipisahkan dari hb A, dua varian

hemoglobin tidak teridentifikasi.

Pemeriksaan analisa Hb baik secara HPLC maupun CE harus

dilakukan oleh tenaga terlatih untuk menginterpretasikan hasil secara

akurat. Setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian teknis yang

diberikan. Deteksi mungkin tergantung pada prevalensi mutasi tertentu di

wilayah tersebut (Barrett, A. N et al., 2016).

Page 58: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

46

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan mengenai pemeriksaan Hb Elektroforesis metode kapilarisasi

untuk diagnosis thalasemia sebagai berikut:

1. Tahap proses pra analitik pada pemeriksaan Hb elektroforesis harus

memperhatikan kesesuaian identitas pasien, informasi klinis dan riwayat

keluarga. Sampel yang direkomendasikan adalah darah segar EDTA.

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin. Tidak boleh

menggunakan reagen kadaluarsa, rusak atau terkontaminasi.

Pemeriksaan dari semua reagen kit yang sama harus selalu digunakan

bersama dan sesuai dengan instruksi sisipan paket.

2. Tahap proses analitik Hb Elektroforesis dengan metode Capillary

electrophoresis (CE), bertujuan untuk mengetahui tipe-tipe fraksi /

abnormalitas Hb dalam darah. Sel-sel merah dilisiskan dalam

elektroforesis dengan buffer alkali (pH 9,4). Sampel akan bergerak dari

anoda ke katoda dengan dibantu oleh arus dan tegangan tinggi beserta

reagen yang digunakan. Apabila proses migrasi telah selesai alat akan

melakukan pembacaan hasil pada panjang gelombang 415 nm untuk Hb

Elektroforesis. Electropherogram dibagi menjadi 15 zona yang masing-

masing zona disebut sebagai Z.

3. Tahap proses pasca analitik yang dilakukan pada pemeriksaan Hb

elektroforesis adalah sebelum dikeluarkan hasil cek kembali, evaluasi,

Page 59: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

47

interpretasi serta verifikasikan hasil analisis baru dilakukan validasi.

Perlu diperhatikan dengan teliti terhadap pola (nilai HbA, adanya

peningkatkan HbF, kehadiran fraksi tambahan, seperti potensi Hb Bart,

HbH), Parameter hematologi, status besi, usia dan jenis kelamin pasien,

asal etnis, dan riwayat keluarga.

4. Metode CE maupun HPLC memiliki keuntungan dan kerugian masing-

masing. Keduanya merupakan metode yang mampu melengkapi, dan

dapat digunakan secara tepat dan akurat.

B. Saran

1. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian menggunakan

data primer atau sekunder sehingga dapat diperoleh juga variablel

pendukung lainnya misalnya parameter hematologi dan riwayat

keluarga.

2. Capillary electrophoresis (CE) merupakan metoda pemeriksaan Hb

elektroforesis yang digunakan untuk diagnosis thalasemia yang

termasuk baru dalam pelayanan laboratorium kesehatan, akan sangat

bermanfaat jika Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medis atau Ahli

Teknologi Laboratorium medis (ATLM) menguasainya baik dari aspek

kognitif maupun keterampilannya.

Page 60: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

48

DAFTAR PUSTAKA

Alam, M. D. S., Sudjud, R. W., & Indriasari. 2014. Anestesia dan

Thalasemia. Majalah Anestesia dan Critical Care, Vol.32, No.1. dilihat

pada 20 Juni 2020.

http://journal.perdatin.org/index.php/macc/article/download/4/1

Ardian, A. D. 2018. HUBUNGAN KADAR HB DENGAN HT PADA PASIEN

THALASEMIA (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah

Semarang). Dilihat 30 Mei 2020. http://repository.unimus.ac.id/2281/

Barrett, A. N., Saminathan, R., & Choolani, M. 2017. Thalassaemia screening and

confirmation of carriers in parents. Best practice & research. Clinical

obstetrics & gynaecology, Vol.39. Dilihat 13 Juni 2020.

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27890718/

Borbely, N., Phelan, L., Szydlo, R., & Bain, B. 2013. Capillary zone electrophoresis

for haemoglobinopathy diagnosis. Journal of clinical pathology, Vol.66,

No.1: 29-39. dilihat 19 juni 2020.

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23105123/

Ghahfarokhi, S.M., Asadi, F. & Obeidi, N. 2017. Use of capillary electrophoresis

for detection of hemoglobinopathies in individuals referred to health centers

in Masjed-Soleiman. Iranian Journal of Blood and Cancer. Vol9, No.3: 89-

92. Dilihat pada 2 Juli 2020. http://ijbc.ir/article-1-735-en.html

Greene, D. N., Pyle, A. L., Chang, J. S., Hoke, C., & Lorey, T. 2012. Comparison

of Sebia Capillarys Flex capillary electrophoresis with the BioRad Variant

II high pressure liquid chromatography in the evaluation of

hemoglobinopathies. Clinica Chimica Acta, 413(15-16), 1232-1238.

Dilihat pada 25 juni 2020. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22515960/

Héctor H. Bautista. “Advantages of Capillary Electrophoresis Technologies For the

Screening Of Hemoglobinopathies “, SEBIA Diagnostic Department.

dilihat pada 5 juli 2020

http://patologiaclinicamexicana.org.mx/minisite/merida/conferencias/04/0

2.pdf

Hidayat, Willy Pujo. 2018. Gambaran Kadar Hemoglobin dan Nilai Eritrosit Rerata

Pada Penderita Thalasemia β Mayor. KTI. Jurusan Teknologi Laboratorium

Medis Poltekkes Jakarta III. Jakarta.

Hutahaen, F. V. A., & Hendrianingtyas, M. 2017. Hubungan Jumlah Transfusi

Dengan Kadar Tsh Pada Thalassemia. DIPONEGORO MEDICAL

JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO), 6(2), 558-566.

Page 61: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

49

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Talasemia, Penyakit Berbiaya Tinggi ke-5 di

Indonesia. Dilihat 28 Mei 2020. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-

p2ptm/pusat-/talasemia-penyakit-berbiaya-tinggi-ke-5-di-indonesia

Kesuma, S., & Octavia, E. (2018). Gambaran Fraksi Hemoglobin Penderita

Talasemia Menggunakan Metode Elektroforesis Kapiler. Meditory: The

Journal of Medical Laboratory, 6(2), 116-124. Dilihat 10 Juli 2020.

http://ejournal.poltekkes-denpasar.ac.id/index.php/M/article/view/450/143

Kusuma, W. 2016. Self Acceptance pada Remaja Penderita Thalasemia (Doctoral

dissertation, Universitas Medan Area). Dilihat 30 Mei 2020.

http://repository.uma.ac.id/handle/123456789/1859

Kusumaningrum, R. Y. D. 2019. Mekanisme Koping Orang Tua Dengan Anak

Thalasemia Di Rsud Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga (Doctoral

dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Dilihat 19 Juni

2020. http://repository.ump.ac.id/9635/

Lazuana, T. 2014. Karakteristik Penderita Thalasemia yang Dirawat Inap di RSUP

H. Adam Malik Medan Tahun 2011-April 2014. Dilihat 4 Juni 2020.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/47106

Liansyah, T. M., & Herdata, H. N. 2018. Aspek Klinis dan Tatalaksana Thalasemia

pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medisa, Vol.1, No.1: 63-69.

Dilihat pada 18 Juni 2020 http://jknamed.com/jknamed/article/view/23

Maharani, E. A., & Astuti, D. A. 2014. Penghitungan Indeks Formula Eritrosit Pada

Uji Saring Thalasemia Minor. Jurnal Ilmu Dan Teknologi

Kesehatan, Vol.2, No.1: 53-59. Dilihat pada 31 Mei 2020.

http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/jitek/article/download/124/

92

Margarita, et al., 2019. Anestesiologi Dan Terapi Intensif: Buku Teks Kati-Perdatin.

PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Menteri Kesehatan RI. 2012. PERATURAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG

PENYELENGGARAAN LABORATORIUM PUSAT KESEHATAN

MASYARAKAT. Dilihat 2 Juli 2020.

https://dpmpt.gunungkidulkab.go.id/upload/download/6818b91c11e54442

5531c9ddcbd6ff13_lab%20puskesmas.pdf

Menteri Kesehatan RI. 2018. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/1/2018

TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN

TATA LAKSANA THALEMIA. Dilihat 21 Mei 2020.

https://www.persi.or.id/images/regulasi/kepmenkes/kmk12018.pdf

Page 62: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

50

Muktiarti, D., Wahidiyat, P. A., Nainggolan, I. M., & Setianingsih, I. 2006.

Thalassemia Alfa Mayor dengan Mutasi Non-Delesi Heterozigot Ganda.

Sari Pediatri. Vol.8. No.3. https://www.saripediatri.org/index.php/sari-

pediatri/article/download/821/756

Mulqiah, A. 2016. Uji Validitasi Indeks Mentzer sebagai Prediktor ß-Thalassemia

Minor dan Anemia Defisiensi Besi pada Populasi Anemia Hipokrom

Mikrositer (Doctoral dissertation, Universitas Kristen Maranatha).

http://repository.maranatha.edu/21473/

Nazilarahma, D. 2019. Coping Strategy Penderita Thalasemia di Perhimpunan

Orang tua Penderita Thalasemia Indonesia (POPTI) Kota

Bandung (Doctoral dissertation, FISIP UNPAS). Dilihat 18 Juni 2020.

http://repository.unpas.ac.id/44944/

NP, Rembulan Ayu. 2015. Indeks RDW dan Mentzer sebagai Uji Skrining

Diagnosis Thalassemia. Jurnal Majority, Vol.4, No.7, 7-12. Dilihat 16 Juni

2020.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1440

Oikonomidis, I. L., Tsouloufi, T. K., Mylonakis, M. E., & Kritsepi-Konstantinou,

M. 2019. Capillary hemoglobin electrophoresis of healthy and anemic dogs:

Quantification, validation, and reference intervals of hemoglobin

fractions. PloS one, Vol.14, No.9, e0217258. Dilihat 20 Juni 2020.

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31483782/

Old, J. 2013. Hemoglobinopathies and Thalassemias. Emery and Rimoin’s

Principles and Practice of Medical Genetics, 1–44. doi:10.1016/b978-0-12-

383834-6.00075-6

Oyaert, M., Van Laer, C., Claerhout, H., Vermeersch, P., Desmet, K., Pauwels, S.,

& Kieffer, D. 2014. Evaluation of the Sebia Minicap Flex Piercing capillary

electrophoresis for hemoglobinopathy testing. International Journal of

Laboratory Hematology, Vol.37, No.3: 420–425. doi:10.1111/ijlh.12305.

Dilihat 21 Mei 2019. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25324031/

Pratama, B., & Kurniati, I. 2019. Pendekatan Diagnosis Berbasis Molekuler pada

Pasien Talasemia. Jurnal Medula, Vol.9, No.2: 339-345. Dilihat 20 Juni

2020.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/2649

Regar, J. 2009. Aspek genetik talasemia. JURNAL BIOMEDIS: JBM, Vol.1, No.3.

Dilihat 12 Juni 2020.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedis/article/view/829

Riza, M., & Widiretnani, S. 2015. Hemoglobin profiles of siblings of thalassemia

patients. Paediatrica Indonesiana, Vol.55, No.2: 70-73. Dilihat pada 2 Juli

2020.https://paediatricaindonesiana.org/index.php/paediatrica-

indonesiana/article/download/87/63

Page 63: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

51

Rodiani, R., & Anggoro, A. 2017. Talasemia pada Kehamilan. Jurnal Kedokteran

Universitas Lampung, Vol.1, No.3: 580-585.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/1724

Rosita, B. & Khairani, U. 2018. Analisis Lama Waktu Pelayanan Laboratorium di

Rumah Sakit Uumum Daerah Pasaman Barat”, jurnal kesehatan perintis

(perintis’s health journal), vol. 5, no. 1: 114-121. doi:

10.33653/jkp.v5i1.153.

https://jurnal.stikesperintis.ac.id/index.php/JKP/article/view/153

Rujito, Lantip. 2019. Buku Referensi Talasemia: Genetik Dasar dan Pengelolaan

Terkini. Dilihat 27 Mei 2020.

https://www.researchgate.net/publication/337730108_Buku_Referensi_Tal

asemia_Genetik_Dasar_dan_Pengelolaan_Terkini/citation/download

Rujito, L., Lestari, D. W. D., Arjadi, F., & Faiza, D. 2018. Pelatihan PMR Sadar

Thalassemia pada Kegiatan Jumbara XXV Kabupaten Banyumas. Jurnal

Pengabdian Pada Masyarakat, Vol.3 No.2: 147-150

http://ppm.ejournal.id/index.php/pengabdian/article/view/60/62

Rund, D., & Rachmilewitz, E. 2005. Beta-thalassemia. The New England journal

of medicine, Vol. 353, No.11: 1135–1146. doi: NEJMra050436.

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16162884/

Salsabila, N., Perdani, R. R. W., & Irawati, N. A. V. 2019. Nutrisi Pasien

Thalassemia. Jurnal Majority, Vol. 8, No.1: 178-182.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/2316

Sangkitporn, S., Sangkitporn, S. K., Tanjatham, S., Suwannakan, B., et al. 2011.

Multicenter validation of fully automated capillary electrophoresis method

for diagnosis of thalassemias and hemoglobinopathies in Thailand. The

Southeast Asian journal of tropical medicine and public health, Vol.42, No.

5: 1224–1232. Dilihat 24 Juni 2020.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22299449

Sari, N. M., Arini, I., Suryawan, N., Susanah, S., Reniarti, L., Achmad, H. R., &

Idjradinata, P. 2020. Laporan kasus berbasis bukti: Pedoman Skrining

Populasi dengan Risiko Tinggi Talasemia. Sari Pediatri, Vol.21, No.5:

322-8.

https://www.saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1666

Sawitri, H., & Husna, C. A. 2018. Karakteristik Pasien Thalasemia Mayor di BLUD

RSU Cut Meutia Aceh Utara Tahun 2018. AVERROUS, Vol.4, No.2: 62-68.

http://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/download/1038/557

Sebia. 2010. Kit insert Sebia Minicap MINICAP HEMOGLOBIN (E) ref.2207-

2227;2010

Page 64: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

52

Siregar, M. T., Winke, S., Doni, S., Anik, N. 2018. Bahan Ajar Teknologi

laboratorium medik (TLM): Kendali Mutu. Pusat Pendidikan Sumber Daya

Manusia Badan Pengembangan Dan Pemeberdayaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan. Jakarta

Sotianingsih, S., Charles, A. S., & Ita, M. (2018). Skrining Thalassemia Pada Suku

Anak Dalam Di Provinsi Jambi. Jambi Medical Journal" Jurnal Kedokteran

dan Kesehatan", 6(2), 159-164. Dilihat 6 Juni 2020.

https://www.online-journal.unja.ac.id/kedokteran/article/view/5946

Suryani, E., Wiharto, W., & Wahyudiani, K. N. 2015. Identifikasi Anemia

Thalasemia Betha (β) Mayor Berdasarkan Morfologi Sel Darah

Merah. Scientific Journal of Informatics, Vol.2, No.1: 15-27. dilihat 20 Juni

2020. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sji/article/view/4525

Syauqiah, N. R. 2018. Studi Kualitas Pemantapan Mutu Internalpra Analitik

Pemeriksaan Hematologi Pada Laboratoriumrumah Sakit Roemani

Muhammadiyah Semarang (Doctoral dissertation, Universitas

Muhammadiyah Semarang). Dilihat pada 25 Juni 2020.

http://repository.unimus.ac.id/3204/

Tari, K., Valizadeh Ardalan, P., Abbaszadehdibavar, M., Atashi, A., Jalili, A.,

Gheidishahran, M. 2018. Thalassemia an update: molecular basis, clinical

features and treatment. International Journal of Biomedicine and Public

Health, Vol.1, No.1: 48-58. doi: 10.22631/ijbmph.2018.56102 dilihat 19

Juni 2020 http://www.ijbmph.com/article_56102.html

Utami, Lidya. Peran Laboratorium Dalam Penapisan dan Diagnosis Thalassemia.

Sysmex Thalassemia (Special Edition). 2019. Dilihat pada 21 Mei 2020.

https://www.sysmex.co.id/wpcontent/uploads/2019/11/IO_0096.15_2019.

05_HEM_SE_THALASSEMIA-INTERNAL.pdf

Tursinawati, Y., & Fuad, W. 2018. Pengetahuan Pengaruhi Sikap dan Tindakan

Mahasiswa terhadap Program Pencegahan Thalassemia di

Indonesia. HIGEIA (Journal of Public Health Research and

Development), Vol.2, No.4: 654-662.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/download/25407/11

810

Viprakasit, V., & Ekwattanakit, S. 2018. Clinical classification, screening and

diagnosis for thalassemia. Hematology/Oncology Clinics, Vol.32, No.2:

193-211. Dilihat 5 Juni 2020. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29458726/

Wahidiyat, P. A., Sari, T. T., Rahmartani, L. D., Iskandar, S. D., & Pratanata, A.

Penanganan Klinis dan Prognosis Thalassemia. Sysmex Thalassemia

(Special Edition). 2019. Dilihat pada 21 Mei 2020.

https://www.sysmex.co.id/wpcontent/uploads/2019/11/IO_0096.15_2019.

05_HEM_SE_THALASSEMIA-INTERNAL.pdf

Page 65: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

53

Wijaya, L. J., Nency, Y. M., & Farida, H. 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Prestasi Belajar Pasien Talasemia Mayor Anak. Diponegoro Medical

Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 7(2), 694-710. Dilihat 25 Juni

2020. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/20719

Wulandari, R. D. 2018. Kelainan pada Sintesis Hemoglobin: Thalassemia dan

Epidemiologi Thalassemia. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya

Kusuma, Vo.5, No.2: 33-44. Dilihat 1 Juni 2020.

https://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/view/340

Yuni, Natali Erlina. 2015. Kelainan darah. Nuha Medisa. Yogyakarta

Yunitha, R. A. 2013. Penatalaksaan Pada Pasien Talasemia. Jurnal Medula, Vol.1,

No.01: 10-18. Dilihat 25 Juni 2020.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/68

Page 66: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

Lampiran I : Agenda Bimbingan

Page 67: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

Lampiran I : Agenda Bimbingan

Page 68: TELAAH PEMERIKSAAN HB ELEKTROFORESIS ...repository.poltekkesjakarta3.ac.id/repository/KTI...sintesis rantai α-globin atau rantai -globin. Data dari Yayasan Thalassaemia Indonesia,

Lampiran I : Agenda Bimbingan