REFERAT TB ABDOMEN Oleh Ratin Adira Joana De Fatima Martins F PEMBIMBING: Dr. Kiki Lukman Sp.B (K)-BD PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 1
REFERATTB ABDOMEN
OlehRatin Adira
Joana De Fatima Martins F
PEMBIMBING:
Dr. Kiki Lukman Sp.B (K)-BD
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIVE
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/
RSUP DR. HASAN SADIKINBANDUNG
2011
1
TUBERCULOSIS
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang dapat mengenai hampir
semua bagian tubuh namun paling sering menginfeksi paru-paru.3 Tahun
1882 Kock mengidentifikasi basil tuberkel.4 Pada awalnya penyakit ini
secara primer menjangkiti paru-paru, dan terbawa ke saluran cerna
melalui sputum yang tertelan.1 Tuberkulosis yang menginfeksi traktus
intestinal dapat disebabkan oleh baik Mycobacterium tuberculosis
ataupun Mycobacterium bovis.1
Mycobacterium tuberculosis menginfeksi sekitar 1/3 populasi dunia
dan membunuh sekitar 3 juta pasien setiap tahunnya dan oleh sebab itu
menjadi penyebab kematian yang paling sering di seluruh dunia.2,5
Namun tidak semua individu yang terinfeksi memperlihatkan gejala
klinis.5 Mycobacterium menyebabkan timbulnya penyakit apabila sistem
imun melemah seperti pada usia lanjut dan orang-orang dengan HIV
positif.5
Diperkirakan sekitar 150 juta orang terinfeksi tuberkulosis.4
Terdapat 3 sampai 5 juta kasus baru dan 600 kematian akibat penyakit
ini tiap tahunnya.4 Di tahun 2000-2020 diperkirakan sebanyak 1 milyar
orang akan terinfeksi, 200 juta orang akan menunjukan gejala penyakit
dan 35 juta orang akan meninggal karena penyakit ini bila kontrol
terhadapnya tidak diperkuat.5
Proporsi tuberkulosis ekstrapulmonal lebih tinggi pada orang-orang
dengan AIDS, dibuktikan dengan adanya peningkatan frekuensi
terjadinya tuberkulosis intestinal yang dilaporkan pada individu ini.1
Orang dengan AIDS mempunyai penurunan ketahanan respon imun
seluler sel T terhadap invasi M.tuberculosis sehingga perkembangan
penyakit ini lebih cepat dibandingkan dengan orang yang sehat, memiliki
lebih banyak penyakit paru-paru yang berat dan lebih mudah menularkan
2
bakteri M.tuberculosis ke orang lain.2 Sebagai tambahan, M.tuberculosis
yang resisten terhadap beberapa obat telah muncul di antara pasien-
pasien AIDS, orang-orang yang kontak erat dengan pasien AIDS dan
petugas kesehatan.2 Terdapat kurang dari 200 kasus tuberkulosis
intestinal yang dilaporkan di Amerika Serikat dari tahun 1950 sampai
1980, namun insidensinya, terutama di daerah urban menunjukkan
peningkatan yang stabil selama 20 tahun terakhir.1 Saat ini tuberkulosis
peritoneal merupakan tempat tersering terjadinya tuberkulosis
ekstrapulmonal ke-enam di Amerika Serikat, diikuti oleh limfatik,
genitourinaria, tulang dan sendi, TBC milier dan keterlibatan meningeal.1
Ketika penyakit ini mengenai traktus intestinal, biasanya
disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi paru-paru dan lokasi
terseringnya adalah regio ileocecal.1 Alasan dari distribusi ini
dikarenakan keberadaan kelenjar limfe yang berlebih pada area tersebut,
peningkatan stasis fisiologis dan peningkatan rata-rata absorbsi di usus
proksimal.1 Meskipun kondisi ini paling sering terlihat di colon proksimal
dan ileum, namun biasanya dapat ditemukan pula keterlibatan usus
segmental.1
Pada negara-negara maju, insidensi tuberkulosis abdomen sangat
rendah, misalnya pada salah satu kota di Inggris diperkirakan sebanyak
0,43 per 100.000 orang, sedangkan pada populasi imigran dari Asia
memiliki insidensi 75,7 per 100.000 orang.4 Kontrol terhadap
tuberkulosis merupakan suatu tantangan karena riwayat asal muasal dan
pola penyakit yang bervariasi yang bermanifestasi di kelompok populasi
yang berbeda.5
Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitifitas yang
diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity).6 Pada awalnya penyakit
3
ini secara primer menjangkiti paru-paru, tetapi dapat mengenai organ
lain.1,6
Etiologi
Mycobacterium adalah organism berbentuk batang ramping kecil
yang secara morfologi tidak dapat dibedakan satu sama lainnya.4 Ia
bersifat aerobik, tidak membentuk spora dan non-motil.2 Mycobacterium
tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu di antara lebih dari 30
anggota genus Mycobacterium.4,6
Tabel 1 Mycobacterim yang patogen pada manusia4
Mycobacterium Penyakit pada manusia
M.tuberculosis Tuberculosis (juga menginfeksi
primate)
M.bovis Tuberculosis (juga menginfeksi
ternak dan primate)
M.avium intracellulare* Tuberculosis-like (juga pada
burung dan babi)
M.kansaii* Tuberculosis-like
M.fortuitum complex* Infeksi luka
M.marinum* Lesi kulit (swimming pool
granuloma)
M.leprae Leprosy/kusta
*Mycobacterium atipikal
Karakteristik dari Mycobacterium tuberculosis adalah dinding
selnya yang tebal dengan kandungan lipid yang tinggi sehingga
memberikannya ketahanan yang tinggi pengaruh lingkungan luar.6
Walaupun mycobacterium tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram,
namun sekali diwarnai dengan basic fuchsin, mycobacterium tahan
terhadap asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan
alkohol asam.4,6 Karena adanya lapisan lipid yang tebal maka pemanasan
4
atau pemakaian detergen biasanya diperlukan untuk menyempurnakan
pewarnaan primer.6 (Gambar 2.1)7
Gambar 1. Pewarnaan Ziehl-Neelsen memperlihatkan M.tuberculosis
sebagai batang-batang berwarna merah (tanda panah)7
Doubling time mycobacterium sangat lambat yaitu 12-18 jam bila
dibandingkan dengan bakteri Escherichia coli.4 Dikarenakan
mycobacterium tumbuh 20 sampai 100 kali lebih lambat dibandingkan
dengan bakteri, maka perlu sekitar 4 sampai 6 minggu untuk membentuk
koloni M.tuberculosis untuk kepentingan penelitian sensitivitas obat.2
Resistensi terhadap obat antimikrobakterial terbaik yaitu rifampisin dan
isoniazid terjadi karena mutasi pada RNA polymerase dan katalase.2
Patofisiologi
M.tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif.6
Mycobacterium patogen tidak memproduksi faktor virulen klasik seperti
toksin, enzim proteolitik dan hemolisin.4 Kemampuan mycobacterium
untuk menimbulkan penyakit terutama disebabkan oleh kapasitas
mycobacterium untuk bermultiplikasi dan bertahan di dalam makrofag.2,4
Basil ini kemungkinan menyebar pertama kali melalui kelenjar limfe
namun keberadaannya di dalam jaringan menginisisasi respon imun
inflamasi seluler tipe 5.2,4 Bila infeksi ini tidak dapat dikontrol oleh
respon imun seluler ini maka basil tuberkel akan bermultiplikasi sampai
pada titik dimana ia mendatangkan reaksi alergi nekrolisis lokal yang
5
menyebabkan suatu proses destruktif dengan karakteristik timbulnya
penyakit kronis progresif.4
Patogenitas M.tuberculosis berhubungan dengan kemampuannya
untuk lolos dari makrofag dan menginduksi tipe hipersensitivitas
delayed.2 Reaksi ini terbagi menjadi beberapa komponen di dinding sel
M.tuberculosis.2 Pertama, adalah cord factor yaitu permukaan glikolipid
yang menyebabkan M.tuberculosis tumbuh pada serpentine cord secara
in vitro.2 Strain virulen M.tuberculosis mempunyai cord factor pada
permukaannya, sedangkan strain avirulen tidak, dan menginjeksikan
cord factor murni yang akan menginduksi granuloma yang khas pada
tikus percobaan.2 Kedua adalah lipoarabinomannan (LAM), sebuah
stuktur heteropolisakarida yang mirip dengan toksin bakteri gram
negative yang akan menghambat aktivasi makrofag oleh interferon-γ.2
LAM juga menginduksi makrofag untuk mensekresi TNF-α yang akan
menimbulkan demam, penurunan berat badan dan kerusakan jaringan,
dan IL-10 yang menekan proliferasi mycobacterium-induced T cell.2
Ketiga komplemen yang teraktivasi di permukaan mycobacterium dapat
mengopsonisasi organisme dan menfasilitasi pengambilannya oleh
reseptor komplemen makrofag tanpa memicu respon berlebihdari system
respirasi yang diperlukan untuk membunuh organisme tersebut.2
Keempat, suatu heat-shock protein dengan sifat immunogenik yang
sangat tinggi yang dikandung oleh M.tuberculosis mirip dengan heat-
shock protein manusia dan mungkin mempunyai peranan dalam reaksi
autoimun yang diinduksi oleh M.tuberculosis.2
Timbul dan berkembangnya hipersensitivitas yang dimediasi oleh
sel atau tipe IV tehadap basil tuberkel mungkin dapat menjelaskan
kemampuan organisme untuk merusak jaringan dan kepentingan
resistensi terhadap organisme tersebut.2 Pada paparan awal terhadap
organisme ini respon inflamasi bersifat non-spesifik dan menghasilkan
reaksi terhadap segala macam bentuk invasi.2 Dalam 2-3 minggu
bersamaan dengan timbulnya reaksi kulit yang positif, reaksi selanjutnya
menjadi pembentukan granuloma dan pusat granuloma ini mengalami
6
nekrosis perkejuan membentuk tuberkel lunak (gambar 2.2).2 Pola dari
respon penjamu tergantung dari apakah infeksi tersebut merupakan
paparan pertama atau reaksi sekunder pada penjamu yang telah
tersensitisasi sebelumnya.2
Gambar 2. Aktivasi dan sensitisasi makrofag oleh M.tuberculosis .2
Jalan masuk awal bagi basilus tuberkel ke dalam paru atau ke
tempat lainnya pada individu yang sebelumnya sehat menimbulkan
7
respon peradangan akut yang non spesifik yang jarang diperhatikan dan
biasanya disertai dengan sedikit atau sama sekali tanpa gejala.6 Basilus
kemudian ditelan olah makrofag dan diangkut ke kelenjar limfe regional.
Kemudian mencapai aliran darah dan terjadi penyebaran yang luas.6
Kebanyakan, lesi tuberkulosis diseminata menyembuh, sebagaimana lesi
paru primer walaupun akan tetap ada fokus potensial untuk reaktivasi
selanjutmnya.6
Selama 2 sampai 8 minggu setelah infeksi primer saat basilus terus
berkembang biak di dalam lingkungan intraselulernya, timbul
hipersensitivitas pada penjamu yang terinfeksi.6 Limfosit menguraikan
factor kemotaktik, interleukin dan limfokin.6 Sebagai responnya monosit
masuk ke daerah tersebut dan mengalami perubahan bentuk menjadi
makrofag dan selanjutnya menjadi sel histiosit khusus yang tersusun
menjadi granuloma.6 (gambar 2.3 Tuberkulosis Primer.) 7
Gambar 3 Tuberkulosis Primer.Tuberkulosis Primer terdiri dari fokus
Ghon. Tuberkulosis sekunder mungkin muncul dalam beberapa bentuk.7
8
M.tuberculosis dapat bertahan dalam makrofag selama bertahun-
tahun walaupun terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam sel ini,
namun multiplikasi dan penyebaran selanjutnya biasanya terbatas.6
Kemudian terjadi penyembuhan, sering kali dengan kalsifikasi granuloma
yang lambat yang kadang meninggalkan lesi sisa yang tampak pada foto
Rontgen paru.6 (Gambar 2.4 Radiografi dada memperlihatkan kalsifikasi
hillar limfadenitis tuberkulosis.)5
Gambar 4 Radiografi dada memperlihatkan kalsifikasi hillar limfadenitis
tuberkulosis. 5
Tuberkulosis abdomen didapat sering kali karena mencerna
M.bovis dalam jumlah yang banyak yang biasnya terdapat pada susu sapi
yang tidak dipasteurisasi.4 Di Amerika Utara dan negara-negara barat
lainnya, eradikasi organisme tercapai dengan cara mengontrol
tuberkulosis pada hewan ternak dan pasteurisasi susu.4
Rute infeksi tuberkulosis terhadap saluran gastrointestinal dapat
terjadi dengan cara sebagai berikut5:
1. Penyebaran dengan cara menelan sputum yang terinfeksi pada
pasien dengan TB paru aktif terutama pada pasien dengan kavitasi
pulmonal dan pemeriksaan sputum positif.
9
2. Penyebaran melalui rute hematogen dari fokus tuberkulosis di
paru-paru menuju kelenjar limfe submukosa.
3. Penyebaran lokal dari organ di sekitarnya yang terkena infeksi
tuberkulosis primer misalnya TB ginjal menyebabkan fistula ke
duodenum atau limfadenopati TB mediastinal melibatkan
esophagus, KGB dan tuba falopii.
Diagnosis
Diagnosis memerlukan kecurigaan yang tinggi.1 Sebaiknya ketika
suatu lesi pulmonal dapat diidentifikasi maka perlu dipertimbangkan
adanya tuberkulosis intestinal.1 Tetapi hanya sekitar 25% TB Abdomen
yang disertai dengan TB paru.8 Bakteri tahan asam jarang dapat
diidentifikasi dari tinja.1 Meskipiun tes tuberkulin positif dapat berguna
namun tidak dapat menegakkan diagnosis dengan pasti.1
Diagnosis pasti tuberkulosis dapat ditegakkan dengan menemukan
dan menghitung batang tahan asam pada spesimen biopsi dengan
pewarnaan Ziehl-Nielsen, kultur positif, dan ditemukannya granuloma
perkejuan pada pemeriksaan histologi jaringan lesi.4,5 Dikarenakan hasil
kultur memerlukan waktu sekitar 4 minggu, maka dibuat pendekatan
terbaru yang lebih berguna seperti deteksi DNA bakteri dalam hal ini
amplifikasi genom oleh reaksi rantai polimerase.5
Anamnesis
Keluhan yang paling sering terjadi pada tuberkulosis abdomen
adalah nyeri abdomen, penurunan berat badan dan demam.1 Nyeri
biasanya dirasakan di hipogastrium dan sering kali terlokalisir di
kuadran kanan bawah abdomen.1 Dari pengalaman Lisehora dan
koleganya dari the Tripler Army Medical Center di Honolulu, Hawaii,
kebanyakan individu mengalami chronic wasting illness, nyeri abdomen
ringan dan demam.1 Tabel 2.2 menunjukkan gejala klinis yang dikeluhkan
pasien dengan tuberkulosis abdomen.4
10
Tabel 2. Gejala klinis yang dikeluhkan pasien dengan tuberkulosis
abdomen.4
Gejala Jumlah pasien
Nyeri abdomen 62 (86%)
Keringat malam 53 (74%)
Penurunan berat badan 52 (72%)
Muntah 26(36%)
Ascites 24(33%)
Limfadenopati 23(32%)
Familial TB 23(32%)
Pulmonary TB 21(29%)
Obstruksi (akut atau kronik) 18(25%)
Massa abdomen 18(25%)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya massa, biasanya di
kuadran kanan bawah abdomen.1 Pada keadaan yang jarang terjadi,
dimana tuberkulosis menginfeksi rectum atau anus, dapat timbul suatu
striktur.1 Tergantung pada apakah lesi tersebut menyebabkan ulserasi
atau striktur, ia dapat menstimulasi terjadinya keganasan.1 Bahkan pada
keadaan dimana tidak ditemukan lesi paru-paru, ahli bedah biasanya
akan melakukan operasi kanker pada penyakit ini.1
Tuberkulosis abdomen mempunyai 4 tampilan klinis mayor, yaitu 4 :
1. Limfadenopati mesenterika
Penyakit dimulai perlahan dengan penurunan berat badan,
demam tidak begitu tingi yang hilang timbul, dan rasa lemas.4
Seiring dengan perjalanan penyakit yang kian lama kian progresif,
mulailah timbul pembengkakan pada abdomen yang disebabkan
11
baik karena akumulasi cairan di dalam rongga abdomen maupun
karena pembesaran kelenjar getah bening secara masif.4 Apabila
penyakit ini terus berkembang, maka akan timbul gejala tambahan
berupa anemia, hipoalbuminemia dan oedem perifer yang sering
disertai dengan limfoedema.4 Perkejuan masif pada kelenjar limfe
mesenterika muncul.4 Ruptur nodus merupakan komplikasi mayor
pada bentuk tuberkulosis ini dengan penyebaran basil ke dalam
rongga abdomen sehingga menyebabkan peritonitis tuberkulosis
dengan tuberkel-tuberkel di permukaan peritoneum.4
2. Daerah ileocaecal
Daerah gastrointestinal yang sering terlibat adalah daerah
ileocaecal. TB pada ileocaecal dan usus halus ditandai dengan
massa yang teraba pada kuadran kanan bawah atau didapatkan
komplikasi berupa obstruksi, perforasi atau malabsorpsi, terutama
jika sudah terdapat striktur. Gejala yang sering muncul yaitu mual
dan nyeri. Nyeri mungkin disebabkan karena adanya obstruksi
akibat striktur yang biasanya terjadi di ileum terminal.4 Nyeri
biasanya berlokasi di bagian tengah abdomen atau di fossa iliaca
dextra.4,5 Suatu massa mungkin dapat teraba di fossa iliaca dextra
dan biasanya sering timbul demam, diare dan penurunan keadaan
umum.4,5 Perforasi, meskipun tidak biasa terjadi, dapat saja timbul
dan dapat menyebabkan nyeri abdomen yang luas yang mengarah
kepada peritonitis.4,5,8
Gejala klinis lain yang jarang adalah dysphagia, odynophagia
dan ulkus esophagus pada TB yang mengenai esophagus, dyspepsia
dan gastric outlet obstruction pada TB Gastroduodenal, nyeri
abdomen bagian bawah dan hematochezia karena TB colon dan
striktur rectum atau fistula perianal yang multiple dapat
disebabkan TB pada anus dan rectum.
3. Penyakit kolon dan anorektal.
Infeksi dapat terbatas sampai kolon bikla gejala yang muncul
terdiri dari nyeri kolik di kuadran bawah abdomen, perubahan
kebiasaan buang air dan demam.4 Pembentukan striktur adalah
12
komplikasi yang sering terjadi.4 Tuberkulosis yang terjadi di
sebelah distal ileocaecal adalah suatu hal yang tidak biasa dan
jarang dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila suatu
proses penyakit berlokasi di usus besar.5 Tuberkulosis juga
terkadang mengenai kanalis ani dimana ia dapat menyebabkan
ulkus yang pada awalnya tidak dapat dibedakan dengan fissure ani
sederhana.4 Bila penyakit ini mengenai daerah perianal,maka
dapat tertukar dengan penyakit Chorn’s, aktinomikosis, fistula ani,
colloid carcinoma, sarcoidosis dan penyakit kulit lainnya.5 Fistula
ani merupakan tampilan klinis yang paling sering dari tuberkulosis
anorektal (sekitar 80%-90%).5 Penyakit anorektal mungkin dapat
dipersulit oleh adanya pembentukan fistula dan abses.4 Suatu
fistula tuberkulosis harus dipertimbangkan bila pada lubang ke
arah kulit terlihat kasar, dimana terdapat tidak ada atau ada
indurasi ringan dengan cairan yang encer.4
4. Peritonitis
Bentuk infeksi tuberkulosis ini mungkin terhitung sekitar 25-
30% dari penyakit tropis dan proporsinya hampir sama atau
bahkan lebih tinggi pada pasien imigran di negara berkembang.4
Sama seperti sebelumnya, onset penyakitnya bersifat perlahan-
lahan, biasanya berhubungan dengan demam dan penurunan
kesadaran.4 Keterlibatan peritoneal dapat menyebabkan asites
yang progresif (tipe basah) atau keterlibatan peritoneal yang
meluas tanpa disertai asites tetapi disertai dengan adhesi (tipe
kering) dan tipe fibrosis dimana terdapat penebalan omentum,
perlengketan yang luas dan ascites yang terlokalisir.4,8 Kadang-
kadang peritonitis dapat terjadi secara tiba-tiba, biasanya
berhubungan dengan ruptur masif dari kelenjar limfe abdomen yag
mengalami nekrosis perkejuan.4
Pemeriksaan Laboratorium.
13
Pemeriksaan non-spesifik pada tuberkulosis abdomen mencakup
laju endap darah, anemia normokrom normositer dan hipoalbumin.4
Pemeriksaan tuberkulin mempunyai nilai diagnostik yang terbatas dan
memberikan hasil positif yang bervariasi mulai dari 30% sampai 100%
dalam rangkaian yang berbeda.4 Pasien dengan tuberkulosis abdomen
secara umum memiliki hasil tes positif lemah dibandingkan dengan
pasien dengan tuberkulosis paru-paru yang aktif.4 Soluble Antigen Ab
(SAFA) test dan enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA) yang
biasanya positif pada tuberkulosis paru-paru juga positif pada 83% dan
94% pada pasien yang diduga dengan tuberkulosis abdomen.4
Secara histologi, terdapat perpaduan beberapa granuloma yang
terdiri dari sel-sel epiteloid yang dikelilingi suatui zona fibroblast dan
limfosit yang biasanya mengandung sel Langerhans raksasa.2 Nekrosis
perkejuan biasanya terjadi di pusat tuberkel.2 (Gambar 2.5)7 Jumlah
tuberkel ini tergantung dari kepekaan pasien dan vitrulensi organisme.2
Gambar 5 Granuloma pada tuberkulosis memperlihatkan nekrosis luas7
Pada kasus yang dicurigai sebagai tuberkulosis, diagnosis
dipastikan melalui pewarnaan histologi, apusan dan kultur batang tahan
asam.2 Basil tuberkel dapat dilihat pada fase eksudatif awal dan fase
perkejuan dapat akan sulit menemukan basil tuberkel pada fase
14
fibrokalsifikasi lanjut.2 Berdasarkan pemeriksaan patologis, tuberkulosis
intestinal diklasifikasikan menjadi5 :
1. Bentuk tuberkulosis ulseratif, terlihat pada kira-kira 60% pasien.
Ulkus superficial multipel terdapat di permukaan epitel. Hal ini
dipertimbangkan sebagai bentuk aktif penyakit tersebut.
2. Bentuk tuberkulosis hipertropik, terlihat pada kira-kira 10% pasien
dan terdiri dari penebalan dinding usus dengan pembentukan
jaringan parut, fibrosis dan massa yang keras menyerupai
karsinoma.
3. Bentuk tuberkulosis ulserohiperetropik, yang terlihat pada 30%
pasien. Pasien ini memiliki kombinasi bentuk ulseratif dan
hipertrofik.
Pemeriksaan Imaging.
Pemeriksaan radiologik dapat berguna namun tidak menegakkan
diagnostik dengan pasti.1 Foto polos abdomen pada seorang pasien
dengan obstuksi intestinal sebagai akibat sekunder dari striktur atau
massa dapat memperlihatkan tidak ada bayangan udara di fossa iliaka
dekstra atau distorsi caecum dan colon asendens.1 Perforasi dengan
pneumoperitoneal jarang terjadi.1 (Gambar 6)5
Gambart 6 Foto polos abdomen penderita tuberkulosis memperlihatkan
kalsifikasi difus limfadenopati mesenterik.5
Pemeriksaan dengan barium enema memperlihatkan gambaran
adanya striktur, permukaan mukosa yang irregular, pembentukan fistula
atau distorsi caecal.1,4 Pemeriksaan ini juga dapat memperlihatkan
15
pemendekan colon asendens dan caecum, hilangnya sudut ileocaecal dan
striktur multipel.4 (Gambar 7)5 Ileum terminal bisa terlihat normal,
dilatasi, ulserasi atau striktur.1
Gambar 7 Pemeriksaan barium memperlihatkan striktur pada region
ileocaecal memanjang sampai ke colon asendens proksimal.5
Pemeriksaan dengan computed tomography (CT) dapat
menyediakan wawasan yang lebih jelas tentang proses penyakit dengan
mengidentifikasi adanya asites subklinis, adenopati, abses dan penebalan
dinding usus.1 Yilmaz dan koleganya juga mengidentifikasi perubahan
non-spesifik pada CT pasien dengan tuberkulosis abdomen seperti asites,
limfadenopati intra dan ekstraperitoneal, penebalan dinding ileocaecal
dan kalsifikasi permukaan peritoneum.1 (Gambar 8)5 Namun penemuan
ini hanya relevan bila dicurigai pasien tersebut menderita tuberkulosis
abdomen.1
Gambar 8 CT scan pada pasien HIV positif dengan tuberkulosis abdomen
memperlihatkan asites dan penebalan omentum.5
16
Pemeriksaan tambahan lain yang menunjang diagnosis
Asites yang diambil dari pasien dengan peritonitis tuberkulosis
biasanya jernih dangan kadar protein yang tinggi namun basilus tuberkel
ditemukan secara mikroskopis pada minoritas pasien dan kultur sering
memberikan hasil positif.4 Penilaian level adenosine deaminase dari
cairan asites mempunyai keuntungan lebih untuk diagnosis peritonitis
tuberkulosis, yang harus dipertimbangkan bila menangani asites
eksudatif.5
Sampel yang diambil pada biopsi laparoskopik dari peritoneum
harus diwarnai untuk batang tahan asam dan harus dikultur.5 Bila tidak
tersedia laparoskopi, biopsi peritoneal perkutaneus dan diagnostic ascitic
tap (bila terdapat asites ) untuk pemeriksaan mikrobiologi dan biokimia
harus mencukupi.5 Biopsi peritoneal juga sangat membantu pada kasus
non-asites.5 Hasilnya positif pada 42% pasien dengan tuberkulosis
abdomen.5
Diagnosis Banding
Diagnosis banding tuberkulosis abdomen antara lain Crohn
disease, non-Hodgkin lymphoma, yersiniosis, South American
blastomycosis, and anisakiasis.5
Non-Hodgkin lymphoma adalah neoplasma paling sering yang
terjadi di usus halus, terhitung kira-kira sebanyak 40% dari neoplasma
maligna primer.5 Valvula conniventes menebal dengan massa
17
intraluminal dan ekstraluminal menyebabkan filling defects.5 Usus
memperlihatkan gambaran dilatasi aneurisma fokal yang tidak
berhubungan dengan striktur.5
Yersiniosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Yersinia
enterocolitica, yaitu suatu batang gram negative.5 Tampilan klinis
yersiniosis di usus kecil menyerupai tuberkulosis dan biasanya juga
mengenai ileum terminal.5
Penatalaksanaan
Untuk tuberkulosis abdomen yang tanpa komplikasi,
penatalaksanaan optimal adalah pemberian tiga obat antituberkulosis
selama 10 bulan yaitu dengan isoniazid, rifampisin dan pirazinamid.1,4
Pirazinamid digunakan hanya pada 2 bulan pertama terapi (table 2.3).4
Tabel 3 Regimen kemoterapi yang direkomendasikan untuk
penatalaksanaan tuberkulosis abdomen.4
Obat Durasi (bulan) Dosis
dewasa/hari
Dosis
anak/hari
Rifampisin 10 600mg(>50kg)/
450mg (<50kg)
10mg/kgbb
Isoniazid 10 300mg 10mg/kgbb
Pyrazinamid 2 2g(>50kg)/
1,5g(<50kg)
35mg/kgbb
Ethambutol 2* 25mg/kgbb Tidak diberikan
*diberikan bila dicurigai resistensi.
Selama pengobatan, pasien harus dimonitor secara ketat karena
semua obat antituberkulosis dapat menyebabkan disfungsi hepar
18
meskipun hal ini tidak biasa terjadi.1 Pasien dengan lesi ulseratif lebih
responsif dibandingkan pasien dengan tuberkulosis abdomen tipe
hipertropik.1
Komplikasi dari tuberkulosis abdomen seperti obstuksi usus dan
perforasi membutuhkan operasi segera.4 Suatu pendekatan konservatif
pada penyakit anorektal disetujui sebagai cara yang terbaik, namun
abses perianal atau ischiorektal memerlukan drainase dengan
pembedahan sebelum dilanjutkan dengan penggunaan obat oral
antituberkulosis.4 Pembedahan untuk fistula juga diperlukan apabila
penyembuhan dengan terapi antituberkulosis tidak tercapai.4
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Corman, Marvin L., Colon and Rectal Surgery,5th edition.
Philadelphia : Lippincott William and Wilkins. 2005 : 1645-47
2. Cotran, Ramzi S., Robbins Pathologic Basis of Disease.6th
edition.Philadelphia : W.B Saunders. 1999 : 349-52
3. Senagore, Anthony J., Gale Encyclopedia of Surgery: A Guide for
Patient and Caregiver. Cleveland : Farmington Hill, 2004:1631
4. Keighley, Michael R B., William, Norman S. Surgery of the Anus,
Rectum and Colon. 2nd edition. Vol.2. London: WB Saunders,
2001: 2512-19
5. Mahesh Kumar Neelala, MBBS,DNB, FCR., Gastrointestinal
Tuberculosis. Last Updated 30 November, 2009. Dikutip
Tanggal 9 April 2011. Tersedia di
http://www.emedicine.com/article/376015
6. Daniel Thomas M. Tuberculosis. Dalam : Isselbacher Kurt J.
Harrison’s Principal of Internal Medicine, Edisi 13 Vol.2. New
York: McGraw-Hill, 1995: 799-808.
7. Damjanov, Ivan., Histopatologi : Buku Teks dan Atlas Berwarna.
Alih bahasa., Brahm U Pendit. Editor edisi bahasa Indonesia,
Manfred Himawan. Jakarta: Widya Medika, 1998: 136-37
20