Top Banner
TEACHING HEALTH ETHICS The Child with Hydrocephalus PENDAHULUAN Nilai-nilai etik dan sikap moral dari kehidupan kita telah berubah. Apa yang dianggap penting beberapa dasawarsa yang lalu sekarang telah berubah. Sistem pelayanan kesehatan dilihat sebagai teknologi ilmiah dan bukan sebagai seni. Ia memusatkan perhatian pada penyakit-penyakit, bukan pada manusia. Lebih banyak berpegang pada mesin-mesin bukan pada jiwa. Para ahli terlalu asyik dengan segala kemajuan ilmu dan kemajuan teknologi kedokteran dan kurang membuka diri untuk melakukan introspeksi secara etik. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, demikian pula penerapannya yang berpengaruh pada kemajuan pelayanan kesehatan. Para ilmuwan melakukan berbagai penelitian yang sangat berani, tetapi juga sangat menakutkan. Mereka menyelidiki baik dasar dan asas hidup maupun kualitas dari kehidupan itu, yakni seberapa jauh kita dapat melakukan intervensi terhadap asas hidup dan mati, sebelum kehidupan itu berubah secara mutlak. Pelayanan kesehatan modern telah memunculkan dilema- dilema etika yang sangat kompleks dari berbagai sudut pandang. Dari kesemuanya itu sering kali dokter tidak dipersiapkan untuk mengelola hal-hal tersebut secara baik (kompeten). Dalam menghadapi keadaan seperti diatas, 1
34

TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Jun 15, 2015

Download

Documents

Taufik Abidin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

TEACHING HEALTH ETHICS

The Child with Hydrocephalus

PENDAHULUAN

Nilai-nilai etik dan sikap moral dari kehidupan kita telah berubah. Apa yang dianggap

penting beberapa dasawarsa yang lalu sekarang telah berubah. Sistem pelayanan

kesehatan dilihat sebagai teknologi ilmiah dan bukan sebagai seni. Ia memusatkan

perhatian pada penyakit-penyakit, bukan pada manusia. Lebih banyak berpegang pada

mesin-mesin bukan pada jiwa. Para ahli terlalu asyik dengan segala kemajuan ilmu

dan kemajuan teknologi kedokteran dan kurang membuka diri untuk melakukan

introspeksi secara etik.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, demikian pula

penerapannya yang berpengaruh pada kemajuan pelayanan kesehatan. Para ilmuwan

melakukan berbagai penelitian yang sangat berani, tetapi juga sangat menakutkan.

Mereka menyelidiki baik dasar dan asas hidup maupun kualitas dari kehidupan itu,

yakni seberapa jauh kita dapat melakukan intervensi terhadap asas hidup dan mati,

sebelum kehidupan itu berubah secara mutlak.

Pelayanan kesehatan modern telah memunculkan dilema-dilema etika yang

sangat kompleks dari berbagai sudut pandang. Dari kesemuanya itu sering kali dokter

tidak dipersiapkan untuk mengelola hal-hal tersebut secara baik (kompeten). Dalam

menghadapi keadaan seperti diatas, berbagai diskusi mengenai etik akan sangat

bermanfaat. Apabila timbul ketidaksepakatan maka telaah etik perlu segera dilakukan.

Kita berharap dan berupaya agar sistem pelayanan kedokteran semakin meningkat

secara kualitatif dan kuantitatif.

Praktek kedokteran klinik yang baik memerlukan beberapa pengetahuan

tentang masalah etika seperti informed consent, kejujuran, kerahasiaan, perawatan

akhir hidup, menghilangkan sakit, dan hak pasien. Ilmu kedokteran, meskipun banyak

bersifat teknis dan ilmiah, adalah suatu pertemuan antara keberadaan manusia, dan

tugas dokter dalam mendiagnosis penyakit, memberikan nasehat, dan memberikan

terapi yang melekat pada konteks moral. Umumnya, nilai moral seperti rasa hormat,

kejujuran, dapat dipercaya, rasa kasihan, dan komitmen untuk mencapai tujuan

bersama, menjadikan pertemuan antara dokter dan pasien tanpa masalah moral.

1

Page 2: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Jadi apakah sebenarnya etika itu dan bagaimanakah etika dapat menolong

dokter? Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas-refleksi

terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral

dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas

merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia.

Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti hak’, ’tanggung jawab’, dan’kebaikan’

dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan

’tidak sesuai’.

Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya

(knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan

keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk

menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang

lain.

Dalam dunia kedokteran, terdapat beberapa kode etik yang berlaku secara

internasional dan nasional untuk negara tertentu. Kode etik internasional yang

dideklarasikan oleh Ikatan Dokter Sedunia antara lain :

1. Deklarasi Helsinki tahun 1964 tentang penelitian dengan Objek Manusia,

2. Deklarasi Sydney tahun 1968 dan Deklarasi Venice tahun 1983 tentang

Kriteria Mati dan Penyakit Terminal yang dikaitkan dengan Transplantasi

Organ,

3. Deklarasi Oslo tahun 1970 tentang Pengguguran Kandungan,

4. Deklarasi Munich tahun 1973 tentang Penerapan Teknologi Administrasi,

5. Deklarasi Tokyo tahun 1975 tentang pengguguran Obat-obatan Terlarang

6. Deklarasi Brussel tahun 1985 tentang Bayi Tabung, dan

7. Deklarasi Madrid tahun 1987 tentang Euthanasia dan Rekayasa Genetika.

Sedangkan di Indonesia Kode Etik Kedokteran Indonesia pertama kali disusun

tahun 1969 dalam musyawarah kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta.

Bahan rujukan yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah

disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia.

Kode Etik tersebut mengalami beberapa kali perubahan, pada musyawarah kerja

nasioal IDI XIII, 1993, Kode Etik Kedokteran Indonesia itu telah diubah menjadi 20

pasal yang dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

1. Kewajiban umum seorang dokter (sembilan pasal)

2

Page 3: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

2. Kewajiban dokter terhadap penderita (lima pasal)

3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat (dua pasal)

4. kewajiban dokter terhadap diri sendiri (dua pasal)

5. Penutup (satu pasal)

Hukum mempunyai kedudukan yang berlainan dengan etik. Etik tidak dapat

menggantikan hukum karena etik hanya berlaku pada satu bidang profesi dan juga

merupakan pelengkap dari hukum itu sendiri. Dengan demikian, jika seorang pasien

masih merasa tidak puas terhadap putusan majelis etik, ia berhak menuntut dokter di

pengadilan.

Pada akhirnya, yang menjadi intinya di setiap pembicaraan kedokteran adalah

pasien. Sebagian besar ikatan dokter menyadari bahwa di dalam kebijakan- kebijakan

pokoknya, secara etis, kepentingan terbaik dari pasienlah yang menjadi pertimbangan

pertama dari setiap keputusan yang diambil dalam perawatan.

3

Page 4: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Kasus :

Anak dengan Hydrocephalus

Dokter :

Suatu hari datang sepasang orang tua ke tempat praktek seorang dokter dengan

membawa anak berusia tiga bulan dengan kecurigaan pembesaran kepala. Salah satu

diagnosis yang mungkin adalah hydrocephalus. Pasien telah menjalani CT scan

kepala dan terlihat adanya hydrocephalus yang besar. Orang tuanya bertanya kepada

dokter tentang rencana terapi yang akan dijalani. Sang dokter tahu bahwa kondisi si

pasien sangat tidak baik dan si pasien tidak akan selamat, walaupun si pasien selamat

namun orang tua pasien akan mengalami kesusahan dalam memantau perkembangan

pasien. Prognosis pasien amat sangat buruk. Sang dokter telah menjelaskan segala

sesuatu tentang penyakit tersebut kepada orang tua pasien. Jika pasien dioperasi,

prognosis si pasien jelek dan perkembangan pasien akan terganggu. Pasien juga

mungkin akan mengalami komplikasi setelah operasi. Sang dokter telah menjelaskan

segalanya kepada ayah pasien. Kemudian ayah pasien bertanya kepada dokter, “apa

yang akan anda lakukan jika anak ini adalah anak anda?” dan dokter menjawab “jika

ini anak saya, dengan segala pengetahuan yang saya miliki saya tidak akan

melaksanakan operasi”.

I. Apa Masalah Moral Yang Terjadi?

Bagaimanakah peran dokter dalam hubungan dokter dan pasien dalam kasus ini?

Bagaimanakah menyeimbangkan hak otonomi ayah dengan anaknya yang menderita

hydrocephalus?

Tindakan apa yang sebaiknya diambil oleh dokter dan keluarga pasien?

4

Page 5: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

II. Fakta-Fakta

Dimensi Kedokteran

Hidrosefalus

Hidrosefalus secara etimologi berarti ”kelebihan air dalam kubah tengkorak, jadi

hidrosefalus dapat disebabkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus

koroideus, absorpsi yang tidak adekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu

ventrikel atau lebih. Ada dua jenis hidrosefalus, nonkomunikans (terjadi sumbatan

aliran cairan dari sitem ventrikel ke ruang subaraknoid) dan komunikans (tidak ada

sumbatan.

Hidrosefalus nonkomunikans merupakan masalah tersering pada pediatrik, dan

awitan biasanya terjadi setelah lahir. Penyebab lazim adalah penyempitan akuaduktus

Sylvii kongenital; oleh karena cairan dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua

ventrikel lateral dan ventrikel ketiga, maka volume ketiga ventrikel tersebut sangat

membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak sehingga otak

menjadi tipis. Tekanan yang meningkat ini juga mengakibatkan kepala neonatus

membesar.

Hidrosefalus komunikans dapat disebabkan oleh pleksus koroideus neonatus

yang berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk daripada

yang direabsorpsi oleh vili araknoidalis. Dengan demikian, cairan terkumpul di dalam

ventrikel maupun diluar otak sehingga kepala membesar sekali dan otak mengalami

kerusakan berat. Akan tetapi hidrosefalus komunikan justru lebih banyak disebabkan

oleh gangguan reabsorpsi CSF. Peningkatan volume yang terjadi akibat CSF yang

tidak terabsorpsi menyebabkan pembesaran bertahap pada ventrikel keempat yang

pada gilirannya akan menimbulkan penekanan dekstruktif pada jaringan otak di

sekitarnya. Karena ventrikel membesar maka tekanan didalamnya biasanya normal

atau menurun walaupun volumenya meningkat. Semua jenis hidrosefalus dapat

diobati menggunakan pemasangan pirau untuk mengalirkan CSF ke sistem vena

ekstrakranial.

Nilai-nilai Pasien dan Sosial

Budaya ,kebiasaan dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi cara dan

keadekuatan berkomunikasi antara dokter dan pasien. Sebagai orang yang menderita

suatu penyakit, seorang pasien tentunya ingin mengetahui segala sesuatu tentang

5

Page 6: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

penyakitnya dan mendapatkan pengobatan yang terbaik. Untuk mengatur hal tersebut

maka dibuatlah Deklarasi Lisabon 1981 yang mengatur tentang hak yang dimiliki

oleh pasien, yaitu :

1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas. Seseorang mempunyai

hak unutuk memilih dokter yang ia harapkan dapat memberikan suatu

pertolongan. Pada dasarnya hubungan dokter dengan pasien dilandasi

oleh suatu kepercayaan. Meskipun demikian, seseorang memilih

dokter mungkin didasarkan atas beberapa pertimbangan lain, seperti:

a. keadaan sosial ekonomi pasien,

b. kepopuleran dokter,

c. kelengkapan peralatan kedokteran,

d. jarak tempat antara dokter dan pasien, atau

e. prestise pasien.

2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia

memperoleh informasi yang jelas.

a. salah satu hak pasien yang penting dalam hukum kedokteran

adalah hak atas informasi. Setiap manusia dewasa dan

berpikiran sehat berhak menentukan apa yang hendak

dilakukan terhadapnya. Setiap pembedahan atau tindakan

invasif lainnya harus memperoleh persetujuan pasien terlebih

dahulu. Untuk itu, dokter harus menjelaskan tindakan dengan

bahasa yang dapat dimengerti pasien.

Informasi ini meliputi:

1. tindakan yang diambil,

2. resikonya,

3. kemungkinan akibat yang timbul berikut jenis tindakan yag

dilakukan untuk dapat mengatasinya,

4. Kemungkinan yang akan terjadi bila tindakan tidak

dilakukan, dan

5. prognosis.

b. Informasi yang diberikan disampaikan dalam bahasa yang

sederhana, tetapi cukup lengkap. Pasien harus dibimbing agar

dapat memutuskan secara mandiri dan bertanggung jawab.

Persetujuan pasien atas tindakan setelah diinformasikan terlebih

6

Page 7: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

dahulu disebut informed consent. Dokter juga harus tahu kapan

informasi itu tidak baik diberikan, misalnya bila informasi

tersebut akan menambah keadaan sakit pasien atau jika pasien

masih di bawah umur sehingga tidak dapat memahami

informasi yang diberikan, informasi itu bisa diberikan kepada

keluarga pasien.

3. Pasien berhak mengakhiri atau memutuskan hubungan dengan

dokternya dan bebas untuk memilih atau menggantinya dengan dokter

lain. Dengan perkataan lain, dokter tidak berhak

mencegah/melarang/menghalangi pasien yang ingin berobat ke dokter

lain.

Dalam situasi tertentu kadang-kadang pasien memerlukan pertolongan

dokter yang biasa dihubungi, misalnya karena pindah kerja ke tempat

lain, dan sebagainya. Jika pasien tidak sedang dalam perawatan aktif

dokternya terdahulu, dokter lain bebas menerimanya sebagai pasien.

Bila sebaliknya kemudian dia memilih untuk berkonsultasi dengan

dengan dokter lain, ia seharusnya menyadari bahwa dokter tersebut

akan menolak untuk merawatnya kecuali bila pasien tersebut

mengakhiri hubungan dengan dokter yang terdahulu. Hal yang sama

juga terjadi jika pasien ingin beralih dari dokter umum ke dokter

spesialis. Dokter spesialis tidak akan menerima pasien tersebut tanpa

persetujuan dokter umumnya. Seseorang dokter dapat mengambil alih

pasien yags sedang dalam perawatan aktif dokter lain, tetapi ia harus

segera memberitahukannya kepada dokter yang bersangkutan.

4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan

pendapat klinis dan pedapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak

luar. Seseorang yang sedang berada dalam keadaan sakit, apapun yang

dideritanya berhak untuk ditolong oleh seorang dokter. Dalam

menjalankan praktek kedokterannya seorang dokter tidak terbatas pada

satu bidang ilmu kedokteran saja, terutama dalam keadaan darurat.

Yang menjadi batasnya adalah rasa tanggung jawab dan kemampuan

dari dokter itu. Pertolongan yang diterima pasien hendaknya

merupakan usaha tertinggi dari dokter yang bersangkutan.

7

Page 8: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

5. pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas

sifat kerahasiaan data-data mediknya.

6. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat.

7. Pasien berhak menerima/menolak bimbingan moril ataupun spiritual.

8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan

pengaduannya serta berhak diberi tahu hasilnya.

Di sisi lain dokter juga mempunyai hak, yaitu :

1. Hak untuk menolak bekerja di luar standar profesi medik.

Seseorang dokter dapat saja menolak untuk melakukan tindakan medik

tertentu walaupun pihak pasien mendesaknya. Penolakan ini berdasarkan

pada pertimbangan bahwa pasien itu meminta tindakan medis yang

menurut prosedur yang dikenal dan dilakukan dalam profesi medik. Hal ini

perlu ditegakkan agar setiap dokter memperoleh kepastian bahwa

tindakan-tindakannya perlu dipercayai sebagai suatu tidakan medik yang

profesional.

2. Hak untuk menolak tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi

dokter. Hak ini dimiliki oleh dokter agar setiap dokter diberi kesempatan

untuk menjaga martabat profesinya.

3. Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan dengan pasien,

kecuali dalam keadaan gawat darurat.

Hal ini dimiliki dokter untuk memiliki hak pribadinya, berdasarkan

pertimbangan dokter itu sendiri. Misalnya dalam hubungan itu timbul hal-

hal yang kurang baik yang akan mengganggu integritas profesi kedokteran.

Akan tetapi, hak ini hanya terbatas pada keadaan yang bukan termasuk

keadaan gawat darurat. Pasien masih berkesempatan untuk mencari dokter

lain tanpa resiko pada keselamatan.

4. Hak atas privacy dokter.

Dalam hubungan dokter dengan pasien dapat saja pasien ingin mengetahui

kehidupan pribadi dokter. Dalam hal ini dokter mempunyai hak atas

privacy tentang kehidupan pribadinya sehingga pasien harus menghormati

hak dokter atas privacy.

5. Hak untuk menerima balas jasa atau honorarium yang pantas.

Hak ini telah diakui dan diterima sejak dulu. Permasalahan dapat timbul

apabila besar imbalannya itu tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Untuk

8

Page 9: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

itu, kode etik kedokteran akan memberikan patokan-patokan tertentu.

Yang jelas adalah besar atau kecilnya imbalan itu tidak boleh

mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Mutu tersebut

tetap akan diberikan setinggi-tingginya tanpa terpengaruh hanya oleh

adanya suatu imbalan.

Etika bersifat pluralistik. Setiap orang memiliki perbedaan terhadap penilaian

benar atau salah bahkan jika ada persamaan bisa saja hal tersebut berbeda dalam

alasannya. Di beberapa masyarakat, perbedaan tersebut dianggap sebagai sesuatu

yang normal dan ada kebebasan besar bagi seseorang untuk melakukan apa yang dia

mau, sejauh tidak melanggar hak orang lain. Namun di dalam masyarakat yang lebih

tradisional, ada persamaan dan persetujuan pada etika dan ada tekanan sosial yang

lebih besar, kadang bahkan didukung oleh hukum, dalam bertindak berdasarkan

ketentuan tertentu. Dalam masyarakat tersebut budaya dan agama sering memainkan

peran yang dominan dalam menentukan perilaku yang etis.

Bagi dokter, pertanyaan ”siapakah yang menentukan sesuatu etis atau tidak?”

sampai saat ini memiliki jawaban yang berbeda-beda dari apa yang etis untuk orang

secara umum.

Kita menyatakan bahwa setiap kasus klinis, yang dilihat sebagai suatu masalah

etika, harus dianalisa berdasarkan atas empat faktor. Empat faktor tersebut adalah

1. Medical Indications (Indikasi Medis)

Topik ini biasanya terdiri dari bahan diskusi klinis tentang: diagnosa dan terapi pada

kondisi patologi pasien. " Indikasi" mengacu pada hubungan antara patofisiologi yang

terjadi pada pasien dan dan diagnosa serta terapi intervensi yang " diindikasi," sesuai

untuk mengevaluasi dan mengatasi masalah tersebut. Walaupun hal ini merupakan

materi umum yang mencakup segala permasalahan klinis pasien, diskusi etika tidak

hanya meninjau ulang fakta medis, tetapi juga meperhatikan maksud dan tujuan

semua indikasi intervensi.

2. Patient Preferences (Pilihan Pasien)

Dalam semua perawatan medis, pilihan pasien berdasarkan nilai-nilai kepunyaan

pasien dan penilaian pribadi dari manfaat dan beban yang relevan secara etika.

Di setiap kasus klinis, pertanyaan yang harus diajukan :" Apa yang merupakan

tujuan pasien? . apakah yang pasien inginkan?" Tinjauan ulang yang sistematis dari

topik ini memerlukan pertanyaan lebih lanjut . sudahkah pasien diberikan informasi

yang cukup? Apakah pasien mengerti? Apakah pasien memahami ketidakpastian

9

Page 10: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

dalam setiap rekomendasi medis dan cakupan pilihan yang ada? Apakah pasien

menyetujui dengan sukarela? Apakah pasien dipaksa? Dalam beberapa kasus,

jawaban bagi pertanyaan ini "kita tidak tahu sebab pasien tidak mampu untuk

merumuskan suatu pilihan atau pernyataan."Jika pasien secara mental tidak mampu

membuat suatu keputusan, kita harus bertanya " Siapa yang mempunyai otoritas untuk

memutuskan atas nama pasien ini? Apa batas sah dan yang etis menyangkut otoritas

itu ? Apa yang akan dilaksanakan jika tak seorangpun dikenali seperti

wakil/pengganti?

Masalah etis muncul dalam menentukan siapa yang berhak mewakili pasien dalam

mengambil keputusan dan dalam memilih kriteria keputusan berdasarkan kepentingan

pasien yang tidak kompeten tersebut.

Jika paternalisme medis berlaku, dokter dianggap sebagai pengambil

keputusan yang tepat bagi pasien yang tidak kompeten. Dokter sebaiknya

berkonsultasi dengan anggota keluarga mengenai pilihan tindakan yang ada,

walaupun keputusan final ada di tangan dokter. Dokter secara gradual mulai

kehilangan kewenangan ini di banyak negara, karena pasien diberi hak untuk memilih

sendiri siapa yang dapat mewakilinya dalam mengambil keputusan jika memang tidak

kompeten lagi. Dan di beberapa negara bagian, secara khusus menentukan siapa yang

berhak menjadi wakil pasien dalam mengambil keputusan dalam urutan ke bawah

yaitu: suami atau istri, anak dewasa, kakak atau adik dan seterusnya. Dalam hal ini

dokter membuat keputusan untuk pasien jika pengganti yang sudah ditentukan tidak

dapat ditemukan, yang sering terjadi dalam keadaan darurat

Jika dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan

oleh pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan pilihan

terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi dapat membuat

keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana menindaklanjutinya.

Walaupun istilah ijin mengandung pengertian menerima perlakuan yang diberikan,

namun konsep ijin berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama

dengan penolakan terhadap terapi atau memilih. Pasien yang kompeten mempunyai

hak untuk menolak perawatan, walaupun penolakan tersebut dapat menyebabkan

kecacatan atau kematian.

3. Quality of Life (Mutu Hidup)

Luka atau penyakit yang dapat mengancam atau potensial mengurangi mutu hidup,

dinyatakan dengan tanda dan gejala dari penyakit mereka. Obyek semua intervensi

10

Page 11: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

medis adalah untuk memperbaiki kembali, memelihara atau meningkatkan mutu

hidup. Karena itu, dalam semua situasi medis, topik mutu hidup harus diperhatikan.

Banyak pertanyaan sekitar topik ini: apa arti ungkapan "mutu hidup" secara umum?

Bagaimana hal itu dipahami secara khusus? Bagaimana orang lain memahami mutu

hidup pasien tersebut dan keterkaitan etis dalam persepsi mereka? yang paling

penting, apa keterkaitan mutu hidup dengan pertimbangan etika? Topik ini, lebih

sedikit literatur tentang etika medis dibanding dua topik sebelumnya, membahayakan

sebab membuka jalan untuk penyimpangan dan prasangka. Meskipun demikian, harus

diperhatikan dalam menganalisa permasalahan etika klinik.

4. Contextual Features,

Pasien datang ke dokter karena mereka mempunyai suatu masalah dan mereka

berharap dokter itu dapat membantu. Dokter merawat pasien dengan tujuan dan tugas

agar semua usaha layak untuk membantu mereka. Topik indikasi medis, pilihan

pasien dan mutu hidup memunculkan segi penting dari kasus ini. Namun setiap kasus

medis berhubungan dengan suatu konteks besar dari orang, institusi, pengaturan sosial

dan keuangan.

Kepedulian pasien dipengaruhi, secara positif atau secara negatif, oleh

berbagai kemungkinan dan batasan konteks tersebut . Pada waktu yang sama,

keputusan yang dibuat oleh atau tentang pasien mempunyai dampak psikologis,

emosional, keuangan, legal, pendidikan, serta pengaruh rohani pada orang lain. Di

dalam setiap kasus, keterkaitan contextual features harus ditentukan dan ditaksir.

contextual feature sangat penting dalam memahami dan mengatasi kasus yang terjadi.

Setiap kasus dapat dipandang dalam kaitan dengan empat faktor ini. Walaupun

fakta dari tiap kasus berbeda, empat faktor ini selalu relevan. faktor-faktor ini

mengatur bermacam-macam fakta kasus tertentu dan, pada waktu yang sama, faktor

meperhatikan prinsip moral yang sesuai kepada kasus tersebut. Tujuannya untuk

menunjukkan bagaimana faktor-faktor tersebut menyediakan suatu cara sistematis

untuk mengidentifikasi, meneliti dan memecahkan permasalahan etika yang timbul

dalam kedokteran klinik.

11

Page 12: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

III. Assessment

Keadaan Pasien

Seorang anak berusia tiga bulan dengan kecurigaan pembesaran kepala. Salah

satu diagnosis yang mungkin adalah hydrocephalus. Pasien telah menjalani CT scan

kepala dan terlihat adanya hydrocephalus yang besar. Orang tuanya bertanya kepada

dokter tentang rencana terapi yang akan dijalani. Sang dokter tahu bahwa kondisi si

pasien sangat tidak baik dan si pasien tidak akan selamat, walaupun si pasien selamat

namun orang tua pasien akan mengalami kesusahan dalam memantau perkembangan

pasien. Prognosis pasien amat sangat buruk. Sang dokter telah menjelaskan segala

sesuatu tentang penyakit tersebut kepada orang tua pasien. Jika pasien dioperasi,

prognosis si pasien jelek dan perkembangan pasien akan terganggu. Pasien juga

mungkin akan mengalami komplikasi setelah operasi. Sang dokter telah menjelaskan

segalanya kepada ayah pasien. Kemudian ayah pasien bertanya kepada dokter, “apa

yang akan anda lakukan jika anak ini adalah anak anda?” dan dokter menjawab “jika

ini anak saya, dengan segala pengetahuan yang saya miliki saya tidak akan

melaksanakan operasi”.

Otonomi Dari Pasien

Otonomi adalah prinsip yang mengakui hak setiap pribadi untuk memutuskan

sendiri mengenai masalah kesehatannya, kehidupannya, serta kematiannya. Jadi

otonomi merupakan bentuk kebebasan bertindak dari seseorang dalam mengambil

keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Disini secara hukum

diperdebatkan antara hak otonomi ayah dan anaknya sendiri sebagai pasien. Si ayah

mempunyai hak dalam menentukan hal yang terbaik bagi kesehatan anaknya Jadi

kebebasan pasien untuk memilih perawatan selanjutnya yang dia perlukan tetapi

hendaknya tidak bertentangan dengan etika dan hukum yang berlaku dalam negara

ini.

Tanggung jawab seorang pelayanan kesehatan yang professional

Mengutip dari Deklarasi Geneva, dokter berjanji, ”Kesehatan pasien saya

akan selalu menjadi pertimbangan pertama saya”. Dan dari Deklarasi Helsinki

menyebutkan, ”Dalam penelitian kedokteran dengan subjek manusia, pertimbangan

mengenai kesehatan manusia sebagai subjek uji haruslah menjadi pertimbangan awal

12

Page 13: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

di atas kepentingan ilmu pengetahuan dan masyarakat”. Profesi kesehatan mempunyai

perbedaan sudut pandang mengenai persamaan dan hak-hak pasien. Satu sisi dokter

paham bahwa tidak boleh ”membiarkan pertimbangan usia, penyakit atau kecacatan,

keimanan, etnik, jenis kelamin, nasionalitas, keanggotaan politik, ras, orientasi

seksual, atau posisi sosial mengintervensi tugas saya dan pasien saya” (Deklarasi

Jenewa). Pada saat yang sama dokter juga mengklaim bahwa mereka berhak menolak

atau autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi

dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya),

beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak

melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur),

serta sikap altruisme (pengabdian profesi).

Prinsip bioetika yang lain muncul dari seorang filsuf dan teolog, Beauchamp

dan Childress, yang mempublikasikan Principles of Biomedical Ethics (1979).

Mereka mengemukakan empat prinsip dasar bioetika yang dipikirkan dari beberapa

dasar etika Sumpah Hipocrates, Surat hak Pasien, Deklarasi Geneva (1948) yaitu:

Otonomi (autonomy): Dasar dari prinsip otonomi adalah  bahwa setiap individu

mampu bebas dari obyek personal dan bertindak seturut kebebasannya. Otonomi ini

mempunyai 3 syarat dasar:

a. mempunyai maksud/intense

b. paham akan arti tindakannya

c. tidak berada dalam pengaruh luar.

Trend yang terjadi setelah perang dunia dan berkat Hukum Nuremberg 1946

yang memberi tekanan kuat pada pertimbangan otonom pasien sebagai hal yang

sangat mendasar dalam perawatan kesehatan. Untuk sampai pada tataran ini, memang

dibutuhkan relasi yang sehat dan dewasa secara psikologis antara pasien dan dokter.

Kant : otonomi kehendak= otonomi moral

1. kebebasan bertindak, memutuskan (memilih), dan menentukan diri sendiri

dengan kesadaran terbaik dirinya.

2. tanpa hambatan, paksaan atau campur tangan pihak luar (heteronomy)

3. motivasi berdasarkan prinsip rasional atau sel legislation dari manusia

Mill : otonomi tindakan atau pemikiran = otonomi individual

1. kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (realisasi keputusan dan

kemampuan melaksanakannya)

2. hal penentuan diri dari sisi pandang pribadi

13

Page 14: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Dalam prinsip otonomi ada dua keyakinan etika fundamental yaitu :

o Menghormati otonomi : hal ini membutuhkan orang-orang yang kompeten,

dipengaruhi oleh kehendak dan keinginannya sendiri yang memiliki pengertian

yang adekuat pada tiap-tiap kasus yang dipersoalkan dan memiliki kemampuan

untuk menanggung konsekuensi dari keputusan yang secara otonomi atau secara

mandiri telah diambil.

o Melindungi manusia yang otonominya kurang atau terganggu : hal ini berarti

memberikan perlindungan dalam pemeliharaan, perwalian, pengasuhan kepada

anak-anak, para remaja, dan orang dewasa yang berada dalam kondisi lemah dan

tidak mempunyai kemampuan otonomi (mandiri).

Pasien mempunyai hak atas informasi kesehatan dan perawatan yang dijalaninya. Dan

berhak untuk meneruskan perawatan atau menghentikan perawatan.

Menguntungkan (beneficence): harus berbuat baik.

Prinsip berbuat baik ini dalam penelitian ilmiah berarti berupaya untuk memperoleh

manfaat maksimal dengan kerugian yang minimal. Dalam hal hubungan antara dokter

dan pasien prinsip ini dapat diartikan tidak melakukan sesuatu yang merugikan,

berbuat baik meskipun berakibat kesusahan bagi sang dokter dan meskipun sang

dokter harus berkorban.

Yang diungkapkan dalam: melindungi dan membela hak asasi orang lain,

mengantisipasi supaya tidak ada yang merugikan orang lain, menghilangkan kondisi-

kondisi yang dapat memancing prasangka terhadap orang lain, membantu orang-orang

cacat, menyelamatkan orang yang berada dalam bahaya. Memandang pasien tak

hanya sejauh menguntungkan dokter, Maksimalisasi akibat baik daripada akibat

buruk.

Banyak dianut di timur (termasuk RI) paternalisme nyata dan prinsip

musyawarah mufakat. Ada dua yaitu :

1. general beneficence : berbuat baik terhadap siapapun termasuk ”yang tidak

kita kenal” impartially, merupakanetika normative

2. spesific bebeficence : bermoral bila tindakan baik ditujukan pada pihak khusus

”yang kita kenal” : pasien, anak-anak, teman-teman. Hal ini menimbulkan

kewajiban ”mutlak” profesi, khususnya secara psikologis.

14

Page 15: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Tidak merugikan (non maleficence): “primum non nocere” artinya pertama jangan

menyakiti, bahwa tidak diperbolehkan membuat rusak dan kejelekan. Diterjemahkan

dalam kata lain: tidak menyebabkan sakit.

Prinsip ini merupakan komplementer dari prinsip beneficence.

Kewajiban menganut ini berdasarkan hal-hal:

- pasien dalam keadaaan amat berbahaya atau beresiko

- hilangnya sesuatu yang penting

dokter sanggupmencegah bahaya atau kehilangan tersebut

manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami resiko

minimal)

tindakan kedokteran tidak terbukti efektif

Keadilan (justice): keadilan distributif: kasus yang sama seharusnya diperlakukan

dengan cara sama dan kasus yang berbeda diperlakukan dengan cara yang berbeda.

Dalam bahasa latin disebut: Justitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique

tibuens.

Prinsip ini bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam transaksi dan

perlakuan antar sesama manusia. Prinsip ini mengacu pada kewajiban etika untuk

memperlakukan setiap manusia dengan moral yang benar dan pantas serta memberi

setiap orang yang merupakan haknya. Memberi perlakuan yang sama pada semua

pasien untuk kebahagian pasien dan umat manusia yakni : memberi sumbangan relatif

sama dengan kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai dengan kebutuhan

pasien), menuntut pengorbanan mereka secara relatif sama dengan kemampuan

mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien)

Persoalan lain adalah berkaitan dengan jaminan kesehatan masyarakat.

Pertanyaaan dasar bagi negara-negara berkembangan adalah apakah ada jaminan

kesehatan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai akses yang cukup untuk

menerima perawatan medis dasar. Faktor sosial ekonomi merupakan batas bagi

sebuah perawatan kesehatan.

Jenis keadilan :

1. tukar-menukar:kebijakan (kebiasaan etis) selalu memberi hak pasien / yang

harus diterimanya.

15

Page 16: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

2. distribusi (membagi) kebajikan dokter/sarana kesehatan selalu membagikan

kenikmatan/beban bersama, rata dan merata dengan keselarasan sifat dan

tingkat perbedaan jasmani dan rohani

3. sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran kesejahteraan

bersama

4. hukum (umum) : bagi dengan hukum (pengaturan demi kedamaian hidup

bersama) mencapai kesejahteraan umum

Dokter itu sendiri jika dilihat dari empat prinsip yang mendasar dari bioetika akan

selalu menggunakan 2 prinsip yaitu prinsip beneficence dan non-maleficence dalam

menangani pasien. Seorang dokter akan memberikan hal yang terbaik dan bermanfaat

lebih besar daripada sisi buruk bagi pasiennya sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliknya yang dilandasi oleh etika. Dalam kasus ini, seorang dokter harus mampu

memberikan informasi-informasi yang jelas yang perlu dipikirkan oleh pasien

mengenai operasi yang dilakukan dan menerangkan apa keuntungan dan kerugian

sehingga pasien bisa memutuskan apa yang terbaik bagi pasien. Dan hendaknya

seorang dokter menjaga hubungan yang baik dengan keluarga pasien dan

menghindari hubungan yang paternalistik.

IV. Pengambilan Keputusan

Rekapitulasi masalah moral

Pada kasus diatas dokter harus menjelaskan secara lengkap informasi

mengenai hidrosefalus kepada si ayah serta konsekuensi-konsekuensi yang akan

terjadi pada anaknya sendiri. Apakah tindakan operasi tersebut bermanfaat pada anak

yang menderita hidrosefalus. Misalkan dokter ini menawarkan untuk memberi

operasi, dokter harus menyampaikan informed consent terlebih dahulu mengenai

bagaimana pelaksanaanya, seberapa besar keuntungan bagi pasien dan bagaimana

pembiayaan dari pemeriksaan yang dilakukan. Apabila setelah dilakukan operasi

ternyata hasilnya menunjukkan hasil yang tidak memuaskan atau tidak ada

peningkatan, disinilah sulit bagi ayah pasien maupun dokter memutuskan apakah

operasi akan dilakukan atau tidak. Ini menjadi dilema karena disisi lain si ayah pasti

menginginkan anaknya kembali normal tanpa adanya suatu penyakit yang bisa

berlangsung seumur hidup namun disisi lain seorang anak juga mempunyai hak hidup

sebagai seorang mahluk hidup. Tetapi bukan berarti dengan alasan bahwa penyakit

16

Page 17: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

yang diderita pasien dalam fase terminal,kita boleh tidak melakukan terapi. Hak

otonomi siapakah yang didahulukan, hak otonomi ayahnya atau hak otonomi pasien.

Disinilah dilemanya bagaimana keseimbangan hak otonomi dari si ayah dengan

anaknya, yang mana akan didahulukan. Disinilah diperlukan hubungan dokter dan

pasien yang baik dimana dokter memberikan informasi-informasi yang perlu

dipikirkan oleh pasien dan keluarganya dan diserahkan tanggung jawab sesuai dengan

hak otonomi dan keadilan untuk memutuskan dan merundingkan dengan keluarga apa

yang akan dilakukan dengan pengobatannya (kontrol keputusan tetap dipegang

pasien). Dokter jangan berpikir akan bisa meminta pasien untuk berpikir dengan jalan

yang benar. Bisa saja pasien akan menuruti kata hatinya untuk melanjutkan

pengobatan.

Argumen

Kita menyatakan bahwa setiap kasus klinis, yang dilihat sebagai suatu masalah

etika, harus dianalisa berdasarkan atas empat faktor. Empat faktor tersebut adalah

1. Medical Indications (Indikasi Medis)

Topik ini biasanya terdiri dari bahan diskusi klinis tentang: diagnosa dan

terapi pada kondisi patologi pasien. Dari indikasi medis, fakta klinis diperlukan untuk

mendiagnosa dan mengetahui tingkat keparahan hidrosefalus tersebut. Hal ini

diperlukan untuk membuat prognosis, pilihan terapi, perbaikan fungsi termasuk

resiko, keuntungan dan hasil dari setiap pengobatan. Berbagai bentuk terapi diberikan

seperti penggantian cairan dan nutrisi, operasi pirau dan pemberian obat-obatan.

2. Patient Preferences (Pilihan Pasien)

Dalam semua perawatan medis, pilihan pasien berdasarkan nilai-nilai kepunyaan

pasien dan penilaian pribadi dari manfaat dan beban yang relevan secara etika.

Masalah etis muncul dalam menentukan siapa yang berhak mewakili pasien dalam

mengambil keputusan dan dalam memilih kriteria keputusan berdasarkan kepentingan

pasien yang tidak kompeten tersebut.

Jika paternalisme medis berlaku, dokter dianggap sebagai pengambil

keputusan yang tepat bagi pasien yang tidak kompeten. Dokter sebaiknya

berkonsultasi dengan anggota keluarga mengenai pilihan tindakan yang ada,

walaupun keputusan final ada di tangan dokter. Jika dokter berhasil

17

Page 18: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan oleh pasien dan jika pasien

tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan pilihan terapi yang dijalani, maka

kemudian pasien akan berada dalam posisi dapat membuat keputusan berdasarkan

pemahamannya tentang bagaimana menindaklanjutinya. Walaupun istilah ijin

mengandung pengertian menerima perlakuan yang diberikan, namun konsep ijin

berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama dengan penolakan

terhadap terapi atau memilih. Pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak

perawatan, walaupun penolakan tersebut dapat menyebabkan kecacatan atau

kematian.

Pada kasus ini usia pasien baru tiga bulan. Pada usia semuda ini pasien tidak

mampu menentukan pilihan terapi apa yang akan dilakukan sehingga keputusan ini

dapat diwakilkan kepada keluarganya dalam kasus ini sang ayah pasien.

3. Quality of Life (Mutu Hidup)

Obyek semua intervensi medis adalah untuk memperbaiki kembali, memelihara

atau meningkatkan mutu hidup. Karena itu, dalam semua situasi medis, topik mutu

hidup harus diperhatikan.

Dalam kasus ini pasien menurut dokter memiliki prognosis yang buruk. Baik jika

dilakukan operasi maupun tidak. Walaupun jika dilakukan operasi terdapat resiko

serta konsekuensi yang harus dihadapi diantaranya gangguan perkembangan serta

komplikasi pasca operasi. Namun jika tidak dilakukan terapi maka kualitas hidup

pasien akan mengalami penurunan yang signifikan.

4. Contextual Features,

Dokter merawat pasien dengan tujuan dan tugas agar semua usaha layak untuk

membantu mereka. Topik indikasi medis, pilihan pasien dan mutu hidup

memunculkan segi penting dari kasus ini. Namun setiap kasus medis berhubungan

dengan suatu konteks besar dari orang, institusi, pengaturan sosial dan keuangan.

Dalam kasus ini monitoring setelah operasi dilaksanakan, patut

dipertimbangkan, apakah keluarga pasien mampu melakukan follow up yang rutin.

Selain itu masalah biaya juga harus diperhatikan.

18

Page 19: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Keputusan yang Diambil

Menurut saya keputusan dokter pada kasus diatas adalah tidak melaksanakan

operasi. Jika ditinjau dari keempat faktor diatas maka alasan saya adalah:

1. Berdasarkan indikasi medis terapi untuk hidrosefalus adalah operasi pembentukan

pirau untuk mengalirkan CSF ke sistem vena ekstrakranial. Diharapkan dengan

pelaksanaan operasi ini maka penyakit yang diderita pasien akan sedikit berkurang.

Memang jika dilihat dari kondisi pasien yang sudah buruk maka dokter akan berpikir

jika melakukan tindakan, namun akan lebih baik jika kita mengusahakan sesuatu

untuk suatu perubahan daripada hanya membiarkan pasien dengan penyakitnya tanpa

melakukan sesuatu.

2. Dari segi pilihan pasien, maka semua keputusan harus diserahkan kepada pasien

yang dalam kasus ini diwakili oleh sang ayah. Namun kita sebagai dokter wajib

memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang penyakit yang diderita pasien,

selain itu dokter juga wajib menjelaskan segala terapi yang mungkin dilaksanakan

untuk pasien ini.

3. Jika dilihat dari segi mutu hidup maka jika tidak dilakukan operasi pasien dapat

meninggal, namun jika dilakukan operasi kemungkinan pasien ini dapat selamat

namun terdapat beberapa kemungkinan resiko yang dapat terjadi diantaranya

gangguan tumbuh kembang serta komplikasi operasi yang dilakukan. Selain itu jika

dilakukan operasi maka pasien akan mengalami ketergantungan selamanya dengan

orang lain.

4. Pertimbangan terakhir adalah dari konteks yang lain terutama dari segi biaya serta

follow up setelah dilaksanakannya operasi. Keluarga pasien mengalami kesulitan

untuk follow up rutin.

Jadi menurut saya berdasarkan pertimbangan diatas, kalau memang dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sudah mengarahkan pada

hidrosefalus dengan prognosis yang buruk maka tidak perlu dilakukan operasi karena

manfaatnya yang tidak signifikan serta ini akan membuat boros biaya kesehatan yang

bertentangan dengan etika dimana dokter mengusahakan yang terbaik manfaatnya dan

efek buruk yang sekecil-kecilnya,akan tetapi keputusan penuh berada ditangan pasien

setelah dijelaskan mengenai penyakitnya sebelumnya.

19

Page 20: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

Evaluasi

Dilema pada kasus ini adalah tindakan apa yang sebaiknya diambil oleh

dokter. Keputusan yang diambil harus berdasarkan etika yang berlaku dilandasi niat

yang murni untuk berbuat kebaikan. Pasien sebagai orang yang mempunyai penyakit

harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik dan informasi mengenai

penyakit dan konsekuensi yang ditimbulkan yang harus dijelaskan dengan lengkap

oleh dokter.

20

Page 21: TEACHING HEALTH ETHICS Child With Hydrocephalus

DAFTAR PUSTAKA

1. Maertens, dkk. Bioetika Refleksi atas Masalah Etika Biomedis. Gramedia

Jakarta. 1995

2. Nazif Amrul Hidayat. Bioetika dan hak-hak Azasi Manusia. Komisi Bioetika

nasional. 2007

3. Gunawan. Memahami Etika Kedokteran. Kanisius, Yogyakarta. 1991

4. Sampurna, Budi, dkk. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum.

Jakarta. 2003

5. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia. KODEKI dan Pedoman

Penatalaksanaan KODEKI Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. 2002

6. Hill,McGraw,Inc.(1998), “Clinical Ethics: A Practical Approach to Ethical

Decisions in Medical Medicine” 4th edition. Available from:

http://www.Bioethicaltool.htm

7. “MedicalEthics”, Available: http://www.nyu.edu/gsas/dept/philo/faculty/ruddick

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC.

Jakarta. 2006

9. Williams,J.R.(2005), ”Medical Ethics Manual”, Available from: www.ethics-

network.org.uk/Cases/archive.htm (Accessed: Maret 2008).

21