Top Banner
21

Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Dec 01, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Page 2: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Apindo Jabar Dukung Penuh Pembangunan Kawasan Industri di MargaasihPosted by Iwan GaluhAPINDO, Bisnis Daerah, Pilihan, TerkiniTuesday, January 22nd, 2013 - 08:15 am

Foto: Ketua Apindo Jabar, Deddy Wijaya (koranjakarta)

SPC, Bandung – Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat mendukung langkah penuh pembangunan kawasan industri di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung karena berdampak positif bagi iklim investasi usaha.Ketua Apindo Jabar Deddy Wijaya mengatakan langkah yang ditempuh Pemkab Bandung untuk merealisasikan kawasan industri tersebut bisa memperkuat iklim investasi di Jabar.Menurutnya, jika kawasan itu telah direalisasikan, pengusaha sudah tidak berat lagi untuk mengurus segala perizinan.“Kami tidak berat lagi mengurus izinnya karena segala perizinan dilakukan satu kali ketika membeli tanah dan membangun industri di kawasan itu,” kata Deddy.

Page 3: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Selain perizinan, katanya, limbah industri dan keperluan air untuk produksi telah disediakan di kawasan itu sehingga tidak akan mengganggu lingkungan.Deddy menjelaskan kawasan industri Margaasih memang telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk industri terpadu. Mulai dari penyediaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), air, perizinan, dan lainnya.“Beberapa waktu lalu saja Kementerian Perindustrian pernah berjanji jika kawasan itu secepatnya direalisasikan akan diberi bantuan sarana dan prasarana seperti akses jalan, penerangan, dan lainnya,” ungkap Deddy. (SPC-20/bisnis-jabar)

Jakarta – Ratusan pabrik tekstil terindikasi mencemarkan Sungai

Citarum mengingat bahan-bahan kimia berbahaya ditemukan di sungai yang bersinggungan dengan sekitar 500 pabrik tersebut dan lebih dari separuh pabrik-pabrik tersebut adalah industri tekstil.

Kesimpulan tersebut merupakan hasil dari studi yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia pada Juni-Oktober 2012 dan dipaparkan kepada publik Rabu (28/11).

Sampel yang diambil dari 10 titik Sungai Citarum kemudian diuji ke laboratorium Institute of Ecology Universitas Padjadjaran di Bandung dan Lab Afiliasi Kimia Universitas Indonesia di Depok. Hasilnya, Sungai Citarum mengandung banyak limbah buangan pabrik.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan mengungkapkan bahwa industri tekstil di daerah aliran Sungai Citarum memperlakukan sungai, yang menjadi sumber air bagi masyarakat, seperti selokan pembuangan pribadi mereka. “Dan pemerintah dengan pendekatan reaktif 'atur dan awasi'-nya, terbukti gagal melindungi sumber air masyarakat dari pencemaran bahan kimia berbahaya,” kata Dadan.

Beberapa temuan penting adalah bahwa pada beberapa lokasi kandungan krom heksavalen (Cr6+) dan beberapa logam berat lainnya berada pada level yang mengkhawatirkan. Karena tidak dapat diurai, logam berat dapat terus terakumulasi di jaringan tubuh mahluk hidup dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Greenpeace menyatakan bahwa logam yang bersifat karsinogenik ini masih banyak digunakan oleh industri tekstil dan penyamakan kulit. Cr6+ terdeteksi di titik penyampelan Majalaya, Rancaekek, Margaasih, Batujajar, Cihaur, dan Jatiluhur.

Dalam pelaksanaan studinya, Greenpeace banyak menemukan pipa-pipa yang bermuara ke Sungai Citarum. Penduduk menyebutnya pipa siluman, karena tidak jelas dari mana limbah pipa tersebut berasal.

Koordinator Water Pool Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia Hilda Meutia mengatakan, dari pipa siluman tersebut keluar cairan beruap, berwarna, panas, dan keluar dalam volume besar

Page 4: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

dalam waktu-waktu tertentu. Limbah seperti itu bukanlah ciri dari limbah domestik. “Itu indikasi limbah dari industri,” ujar dia.

Greenpeace tidak secara lugas menyatakan bahwa industri tekstil mencemarkan Sungai Citarum. “Tetapi ada indikasi,” kata Hilda.

Menurut Hilda, pencemaran sungai oleh industri adalah cerita lama. “Ini terjadi di banyak sektor industri,” kata dia.

Permasalahan yang utama, kata Hilda, adalah perusahaan masih mengandalkan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Seharusnya industri lebih memikirkan bahan kimia yang digunakan sejak awal. Apakah akan menimbulkan limbah yang berbahaya atau tidak.

 

Produksi Bersih

Industri berpikir bahwa mengeluarkan limbah bersih ada harganya. Padahal sudah banyak bukti bahwa tidak selamanya mengeluarkan limbah bersih membuat ongkos produksi melambung.

Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Ahmad Ashov Birry mencontohkan apa yang dilakukan pemerintah Massachusets, Amerika Serikat. Industri yang menggunakan bahan kimia beracun diminta untuk mengevaluasi sistem yang mereka gunakan dan merencanakannya dengan lebih ramah lingkungan. Program tersebut bernama Toxic Use Reduction Act (TURA).

Secara bisnis, sudah terbukti bahwa industri yang menjalankan program TURA justru mendapati biaya produksinya menurun. “Cost mereka berkurang 30%,” kata Ashov. Itu baru manfaat dari sisi bisnis, belum menghitung manfaat lingkungan yang didapat.

Indonesia memiliki program serupa, meskipun tidak sekuat yang dilakukan Massachusets. Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN) yang dibentuk pada 2004 mempunyai program bernama Manajemen Lingkungan Berorientasi Lingkungan (MeLOK). Program ini mendorong agar dunia industri menjalankan bisnisnya dengan lebih ramah lingkungan, tanpa melupakan aspek bisnisnya.

Sudah banyak contoh sukses MeLOK. Misalnya PT Indonesia Power yang dapat melakukan penghematan Rp 70.885.000 dari penghematan penggunaan bahan kimia Anti Foam. Padahal investasi untuk itu hanya Rp 5.000.000 dengan melakukan modifikasi sistem pemipaan.

“Hanya saja PPBN belum banyak menyentuh sisi limbah B3,” ungkap Hilda.

Limbah Pabrik Cemari Sungai di Margaasih, Produksi 800 ha Sawah Menurun

Kamis, 24 Maret 2011

MARGAASIH,(GM)-

Page 5: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

www.klik-galamedia.com/indexnews.php

Sebagian besar sungai yang ada di Margaasih, Kab. Bandung tercemar limbah cair pabrik dan sampah. Akibat pencemaran limbah pabrik, air sungai berubah hitam pekat dan menimbulkan bau menyengat. Tumpukan sampah membuat aliran sungai tersumbat dan dikhawatirkan menimbulkan banjir di kawasan tersebut. 

Pemantauan "GM" di lapangan, hujan yang mengguyur wilayah Margaasih, Kab. Bandung dan sekitarnya beberapa hari terakhir, membuat debit air sungai naik. Sayangnya karena di atas sungai melintas beberapa jembatan, sampah-sampah yang terbawa aliran sungai terhambat hingga menumpuk.

Seperti di aliran Sungai Citarik yang melintasi daerah Rancamalang, Margaasih. Sampah yang tertahan dan air yang sudah terkontaminasi limbah pabrik mengeluarkan bau busuk menyengat. Tumpukan sampah juga mengundang lalat-lalat di kawasan itu. Kondisi tersebut membuat warga khawatir datang bencana banjir dan penyebaran penyakit.

Menurut H. Dede Supardi, salah seorang tokoh masyarakat Margaasih yang peduli terhadap lingkungan, banyaknya sampah dan tercemarnya aliran sungai di Margaasih, tidak luput dari perilaku masyarakat dan pabrik yang seenaknya membuang sampah maupun limbah ke sungai. 

Meski masalah sampah akibat ulah masyarakat yang tidak disiplin, namun bukan berarti pemerintah lepas tangan. Bisa jadi masyarakat terpaksa membuang sampah ke sungai karena tidak tersedianya tempat pembuangan sampah di daerahnya. 

Cemari sawah

Sementara Toni Hendarto, warga lainnya menuturkan, pencemaran sungai akibat limbah sudah terjadi sejak lama. Bahkan limbah cair pabrik ini mencemari sawah-sawah yang ada di Margaasih, terutama di Desa Margaasih dan Nanjung. "Dari sekitar 800 ha sawah di Margaasih, hampir 50%-nya tercemar limbah. Akibat limbah, produksi pertanian menurun hingga 75%," katanya.

Menurut Toni, pencemaran sungai di Margaasih berasal dari pabrik-pabrik di wilayah Kota Cimahi. Padahal warga Margaasih sudah beberapa kali mengingatkan pabrik agar tidak membuang limbahnya ke sungai tersebut. "Karena pabrik yang berasal dari Cimahi, maka perlu peran Pemprov Jabar untuk menanganinya sebab melibatkan dua wilayah," jelasnya.

Sementara itu, tercemarnya sungai di Margaasih ini sangat disayangkan Halim Budi, warga lainnya. Sebab dulunya sungai ini sangat jernih. "Dulu airnya jernih hingga anak-anak tiap sore banyak yang berenang di sungai. Namun banyaknya pabrik dan limbahnya dibuang ke sungai, jangankan dipakai renang, ikan saja sudah tidak ada karena mati," katanya.

Page 6: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Air limbah yang mencemari sungai dan sawah, lanjut Halim, lebih terasa dampaknya oleh masyarakat saat musim kemarau. Sebab air limbah ini tidak terbawa air hujan. "Kalau hujan, air limbah ini langsung terbawa aliran sungai hingga Citarum. Tapi kalau musim kemarau, air sungai lebih sedikit dan lambat mengalir ke Citarum hingga baunya lebih menyengat. Tidak itu saja, kalau kemarau air limbah yang menggenangi sawah tidak terbuang ke sungai hingga mengendap di sawah. Makanya kalau kemarau, terkadang padi yang ditanam mati" katanya. (B.97)**

PENCEMARAN SUNGAI: Limbah pabrik pengaruhi irigasi di Kab. Bandung

BANDUNG (bisnis-jabar.com): Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mengeluhkan air limbah yang mengganggu saluran irigasi sehingga mengganggu area pertanian masyarakat setempat.

Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Saeful Bahri, mencontohkan air limbah yang mengganggu saluran irigasi tersebut terjadi di Desa Lagadar, Kecamatan Margaasih.

“Areal pertanian di daerah tersebut sudah terkena limbah. Memang ada air tapi tidak bisa digunakan,” katanya hari ini.Menurut dia, hal ini harus segera diatasi agar irigasi pertanian tidak tercemar limbah industri.

Selain itu, ujar dia, masih banyak irigasi yang ada di Kabupaten Bandung yang berada dalam kondisi rusak.

Bahkan, akhirnya kondisi tersebut berdampak pada produksi dan lahan pertanian yang menurun.

“Banyak petani yang tidak bisa menanam padi sebanyak dua kali karena kekurangan air,” katanya.

Saeful menjelaskan kondisi Sungai Citarum yang mengaliri dari Kabupaten Bandung hingga di Muaragembong, Kabupaten Bekasi tersebut semakin memprihatinkan.

Menurutnya, limbah yang mencemari aliran sungai tersebut dinilai kian membahayakan kesehatan lingkungan.

Padahal di sisi lain, ujar dia, sungai tersebut berfungsi sebagai pemasok irigasi seluas 42.000 hektare mulai dari Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan, Karawang.(yri)

Bahan baju obama sebarkan racun di Citarum

Page 7: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Kami yakin bahwa solusi terletak pada prinsip kehati-hatian dan pendekatan pencegahan,karena instalasi pengolahan limbah industri (end-of-pipe system) tidak dapat mengatasisemua jenis limbah industri. Bahan kimia berbahaya dan beracun harus ditangani sejakdari sumbernya. Mulai dari rancangan produk dan proses, langkah-langkah harusdilakukan untuk mengurangi dan pada akhirnya mengeliminasi penggunaan bahan kimiaberbahaya dan beracun melalui substitusi (lihat Bagian F untuk ‘Solusi ProduksiBersih’).

Adapun fakta yangmenunjukkan adanya kontaminasi limbah berbahaya industri telah dibuktikan olehsejumlah studi eksperimental. Survei terdahulu menginformasikan bahwa jenis-jenisindustri utama yang berada di Daerah Aliran Sungai Citarum antara lain industri tekstil,industri penyamakan kulit, industri makanan, dan industri elektroplating10

Pabrik-pabrik tekstiltersebut sebenarnya telah memiliki fasilitas pengolahan air limbah masing-masing danmereka telah mengolah terlebih dahulu limbah yang dihasilkan sebelum dibuang ke dalamaliran sungai. Tapi sayangnya, hasil analisis menunjukkan tingginya konsentrasi logamberat yang ada di badan air sungai. Adapun unsur logam berat yang terdeteksi antara lainCu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, dan Cr16

Page 8: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Masalah seperti ini terjadi sebagaiakibat perilaku pelaku industri dan penduduk, yang pada umumnya menjadikan sungaisebagai tempat untuk membuang limbah tanpa melakukan pengolahan yang tepat. Selainitu, industrialisasi dan urbanisasi yang pesat di daerah aliran sungai telah menyebabkanpencemaran semakin intens mengotori badan air. Studi-studi yang disebutkan di atasmenunjukkan bahwa air limbah industri menjadi penyebab utama pencemaran sungai.Penelitian untuk mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran serta untuk menemukansolusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas air sungai-sungai yang berada di Indonesiaperlu dilakukan, disamping berupaya meningkatkan peran berbagai pemangkukepentingan yang tidak dapat dipandang sebelah mata dan tidak dapat diabaikan.

Status kualitas SungaiCitarum saat ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, karena badan air sungai kinimengandung berbagai jenis kontaminan yang berasal dari berbagai sumber. Kebanyakansektor industri, pemukiman, dan daerah komersial yang ada di DAS Citarum membuanglimbahnya ke sungai tanpa melakukan pengolahan yang memadai.

Limbah cair industri memberikan kontribusi yang besar terhadap kondisi Sungai Citarum.Beragam industri dengan jumlah yang banyak beroperasi di sepanjang aliran sungaiCitarum. Tahun 2007, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh BPLHD Provinsi Jawa Barat,terdapat 359 perusahaan yang terbagi kedalam 11 sektor industri yang berbeda berlokasidi empat wilayah administrasi sepanjang aliran Sungai Citarum hulu. Diantara sektorsektorindustri tersebut, industri tekstil adalah salah satu sektor yang perlu diperhatikankarena jumlahnya yang paling dominan.

Setiap sektor industri berkontribusi pada jenis limbah yang berbeda bergantung padaproses produksi yang diadopsi oleh industri tersebut. Limbah padat dan/atau cair bisadihasilkan. Secara umum limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah organik atauanorganik, berbahaya atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun, logam berat, dansebagainya. Sebagai contoh, beberapa proses pada industri tekstil menghasilkan baiklimbah organik atau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dalam bentuk limbah cair.Limbah organik yang dihasilkan dari industri tekstil mampu merubah nilai pH, ataumeningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan air. Kebanyakan industri tekstil jugamenghasilkan limbah logam berat yang termasuk dalam kategori berbahaya. Banyakmacam elemen logam berat yang dihasilkan dari proses produksi tekstil, diantaranyaArsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng.24. Proses-proses dalam industri tekstilyang menghasilkan limbah cair antara lain pengkajian dan penghilangan kanji,pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnan, pencetakan, dan prosespenyempurnaan 25.

Berbeda dengan industri tekstil, industri pelapisan logam (elektroplating) menghasilkanlimbah cair dengan karakteristik yang berbeda. Limbah elektroplating berasal daricampuran proses seperti proses pembersihan lemak, proses pengasaman dan/ataupembersihan dengan elektrik, dan proses pelapisan logam. Proses pembersihan lemakpada logam dilakukan menggunakan berbagai jenis pelarut, diantaranya pelarut benzene,

Page 9: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

trikloroetilin, metil klorida, toluene dan karbon tertraklorida, atau larutan alkali yangmengandung natrium karbonat, kostik, sianida, boraks, sabun, dan sebagainya. Limbah cairyang dihasilkan dari proses ini umumnya mengandung silene, tetrakloro-etilene, metilenklorida, aseton, dan keton. Proses lain yang menghasilkan limbah adalah prosespengasaman dan/atau pembersihan dengan elektrik. Adapun limbah yang dihasilkan dariproses pembersihan dengan elektrik diantaranya padatan tersuspensi, lemak, sabun, dancairan dengan pH tinggi (larutan alkali). Sedangkan proses pengasaman menghasilkanlimbah cair berupa cairan dengan pH rendah (larutan asam). Proses terakhir yangmenghasilkan limbah adalah proses pelapisan, perendaman, dan pencelupan logam yangmenghasilkan cairan limbah yang mengandung sianida dan logam yang dilapisi. Jenis logamyang umum digunakan sebagai pelapis diantaranya logam tembaga, krom, nikel, seng, cadmium, timbal, timah, emas, perak, dan platina yang merupakan jenis-jenis logam yangumum digunakan sebagai agen pelapisBerbagai regulasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah, Pemerintah Pusat maupunPemerintah Daerah, dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun,pada praktiknya, tingkat kesadaran, partisipasi, dan ketaatan terhadap peraturan(regulasi) yang berlaku dari masyarakat dan pelaku industri masih sangat rendah. Sebuahsurvey menemukan bahwa hanya 47.2% (83 industri) dari 176 industri di KabupatenBandung yang telah mengelola limbah cairnya menggunakan IPAL26Sayangnya, dari jumlah tersebut hanya 39.5% (33 industri) yang buangan limbah dariIPAL-nya telah memenuhi baku mutu. sedangkan sebagian lainnya hanya memenuhi kadar,beban, atau tidak memenuhi keduanya (kadar dan beban) yang disyaratkan berdasarkanKeputusan Gubernur No. 6 Tahun 1999.

Seperti kita ketahui bahwa air limbah tekstil mengandung sejumlah senyawa kimia organikyang degradable maupun non-degradable. Derajat pencemaran bahan organik dalam airditunjukkan oleh nilai-nilai BOD dan COD. BOD adalah nilai yang menunjukkan jumlahoksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mereduksi bahan-bahan organik,sementara COD diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik melalui proseskimiawi, yakni melalui oksidator kuat. Sumber utama kontaminasi bahan organik dariindustri tekstil adalah “proses kering” seperti proses “Sizing”, yaitu mempersiapkanbenang untuk tahap pemintalan (spinning) dan pekerjaan rajutan (knitting). Bahan-bahanorganik juga berasal dari “proses basah” seperti “Scouring” suatu proses pencucian untukmembuang kotoran-kotoran baik organik maupun anorganik yang dapat mengganggutahap-tahap proses selanjutnya. Bahan organik dapat juga berasal dari “dyeing” dimanasurfaktan seringkali ditambahkan

Produksi Bersih (Clean Production) adalah usaha berkelanjutan pada seluruh siklus hidupproduk, proses produksi dan servis untuk mengurangi resiko terhadap manusia danlingkungan serta meningkatkan efisiensi. Dampak terhadap lingkungan dievaluasi sejakawal merancang produk dan proses, hingga bagaimana produk tersebut dikonsumsi.Produksi Bersih bukan sekedar mengandalkan sistem pengolahan limbah akhir saja (endof-pipe treatment). Karena meliputi siklus yang luas, Produksi Bersih menjadi tanggungjawab seluruh organisasi, bukan saja para ahli yang menangani sistem Instalasi Pengolahan

Page 10: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Air Limbah 42,43Produksi bersih juga mencakup penghematan dan penggunaan energi ramah lingkungan,pemanfaatan kembali materi dalam siklus produksi (re-use) dan sistem daur ulang (recycling).Tulisan ini berfokus pada salah satu aspek produksi bersih, yaitu eliminasi bahankimia berbahaya.

A. Sistem Penanganan Limbah Konvensional (end-of pipe treatment)Sistem pengolahan limbah yang kita kenal saat ini mengandalkan metoda-metoda untukmengurai, memisahkan dan mengencerkan kontaminan sebelum limbah dilepaskan kelingkungan. Sistem ini berasumsi bahwa semua polutan dapat terurai. Pertanyaannya,bagaimana dengan materi yang sulit terurai (persisten). Materi ini bertahan di alam,masuk dalam rantai makanan dan terakumulasi di jaringan tubuh mahluk hidup(bioakumulatif).44Bersandar hanya pada sistem pengolahan limbah akhir (end-of-pipe-treatment) merupakanpemecahan masalah yang bersikap reaktif (limbah terlanjur tercipta), kurang efektif dancenderung ketinggalan jaman. Beberapa alasan yang mendukung argumen tersebut adalaha) kegiatan pengolahan limbah hanya mengubah bentuk limbah, memindahkan dari satumedia ke media lainnya, b) biaya reklamasi lingkungan yang tinggi, c) di Indonesia,peraturan terkait pengolahan limbah cenderung masih banyak dilanggar, serta d) tidak adainsentif untuk mencari subtitusi bahan baku yang lebih ramah lingkungan atau dengan katalain upaya mengurangi limbah pada sumbernya tidak dilakukan.45

Pendekatan kebijakan ‘atur dan awasi’ lewat baku mutu dan penerapan sistem ‘end-of-pipe’/IPALmerupakan penanganan yang bersifat reaktif, dimana limbah terlanjur tercipta. Keberadaannya penting,namun tidak dapat melindungi masyarakat dari materi yang bersifat persisten (sulit terurai), akumulatifdan toksik.Pendekatan preventif harus dimulai sejak awal perancangan produk dan proses, bukan diakhir pipapembuangan. Penerapan ‘Produksi Bersih’ memastikan bahan toksik tidak lagi digunakan pada seluruhsiklus hidup produk/proses, lewat subtitusi dengan materi yang aman. Subtitusi dan inovasi di bidang‘produksi bersih’ tidak akan muncul begitu saja di sektor industri tanpa dukungan dan desakanpemerintah serta publik.Mulailah dengan menyatakan komitmen ‘Nol Pembuangan’ Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun danmenetapkan target dan rencana untuk mencapainya; serta menunaikan hak publik atas informasipengelolaan bahan kimia berbahaya dan beracun.Kami meminta pemerintah untuk :1) Membuat sebuah komitmen politik untuk menuju ‘Nol Pembuangan’xxix semua Bahan Berbahayadan Beracun (B3) dalam satu generasixxx, berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary

Page 11: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

principle) dan pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam manajemen bahan kimia.Komitmen ini ditekankan pada prinsip subtitusixxxi, dan meliputi pertanggung jawabanprodusenxxxii agar dapat mendorong inovasi dan eliminasi penggunaan materi toksik.2) Membuat rencana implementasi untuk :menyusun sebuah daftar Bahan Berbahaya Beracun (B3)xxxiii yang dinamis untuk prioritasditindak lanjuti segera.menyusun waktu dan target pencapaian dan jangka menengah demi mengurangi,membatasi dan pada akhirnya mengeliminasi pelepasan materi B3, sehingga target utama(poin 1) dapat tercapai.Menyusun sebuah sistem registrasi data pemakaian dan pembuangan B3. Data tersebutharus dapat diakses secara bebas dan mudah oleh masyarakat.

Sungai Citarum Tercemar Bahan Kimia BerbahayaPosted by Redaksi Kamis, November 29, 2012

Share on facebookShare on twitterShare on emailShare on printMore Sharing Services2

Seorang aktivis lingkungan mengambil sampel air yang tercemar di Sungai Citarum.

Page 12: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Foto : dok Greenpeace.

JAKARTA, BL- Sungai Citarum, Jawa Barat kini tak lagi bening, bahkan beberapa kanal diidentifikasi mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan.

Menurut laporan yang diluncurkan Greenpeace dan Walhi Jawa Barat kemarin, bahan-bahan kimia tersebut bersifat toksik bagi sistem reproduksi dan bahkan dapat menyebabkan kanker. 

Investigasi Greenpeace menemukan bahan-bahan kimia berbahaya di muara kanal, kanal dan badan air yang  menjadi saluran pembuangan industri di delapan area industri di Sungai Citarum, yaitu di Majalaya, Rancaekek, Cisirung - Dayeuhkolot, Margaasih - Leuwigajah, Batujajar, Padalarang, Jatiluhur dan Karawang. Dari investigasi tersebut terindikasi kuat bahwa bahan-bahan kimia berbahaya tersebut utamanya berasal dari industri tekstil.

Laporan Greenpeace “Bahan Beracun Lepas Kendali”  menyoroti bahan kimia berbahaya yang dilepaskan industri ke sungai Citarum pada 10 (sepuluh) lokasi yang tersebar dari hulu hingga hilir sungai.

“Temuan ini menegaskan bahwa kita kehilangan kendali atas keberadaan bahan beracun di alam.  Kami mendekati titik-titik buangan industri untuk mengetahui materi apa yang terkandung di dalamnya; dan mengkontraskannya dengan kondisi sebuah mata air di daerah hulu,” kata Ahmad Ashov Birry, Jurukampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia melalui keterangan tertulisnya.

Ashov menambahkan, investigasi tersebut dilakukan selama bulan Juni hingga Oktober 2012.  Sampel diujikan ke laboratorium Institute of Ecology Universitas Padjadjaran di Bandung dan Lab Afiliasi Kimia UI (Universitas Indonesia) di Depok.

Beberapa temuan penting adalah bahwa pada beberapa lokasi kandungan Krom heksavalen (Cr6+) dan beberapa logam berat lainnya berada pada level yang mengkhawatirkan. Karena sifatnya yang tidak dapat diurai (persisten), maka logam berat dapat terus terakumulasi di jaringan tubuh mahluk hidup melalui rantai makanan (bioakumulasi) dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Contohnya logam Krom heksavalen (Cr6+) sebuah logam yang sangat beracun bahkan dalam konsentrasi rendah.  Logam yang bersifat karsinogenik ini masih banyak digunakan oleh industri

Page 13: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

tekstil dan penyamakan kulit.   Cr6+ terdeteksi di titik penyampelan  Majalaya, Rancaekek, Margaasih, Batujajar, Cihaur, Jatiluhur.

Selain logam berat, juga teridentifikasi beberapa senyawa kimia organik beracun di beberapa titik sampel, diantaranya Diethyl phthalate (DEP) yang dapat mengganggu kerja endokrin dan bersifat toksik bagi biota akuatik.  Bis(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), Di-isobutyl phthalate (DiBP), Dibutyl phthalate (DBP) yang digolongkan sebagai ‘toksik terhadap sistem reproduksi’ juga ditemukan pada beberapa titik sampel.  

Beberapa turunan phthalate tersebut ditemukan di Margaasih, Padalarang, Majalaya dan Jatiluhur. Senyawa kimia organik berbahaya lainnya yang diidentifikasi yaitu 2,6-bis (dimethyl ethyl-4 methyl) phenol atau dikenal dengan nama BHT & 4-chloro-3methyl-phenol (p-chlorocresol) yang merupakan kelompok alkylphenol,  kedua materi tersebut diklasifikasikan sebagai toksik bagi kehidupan akuatik. Bahan kimia tersebut ditemukan di Padalarang, Majalaya, Cisirung, Jatiluhur dan Karawang.

Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat mengungkapkan, industri, khususnya tekstil di daerah aliran Sungai Citarum, memperlakukan sungai, yang menjadi sumber air bagi masyarakat, seperti selokan pembuangan pribadi mereka dan pemerintah dengan pendekatan reaktif “atur dan awasi” yang mengandalkan sistem end-of-pipe (IPAL) nya, terbukti gagal melindungi sumber air masyarakat dari pencemaran bahan kimia berbahaya.

“Satu-satunya jalan untuk memastikan nol buangan bahan berbahaya beracun di seluruh proses produksi adalah dengan memastikan bahwa tidak ada toksik persisten yang digunakan dari awal hingga akhir produksi," tambah Ahmad Ashov.  

Hasil penelitian Greenpeace dan Walhi mengindikasikan kualitas air sungai Citarum yang  selama ini sumber penghasil 80 persen sumber air baku warga Jakarta telah tercemar berat, melebihi ambang batas aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Penurunan kualitas air  Sungai Citarum ditandai dengan air yang berwarna hitam pekat, tampak seperti comberan dan menimbulkan bau tak sedap. Proses penurunan kualitas air Citarum  menurut sejumlah sumber,  mulai terjadi sejak tahun 1980-an, ketika industrialisasi  berkembang pesat di Jawa Barat. Dimana sebagian besar pabrik berdiri di sekitar daerah aliran sungai. Perilaku masyarakat sekitar sungai yang suka

Page 14: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

membuang sampah ke bantaran sungai juga kian memperburuk kualitas air Sungai Citarum.

Baik Greenpeace maupun Walhi Jawa Barat meminta pemerintah untuk segera membuat sebuah komitmen politik untuk menuju ‘Nol Pembuangan’ semua Bahan Berbahaya dan  Beracun (B3) dalam satu generasi, berdasarkan prinsip kehati-hatian dan pendekatan pencegahan dalam manajemen bahan kimia. 

Komitmen tersebut ditekankan pada prinsip subtitusi, dan meliputi pertanggung jawaban produsen agar dapat mendorong inovasi dan eliminasi penggunaan materi toksik dan berkomitmen menghentikan pembuangan bahan kimia berbahaya dan beracun melalui produksi bersih. (Marwan Azis).

Merek Internasional Cemari Sungai LingkunganPosted by: Sekretariat Ampuh, 18/04/2013

AMPUH, Jakarta Greenpeace Indonesia kembali melakukan investigasi terhadap mereka pelaku pencemaran lingkungan di Sungai Citarum, Jawa Barat. Investigasi Greenpeace Indonesia telah mengungkap bahwa merek fashion internasional ternyata turut menyumbangkan pencemaran limbah industri yang mengandung sejumlah bahan kimia beracun dan berbahaya ke Sungai Citarum.

“Greenpeace telah melakukan sampling air limbah yang dibuang dari pabrik PT Gistex Group yang berada di Desa lagadar Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung di tiga titik pembuangan pada Mei 2012. Dari sampel itu terindentifikasi beragam bahan kimia yang sifatnya persiten artinya mereka akan bertahan untuk waktu yang lama setelah dilepaskan ke lingkungan,” ucap Juru Kampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia Ahmad Ashov Birry di kantor Greendpeace, Jakarta, Rabu (17/4/13).

Menuru Ahmad, ada beberapa merek fashion global yang pernah mempunyai hubungan bisnis dengan PT Gistex Group, merek itu yakni Gap, Old Navy, dan Banana Republic. Bahkan produk seperti Adidas Group, Brooks Brother (baju yang sering digunakan Presiden Amerika Barack Obama) dan H & M, kata dia, juga ditemukan pernah punya hubungan bisnis dengan PT Gistex Group.

Page 15: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

“Kami kemudian melakukan klarifikasi kepada merek-merek ini, termasuk kepada PT Giztex Group. Dalam responnya kepada Greenpeace bulan Maret 2013, PT Gistex Group menyatakan bahwa PT Gistex selalu menaruh perhatian pada lingkungan dan masyarakat. Pabrik kami dilengkapi dengan pengelolaan air limbah untuk menghindari pencemaran lingkungan,” katanya.

Hal senada pun, kata Ahmad, dikatakan Adidas Group, Brooks Brother dan GAP inc (yang memiliki merek Gap, Old Navy, dan Banana Republic). Kepada Greenpeace, GAP Inc menyatakan tanggung jawab lingkungan artinya jauh lebih besar dibandingkan sekedar menjadi hijau atau menjual produk-produk hijau.

Begitu pula Adidas Group yang memang masih belum memberi Greenpeace penjelasan gamblang dan lengkap secara tertulis mengenai hubungan bisnis masalah lalu dan saat ini dengan PT Gistex Group. Namun, Marubeni Corp menolak menanggapi Greenpeace.

“Ya pada intinya, kami melihat mereka pernah memiliki hubungan bisnis baru-baru ini dengan PT Gistex Group. Dimana mereka merupakan perusahaan yang terasosiasi dengan fasilitas yang melakukan pencemaran oleh PT Giztex Group di Indonesia,” ucapnyaUntuk itu, ia menyimpulkan bahwa fasilitas PT Gistex hanyalah satu contoh terhadap masalah yang lebih luas lagi terkait bahaya beracun yang dibuang oleh pabrik manufaktur tekstil, sera sektor industri lainnya. Menurut dia, merek-merek besar, dengan rantai pasokan di berbagai negara, mempunyai posisi unik dalam memberi pengaruh positif pada upaya mengutangi dampak lingkungan dari industri tekstil serta membantu upaya dan penghentian penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun di seluruh sektor industri.

“Peraturan di Indonesia yang ada saat ini juga gagal dalam menyediakan perlindungan terhadap pencemaran yang sudah meluas. Standar-standar yang ada tidak cukup komprehensif atau ketat, dengan penegakan hukum yang lemah,” katanya.

Hal senada dikatakan Koordinator Waterpatrol Greenpeace Indonesia Hilda Mutia. Menurut dia, merupakan sebuah urgensi agar pemerintah segera membentuk Komisi bahan Berbahaya Beracun (B3). Komisi ini, kata dia, bertanggung jawab untuk mengevaluasi bahan kimia yang terdapat di pasaran dan merekomendasikan bahan-bahan yang harus dimasukan dalam daftar B3, baik yang dibatasi maupun dilarang.

“Untuk daftar B3 dapat berasal dari evaluasi inventarisasi bahan kimia nasional melalui penggunaan metodologi penjaringan yang komprehensif, transparan, serta berdasar kerakteristik materi berbahaya beracun.

Page 16: Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Sehingga, proses inventarisasi yang saat ini sedang didiskusikan pemerintah harus meliputi semua bahan kimia yang beredar dipasaran, bukan saja yang sudah diregulasi sebagai bahan berbahaya beracun,” ucapnya. (PR/Esra)