MAKALAH
MAKALAH
TAX PLANNING DALAM PEMANFAATAN TAX INCENTIVES
Dosen Pengampu: Ali Irfan, M.Si., Ak.
TUGAS KELOMPOK
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Pada Mata Kuliah
Manajemen Perpajakan
OLEH
ANISA AYU KHARISMASARI
(2014240921)
IRMAYUNITA DEWI AULIA
(2014240919)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015A. FASILITAS PPH ATAS INDUSTRI TERTENTU DAN WILAYAH
TERTENTU1. Tax Holiday untuk Industri PionirPada tanggal 15 Agustus
2011, Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, atau yang lebih umum dikenal
dengan sebutan Tax Holiday (PMK Tax Holiday). PMK Tax Holiday ini
diluncurkan dengan tujuan untuk menarik dana investasi jangka
panjang ke Indonesia, khususnya investasi baru yang ditanamkan
dalam kelompok industri pionir di Indonesia, sehingga diharapkan
dapat mendukung percepatan pertumbuhan industri pionir dimaksud.
Dalam konteks Tax holiday, industri pionir didefinisikan sebagai
industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah
dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta
memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Industri
pionir tersebut mencakup industri logam dasar, industri pengilangan
minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak
bumi dan gas alam, industri permesinan, industri di bidang
sumberdaya terbarukan, dan/atau industri peralatan komunikasi.
Wajib pajak yang dapat diberikan fasilitas Tax Holiday adalah
wajib pajak badan baru yang memenuhi 4 (empat) kriteria. Pertama,
wajib pajak badan tersebut bergerak dalam industri pionir. Kedua,
wajib pajak badan tersebut mempunyai rencana penanaman modal baru
yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang
paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah). Ketiga, wajib pajak badan tersebut menempatkan dana di
perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari
total rencana penanaman modal yang tidak boleh ditarik sebelum saat
dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal dimaksud. Keempat,
wajib pajak badan tersebut harus berstatus sebagai badan hukum
Indonesia yang pengesahannya ditetapkan paling lama 12 (dua belas)
bulan sebelum PMK Tax Holiday mulai berlaku atau pengesahannya
ditetapkan sejak atau setelah berlakunya PMK Tax Holiday ini.
Mengingat PMK Tax Holiday dinyatakan berlaku sejak tanggal
diundangkan, yakni 15 Agustus 2011, maka wajib pajak yang dapat
diberikan fasilitas Tax Holiday ini adalah wajib pajak badan yang
memperoleh pengesahan status hukum sejak atau setelah tanggal 15
Agustus 2010.
Fasilitas yang diberikan dalam kebijakan Tax Holiday ini
mencakup pembebasan pajak penghasilan badan bagi untuk jangka waktu
5 (lima) hingga 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tahun pajak
dimulainya produksi komersial. Setelah periode pemberian fasilitas
Tax Holiday tersebut, perusahaan yang memenuhi syarat masih
memiliki kesempatan untuk mendapatkan fasilitas tambahan berupa
pengurangan tarif pajak penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh
persen) selama 2 (dua) tahun berikutnya. Disamping itu, dengan
mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri
nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri
Keuangan dapat memperpanjang periode pemberian fasilitas Tax
Holiday tersebut.
Untuk memperoleh fasilitas Tax Holiday tersebut, wajib pajak
dapat menyampaikan permohonan kepada Menteri Perindustrian atau
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penyampaian usulan
tersebut harus disertai dengan uraian penelitian mengenai
ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi, perkiraan
penyerapan tenaga kerja domestik, kajian mengenai pemenuhan
kriteria sebagai Industri pionir, rencana tahapan alih teknologi
yang jelas dan konkret, serta adanya ketentuan mengenai tax sparing
di negara domisili. Tax sparing adalah pengakuan pemberian
fasilitas pembebasan dan pengurangan yang didapatkan dari Indonesia
dalam penghitungan Pajak Penghasilan di negara domisili sebesar
fasilitas yang diberikan.
Setelah melalui beberapa penilaian awal, usulan dimaksud akan
dikirimkan kepada Komite Verifikasi untuk diperiksa lebih lanjut.
Komite Verifikasi terdiri dari perwakilan dari Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Minsitry Keuangan, Departemen
Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jika
disetujui oleh Komite, Menteri Keuangan akan mengeluarkan Surat
Keputusan untuk memberikan tax holiday kepada investor.
Sebagaimana sering dikemukakan dalam pembahasan literatur
terkait, keberadaan Tax Holiday memang selalu melibatkan trade-off
antara potensi penerimaan negara yang dapat dihasilkan dengan biaya
yang harus dikeluarkan oleh negara. Meskipun dalam jangka pendek
biaya merupakan satu hal yang sudah pasti bagi negara, namun
seiring dengan meningkatnya volume investasi asing di Indonesia
yang dapat dijaring, disertai lapangan kerja yang mampu
diciptakannya, maka pemberian fasilitas Tax Holiday ini diyakini
dapat menunjang pertumbuhan perekonomian jangka panjang
Indonesia.
Namun demikian, fasilitas Tax Holiday itu sendiri tidak akan
mampu menjadi satu-satunya motor penggerak transformasi ekonomi
yang dicita-citakan Indonesia. Keberadaannya pada prinsipnya
merupakan pelengkap bagi kebijakan menarik investasi permanen
lainnya, yang secara bersama-sama, ditujukan untuk memperbaiki
iklim investasi di Indonesia. Prioritas utama bagi Indonesia dalam
hal ini adalah reformasi kebijakan di bidang infrastruktur, yang
diupayakan melalui kombinasi antara pengeluaran Pemerintah dan
skema Public Private Partnership (PPP) sepanjang dimungkinkan,
dengan tujuan untuk menekan biaya investasi di Indonesia. Dengan
komposisi seluruh kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia meyakini
bahwa masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan oleh investor di
Indonesia melalui ketersediaan berbagai kemudahan perpajakan ini
serta upaya peningkatan iklim usaha lainnya yang selama ini
diupayakan oleh Pemerintah Indonesia.
2. Fasilitas UMKMBerdasarkan UU Pajak Penghasilan No 36 th 2008
Pasal 31E, Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian peredaran bruto
dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penghitungan PPh terutang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu
sebagai berikut:
PPh terutang = (50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian
Peredaran Bruto Yang Mendapat Fasilitas) + (25% x Penghasilan Kena
Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Tidak Mendapat
Fasilitas)dimana
Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Mendapat
Fasilitas adalah sebesar =
(4.800.000.000/ Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto Yang Tidak Mendapat
Fasilitas Pajak sebesar =
Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian
Peredaran Bruto yang Mendapat Fasilitas
Contoh Perhitungan
Contoh 1: Bila Peredaran Bruto Kurang dari atau sama dengan 4,8
Milyar
Peredaran bruto PT ARYA dalam tahun pajak 20xx sebesar
Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran
bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari
tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran
bruto PT ARYA tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)
Pajak Penghasilan yang terutang:(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 =
Rp70.000.000,00
Contoh 2: Bila Peredaran Bruto Lebih Besar dari 4,8 Milyar
Peredaran bruto PT SOROS dalam tahun pajak 20xx sebesar
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00
= Rp480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
-(50% x 25%) x Rp480.000.000,00= Rp 60.000.000,00
-25% x Rp2.520.000.000,00= Rp630.000.000,00(+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp690.000.000,00
3. Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu
Latar Belakang
Latar belakang dikeluarkannya Peraturan PemerintahNomor 1 Tahun
2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 adalah:
1. investasi langsung baik melalui penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan
percepatan pembangunan untuk bidang-bidang usaha tertentu dan atau
daerah-daerah tertentu;
2. lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung guna mendorong
pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan
percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan/atau daerah
tertentu;
3. untuk mendorong investasi tersebut perlu diberikan fasilitas
Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 31A Undang-Undang Pajak
Penghasilan.Definisi
Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud
tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk
penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah
ada.
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diperoleh dalam bentuk siap
pakai untuk dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau
dipindahtangankan. Perluasan dari usaha yang telah ada adalah suatu
kegiatan dalam rangka peningkatan kuantitas, kualitas produk,
diversifikasi produk, atau perluasan wilayah dan produksi
perusahaan.
Perluasan dari usaha yang telah ada merupakan suatu kegiatan
dalam rangka peningkatan kuantitas/kualitas produk, diversifikasi
produk, atau perluasan wilayah operasi dalam rangka pengembangan
kegiatan dan produksi perusahaan.
Bidang-bidang usaha tertentu adalah bidang usaha di sektor
kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala
nasional.
Daerah-daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis
mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
Wajib Pajak yang berhak mendapatkan fasilitas Pajak
Penghasilan
Fasilitas Pajak Penghasilan ini diperuntukan kepada Wajib Pajak
Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbatas dan Koperasi yang
melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu atau pada
bidang usaha tertentu dan daerah tertentu.
Bentuk fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan
Fasilitas Pajak Penghasilan yang berikan kepada Wajib Pajak
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen)
dari jumlah penanaman modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun
masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;
Contoh:
PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100 milyar berupa
pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan, dan mesin. Terhadap
PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto
(investment allowance) sebesar 5% x Rp 100 milyar = Rp 5 milyar
setiap tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian
fasilitas.
b. Penyusutan dan amortisasi dipercepat, sebagai berikut:
c. Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan
kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau
tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda yang berlaku;
Contoh:
Investor dari negara X memperoleh dividen dari Wajib Pajak (WP)
Badan dalam negeri yang telah ditetapkan untuk memperoleh fasilitas
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2007 sebagaimana
telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 2011. Apabila investor X
tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah
Republik Indonesia (RI), atau bertempat kedudukan di negara yang
telah memiliki P3B bertempat kedudukan di negara yang telah
memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen untuk
WP luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen hanya akan
dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sebesar 10%. Namun
apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di suatu negara
yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak
dividen tersebut dikenakan PPh di Indonesia sesuai tarif yang
diatur dalam P3B tersebut.
d. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun
tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Tambahan 1 tahun:
Apabila penanaman modal baru pada bidang usaha tertentu yang
dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat;
2. Tambahan 1 tahun:
Apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja
Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
3. Tambahan 1 tahun:
Apabila penanaman modal baru memerlukan Investasi/pengeluaran
untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling
sedikit sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah);
4. Tambahan 1 tahun:
Apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam
negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi
paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun;
dan/atau
5. Tambahan 1 tahun:
Apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi
dalam negeri paling sedikit 70% sejak tahun ke-4.
Contoh:
PT ABC pada tahun 2007 ini, melakukan penanaman modal di kawasan
industri di kota Maumere (Nusa Tenggara Timur) dengan mendirikan
pabrik bumbu masak dan penyedap masakan. Pabrik tersebut
mempekerjakan 750 orang tenaga kerja tetap dan direncanakan
dipekerjakan sampai tahun 2014. Bahan baku dan komponen yang
dipergunakan PT ABC dalam memproduksi bumbu masak dan penyedap
makanan tersebut adalah bahan baku dan komponen produksi dalam
negeri. Terhadap PT ABC diberikan fasilitas Pajak Penghasilan
antara lain berupa kompensasi kerugian selama 5 tahun + 3 tahun
atau 8 tahun.Cara Mendapatkan Fasilitas Pajak Penghasilan
Permohonan diajukan ke Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
dengan melampirkan:
a. Fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. Surat persetujuan untuk penanaman modal baru atau surat
persetujuan perluasan penanaman modal yang diterbitkan oleh Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dilengkapi dengan rinciannya;
c. Fotokopi akta pendirian yang telah disahkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, khusus bagi perusahaan penanaman modal
asing baru; dan
d. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) bagi perusahaan yang
sudah mempunyai kewajiban untuk menyampaikan LKPM. selanjutnya
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menyampaikan usulan kepada
Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.
Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan yang
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya usulan dari Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal secara lengkap dan benar.
Wajib Pajak setelah mendapat Keputusan Direktur Jenderal Pajak
tersebut, wajib mengajukan permohonan untuk Penetapan Saat
Dimulainya Produksi Komersial dan permohonan untuk Penetapan
Penambahan Jangka Waktu Kompensasi Kerugian kepada Direktur
Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Saat
Dimulainya Produksi Komersial dan Penetapan Penambahan Jangka Waktu
Kompensasi Kerugian diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
Hal lain apa yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemberian
fasilitas ini
Fasilitas Pajak Penghasilan tersebut dapat dinikmati oleh Wajib
Pajak setelah Wajib Pajak bersangkutan merealisasikan rencana
penanaman modal paling sedikit 80%.
Bagi WP yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum
berlakunya PP Nomor 52 Tahun 2011 (22 Desember 2011), dapat
diberikan fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PP Nomor
1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman
Modal di Bidang-Bidang Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP Nomor 52
Tahun 2011 sepanjang:
a. memiliki rencana penanaman modal paling sedikit
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan
b. belum beroperasi secara komersial pada saat Peraturan
Pemerintah ini berlaku.
Wajib Pajak yang mendapat fasilitas sebelum lewat jangka waktu 6
(enam) tahun sejak tanggal pemberian fasilitas dilarang:
a. menggunakan aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas untuk
tujuan selain yang diberikan fasilitas; atau
b. mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang
mendapatkan fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut
diganti dengan aktiva tetap baru.
Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas ternyata
tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur, maka:
a. fasilitas PPh tersebut dicabut;
b. terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dikenakan sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, dan
c. tidak dapat lagi diberikan fasilitas.
B. BERAGAM FASILITAS PPN DAN BEA MASUK
1. Fasilitas PPN
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2010 Tentang
Pemberian Fasilitas Perpajakan Dan Kepabeanan Untuk Kegiatan
Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan pasal 5 mengatur bahwa :
(1) Fasilitas PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
adalah pembebasan dari pengenaan PPN atas impor Barang Kena Pajak
yang bersifat strategis berupa mesin dan peralatan, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang
diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi
Terbarukan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak.
(2) Tata cara pembebasan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan
pelaksanaannya, beserta perubahannya.
Jenis-Jenis Fasilitas PPN
Ada dua jenis fasilitas PPN diantaranya :
PPN Tidak Dipungut
Berdasarkan Pasal 16B UU No 42 2009 Ayat 2 : Pajak Masukan yang
dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan
Nilai dapat dikreditkan.
Penjelasan : Adanya perlakuan khusus berupa Pajak Pertambahan
Nilai yang terutang, tetapi tidak dipungut, diartikan bahwa Pajak
Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang mendapat perlakuan khusus dimaksud tetap dapat
dikreditkan. Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai tetap
terutang, tetapi tidak dipungut.
Contoh : Pengusaha Kena Pajak A memproduksi Barang Kena Pajak
yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut tidak
dipungut selamanya ( tidak sekadar ditunda). Untuk memproduksi
Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak A menggunakan
Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku,
bahan pembantu, barang modal, ataupun sebagai komponen biaya lain.
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut, Pengusaha Kena Pajak A membayar Pajak Pertambahan Nilai
kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Jika Pajak Pertambahan
Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Pengusaha
Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan tetap dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran walaupun Pajak Keluaran tersebut
nihil karena menikmati fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak
dipungut dari negara berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Contoh PPN yang tidak dipungut :
Kawasan Berikat Pulau Batam
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha sepanjang
Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena
Pajak yang diekspor; dan
2. Impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha
sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan
Barang Kena Pajak yang diekspor.
Penyerahan Avtur untuk Penerbangan Internasional
1. Penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan
penerbangan internasional diberikan fasilitas tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai sepanjang perjanjian pelayanan transportasi udara
mencantumkan asas timbal balik.
PPN di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya disebut
PDKB, di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan
berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah tidak dipungut atas :
1. impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang
berhubungan langsung dengan kegiatan produksi;
2. impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
3. pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia
Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih
lanjut;
4. pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk
diolah lebih lanjut;
5. pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan
industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;
6. penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasill pekerjaan
subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya
kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;
7. peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka
subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB
lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.
PPN Dibebaskan
Berdasarkan Pasal 16B UU No 42 2009Ayat 3 :Pajak Masukan yang
dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
Penjelasan : Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya
perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak
Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat
dikreditkan.
Contoh : Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak
yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang
Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai. Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena
Pajak B menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak
sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal, ataupun sebagai
komponen biaya lain. Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain
dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar
Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual
atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak
Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut
menjadi tidak dapat dikreditkan. Dengan kata lain karena PPN yang
dibebaskan tidak dapat dikreditkan pajak masukannya maka Pajak
keluarannya dianggap beban (cost).
Jenis jenis PPN yang dibebaskan :
1. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang,
dimana penyerahan tersebut
2. diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena
Pajak tersebut
3. tidak dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan
tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak impor dan atau perolehan
4. Makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan
5. Barang hasil pertanian yaitu barang hasil pertanian yang
dipetik langsung, diambil langsung atau disadap lansung dari
sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan
cara
dikeringkan dengan cara dijemur atau dengan cara lain;
dirajang
diasinkan atau digarami
dibekukan atau didinginkan;
dipecah
dicuci atau disucihamakan
direndam, direbus
disayat, dikupas, dibelah
diperam
digaruk
pemisahan dari kulit atau biji atau pelepah; atau
dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi
barang yang bersangkutan
6. Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan
7. Unit Hunian Rusunami dengan ketentuan
Perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah, baik
bersubsidi maupun tidak bersubsidi
Luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36
m2
Harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000
Diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan
tidak melebihi Rp 4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki
NPWP
Pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum;
dan
Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri
sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka
waktu 5 tahun sejak dimiliki
8. Air bersih yang dialirkan melalui pipa termasuk air bersih
yang diserahkan dengan cara lain seperti penyerahan melalui mobil
tangki air, oleh Perusahaan Air Minum milik Pemerintah dan atau
Swasta; dan
9. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600
watt.
Serta Impor yang dibebaskan atas :
1. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang,
dimana impor tersebut:
diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena
Pajak
di impor oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena
Pajak tersebut
tidak dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan
tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak impor dan atau perolehan.
Catatan: Apabila pada butir (c) diatas ternyata tidak dipenuhi
maka PPN yang telah dibebaskan tetap wajib dibayar dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak barang modal tersebut dialihkan
penggunaannya atau dipindahkan, sedangkan PPN yang telah dibayarkan
tidak dapat dikreditkan.
2. Makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
3. Barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, pertenakan,
perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran atau perikanan bari
dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung, diambil
langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang
diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau
mempermudah proses lebih lanjut;
4. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan.
2. Fasilitas Bea Masuk
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2010 Tentang
Pemberian Fasilitas Perpajakan Dan Kepabeanan Untuk Kegiatan
Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan pasal 6 mengatur bahwa :
Fasilitas Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c
adalah fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana diatur dalam:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang
Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang dan
Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka
Penanaman Modal, beserta perubahannya;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.011/2008 tentang
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal Dalam Rangka
Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik
Untuk Kepentingan Umum, beserta perubahannya.
Pasal 26 Undang-Undang Kepabeanan No. 10/1995 jo Undang-Undang
No. 17/2006. Pasal 26 mengatur tentang Pembebasan dan Keringanan
Bea Masuk atas barang impor sbb :
Pembebasan bea masuk yang diberikan dalam pasal ini yaitu
pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan
didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga
terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya
keringanan bea masuk.
1. Barang dan Bahan untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri
Dalam Rangka Penanaman Modal;
Yang dimaksud dengan penanaman modal yaitu penanaman modal asing
dan penanaman modal dalam negeri sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Mesin Untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri;
Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan dan pengembangan
industri yaitu setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan
instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan
Pengertian pembangunan dan pengembangan industri meliputi
pendirian perusahaan atau pabrik baru serta perluasan
(diversifikasi) hasil produksi, modernisasi, rehabilitasi untuk
tujuan peningkatan kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik
yang telah ada.
3. Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan
Industri untuk Jangka Waktu Tertentu;
Yang dimaksud dengan barang dan bahan yaitu semua barang atau
bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai
bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan batas
waktu akan diatur dalam keputusan pelaksanaannya.
4. Peralatan dan Bahan yang Digunakan Untuk Mencegah Pencemaran
Lingkungan;
5. Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri
Pertanian, Peternakan, atau Perikanan;
Yang dimaksud dengan bibit dan benih yaitu segala jenis
tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor dengan tujuan benar-benar
untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan
bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau
perikanan
6. Hasil Laut yang Ditangkap dengan Sarana Penangkap Yang Telah
Mendapat Izin;
Yang dimaksud dengan hasil laut yaitu semua jenis tumbuhan laut,
ikan atau hewan laut yang layak untuk dimakan seperti ikan, udang,
kerang, dan kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana
penangkap yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan sarana penangkap yaitu satu atau sekelompok
kapal yang mempunyai peralatan untuk menangkap atau mengambil hasil
laut, termasuk juga yang mempunyai peralatan pengolahan.
Yang dimaksud dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin
yaitu sarana penangkap yang berbendera Indonesia atau berbendera
asing yang telah memperoleh izin dari Pemerintah Indonesia untuk
melakukan penangkapan atau pengambilan hasil laut.
7. Barang yang Mengalami Kerusakan, Penurunan Mutu, Kemusnahan,
atau Penyusutan Volume atau Berat karena alamiah antara saat
diangkut ke dalam daerah pabean dan saat diberikan persetujuan
impor untuk dipakai;
Dalam transaksi perdagangan kemungkinan adanya perubahan kondisi
barang sebelum barang diterima oleh pembeli dapat saja terjadi.
Sedangkan prinsip pemungutan bea masuk dalam undang-undang ini
diterapkan atas semua barang yang diimpor untuk dipakai sehingga,
apabila terjadi perubahan kondisi (kerusakan, penurunan mutu,
kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena sebab
alamiah), barang tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai atau
memberikan manfaat sebagaimana diharapkan, wajar apabila barang
yang mengalami perubahan kondisi sebagaimana diuraikan di atas
tidak sepenuhnya dipungut bea masuk. Oleh karena itu pembatasan
pada saat kapan terjadinya perubahan kondisi barang tersebut, yaitu
antara waktu pengangkutan dan diberikannya persetujuan impor untuk
dipakai
8. Barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
Ditujukan untuk Kepentingan Umum;
Yang dimaksud dengan kepentingan umum yaitu kepentingan
masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan,
misalnya proyek pemasangan lampu jalan umum.
9. Barang untuk Keperluan Olahraga Yang Diimpor oleh Induk
Organisasi Olahraga Nasional;
10. Barang untuk Keperluan Proyek Pemerintah yang Dibiayai
dengan Pinjaman dan/atau Hibah dari Luar Negeri;
11. Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada
Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (KITE - Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor).3. Syarat Diberikannya Fasilitas Bea MasukFasilitas
pembebasan bea masuk dapat diberikan bilamana pengusaha memenuhi
syarat baik dari aspek subyek maupun obyek barangnya. Subyek disini
berarti perusahaan termasuk dalam kategori perusahaan yang tercatat
sebagai penanam modal di Indonesia baik penananam modal dalam
negeri maupun penenam modal asing. Obyek yang dapat diberikan
pembebasan bea masuk adalah barang-barang yang memenuhi syarat
diberikannya pembebasan. Barang berupa mesin, barang dan bahan
tersebut dapat diberikan pembebasan bilamana :
1) Belum diproduksi di dalam negeri, atau
2) Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi
spesifikasi yang dibutuhkan, atau
3) Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum
mencukupi kebutuhan industri.
Keputusan tentang butir 1 sampai dengan 3 diatas didasarkan pada
daftar mesin, barang dan bahan yang ditetapkan oleh menteri yang
bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang
ditunjuk, setelah berkoordinasi dengan instansi teknis yang
terkait.
4. Jangka Waktu Pembebasan Bea MasukPembebasan bea masuk atas
impor mesin untuk pembangunan industri diberikan untuk jangka waktu
pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya
keputusan pembebasan bea masuk. Jangka waktu pengimporan mesin
untuk pembangunan industri ini dapat diperpanjang sesuai dengan
jangka waktu pembangunan industri tersebut sebagaimana tercantum
dalam surat persetujuan penanaman modal.
Berikutnya perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan
industri serta siap produksi dapat diberikan pembebasan bea masuk
atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi paling lama 2
tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan
selama 2 tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea
masuk.
Pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka pengembangan
industri, diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua)
tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
Jangka waktu pengimporan dalam rangka pengembangan industri ini
dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu pengembangan
sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
Perusahaan yang telah menyelesaikan pengembangan industri,
sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% dari kapasitas
terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas barang dan
bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 2 tahun, untuk
jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun sejak berlakunya
keputusan pembebasan bea masuk.
Perusahaan yang melakukan pembangunan atau pengembangan dengan
menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30%
dari total nilai mesin, atas impor barang dan bahan dapat diberikan
pembebasan bea masuk untuk keperluan produksi/keperluan tambahan
produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan
jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak
berlakunya keputusan pembebasan. Penggunaan dan komposisi mesin
produksi dalam negeri dinyatakan oleh menteri yang bertanggungjawab
di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk.
C. STRATEGI MEMANFAATKAN SELURUH FASILITAS PERPAJAKAN YANG
ADA
1. Pahami seluruh peraturan terkait fasilitas perpajakan yang
dapat dimanfaatkan
2. Memilih lokasi perusahaan atau melakukan penanaman modal di
bidang usaha tertentu dan atau di bidang tertentu yang mendapat
prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas
perpajakan.
3. Untuk perusahaan yang berorientasi pada ekspor barang kena
pajak, manfaatkan fasilitas PPN yang diberikan di kawasan berikat.
Dalam hal ini perusahaan harus menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat
(PDKB). Dengan demikian, atas ekspor BKP tersebut, PPN terutang
sebesar 0%, sedangkan PPN Masukannya dapat dikreditkan
sepenuhnya.
4. Untuk rencana awal pendirian perusahaan, sebaiknya memilih
jenis industri atau usaha yang bisa meendapatkan fasilitas
pembebasan pajak atau insentif pajak.
DAFTAR RUJUKAN
Booklet Seri PPNPeraturan Menteri Keuangan Nomor
PMK-76/PMK.011/2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 176/PMK.04/2009
Undang-Undang No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang
No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Direktorat Jendral Pajak, Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan
Pajak Penghasilan Badan Dan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau Di
Daerah-Daerah Tertentu
Jafar Mohamad, Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas
Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal , 2014,
Widyaiswara Pusdiklat Bea dan
Cukai.www.pajak.go.idhttp://www.bcsoetta.net/v2/page/impor-fasilitas-pembebasan-bea-masukhttp://lipse.bpt.bogorkab.go.id/invest/fasilitas-pembebasan-bea-masuk.php