Top Banner
TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN REDAKSI: | Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan | | Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Rini Aditya Dewi, Santi Yulianti, Gina Puspitasari | Desain Tata Letak : Rini Aditya Dewi dan Indra Ade | Konflik Pembebasan Lahan Proyek Pembangunan MORATORIUM IZIN KEHUTANAN 2015 halaman 3 WORKSHOP PENYUSUNAN PEDOMAN PENATAAN RUANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA halaman 4 RESENSI BUKU: SMART CITY : PENGENALAN DAN PENGEMBANGAN halaman 4 EDISI 5/ MEI 2015 Mei ini ramai diberitakan di media massa tentang penolakan warga bantaran kali atas digusurnya rumah mereka, beberapa diantaranya terjadi di daerah Pinangsia, Pademangan, dan Jatinegara. Seperti warga Kelurahan Pinangsia yang memilih mendirikan tenda di dekat lokasi rumah mereka yang sudah dirobohkan. Sekitar warga memilih bertahan di lokasi. Mereka masih memperjuangkan trase jalan 5 (lima) meter dari bibir sungai sehingga bangunan rumah mereka bisa kembali didirikan. Warga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang sungai. Warga meminta pemerintah membebaskan lahan 5 (lima) meter dari bibir sungai supaya bangunan rumah mereka tidak seluruhnya terpangkas. Di Kelurahan Ancol, sebagian besar wilayah yang terkena penertiban hanya selebar 5 (lima) meter dari bibir kali. Menurut Kepala Suku Dinas Tata Ruang Jakarta Utara, Monggur Siahaan, perbedaan lebar lahan yang ditertibkan itu sesuai rencana sebelumnya. Di wilayah lain, lebar tanah yang terkena normalisasi kali 35 meter atau 40 meter karena ada perencanaan untuk jalur hijau atau jalan umum. Hal itu diatur dalam tata ruang Jakarta, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Lain cerita di daerah Bidaracina Kelurahan Jatinegara, proses pembebasan lahan untuk proyek Inlet Sodetan Kali Ciliwung masih berjalan alot, warga menolak lahan rumah mereka diukur Panitia Pengadaan Tanah Jakarta Timur. Kehadiran tim dari Panitia Pengadaan Tanah (P2T) bersama satpol PP, TNI, dan kepolisian langsung dihadang warga. Kedua belah pihak terlibat adu mulut karena warga menolak luas rumah mereka diukur sebelum ada kesepakatan harga. Asisten Pemerintahan Kota Jakarta Timur Adriansyah mengatakan, pengukuran yang dilaksanakan sebatas trase untuk mengetahui jumlah RT dan RW yang terkena proyek Inlet Sodetan Kali Ciliwung. Setidaknya tempat tinggal 400 keluarga di Bidara Cina harus dibebaskan untuk pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung. Diperkirakan arealnya mencapai 3.000 meter persegi. Sejumlah warga mengatakan, mereka tetap menginginkan musyawarah kesepakatan harga terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan pengukuran lahan rumah. Warga khawatir, jika lahan rumah mereka diukur sekarang, data kepemilikan lahan dan luasannya akan digunakan sebagai dasar bagi Pemerintah Provinsi DKI melaksanakan konsinyasi. Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mempersilakan warga yang merasa keberatan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Bagi Basuki, para penghuni lahan negara di atas saluran dan area terbuka hijau yang justru melanggar hak warga DKI Jakarta. Keberadaan bangunan liar mempersempit saluran, menghambat aliran air, hingga menyebabkan banjir. Pemerintah daerah DKI Jakarta tidak bermaksud menggusur warga dengan rumah kumuh, tetapi menata agar jangan melanggar aturan. Warga bantaran kali yang tergusur dipersilahkan tinggal di rumah susun yang sewanya lebih murah. [RA] NEWSLETTER KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN POLICY DIALOGUE DI ASIAN DEVELOPMENT BANK TOKYO .... HAL 2 Ilustrasi Rumah Bantaran Kali Sumber foto: www.merdeka.com
4

TATA RUANG PERTANAHAN Mei 2015-rev.pdf · TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN ... Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki

Mar 13, 2019

Download

Documents

duonglien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TATA RUANG PERTANAHAN Mei 2015-rev.pdf · TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN ... Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki

TATA RUANG PERTANAHANMEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN

REDAKSI:| Penanggung Jawab : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan |

| Tim Redaksi : Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan | Editor : Rini Aditya Dewi, Santi Yulianti, Gina Puspitasari | Desain Tata Letak : Rini Aditya Dewi dan Indra Ade |

Konflik Pembebasan Lahan Proyek Pembangunan

MORATORIUM IZIN KEHUTANAN 2015halaman 3

WORKSHOP PENYUSUNAN PEDOMAN PENATAAN RUANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANAhalaman 4

RESENSI BUKU: SMART CITY : PENGENALAN DAN

PENGEMBANGANhalaman 4

EDISI 5/ MEI 2015

Mei ini ramai diberitakan di media massa tentang penolakan warga bantaran kali atas digusurnya rumah mereka, beberapa diantaranya terjadi di daerah Pinangsia, Pademangan, dan Jatinegara. Seperti warga Kelurahan Pinangsia yang memilih mendirikan tenda di dekat lokasi rumah mereka yang sudah dirobohkan.

Sekitar warga memilih bertahan di lokasi. Mereka masih memperjuangkan trase jalan 5 (lima) meter dari bibir sungai sehingga bangunan rumah mereka bisa kembali didirikan. Warga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang sungai. Warga meminta pemerintah membebaskan lahan 5 (lima) meter dari bibir sungai supaya bangunan rumah mereka tidak seluruhnya terpangkas.

Di Kelurahan Ancol, sebagian besar wilayah yang terkena penertiban hanya selebar 5 (lima) meter dari bibir kali. Menurut Kepala Suku Dinas Tata Ruang Jakarta Utara, Monggur Siahaan, perbedaan lebar lahan yang ditertibkan itu sesuai rencana sebelumnya. Di wilayah lain, lebar tanah yang terkena normalisasi kali 35 meter atau 40 meter karena ada perencanaan untuk jalur hijau atau jalan umum. Hal itu diatur dalam tata ruang Jakarta, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

Lain cerita di daerah Bidaracina Kelurahan Jatinegara, proses pembebasan lahan untuk proyek Inlet Sodetan Kali Ciliwung masih berjalan alot, warga menolak lahan rumah mereka diukur Panitia Pengadaan Tanah Jakarta Timur.

Kehadiran tim dari Panitia Pengadaan Tanah (P2T) bersama satpol PP, TNI, dan kepolisian langsung dihadang warga. Kedua belah pihak terlibat adu mulut karena warga menolak luas rumah mereka diukur sebelum ada kesepakatan harga.

Asisten Pemerintahan Kota Jakarta Timur Adriansyah mengatakan, pengukuran yang dilaksanakan sebatas trase untuk mengetahui jumlah RT dan RW yang terkena proyek Inlet Sodetan Kali Ciliwung. Setidaknya tempat tinggal 400 keluarga

di Bidara Cina harus dibebaskan untuk pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung. Diperkirakan arealnya mencapai 3.000 meter persegi. Sejumlah warga mengatakan, mereka tetap menginginkan musyawarah kesepakatan harga terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan pengukuran lahan rumah. Warga khawatir, jika lahan rumah mereka diukur sekarang, data kepemilikan lahan dan luasannya akan digunakan sebagai dasar bagi Pemerintah Provinsi DKI melaksanakan konsinyasi.

Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mempersilakan warga yang merasa keberatan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Bagi Basuki, para penghuni lahan negara di atas saluran dan area terbuka hijau yang justru melanggar hak warga DKI Jakarta.

Keberadaan bangunan liar mempersempit saluran, menghambat aliran air, hingga menyebabkan banjir. Pemerintah daerah DKI Jakarta tidak bermaksud menggusur warga dengan rumah kumuh, tetapi menata agar jangan melanggar aturan. Warga bantaran kali yang tergusur dipersilahkan tinggal di rumah susun yang sewanya lebih murah. [RA]

NEWSLETTER

KILAS BALIK: DINAMIKA ISU TATA RUANG DAN PERTANAHAN

POLICY DIALOGUE DI ASIAN DEVELOPMENT BANK TOKYO .... HAL 2

Ilustrasi Rumah Bantaran KaliSumber foto: www.merdeka.com

Page 2: TATA RUANG PERTANAHAN Mei 2015-rev.pdf · TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN ... Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki

Penyediaan tanah menjadi faktor penting dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dengan kemunculan konflik lahan yang menghambat penyediaan tanah, membuat ide pembentukan Bank Tanah mencuat ke permukaan. Hal itulah yang kemudian dibahas dalam Focus Group Discussion Urban Land Policy, yang diadakan oleh Direktorat Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, di Hotel

Ambhara, Jakarta (8/7).

FGD Urban Land Policy dilaksanakan dalam rangka penyusunan Roadmap Housing Policy Reform sebagai masukan bagi penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Perumahan dan Permukiman. Pada FGD ini turut hadir pula Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Perumahan Rakyat, HUD, dan Perumnas.

Direktur Perumahan dan Permukiman, Ir. Nugroho Tri Utomo, MRP, mengungkapkan bahwa FGD ini dilaksanakan untuk menyepakati teknik penyediaan tanah yang paling efektif dan menyepakati model dan tahapan pembentukan bank tanah.

Pembentukan bank tanah dimaksudkan untuk memperkuat UU No. 2 Tahun 2013 tentang Penyediaan Tanah Bagi Pembangunan untuk kepentingan umum. Dengan adanya bank tanah dapat mempercepat proses akuisisi lahan oleh pemerintah, khususnya bagi tanah-tanah terlantar serta penyediaan tanah bagi

Jakarta, (6/5). Salah satu tindakan antisipasi akan kebutuhan ruang yang semakin meningkat karena penambahan jumlah populasi adalah pengelolaan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam. Pengelolaan ruang dan pemanfaatan ini harus dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi dengan hal-hal yang dituangkan dalam bentuk penyelenggaraan penataan ruang.

Seminar ini bertujuan untuk mem-berikan informasi mengenai aspek hukum tata ruang dan pertanahan serta sinergi antara tata ruang dan pertanahan dalam pengelolaan tata guna tanah dan pembangunan berkelanjutan.

Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) merupakan acuan dalam pemanfaatan ruang serta dalam administrasi pertanahan dengan jangka waktu 20 tahun dan dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 (lima) tahun.

Keterkaitan antara RTRW dengan penatagunaan tanah adalah penata-gunaan tanah merupakan ujung tombak dalam implementasi RTRW

di lapangan yang berisikan pengaturan dan penyelenggaraan, peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah.

Dalam siklus penyelenggaraan penataan ruang, penatagunaan tanah ada dalam siklus pemanfaatan yang digunakan untuk dasar perijinan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 35. Selain itu, ijin pemanfaatan ruang diberikan atau dikeluarkan oleh Kepala Daerah.

Ijin pemanfaatan ruang terdiri dari: (i) ijin prinsip; (ii) ijin lokasi; (iii) ijin penggunaan pemanfaatan tanah; dan (iv) ijin mendirikan bangunan. Dengan demikian Kepala Daerah bertanggungjawab penuh atas pemanfaatan ruang yang ada di wilayahnya.

Pemberian ijin oleh Kepala Daerah didasarkan pada rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) dan pertimbangan teknis pertanahan dari BPN (Kanwil/Kantah).

Untuk mendukung ketersediaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum, perlu dibentuk lembaga penyediaan tanah (bank tanah) sebagai bagian dari pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum.

Dalam diskusi para peserta menyampaikan beberapa hal, diantaranya terkait dengan penilaian ganti rugi, yaitu penilaian yang digunakan adalah penilaian yang dilakukan oleh tim penilai independen sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2012, perlunya penyederhanaan peraturan yang mengatur tentang tanah, serta kesediaan Kementerian PPN/Bappenas menjadi saksi ahli terkait permasalahan yang ada.

kesimpulan akhir dari seminar ini diantaranya adalah adanya kesepakatan perlunya pengaturan mengenai pemanfaatan tanah/ruang yang sudah diatur dalam RTRW yang dalam penyusunannya sudah mengakomodasi penatagunaan tanah.

RTRW dan penatagunaan tanah ini merupakan dasar dalam pemberian ijin oleh Kepala Daerah. Dengan demikian diharapkan semua pihak memperhatikan Perda RTRW dalam pengurusan ijin tersebut. [RN,SY]

Seminar Nasional Sinergi Tata Ruang dan Pertanahan

Policy Dialogue:

Tokyo, (27/4). Rinella Tambunan, selaku Perencana Madya Sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) menghadiri policy dialogue yang diselenggarakan oleh ADB Institute (ADBI) pada Senin (27/4) dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman serta mencapai konsensus terhadap isu-isu yang terkait dengan kebijakan perumahan, keuangan inklusif dan investasi infrastruktur.

Bertempat di kantor Asian Develop-ment Bank Institute (ADBI) Tokyo, dialog ini diikuti dua belas peserta, terdiri dari perwakilan Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Indonesia mengirimkan dua peserta dari Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Perumahan Rakyat; Peserta Filipina berasal dari Home Development Mutual Fund, National Home Mortgage Finance Corporation; peserta Thailand berasal dari

Government Housing Bank, Kementerian Keuangan, dan National Housing Authority; serta peserta Vietnam berasal dari Ministry of Construction, State Bank of Vietnam, dan Ministry of Planning and Investment.Peter J. Morgan, salah satu peneliti ADB yang menelaah faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan rumah tangga berpendapatan rendah dan usaha kecil untuk mengakses layanan keuangan, merekomendasikan beberapa kebijakan yang bisa dipakai pemerintah. Salah satunya adalah tentang persyaratan dokumentasi identitas penerima manfaat yang dibuat lebih sederhana dan pengembangan sistem data penerima yang dimanfaatkan secara nasional.

Dalam rangka menginisiasi inklusi keuangan, Indonesia telah memiliki Strategi Nasional Literasi. Tantangan yang dihadapi dalam inisiasi tersebut adalah sistem data penerima manfaat yang masih perlu diverifikasi, mayoritas pekerja dan usaha mikro bergerak pada sektor informal, serta perlunya melengkapi regulasi, di antaranya untuk

pengaturan aliran dana dari pemerintah ke perorangan.

Tema Housing Policies for Emerging Asia disampaikan oleh Matthias Helbe. Pesatnya laju urbanisasi berimplikasi pada peningkatan kebutuhan rumah. Dalam presentasinya, disinggung mengenai pengurangan tingkat bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pada konteks Indonesia, kebijakan pengurangan tingkat bunga KPR masih perlu dicermati lebih lanjut sejauh mana kelayakan implementasinya. Masalah yang sering dihadapi dalam penyediaan rumah di Indonesia adalah: i) Keterbatasan lahan; ii) Alih kepemilikan, terutama pada rumah masyarakat berpenghasilan rendah (setelah mendapatkan rumah yang disubsidi atau perbaikan rumah).

Hasil penelitian lain yang disampaikan dalam dialog ini adalah tentang Micro-Impact Evaluation of Infrastructure Projects: Case Studies in the Philippines and Uzbekistan yang dipaparkan oleh Victor Pontines. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengevaluasi pengaruh pembangunan highway terhadap penerimaan pajak dan non pajak.

Penelitian di Filipina dilakukan terhadap wilayah yang langsung dilintasi pembangunan highway (affected) dan wilayah sekitar yang berbatasan (non affected). Berdasarkan hasil penelitian, pembangunan highway meningkatkan penerimaan dari pajak bisnis, pajak properti, dan non pajak, baik bagi wilayah yang dilintasi maupun wilayah sekitarnya.

Sementara itu dari penelitian di Uzbekistan, pembangunan jalan kereta api menghasilkan peningkatan laju pertumbuhan GDP sebesar 2%. Berdasarkan dua studi kasus tersebut, pembangunan infrastruktur memiliki dam-pak ekonomi yang sangat luas. [RT,RA]

POTRET KEGIATAN:

Rinella Tambunan (kedua dari kanan) selaku Perencana Madya Sekretariat BKPRN menjadi salah satu peserta policy dialogue di Kantor Asian Development Bank Institute di Tokyo (27/4). Sumber: Dokumentasi TRP

Some Issues on Inclusive Growth in Asia

2

Page 3: TATA RUANG PERTANAHAN Mei 2015-rev.pdf · TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN ... Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki

MORATORIUM IZIN KEHUTANAN 2015Instruksi Presiden No.8 Tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Pada 13 Mei 2015, Presiden Joko Widodo menandatangani Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Kebijakan ini adalah kali kedua sejak pertama kali diluncurkan pada 2011. Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, moratorium ini masih bersifat perpanjangan dari moratorium sebelumnya (Inpres No.10/2011 dan Inpres No.6/2013).

Secara ringkas, isi kebijakan moratorium hutan adalah bahwa pemerintah berkomitmen tidak lagi mengeluarkan izin baru penebangan hutan alam primer dan lahan gambut selama masa pelaksanaan moratorium. Jeda tebang ini dimaksudkan untuk memberi waktu bagi pemerintah menata ulang kebijakan kehutanan dengan mengidentifikasi berapa luas hutan dan lahan gambut yang harus dilindungi. Selain itu, moratorium ini sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mendukung perbaikan tata kelola hutan dan janji Indonesia menurunkan emisi 26 persen pada 2020.

Selama tiga kali sejak moratorium ditetapkan, kawasan hutan yang harus dilindungi justru tergerus secara masif. Hilangnya lahan gambut merupakan salah satu yang paling mengkhawatirkan. Dari hasil riset Kemitraan dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), tercatat lebih dari 914 ribu hektar lahan gambut di 4 (empat) provinsi telah lenyap. Area itu hampir seluas Hong Kong. Sedangkan luas hutan alam primer yang menghilang mencapai 663 kilometer persegi atau seluas DKI Jakarta.

Dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2015, pengecualian bagi permohonan yang telah mendapatkan izin prinsip. Pengecualian ini jelas semakin tak menjamin kawasan hutan yang masuk wilayah moratorium akan selamat dari proses deforestasi dan degradasi. Semestinya wilayah yang baru mendapat izin prinsip dapat dicegah kerusakannya dengan tidak mengeluarkan izin produksi. Ini semua demi memperbaiki tata kelola hutan.

Kemitraan bersama WALHI dan beberapa pakar kehutanan IPB baru saja menyelesaikan kajian berjudul “Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut”. Kajian menemukan bahwa Inpres Moratorium yang dikeluarkan tahun 2011 oleh Presiden SBY belum efektif dalam mengurangi kerusakan hutan primer dan lahan gambut.

Kajian ini menyimpulkan: (1) Sejak keluarnya Inpres No 10/2011 hingga Inpres No 6/2013, areal yang dimoratorium terus menurun dari waktu ke waktu. Hasil kajian di 4 (empat) provinsi (Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah) menunjukkan, areal yang dimoratorium berkurang hingga 968.891 hektar atau sebanding dengan wilayah Hongkong.(2) Berdasarkan analisis terhadap Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) revisi 1 hingga 7, hutan alam primer dan lahan gambut yang dimoratorium secara aktual sangat kecil karena sebagian besar areal yang dimoratorium justru berada di wilayah yang tak terancam penerbitan izin baru, seperti

di hutan lindung dan kawasan konservasi. Di Kalimantan Tengah, misalnya, pada PIPPIB revisi 5, dari 3.781.090 hektar yang dimoratorium, 2.976.894 hektar (79 persen) hutan lindung dan kawasan konservasi.(3) Masih ada perbedaan tafsir mengenai kategori lahan gambut antara pemda dan unit pelaksana teknis KLHK. Hal ini mengakibatkan areal yang seharusnya dimoratorium justru dikeluarkan pada revisi PIPPIB berikutnya, seperti terjadi di kabupaten Indragiri Hilir (Riau) dan kabupaten Pulang Pisau (Kalimantan Tengah).(4) Pengurusan izin untuk perhutanan sosial (hutan desa dan hutan kemasyarakatan) menjadi terhambat karena areal kerja yang diusulkan masuk wilayah yang dimoratorium. Hal ini ditemukan di Teluk Meranti, kabupaten Pelalawan, Riau, dan di kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Data Kemitraan dan Walhi, 2015).

Inpres Moratorium yang baru harus memerintahkan dengan tegas kepada gubernur dan bupati untuk membangun basis data transparan tentang semua perizinan atau titel hak yang telah diterbitkan dan yang sedang dalam proses perizinan agar tak terjadi kesimpangsiuran data perizinan dan alih fungsi hutan di setiap daerah. [RA]

Sumber: INPRES NO. 8 TAHUN 2015 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT

KAJIAN WALHI Analisis Kebijakan Inpres No.8 Tahun 2015

WAWASAN

LINK TERKAITDirektorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas Portal Tata Ruang dan PertanahanSekretariat BKPRN

Potret Kegiatan TRPPolicy Dialogue: Some Issues on Inclusive Growth in AsiaSeminar Nasional Sinergi Tata Ruang dan PertanahanWorkshop Penyusunan Pedoman Penataan Ruang Berbasis PRB

Ilustrasi Hutan AlamSumber foto: Dokumentasi Greenpeace

3

Page 4: TATA RUANG PERTANAHAN Mei 2015-rev.pdf · TATA RUANG PERTANAHAN MEDIA INFORMASI BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN ... Menanggapi permasalahan warganya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki

The Awesome and Advanced Indonesia

SMART CITY, Pengenalan dan PengembanganSejak 2008, tercatat 50% penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kemudahan yang dapat diperoleh oleh penduduk yang tinggal di wilayah kota. Hal ini tentunya menimbulkan banyak permasalahan seiring bertambahnya jumlah penduduk. Sebut saja di antaranya kemacetan yang telah menjadi gejala umum di kota-kota besar di Indonesia, dan permasalahan drainase yang

kurang baik berakibat banjir tiap musim hujan. Pelayanan pendidikan, kesehatan, bahkan kependudukan pun masih belum memadai. Untuk menjawab pertanyaan ini, lahirlah konsep Smart City. Konsep ini menawarkan alternatif solusi, utamanya bagi kota besar yang telah mengalami gejala kelebihan penduduk. Dengan memperkuat teknologi informasi, kebijakan, dan masyarakat yang berada di dalam wilayah suatu kota, diperoleh inovasi yang dapat menjadi solusi jangka panjang bagi suatu kota. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan suatu kota dapat diarahkan menjadi suatu kota yang bersifat berkesinambungan (sustainable) dan juga

ramah lingkungan (green). Melalui buku ini disampaikan beberapa konsep layanan dalam suatu Smart City yang dapat menjadi solusi dan inspirasi bagi pengembangan suatu kota yang berwawasan jangka panjang. Smart City adalah kota yang cergas (cerdas dan gegas). Cerdas dalam bertindak dan segera mengekseskusi hingga suatu permasalahan terselesaikan dengan baik. Dalam perkembangannya beberapa kota telah mencoba dan menerapkan konsep Smart City, antara lain Amsterdam, Viena, Barcelona, Lyon, Seoul, Bengalore, Kyoto, Song Do, dan lainnya. [RA]

Judul Buku: SMART CITY, Pengenalan dan PengembanganPenyusun: Prof. Dr. Suhono H. Supangkat, dkkPenerbit : LPIK ITB dan SII Smart City Initiatives ForumJumlah halaman: 142

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN,BAPPENASJalan Taman Suropati No. 2AGedung Madiun Lt. 3

T : 021 392 7412F : 021 392 6601E : [email protected]: www.trp.or.idPortal : www.tataruangpertanahan.com

Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami:

RESENSI BUKU:

Bandung, (18/5). Rencana tata ruang saat ini tidak hanya membutuhkan data lokasi rawan bencana, tetapi juga perlu memasukkan kajian risiko bencana untuk mengidentifikasi kerawanan, tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas di suatu wilayah. Oleh karenanya, memasukkan upaya pengurangan risiko bencana kedalam penataan ruang harus menjadi prioritas

pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat serta berpihak pada upaya pelestarian lingkungan hidup.

Selanjutnya hasil kegiatan integrasi ini akan diujicobakan pada lokasi pilot project yang memiliki indeks kerentanan terhadap bencana yang tinggi.

Pedoman yang diintegrasikan antara lain (1) Draf Standar Penataan Ruang di Kawasan Rawan Bencana/Pedoman Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana; (2) Draf Pedoman Penyediaan Ruang Evakuasi Bencana; (3) Draf Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Banjir; dan (4) Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan RTR berdasarkan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana.

Kegiatan yang didukung oleh Safer Communities Disaster Risk Reduction-United Nation Development Programme (SCDRR-UNDP) Phase II ini bertujuan agar

Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana dapat digunakan sebagai salah satu masukan bagi revisi standar atau pedoman penataan ruang yang berbasis pengurangan risiko bencana.

Agenda kegiatan dilaksanakan dalam 2 (dua) hari didahului paparan dari Direktur Pengurangan Risiko Bencana, BNPB, Liliek Kurniawan; dan Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Oswar Mungkasa.

Berbagai masukan dan saran akan ditindaklanjuti oleh Pihak SCDRR Phase II menjadi satu pedoman terintegrasi terkait penataan ruang berbasis pengurangan risiko bencana. [SY]

Workshop Penyusunan Pedoman Penataan Ruang Berbasis Pengurangan Risiko Bencana

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Oswar Mungkasa, (kedua dari kanan) menjadi salah satu pembicara. Sumber: Dokumentasi TRP

4