Top Banner

of 41

tantangan sdm

Jul 18, 2015

Download

Documents

Fusin Ken
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BeritaPolitikHumanioraEkonomiHiburanOlahragaLifestyleWisataKesehatanTeknoMediaMudaGreenLipsusFik sianaFreezHome Regional

TERVERIFIKASIJadikan Teman | Kirim Pesan

Hidup Ini Hanya Satu Kali. Bisakah Kita Hidup Berbuat Indah Untuk Semua ?

Tweet 0inShare

Tantangan SDM Indonesia Di Era GlobalisasiREP | 16 June 2011 | 01:47 Dibaca: 3360 Komentar: 3 2 dari 3 Kompasianer menilai inspiratif

Era Global saat ini sungguh syarat dengan berbagai persaingan yang begitu ketat dari berbagai bidang didalamnya. Persaingan itu tidak lepas dari semua unsur kebutuhan ummat manusia yang selalu berkembang setiap detiknya. Disini sangatlah jelas harus adanya upaya reformasi untuk sebuah perubahan yang dapat menjawab semua tantangan perkembangan era global, terlebih bagi Indonesia wajib untuk melakukannya. Era Glogal abad 21 ini sungguh memiliki banyak tantangan yang harus siap dan sigap dilakukan oleh segenap umat manusia untuk bisa berbenah diri dalam peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) didalamnya, termasuk pula ada upaya meningkatan kualitas dan kuantitas ekonomi.

Sumber Daya Manusia Di Tengah Persaingan Global Sumber Daya Manusia (SDM) Dan Ekonominya Rakyat Indonesia SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu: 1). Ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. 2). Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Kesempatan kerja

yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang. Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa. Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan tidak lebih dari 12% pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan

global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional. Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat. -

Dampak IPTEK Terhadap SDM Indonesia Terkait dengan kondisi sumber daya manusia Indonesia yaitu adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan

dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM. Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan IPTEK, karena sikap mental dan penguasaan IPTEK yang dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan. Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Sementara itu pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatanan masyarakat. Aspek-aspek yang dipengaruhi, adalah sebagai berikut :

1. Dampak yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi. Khususnya teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkan batas geografis pada tingkat negara maupun dunia. 2. Aspek Ekonomi. Dengan adanya IPTEK, maka SDM Indonesia akan semakin meningkat dengan pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan kemajuan SDM ini, tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan dengan pasar global dwasa ini, tidaklah mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM rendah dapat bersaing, untuk itulah penguasaan IPTEK sangat penting sekali untuk dikuasai. Selain itu, tidak dipungkiri globalisasi telah menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat di masa kini akibat pengaruh negatif dari globalisasi. 3.Aspek Sosial Budaya. Globalisasi juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan manusia, antara lain adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM), melestarikan lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security pribadi yang menjangkau masa depan, karena didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak yang timbul diakibatkannya ikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan membosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya fenomenafenomena paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham kebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara umum (Universal internasional). Dari uraian diatas mengenai IPTEK dalam upaya peningkatan SDM Indonesia di era globalisasi ini, sudah jelas bahwa dengan adanya IPTEK sudah barang tentu menunjang sekali dalam kaitannya meningkatkan kualitas SDM kita. Dengan meningkatnya kualitas SDM, maka Indonesia akan lebih siap menghadapi era globalisasi dewasa ini. Perlu sekali diperhatikan, bahwasannya dengan adanya IPTEK dalam era globalisasi ini, tidak dipungkiri juga akan menimbulkan dampak yang negatif dari berbagai aspek, baik aspek ekonomi, budaya maupun imformasi dan komunikasi, untuk itulah filtrasi sangat diperlukan sekali dalam penyerapan IPTEK, sehingga dampak negatif IPTEK dalam upaya peningkatan SDM dapat ditekan seminimal mungkin. (Disari dari berbagai sumber / dbs : Syaifud Adidharta)

o o o o

Laporkan Tanggapi Beri Nilai

SDM dalam Tantangan Industri KelistrikanTribun Timur - Selasa, 10 Januari 2012 22:12 WITA Share|

Berita Terkait Samsung-BMW Kerjasama Buat Baterai Mobil Listrik Gubernur Sulsel Akan Pimpin Gerakan Matikan Lampu Jangan Wacanakan Kenaikan TDL dan BBM Dulu Poros Pemuda Indonesoa Gelar Diskusi Listrik Aliran Listrik di Batua Raya Putus Nyambung Warga Bone Keluhkan PLN Soal KWH Prabayar Tarif Listrik Akan Naik 10 Persen Aneh, Warga Jemur Pakaian di Kabel Listrik PLN Akan Pakai CNG Gantikan BBM Petugas PLN Kesetrum Listrik

Pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sistem kelistrikan terutama dalam hal keandalan, keamanan, produktifitas, inovasi, modernisasi grid dan perubahan iklim. Suka atau tidak suka, masa transisi pekerja merupakan tantangan nyata di depan mata yang akan dihadapi oleh industri kelistrikan.Sulit dipungkiri bahwa keberadaan masyarakat modern dewasa ini, tidak terlepas dari penyediaan energi listrik. Industri kelistrikan berperan sebagai salah satu pendukung penting dari proses civilisasi modern. Hal ini bisa dilihat bahwa kegiatan industri, perkantoran hingga rumah tangga tidak akan bekerja optimal tanpa adanya suplai tenaga listrik. Dampaknya bahwa sering kita melihat dan mendengar keluhan yang bertubi-tubi jika hanya sebentar saja terjadi pemadaman listrik. Intinya bahwa tanpa industri kelistrikan,

kita belum sampai ke tahap civilisasi modern seperti saat sekarang ini. Perkembangan sistem tenaga listrik dalam konteks global sangat maju dan pesat. Tujuan utamanya adalah terpenuhinya suplai daya listrik ke konsumen secara berlanjut dengan kualitas yang memenuhi standar peralatan konsumen. Akan tetapi, hal ini tidaklah semudah dengan membalikkan telapak tangan disebabkan karena penyediaan daya listrik yang kontinyu dalam kondisi beban dan ekspektasi beban yang terus meningkat bisa menimbulkan banyak masalah sedangkan di satu sisi infrastruktur kelistrikan cenderung tidak bertambah. Alhasil, sistem kelistrikan yang ada cenderung dioperasikan dalam kondisi kritis dengan stabilitas yang rendah. Artinya dengan sedikit saja gangguan, maka akan menyebabkan pemutusan dalam skala besar (system blackout). Bukan tidak ada langkah-langkah konkrit ke arah perbaikan dan penguatan dari sistem yang sudah ada. Isu tentang smart-grid (grid yang cerdas) merupakan salah satu jawaban. Pada sistem ini dalam skala yang lebih besar dapat memproses data sensor dalam jumlah besar, dapat mengambil kesimpulan terhadap kondisi sistem secara cepat dan mampu bertahan dan memperbaiki sistem secara automatik terhadap segala gangguan yang mungkin muncul. Boleh dikatakan bahwa sistem kelistrikan yang ada sekarang sudah mapan dengan berbagai dinamikanya. Hal yang paling kompleks dan dinamik yang pernah diciptakan manusia adalah listrik, sehingga dalam hal ini peranan manusia untuk menjaga keberlangsungan sistem menjadi sangat vital. Akan tetapi muncul tantangan secara global, di mana calon mahasiswa peminat jurusan teknik elektro khususnya kompetensi bidang ketenagalistrikan itu semakin menurun setiap tahunnya. Kecendrungan ini sebenarnya bukan saja dialami oleh jurusan teknik elektro, tetapi hampir semua bidang ilmu terapan (engineering) lain pada umumnya. Kepercayaan akan kompetensi dalam dunia kerja pada saat lulus dari universitas menjadi alasan utama. Akibatnya calon mahasiswa lebih cenderung memilih sekolah atau akademi yang menurut mereka lebih jelas mendapatkan pekerjaan pada saat lulus nantinya. Penguatan ilmu alam dan matematika sejak dini juga menjadi faktor penting karena pembidangan ilmu terapan; namum matematika selalu dianggap momok yang menakutkan walaupun sebenarnya itu tidak benar. Kalau fenomena berkurangnya minat ini dibiarkan berlarut-larut, bisa menjadi bencana di sektor kelistrikan dalam dua atau tiga dekade mendatang. Kehilangan Tenaga Dalam sistem kelistrikan yang semakin maju seperti sekarang ini, mesti didukung oleh tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Celakanya, pendidikan calon-calon insinyur listrik tidak bisa berpacu dengan kebutuhan personel secara global. Terjadi kekurangan yang sangat banyak bagi orang yang kompeten bekerja pada industri kelistrikan. Sebagai contoh kasus, North-America Electric Reliable co (NERC) telah mengidentifikasi pekerja-pekerja tua dan sistem pendidikan yang mengsupport sistem sebagai tantangan kritis yang dihadapi industri kelistrikan. Terdapat sejumlah 44 persen dari total pekerja di Amerika merupakan pegawai yang telah melewati masa keemasannya bekerja di sektor kelistrikan akan memasuki masa pensiun. Jika kondisi ini tidak diatur dengan baik, maka sistem akan kehilangan orang-orang yang berpengalaman di lapangan dan memiliki pengetahuan yang baik dalam menyelesaikan isu-isu penting. Pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sistem kelistrikan terutama dalam hal keandalan, keamanan, produktifitas, inovasi, modernisasi grid dan perubahan iklim. Suka atau tidak suka, masa transisi pekerja merupakan tantangan nyata di depan mata yang akan dihadapi oleh industri kelistrikan. Keandalan Sistem

Isu lain berkaitan dengan peningkatkan keandalan sistem ketenagalistrikan yaitu dengan melakukan upgrading peralatan listrik misalnya penggantian semua relay analog ke relay digital pada sistem proteksi. Akan tetapi, jika usaha-usaha yang dilakukan ini tidak didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, maka bukan tidak mungkin dengan perubahan yang ada, tidak akan memperbaiki kinerja sistem justru akan menurunkan keandalan sistem. Hal ini bisa disebabkan karena kemampuan knowledge dari pekerja untuk memahami peralatan/komponen yang baru sangat minim terutama dalam hal troubleshooting, testing dan perbaikan. Apa yang dimaksud dengan sumber daya manusia (SDM) yang handal adalah sumber daya yang mampu mengikuti perkembangan teknologi kelistrikan dengan segala aspek yang berkaitan di dalamnya tanpa batas-batas sekat keilmuwan. Misalnya, seorang insinyur tenaga listrik harus mampu mengerti tentang prinsip berbagai macam jaringan telekomunikasi, memahami kinerja mikrokontroller dan mikroprosessor dan berusaha terus mengaktualisasi diri dalam penanganan kasus-kasus baru ketenagalistrikan. Persoalan bahwa pendidikan calon insinyur ketenagalistrikan tidak berpacu sejalan perkembangan teknologi mesti menjadi perhatian utama. Perusahaan listrik negara (PLN) harus tahu betul dan sadar akan tantangan ini dan berusaha melakukan sosialisasi dan penyadaran ke masyarakat sejak dini tentang peminatan bekerja di sektor kelistrikan. Untuk karyawan/pekerja, training dan pelatihan teratur mesti terus difasilitasi. Di lain pihak, lembaga universitas, khususnya jurusan teknik elektro harus selalu membenahi kurikulum dengan terus mengikuti perkembangan teknologi. Kelas-kelas tambahan tentang sistem tenaga listrik dan pengalaman praktis tentang signal processing dan feedback control system terkini mutlak ada. Selain itu perlu keseimbangan antara pembelajaran teori dan praktik. Khusus untuk praktik, mesti disesuaikan dengan pengalaman dan tradisi dari perusahaan listrik setempat. Dari beberapa sharing pengalaman tentang isu ini bahwa mahasiswa bisa tertarik dan terus bertahan menikmati pengalaman di bidang kelistrikan jika diarahkan ke inovasi melalu desain, penemuan melalui penelitian dan eksperimentasi. Simulasi untuk menunjukan kondisi real melalui grafis interface pada komputer bisa membantu visualsisai tentang apa sebenarnya yang terjadi dalan suatu sistem. Poin-poin yang yang dikemukakan di sini mesti ada dalam rejuvenasi kurikulum pendidikan secara lengkap. Bagaimana kebijakan PLN ke depan tentang isu sumber daya manusia. Dalam satu kesempatan, mantan Direkutr PLN Bapak Dahlan Iskan pernah mengemukakan dua kebijakan penting yang akan diambil berkaitan dengan pegembangan sumber daya manusia. Yang pertama yaitu beliau ingin mengembalikan status image PLN dari orang-orang yang berlatarbelakang non-engineer ke para insinyur teknik dalam beberapa tahun mendatang. Yang kedua, mengingat tantangan industri kelistrikan sangat berat di masa depan, maka proses perekrutan karyawan PLN yang baru akan dilakukan di kampus-kampus yang ditunjuk dengan mengutamakan peringkat dan prestasi mahasiswa.***

Setelah Infrastruktur, SDM Tantangan Ekonomi SelanjutnyaIdris Rusadi Putra - OkezoneSenin, 12 Desember 2011 10:56 wib 0 0 Email0

Wapres Boediono. Foto: Reuters

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih terkendala infrastruktur yang karut marut. Bahkan, kendala infrastruktur ini dikatakan masih akan terjadi hingga 5-10 tahun ke depan. Wakil Presiden Boediono mengatakan dalam jangka menengah infrastruktur masih akan menjadi kendala pertumbuhan ekonomi. Namun untuk jangka panjangnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan terampil akan menjadi kendala dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Jangka menengah 10 tahun ke atas ada concern yang satu lagi yaitu sumber daya manusia yang terampil. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan SDM yang punya skill. Mencetak ini cukup lama butuh latihan," ungkap Boediono dalam acara BNI Economic Outlook di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (12/12/2011). Lebih lanjut dia mengingatkan dalam mengantisipasi krisis SDM ini, pemerintah harus menyiapkannya sejak sekarang. Salah satu cara adalah kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam mencetak SDM yang terampil. "Mulai sekarang pemerintah kita harus mengantisipasi concern SDM ini. Kerja sama swasta dan pemerintah menghasilkan lulusan sekolah formal tidak cukup. Harus ada komunikasi antara dunia usaha dan pemerintah," sambungnya. Boediono juga mengatakan, saat ini dia telah meminta kabinet RI untuk mengantisipasi ini. Karena menurutnya pendidikan saja tidak cukup untuk mencetak SDM berkualitas. "Saya minta rekan saya di kabinet kerja sama dengan dunia usaha, dengan adanya program magang, pelatihan wirausaha, semua ini mungkin kita lakukan," pungkasnya. (wdi)

Tantangan-tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia1.TantanganEkstern/ Lingkungan Kekuatan-kekuatandari luar yang mempengaruhi kegiatan bisnis/ perusahaan yang berpengaruh pula pada kegiatan Manajemen SDM, baik langsung maupun tidak langsung.

Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, Manajemen personalia dapat mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memonitor secara terus menerus atau secara efektif dan efisien perkembangan dan perubahan lingkungan bisnis dengan melakukan membaca majalah dan kan, mendengarkan siaran radio, televisi, dll mendapatkan informasi-informasi up to date yang diperlukan.

b) Merespon atau mereaksi secara cepat dalam bentuk fleksibel setiap informasi setelah dianalisis untuk menghasilkan respon yang paling tepat dengan cara mengembangkan , mempertahankan atau menghentikan kegiatan bisnis dan kebijaksanaan SDM yang sedang berlangsung.

2.Tantangan Intern / Keorganisasian

Untuk menghadapi tantangan internal, langkah-langkah yang diambil:

Meningkatkan control untuk mencegah, dengan berusaha agar setiap persoalan dapat diselesaikan secepatnya sebelum berkembang menjadi persoalan besar. Bertindak secara proaktif dalam arti aktif melakukan usaha mengambil langkah-langkah penyelesaian, sebelum masalah-masalah lepas dari kendali.

c) Organisasi/ perusahaan memerlukan manajer yang mampu bekerja dalam menghadapi kompetisi secara fleksibel

3. Tantangan Individual / Profesionalitas - Keserasian antara pekerja dengan organisasinya - Tanggungjawab etnis dan social - Produktivitas - Pelimpahan kekuasaan/ wewenang - Penyaluran buah pikiran

4.Tantangan MSDM lainnya:

a. Masih banyak top manajer dan para manajer pembantunya yang belum memahami fungsi, tujuan dan kontribusi MSDM dalam mengembangkan organisasi/ perusahaan agar menjadi kompetitif dalam mewujudkan eksistensinya.

b. Masih banyak top manajer dan para manajer bawahannya, yang tidak menyadari, kurang memahami, dan tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam mengelola SDM dilingkungannya masing-masing.

c. Dari manajemenSDM ternyata masih sangat langka tenaga kerja yang professional untuk melaksanakannya secara efektif dan efisien

Globalisasi memberikan implikasi terbukanya peluang bagi para manajemen dalam berbagai bidang untuk memberikan solusi alternative kepada pengguna untuk memperoleh kualitas layanan unggul. Hal ini memberikan tantangan bagi suatu organisasi perusahaan untuk menghasilkan kualitas layanan prima.

Organisasi dengan subsistem manusianya merupakan kesatuan system yang bertujuan mencapai berbagai sasaran yang telah ditetapkan organisasi. Pendekatan untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas personel dalam era kompetisi yang semakin meningkat telah menjadi salah satu upaya kunci keberhasilan organisasi. Kenyataan telah menunjukkan semakin banyak organisasi yang bergantung pada para karyawan yang inovatif,kreatif, dan terampil. Sementara lingkungan bisnis yang telah berubah menuntut adanya pandangan jauh ke depan searah jalannya organisasi agar tetap stabil dan sigap mengatasi perubahan-perubahan. Dengan demikian, organisasi perlu memiliki pemimpin yang visioner yang mampu melihat ke depan, memprediksi perubahan yang akan terjadi, melakukan penyesuaian dalam organisasi, dan menjembatani tuntutan bisnis sekaligus menjadi ktalisator pengembangan SDM. Pusat pengembangan potensi SDM mengambil peran untuk memetakan profil kompetensi SDM yang dimiliki organisasi saat ini berdasarkan criteria- criteria yang dibutuhkan untuk masa datang. Organisasi harus mencari jalan untuk mengurangi hambatan-hambatan. Pertama, organisasi harus belajar keanekaragaman dari budayadan nilai-nilai anggotanya.Keedua, organisasi harus mengembangkan budaya organiasasi sendiri melalui komunikasi yang baik dengan anggotanya. Untuk mendukung usaha mengembangkan budaya organisasi, harus ada perubahan pada kebijakan SDM.

Faktor Eksternal Organisasi Faktor lingkungan atau keadaan yang bersumber dari luar organisasi yang dapat menghambat usaha peningkatan fungsi SDMyang mendukung tercapainya tujuan organisasi. Faktor tersebut adalah angkatan kerja, peraturan/hukum perundang-undangan, persaingan, konsumen, serta perubahan teknologi, ekonomi, dan masyarakat.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan lingkungan organisasi, manajemen personalia dan SDM dapat mengambil langkah-langkah sebagai berikut :

1. Memonitor lingkungan, untuk mengidentifikasi perubahan variabel lingkungan. 2. Mengevaluasi dampak perubahan lingkungan. 3. Mengambil tindakan-tindakan proaktif dari perubahan lingkungan yang terjadi 4. Mendapatkan dan menganalisa umpan balik.

Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap eksistensinya. Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Ketersediaan SDM Tantangan Pengembang LokalKamis, 11 Agustus 2011 00:00 WIB | 2305 Views

Berita Terkait Pasar terbesar di Nepal terbakar, enam orang tewas Suu Kyi disambut pendukungnya di Mandalay AFC dukung investigasi FIFA atas laga Bahrain-Indonesia Rupiah akhir pekan kembali melemah Eropa pasar terbesar CPO Indonesia

Video Terkait

Pemda Siapkan Posko Dan Dapur ...

Menyimpan Sejarah Lewat Uang Jakarta (ANTARA News) - Ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten merupakan tantangan utama para pengembang software lokal ditengah tumbuhnya pasar perangkat keras di Indonesia. Menurut Indra Sosrodjojo, Direktur Andal Software, sebuah perusahaan pengembang lokal, jumlah programmer di Indonesia masih sangat terbatas sementara tuntutan peningkatan layanan terus meningkat. Kebutuhan peningkatan kualitas layanan seperti update software juga harus dipenuhi dan hal itu perlu didukung tenaga-tenaga programmer yang kompeten. Indra memetakan bisnis piranti lunak di Indonesia dalam dua pangsa berbeda yakni Mass Market (kalayak) dan Mass Enterprise (korporat). Karakter keduanya pun berbeda, Mass Market membutuhkan aplikasi yang mudah, tidak perlu pelatihan khusus, dan harga jualnya juga lebih murah. Sementara Mass Enterprise membutuhkan aplikasi yang lebih spesifik, lebih rumit sehingga pengguna memerlukan pelatihan, dan tingkat keamanannya tinggi sehingga harganya lebih mahal. "Software Enterprise tidak ada yang dibajak karena aplikasi yang sulit dan butuh pelatihan, berbeda dengan software Mass Market," kata Indra dalam diskusi bertema "BizTalk" di FX Senayan Jakarta pada Rabu (10/8). Sebelum terjun ke bisnis enterprise, perusahaan piranti lunak itu harus menentukan model bisnis yang tepat, target pasar yang besar, dan pengalaman dari mass market bisa dibawa ke enterprise.

Dalam pemasaran, perusahaan piranti lunak memerlukan mitra kerja yang tepat (partnership) karena tidak bisa bergantung pada toko ritel dan memanfaatkan hubungan yang baik antar pelanggan. "Tidak mungkin software enterprise dipajang di toko-toko karena itu memerlukan mitra, saat ini Andal sudah memiliki 20 mitra partner," katanya. Salah satu piranti lunak Andal bagi pasar Enterprise adalah Andal Pay Master untuk payroll.

Sumber Daya Manusia: Peluang dan Tantangan di Era Ekonomi GlobalArifin, Sirajul (2005) Sumber Daya Manusia: Peluang dan Tantangan di Era Ekonomi Global. Jurnal Akademika, 17 (01). ISSN 1410-7457 Full text not available from this repository.

AbstractIstilah generik "globalisasi" kerap diwacanakan oleh banyak kalangan dalam berbagai kesempatan. Kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi sebagai karakter genuine dari proses globalisasi memunculkan berbagai perubahan. Perubahan secara global memicu timbulnya transformasi struktural yang kemudian berimplikasi pada pergeseran nilai, sikap, cara hidup, perilaku manusia, sistem, dan lain sebagainya. Ekonomi global yang inheren dengan aneka perangkat globalisasi teknologi menjanjikan dua hal sekaligus; peluang dan tantangan. Berpeluang karena terkandung potensi pasar yang luas, terbuka, dan variatif. Hambatan tarif tidak mewujud, lalu lintas barang bergerak cepat, jasa dan investasi antarnegara mudah diperoleh, dan mobililitas tenaga kerja sangat tinggi. Sebaliknya, akan menjadi tantangan, karena dengan kran kebebasan perdagangan yang demikian selain menambah kapasitas persaingan ekonomi, juga akan memunculkan masalah-masalah baru di bidang sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Respons yang menjadi suatu keniscayaan dalam menghadapi era yang berintikan persaingan itu adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional melalui pendidikan formal, latihan kerja, pengembangan kualitas di tempat kerja, dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibingkai dengan nilai etik dan kultur yang religius.

TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI

TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI

Oleh: Armai Arief

Era pasar bebas, atau yang biasa disebut dengan era globalisasi sering didengungkan oleh para pemerhati ekonom sejak beberapa dekade lalu hingga sekarang ini. Kata globalisasi secara populer dapat diartikan menyebarnya sega sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia. Robertson dalam Globalization: Social Theory and Global Culture (London, Sage: 1992) mendefinisikan globalisa sebagai the compression of the world into a single space and the intensification of conciousness the world as whole. Globalisasi juga melahirkan global culture (which) is encompassing the world at the international level. Globalisasi sebagai sebuah proses mempunyai sejarah yang panjang. Globalisasi meniscayakan terjadiny perdagangan bebas dan dinilai menjadi ajang kreasi dan perluasan bagi pertumbuhan perdagangan duni

serta pembangunan dengan sistem pengetahuan. Hal ini berarti bahwa terjadinya perubahan sosial yang mengubah po komunikasi, teknologi, produksi dan konsumsi serta peningkatan paham internasionalisme merupakan sebuah nilai budaya Terjadinya era globalisasi memberi dampak ganda; dampak yang menguntungkan dan dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan adalah memberi kesempatan kerjasama yang seluas-luasnya kepada negara-negara asing. Tetapi di sisi lain, jika kita tidak mampu bersaing dengan mereka, karena sumber daya manusia (SDM) yang lemah, maka konsekuensinya akan merugikan bangsa kita. Oleh karena itu, tantangan kita pada masa yang akan datang ialah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor, baik sektor riil maupun moneter, dengan mengandalkan pada kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa mengurangi keunggulan komparatif yang telah dimiliki bangsa kita. Terjadinya perdagangan bebas harus dimanfaatkan oleh semua pihak dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan, di mana pendidikan diharuskan mampu menghadapi perubahan yang cepat dan sangat besar dalam tentangan pasar bebas, dengan melahirkan manusia-manusia yang berdaya saing tinggi dan tangguh. Sebab diyakini, daya saing yang tinggi inilah agaknya yang akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat memenangi persaingan era pasar bebas yang ketat tersebut. SDM yang tangguh, menurut Muslimin Nasution (1998), adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan da teknologi (IPTEK). Tugas pendidikan, selain mempersiapkan sumber daya manusia sebagai subjek perdagangan bebas, jug membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyatanya sangat berperan dalam membantu dunia usaha dala upaya meningkatkan perekonomian nasional.

A. Karakteristik Era Globalisasi

Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Persaingan ini masih dikuasai oleh tuga raksasa ekonom yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Masing-masing menampilkan keunggulan yang dimiliki. Amerika misalnya unggul dalam product technology, yaitu teknologi yang menghasilkan barang-barang baru dengan tingkat teknologi yang tinggi, contoh pembuatan pesawat terban supersonik, robot, dan lain-lain. Jerman dan Jepang mengandalkan kelebihan mereka dalam process technology yaitu teknologi yang menghasilkan proses baru dalam pembuatan suatu jenis produk yang sudah ada, misalnya CD (compact disc) pertama kali dibuat oleh Belanda kemudian terus disempurnakan oleh Jepang sehingga menghasilkan CD dengan kualitas yang lebih bagus dan harg lebih murah. Selain ketiganya, belakangan muncul Cina sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan pertumbuhan ekonominya di atas 9 persen suatu jumlah tertinggi di dunia. Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas juga ditandai dengan adanya perjalanan lalu lintas barang, jasa, modal serta tenaga kerja yang berlangsung secara bebas, kemudian adanya tuntutan teknologi produksi yang makin lama makin tinggi tingkatannya, sehingga makin tinggi pula tingkat pendidikan yang dituntut dari para pekerjanya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak da batasan antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok lain, serta antara negara satu dengan nega lain. Komunikasi antar-negara berlangsung sangat cepat dan mudah. Begitu juga perkembangan informasi lintas dun dapat dengan mudah diakses melalui teknologi informasi seperti melalui internet. Perpindahan uang dan investasi mod oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik. Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di e globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mamp membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dala kompetisi sehat tersebut. Di sinilah pendidikan -- termasuk pendidikan Islam -- diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendid dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempura

berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut. Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerud Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi ufuk globalisasi. Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasion serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembanguna berkelanjutan (continuing development ). Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transforma struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, ser bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM. Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dala menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahua teknologi dan seni. Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi da kolonialisme di bidang politik dan ekonomi. Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut seca komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya taw pasar. Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang dicitacitakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan Islam? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok kerangka pendidikan Islam dalam konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa menyiapkan strategi yang tepat menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang tersebut. Secara kuantitas, perkembangan jumlah peserta didik pendidikan formal Indonesia mulai dari tingkat TK hingga jenjang perguruan tinggi (PT) mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Namun secara kualitas masih tertinggal jauh ketimbang negara-negara lain, baik negara-negara maju, maupun negara-negara anggota ASEAN sekalipun. Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya sesuai dengan standar kompetensi global --paling tidak mampu mempersiapkan anak didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing-- sehingga bisa mengantisipasi membludaknya pengangguran terdidik. Di sini harus diakui, lembaga-lembaga pendidikan Islam ternyata belum siap menghadapi era pasar bebas. Masih banyak yang harus dibenahi; apakah sistemnya ataukah orang yang terlibat di dalam sistem tersebut.

B. Sumber-sumber Kelemahan Bersaing Pendidikan Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan pendidikan seharusnya memberikan sumbangan yang besar dalam mensukseskan program pendidikan. Sebab di antara kelemahan-kelemahan sistem pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya politcal will pemerintah dalam menangani permasalahan pendidikan ini. Menurut Arief Rahman (2002), setidaknya ada sembilan titik lemah dalam aplikasi sistem pendidikan di Indonesia: 1. Titik berat pendidikan pada aspek kognitif 2. Pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif, dan inovatif 3. Sistem pendidikan yang bergeser (tereduksi) ke pengajaran 4. Kurangnya pembinaan minat belajar pada siswa 5. Kultur mengejar gelar (title) atau budaya mengejar kertas (ijazah). 6. Praktik dan teori kurang berimbang 7. Tidak melibatkan semua stake holder, masyarakat, institusi pendidikan, dan pemerintah

8. Profesi guru/ustadz sekedar profesi ilmiah, bukan kemanusiaan 9. Problem nasional yang multidimensional dan lemahnya political will pemerintah. Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan pendidikan tersebut, diperlukan kerjasama pelbagai pihak. Tidak hanya institusi pendidikan tetapi pemerintah juga harus serius dalam menangani permasalahan ini agar SDM Indonesia memperoleh rating kualitas pendidikan yang memadai. Untuk itu hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psiko motorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus mereka tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan daripada hanya sekadar mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan). Kedua, dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik. Ketiga, guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer of knowledge tapi pembelajaran harus meliputi transfer of value and skill, serta pembentukan karakter (caracter building). Keempat, perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar yang tinggi. Kelima, harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus berjalan di atas rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya pada dunia pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar atau titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang harus dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian yang dimilikinya. Keenam, sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan pada sekolah-sekolah umum. Yaitu dengan menyeimbangkan antara teori dengan praktek dalam implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami titi kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya dalam masyarakat dan dunia kerja. Ketujuh, perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek pendidikan, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan terutama masyarakat sekitar sekolah, sehingga memudahkan akses pendidikan secara lebih luas ke kalangan masyarakat. Kedelapan, profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar profesional, bukan berdasarkan kemanusiaan. Maksudnya, guru memang pahlawan tanpa tanda jasa namun guru juga seyogianya dihargai setimpal dengan perjuanganny karena itu gaji dan kesejahteraan guru harus diperhatikan pemerintah. Kesembilan, pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan. Salah satunya adalah memperhatikan fasilitas pendidikan dengan cara menaikan anggaran untuk pendidikan minimal 20-25 % dari total APBN. Di sini diperlukan political will kuat dari pemerintah dalam menangani kebijakan pendidikan. Jika kita mau jujur, berbagai kelemahan pendidikan kita seperti disebutkan di atas, pada dasarnya bertitik tolak pada lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. Padahal, SDM merupakan faktor utama yang menjadi indikator kemajua suatu bangsa, di samping faktor sumber daya alam (SDA) (hayati, non hayati, buatan), serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan negara-negara Barat adalah didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan ha itu berhubungan dengan pendidikan sebagai wahana pembentukan SDM. Jadi, permasalahan lemahnya SDM Indonesia pada dasarnya berawal dari rendahnya tingkat pendidikan, lemahnya keahlian dan manajemen serta kurangnya penguasaan teknologi. Lemahnya SDM menyebabkan Indonesia kurang mampu bersaing dengan negara-negara lain, padahal secara fisiografis Indonesia termasuk negara yang memiliki kekayaan alam melimpah tetapi sayangnya tidak dikelola dengan baik karena kualitas SDM-nya yang kurang mendukung. Sistem pendidikan sangat bergantung pada mutunya, seperti juga halnya barang dikatakan berkualitas dan mempunya nilai jual yang tinggi karena memiliki mutu yang bagus. Ironis memang jika kita melihat nasib institusi pendidikan di Indonesia berdasarkan mutu pendidikan yang berada pada urutan terakhir di antara 12 negara Asia yang diteliti oleh The

Political and Eonomic Risk Consultancy (PERC) tahun 2001, jauh di bawh Vietnam (6). Hasil survei PERC itu mengacu pada tingkat kualitas lulusan pendidikan kita, dengan argumentasi, untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas tentunya sistem pendidikannya pun harus berkualitas. Sistem pendidikan yang tidak berkualitas mempengaruhi rendahnya SDM yang dihasilkan, yang pada gilirannya tida mampu membawa bangsa ini duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa lain. Lemahnya SDM pendidikan sebagai ekses sistem pendidikan yang tidak berkualitas, memunculkan fenomena masyarakat pekerja (worker society) bak jamur di musim hujan. Ini tentu berbeda dengan sistem pendidikan yang baik, yan memproduksi employee society. Dalam konteks ini, Alvin Toffler dalam buku The Future Shock (1972) mengatakan, employee dan worker itu berbeda. (1) employee memiliki ciri untuk terus meningkatkan kemampuan teknis termasuk keterampilannya, sedangkanworker menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang tetap; (2) employee dapat mengendalikan alat (mesin) sedangkanworker relatif dikendalikan oleh mesin; (3) mesin berkhidmat kepada employee, sedangkan worker berkhidmat kepada mesin; (4) employee pada dasarnya tidak perlu diawasi hanya perlu pembagian tanggung jawab, sedangkan worker harus diawasi melalui garis organisasi; dan (5) employee memiliki sarana produksi yaitu informasi, sedangkan worker tidak memilikinya. Oleh karena itu, orientasi employee society harus dikedepankan dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja ahli bidang penguasaan teknologi. Karena pada milenium ketiga ini kita dihadapkan pada perubahan besar di bidang ekonom Iptek dan sosial budaya. Kita seharusnya belajar dari Jepang dan Korea Selatan. Walaupun kedua negara tersebut miskin sumber daya alam (SDA), tetapi karena dukungan SDM yang kuat, kedua negara Asia Timur itu menjadi pioneer ekonomi dunia, khususnya d kawasan Asia. Dalam konteks ini, masyarakat Jepang menurut H.D. Sudjana (2000) memiliki lima karakteristik khusus dalam sikap dan prilaku yang dipandang sebagai akar kekuatan bangsanya, yaitu: Pertama, emulasi. Yaitu hasrat dan upaya untuk menyamai atau melebihi orang lain. Orang Jepang, baik selak perorangan atau sebagai warga negara memiliki dorongan untuk tidak ketinggalan oleh orang, kelompok, atau bangsa lain. Kedua, consensus. Yaitu kebiasaan masyarakat Jepang untuk berkompromi, bukan konfrontasi. Budaya kompromi i menimbulkan rasa keterlibatan masyarakat yang kuat terhadap kepentingan bersama. Budaya inilah yang menjadi pengik kuat yang menjadi pengikat dasar (root bindting) kehidupan masyarakat Jepang. Ketiga, futurism. Yaitu mempeunyai pandangan jauh ke depan, masyarakat Jepang mempunyai keyakinan bahw harkat individu akan naik apabila seluruh kelompok atau bangsa naik. Oleh karena itu kemajuan dan keberhasila kelompok, masyarakat dan bangsa sangat diutamakan dalam upaya meningkatkan kemajuan individu. Keempat, kualitas. Mutu adalah jaminan kualitas. Artinya dalam setiap proses dan hasil produksi di Jepang, mu menjadi faktor penarik (full factors). Kelima, kompetisi. Artinya sumber daya manusia dan produk bangsa Jepang memiliki keunggulan komparatif da kompetitif dalam tata kehidupan dan tata ekonomi global.

C. Pendidikan dan Kemampuan Bersaing Bangsa Kemampuan bersaing pendidikan kita menghadapi era globalisasi ini sangat lemah dibandingkan dengan negaranegara lain. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. Sebagai contoh kita bisa melihat Tenaga kerja Indonesia (TKI) maupun TKW yang diekspor adalah tenaga buruh, seperti: pembantu rumah tangga, perawat, buruh perkebunan, buruh bangunan, sopir dan pekerja kasar lainnya. Sedangkan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia adalah kalangan pengusaha, investor dan pemilik perusahaan. Pekerja kita amat minim penguasaan pengetahuannya serta rendah kemampuan bahasa asingnya, terutama Bahasa Inggris. Untuk melacak akar kelemahan SDM Indonesia ini bisa dilihat melalui wahana pendidikan. Dari sini secara logis

dimunculkan pemikiran, untuk dapat bersaing dengan bangsa lain dalam memperebutkan lapangan kerja, maka yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah sector pendidikan. Pendidikan harus benar-benar diberdayakan oleh kita semua, sehingga nantinya, pendidikanlah yang akan mampu memberdayakan masyarakat secara luas. Masyarakat yang terberdayakan oleh sistem pendidikan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam konteks persaingan global. Konsekuensinya, pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan proses pemberdayaan, yang benarbenar harus disadari secara kolektif, baik oleh individu, keluarga, masyarakat, lebih-lebih oleh pemerintah sebagai investas masa depan bangsa. Dengan demikian, pendidikan memegang peranan penting dan strategis dalam menghasilkan SDM yang akan membangun bangsa ini. Sikap ini tidak berarti mengecilkan peran sektor lain dalam pembangunan bangsa. Adanya sikap bahwa masa depan akan selalu penting dan strategis ini didasari oleh pertimbangan empirik bahwa selama ini dan juga untuk waktu yang akan datang, keberadaan sumberdaya manusia yang bermutu dalam arti seluas-luasnya akan semakin dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.

Kualitas SDM yang diiringi moralitas dan integritas kebangsaan yang kuat: tidak korup, jujur, kreatif, antisipatif dan memiliki visi ke depan diasumsikan akan mempercepat bangsa ini keluar dari krisis yang berlarut-larut. Sebagai perbandingan, dengan dukungan sumber daya manusia yang kuat, negara-negara jiran kita seperti Malaysia, Thailand dan Filipina mengalami kemajuan pesat dalam upaya keluar dari krisis seperti yang dialami bangsa kita. Bahkan untuk kasus Malaysia, negara ini mampu memulihkan (recovey) kondisi ekonominya tanpa perlu mengandalkan bantuan IMF. Selanjutnya, dalam sektor ekonomi, perkembangan perekonomian nasional, regional dan internasional yang begitu pesat seperti pasar modal, bursa efek, AFTA, NAFTA, APEC dan kesepakatan-kesepakatan ekonomi internasional yang lain, saat ini dan ke depan, semua itu akan menjadi kebutuhan bangsa kita. Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, juga akan mengalami pergeseran. Perilaku individualistik akan tumbuh lebih subur daripada rasa kebersamaan. Sementara itu, kehidupan demokratis akan lebih diterima masyarakat ketimbang perilaku yang otoriter. Perilaku egaliter secara vertikal dan horizontal akan lebih menonjol dibanding yang feodal dan paternalistik. Keterbukaan (transparancy) akan diterima masyarakat. Di sisi lain, semangat nasionalisme dan kesemestaan harus dapat membawa kemajuan bangsa. Janganlah alasan nasionalisme menjadikan bangsa tidak bisa maju dan berkembang. Sebaliknya, semangat kesemestaan tidak dijadikan alasan bangsa ini tercabik dan terinveksi oleh virus globalisasi.

Semua itu, sekali lagi, memerlukan peran signifikan dan antisipasi pendidikan, apakah pendidikan kita mampu mengakomodasi dan memberikan solusi dalam upaya memajukan dan memenangkan kompetisi global yang keras dan keta ataukah justru terbelenggu dan asik dalam lingkaran globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an al-Karim Abdullah, Abdurrahman Salih, Educational Theory Quranic Theory (Mekkah: Ummul Qura University, tt). Abd. Al-Baqi, Muhammad Fuad, Al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Qur`an al-Karim (Beirut : Dar al-Fikr,1987). Abdul Hakim, Atang & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda, 2001. Abrasy, Muhammad Athiyah al, Al-Tarbiyah al-Islamiyah (Kairo: Maktabah Isa al-Babi al-Halabi, 1975). Al-Baghdadi, Abi al-Fadhal Syihabuddin al-Sayyid Mahmud al-Alusi, Ruh Maani fi Tafsir al-Qur`an al-Azim w al-sabu al-Matsani, juz XI (Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1994). 'Ali, Hasan Abd. al, Al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qarn al-Rabi'al-Hijryi (TT: Dar al-Fikr al-'Araby,tt) Ali, D.P . Sati, (selanjutnya disebut Siti, pen)., capita selecta, ed.W.van Hoeve (Jakarta:PT. Bulan Bintang, 1954) Al-Qurthubi, Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari, Tafsir al-Maraghi, Juz VII (Mesir : Mathbaah a

babi al-Halby, tt). Al-Zuhaili, Wahbah, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, juz XXI (Damsyiq : Dar al-Fikr a Maashir,1991). Azim, Ali Abdul, Ensiklopedi dan Aksiologi Ilmu Perspektif al-Qur`an (Bandung : Rosda, 1989). Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press, 2002. --------, Pendidikan Integralistik; Pemikiran dan Pergerakan Mohammad Natsir dalam Pendidikan, naskah buku belum diterbitkan. Arifin, Muzayin, Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama), Toha Putra, Semarang, 1981 Asari, Hasan. Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994). Aziz, M. Amin, Islamisasi sebagai Isu, Ulumul Quran, Volume II, No. 4. 1992 Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modrnisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999. ---------, Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta: Kompas, 2002. ---------, Pendidikan Tinggi Islam dan Kemajuan Sains, dalam Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dala Islam (Jakarta: Logos, 1994) Bagir, Haidar dan Zainal Abidin, "Filsafat Sains Islami: Kenyataan atau Khayalan?" kata pengantar dalam Mahd Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1990 Bakar, Osman, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, Bandung: Mizan, 1998, cet. Ke-3.Bakker, A.H., Metode-metode Filsafat, (Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat, t.t.)

Dalizar, Konsepsi Al-Qur'an tentang Hak-hak Asasi manusia, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1987 Dasuki, H.A. Hafizh, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ikhtiar Van Hoeur, Cet.III, 1999), jilid IV. Daud, Wan, Wan Mohd Nor, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, Bandung: Mizan, 2003 Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1987 ---------, Kumpulan Materi LMD dan SII, YPM Salman, ITB, Bandung, 1987 ---------, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pendidikan Tinggi, Direktorat Jendral Pembinaa Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 1991 Djakfar, Muhammad, Islamisasi Pengetahuan; dari Tataran Ide ke Praksis, dalam buku Quo Vadis Pendidikan Islam (ed.) Mudjia Rahardjo, Malang: Cendekia Paramulya, 2002. Deming, Edward W., Out of The Crisis, Cambridge: Cambridge Univercity, 1973 Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku 1 Konsep dan Pelaksanaa Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sekolah lanjutan tingkat Pertama, 2001 Dewey, John, Democracy and Education, Encyclopedia Americana, 1979 Faruqi, Ismail Raji al, Islamisasi Pengetahuan, (terj.) oleh Anas Mahyuddin dari Islamization of Knowledge, Bandun Pustaka, 1984. Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Pedagogy of the Oppressed, Jakarta: LP3ES, 2000, ceet. Ke-3 ----------, et.al., Menggugat Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, cet. Ke-2 Geertz, Clifford, Modernization in A Moslem Society: The Indonesia Case, daam Quest, vol. 39 (Bombay: 1963 Hadi S, Qamarul, Membangun Insan Seutuhnya, Al-Ma'arif, Bandung, 1986 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XXI (Jakarta : Pustaka al-Islam, 1982) Hasanuddin, AH., Cakrawala Kuliah Agama, Al-Ikhlas, Surabaya, 1980 Halimuddin, Kembali Kepada akidah Islam, Rineka Cipta, 1988 Hossein Nasr, Syed, Islam dan Nestapa Manusia Modern, terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Mizan, 1983 ----------, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Pustaka, Bandung, 1983 ----------, Mulla Sadra: His Teachings, dalam Syed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed), History of Islam Philosophy, London: Routledge, 1996 ----------, dan William C. Chittick, Islam Intelektual Teologi: Filsafat dan Ma'rifat, terj. Tim Perenial, Depok: Pereni Press, 2001.---------, Science And Civilization In Islam, (Cambridge: Harvard University press, 1968).

Ikhrom, Dikhotomi Sistem Pendidikan Islam; Upaya menangkap Sebab-sebab dan Penyelesaiannya, dalam bukuParadigma Pendidikan Islam (ed.) Ismail SM., et.al., Yogyakarta: Pustaka Pelahar, 2001. Ilich, Ivan, Bebaskan Masyarakat Dari Belenggu Sekolah, terj. Deschooling Society, Jakarta: Yayasan Obor, 2000, e Ke-1, cet. Ke-2 Imron, Ali,j Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Proses, Produk, dan Masa Depannya, Bumi Aksara, Jakarta, 1996. J. Drost, Pengajaran Kita, Kompas, 7 Agustus 2001. Jenie, Umar A., Paradigma dan Religiositas Perkembangan Iptek, dalam buku Religiusitas Iptek, Yogyakarta: 1998, cet. Ke-1. Langgulung, Hasan, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta: Gama Media Pratama, 2002. ---------, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1979) Kartanegara, Mulyadhi, "Reintegrasi Ilmu Pengetahuan Mungkinkah Itu?", Makalah dari Seminar Nasion Reintegrasi Ilmu oleh Fak Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tgl 19 Okt 2002 Kurniawan, Khaerudin, Arah Pendidikan Nasional Memasuki Milenium Ketiga, Suara Pembaharuan, Januari 1999 Mc Clelland, David C, The Achieving Society, The Mcmillan Company, 1961 Makdisi, George. The Rise of Colleges (Edinburgh : Edinburgh University Press, 1981). Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Maarif, 1980 M.Natsir, Pendidikan Pengorbanan ke Pemikiran Primondialisme dan Nostalgia, (Jakarta: Media Dakwah, 1978) Mursy, Ahmad Munir. Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa Tathawwuruha. (Kairo: Maktabah Dar al-'Alam 1986) Muthahhari, Murtadha, Mengenal Epistemologi, terj. Muhammad Jawad Bafaqih, Jakarta: Lentera Basritama, 2001 Muhaimin, Redefinisi Islamisasi Pengetahuan; Upaya Menjejaki Model-model Pengembangannya, dalam buku Quo Vadiss Pendidikan Islam (ed.) Mudjia Rahardjo, Malang: Cendekia Paramulya, 2002. Mulkhan, Abdul Munir, Rekosntruksi Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, dalam buku Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997 Muhadjir, Noeng, Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modernisme, Yogyakarta: Rakesarasin, 2001 Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Yogyakarta : Pondok Pesantren a Munawwir, 1984). Muzani, Saiful (ed.) Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1993. Naim, Mochtar, Mohammad Natsir dan Konsep Pendidikan yang Integral, dalam Anwar Harjono (pen),Pemikiran da Perjuangan Mohammad Natsir, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996. --------, Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, makalah dalam seminar Pemikiran Mohammad Natsir, Yi Al-Azhar Jakarta, 16-17 Juli 1994 Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam and Civilization in Islam (Cambridge: Harvard University Press, 1968) Naquib Al-Attas, Syed Muhamad, Konsep Pendidikan dalam Islam, Mizan, Bandung: 1987 Nasution, S, Sosiologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1995 Nata, Abuddin, Tema-Tema Pokok al-Qur`an (Jakarta : Biro Mental DKI, 1993) Poerbakawatja, Soegarda, dan A.H. harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1980 Puar, Yusuf Abdullah, Mohammad Natsir 70 Tahun, Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, (Jakarta: Pustak Antara, 1976), cet. ke-IS.I. Poeradisastra, "Epistemologi di dalam Islam", di dalam Salemba No. 70 Tahun IV, Juli 1979.

Qamarul Hadi, S., Membangun Insan Seutuhnya, Al-Ma'arif, Bandung, 1986. Rahardjo, Mudjia, Islamisasi Ilmu Pengetahuan Sosiologi Islam sebagai Sebuah Tawaran, dalam buku Quo vadis Pendidikan Islam, (ed.) Mudjia Rahardjo, Malang: Cendekia Paramulya, 2002. Rahardjo, M. Dawam, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim, Miza Bandung: 1996 ---------, Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan dalam M. Dawam Rahardjo (ed.), Pesantren da

Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet. ke-5. Rachman, Arief, Kualitas Pendidikan Harus Dimaksimalkan, Media Indonesia, 30 Mei 2002

Rahman, Budy Munawar, ed., Kontektualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Paramadina, Jakarta: 1995 Rahman, Fazlur, Islamisasi Ilmu, Sebuah Respon, Ulumul Quran Vol. III No. 4 1992. Ramayulis, Studi Tentang Konsep Pendidikan Mohammad Natsir (Batusangkar: Fakultas Tarbiyah IAIN Ima Bonjol Batusangkar, 1979) Rasjidi, Muhammad, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang: Jakarta, 1974 Salam, Solihin, Wajah Nasional (Jakarta: Pusat Studi dan Penelitian Islam, 1990) Sardar, Ziauddin, Jihad Intelektual Merumuskan Parameter-parameter Sains Islam, terj. AE Priyono, Surabay Risalah Gusti, 2000 Shihab, M. Quraish, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup bersama Al-Qur`an, Mizan, Bandung: 2000 ---------, Membumikan Al-Qur`an, Mizan, Bandung: 2000 Suardi, Rudi, Sistem Manajemen Mutu ISO 9000-2000; Penerapannya untuk Mencapai TQM, Jakarta: PPM Rosdakarya, 2001 Sudjana, HD., Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Falah Production, 2000

Sumadilaga, H.R. Syarief, dkk., Pengembangan Sumber daya Manusia, Materi Qur`ani dan Metodenya,Simposiu Nasional Cendikiawan Muslim, Jakarta: 1990, tidak diterbitkan Syadid, Muhammad, Manhaj al-Qur`an fi al-tarbiyah (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1987). Syalabi, Ahmad. Al-Tarbiyah al-Islamiyah (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1982) Stanton, Charles Michael, Pendidikan Tinggi dalam Islam (Jakarta: Logos, 1994). Suwito, Pendidikan yang Memberdayakan, Makalah Pengukuhan Guru Besar di Bidang Sejarah dan Pemikira Pendidikan Islam, Januari 2002. Tilaar, H.A.R., Kajian Kritis Sistem Pendidikan Nasional, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Menca Paradigma Baru Pendidikan Nasional Memasuki Milenium III dalam HUT PGRI di Jogjakarta. Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Bal Pustaka, 1995 Toffler, Alvin, The Future Shock, terj. Hermawan Sulistyo, Jakarta: Pantja Simpati, 1992

UU No. 2 Tahun 1989 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. van Bruinessen, Martin, Konjungtur Sosial Politik di Jagat NU Paska Khittah 26: Pergulatan NU Dekade 90-an dalam Ellyasa K.H. Darwis (ed.), Gus Dur, NU, dan Masyarakat Sipil, (Yogyakarta: LKiS, 1994), cet. ke-1. Wahid, Marzuki, Pesantren di Lautan Pembangunanisme: Mencari Kinerja Pemberdayaan, dalam Marzu Wahid, et.al (ed.) Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi (Bandung: Pustak Hidayah, 1999), cet. ke-1. Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi Offset, Yogyakarta, 1989. Wan Daud, Wan Mohd Nor, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, Bandung: Mizan, 2003 Weber, Mark, The Protestan Ethic and Spirit Capitalism, Simon dan Schuster, New York, 1980. Yunus, Mahmud, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta : Hidakarya Agung, 1978).

1.1. PENGERTIAN MSDM Keberadaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat penting artinya bagi organisasi. Dalam perkembangannya, organisasi akan menghadapi permasalahan tenaga kerja yang semakin kompleks, dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia harus dilakukan secara profesional oleh departemen tersendiri dalam suatu organisasi, yaitu Human Resource Departement.SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi

(disebut personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Nawawi, 2000). Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek. Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang. Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya. Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan 1 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat (Flippo, 1996). Atau dengan kata lain, secara lugas MSDM dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan SDM dalam upaya mencapai tujuan individual maupun organisasional. Secara historis, perkembangan pemikiran tentang MSDM tidak terlepas dari perkembangan pemikiran manajemen secara umum, dimulai dari gerakan manajemen ilmiah (dengan pendekatan mekanis) yang banyak didominasi oleh pemikiran dari F.W. Taylor. Pandangan-pandangan yang muncul berkaitan dengan SDM dalam era tersebut adalah : SDM sebagai salah satu faktor produksi yang dipacu untuk bekerja lebih produktif seperti mesin; Bekerja sesuai dengan spesialisasi yang telah ditentukan; Yang tidak produktif harus diganti/dibuang; Kondisi di atas memunculkan : pengangguran, tidak adanya jaminan dalam bekerja, berkurangnya rasa bangga terhadap pekerjaan, dan tumbuhnya serikat pekerja. Gerakan human relation (dengan pendekatan paternalis), era ini ditandai dengan adanya pemikiran tentang peran SDM terhadap kemajuan organisasi. Pandangan-pandangan yang muncul adalah : SDM harus dilindungi dan disayangi, tidak hanya dianggap sebagai faktor produksi belaka tapi juga sebagai pemilik perusahaan; Mulai disediakannya berbagai fasilitas pemenuhan kebutuhan karyawan, seperti tempat ibadah, tempat istirahat, jaminan kesehatan, kantin, perumahan, dan sebagainya sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap tingkat kesejahteraan karyawan. Gerakan kontemporer (dengan pendekatan sistem sosial), di era ini pemikiran tentang pentingnya peran SDM dan perlunya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan serta kepastian dalam bekerja semakin berkembang. Pandangan-pandangan yang muncul bahwa : 2 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia Pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari kontribusi SDM; Munculnya teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow (1940-an) sebagai landasan motivasi individu menjadi pendorong adanya pemikiran tentang perlunya memotivasi SDM dengan melihat tingkat kebutuhan yang dimilikinya; Adanya kecenderungan baru yang berdampak positif terhadap perkembangan efektivitas organisasi, yaitu : a. Meningkatnya kepentingan terhadap MSDM; b. Adanya perubahan arah pengawasan dan kebijakan secara sentral, dan pelaksanaan yang terdesentralisasi; c. Meningkatnya otomatisasi dan pengembangan Sistem Informasi SDM; d. Munculnya program MSDM yang terintegrasi; e. Adanya perubahan menuju sistem merit dan akuntabilitas; f. Meningkatnya perhatian terhadap perilaku kerja karyawan; g. Meningkatnya perhatian terhadap budaya dan nilai organisasi; h. Adanya perluasan program peningkatan produktivitas. Sejalan dengan adanya pemikiran tentang semakin pentingnya peran SDM dalam organisasi, maka posisi MSDM dalam organisasi adalah mengelola SDM yang ada di seluruh bagian organisasi. Gambar 1.1. Posisi MSDM dalam organisasi MSDM PEMASARAN KEUANGAN PRODUKSI AKUNTANSIORGA NI SAS I L INGKUNGAN 3 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia 1.2. PENDEKATAN MSDM Mengelola SDM bukan merupakan hal yang mudah, karena manusia merupakan unsur yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam MSDM, yaitu : a. Pendekatan SDM, menekankan pengelolaan dan pendayagunaan yang memperhatikan hak azasi manusia; b. Pendekatan Manajerial, menekankan pada tanggungjawab untuk

menyediakan dan melayani kebutuhan SDM departemen lain; c. Pendekatan Sistem, menekankan pada tanggungjawab sebagai sub-sistem dalam organisasi; d. Pendekatan Proaktif, menekankan pada kontribusi terhadap karyawan, manajer dan organisasi dalam memberikan pemecahan masalah. 1.3. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN MSDM Orientasi pada pelayanan, dengan berupaya memenuhi kebutuhan dan keinginan SDM dimana kecenderungannya SDM yang puas akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumennya; Membangun kesempatan terhadap SDM untuk berperan aktif dalam perusahaan, dengan tujuan untuk menciptakan semangat kerja dan memotivasi SDM agar mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik; Mampu menumbuhkan jiwa intrapreneur SDM perusahaan, yang mencakup : a. Menginginkan adanya akses ke seluruh sumber daya perusahaan; b. Berorientasi pencapaian tujuan perusahaan; c. Motivasi kerja yang tinggi; d. Responsif terhadap penghargaan dari perusahaan; e. Berpandangan jauh ke depan; f. Bekerja secara terencana, terstruktur, dan sistematis; g. Bersedia bekerja keras; h. Mampu menyelesaikan pekerjaan; i. Percaya diri yang tinggi; j. Berani mengambil resiko; 4 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia k. Mampu menjual idenya di luar/di dalam perusahaan; l. Memiliki intuisi bisnis yang tinggi; m. Sensitif terhadap situasi dan kondisi, baik di dalam maupun di luar perusahaan; n. Mampu menjalin hubungan kerja sama dengan semua pihak yang berkepentingan; o. Cermat, sabar dan kompromistis. 1.4. FUNGSI DAN AKTIVITAS MSDM MSDM secara fungsional memiliki beberapa fungsi, dimana fungsi-fungsi tersebut terkait satu dengan lainnya, dan aktivitas yang dijalankan oleh MSDM sesuai dengan fungsi yang dimilikinya, dengan tujuan peningkatan produktivitas, kualitas kehidupan kerja dan pelayanan. Fungsi perencanaan (planning) merupakan fungsi MSDM yang dinilai esensial, karena menyangkut rencana pengelolaan SDM organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dimana hal tersebut berkaitan erat dengan operasionalisasi organisasi dan kelancaran kerja yang ada di dalamnya. Fungsi pengadaan (procurement) merupakan fungsi MSDM dalam usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah SDM yang tepat, yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi. Fungsi Pengembangan (development) berkaitan erat dengan peningkatan ketrampilan dan kemampuan yang diupayakan melalui jalur pelatihan maupun pendidikan terhadap SDM yang ada. Juga berbagai bentuk pengembangan diri untuk para karyawan yang berprestasi. Fungsi Pemeliharaan (maintenance) berkaitan dengan upaya mempertahankan kemauan dan kemampuan kerja karyawan melalui penerapan beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan kerja. Fungsi Penggunaan (use) menekankan pada pelaksanaan berbagai tugas dan pekerjaan oleh karyawan serta jenjang peningkatan posisi karyawan. Selain itu berkaitan pula dengan kontraprestasi untuk karyawan yang telah berhenti bekerja, baik yang sementara atau permanen maupun akibat pemutusan hubungan kerja sepihak. 5 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia Gambar 1.2. Fungsi dan aktivitas MSDM yang terintegrasi PERENCANAAN PENGGUNAAN Analisis pekerjaan Evaluasi pekerjaan Desain pekerjaan Uraian pekerjaan Spesifikasi pekerjaan Penarikan karyawan Seleksi Pengangkatan Penempatan Orientasi PENGADAAN Penilaian prestasi kerja Pendidikan dan Pelatihan Penugasan, Mutasi dan Promosi Motivasi dan Disiplin PENGEMBANGAN Kompensasi Kesehatan, keamanan, dan keselamatan kerja Hubungan industrial PEMELIHARAAN Perencanaan karir Perluasan pekerjaan Pemerkayaan pekerjaan Pemberhentian TUJUAN Produktivitas Kualitas kehidupan kerja Pelayanan 1.5. MANFAAT PENERAPAN MSDM Pengimplementasian Manajemen SDM akan memberikan berbagai manfaat bagi kegiatan pengorganisasian, antara lain (Nawawi,2000) : a. Organisasi/perusahaan akan memiliki Sistem Informasi SDM yang akurat. b. Organisasi/perusahaan akan memiliki hasil analisis pekerjaan/jabatan, berupa diskripsi dan atau spesifikasi pekerjaan/jabatan yang terkini (up-to-date). c. Organisasi/perusahaan memiliki kemampuan dalam menyusun dan menetapkan Perencanaan SDM yang mendukung kegiatan bisnis. d. Organisasi/perusahaan akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas rekrutmen dan seleksi tenaga kerja. 6 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia e. Organisasi/perusahaan dapat melakukan kegiatan orientasi/sosialisasi secara terarah. f. Organisasi/perusahaan dapat melaksanakan pelatihan secara efektif dan efisien. g. Organisasi/perusahaan dapat melaksanakan penilaian karya secara efektif dan efisien. h. Organisasi/perusahaan dapat melaksanakan program pembinaan dan pengembangan karier sesuai kondisi dan kebutuhan. i. Organisasi/perusahaan dapat melakukan kegiatan penelitian/riset. j. Organisasi/perusahaan dapat menyusun skala upah (gaji) dan mengatur

kegiatan berbagai keuntungan/manfaat lainnya dalam mewujudkan sistem balas jasa bagi para pekerja Penerapan MSDM yang efektif, selain bermanfaat bagi perusahaan, juga memberikan dampak positif terhadap para karyawan, antara lain : Pekerja memperoleh rasa aman dan puas dalam bekerja. Pekerja memperoleh jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen SDM memungkinkan dan mempermudah pekerja memperoleh keadilan dari perlakuan yang tidak menguntungkan. Manajemen SDM memungkinkan pekerja memperoleh penilaian karya yang obyektif. Para pekerja melalui Manajemen SDM akan memperoleh upah/gaji dan pembagian keuntungan/manfaat lainnya secara layak. Manajemen SDM menciptakan dan memberikan suasana atau iklim kerja yang menyenangkan (Nawawi, 2000). 1.6. SASARAN MSDM : MELAYANI BERBAGAI STAKEHOLDERS Stakeholders merupakan lembaga dan manusia yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh seberapa baik SDM dikelola oleh suatu organisasi melalui penerapan MSDM. Stakeholders dapat mencakup : 7 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia Gambar 1.3. Stakeholders dan MSDM PERUSAHAAN Produktivitas Laba Kelangsungan hidup PEMASOK Penilaian kualitas dan kuantitas INVESTOR Pengembalian modal PELANGGAN mutu layanan mutu produk kecepatan respon biaya rendah inovasi MSDMSERIKAT PEKERJA Mediator MASYARAKAT Tanggung jwb sosial Praktek manajemen etis PEMERINTAH Kepastian hukum KARYAWAN Perlakuan adil Kepusan kerja Pemberdayaan Pendayagunaan Kesehatan dan keselamatan 1.7. TANTANGAN TERHADAP MSDM A. Tantangan eksternal a. Perubahan Lingkungan Bisnis yang cepat. Untuk keperluan tersebut perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan/iklim bisnis yang cepat, perlu menetapkan kebijaksanaan SDM sebagai berikut: Menghindari pengaruh negatif berupa perasaan tidak puas pada kondisi yang telah dicapai perusahaan. Dalam menghadapi perubahan yang mengharuskan penambahan pembiayaan (cost), perusahaan harus berusaha mengatasinya, agar dapat mempertahankan pasar/keuntungan yang sudah diraih. Memberikan imbalan yang cukup tinggi pada pekerja yang mampu melakukan improvisasi yang kreatif. 8 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia b. Keragaman Tenaga Kerja Di Indonesia keragaman tenaga kerja bersifat terbatas, terutama yang agak menonjol adalah perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Namun perusahaan di Indonesia harus siap dalam mengantisipasi keragaman tenaga kerja dalam rangka globalisasi, karena keragaman akan meluas dengan masuknya modal asing yang berarti juga masuknya tenaga kerja asing dari berbagai etnis atau bangsa. c. Globalisasi Dari sudut MSDM berarti mengharuskan dilakukannya usaha mengantisipasi sebagai berikut : Perusahaan harus berusaha memiliki SDM yang mampu mengatasi pengaruh perkembangan bisnis/ekonomi internasional seperti resesi, penurunan/kenaikan nilai uang. Perusahaan harus berusaha memiliki SDM dengan kemampuan ikut serta dalam bisnis global/internasional dan perdagangan bebas. d. Peraturan Pemerintah Setiap perusahaan harus memiliki SDM yang mampu membuat keputusan dan kebijaksanaan dan bahkan melakukan operasional bisnis, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari pemerintah. Untuk itu diperlukan SDM yang memiliki kemampuan mengarahkan agar perusahaan terhindar dari situasi konflik, keresahan/kegelisahan, komplen, dan lain-lain khususnya dari para pekerja dengan atau tanpa keikutsertaan serikat sekerja. e. Perkembangan pekerjaan dan peranan keluarga Semakin banyak pasangan suami isteri yang bekerja, sehingga sering terjadi kesulitan untuk bertanggung jawab secara optimal, karena sebagian waktunya digunakan untuk melaksanakan tanggung jawabnya di lingkungan keluarga masing-masing. f. Kekurangan Tenaga Kerja yang Terampil Tenaga kerja terampil semakin banyak diperlukan, baik untuk melaksanakan pekerjaan teknis, maupun untuk pekerjaan manajerial dan pelayanan, yang tidak mudah mendapatkan yang kompetitif di antara yang tersedia di pasar tenaga kerja. 9 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia B. Tantangan Internal a. Posisi Organisasi dalam Bisnis yang Kompetitif Untuk mewujudkan organisasi/perusahaan yang kompetitif , diperlukan berbagai kegiatan MSDM yang dapat meningkatkan kemampuan SDM. Usaha itu dapat dilakukan dengan mendesain sistem pemberian ganjaran yang mampu memotivasi berlangsungnya kompetisi prestasi antar para pekerja. b. Fleksibelitas Organisasi / perusahaan memerlukan pengembangan sistem desentralisasi yang mengutamakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab secara berjenjang. Fleksibilitas juga menyangkut penggunaan tenaga kerja, dengan mengurangi kecenderungan mengangkat pekerja reguler (pekerja tetap). Pengangkatan sebaiknya lebih difokuskan pada penggunaan tenaga kerja temporer (tidak tetap). c. Pengurangan Tenaga Kerja Manajemen SDM suatu perusahaan sering dihadapkan dengan keharusan mengurangi secara besar-besaran tenaga kerja, karena berbagai sebab, seperti resessi, berkurangnya aktivitas bisnis, dan lain-lain harus diatasi dengan cara memperbaiki struktur pekerja lini dari tingkat bawah, dengan mendesain kembali proses produksi. d. Tantangan

Restrukturisasi Tantangan restrukturisasi adalah usaha menyesuaikan struktur organisasi/perusahaan karena dilakukan perluasan atau penambahan dan sebaliknya juga pengurangan kegiatan bisnisnya. e. Bisnis Kecil Bisnis kecil seperti dikemukakan diatas yang terdiri dari banyak anak perusahaan, yang saling memiliki ketergantungan dalam produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan sebagai perwujudan net work (jaringan kerja) dalam berbisnis, sebagai perusahaan besar/raksasa yang tersebar di banyak lokasi. f. Budaya Organisasi Budaya perusahaan akan mewarnai dan menghasilkan perilaku atau kegiatan berbisnis secara operasional, yang tanpa disadari akan menjadi kekuatan yang 10 Konsep dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia mampu atau tidak mampu menjamin kelangsung eksistensi organisasi/perusahaan. g. Teknologi Tantangan teknologi tidak sekedar menyangkut pembiayaan (cost), karena bagi Manajemen SDM hubungannya terkait pada keharusan menyediakan tenaga kerja yang terampil mempergunakannya, baik dari luar maupun melalui pengembangan tenaga kerja di dalam organisasi/perusahaan. Pada giliran berikutnya tantangan teknologi berhubungan juga dengan pengembangan sikap dalam menerima perubahan cara bekerja. h. Serikat Pekerja Dengan kerjasama, perusahaan/organisasi setidak-tidaknya harus berusaha agar serikat pekerja tidak menjadi penghambat proses produksi, dengan tidak menempatkanya sebagai lawan.

Tantangan dan Peluang Sumber Daya Manusia di Era Globalisasi

A. Latar Belakang. IPTEK Prestasi Olahraga

Tantangan dan peluang di Era Globalisasi serta antisipasi yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang tangguh merupakan tema yang sangat relevan dengan situasi saat ini karena berbagai alasan. Salah satu diantaranya adalah karena masalah sumber daya manusia dan globalisasi adalah dua dari sekian banyak topik yang paling hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Tidak terhitung sudah berapa banyak seminar, ceramah, lokakarya, simposium dan artikel koran sampai saat ini yang tak henti-hentinya mengangkat topik tersebut baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Pernyataan para pejabat, serta lontaran para pakar, tokoh masyarakat dan professional dalam berbagai kesempatan semuanya menambah bobot nilai dan arti penting dari kedua topik tersebut. Hal ini terjadi karena topik sumber daya manusia dan globalisasi memang menyangkut masalah dasar yang amat penting bagi kelangsungan hidup kita sebagai bangsa kini dan dimasa mendatang. Khususnya dibidang Prestasi olahraga dan bisnis olahraga, kita akan menghadapi era perdagangan bebas di wilayah Asia Tenggara Asean Free Trade Area (AFTA) tahun 2003 dan wilayah Asia Fasific tahun 2020 sebagai hasil kesepakatan negara-negara anggota APEC (Asia Pasific Economic Cooperation). Untuk itu , maka setiap negara di Asia Pasific, termasuk Indonesia, akan dituntut untuk mampu bersaing dalam berbagai bidang . Essensi dari kemampuan bersaing itu adalah bahwa setiap negara harus dapat menghasilkan produk (barang dan jasa) yang bermutu tinggi, biaya rendah, effisien dalam proses dan cepat dalam penyerahan/pelayanan. Hal-hal yang dimaksud terakhir ini dapat disebut dengan kinerja organisasi (Organizational performance)dan menjadi tantangan bagi semua pihak yang terkait untuk mewujudkannya.

Dalam kaitan itu, pembangunan pendidikan merupakan upaya yang mendasar dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pengembangan kualitas SDM melalui pendidikan perlu dilaksanakan secara terpadu khususnya dalam rangka upaya meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, peradapan, serta ketangguhan daya saing bangsa Indonesia (Djojo-negoro, 1995).

Organisasi adalah salah satu hasil peradapan manusia yang penting bagi kehidupan umat manusia modern. Dikatakan demikian karena melalui organisasi orang-orang dapat mencapai tujuannya dengan lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan kalau orang-orang itu melakukan usaha pencapaian tujuannya secara sendiri-sendiri. Menurut Robbins (1990) : "Organisasi adalah suatu kesatuan(entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk tujuan bersama atau sekelompok tujuan".

Pendidikan sebagai suatu upaya membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, karenanya dituntut untuk secara terus menerus mampu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan irama perubahan yang terjadi. Dalam pada itu, salah satu aspek sistem pendidikan yang amat berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia berkualitas itu adalah organisasi atau lembaga pendidikan . Oleh karenanya, langkahlangkah kearah penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penentu pembangunan nasional. Saat ini, SDM yang memiliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan untuk bersaing dalam mendapatkan lapangan pekerjaan terlebih untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru masih minim. Untuk itu perlu ada perhatian yang sangat serius dalam mengembangkan kemampuan para pemuda terutama penanganan yang terkait dengan pengembangan industri olahraga. Suatu terobosan perlu dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia yaitu dengan memberikan pembekalan tambahan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan mengenai jasa industri olahraga yang telah mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Dalam perkembangan zaman, olahraga telah menjadi salah satu gaya hidup modern di era globalisasi. Dengan berkembangnya olahraga menjadi gaya hidup modern bagi masyarakat perkotaan, maka diharapkan dapat turut memberikan dukungan pengembangan industri jasa olahraga. Serta mampu mengatasi persoalan yang berkaitan dengan aktifitas dan pembinaan olahraga di tanah air. Wawasan menciptakan lapangan pekerjaan harus terbuka di mata para mahasiswa usai menamatkan studi di perguruan tinggi. Mereka tidak lagi mencari pekerjaan tetapi bersaing untuk menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan dasar-dasar pendidikannya yaitu sebagai Pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang olahraga yang diarahkan pada peningkatan kesehatan jasmani, mental dan rohani, serta ditujukan guna

pembentukan watak dan kepribadian, disiplin, sportifitas dan peningkatan prestasi. Untuk membentuk atlit berprestasi, perlu dibangun system recruitment antara lain dengan membangun keterpaduan, koordinasi dan sinergisitas dengan daerah serta membangun wahana untuk menjaring atlit berprestasi. Pertandingan atau kejuaraan adalah urat nadi pembentukan prestasi, tempat mengamati dan mendeteksi bibit atlit sekaligus penjaringan terhadap atlit berprestasi, semakin besar volume dan frekuensi kejuaraan maka semakin besar peluang untuk menghasilkan atlit berprestasi. Kejuaraan Nasional merupakan event puncak untuk mengukur sejauh mana keberhasilan pembinaan atlit di daerah. B. PERMASALAHAN Berdasarkan uraian diatas maka permasalahannya adalah upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang tangguh di era globalisasi ".Tantangan dan Peluang Serta Antisipasi yang Perlu Dilakukan Dalam Mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang Tangguh di Era Globalisasi Dalam Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia Melalui Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sebagai Langkah Seorang Atlit Menuju Industri dan Prestasi Olahraga Profesional

BAB II PEMBAHASAN A. Globalisasi : Tantangan Dan Peluang Globalisasi telah menjadi kata yang amat populer akhir-akhir ini karena banyak dibicarakan dan dibahas oleh berbagai kalangan. Kemajuan yang pesat dalam teknologi transportasi, komunikasi dan informasi yang menjadi ciri utama dari proses globalisasi itu menyebabkan terjadinya berbagai perubahan yang bersifat menyeluruh fundamental dan berdimensi banyak. lni semua merupakan fenomena yang tak terelakkan. Perubahan-perubahan pada skala global itu selanjutnya memicu timbulnya transformasi struktural yang pada gilirannya dapat memberikan dampak pada proses pergeseran nilai, sikap, cara hidup, perilaku manusia, sistem, kelembagaan dan lain-lain. Dalam kaitan, sumber daya manusia yang berkualitas yakni yang menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi akan memegang peranan yang sangat strategis dan mampu memacu pertumbuhan dan pengembangan disegala bidang kehidupan manusia. Fenomena globalisasi yang terjadi belakangan ini juga telah menarik perhatian sejumlah ahli manajemen internasional belum lama ini. Sebagai contoh, dalam artikel pengantarnya pada salah satu terbitan The Academy of Management Review, Tung & Glinow (1991), memberi ilustrasi sebagai berikut: "The word has begun to resemble a global village. The peoples of different nations are interconnected more closely than they have ever been. Technologi has been

a leading force bringing about this enhanced integration around the globe. Information and communication technology have increased our knowledge of the people of other nations, they havemade it possible to interact with and influence each other more than ever before in the history of humankind". Memang benar, dunia kini seolah-olah sudah menjadi sebuah desa global, dimana manusia dari berbagai bangsa dapat berhubungan satu sama lain secara lebih dekat dari pada sebelumnya. Dalam pada itu, teknologi merupakan kekuatan penentu bagi peningkatan integrasi seluruh belahan bumi, dimana teknologi informasi dan komunikasi telah meningkatkan pengetahuan kita tentang manusia dari bangsa-bangsa yang lain, serta memungkinkan adanya interaksi dan saling pengaruh mempengaruhi antara satu dengan lain secara lebih intensif dari pada sebelumnya. Kita sekarang dengan mudah dapat berbicara meialui telepon dengan sanak saudara, dan relasi yang berada di belahan bumi yang lain. Demikian pula, dalam waktu yang singkat kita dapat mengikuti perkembangan politik, ekonomi, olah raga atau lain peristiwa yang terjadi di berbagai negara melalui televisi dan internet. Lebih lanjut, Tung et al. (1991) menulis: "Economic has been the other major force in the globalizationalphenomenon. In particularlarge multinational organizations have been able, using technology, to increase their economic efficiencies by beaming about and then obtaining inputs of material, human power, capital from more cost effective sources around the globe. Further, these new information and communication technologies have enabled multinational organizationas to market their outputs internationally, thus expanding the domain in which these organizatios take action and thereby enhancing their economic efficiency through scale" Disamping teknologi, ekonomi telah menjadi kekuatan utama yang lain di dalam fenomena global itu. Perusahaan-perusahaan multinasional besar khususnya telah mampu, dengan tekhnologinya, menaikkan efisiensi ekonominya dengan belajar tentang dan mendapatkan masukan berupa bahan sumber daya manusia (SDM), dan modal dari sumber-sumber yang paling efektif di seluruh dunia. Lebih jauh lagi, tekhnologi baru di bidang infoimasi dan komunikasi memungkinkan organisasi-organisasi itu memasarkan produknya secara internasional, memperluas bidang lingkupnya dengan mengambil tindakan dan meningkatkan efisiensi ekonomi mereka. Jadi, globalisasi yang pada intinya merupakan rekayasa ekonomi itu telah menjadikan kehidupan manusia menjadi begitu terbuka. Sebagai konsekwensinya, hal ini menyebabkan semakin tajamnya persaingan antar negara dan organisasi dalam merebut pasar serta usaha menghasilkan kinerja dan kualitas produk yang prima. Untuk ini semua, maka pada gilirannya organisasi bisnis yang terlibat dalam persaingan itu akan menuntut kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan bersaing. Singkatnya, dalam alam keterbukaan itu kuaiitas manusia menjadi kuncinya; dan oleh karenanya peranan organisasi atau lembaga pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu menjadi semakin penting. Erat kaitannya dengan gejala globalisasi yang diuraikan diatas adalah era perdagangan bebas. Era perdagangan bebas tersebut ditandai dengan semakin minimnya hambatan-hambatan tarif, leluasanya lalu lintas barang, jasa dan investasi antar negara, serta tingginya mobilitas tenaga kerja. Kesemua hal yang disebutkan terakhir ini, kalau dicermati secara khtis,

sesungguhnya sekaligus merupakan peluang yang harus kita rebut. Karena didalamnya terkandung potensi pasar yang lebih luas dan lebih bervariasi.Khususnya yang berkenaan d