Top Banner

of 20

TEK Desember 2011

Apr 06, 2018

Download

Documents

fantau
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    1/20

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    2/20

    TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGANKEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

    VOLUME 1 NOMOR 12 - DESEMBER 2011

    DAFTAR ISI

    Editorial 1

    Perkembangan Ekonomi Makro

    Perkembangan Ekspor Impor 2

    Perkembangan Inflasi 3

    Fitch Rating Indonesia Investment Grade 4

    Perkembangan Ekonomi Internasional

    Laporan Sidang PBB Komisi Ekonomi dan Sosial di Asia Pacific(United Nations and Social Commision for Asia and Pacific) 5

    Dampak Banjir Thailand 6

    Perkembangan APBN

    Observasi Kebijakan Fiskal Tahun 2012 7

    Mitigasi Dampak Krisis Global dalam APBN 2012 8

    Perkembangan Kebijakan dan Regulasi

    Ekonomi

    Sekilas Tentang Potensi dan Tantangan Pembangunan Sumber DayaMineral 9

    Implementasi Indonesia National Single Window 10

    Laporan Bank Dunia: East Asia and Pacific Economic Update: Navigating

    Turbulence, Sustaining Growth 11

    Harapan dan Permasalahan dari Sosialisasi KUR TKI Tahun 2011 12

    Perkembangan Sektor Keuangan Liputan LKM: Lembaga Perkreditan Desa Bali 14

    Perkembangan Penyaluran KUR Realisasi Penyaluran KUR per 30 Nopember 2011 15

    Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Evaluasi Realisasi APBD Triwulan II-2011 16

    Daftar Istilah

    REDAKSI

    Pembina

    Menteri Koordinator Bidang

    Perekonomian

    Pengarah

    Sekretaris Kementerian

    Koordinator Bidang

    Perekonomian

    Deputi Ekonomi Makro dan

    Keuangan

    Koordinator

    Bobby H. Rafinus

    Kontributor Tetap

    Edi Prio Pambudi

    M. Edy Yusuf

    Mamay Sukaesih

    Tri Kurnia Ayu

    Rista Amallia Windy Pradipta

    Arin Puspa Nugrahani

    Ruth Nikijuluw

    Akbar Suwardi

    Ahmad Fikri Aulia

    Alexcius Winang

    Andi

    Komite Kebijakan KUR

    Kontributor Edisi Ini

    A. Heri Susanto Kedeputian ESDM dan

    Kehutanan

    Kedeputian Industri dan

    Perdagangan

    Tim Pemantauan dan

    Pengendalian Inflasi

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangandapat didownload pada websitewww.ekon.go.id

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap

    perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010

    http://www.ekon.go.id/http://www.ekon.go.id/http://www.ekon.go.id/
  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    3/20

    EDITORIAL

    Selamat! Setelah 14 tahun berjuang memperbaiki iklim

    investasi, Indonesia akhirnya memperoleh kembali

    posisi investment grade untuk pinjaman dalam mata

    uang asing maupun lokal dari pemeringkat Fitch pada

    tanggal 15 Desember 2011. Posisi ini diraih bersamaan

    dengan pengumuman penurunan rating Perancis dan

    beberapa bank terkemuka Amerika Serikat serta

    kemungkinan merosotnya peringkat beberapa negara

    Eropa lain.

    Pemberian peringkat seyogyanya merupakan sasaran

    antara, bukan tujuan, dari upaya peningkatan investasi

    di sektor riil yang penting bagi akselerasi pertumbuhan

    ekonomi yang berkualitas. Sisa waktu menuju 2015

    semakin pendek untuk menunjukan kesanggupanmencapai Millenium Development Goals dan

    memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Keduanya

    menjadi tolok ukur penting kinerja Indonesia dalam

    percaturan ekonomi internasional.

    Penilaian pemeringkat Fitch dan lembaga pemeringkat

    lain terhadap kinerja ekonomi suatu negara sejatinya

    berpangkal dari dua indikator ekonomi, yaitu defisit

    anggaran negara dan rasio utang terhadap PDB.

    Kedua indikator ini menunjukkan kondisi

    perekonomian yang sehat apabila rasio utang terhadap

    PDB kurang dari 60% dan defisit anggaran tidak

    melebihi -3% GDP. Bagi negara maju yang memiliki

    cadangan devisa besar, rasio utang terhadap PDB

    dapat ditoleransi menjadi maksimal 90%.

    Kondisi beberapa negara maju tersebut mengajarkan

    pentingnya Indonesia mengendalikan pinjaman luar

    negeri melalui penerbitan Surat Berharga Negara

    (SBN) meskipun peringkat investasi membaik. Peran

    pembiayaan defisit APBN melalui penerbitan SBN

    semakin meningkat. Defisit APBN-P 2011 yang

    mencapai Rp. 150,8 triliun dibiayai dari penerbitanSBN sebesar Rp. 126,6 triliun. Kepemilikan SBN

    domestik oleh pihak asing mencapai sekitar 31% pada

    akhir September 2011. Hal yang melegakan adalah

    sekitar 65% SBN yang dimiliki asing bertenor jangka

    panjang (lebih dari 5 tahun). Meskipun hal tersebut

    menunjukkan tingginya kepercayaan asing terhadap

    prospek ekonomi Indonesia , kiranya peran investor

    domestik perlu ditingkatkan dalam penyediaan danajangka panjang.

    Kedisiplinan menjaga defisit anggaran bukanlah

    penghambat akselerasi pertumbuhan. Komposisi

    anggaran yang lebih memberikan ruang bagi belanja

    modal kiranya menjadi kunci. Penggunaan anggaran

    yang condong kepada belanja pegawai dan

    operasional hanya meningkatkan permintaan

    domestik. Penguatan investasi sebagai sumber

    pertumbuhan yang terjadi selama dua tahun terakhir

    ini perlu terus dijaga agar pertumbuhan ekonomi

    mencapai 7% pada tahun 2014. Untuk itu sinergi

    anggaran belanja APBN 2012 dan APBD 2012 yang

    mendorong pembangunan infrastruktur sudah

    merupakan keharusan. Mari mulai laksanakan MP3EI

    di tahun 2012, jangan tunda ! (BHR)

    Indikator Nov2011Okt2011 Indikator

    Okt2011

    Sept2011

    Inflasi (% yoy) 4,15% 4,42% Utang Pemerintah* (USD milyar) 200,12 198,90

    Indeks Harga Saham Gabungan 3.715,08 3.569,78 Ekspor (USD miliar) $16,80 $17,54

    Harga Minyak ICP (USD per barel) 112,94 109,25 Impor (USD miliar) $15,65 $15,17

    Indeks Harga Perdagangan Besar 184,94 184,64 Wisatawan Mancanegara (ribu orang) 656,0 650,1

    Cadangan Devisa* (USD milyar) $114,503 $113,96 Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) 12,36 12,39

    Nilai Tukar Petani 105,64 105,51 Belanja Negara APBN 2012 (Rp. Tr)* 1.435,4

    Nilai Tukar (Rp/USD) 9.170 8835 Pendapatan Negara dan Hibah APBN 2012 (Rp. Tr)* 1.311,4

    Pertumbuhan Ekonomi Tw.III-2011 (%) 6,50 PDB Nominal Tw III-2011 (Rp. Triliun) 1.923,6

    Tingkat Pengangguran (Aug. 2011) (%) 6,56 Defisit NPI Tw III-2011 (USD miliar) 3,96

    *kumulatif , NPI : Neraca Pembayaran Indonesia,

    Indikator Ekonomi

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 1

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    4/20

    Perkembangan Ekonomi Makro

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 2

    PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR

    Neraca perdagangan Indonesia Oktober 2011 mencapai

    nilai terendah sepanjang tahun 2011 yaitu US$ 1,2 miliar.

    Selama periode Januari-Oktober 2011 surplus

    perdagangan Indonesia mencapai US$ 23,3 miliar dengan

    surplus nonmigas sebesar US$ 22,6 miliar dan surplusmigas sebesar US$0,7 miliar.

    Kinerja ekspor Indonesia hingga Oktober 2011 masih

    menguat. Kurun waktu Januari-Oktober 2011 ekspor

    mencapai US$ 169 miliar atau tumbuh 34,9% (yoy) yang

    terdiri dari ekspor nonmigas sebesar 30,4% (yoy) dan

    migas sebesar 56,2% (yoy). Namun demikian, secara

    bulanan, total ekspor kembali turun sebesar 4,2% (mtm)

    setelah pada bulan sebelumnya turun 4,5% (mtm).

    Penurunan ekspor terjadi pada komoditas migas sebesar

    26,3% (mtm) dengan penurunan terbesar terjadi pada

    komoditas gas sebesar 29,2% (mtm).

    Barang-barang industri mendominasi ekspor nonmigas

    Indonesia selama periode Januari-Oktober 2011.

    Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan

    sebesar 36,1% (yoy) diikuti oleh industri 30,3% (yoy) dan

    pertanian 2,6% (yoy). Sektor pertambangan menunjukkan

    kinerja yang baik dilihat dari pertumbuhan ekspor hingga

    Oktober 2011 yang lebih tinggi dibandingkan periode yang

    sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, pertumbuhan

    ekspor sektor pertanian jauh lebih rendah dibandingkan

    periode yang sama tahun 2010 (grafik 1).

    Berdasarkan jenis komoditas, nilai ekspor 10 komoditas

    utama nonmigas mengalami peningkatan. Komoditas

    yang mengalami pertumbuhan nilai ekspor terbesar

    adalah karet dan barang dari karet sebesar 66,6% (yoy)

    untuk periode Januari-Oktober 2011. Secara bulanan,

    peningkatan ekspor terbesar Oktober 2011 terjadi pada

    mesin-mesin atau pesawat mekanik yaitu 65,4% (mtm).

    Dilihat dari nilai ekspor, nilai ekspor terbesar komoditas

    nonmigas antara lain bahan bakar mineral, lemak dan

    minyak hewan/nabati, serta karet dan barang dari karet.

    Impor selama Januari-Oktober 2011 telah mencapaiUS$145,7 miliar atau naik 33% (yoy). Kenaikan tertinggi

    adalah impor migas sebesar 54% (yoy) diikuti impor

    nonmigas sebesar 27,8% (yoy). Bahan baku/penolong

    masih mendominasi impor Indonesia (grafik 2). Selama

    Januari-Oktober 2011, impor bahan baku/penolong

    mencapai US$108,2 miliar atau naik 36,1% (yoy). Impor

    barang modal dan konsumsi juga mengalami peningkatan

    masing-masing 19,5% dan 39,8% (yoy). Namun demikian,

    bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010,

    kenaikan impor ketiga barang tersebut pada tahun 2011

    ternyata lebih rendah. Pertumbuhan terendah terjadi pada

    impor barang modal.

    Selama Januari-Oktober 2011, Cina menjadi negara

    utama tujuan ekspor nonmigas dengan pangsa pasar

    12,7% dan mengalami peningkatan 61,4% (yoy). Jepang

    dan Amerika masih menjadi negara tujuan ekspor

    nonmigas dengan pangsa pasar 11,3% dan 9,8%.

    Diversifikasi pasar tujuan ekspor nonmigas Indonesia

    terus berlangsung. Ekspor nonmigas Indonesia ke India

    berada pada posisi keempat dengan pangsa pasar

    8,28% dan meningkat 44% (yoy). Meskipun bukan

    merupakan negara utama tujuan ekspor, selama Januari-Oktober 2011, ekspor ke Taiwan dan Australia meningkat

    cukup signifikan masing-masing 33,4% (yoy) dan 40,1%

    (yoy). Dari sisi impor, telah terjadi pergeseran negara

    asal impor non migas Indonesia dimana terjadi lonjakan

    impor dari India 65,4%, Perancis 45,9%, dan Thailand

    42,8% (yoy). Sementara China tetap merupakan negara

    asal impor utama dengan pangsa sebesar 18,5% yang

    meningkat 30,2% (yoy).

    Dalam menghadapi krisis keuangan global, salah satu

    upaya pokok yang harus dimasukkan dalam garis besar

    kebijakan perekonomian yaitu meningkatkan daya saing

    ekspor. Kementerian Perdagangan telah mempersiapkan

    empat pilar utama arah kebijakan perdagangan,

    diantaranya (1) Penguatan Pasar Dalam Negeri , salah

    satunya melalui menjadikan pasar domestik sebagai

    guaranteed market bagi produk dalam negeri (2)

    Menjaga pertumbuhan ekspor, melalui strategi

    diversifikasi pasar eskpor, optimalisasi peran perwakilan

    perdagangan di luar dan kemampuan komunikasi aparat

    (3) Stabilisasi Pasokan dan Harga Barang Pokok (4)

    Penguatan Organisasi. (TKA)

    2

    1

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    5/20

    Perkembangan Ekonomi Makro

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 3

    PERKEMBANGAN INFLASI

    Secara umum tekanan inflasi masih mengikuti tren

    menurun, meskipun pada November 2011 meningkat

    dibanding bulan sebelumnya. Inflasi IHK tercatat

    0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy), setelah bulan

    sebelumnya mengalami deflasi sebesar -0,12% (mtm)atau 4,42% (yoy).

    Setelah mengalami deflasi dalam dua bulan terakhir,

    kelompok volatile foodmulai memberikan tekanan inflasi

    seiring kenaikan harga yang signifikan terutama beras

    dan cabai merah. Inflasi kelompok volatile food pada

    bulan November 2011 tercatat sebesar 0,72% (mtm)

    atau 4,76% (yoy). Kendati di akhir tahun produksi

    domestik beberapa komoditas pangan utama

    mengalami penurunan, pasokan komditas pangan dari

    impor secara umum membantu menahan tekanan

    harga pangan lebih lanjut.

    Secara spasial, inflasi bahan pangan cukup tinggi

    terutama terjadi di Jawa dan Jakarta. Kenaikan harga

    tersebut dipicu oleh produksi di beberapa daerah

    penghasil di Jawa yang mulai berkurang karena kondisi

    cuaca dan siklus musiman (memasuki musim tanam

    beras). Tambahan pasokan impor beras yang cukup

    besar ini membantu pelaksanaan kebijakan penyaluran

    RASKIN dan Operasi Pasar (OP) dan dapat menahan

    akselerasi kenaikan harga beras lebih lanjut. Kenaikan

    harga beras mencapai sekitar 1,1% (mtm) dengan

    sumbangan pada inflasi sebesar 0,06% (mtm). Denganmempertimbangkan bahwa bobot inflasi Jawa yang

    cukup besar, perkembangan inflasi sub-kelompok

    padi-padian khususnya komoditas beras di Jawa yang

    cenderung lebih tinggi dan berpotensi berlanjut di

    bulan Desember perlu mendapat perhatian khusus.

    Oleh karena itulah upaya stabilisasi harga pangan

    perlu difokuskan di wilayah Jawa.

    Inflasi volatile foodbulan November juga bersumber dari

    komoditas perishable yaitu cabai seiring musim

    penghujan yang mengalami penurunan produksi,

    sehingga memberikan sumbangan inflasi cukup

    tinggi (0,09%, mtm). Beberapa komoditas bumbu

    terutama bawang merah dan bawang putih masih

    terus mengalami penurunan harga, sehingga dapat

    menahan tekanan inflasi kelompok volatile food.

    Penurunan harga bawang merah dan bawang putih

    menyumbang deflasi masing-masing sebesar 0,01%karena pasokan yang melimpah baik dari panen di

    daerah sentra produksi dan tambahan pasokan impor.

    Penurunan harga komoditas tersebut diperkirakan

    semakin terbatas karena level harganya sudah cukup

    rendah.

    Tekanan inflasi inti masih cukup moderat karena

    ditopang oleh kondisi supply-demand domestik yang

    kondusif dan ekspektasi yang membaik, walaupun

    tekanan dari eksternal seperti harga emas yang

    meningkat dan nilai tukar yang sedikit terdepresiasi.

    Inflasi inti mencapai 0,31% (mtm) atau 4,44% (yoy),

    setelah bulan lalu tercatat 0,12% (mtm) atau 4,43%

    (yoy). Sampai saat ini, sisi penawaran komoditas inti

    diperkirakan masih memadai untuk merespon dinamika

    permintaan. Hal ini terindikasi dari kapasitas utilisasi

    industri manufaktur yang masih dalam level yang

    moderat yaitu dibawah 75%.

    Ekspektasi inflasi juga menunjukkan tren yang membaik

    seperti yang dirilis oleh Hasil Consensus Forecast

    November menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi tahun

    2011 dan 2012 cenderung turun masing-masing turundari 5,50% menjadi 5,40% dan dari 5,70% menjadi

    5,30%. Ekspektasi inflasi yang membaik juga terlihat di

    pasar keuangan sebagaimana tercermin pada yield

    spread obligasi yang terpantau menurun. Namun,

    ekspektasi inflasi di sektor riil khususnya pada level

    pedagang masih menunjukkan adanya sedikit

    peningkatan. Tekanan eksternal inflasi bulan November

    sedikit meningkat, meskipun masih terbatas pada

    kenaikan harga emas. Kenaikan harga emas global

    sekitar 4,1% (mtm), sementara emas perhiasan

    domestik naik lebih tinggi mencapai 5,1% (mtm).

    Disagregasi Inflasi 3 Consensus Forecast4

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    6/20

    Resiko

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 4

    Perkembangan Ekonomi Makro

    Inflasi Inti, Emas Perhiasan & Inti Kecuali Emas

    Respon kenaikan harga domestik yang lebih besar

    tersebut ditengarai selain disebabkan oleh kecenderungan

    nilai tukar Rupiah yang melemah (1,50%, mtm) juga

    karena permintaan yang masih tinggi. Jika komoditas

    emas tidak diperhitungan, inflasi inti (kecuali emas)

    tercatat cukup rendah yakni 0,14% (mtm) atau secaratahunan 3,75% (yoy).

    Kelompok administered prices mencatat inflasi yang

    rendah karena tidak ada pemicu berupa kebijakan

    administered prices strategis. Inflasi administered

    prices cukup rendah, yaitu 0,15% (mtm) atau 2,83%

    (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan bulan

    sebelumnya (0,16%, mtm dan 2,91%, yoy).

    Sumbangan inflasi terutama berasal dari komoditas

    rokok kretek dan bahan bakar rumah tangga yang

    masing-masing menyumbang minimal sebesar 0,01%.

    Sumbangan inflasi dari komoditas rokok tersebut lebihrendah dibanding rata-rata historisnya yaitu sekitar 0,03%.

    Mencermati perkembangan inflasi sampai dengan

    November yang cenderung rendah dan kemungkinan

    berlanjut pada Desember, maka inflasi IHK untuk

    keseluruhan tahun 2011 diperkirakan bisa ke bawah dari

    rentang sasaran inflasi 5% 1%. Pada sisi eksternal,

    perekonomian dunia yang melambat berdampak pada

    tren penurunan harga global, sehingga menurunkan

    tekanan imported inflation.

    Selain itu, tekanan inflasi yang rendah juga disebabkan

    oleh pasokan pangan yang memadai, pertama pasokan

    impor diperkirakan meningkat dan kedua, pasokan

    domestik meningkat terutama sub-kelompok aneka

    daging serta tekanan inflasi administered prices masih

    minimal. Namun demikian, terdapat beberapa risiko

    yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi di

    Desember seperti tekanan depresiasi nilai tukar

    Rupiah, potensi lebih buruknya cuaca yang dapat

    menurunkan produksi terutama bahan pangan dan

    menghambat arus distribusi, serta kelangkaan BBM di

    sejumlah daerah terutama di luar Jawa karena kuota

    BBM bersubsidi yang sudah habis.

    (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi)

    Setelah penantian panjang selama 14 tahun, ekonomi

    Indonesia kembali meraih peringkat layak investasi

    menurut penilaian Fitch. Fitch Rating menaikkanperingkat surat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB-

    atau investment grade level. Kinerja perekonomian

    Indonesia yang tinggi dan tahan terhadap krisis menjadi

    alasan Fitch menaikkan peringkat, tetapi masih terdapat

    sejumlah permasalahan struktural yang disoroti. Eropa

    dan AS justru mengalami penurunan peringkat utang.

    Dengan kenaikan ini, Indonesia dianggap mampu untuk

    melunasi utang dan memberi dampak positif kepada

    perekonomian melalui aliran dana yang masuk ke

    Indonesia.

    Beberapa alasan peningkatan peringkat versi Fitch.

    Pertumbuhan PDB Indonesia melebihi proyeksi Fitch

    yang memperkirakan rata-rata PDB Indonesia tumbuh

    tidak lebih dari 6% hingga tahun 2013. Indonesia dapat

    mempertahankan keseimbangan eksternal dan tidak

    bergantung pada pendanaan eksternal jangka pendek

    sehingga membuat likuiditas eksternal lebih kuat. Selain

    itu, tren rasio utang terus turun dari 26% pada tahun

    2010 menjadi 25% pada tahun 2011. Namun, kondisi

    struktural di Indonesia saat ini jauh di bawah rata-rata

    negara Investment Grade yaitu: pendapatan perkapita

    sebesar USD 3,600 dari rata-rata USD 9,800;

    penerimaan fiskal terhadap PDB 17% dari rata-rata 33%;

    pasar keuangan yang dangkal sehingga jika terjadi

    sentimen negatif membuat pasar modal kering secara

    cepat; infrastruktur yang belum cukup memadai untuk

    menunjang sektor riil; dan masalah korupsi dimana IPK

    masih 3 dari rata-rata 5,8.

    Investment Grade diperkirakan akan meningkatkan FDI

    sebesar 1% terhadap PDB atau sekitar USD 9 miliar.

    Aliran dana ini akan meningkatkan likuiditas, sehingga

    membuka peluang bagi perbankan untuk menurunkansuku bunga. Cost of borrowingmenjadi lebih rendah dan

    dapat dimanfaatkan sektor riil melalui pengembangan

    infrastruktur dengan tujuan pertumbuhan di sektor

    manufaktur. Selain itu, Investment Grade membuat

    volatilitas Rupiah lebih mudah untuk dikendalikan karena

    sifat capital inflow berubah dari jangka pendek menjadi

    spekulatif jangka panjang. (AFA)

    Fitch Rating: Indonesia Investment

    Grade

    5

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    7/20

    Perkembangan Ekonomi Internasional

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 5

    memperoleh manfaat dari pekerja migran secara

    mutualisme. Pekerja migran bagi negara pengirim

    memberikan manfaat remitansi dan mengentaskan

    kemiskinan secara mutualisme, sedangkan bagi negara

    penerima memperoleh manfaat tenaga kerja untuk turut

    menggerakan perekonomian. Dengan masuknya

    pembahasan pekerja migran di tingkat PBB diharapkanperlindungan hak-hak bagi pekerja migran dapat

    diperjuangkan secara lebih intensif. Intervensi Indonesia

    terkait pekerja migran ini mendapat tentangan dari

    delegasi India karena dianggap sebagi isu yang tidak

    terlalu relevan dan penting bagi semua negara anggota

    UNESCAP. Sementara dukungan mengalir dari Iran dan

    Pakistan. China pun turut memberikan jalan tengah agar

    isu pekerja migran tetap dapat diakomodasi dalam

    agenda pembahasan sidang UNESCAP.

    Secara keseluruhan, sidang kedua UNESCAP sepakat

    untuk memberi fasilitas pada koordinasi antar wilayahdalam rangka menciptakan keseimbangan pertumbuhan

    ekonomi melalui peningkatan permintaan domestik dan

    daya tahan terhadap gejolak ekonomi baik akibat krisis di

    kawasan utara maupun bencana alam di kawasan

    selatan. Dampak banjir di Thailand dan Phillippine yang

    signifikan pada perlambatan ekonomi pun diungkap

    dalam sidang memancing empati dari semua negara

    anggota.

    Di tengah sidang kedua, UNESCAP mengundang

    ekonom AS pemenang Nobel 1999, Prof. Robert Mundell

    yang terkenal dengan karya keseimbangan agregat danobservasi mendalam pada dinamika nilai tukar. Prof.

    Mundell menjelaskan dalam sesi distinguished lecture

    bahwa dinamika ekonomi telah mengubah polarisasi

    mata uang yang menjadi rujukan nilai tukar. Nilai emas di

    pasar yang berlipat dari nilai rujukan untuk nilai tukar

    memicu gejolak ekonomi dan saat ini kekuatan ekonomi

    Asia seperti China akan menambah polarisasi nilai tukar

    dunia, tidak hanya Dollar dan Euro tetapi juga Renmimbi.

    EP2

    LAPORAN SIDANG PBB KOMISI EKONOMI

    DAN SOSIAL DI ASIA PASIFIC

    (UNITED NATION ECONOMIC AND SOCIAL

    COMMISION FOR ASIA AND PACIFIC)

    DAMPAK BANJIR THAILAND

    Awal Desember 2011, salah satu komite UNESCAP

    (United Nation Economic and Social Commision for Asia

    and Pacific), lembaga PBB yang fokus pada isu kebijakan

    makroekonomi, pengentasan kemiskinan dan

    pembangunan inklusif di kawasan Asia-Pasifik menggelar

    sidang 2-tahunan kedua (second session) di United

    Nation Conference Center (UNCC) Bangkok, Thailand.

    Beberapa isu krusial dibahas dalam 2 hari sidang meliputi

    (1) tantangan kebijakan merespon dinamika kondisi

    ekonomi global yang melambat dan bencana alam di

    kawasan Asia Tenggara, (2) kebijakan pengentasan

    kemiskinan dan pembangunan inklusif untuk mengatasi

    inflasi, (3) mempercepat pencapaian MDG di kawasan,

    dan (4) isu sesuai kebutuhan negara anggota sepertikawasan tak berpantai (landlocked) yang memerlukan

    akses logistik.

    Sidang dihadiri oleh 43 perwakilan negara dan berbagai

    lembaga internasional seperti IMF, ADB, WorldBank, dan

    sebagainya menekankan spirit korporasi dalam

    mengadopsi respon kebijakan dan pandangan dari

    negara-negara anggota yang akan diteruskan pada

    sidang-sidang PBB level di atasnya tahun depan. Sidang

    pun menyepakati 7 bahasan termasuk agenda sidang

    ketiga yang akan digelar 2 tahun mendatang. Dalam

    sidang tersebut, tim delegasi Indonesia yang diwakili oleh

    Kementeriaan Koordinator Bidang Perekonomian dan

    perwakilan tetap pada UNESCAP dari Kantor Kedubes RI

    di Bangkok terpilih sebagai vice-chair.

    Intervensi pemerintah Indonesia dalam sidang kedua

    UNESCAP ada dua hal. Pertama, memperluas cakupan

    pembangunan sektor pertanian yang disepakati menjadi

    salah satu program utama untuk mendorong pertumbuhan

    ekonomi domestik melalui keseimbangan antar daerah.

    Indonesia mengusulkan pembangunan sektor pertanian

    mencakup pula perikanan, hortikultura dan peternakan

    karena ketiga hal tersebut termasuk sektor menjadi mata

    pencaharian negara-negara kawasan tropis dan

    kepulauan seperti di Asia-Pasifik. Nelayan, petani dan

    peternak Indonesia juga perlu mendapat perhatian karena

    sumber kemiskinan seringkali terjadi di kawasan tersebut

    karena berlaku pola kerja musiman. Seperti misalnya

    gangguan cuaca ekstrim yang menghalangi nelayan

    melaut menghambat kesempatan memperoleh

    penghasilan, sehingga perlu memberikan tambahan

    ketrampilan.

    Intervensi kedua dari Indonesia adalah menjadikan isupekerja migran sebagai agenda pembahasan di sidang

    ketiga UNESCAP tahun 2013. Alasan dari intervensi ini

    adalah menarik perhatian negara anggota yang

    memperoleh manfaat dari pekerja migran secara

    Sejak Juli 2011, Thailand menghadapi banjir terbesar

    selama 70 tahun terakhir. Angin topan dan hujan yang

    terus menerus dalam triwulan III dan IV-2011 telah

    menyebabkan banjir tidak hanya melanda sebagian

    besar kawasan di Thailand tetapi juga negara ASEAN

    lainnya seperti Kamboja, Laos, Filipina dan Vietnam.

    Namun, volume dan dampak banjir terbesar dirasakan

    oleh Thailand. Temuan awal kerugian yang dialamiThailand akibat banjir US $ 45,7 miliar. Sekitar 90%

    kerugian dialami oleh sektor swasta.

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    8/20

    Perkembangan Ekonomi Internasional

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 6

    UNESCAP memperkirakan banjir Thailand menyebabkan

    penurunan PDB 2011 sekitar -1,3%, penurunan

    keseimbangan transfer berjalan -0,8% terhadap PDB dan

    mendorong inflasi 0,1% pada negara tersebut. Sedangkan

    Bank Dunia memperkirakan penurunan PDB 2011

    sebesar -1,1%. Selain itu, Bank Dunia juga

    memperkirakan proses pemulihan membutuhkan waktu

    sekitar 2 tahun. Sehingga, pemulihan paska banjir pada

    tahun 2012 dan 2013 akan berkontribusi pada

    pertumbuhan ekonomi masing-masing 0,2% dan 0,9%.

    Tabel 1. Proyeksi Dampak Ekonomi dari Banjir 2011

    Negara PDB Transfer Berjalan

    (% PDB)

    Inflasi

    Thailand -1,3 -0,8 0,1

    Laos -0,3 Tidak signifikan (TS) 0,3

    Filipina -0,3 TS 0,2

    Myanmar -0,3 TS TS

    Kamboja -0,2 -0,1 0,2

    Vietnam TS TS 0,1Sumber: Proyeksi ESCAP

    Banjir yang melanda Thailand diantaranya mempengaruhi

    sektor pertanian, manufaktur, pariwisata, rumah tangga

    dan investasi. Asia Tenggara terutama Thailand

    merupakan produsen beras terbesar yaitu 20% produksi

    global dan 60% ekspor global. Banjir di kawasan tersebut

    diperkirakan menyebabkan penurunan produksi beras

    regional 7% dan global 1,4%. Bank Dunia memperkirakansektor pertanian Thailand mengalami kerugian sekitar US

    $ 1,3 miliar.

    Sektor manufaktur merupakan sektor yang mengalami

    kerugian terbesar. Bank Dunia memperkirakan kerugian

    sektor ini sebesar US $ 32 miliar. Hal ini disebabkan banjir

    yang melanda kawasan Timur Thailand, Provinsi Rayong

    tepatnya kawasan industri Ayutthaya. Banjir Thailand

    diantaranya diperkirakan mempengaruhi harga komputer

    dan otomotif. Karena Thailand merupakan negara

    produser hard disk drive terbesar kedua di dunia dan

    memproduksi sekitar 1,8 juta unit kendaraan dan autopartsper tahun.

    Dampak banjir juga menimpa sektor pariwisata karena

    belum teratasi sepenuhnya pada triwulan IV yang

    merupakan puncak kunjungan wisatawan. Selain itu,

    banjir juga melanda kawasan tujuan pariwisata utama

    seperti Bangkok dan Ayutthaya. Jumlah wisatawan pada

    triwulan IV 2011 diperkirakan turun sebesar 15-20%.

    Kerugian sektor pariwisata Thailand menurut perkirakan

    Bank Dunia sekitar US $ 3 miliar.

    Biaya banjir juga dirasakan oleh unit rumah tangga. Selain

    korban jiwa dan luka, kerugian material juga tidak sedikit.

    Kerugian material mencakup biaya kerusakan perabot

    rumah tangga dan biaya kebersihan dan perbaikan banjir.

    Kerugian material yang dirasakan rumah tangga

    diperkirakan sekitar US $2,7 miliar.

    Banjir juga mempengaruhi iklim investasi Thailand.

    Selama ini, Thailand merupakan salah satu negara

    dengan iklim investasi yang menjanjikan. BerdasarkanSurvei Doing Business 2012, Thailand menempati posisi

    17 dari 183 negara. Namun, kerusakan akibat banjir

    khususnya kerusakan infrastruktur dapat mengganggu

    iklim investasi. Selain itu, risiko banjir di masa depan

    dapat menurunkan minat investasi terutama investasi

    asing.

    Luapan banjir tampak mulai surut sejak November 2011.

    Namun proses rekonstruksi dari kerusakan banjir baru

    dimulai. Bank Dunia memperkirakan proses rekonstruksi

    Thailand membutuhkan waktu sekitar 36 bulan. BankDunia juga memperkirakan sektor swasta dan pemerintah

    membutuhkan sekitar THB 798 miliar mencakup konsumsi

    pemerintah sebesar THB 389 miliar selama tahun fiskal

    2012-2014. Sehingga diperkirakan pada tahun fiskal

    2013, konsumsi pemerintah untuk rekonstruksi banjir

    sekitar 8,8% dari total pendapatan pemerintah. Besarnya

    biaya rekonstruksi tersebut juga bertujuan untuk

    meningkatkan ketahanan terhadap risiko banjir di masa

    depan.

    Sebagai upaya pemulihan ekonomi paska banjir, pada

    akhir bulan November 2011 Bank Sentral Thailandmemangkas suku bunga. Penurunan suku bunga

    sebanyak 25 basis poin menjadi 3,25%. Menurut Bank

    Sentral Thailand, penurunan suku bunga merupakan

    upaya mengembalikan kepercayaan pelaku usaha. Selain

    itu, penurunan suku bunga juga bertujuan untuk

    mendorong pertumbuhan kredit.

    Sebagai upaya membantu pemulihan ekonomi Thailand,

    Bank Dunia dan GFDRR (Global Facility for Disaster

    Reduction and Recovery) bekerjasama dengan pihak

    pemerintah dan swasta di Thailand melakukan prosesrekonstruksi sejak 25 November 2011. Upaya pemulihan

    jangka pendek diantaranya berupa transfer uang tunai

    kepada pihak yang paling membutuhkan seperti petani

    serta peningkatan akses kredit bagi sektor manufaktur.

    Sedangkan dalam jangka panjang, rekonstruksi

    mencakup pembangunan infrastruktur termasuk

    perencanaan kota, sistem antisipasi banjir dan sistem

    peringatan awal bencana banjir. (RA)

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    9/20

    Perkembangan APBN

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 7

    pemakaian batubara sebagai input pembangkit listrik.

    Sedangkan untuk pos transfer ke daerah juga mengalami

    peningkatan, khususnya untuk Dana Alokasi Khusus

    yang sebelumnya hanya 3,2% dari total transfer ke

    daerah menjadi 5,6% di tahun 2012.Selanjutnya, dalam

    rangka membiayai defisit anggaran, kebijakan umum

    pembiayaan yang akan ditempuh ialah mengutamakan

    pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri, mencari

    sumber pembiayaan yang berisiko rendah, mengurangi

    rasio utang terhadap PDB, serta memanfaatkan utang

    untuk kegiatan produktif.

    Tantangan serta Upaya Mitigasi Krisis

    Salah satu permasalahan fiskal yang dihadapi Indonesia

    ialah daya serap anggaran yang masih belum optimal,

    yaitu berkisar rata rata hanya 87,7% untuk belanja

    kementerian/lembaga. Oleh sebab itu, berbagai faktor

    penyebab seperti masalah internal kementerian sertarumitnya mekanisme pengadaan akan segera diatasi.

    Tabel 2. Ringkasan Postur APBN 2012

    Tabel 3. Asumsi Makro APBN 2012 dan Proyeksi APBN 2012

    Asumsi makro APBN2012

    Proyeksi APBN2012

    - Pertumbuhan ekonomi6,5 - 6,7 persen

    - Pendapatan NegaraRp 1300 triliun

    - Inflasi 5,3 persen - Defisit 1,53 persendari PDB atau Rp 124triliun

    - Bunga SPN 6,5 persen 6 persen

    - Nilai tukar Rp 8,800 perdollar

    - Harga minyak USD 90

    per barrel- Lifting 950 ribu barrel

    per hari

    2011

    A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 1.169,9 1.292,9 1.311,4 18,5 141,5

    I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1.165,3 1.292,1 1.310,6 18,5 145,3

    1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 878,7 1.019,3 1.032,6 13,2 153,9

    Tax Ratio (% thd PDB IHK) 12,2 12,55 12,72 0,16 0,56

    2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 286,6 272,7 278,0 5,3 (8,6)

    II. PENERIMAAN HIBAH 4,7 0,8 0,8 0,0 (3,8)

    B. BELANJA NEGARA 1.320,8 1.418,5 1.435,4 16,9 114,7

    I BELANJA PEMERINTAH PUSAT (K/L & Non K/L) 908,2 954,1 965,0 10,9 56,8

    A. Belanja K/L 461,5 476,6 508,4 31,7 46,9

    B. Belanja Non K/L 446,7 477,5 456,6 (20,9) 9,9Tambahan Anggaran 0,0 0,0 12,5 12,5 12,5

    - Non Pendidikan 0,0 0,0 9,1 9,1 9,1

    - Pendidikan untuk K/L 0,0 0,0 3,4 3,4 3,4

    II. TRANSFER KE DAERAH 412,5 464,4 470,4 6,0 57,9

    1. Dana Perimbangan 347,5 394,1 400,0 5,8 52,4

    a. Dana Bagi Hasil 96,8 98,5 100,1 1,6 3,3

    b. Dana Alokasi Umum 225,5 269,5 273,8 4,3 48,3

    2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 65,0 70,2 70,4 0,2 5,5

    C. DEFISIT ANGGARAN (A - B) (150,8) (125,6) (124,0) 1,6 26,8

    % Defisit Terhadap PDB - IHK (2,1) (1,55) (1,53) 0,02 0,56

    D. PEMBIAYAAN (I + II) 150,8 125,6 124,0 (1,6) (26,8)

    I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 153,6 125,9 125,9 0,0 (27,7)

    II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) (2,8) (0,3) (1,9) (1,6) 0,9

    1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 56,2 56,0 54,3 (1,7) (1,9)

    a.l Pinjaman Program 19,2 16,9 15,3 (1,6) (3,9)

    2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (47,2) (47,3) (47,3) 0,0 (0,0)

    KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN 0,0 0,0 (0,0) (0,0) (0,0)

    Selisih thd

    APBN-P 2011

    2012

    URAIANAPBN-P RAPBN APBN

    Selisih thd

    RAPBN

    Pada dasarnya, sama seperti kebijakan lainnya, kebijakan

    fiskal juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

    Dalam pengimplementasiannya, kebijakan fiskal jugaberfungsi sebagai stabilisator dengan keputusannya

    apakah akan menerapkan kebijakan yang ekspansif atau

    kontraktif. Di tengah ancaman timbulnya dampak rambatan

    krisis global, maka kebijakan fiskal di tahun 2012 akan

    cenderung bersifat ekspansif dengan cara

    mengoptimalkan belanja sehingga dapat menstimulus

    permintaan agregat.

    Arah APBN 2012

    Arah kebijakan fiskal yang dicanangkan oleh Kementerian

    Keuangan untuk tahun 2012 adalah memberikan

    dorongan terhadap perekonomian seraya memelihara

    stabilitas ekonomi, dengan tetap menjaga

    keberlangsungan fiskal. Visi ini kemudian didukung

    dengan strategi utama yaitu meningkatkan kualitas belanja

    negara dengan cara mendorong efisiensi belanja

    pemerintah pusat serta transfer ke daerah dan dengan

    pengendalian defisit APBN yang ditargetkan akan berada

    pada kisaran 1,5% dari PDB. Strategi lainnya yang juga

    dilakukan adalah mengoptimalkan pendapatan negara

    dengan tetap mempertimbangkan iklim dunia usaha serta

    mengusahakan pengurangan utang secara bertahap dan

    mencari sumber pembiayaan yang berisiko rendah.

    Di sisi penerimaan, pemerintah menargetkan akan

    mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 1.300 triliun

    dimana 80%-nya (Rp. 1.302) berasal dari penerimaan

    perpajakan. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah

    telah merencanakan sejumlah kebijakan perpajakan

    diantaranya melakukan esktensifikasi perpajakan (melalui

    sensus pajak nasional) dan intensifikasi melalui law

    enforcement.

    Untuk sisi belanja negara, pada tahun 2012 belanja negara

    meningkat sekitar 10% (Rp. 114,6 triliun) dengan proporsibelanja pusat sebesar 67,2% dan transfer daerah sebesar

    32,8%. Kegiatan belanja secara umum akan diarahkan

    kepada pembangunan infrastruktur untuk mendukung

    program MP3EI, peningkatan kemampuan pertahanan

    serta perluasan program perlindungan sosial. Kenaikan

    belanja secara total ini pun diikuti pos belanja pemerintah

    pusat, belanja kementerian/lembaga serta belanja modal

    yang naik cukup signifikan yaitu sebanyak Rp. 28,2 triliun

    yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

    Indonesia. Sebaliknya, belanja subsidi di tahun depan

    direncanakan akan menurun dari angka Rp. 237 triliunmenjadi Rp. 208,9 triliun. Penurunan alokasi belanja

    subsidi ini dicapai melalui rencana pembatasan konsumsi

    BBM bersubsidi serta peningkatan pasokan gas dan

    OBSERVASI KEBIJAKAN FISKAL

    TAHUN 2012

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    10/20

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    11/20

    Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 9

    Penerimaan negara dari mineral terdiri dari penerimaan

    negara bukan pajak dan penerimaan dari pajak.

    Besarnya royalti mineral tergantung pada Peraturan

    Pemerintah No.45 tahun 2003 dan untuk Kontrak Karya

    sesuai dengan yang tertera di kontrak. Untuk pajak

    badan besarnya 35% dari keuntungan perusahaan.

    Penerimaan negara dari batubara yaitu, berupa

    Penerimaan Negara Bukan Pajak (royalti/dana hasil

    produksi batubara-DHPB dan iuran tetap) dan

    Penerimaan Pajak. Royalti/DHPB untuk perusahaan

    perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara

    (PKP2B) besarnya 13,5% dari hasil produksi batubara,

    sedangkan untuk IUP lebih kecil yaitu 3-7% (sesuai

    kualitas) dari hasil produksi. Untuk pajak badan

    besarnya 35 45% dari keuntungan perusahaan.

    Sumber: DJMB 2011

    tidak banyak, yaitu dibawah 20% dilakukan di smelter

    Gresik. Bijih besi (IUP) dan Nikel (IUP) sebagian besar

    diekspor berupa bijih, sedangkan bauksit seluruhnya

    diekspor berupa bijih.

    Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2010

    Total Sumberdaya = 105,187 Miliar TonTotal Cadangan = 21,131 Miliar Ton ( 20,09% dari sumberdaya)Sumber Data: Badan Geologi, 2010

    SEKILAS TENTANG POTENSI DAN

    TANTANGAN PEMBANGUNAN SUMBER

    DAYA MINERAL

    Sumber daya mineral Indonesia walaupun prospektif tetapi

    sebenarnya jumlahnya terbatas. Eksplorasi Sumber daya

    mineral terus diusahakan untuk mengetahui danmenambah jumlah cadangannya. Begitu juga dengan

    produksi terutama tembaga, emas, perak, timah, nikel,

    besi, bauksit terus meningkat. Produksi mineral terutama

    dilakukan oleh perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Izin

    Usaha Pertambangan (IUP). Untuk sumber daya (potensi)

    batubara Indonesia saat ini 105,2 miliar ton (MT) dengan

    cadangannya sendiri mencapai 21,13 MT. Untuk tahun

    2011 direncanakan produksi batubara Indonesia sebesar

    327 juta ton dan terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan

    batubara dalam negeri saat ini sebesar 24% dari produksi,

    selebihnya sebesar 76% untuk ekspor. Produksi batubaraberasal dari BUMN sebesar 4%, Perjanjian Karya

    Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebesar

    77%, dan KP/IUP sebesar 19%.

    Mineral pembawa aluminium, antara lain bauksit menyebar

    di Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Bintan dan

    cadangannya menduduki nomor tujuh didunia. Sedangkan

    untuk endapan kaya nikel dan magnesium oksida terdapat

    di sebagian kepulauan Sulawesi, Maluku (Pulau Gag,

    Buton, dan Gebe). Potensi Nikel Indonesia merupakan

    12% cadangan dunia. Sementara itu endapan emas

    tersebar dari pegunungan di Sumatera, Jawa, NusaTenggara, Sulawesi, Halmahera dan Papua. Untuk

    endapan tembaga terdapat di Nusa Tenggara dan Papua.

    Cadangan potensi beberapa sumber daya mineral

    Indonesia dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

    Tabel 4. Sumber Daya dan Cadangan Mineral Indonesia

    Produksi mineral dalam hal ini tembaga sebagian besar

    berupa konsentrat untuk tujuan ekspor. Sedangkan

    konsentrat yang pengolahan dan pemurnian dalam negeri

    6

    7

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    12/20

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 10

    Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

    National Single Window(NSW) semua negara dimulai dari

    inisiatif Customs antar negara dalam forum WCO,

    ditujukan untuk memperbaiki proses customs releasedan

    clearance of cargoes di semua negara. Untuk memenuhi

    kesepakatan tersebut beberapa negara menindak lanjuti

    dengan mengembangkan layanan NSW di negaranya.

    Dalam menindaklanjuti NSW di ASEAN, maka disepakatipengembangan ASEAN Single Window (ASW), dengan

    basis semua negara ASEAN akan mengembangkan NSW

    di masing-masing negara untuk bisa bergabung

    Tantangan

    Pembangunan sumber daya mineral dan batubara

    menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan.

    Tumpang tindih pertambangan dengan perkebunan masih

    sulit untuk penyelesaiannya, meskipun wilayah

    pertambangan lebih dahulu melakukan perjanjian PKP2B.Beberapa tantangan antara lain pengolahan batu bara

    masih kurang berkembang dan pelaksanaan good mining

    practicedan pengawasan pengusahaan pertambangan di

    daerah belum optimal.

    Selain itu, infrastruktur untuk pertambangan masih belum

    memadai. Perusahaan tambang yang letaknya ditengah

    (jauh dari pantai) akan terkendala transportasi. Ada

    beberapa perusahaan tambang masih menggunakan

    jalan umum, sehingga kegiatan transportasi sering

    terganggu. Permasalahan utama pembuatan jalan dan

    fasilitas lain untuk pertambangan, selain jauh dari pantai, juga sulitnya melakukan pembebasan lahan karena

    tumpang tindih dengan perkebunan dan peruntukan

    lainnya. Terbatasnya jumlah dan kapasitas infrastruktur

    untuk kegiatan pertambangan akibat tidak adanya grand

    plan antar daerah untuk suatu kawasan, sehingga

    beberapa perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan

    pertambangan karena sulit untuk membangun

    infrastruktur. (Kedeputian ESDM dan Kehutanan,

    Kemenko Perekonomian)

    IMPLEMENTASI INDONESIA NATIONAL

    SINGLE WINDOW

    mengoperasikan ASW. Layanan Single Window, secara

    fisik adalah layanan OSS/One Stop Service, yang dalam

    hal ini sudah ditambah dengan fasilitas layanan virtual

    yang bisa dijalankan melalui internet.

    Untuk melaksanakan layanan single window, diperlukan

    kegiatan sistem layanan yang harus memenuhi syaratminimal "3 single". Pertama, Single Submission of data,

    yang artinya dalam proses internal harus dipergunakan

    data akurat sejak dimasukkan dan diproses

    berkesinambungan tanpa ada proses yang tidak dapat

    dijejaki dengan jejak audit, dan juga data yang sudah ada

    didalam sistem informasi pemerintah harus dapat

    dipergunakan dalam layanan bersama tanpa harus

    mengulang proses pendataannya. Hal ini berdampak

    harus ada interrelasi penggunaan data bersama antar

    semua lembaga negara, mulai dari data KTP hingga data

    perijinan dari semua, sehingga tidak diperlukan lagi

    penyerahan dokumen atau entry data yang sudah dimiliki

    oleh Pemerintah tanpa batasan entitas kementerian

    lembaga. Dengan penggunaan Teknologi Informasi dan

    Komunikasi TIK), maka masalah kerahasiaan data pelaku

    usaha yang dengan proses manual biasa menjadi issue,

    maka dengan terapan standar NSW dapat dilakukan

    pengamanan akses data yang lebih sempurna, karena

    data antar kementerian lembaga dapat di verifikasi antar

    sistem hanya oleh mereka yang berhak, tanpa isinya

    dapat diketahui atau dibocorkan secara mudah tanpa jejak

    oleh pejabat pelaksana proses. Dengan pendekatan tata

    kelola TIK maka peraturan tentang kerahasiaan informasi

    yang membatasi akses antar kementerian lembaga

    sebenarnya tidak lagi layak guna.

    Kedua, Single & synchronous processing, yaitu proses

    yang terjadi tanpa memandang batasan antar

    kementerian/ lembaga (harus sinkron) sehingga tidak

    terjadi duplikasi proses dan layanan karena proses hanya

    dijalankan oleh masing-masing kementerian/lembaga

    sesuai tupoksinya. Ketiga, Single Decision Making,

    diartikan dengan dalam proses layanan semua pembuatan

    keputusan memiliki kewenangan yang tunggal, sehingga

    duplikasi dalam tupoksi, kewenangan, aturan harus

    dihindarkan dan ditiadakan sehingga keputusan mudah

    dibuat, baik oleh sistem maupun pejabat pelaksana dalam

    menjalankan proses layanan single window.

    Dalam melaksanakan NSW, beberapa negara punya

    pendekatan berbeda, bagi mereka yang system informasi

    layanan publiknya sudah baik, maka NSW dapat

    dilaksanakan sendiri oleh Customs yang mendapat hak

    akses untuk memperoleh semua informasi yang

    diperlukan dari sistem layanan yang ada di kementerian/

    lembaga non customs. Namun bagi Indonesia, yangsecara fisik layanan komputer dilaksanakan dengan

    prosedur manual, dan masih belum memiliki kesatuan

    standar data dan sistem informasi pemerintahan, maka

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    13/20

    Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 11

    untuk menjalankan NSW diperlukan perbaikan dua

    kelompok informasi pendukung utama untuk

    terlaksananya layanan customs clearance & Cargo

    release yaitu sistem informasi perijinan perdagangan,

    sistem informasi peredaran dan perlindungan (BPOM dan

    Karantina), dan system informasi logistik /pergerakan

    barang di area pelabuhan.

    Kedua kelompok informasi tersebut dikenal sebagai

    Trade Net yang berupa informasi perijinan atas barang-

    barang import & export, dan PortNet yaitu informasi

    pergerakan barang di Bandar Udara dan Pelabuhan.

    Untuk menjalankan TradeNet adalah tidak mudah, karena

    pada awal NSW banyak yang tidak memenuhi syarat

    karena duplikasi aturan dll, yang membutuhkan

    harmonisasi data dan proses antar kementerian/lembaga,

    dan harmonisasi merupakan hal rutin yang harus

    dijalankan setiap terjadi pembuatan aturan perijinan

    karena akan mempengaruhi proses layanan TradeNet

    dan NSW.

    Untuk menjalankan PortNet juga tidak mudah, karena

    sebagian besar informasi tidak berada dalam kendali

    kementerian/lembaga, namun banyak diproses dan

    disimpan oleh para operator di Bandara dan Pelabuhan,

    sehingga untuk konsolidasi informasi perlu kemitraan

    komunitas pelabuhan. Indonesia pada tahun 2008

    menjadi Negara pertama yang menjalankan NSW

    sekaligus bersama dengan TradeNet dan PortNet agar

    NSW bisa jalan, yang kemudian menjadi model reformasilayanan publik di beberapa negara lain yang memiliki

    kondisi yang sama.

    Perkembangan lanjut NSW di beberapa negara termasuk

    Indonesia, meluas bukan hanya custom facilitation tapi

    berkembang menjadi Trade facilitation, sehingga tidak

    lagi dibatasi atas kegiatan customs, namun semua

    kegiatan terkait dengan kemudahan proses layanan

    perdagangan termasuk didalamnya layanan logistik.

    Sejak diberlakukannya NSW yang menjadi key success

    factor adalah melaksanakan reformasi birokrasi secara

    nyata berbasis teknologi informasi. (Kedeputian Industridan Perdagangan, Kemenko Perekonomian)

    LAPORAN BANK DUNIA:

    East Asia and Pacific Economic Update:

    Navigating Turbulence, Sustaining Growth

    Pada tanggal 1 Desember 2011, Kedeputian Bidang

    Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko

    Perekonomian mengadakan Forum Diagnosa Ekonomi(FDE). FDE kali ini membahas Laporan Bank Dunia

    East Asia and Pacific Economic Update: Navigating

    Turbulence, Sustaining Growth dengan pembicara

    Ekaterina Vostroknutova (Senior Economist East Asia

    and Pacific Region). Laporan tersebut menjelaskan

    perkembangan ekonomi selama enam bulan terakhir,

    respon kebijakan, dan kerentanan ekonomi negara-

    negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik (ATP) serta

    prioritas ekonomi jangka panjang.

    Pertumbuhan perekonomian negara-negara kawasan

    ATP diperkirakan sekitar 8,2% pada tahun 2011 danmenurun hingga 7,8% pada tahun 2012. Angka

    pertumbuhan tersebut terutama dipengaruhi oleh

    perkiraan pertumbuhan Cina 9,1% untuk 2011 dan 8,4%

    untuk 2012. Sedangkan pertumbuhan ekonomi kawasan

    ATP tanpa Cina diperkirakan tumbuh 4,7% pada tahun

    2011 dan 5,3% pada tahun 2012. Perekonomian

    Indonesia diperkirakan tumbuh lebih cepat dari rata-rata

    perekonomian kawasan yaitu 6,4% pada tahun 2011

    dan 6,3% pada tahun 2012.

    Perlambatan pertumbuhan ekonomi berbagai negara

    kawasan ATP diakibatkan melemahnya permintaan dari

    dalam dan luar negeri. Permintaan domestik menurun

    seiring dengan kebijakan normalisasi bidang fiskal dan

    moneter.. Kondisi ini sejalan dengan produksi sektor

    industri yang menurun di negara-negara dengan tingkat

    PDB menengah.

    Gejolak ekonomi di Eropa dan Amerika serta sentimen

    negatif atas perekonomian global menyebabkan

    permintaan eksternal kawasan ATP menurun. Ekspansi

    ekspor Cina, khususnya sejak bergabung dengan WTO,

    mulai menurun. Sebaliknya, tingkat impor Cina terus

    meningkat hingga mengejar tingkat impor Eropa

    sebagai importir terbesar kedua. Bahkan pemerintah

    Cina berjanji untuk menjaga tingkat impor untuk

    8

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    14/20

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 12

    Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

    seperti tingkat upah dan hubungan industrial. Sedangkan

    tingkat investasi dipengaruhi oleh belanja modal

    pemerintah dan perbaikan iklim investasi untuk

    mendorong investasi swasta. Khusus di Indonesia,

    tingkat investasi terhadap PDB masih dapat ditingkatkan.

    Bersamaan dengan hal tersebut, reformasi birokrasidibutuhkan untuk menarik minat investasi sektor swasta.

    (RA)

    mendorong perekonomian global tahun 2012. Hal

    tersebut memberikan dampak positif khususnya bagi

    negara-negara kawasan ATP. Namun, porsi impor Cina

    dari Indonesia relatif kecil dibandingkan negara kawasan

    ATP lainnya. Impor barang konsumsi dari Indonesia

    hanya 1,2% dari total impor barang konsumsi Cina.Risiko dampak langsung gejolak ekonomi Amerika dan

    Eropa terhadap tingkat ekspor negara-negara kawasan

    ATP relatif rendah. Karena sebagian besar perdagangan

    terjadi antar negara kawasan ATP. Tingkat ekspor

    barang-barang manufaktur khususnya elektronik,

    otomotif dan garmen relatif terjaga. Hal tersebut

    berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi negara-

    negara eksportir manufaktur kawasan ATP.

    Meskipun demikian, berdasarkan data historis, gejolak

    ekonomi global berisiko menurunkan tingkat ekspor

    kawasa ATP hingga 20%. Hal tersebut sejalan dengan

    meningkatnya tingkat interdependensi negara-negara

    dengan pasar global. Di saat yang bersamaan, negara-

    negara eksportir komoditas energi dan tambang tumbuh

    lebih cepat dari negara lainnya. Namun demikian perlu

    melakukan antisipasi mengingat harga komoditas di

    pasar internasional mulai menurun (meskipun harganya

    masih tinggi).

    Gejolak ekonomi dan sentimen negatif tidak hanya

    mempengaruhi perdagangan tetapi juga pasar finansial

    internasional. Sebagian negara mencanangkankebijakan normalisasi bidang moneter. Namun Indonesia

    merupakan negara pertama yang memangkas suku

    bunga acuan pada September 2011 dari 6,5% menjadi

    6%. Sedangkan otoritas moneter pada umumnya

    menahan laju pertumbuhan kredit untuk mengendalikan

    inflasi. Karena inflasi negara-negara kawasan ATP

    masih rendah namun tampak mengalami tren meningkat.

    Pada September 2011, cadangan devisa semua negara

    menurun akibat penarikan kembali investasi luar negeri

    dalam bentuk portofolio. Berkaitan dengan hal tersebut

    pemerintah harus mendorong minat penduduk terhadapportofolio domestik untuk menekan dominasi asing.

    Sehingga risiko capital outflow saat terjadi gejolak

    ekonomi dapat diminimalisasi.

    Dalam menghadapi tantangan gejolak perekonomian

    global, saran kebijakan Bank Dunia bagi pemerintah

    mencakup jangka pendek dan panjang. Kebijakan

    jangka pendek pemerintah terutama berupa stimulus

    fiskal untuk mengatasi penurunan permintaan eksternal

    sekaligus mendorong konsumsi sebagai komponen

    PDB. Sedangkan dalam jangka panjang, agenda

    pemerintah khususnya diarahkan untuk mendorongtingkat produktivitas dan investasi. Produktivitas faktor

    produksi khususnya tenaga kerja diantaranya

    dipengaruhi oleh kebijakan bidang ketenagakerjaan

    HARAPAN DAN PERMASALAHAN DARI

    SOSIALISASI KUR TKI TAHUN 2011

    Akhirnya selesai sudah rangkaian pelaksanaan

    sosialisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Tenaga

    Kerja Indonesia (TKI) tahun 2011 yang diselenggarakan

    di empat wilayah di tanah air (Flores Timur- lihat tulisan

    sebelumnya di Volume 1 Nomor 8 Agustus 2011- ;Indramayu; Banyuwangi; dan Banyumas) dan lima

    negara tujuan TKI yaitu Korea Selatan, Malaysia

    (Penang), Macau, Hongkong dan Singapura (penutup

    sosialisasi). Untuk pelaksanaan di dalam negeri,

    Kemenko Perekonomian bekerjasama dengan Bank BNI,

    Bank BRI, dan Bank Mandiri dalam penyelenggaraan

    sosialisasi dimaksud. Sedangkan untuk pelaksanaan

    sosialisasi di luar negeri, dilakukan lewat kerjasama

    antara Kemenko Perekonomian, perwakilan Indonesia di

    luar negeri dan perbankan nasional (BNI, Bank Rakyat

    Indonesia, Bank Mandiri).Seperti telah disampaikan dalam tulisan sebelumnya,

    KUR TKI adalah skema KUR yang disalurkan kepada TKI

    untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggung

    jawabnya dalam proses penempatan ke luar negeri.

    Tujuan utama KUR TKI diantaranya adalah mengurangi

    beban jumlah hutang yang harus dibayar oleh TKI serta

    membantu keuangan keluarganya sebelum mendapatkan

    remitansi. Hal ini mengingat suku bunga yang

    dibebankan kepada TKI relatif rendah yaitu maksimal 22

    persen effektif per tahun (setara dengan sekitar 12% flat

    per tahun) untuk pinjaman sampai dengan Rp 20 juta danmaksimal 14 persen effektif per tahun (setara dengan

    sekitar 7% flat per tahun) untuk pinjaman di atas Rp 20

    juta sampai dengan Rp 500 juta.

    Meskpiun tema besar dalam sosialisasi ini adalah KUR

    TKI, namun dalam pelaksanaan sosialisasi itu sendiri,

    disampaikan juga materi mengenai pelayanan

    perbankan dan produk lainnya untuk TKI serta ketentuan

    penempatan dan perlindungan TKI. Narasumber

    sosialisasi terdiri dari para pejabat Kemenko

    Perekonomian, BI dan perbankan nasional (Bank BNI,

    Bank BRI dan Bank Mandiri), serta Kementerian TenagaKerja dan Transmigrasi dan Badan Nasional Penempatan

    dan Perlindungan TKI.

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    15/20

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 13

    Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

    Dari pemantauan selama sosialisasi di sembilan lokasi

    tersebut, nampak sekali antusiasme dari para peserta

    baik dari kalangan calon TKI dan purna TKI (saat

    sosialisasi di dalam negeri), maupun TKI kita yang

    sedang berada diperantauan (saat sosialisasi di negara

    tujuan TKI). Disamping itu dukungan dari pimpinan

    daerah setempat (Bupati Flores Timur, Bupati Indramayu,

    Bupati Banyuwangi dan Bupati Banyumas) sangat

    membantu sehingga sosialisasi dapat berlangsung

    dengan lancar. Dukungan yang sama juga didapatkan

    dari perwakilan Republik Indonesia (KBRI di Seoul, KJRIdi Johor, KJRI di Hongkong dan KBRI Singapura).

    Dari pelaksanaan sosialisasi terjaring beberapa

    permasalahan dan harapan dari TKI dan pemangku

    kepentingan terkait yang perlu segera ditindak lanjuti

    diantaranya adalah :

    - Sampai saat ini masih ada pihak yang mengirimkan

    TKI dengan data diri TKI yang tidak sebenarnya;

    - KUR TKI harus benar-benar dapat membantu

    pembiayaan penempatan TKI apalagi dengan

    direlaksasikannya beberapa aturan KUR TKI (SOPKUR TKI yang baru sudah diluncurkan pada tanggal

    5 Oktober 2011) dimana diantaranya bank tidak lagi

    menggunakan struktur biaya penempatan sebagai

    acuan dalam pemberian kredit kepada TKI;

    - Produk perbankan bagi TKI masih belum banyak

    yang tahu;

    - Gaji Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)

    seharusnya dibayarkan melalui perbankan;

    - Program penempatan lewat G to P (government to

    private) yang saat ini dirintis di Penang, Malaysia,

    seyogyanya dapat menjadi contoh programpenempatan TKI lainnya dan dapat diberikan KUR

    TKI;

    - Jika TKI belum mendapatkan KTKLN sementara

    yang bersangkutan berada di luar negeri maka untuk

    memudahkan mereka pulang ke tanah air

    seyogyanya dapat dibuatkan KTKLN di negara TKI

    bekerja. Hal ini bisa dilakukan dengan mengirim

    petugas dari BNP2TKI untuk membantu dalampenerbitan KTKLN dimaksud;

    - Pada umumnya TKI menginginkan kemudahan

    dalam menabung sehingga diharapkan perbankan

    nasional dapat membuka cabangnya di negara TKI

    bekerja yang lokasinya mudah dijangkau TKI;

    - Perlu penghapusan sponsor/calo dalam perekrutan

    TKI karena jika tidak maka biaya perekrutan masih

    tetap akan mahal.

    Permasalahan dan harapan tersebut perlu mendapat

    perhatian dan segera ditindaklanjuti oleh instansi-

    instansi terkait sehingga tujuan mulia meningkatkanharkat dan martabat TKI dapat terwujud. (MEY)

    Suasana sosialisasi KUR TKI yang dilakukan di Singapura pada tanggalpada tanggal 27-28 November 2011

    Sambungan halaman 14 Liputan LKM: Lembaga

    Perkreditan Desa Bali

    Selanjutnya perbedaan LPD dengan BUMDes adalah

    pada wilayah kerja. BUMDes didirikan oleh Pemerintah

    Desa sedangkan LPD didirikan oleh komunitas desa

    adat.

    Disamping adanya alasan perbedaan dengan LKM

    formal, banyak pihak yang mengira bahwa keengganan

    untuk bertransformasi menjadi LKM formal adalah untuk

    menghindari pajak. Menanggapi hal tersebut, ahli

    ekonomi Prof. Dr. I Wayan Ramantha menegaskan

    bahwa LPD bukan lembaga ekonomi berorientasi

    keuntungan finansial semata. LPD sudah seharusnya

    tidak dikenakan pajak karena fungsi sosial-keagamaan.

    Masyarakat desa adat tidak pernah menerima

    keuntungan finansial langsung dari LPD. Semuainfrastruktur yang dimiliki LPD telah diupayakan sendiri

    dan tidak ada dana dari Pemerintah. Selain itu, muncul

    kekhawatiran berkurangnya kontribusi LPD pada desa

    adat.

    Apa yang diharapkan oleh LPD dalam pengembangan

    ke depan adalah pengakuan LPD sebagai lembaga

    keuangan formal khusus yang tidak dapat disamakan

    dengan LKM. LPD mengharapkan adanya sinkronisasi

    peraturan Pemerintah Pusat dengan Peraturan Daerah.

    Selain itu, LPD juga mengharapkan adanya aturan dan

    mekanisme yang dapat dijadikan pegangan pada saatkrisis. (TKA/AHS/MS)

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    16/20

    Perkembangan Sektor Keuangan

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 14

    Memang tidak mudah melakukan transformasi LKM non

    formal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia menjadi

    LKM formal berbadan hukum. Keberadaan sebagian LKM

    berkembang sesuai dengan karakteristik masyarakat

    setempat. Sebagai contoh adalah Lembaga Perkreditan

    Desa (LPD) Bali. LPD di Bali sudah didirikan sejak tahun

    1984. Pendirian LPD didasari oleh kesadaran untuk

    memperkokoh budaya Bali melalui penguatan aspek

    ekonomi masyarakat adat. Dan salah satu caranya adalah

    pendirian lembaga keuangan berbasis adat dan budaya.

    Sejak tahun 1984 hingga 2011, telah berdiri 1.405 unit

    LPD di seluruh Provinsi Bali. Dari total desa adat

    sebanyak 1.473, masih ada 68 desa adat yang belum

    memiliki LPD. Modal awal pendirian LPD bersumber dari

    Desa Adat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

    Kabupaten. Untuk dapat berkembang selama 27 tahun

    bukanlah yang mudah. Tidak sedikit LPD yang ditutupkarena kualitas dan pengetahuan pengurus yang kurang.

    Namun demikian sebagian besar LPD terus berkembang.

    Salah satunya adalah LPD Kuta yang berdiri dengan

    modal awal Rp.31,6 juta. Pada tahun 2010, LPD ini telah

    memiliki aset sebesar Rp. 222,9 miliar dengan

    keuntungan Rp. 9,3 miliar. LPD Kuta dibina oleh

    Pemerintah Daerah, Bank Pembagunan Daerah Bali,

    Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kecamatan

    (PLPDK), dan Badan Kerja Sama (BKS) LPD.

    Bagi masyarakat Bali, LPD ini merupakan lembaga

    keuangan yang bersifat khusus karena dimiliki oleh

    komunitas adat dengan jiwa sosio-religious. LPD berperan

    sebagai penyokong pembiayaan adat dan budaya di

    tingkat desa adat karena disadari kebutuhan dana yang

    besar untuk kegiatan adat dan budaya. Dari hasil

    pertemuan dengan Nyoman Arnaya (Ketua PLPDK) dan

    beberapa pengurus LPD Bali disampaikan sejumlah aspek

    yang menunjukkan kekhususan LPD. Kekhususan

    tersebut yang menjadi penyebab kesulitan LPD

    bertransformasi menjadi LKM sesuai SKB di atas.

    Perbedaan LPD dengan BPR adalah pada aspek

    pemilikannya. Bank dapat dimiliki oleh perorangan,sedangkan LPD merupakan lembaga keuangan milik

    seluruh masyarakat desa adat. Dari segi tata kelola, bank

    mengutamakan keuntungan financial, sementara target

    utama LPD adalah terpenuhinya pembiayaan adat dan

    budaya di desa adat.

    Perbedaan LPD dengan koperasi adalah pada aspek

    keanggotaan. Koperasi dibentuk oleh kumpulan anggota

    dengan kewajiban membayar simpanan wajib dan

    simpanan sukarela. Sementara LPD tidak dibangun dari

    dasar keanggotaan serta tidak ada kewajiban bagimasyarakat desa adat untuk membayar simpanan.

    (bersambung ke halaman 13 TKA/AHS/MS)

    Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia sejak

    lama berperan aktif dalam melayani kebutuhan

    keuangan masyarakat berpendapatan rendah baik dalam

    sektor formal maupun informal. LKM juga berperan

    dalam pembiayaan kewirausahaan mikro, kecil dan

    menengah agar dapat memberikan kontribusi semakin

    besar pada perekonomian. Namun demikian, ada banyak

    faktor yang menghambat pengembangan LKM

    diantaranya ketidakpastian hukum dan peraturan, biaya

    dan risiko yang tinggi untuk menjangkau konsumen kecil,

    serta kurangnya kecukupan akses modal untuk

    memenuhi permintaan pembiayaan usaha masyarakat

    berpendapatan rendah.

    Banyak LKM saat ini belum mempunyai status hukumsesuai ketentuan yang ada. Hal tersebut menyebabkan

    kegiatannya menghimpun dana masyarakat melanggar

    peraturan perundangan yang berlaku. Dalam rangka

    perlindungan dana masyarakat dan penguatan keuangan

    mikro maka diterbitkan Surat Keputusan Bersama tahun

    2009 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan,

    Menteri Koperasi dan UMKM, Menteri Dalam Negeri dan

    Bank Indonesia tentang Strategi Pengembangan LKM.

    Melalui SKB ini LKM didorong memenuhi status badan

    hukum yang jelas, dengan pilihan menjadi Bank

    Perkreditan Rakyat, Koperasi, Badan Usaha Milik Desa,dan Perusahaan Modal Ventura. Dengan badan hukum

    yang jelas, LKM dapat dibina sesuai ketentuan yang ada

    dan meningkatkan akses keuangan masyarakat pada

    sektor keuangan.

    LIPUTAN LKM:

    LEMBAGA PERKREDITAN DESA BALI

    Tinjauan lapangan ke LPD Kuta pada tanggal 8 Desember

    2011

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    17/20

    Perkembangan Penyaluran KUR

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 15

    REALISASI PENYALURAN KUR PER 30

    NOPEMBER 2011

    Akselerasi penyaluran KUR masih terus berlangsung

    hingga November 2011. Total realisasi penyaluran KUR

    sejak diluncurkannya KUR tahun 2007 hingga November

    2011 tercatat Rp 60,8 trilliun. Dana KUR tersebutdisalurkan kepada 5.575.370 debitur dengan rata-rata

    kredit Rp 10,9 juta/debitur. Sedangkan tingkat NPL

    tercatat 2,50%.

    Enam bank pelaksana yang terdiri atas BRI, BNI, Bank

    Mandiri, BTN, BUKOPIN, dan Bank Syariah Mandiri telah

    menyalurkan Rp 55,2 trilliun. Dana tersebut telah

    disalurkan ke 5.504.051 debitur, dengan rata-rata kredit

    Rp 10 juta/debitur dan NPL sebesar 2,33%.

    Sedangkan 13 BPD menyalurkan KUR Rp 5,6 trilliun,

    dengan jumlah debitur sebanyak 71.319. Rata-rata kredittersebut sebesar Rp 79 juta dengan tingkat NPL lebih

    tinggi yaitu sebesar 3,47%. Sebagian besar skema KUR

    melalui BPD merupakan KUR ritel. Di sisi lain, sebagian

    besar skema KUR melalui enam Bank Pelaksana

    khususnya BRI merupakan KUR mikro.

    Sumber : Komite Kebijakan KUR

    Dari keenam Bank Pelaksana, BRI merupakan bank

    penyalur KUR terbesar. BRI telah menyalurkan hingga

    Rp 38 trilliun dana kepada sekitar 5.247.946 debitur.

    Sebagian besar dana KUR tersebut merupakan KUR

    mikro senilai Rp 28,7 trilliun. KUR mikro BRI disalurkan

    kepada 5.184.896 debitur. Sehingga rata-rata KUR mikro

    sebesar Rp 5,6 juta dengan nilai NPL 2.19%. Sedangkan

    KUR ritel BRI sebesar Rp 9,2 trilliun dengan rata-rata Rp

    147,2 juta dan NPL sebesar 3,2%.

    Secara sektoral , sebagian besar dana KUR diserap

    sektor hilir seperti perdagangan besar dan eceran. Total

    plafon sektor tersebut mencapai Rp 37 trilliun dengan

    jumlah debitur sebanyak 4.050.317 orang. Sedangkanrata-rata kredit sektor tersebut adalah sebesar Rp 9,1

    juta/debitur. Sebagian besar KUR pada sektor

    perdagangan merupakan KUR mikro.

    Sumber : Komite Kebijakan KUR

    Sektor pertanian, perburuan dan kehutanan merupakan

    sektor terbesar kedua dengan total plafon Rp 9,6 trilliun

    dan debitur sebanyak 739.530.

    Penyaluran KUR secara geografis terkonsentrasi di pulau

    Jawa. Realisasi penyaluran KUR pada lima provinsi di

    Pulau Jawa mencapai Rp 30,2 trilliun dengan jumlah

    debitur sebanyak 3.313.175. Dari 33 provinsi, Jawa Timur

    merupakan provinsi dengan jumlah plafon tertinggi yaitu

    Rp 9,4 trilliun dan jumlah debitur 969.174. Namun jumlah

    debitur tertinggi berada pada provinsi Jawa Tengah

    sebanyak 1.273.886 debitur.

    Panyaluran plafon KUR diluar pulau Jawa masih belum

    optimal. Bangka Belitung dan Maluku Utara merupakan

    provinsi dengan penyaluran KUR masing-masing

    sebesar Rp 158 milliar dan Rp 268 milliar. BPD

    diharapkan lebih aktif menyalurkan KUR pada tahun 2012

    agar terjadi pemerataan penyaluran KUR sesuai dengan

    potensi daerah. (WP)

    9

    10

    Sambungan halaman 16 Evaluasi Realisasi APBD

    Triwulan II-2011

    Hal ini karena belanja modal sendiri bila ditambahkan

    dengan komponen belanja barang dan jasa, akan

    memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

    pertumbuhan ekonomi daerah, selain kontribusi dari

    sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Ini berarti,

    semakin tinggi realisasi rasio belanja modal terhadap

    total belanja daerah, akan semakin baik pengaruhnya

    dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya,

    semakin rendah penyerapan belanja modal maka

    semakin kecil perannya dalam mendorong pertumbuhan

    ekonomi daerah.

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    18/20

    Perkembangan Ekonomi & Keuangan Daerah

    Data realisasi APBD hingga Triwulan II/2011 menunjukkan

    bahwa secara nasional (gabungan provinsi, kabupaten,

    dan kota) realisasi pendapatan masih lebih tinggi

    (50,75%) dibandingkan dengan realisasi belanja (29,98%).Sejalan dengan itu, realisasi pendapatan provinsi dan

    kabupaten juga masih jauh melampaui realisasi

    belanjanya. Bahkan realisasi pendapatan provinsi pada

    periode yang sama (50,76%) hampir mencapai 2 kali lipat

    dari realisasi belanjanya (28,08%). Dari 367 daerah yang

    menyampaikan data realisasi APBD Triwulan II/2011 ke

    Kemendagri, daerah yang berhasil mencapai realisasi

    pendapatan tertinggi ialah Kabupaten Bengkalis dengan

    realisasi sebesar 77,8%. Sedangkan daerah yang

    realisasi pendapatan terendah adalah Kabupaten Nias

    Utara dengan tingkat realisasi sebesar 8,98%. Dari sisibelanja, provinsi Gorontalo merupakan unit daerah

    dengan tingkat realisasi belanja paling tinggi dan

    Kabupaten Supriori ialah daerah dengan penyerapan

    belanja paling rendah.

    Secara agregat, realisasi pendapatan daerah

    kabupaten/kota yang tertinggi berasal dari Pendapatan

    Asli Daerah (53,87%), diikuti oleh Dana Perimbangan

    (53,18%), dan lain-lain pendapatan yang sah (32,10%).

    Tren yang sama juga terjadi di tingkat provinsi, dimana

    Pendapatan Asli Daerah menjadi sumber pendapatan

    tertinggi, yang kemudian diikuti oleh Dana Perimbangandan lain-lain pendapatan yang sah. Berbeda halnya

    dengan realisasi pendapatan di level agregat maupun

    level provinsi, komponen pendapatan yang realisasinya

    mencapai tertinggi untuk kabupaten/kota adalah Dana

    Perimbangan (53,93%), diikuti oleh Pendapatan Asli

    Daerah (51,31%), dan yang terendah adalah lain-lain

    pendapatan yang sah (32,85%).

    Pada periode yang sama, realisasi belanja daerah (secara

    agregat) yang terbesar digunakan untuk belanja pegawai

    (39,97%), diikuti oleh belanja barang dan jasa (28,25%).

    Realisasi belanja yang terendah adalah realisasi belanjamodal (9,99%). Kondisi yang sama terjadi pada provinsi

    dan kabupaten/kota, dimana belanja pegawai masih

    menjadi komponen tertinggi dalam realisasi belanja

    daerah. Sebaliknya belanja modal justru baru mencapai

    realisasi terendah dalam komponen belanja daerah. Jika

    melihat data triwulan I/2011, memang sudah tampak

    rendahnya realisasi belanja modal. Pada periode tersebut,

    belanja modal hanya terealisasi 2,34%. Lambatnya

    perkembangan penggunaan belanja modal pada Triwulan

    I dan II tahun 2011 tersebut kemungkinan terjadi karena

    beberapa faktor, antara lain: 1) keterlambatan penetapanAPBD; 2) proses lelang yang belum selesai; 3)

    permasalahan teknis lain yang mengakibatkan belanja

    daerah baru dapat direalisasikan setelah adanya

    EVALUASI REALISASI APBD

    TRIWULAN II-2011

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 16

    perubahan APBD (perubahan APBD rata-rata dilakukan

    pada bulan Agustus-September).

    Tabel 5. Realisasi APBD

    Realisasi APBD(%)

    Triwulan II/2010 Triwulan II/2011

    Nas Prop Kab Nas Prop Kab

    PENDAPATAN 52,08 51,34 52,38 50,57 50,76 50,69

    Pendapatan AsliDaerah

    55,29 56,56 52,31 53,87 56,05 51,31

    DanaPerimbangan

    51,29 45,09 52,57 53,18 48,67 53,93

    Lain-lain 49,64 48,40 49,99 32,10 28,44 32,85

    BELANJA 32,72 26,88 35,08 29,98 28,08 30,60

    Pegawai 44,42 37,81 45,87 39,97 39,05 40,12

    Barang & Jasa 28,05 29,12 27,32 28,25 27,89 28,44

    Modal 12,99 12,73 13,13 9,99 10,81 9,75

    Lain-Lain 30,58 33,87 28,26 30,58 30,03 31,14

    Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu

    Selanjutnya jika dibandingkan dengan periode yang sama

    tahun 2010 (lihat tabel), secara nasional, terjadi

    penurunan dalam realisasi pendapatan dan belanja.

    Realisasi pendapatan triwulan II/2011 turun 1,52% dari

    triwulan II/2010. Penurunan realisasi belanja daerah

    secara agregat ini dapat dikatakan karena realisasi

    pendapatan propinsi, dan juga realisasi pendapatan

    kabupaten/kota memang relatif lebih rendah dibandingkan

    periode yang sama tahun 2010. Relatif turunnya realisasi

    pendapatan daerah, baik secara agregat, di provinsi,

    maupun di kabupaten tersebut dikarenakan utamanya

    karena penurunan realisasi Pendapatan Asli Daerah dan

    realisasi lain-lain pendapatan yang sah. Secara agregat,

    realisasi Pendapatan Asli Daerah triwulan II/2011 turun

    1,42% dibandingkan periode yang sama tahun 2010.

    Berbeda halnya dengan komponen PAD dan lain-lain

    pendapatan yang sah, komponen pendapatan berupa

    Dana Perimbangan meningkat, baik secara agregat (dari

    51,29% ke 53,18%), maupun realisasi di provinsi (dari

    45,09% ke 48,67%) dan realisasi kabupaten/kota (dari

    52,57% ke 53,93%).

    Demikian halnya dengan realisasi belanja triwulan II/2011

    yang juga turun 2,74% dari periode yang sama tahun

    2010. Realisasi belanja pegawai, secara agregat turun

    dari 44,42% ke 39,97%. Dari 3 komponen belanja daerah

    yang utama, realisasi belanja modal menunjukkan tren

    menurun dalam kedua periode, baik secara agregat (dari

    12,99% ke 9,99%), maupun realisasi di provinsi (dari

    12,73% ke 10,81%) dan kabupaten/kota (dari 13,13% ke

    9,75%).

    Dengan mencermati perkembangan realisasi pendapatan

    dan belanja daerah Triwulan II/2011, maka percepatanrealisasi belanja modal Triwulan selanjutnya hendaknya

    menjadi fokus pemerintah. (bersambung ke halaman 15

    APN

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    19/20

    DAFTAR ISTILAH

    Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau

    mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara

    mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah

    Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih

    besar dari pada pengeluarannya

    Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar

    dari pemasukan guna member stimulus pada perekonomian

    Kebijakan Moneter adalah kebijakan dengan mengendalikan perekonomian dengan mengatur

    jumlah uang beredar

    Moral persuasionadalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan

    memberikan imbauan kepada pelaku ekonomi

    Reserve Requirement Ratioadalah penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah

    jumlah uang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan

    kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya

    SELAMAT TAHUN BARU 2012

    Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan

  • 8/3/2019 TEK Desember 2011

    20/20

    Untuk informasi lebih lanjut hubungi :

    Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan

    Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

    Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4

    Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710

    Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836

    Email : [email protected]

    Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

    ISSN 2088-3153

    mailto:[email protected]:[email protected]