Top Banner
Tanaman ‘Emas’? ____ Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh September 2007
46

Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Jun 10, 2015

Download

Documents

ijal84
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Tanaman ‘Emas’?____ Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh

September 2007

Page 2: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

merupakan sebuah organisasi mandiri yang dalam beberapa tahun terakhir bergerak

dalam bidang penelitian tentang tema-tema penting yang terkait dengan perkembangan di Aceh dari

masa yang silam hingga kekinian. Kami bertujuan untuk mendorong terjadinya perdebatan dan

diskusi di kalangan masyarakat Aceh, Indonesia dan pemirsa internasional tentang berbagai

persoalan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh. Laporan-laporan kami bisa diperoleh di web portal

berita dan informasi kami www.aceh-eye.org

______________________________________________________________Info@eyeonaceh.org

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

ISBN 978-979-16365-1-3

Page 3: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Tanaman ‘Emas’?Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh

September 2007

Kami sangat berterimakasih atas dukungan keuangan dari

Trocaire

EYE ON ACEH

Sampul depan oleh Faezal

Diterjemahkan oleh Ratna Keumala

www.aceh-eye.org

Page 4: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

:Ungkapan terimakasih

Pengerjaan dan penyelesaian laporan ini telah menjadi nyata berkat kerjasama yang aktif dari banyakpegawai di berbagai Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten di Aceh yang memberikan waktu mereka untukkami wawancarai, juga turut membantu dalam pengumpulan informasi. Kami juga mengucapkanterimakasih banyak kepada komunitas donor yang bersedia meluangkan waktu dalam mendiskusikan ide-ide kami, dan yang mendukung penelitian dari laporan ini.

Sebagaimana biasa dengan laporan-laporan Eye on Aceh, penelitian ini tidak akan mungkin terjadi jikatanpa bantuan dari masyarakat di berbagai desa di Aceh, kawan-kawan kami dari berbagai kabupaten yangselalu memberikan kontak dan informasi yang berharga, tetapi beberapa di antaranya lebih menginginkannama mereka tidak disebutkan dalam ungkapan rasa terimakasih kami.

Terimakasih banyak juga kepada Dr. Edward Aspinall yang memberikan komentar dalam draft awal, dankepada Dr. Wynne Russell atas sarannya dalam versi terakhir ini.

Tim Peneliti Eye on Aceh untuk laporan ini: Firman, Helmi, Muhib, Nurdin, Samsul, Syarwani, Yusuf, danZakaria.

Page 5: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

:Ringkasan Eksekutif

Kelapa sawit dan keuntungannya

Dampak dari kelapa sawit

Dampak sosial:

.

Minyak kelapa sawit adalah minyak tumbuhan yang paling banyak diproduksi dan diperdagangkan.Digunakan untuk bahan makanan dan produk-produk kecantikan; di rak supermarket di Eropa Barat danAmerika Serikat, kandungan minyak kelapa sawit bisa ditemukan satu dalam sepuluh produk. Lebih jauhlagi, kelapa sawit juga mulai dipandang sebagai minyak ajaib yang akan memuaskan kebutuhan yang terusmeningkat bagi negara-negara berkembang terhadap pemecahan masalah energi dunia yang ramahlingkungan dan bisa diperbaharui.

Saat ini Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit mentah terbesar kedua di dunia, denganmenguasai 42,8% produksi CPO dunia yang berjumlah 36,87 ton. Provinsi Aceh, yang terletak di sudutbagian barat Indonesia, memiliki iklim dan topografi yang sangat “ideal” bagi penggarapan kelapa sawit.Dikarenakan perang perjuangan kemerdekaan yang berlangsung selama 30 tahun di daerah ini antara pihakGerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia, hal tersebut menjadikan suatu situasi yang tidakmenentu dan kondisi keamanan yang berbahaya, potensi ini belum sepenuhnya tereksploitasi hingga saatini. Namun, seiring dengan kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami pada bulanDesember 2004 yang kemudian disusul oleh proses perdamaian antara dua pihak yang bertikai, provinsiAceh mengalami kebanjiran bantuan yang berjumlah US$6,1 juta; sejumlah bantuan tersebut adalah untukmembantu perbaikan sektor pertanian, termasuk produksi kelapa sawit. Bertahun-tahun, pemerintah diAceh memiliki rencana untuk perluasan dan mendorong investasi di sektor kelapa sawit; sekarang inidengan adanya bantuan yang berlimpah tersebut serta ketersediaan sumber daya lainnya tentu saja akansangat membantu dalam pelaksanaan rencana-rencana yang pernah ada.

Potensi kontribusi kelapa sawit yang mungkin diperoleh untuk perekonomian lokal bukanlah hal yang perludiragukan. Tetapi, sisi kelam dari “pengembangan” agri-bisnis ini terhadap beban sosial, lingkungan danekonomi seringkali berjalan beriringan dengan perluasan perkebunan yang cepat.

Kami telah mengidentifikasi sejumlah masalah yang perlu mendapatkan perhatian:

Industri kelapa sawit seringkali gagal dalam memberikan keuntungan, dan kenyataannyaseringkali menyebabkan dampak, selebihnya tidak banyak yang terjadi.

Seringkali lahan yang diidentifikasi untuk produksi kelapa sawit adalah lahan milikmasyarakat baik yang dimiliki secara pribadi atau secara komunitas, lahan pertanian tersebutdigunakan oleh penduduk setempat untuk menanam sayur-sayuran, atau berupa lahan yang berhutandi mana masyarakat setempat lebih menginginkan tetap dengan kondisi berhutan. Tetapi, kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat jarang sekali mendapatkan perhatian ketika izin dikeluarkan. Masalahini diperparah oleh kenyataan bahwa kebanyakan masyarakat Aceh tidak memiliki sertifikat tanah untukmembuktikan kepemilikan tanah tersebut, yang berarti masyarakat seringkali tidak menerimakompensasi atas tanah yang diambil untuk perkebunan. Seringkali juga didapati bahwa lahanperkebunan telah diperluas di luar batas izin yang dimiliki, merambah ke dalam taman nasional danjuga ke dalam lahan masyarakat atau komunitas. Industri perkebunan mungkin telah menjadi pelakukerusakan lingkungan di Aceh dalam hal permasalahan ini. Tetapi jarang sekali kasus persengketaanmendapatkan perhatian di Aceh dan seringkali berlangsung tanpa diketahui oleh banyak pihak, orangyang melakukan sanggahan secara perlahan meninggalkan perjuangan mereka dalam mencegahpemberian izin atau berjuang untuk mendapatkan kompensasi.

Keuntungan ekonomi dari produksi kelapa sawit yang tidak didistribusikansecara merata, seringkali menciptakan kemiskinan dalam hal tanah dari mereka yang tanahnya telahdirampas atau telah dijual untuk perkebunan kelapa sawit tanpa mengerti implikasi jangka panjangnya.Pengelolaan lahan yang luas oleh suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat merubah dinamikaperekonomian lokal, mengubah pemilik lahan menjadi tenaga upahan atau pekerja, dan mereka jugahanya memiliki sedikit alternatif dalam kesempatan kerja kecuali dengan perusahaan perkebunan.

Kepemilikan lahan

Mata pencaharian lokal.

Keterbatasan pilihan pekerjaan seringkali menjadikan para pekerja tidak berdaya terhadap pekerjaandengan bayaran murah, standar kesehatan dan kenyamanan yang buruk, sementara keinginan merekaterhadap suatu mata pencaharian yang mandiri dan berkelanjutan sudah tiada. Petani perkebunanrakyat yang mengelola lahan mereka sendiri juga tidak berdaya karena kebanyakan pabrik pengolahantandan buah kelapa sawit dikelola oleh perusahaan besar. Konsekuensinya, para petani menjadikorban dari monopoli harga oleh perusahaan yang biasanya mereka menjual hasil panen.

1

Page 6: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Dampak lingkungan. Terdapat sangat banyak praktek yang tidak berkelanjutan atau tidak lestari dalamindustri perkebunan kelapa sawit.

. Potensi pembangunan perkebunan yang menguntungkan seringkali digunakansebagai pembenaran dalam pemberian izin untuk pembersihan hutan konservasi yang bernilai tinggi,walaupun sebenarnya bukan lokasi yang paling cocok untuk pengembangan kelapa sawit. Sejumlahperusahaan telah menggunakan izin untuk perkebunan mereka hanya untuk mendapatkan keuntungan darikayu, kadangkala bahkan tidak pernah ditanami kelapa sawit. Tanah gambut dan endapan karbon yangpenting juga dibersihkan.

Metode yang paling cepat dan murah terhadap lahan yang sudah teregradasi untukdikembangkan menjadi perkebunan adalah dengan cara membakar, sehingga menyebabkan polusi udaradan emisi gas rumah kaca ( ). Api yang digunakan untuk membersihkan lahanjuga seringkali menyebar di luar kontrol sehingga merusak hutan inti dan ekosistem di dalamnya sertamembunuh binatang dan tumbuhan (fauna dan flora).

Dalam tahap pertumbuhan, penggunaan herbisida dan pestisida berkadar racun tinggiseperti dan sudah meluas. Dalam tahap pengolahan, limbah pabrik kelapasawit yang tidak dikelola seringkali menyebabkan pencemaran.

Konsekuensi lingkungan dari praktek-praktek di atas dan implikasi terhadap kesehatan dan matapencaharian masyarakat setempat bisa sangat parah.

Pohon kelapa sawit tidak menyimpan air sebagaimana hutan asli. Ketika tanah telah dibersihkan darihutan dan tumbuhan aslinya, banjir dan tanah longsor telah menjadi hal yang umum. Rumah, matapencaharian bahkan nyawa juga sering melayang dengan frekuensi dan kerusakan yang terus meningkat.

. Kandungan racun dalam air, udara dan tanah berdampak terhadap kesehatandan mata pencaharian serta flora dan fauna. Kandungan pestisida, herbisida dan pupuk kimia dan limbahyang tidak diolah menyebabkan kandungan racun di dalam air. Pembersihan lahan juga menyebabkan airsungai menjadi kekuningan atau keruh. Pembakaran untuk pembersihan lahan dan juga pembakaranjanjang kelapa sawit di tempat keramaian penduduk, menyebabkan polusi udara.

. Ketika hutan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit,maka antara 80 100% binatang jenis reptil, mamalia dan burung yang sebelumnya dijumpai di dalamhutan, tidak lagi bisa hidup dalam lingkungan yang baru tersebut. Masalahnya semakin parah ketika gajahdan orang-utan, menjadi punah, dibunuh karena memakan tanaman di ladang-ladang lokal dan perkebunankarena mencari makanan. Penggunaan pestisida dan herbisida juga merusak flora dan fauna.

. Rusaknya hutan dan tanah gambut menyebabkanpemanasan global karena keluarnya gas rumah kaca selama pembakaran dan hilangnya endapan karbon.

Pembersihan lahan

Pembakaran.

greenhouse gas emissions

Mengenalkan racun.Gramoxone, Roundup Polaris

Banjir.

Polusi udara, tanah, dan air

Hilangnya ekosistem dan keanekaragaman hayati-

Emisi gas rumah kaca (Greenhouse gas emissions)

Kesimpulan dan rekomendasiSecara umum, kelapa sawit bukanlah tanaman yang tidak baik. Tetapi cara pengelolaan yang dilakukan olehperusahaan perkebunan sering menyebabkan masalah lingkungan dan sosial yang tidak bisa dihindari.Laporan ini bukan suatu advokasi agar kelapa sawit perlu ditinggalkan sebagai suatu instrumenpertumbuhan di Aceh, tetapi pelaku industri dan pemerintah harus belajar dari kesalahan yang dibuat ditempat lain, dan menggunakan praktek-praktek yang berkelanjutan, pemerataan dan ramah lingkungan.

-Roundtable for Sustainable Palm Oil

Semua perusahaan yang diberikan izin di Aceh haruslah sebagai anggota Meja Bundar untukMinyak Kelapa Sawit Berkelanjutan ( RSPO) - Perusahaanyang sudah lebih dahulu berada diAceh harus diberikan tenggang waktu untuk bergabung.

Pembersihan lahan harus menghormati hak-hak hukum yang berlaku dan “pembebasan, danpersetujuan sebelumnya” dari pemilik lahan harus diperoleh sebagai pertentangan dari kebiasaanyang selama ini dilakukan dengan cara merambah dan merampas lahan.

Perkebunan kelapa sawit harus dibangun di lahan-lahan tidur. Jangan ada lagi hutan yangdikonversi untuk perkebunan. Metode pembakaran tidak bisa dipergunakan untuk pembersihanlahan. Aceh bisa berpeluang untuk menjadikan model perkebunan yang berkelanjutan sebagaiproyek percontohan.

-

-

Page 7: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

-

-

-

-

-

Perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahannya harus mengurangi penggunaan bahan-bahankimia dalam pertumbuhan dan tahap pengolahan, dan memastikan berjalannya petunjuk ramahlingkungan. Janjang harus dibuat menjadi pupuk kompos untuk dipergunakan, dari pada dibakar.

Perkebunan kelapa sawit dan pengelola fasilitas pengolahan harus membayar upah pekerja sesuaidengan standar dan kondisi, serta memberikan perlengkapan kenyamanan kerja bagi para pekerja.

Pemerintah lokal dan kelompok masyarakat sipil harus membangun kapasitas petani perkebunanrakyat dalam membentuk koperasi dagang agar bisa menuntut harga dari tandan buah segar yangadil, dan memastikan bahwa mereka tidak terlalu bergantung pada perusahaan untuk membeli hasilpanen mereka agar bisa diproses.

Kepemilikan fasilitas pabrik kelapa sawit mini bagi perkebunan rakyat yang dikelola oleh koperasipetani harus didorong.

Program pendidikan yang didukung oleh pemerintah tentang bahaya dari penggunaan, tinggalberdekatan, dan memakan berbagai jenis makanan yang mengandung pestisida dan herbisidaharus dijadikan prioritas.

Page 8: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Peta Lokasi Perkebunan Besar dan Perkebunan Rakyat Kelapa Sawit di

Provinsi Aceh

Page 9: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Daftar singkatanI. Kata pengantar

- Metodelogi

II. Kelapa sawit: Tanaman ‘emas’?Kelapa Sawit : Sebuah Industri Perkebunan di Indonesia

- Pasar biofuelPertumbuhan kelapa sawit di Aceh

- Konflik kelapa sawit

III. Kebijakan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit di AcehProgram Revitalisasi Perkebunan 2006 - 2010Pengembangan kawasan agri-bisnis kelapa sawitSuatu pilar pemulihan ekonomi pasca tsunami di Aceh?

- Kepentingan asing dalam perkebunan kelapa sawit- Spekulasi domestik-

IV. Dengan dampak apa?

Notes

Transmigrasi sebagai faktor penting dalam pengembangan kelapasawit

Kepemilikan tanah dan pola produksiSistem produksiUpahPembersihan lahanPenggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dan bentuk-bentukPencemaran LainnyaEmisi gas rumah kaca (greenhouse gas emissions)BanjirEkosistem dan keanekaragaman hayatiSebuah kata peringatan…kasus Malaysia

V. Tekanan untuk Perubahan - Meja Bundar untuk Minyak Kelapa SawitBerkelanjutan (RSPO)

Prinsip dan kriteria RSPO

VI. Kesimpulan

VII.Rekomendasi- Pengambilan Kendali Sektor Perkebunan Kelapa Sawit oleh

Otoritas Lokal- Membangun Aceh sebagai Suatu Pusat Praktek Terbaik (

) bagi Produksi Kelapa Sawit Berkelanjutan- Kebijakan Penggunaan Lahan- Perlindungan Terhadap Flora dan Fauna- Pencegahan Polusi- Koperasi bagi Petani Perkebunan Rakyat- Mengedepankan Transparansi dan Akuntabilitas- Pemenuhan Hak-Hak dan Standar Kesejahteraan Pekerja

Best

Practice

:Daftar Isi

134

56788

10101113141516

181820222324

24252629

3030

31

32

35

Page 10: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh
Page 11: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

ADB Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank)AMDAL Analisa Mengenai Dampak LingkunganAPBA Anggaran dan Pendapatan Belanja AcehAPDA Otorita Pengembangan Perkebunan Aceh (Aceh Plantation Development Authority)Bapedalda Badan Pengendalian Dampak Lingkungan DaerahBappeda Badan Perencanaan dan Pembangunan DaerahBKPMD Badan Koordinasi Penanaman Modal DaerahBRR Badan Rehabilitasi dan RekonstruksiBKSDA Badan Konservasi Sumber Daya AlamBUMN Badan Usaha Milik NegaraCPO Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil)DPR Dewan Perwakilan RakyatDPRA Dewan Perwakilan Rakyat AcehETESP Earthquake and Tsunami Emergency Support ProjectFELDA Otorita Federasi Pengembangan Tanah (Federal Land Development Authority)GAM Gerakan Aceh MerdekaGAPKI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit IndonesiaHa HektarHGU Hak Guna UsahaHPH Hak Pengelolaan HutanIDP Pengungsian Dalam Negara (Internally Displaced Persons)INPRES Instruksi PresidenIPCC Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel for Climate

Change)IUCN the International Union for the Conservation of Nature and Natural ResourcesKEPPRES Keputusan PresidenMoU Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding)NAD Nanggroe Aceh DarussalamNES Perkebunan Inti Rakyat (Nucleus Estate System)NGO Lembaga Swada Masyarakat (Non Governmental Organisation)PBSA Perusahaan Besar Swasta AsingPBSN Perusahaan Besar Swasta NasionalPDKS Perusahaan Daerah Kabupaten SimueluePOLDA Kepolisian DaerahPIR Perkebunan Inti RakyatPPKS Pabrik Pengolahan Kelapa SawitPT Perseroan TerbatasRSPO Meja Bundar untuk Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan (Roundtable for Sustainable Palm

Oil)TBS Tandan Buah SegarTNI Tentara Nasional IndonesiaUNESCO Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-BangsaUMP Upah Minimum ProvinsiUSA United States of AmericaYPEIM Yayasan Pengembangan Ekonomi Islam Malaysia

Daftar Singkatan______________

Page 12: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh
Page 13: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Dipromosikan sebagai tanaman ajaib abad 21;digunakan untuk bahan makanan, bahan bakar danberbagai produk kecantikan. Di Eropa Barat danAmerika Serikat, salah satu produknya bisaditemukan di antara sepuluh jenis produk di rakpasar swalayan, dan semakin dianggap sebagaiminyak ajaib yang mampu memenuhi kebutuhanyang semakin meningkat di negara-negaraberkembang, juga bisa diperbaharui dimana haltersebut akan sangat membantu mengatasipermasalahan energi dunia yang ramahlingkungan.

Tanaman tersebut adalah kelapa sawit; minyaktumbuhan yang paling banyak diproduksi dandiperdagangkan. Permintaan global atas minyaktumbuhan semakin meningkat dari 58,8 juta tonpada tahun 1991 menjadi 148,45 juta ton padatahun 2006, 25% dari jumlah tersebut adalahminyak kelapa sawit Minyak kelapa sawitdigunakan untuk kebutuhan makanan; tetapi akhir-akhir ini minyak kelapa sawit juga diproses untukdikembangkan sebagai bahan energi alternatif ataubiofuel.

Pada tahun 2007, produksi CPO dunia diperkirakanakan meningkat sebanyak 3,1% atau menjadi 38juta ton. Kebanyakan dari peningkatan tersebutadalah dari Indonesia dan Malaysia, dua produsenterbesar dunia. keduanya menguasai hampir 90%pasar ekspor dunia. Luas areal perkebunan kelapasawit di kedua negara ini mencapai 10,95 jutahektar. Kedua negara ini berlomba untukmemperluas sektor perkebunan kelapa sawit yanglebih besar lagi untuk memenuhi kebutuhan darikonsumen terbesar mereka; Cina, Uni Eropa, India,Pakistan dan negara lainnya yang bergantung padaproduk daerah tropis ini.

Saat ini, Indonesia merupakan penghasil CPO( - Minyak Kelapa Sawit Mentah)terbesar kedua di dunia, dengan jumlah produksimencapai 42,9% dari 36,87 juta ton produksi duniaAceh terletak di ujung barat laut Indonesia,mempunyai kondisi iklim dan topografi yang “Ideal”untuk pengembangan kelapa

.

sawit

Grafik 1: Persentase Produksi Minyak KelapaSawit Dunia tahun 2006

Sumber: Oil World,April 2007

Crude Palm Oil

.

2

3

4

5

I. Kata Pengantar Hingga kini, potensi ini belum sepenuhnya tergarapyang disebabkan oleh perjuangan kemerdekaanyang bergolak selama 30 tahun di provinsi ini,sehingga menciptakan kondisi keamanan yangtidak stabil. Kondisi tersebut juga berdampak padaketidaknyamanan bagi pekerja dan pimpinanperusahaan sehingga pemanfaatan danpengembangan kelapa sawit tidak dapat dilakukansecara komersial dan optimal. Menyusul bencanat s u n a m i p a d a D e s e m b e r 2 0 0 4 , d a npenandatanganan kesepakatan perdamaian antaradua pihak yang bertikai, Gerakan Aceh Merdeka(GAM) dan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus2005, Aceh secara aktif mencari investasipengembangan agri-bisnis pada umumnya,dengan fokus khusus untuk perluasan secara cepatsektor perkebunan kelapa sawit.

Selama beberapa tahun terakhir, pemerintahdaerah Aceh merencanakan perluasan daninvestasi untuk sektor kelapa sawit, tetapi selaluterkendala dengan ketersediaan anggaran. Seiringdengan bencana pada bulan Desember 2004,limpahan bantuan senilai US$6,1 milyar dikucurkanke provinsi ini; sejumlah dari bantuan tersebut jugaturut membantu meningkatkan sektor pertanian,termasuk produksi kelapa sawit, sehingga berbagairencana yang dulunya hanya ada di atas kertas,sekarang sudah bisa dilaksanakan.

Potensi kontribusi sektor kelapa sawit terhadapperekonomian lokal di Aceh merupakan hal yangtidak terbantahkan. Tetapi terdapat sisi gelap dari“pengembangan” agri-bisnis ini; suatu beban sosial,lingkungan dan ekonomi berjalan beiringan dengancepatnya perluasan perkebunan. Di berbagaitempat di Indonesia, di mana berbagai peraturanuntuk melindungi lingkungan, pekerja, hak atastanah dan hal-hal lain seringkali tidak memadai danpelaksanaan kesemua itu yang lemah, percepatanperkembangan dan perluasan perkebunan kelapasawit yang tidak diatur sedemikian rupa, telahmengakibatkan kerusakan jutaan hektar hutanhujan tropis serta lenyapnya kehidupan suakamargasatwa, serta menyebabkan bencanalingkungan hidup seperti banjir dan tanah longsorserta krisis asap yang terjadi secara rutin dikawasan Asia Tenggara. Dalam waktu yang sama,perluasan perkebunan kelapa sawit jugamengganggu kehidupan masyarakat adat danpenghuni hutan lainnya; sehingga menyebabkanpersengketaan akibat terjadinya pencaplokanlahan milik masyarakat setempat oleh perusahaantanpa ada pemberitahuan dan sepengetahuanpemiliknya, atau dengan cara membayar sejumlahsogokan dalam memperoleh izin; dan di sejumlahtempat kehadiran perkebunan kelapa sawit jugamenyebabkan hancurnya modal sosial (

) di antara atau antar komunitas.social

capital

Pemerintah Indonesia hingga saat ini merelakanterjadinya beban sosial dan dan lingkungan hidupatas nama “pengembangan” ekonomi. Tetapisejalan dengan pemerintah Indonesia termasukAceh yang saat ini berpacu untuk memperluassektor perkebunan kelapa sawit,

3

7.5%

42.9%

1.9%

2.2%2.2%

43.1%

MalaysiaIndonesiaNigeriaThailandColombiaOthers

Page 14: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Meningkat pula beban sosial, ekonomi, danlingkungan hidup baik yang menimpa di dalamwilayah Indonesia maupun yang merambah keluardari negara ini. Contohnya, para pemerhatilingkungan benua Eropa, merasa sangat prihatinsejalan dengan keinginan Uni Eropa untuk energibiodiesel, dimana para pemerhati lingkungantersebut berpendapat bahwa ketika negara-negarapembeli berupaya memenuhi keinginan merekadalam hal standar ramah lingkungan, minyakkelapa sawit yang “bersih dan hijau” yang diperastelah menyebabkan bencana lingkungan baginegara-negara produsen.

Laporan ini menyajikan gambaran dan tinjauantentang sektor bisnis kelapa sawit di Aceh danpertimbangan kontribusi kelapa sawit terhadappemberdayaan ekonomi setempat, menciptakanlapangan kerja dan kesempatan untuk terlibatdalam perdagangan internasional serta investasiasing. Laporan ini tidak menyimpulkan bahwakelapa sawit bukanlah bisnis yang baik, tetapitatacara pelaksanaan industri yang diterapkan olehbanyak penghasil kelapa sawit seringkalibermasalah.

Penelitian untuk laporan ini dilaksanakan oleh timpeneliti lokal Eye onAceh. Kunjungan lapangan

Metodelogi

6

4

dilakukan selama beberapa bulan mulai daripertengahan tahun 2006 hingga awal tahun 2007dan dibantu oleh para tokoh masyarakat, penduduklokal, staf pemerintah lokal, sejumlah lembagadonor asing dan lain-lain.

Laporan singkat ini sama sekali bukan merupakanpenjabaran lengkap tentang sektor kelapa sawit diAceh, tapi lebih bermaksud untuk menyajikanberbagai persoalan yang harus mulai dibahassebagai reaksi terhadap produksi kelapa sawit yangada dan rencana perluasan lahan perkebunan diAceh. Data yang disajikan dalam laporan initerkumpul dan diolah dari hasil wawancara dandiskusi dengan staf pemerintah lokal, beberapaperusahaan lokal, Gabungan Pengusaha KelapaSawit Indonesia (GAPKI), LSM lokal daninternasional serta penduduk lokal. Banyak datadan analisis bersumber dari laporan dan statistikpemerintah.

Namun laporan ini tidak banyak memuat sisiperspektif pihak perusahaan, disebabkan kesulitanyang dialami oleh tim peneliti untuk bertemu denganperwakilan dari perusahaan. Banyak perusahaanmenolak untuk diwawancarai oleh pihak Eye onAceh, juga tidak bersedia untuk memberikaninformasi walaupun secara tertulis.

Page 15: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Minyak kelapa sawit adalah minyak tumbuhanyang paling banyak diperdagangkan di dunia, danurutan kedua dari minyak yang paling banyakdikonsumsi setelah minyak kedelai. Dipasarkansebagai suatu tanaman yang “serba guna” dandapat menggantikan lemak hewan, kacangkedelai, dan sebagainya, minyak kelapasawit merupakan kandungan penting padamentega, lipstik, es krim, shampoo dan coklat,dan lainnya. Akhir-akhir ini, juga dipandangsebagai potensi kontributor bagi alternatif energiyang lebih bersih dibandingkan dengan bahanbakar minyak konvesional. Uni Eropa adalahpenghasil dan konsumen terbesar energi daurulang, dan menyatakan bahwa sumberpengolahan biodiesel dari minyak kelapa sawitsedang dibangun untuk membantu mengalihkanpenggunaan energi minyak petroleum dan minyakfosil ke sumber energi yang “lebih bersih danramah lingkungan.”

Keserbagunaan dan fakta bahwa minyak kelapasawit lebih murah dibanding dengan beberapaminyak tumbuhan lainnya telah mendorongpeningkatan permintaan komoditas tersebut.Pada tahun 2001-2002, ketika harga kedelaimelonjak, minyak kelapa sawit menjadi penggantiyang murah dan lebih populer. Potensi kegunaanbaru dari minyak kelapa sawit seperti biofuelmenjadikan potensi pasar yang lebih luas lagi.

Produksi kelapa sawit dunia mengalamipeningkatan pesat sejak tahun 1970-an; saat inimerupakan salah satu komoditas utama dunia;murah untuk ditanam dan panennya lima kali lebihbanyak dari tanaman yang menghasilkan minyaklainnya.

Permintaah minyak nabati dunia meningkat dari58,8 juta ton pada tahun 1991 menjadi 148,45 jutaton pada tahun 2006. Pada tahun 2006, konsumsiminyak sawit dunia mencapai hampir 37 juta; dandiperkirakan akan meningkat hampir 38 juta tonpada tahun 2007.

canola

7

8

9

5

Pasar untuk minyak kelapa sawit di Eropa danAmerika sangatlah kuat, akan tetapi permintaanyang lebih besar adalah untuk keperluan industridan makanan dari negara-negara berkembangseperti India, China, Pakistan dan lainnya. (Lihatgrafik 2) Dari pengaruh adanya peningkatan pasarbaru dunia inilah yang mendorong pemerintahIndonesia untuk memberi penekanan khusus dalammeningkatkan produksi minyak kelapa sawit.

Grafik 2: Persentase Konsumen Minyak KelapaSawit Dunia Berdasarkan Negara tahun 2006

Persentase Ekspor Minyak KelapaSawit Dunia Berdasarkan Negara tahun 2006

Sumber: Oil World, April 2007

Sumber: Oil World, April 2007

Grafik 3:

II. Kelapa Sawit: Tanaman ‘Emas’?Apakah Kelapa Sawit?Apakah Biofuel?Varietas pohon kelapa sawit mulai produktif setelah berusia 3.5 hingga 5 tahun dan menghasilkan sebagianbesar tandan buah segarnya (TBS) selama 20 hingga 30 tahun. Berat TBS kelapa sawit bisa mencapai 25kg. Saat panen, bagian buah yang berdaging dibuat menjadi minyak melalui serangkaian proses, dari TBSdan inti sawit. Pengolahan minyak mentah menghasilkan sawit stearin dan sawit olein. Stearin (yangberbentuk padat pada suhu ruang) digunakan hampir sebagian besar untuk kegunaan industri sepertikosmetik, sabun, deterjen, lilin, minyak pelumas, sedangkan olein (berbentuk cair pada suhu ruang)digunakan secara eksklusif untuk bahan makanan (minyak masak, mentega, krim, kue dan pastri).

Istilah “biofuel” mengacu pada minyak yang mengandung komponen daur ulang baik dari lemak hewanmaupun lemak tumbuhan. Ada banyak tanaman seperti bunga matahari, kedelai, tebu, jagung, minyakkastor dan sebagainya, yang di pasaran bisa diubah menjadi biofuel, namun CPO merupakan yangtermurah dan paling mudah untuk diolah. Biodiesel dibuat dengan mencampurkan lemak tumbuhan denganpetro-diesel, dan bisa digunakan untuk mesin diesel tanpa modifikasi. Para pendukung biodiesel mengklaimbahwa biodiesel lebih jernih daripada petro-diesel konvensional karena biodiesel adalah(kemampuan mengalami pembusukan dengan aksi mikroba) dan ketika terjadi pembakaran akanmengeluarkan lebih sedikit emisi karbon dioksida dibandingkan dengan petro-diesel

biodegrable

konvesional.

2.5%3.1% 6.1%

11.2%

16.7%

19.1%39.0%

2.2%

CinaEU

IndiaPakistanBangladeshMesir

USALain-lain

1.2%

10.0%

0.7%

40.0%

48.1%

MalaysiaIndonesiaPNGColombiaOthers

Page 16: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Lima negara penghasil utama kelapa sawit (diurutsesuai dengan prioritas) adalah : Malaysia,Indonesia, Nigeria, Thailand dan Colombia.Perdagangan dunia untuk hasil produksi kelapasawit sangat menguntungkan bagi Indonesia.Pada tahun 2006, Indonesia mengekspor 11,95juta ton dari keseluruhan jumlah produksisebanyak 15,8 juta ton minyak CPO dan produkturunannya atau 40% dari jumlah ekspor duniadengan total nilai US$5,8 juta. Pada tahun 2007,jumlah tersebut diharapkan semakin meningkatmenjadi 16,4 juta ton.

10

6

Pada tahun 2008 Indonesia diharapkan bisamelampaui Malaysia sebagai penghasil terbesarCPO: diperkirakan Indonesia akan memproduksi18 juta ton saat Malaysia masih akanmemproduksi sekitar 17 juta ton. Indonesiamengekspor hampir dua pertiga produksi CPO;India dan China adalah konsumen terbesarIndonesia. Pada tahun 2006, Indonesiamengekspor 2,2 juta ton ke India dan 1,8 juta tonKe China, sedangkan pada tahun 2007, eksporuntuk kedua negara ini diharapkan meningkatsampai 2,1 juta ton ke China dan 2,5 juta ton keIndia. Lihat Tabel xx

11

1 2

13

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000

15,000

16,000

17,000

18,000

19,000

2004 2005 2006 2007* 2008*

Rib

uT

on

MalaysiaIndonesia

Grafik 4: Produksi Minyak kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia 2004 - 2008(F) (1,000 Ton)

Sumber: Malaysia Palm Oil Board (MPOB) Januari 2007; Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) 14 Mai 2007.*Angka figures: Indonesia GAPKI, Malaysia Malaysian Palm Oil Board.

Kelapa Sawit: Sebuah Industri Perkebunan diIndonesia

Pada mulanya perkebunan kelapa sawit diIndonesia didirikan oleh pemerintahan kolonialBelanda antara tahun 1870 dan 1930. Pada tahun1967, awal pemerintahan Orde Baru Soeharto,Bank Dunia memberikan bantuan kepadaIndonesia berupa investasi langsung untuk kelapasawit melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).Pada permulaan tahun 1970-an harga kelapa sawitdi pasar internasional terus meningkat sehinggamendorong Indonesia untuk membuka lahan luasyang tersedia untuk perkebunan. PemerintahIndonesia mulai melihat kelapa sawit sebagai rodapertumbuhan ekonomi dan sosial di wilayahpelosok dan pedesaan, termasuk Aceh; tetapipengembangan sektor agri-bisnis ini berjalanlambat hingga akhir tahun 1970-an. Dengansemakin bertambahnya kesadaran terhadappotensi sektor kelapa sawit dan meningkatnyak e p e r c a y a a n b a h w a s e k t o r i n i b i s amengurangiarus kemiskinan di seluruh nusantara,maka pada tahun 1980-1981 proyek

and (NES) atau Perkebunan IntiRakyat (PIR) yang disponsori oleh Bank Duniamulai diperkenalkan. Suatu program pemindahanpenduduk dari suatu tempat ke tempat lainnya didalam negeri atau lebih dikenal dengan istilahtransmigrasi merupakan bagian dari proyek ini.Menilik program perkebunan yang dirasakan akanberhasil,

NucleusEstate Smallholder

maka pada tahun 1986 sebuah KeputusanPresiden No. 1 Tahun 1986 menetapkan bahwaprogram transmigrasi dan proyek PIR harusdigabungkan, termasuk diAceh.

Dan ternyata kelapa sawit memang sangatberperan dalam pertumbuhan ekonomi yang pesatdan berkesinambungan yang dinikmati olehIndonesia selama kurun waktu 30 tahun sebelumterjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun 1997(1967- 97), selama masa kejayaan tersebut pula,perluasan lahan meningkat 28 kali lebih banyak(lihat grafik ), sedangkan hasil CPO meningkatrata-rata sebanyak 12% per tahun. Pada tahun1997, Indonesia menyuplai 30% dari permintaanminyak kelapa sawit dunia. Sejak akhir tahun1990-an sektor perkebunan kelapa sawit mulaidikembangkan, para politisi, investor swasta danasing berupaya untuk memanfaatkan potensi“tanaman emas” tersebut.

Luas lahan yang digunakan untuk perkebunankelapa sawit di Indonesia meningkat tajammenjadi lebih dari 6,75 juta ha pada tahun 2006.Lahan tersebut, 4,58 juta ha terletak di pulauSumatera, 1,26 juta ha di Kalimantan, 0,134 jutaha di pulau Sulewesi dan sisanya bertebaranantara Papua dan Pulau Jawa.

1

15

16

4

Page 17: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

7

Grafik 5: Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Kepemilikan 1967 - 2009 (1,000 Ha)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

1967 1977 1987 1997 2006 2009*

Rib

uH

ekta

r

Perkebunan

RakyatPerkebunan

Besar

Sumber: Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 1967-2009, Direktorat Jenderal Perkebunan,*Proyeksi perluasan areal.

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008*

Rib

uT

on

Grafik 6: Produksi CPO Indonesia 1999 - 2008* (1.000 Ton)

Sumber: “Statistik Kelapa Sawit Indonesia tahun 2005”, Badan Pusat Statistik, November 2006; KMSI, Mei tahun2007; sedangkan untuk proyeksi peningkatan produksi tahun 2007-2008, berdasarkan wawancara dengan DeromBangun, Direktur Eksekutif GAPKI , 22 November 2006.

Pasar Biofuel

Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentahdan meningkatnya tekanan terhadap pemerintah diberbagai negara untuk mencari sumber-sumberenergi yang dapat diperbaharui dan lebih bersih,perhatian tersebut kemudian beralih ke biofuel.Sebagai sebuah negara penghasil minyak dananggota OPEC, ketahanan energi Indonesia sendirimasih dipertanyakan, konsumsi energi domestik lebihtinggi daripada tingkat produksinya.

Indonesia sekarang secara agresif menjadikanbiodiesel sebagai bahan bakar alternatif karenamengurangi subsidi bahan bakar minyak, danmeroketnya harga bahan bakar minyak di Indonesia.Beberapa peraturan telah ditetapkan untukmemproduksi dan mempromosikan biodiesel, dansebuah Badan Pengembangan Biofuel Nasional telahdibentuk pada November 2006; ketetapannya antaralain, memberdayakan sumber-sumber yang ada untuksektor biofuel.

Dengan pertimbangan untuk mempromosikanbiodiesel di pasar dalam negeri, dan barangkali yanglebih penting adalah untuk skala perekonomian, sertaekspor minyak kelapa sawit ke negara-negara barat

17

yang haus terhadap energi yang dapatdiperbaharui, maka pemerintah berkomitmenuntuk mengalokasikan sumber daya negara dalammemastikan pengembangan perekonomian disektor ini. Di samping itu, pada bulan Juni 2006,Menteri Pertambangan dan Energi, PurnomoYusgiantoro, mengumumkan bahwa insentifkeuangan yang terkait dengan pajak dan beacukai, disertai dengan prosedur yang mudah akandiperkenalkan untuk mendorong pertumbuhansektor ini dan untuk mendorong investor.Membludaknya pasar ekspor CPO mendorongmeningkatnya harga minyak makan dalam negeri,sehingga menjadi salah satu pendorong tendensiinflasi. Respon pemerintah adalah denganmenaikkan Pajak Ekspor CPO menjadi 7,5% padabulan Agustus 2007 untuk menggairahkan pasardomestik.

Instruksi Presiden (No. 1/2006) tentangPenyediaan dan Pemanfaatan Bahan BakarNabati ( ) Sebagai Bahan Bakar Lain,menginstruksikan sejumlah jajaran DepartemenPemerintah, Gubernur dan Bupati agar turutberperan dalam mempromosikan biofuel yangberasal dari kelapa sawit dan tanaman lainnya,seperti jarak pagar ubi kayu, tebu dan sebagainya.

Biofuel

18

1 9

Page 18: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

8

Departemen Kehutanan diminta menjadikanhutan tidak produktif yang ada untukdijadikan sebagai lahan perkebunan.Departemen Pertanian diminta untukmenfasilitasi penyediaan bibit dan bahanbaku lainnya.Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimintamendorong usaha pertanian, perkebunandan kehutanan untuk memproduksi bahanbaku dasar untuk biofuel.Departemen Dalam Negeri, Gubernur danBupat i d iminta untuk mendorongmasyarakat untuk mengelola lahannyauntuk pengembangan biofuel.D e p a r t e m e n K e u a n g a n d i m i n t amenfasilitasi insentif keuangan dalammemproduksi biofuel.

Peraturan tersebut juga mengemukakan tentangkomitmen pemerintah untuk menggunakan 5% daritotal kebutuhan energi nasional dari biofuel padatahun 2025.

Sejalan dengan agenda pengembangan biofuel,pemerintah juga berusaha meningkatkan produksiCPO untuk memenuhi permintaan pasar dalam danluar negeri untuk kebutuhan selain energi, sepertiminyak makan, kosmetik dan berbagai produklainnya.

Iklim di Aceh sangat cocok bagi pengembangankelapa sawit: panas, lembab dan curah hujan yangtinggi, tanah basah dengan kondisi tanah yangberawa. Tetapi, hingga akhir-akhir ini, Aceh belummerupakan bagian rencana terpadu Indonesiauntuk pengembangan kelapa sawit. Perangperjuangan kemerdekaan di Aceh menjadikandaerah ini tidak menentu dan penuh dengankekerasan. Selama 30 tahun, suatu perangberdarah terjadi antara GAM dan angkatanbersenjata Indonesia, yang pada saat itumenjadikan Aceh sebagai tempat serangkaianoperasi militer, di mana pemerintah berupayamenghancurkan GAM. Sektor pertanian mengalamidampak yang sangat besar. Karena takut ditembak,diculik atau disiksa di lokasi-lokasi terpencil saatmereka berladang, para petani yang memilikiladang kecil berhenti bertani dan membiarkan lahanmereka terbengkalai. Pada waktu yang sama,perusahaan perkebunan yang lebih besar jugamenderita; si pemilik, pengurus dan para pekerjasering melarikan diri ke daerah yang lebih aman ditempat yang lebih padat penduduk ataumeninggalkan Aceh. Ketika situasi keamanan diAceh semakin memburuk dan berbagai upayaperdamaian tidak berhasil, pada 19 Mei 2003 statusdarurat militer diberlakukan.

Pertumbuhan Kelapa Sawit diAceh

20

Di berbagai tempat, perekonomian lokal hampirlumpuh total, banyak perkebunan kelapa sawitperkebunan besar atau perkebunan rakyat tidakberoperasi. Secara keseluruhan, 52.712 haperkebunan rakyat dan 32.316 ha perkebunanbesar ditelantarkan selama konflik yang hebatantara 1999 hingga 2004. Pemerintah setempatjuga tidak mampu menjawab permasalahanperkebunan yang tidak produktif karena pegawaimereka juga dibunuh, diculik atau disiksa, sedangyang lainnya takut untuk menetap danmeninggalkan daerah tersebut. Selanjutnya, hanya171.905 ha dari keseluruhan luas lahan milikperkebunan besar yang ditanami kelapa sawit.Lahan tersebut, 39.353 ha merupakan milik BadanUsaha Milik Negara (BUMN); 110.413 ha milikPerkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN); dan22.139 ha milik Perusahaan Besar Swasta Asing(PBSA). Angka tersebut tidak termasuk 86.065 haperkebunan rakyat yang menjadi sumber matapencaharian lebih dari 53.000 keluarga. Selamakonflik, produktivitas perkebunan kelapa sawithanya 60% dari potensi yang ada. Bibit yang kurangberkualitas dan kurangnya pemahaman penerapanyang baik tentang pengelolaan perkebunan kelapasawit merupakan alasan kurang produktifnyatingkat produksi. Disamping itu, dana daripemerintah pusat justru lebih banyak dialokasikanuntuk operasi militer dibandingkan untukpengembangan ekonomi. Akibatnya, sektorperkebunan, khususnya perkebunan rakyatmenjadi terlantar sekian lama. SebagaiKonsekuensinya, sektor perkebunan kelapa sawitdi Aceh lebih lambat pengembangannyadibandingkan dengan daerah lain di Indonesia,dengan luas penanaman hanya meningkat dari214.827 ha menjadi 257.970 antara tahun 1999sampai tahun 2006. Bekerja sama dengan polisi(bahkan terkadang dengan aparat militer) adalahhal yang harus kami lakukan dalam keadaanperang.”

Pada kenyataannya, sejumlah perusahaanperkebunan juga membantu kedua belah pihak.

Situasi keamanan di Aceh mengalami perubahancepat saat terjadi gempa dan tsunami padatanggal 24 Desember 2004, sekitar 200.000 orangmeninggal atau hilang. Suatu hal yang tidakmungkin apabila ada orang di Aceh yang tidakterimbas dengan peristiwa yang memakan banyakkorban jiwa pada hari itu. Peristiwa tersebut tidakhanya mengubah fisik Aceh, juga iklim politik.Peristiwa tersebut mempercepat terjadinyaperdamaian bersejarah yang menghasilkan NotaKesepakatan Damai (MoU) yang ditandatanganioleh kedua pihak yang bertikai di Helsinki pada 15Agustus 2005.

2

22

2

2

2

1

3

4

5

Page 19: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

9

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

1996 1997 1999 2001 2003 2005 2006*

Perkebunan

Besar

Perkebunan

Rakyat

Grafik 7: Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh 1999-2006 (ha)

Sumber: Dinas Perkebunan Aceh, data tahunan.

Konflik Kelapa Sawit

Adalah hal yang umum dengan munculnya konflikberintensitas rendah sehubungan dengan sumberdaya alam bagi satu atau dua pihak yang sedangberperang. Selama tahun-tahun penuh konflik diAceh, perkebunan kelapa sawit itu juga memicukonflik. Perkebunan yang ditelantarkan tersebutkemudian diambil alih oleh GAM, bersamapenduduk setempat, bekerja di perkebunan untukmendanai perang gerilya mereka. Contohnya,ketika konflik, komando GAM di Aceh Timur seringmembantu keuangan unit GAM di daerah lainnyadengan hasil yang mereka peroleh dari perkebunansawit. Mantan Komando GAM, Ishak Daud,membenarkan keterlibatan GAM; “Kami butuhuang, jadi kami akan melakukan hal apa saja untukmendapatkan uang. Ya, kami memiliki usahaperkebunan. Terkadang kami bahkan harus bekerjadi sana, mencari jalan lain ketika truk mengangkuthasil panen, dan seringkali dikawal oleh 'aparatmiliter'.

Selama kurun waktu terjadinya eskalasi konflik(akhir tahun 1990-an hingga tahun 2004), PT. BlangKara Rayeuk, yang menjalankan usaha perkebunansawit di Kecamatan Julok, Aceh Timur, telahmenjadi sumber pendapatan tetap bagi TentaraNasional Indonesia (TNI). Daerah tersebutmerupakan “tempat strategis” di Aceh sehinggatingkat kegiatan militer cukup tinggi. Perusahaanmembayar tambahan pendapatan kepada aparatmiliter yang bertugas di pos di wilayah tersebutuntuk melindungi diri dari serangan GAM atau'orang tak dikenal'. TNI juga berperan sebagai agenmelalui penduduk setempat, kemudian menjual lagike agen lainnya, bahkan ke pasar bebas. Agenkelapa sawit ini sering bertindak sebagai 'cu'ak'(informan) kepada aparat militer, memberikaninformasi siapa yang terlibat dalam kegiatanmendukung kemerdekaanAceh. Perusahan lainnyajuga membayar upeti kepada TNI untuk bayaranperlindungan:“Selama konflik, kami, PT. Parasawitaberada di posisi yang sangat sulit. Komando militersetempat selalu meminta upeti atas kehadiranmereka.

Kami tidak berani menolak jadi kami mengabulkanpermintaan mereka. Pemerintahan tingkatkecamatan juga mengatakan kepada kami agarmenfasilitasi keberadaan militer untuk menjagaperkebunan kami.” Sedangkan GAM jugameminta secara rutin untukmembantu perjuangan mereka. Kelapa sawitbukan hanya membantu perjuangan kemerdekaanAceh yang dilakukan oleh GAM, tetapi juga memicukonflik dalam angkatan bersenjata Indonesiaseperti kasus di Seunebok Bace, Aceh Timur.

pajak naggroe

Pada bulan November 2004, TNI dan Brimob(Brigade mobil polisi) terlibat dalam kontak senjatadi desa Seunebok Bace. Pos Brimob setempatdiserang oleh tentara dari Satuan Kompi B,Peudawa, Batallion 111. Menurut seorangwartawan lokal setempat, satu anggota Brimobtertembak mati sedangkan tiga lainnya mengalamiluka serius. Beberapa tentara ditahan, diperiksadan akhirnya masuk penjara. Pertikaian di dalamtubuh angkatan bersenjata bukanlah hal yang tidakbiasa terjadi di Aceh, biasanya disebabkanpersaingan kepentingan bisnis atau 'salahpengertian' bisnis. Seorang jurnalis lokal yangmenolak disebutkan namanya mengatakan; “Itubukan pertama kalinya terjadi pertikaian antarapolisi dan aparat militer.

Terkadang, bahkan terjadi antara dua unit militeryang berbeda. Semuanya mengenai bisnis,khususnya terkait dengan perebutan upetiperkebunan kelapa sawit ”

Pengurangan kehadiran militer merupakan suatusyarat prioritas dalam proses perdamaian. Tetapi dibanyak tempat di Aceh, keterlibatan militer dalambisnis (legal atau ilegal) masih terus berlangsung,termasuk dalam sektor perkebunan kelapa sawit.Dengan cara menjadikan diri sebagai agen,melakukan pungutan liar sewaktu pengangkutantandan buah segar atau CPO, atau dengan caramenawarkan 'pengamanan' , dengan i tupendapatan pos-pos militer setempat atau tentarasecara pribadi bisa bertambah secara signifikan.

2

2

2

6

7

8

Page 20: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

disana, sementara yang lain telah mengurusizin dan masih menunggu pengesahan.”

Untuk menunjang rencana pemerintah dalammerebut lebih banyak peluang dalam pasar minyakkelapa sawit dunia, pada 6 November 2006,Direktorat Jenderal Perkebunan di bawah naunganDepartemen Pertanian di Jakarta meluncurkanrencana komprehensif untuk jangka waktu limatahun untuk sektor perkebunan di seluruh Indonesiatermasuk Aceh. Program ini dinamakan “ProgramRevitalisasi Perkebunan 2006-2010” yangmencakup tiga komoditas utama kelapa sawit,coklat dan karet dan bertujuan untuk membantupetani dengan usaha mandiri atau petani yangmerupakan bagian dari perkebunan plasma atauPerkebunan Inti Rakyat (PIR) atau juga dikenaldengan istilah .Tujuannya adalah mendorong meningkatnyakomoditas sektor ini sejalan dengan keyakinanpemerintah yaitu meningkatnya pasar global.Sudah ada perencanaan untuk memperpanjangprogram ini sampai lima tahun berikutnya setelah2010 apabila program tersebut sukses.

Di samping itu, pemerintah daerah di Aceh, besertaberbagai perusahaan yang bergerak di sektorpe rkebunan ke lapa saw i t dan GAPKImemperkirakan masa depan yang sangat cerahbagi usaha kelapa sawit di provinsi ini; melaluiProgram Revitalisasi, yang dilaksanakan pada 12dari 23 Kabupaten di Aceh, hal tersebut akanmemberikan kontribusi untuk pelaksanaan programini.

Program ini sangat bergantung pada perusahaan(perkebunan inti) yang mengembangkanperkebunan plasma. Dalam istilah pemerintah,perusahaan perkebunan menjadi “bapak angkat”bagi perkebunan rakyat atau plasma dalammengakses lahan dan modal para penerimamanfaat termasuk para transmigran yang kembalike Aceh, masyarakat yang tinggal di sekitar daerahperkebunan, dan program transmigrasi lokal(masyarakat Aceh) sebagai usaha pemerintahdalam pengentasan kemiskinan. Programtersebut juga mencakup dukungan keuangankepada perkebunan rakyat dalam bentuk utang dankredit investasi dari beberapa bank di Indonesia,dengan suku bunga yang disubsidi olehpemerintah. Pada 30 November 2006,Departemen Keuangan mengeluarkan PeraturanNo.117/PMK.06/2006 tentang Kredit untukPerkembangan Energi Nabati dan RevitalisasiPerkebunan (KPEN-RP) dalam memfasilitasiprogram ini.

Program Revitalisasi Perkebunan 2006-2010

Nucleus Estate System (NES)

31

32

33

3 4

10

Berbagai program terus dilahirkan untukmerehabilitasi 28.000 ha perkebunan kelapa sawityang terkena dampak tsunami di sepanjang pantaiAceh Barat, Nagan Raya,Aceh Jaya dan kabupatenlainnya, dan juga untuk membantu dari 85.028 haperkebunan kelapa sawit (perkebunan besar danperkebunan rakyat), kebanyakan ditelantarkanakibat imbas dari konflik yang berkepanjanganterutama dari tahun 1998-2005.

Lima puluh persen dari perkebunan kelapa sawityang terkena dampak tsunami sudah dibersihkandan produktif kembali setidaknya sedang dalamtahap untuk produktif kembali. Untuk perkebunanyang belum produktif, Kasubdin PengembanganKelembagaan Dinas Perkebunan Aceh, Drs. Fackrimenjelaskan: ”Saat ini Aceh merupakan tempatyang aman untuk usaha perkebunan, jadi tidak adabagi perusahaan untuk tidak aktif. Jika ada satuperusahaan yang tidak dapat menangani HGUyang sudah diberikan dengan alasan apapun, kitaakan mencabut izin usaha mereka dan akanmengalihkan usaha tersebut kepada investor lainyang lebih serius.” Beliau melanjutkan bahwarevitalisasi untuk sektor perkebunan kelapa sawitmerupakan prioritas dari Dinas Perkebunan. “Salahsatu tugas pertama dan utama yang kamii d e n t i f i k a s i a d a l a h p e r l u n y a u n t u kmendokumentasikan ulang keberadaan izin yangsudah diberikan untuk sektor perkebunan kelapasawit, apabila dengan berbagai alasan kemudian,perkebunan tersebut masih belum produktif juga.Kami harus menyelesaikan tugas ini sesegeramungkin, pasar untuk kelapa sawit semakin bagus,dan kita tentunya tidak ingin hal itu berlalu begitusaja.” Hingga Juni 2007, pendokumentasian ulangini masih terus dilakukan. Untuk Aceh, mengurangiangka kemiskinan masyarakat pedesaanmerupakan suatu proritas jangka pendek;pengembangan perkebunan rakyat (petani kecil)merupakan salah satu strategi mencapai tujuanutama tersebut.

Walaupun terlambat dalam memulai, industriperkebunan kelapa sawit di Aceh sekarangmemasuki tahap perkembangan yang cepat.Perkumpulan pengusaha kelapa sawit terbesar diIndonesia, GAPKI telah mendorong paraanggotanya untuk memberikan perhatian merekake Aceh. “Di Aceh, kecocokan lahan bagiperkebunan kelapa sawit sangat bagus karenacurah hujan yang tinggi seperti di Meulaboh, NaganRaya, dan Singkil,” komentar Derom Bangun,Direktur Eksekutif Pengusaha Kelapa SawitIndonesia (GAPKI). Beliau menambahkan:“Perkumpulan ini telah menyarankan para anggotakami untuk memfokuskan pengembangan kewilayah-wilayah tersebut, dan banyak diantaramereka sudah beroperasi

29

30

III. Kebijakan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh

Page 21: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Box

11

Bantuan keuangan tersebut disalurkan padarekening bank khusus yang dibuat oleh perusahaanyang juga terlibat dalam mengatur pelaksanaanprogram dan pelunasan pinjaman kredit investasi.Pinjaman tersebut mulai memasuki tahappelunasan pada akhir periode pembangunankebun, setelah lima tahun untuk kelapa sawit.

Di Aceh program ini dilaksanakan melalui DinasPerkebunan provinsi yang akan menfasilitasiperluasan dari 40.000 ha perkebunan sawit dan

35

merehabilitasi 4.775 hektar di 12 kabupaten.Dinas Perkebunan Provinsi secara aktif membukakerjasama dengan sejumlah perusahaanperkebunan untuk dijadikan “bapak angkat”sebagai bagian dari perencanaan, pemerintah telahmengajukan 17 perusahaan perkebunan kelapasawit untuk berpartisipasi secara aktif. Lihat Tabel 1Perusahaan lainnya juga telah memperlihatkanminat mereka, termasuk perusahaan perdagangankomoditas pertanian terbesar Indonesia, yaitu PT.AstraAgro Lestari.

36

ITabel 1: Perusahaan yang diundang untuk berpartisipasi dalam Program Revitalisasi

Perkebunan tahun 2006-2010 di Aceh.

Kabupaten Bapak Angkat Luas (ha)Aceh Besar PT Tuah Sejati 1.500Pidie PT Gotong Royong 2.000Bireun PT Blang Keutumba 3.000Aceh Utara PTPN I, PT Satya Agung 3.000Aceh Timur PT Banda Aceh Sakti Jaya, PT ARCO, PT Timbang

Langsa, PT Damar Siput, PTPN I3.000

Aceh Jaya PT Boswa Megalopolis 5.000Nagan Raya PT Fajar Baizury, PT Kallista Alam 5.000Aceh Barat PT Mopoli Raya, PT Karya Tanah Subur, PT

Telaga Sari Indah5.000

Aceh BaratDaya

PT Kallista Alam 3.000

Aceh Selatan PTPN-I 3.000Aceh Singkil PT Delima Makmur 5.500Bener Meriah PT Perkebunan Lembah Bakti 1.000

Sumber : Proposal Lokasi danAktifitas Revitalisasi Perkebunan 2006 - 2010 di NAD,Dinas PerkebunanAceh, November 2006

Perkembangan inisiatif pemerintah pusat iniberjalan lambat karena program tersebut hanyabaru dimulai pada pertengahan November 2006.Hingga bulan Juni 2006, hanya PT. Fajar Baizury diKabupaten Nagan Raya yang telah berkomitmenuntuk mengembangkan dan menfasilitasi 5.000 haperkebunan plasma dari tahun 2006-2010.

Kebijakan Pengembangan Kawasan Agri BisnisPerkebunan Kelapa Sawit dilaksanakan olehDinas Perkebunan. Kebijakan tersebut telah adasebelum tsunami, tetapi keberhasilannya dihambatoleh kurangnya sumber daya dan konflik. Tetapimembanjirnya sumber daya manusia dankeuangan (pasca tsunami) yang berlimpah dankeadaan yang lebih aman, maka kebijakan inidijalankan kembali secara lebih serius. Kebijakanini termasuk program yang dijalankan oleh DinasPerkebunan Aceh, Bank Pembangun Asia AsianDevelopment Bank (ADB) dan Badan Rehabilitasidan Rekonstruksi (BRR).

Pengembangan Kawasan Agri BisnisPerkebunan Kelapa Sawit

Melalui program ini saja, pemerintah provinsiberencana untuk memperluas perkebunan kelapa

37

38

sawit rakyat di Aceh sebanyak 43%; ini tidaktermasuk inisiatif lain dari pemerintah, badan usahamilik negara atau swasta. Lihat tabel 2 untukperluasan per tahun.

Tabel 2: Rencana Perluasan Perkebunan RakyatKelapa Sawit diAceh 2007 - 2010

Tahun 2007 2008 2009 2010

Luas(ha) 9.000 10.300 9.200 8.500

Sumber: Kuisioner Pemutakhiran Data Base KomoditasKaret, Kelapa, Kelapa Sawit dan Jarak Pagar, Draft olehDinas PerkebunanAceh, 2007.

Dalam suatu kerjasama dengan Dinas Perkebunandi Aceh, BRR yang didanai oleh BankPembangunan Asia ( -ADB) serta pemerintah pusat, membantupelaksanaan program ini sebagai bagian dari upayarehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh pada tahun2006. Pada tahun 2006, Sebagian besar dana BRRuntuk program ini berasal dari ADB - Earthquakedan Tsunami Emergency Support Project(ETESP), ditambah dengan kontribusi

Asian Development Bank

39

Page 22: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Masalah lain juga menghambat kesuksesanprogram ini; 200 dari 1.000 ha lahan yangdirencanakan di Nagan Raya tidak dapatdikembangkan karena perencanaan sebelumnyaternyata berada di lahan gambut; masalah serupajuga terjadi di Aceh Barat yang menghambatpenanaman 800 ha. Di samping itu, bibit kelapasawit di Bireun dihancurkan oleh babi. ADB sendirimengakui “implementasi program rehabilitasi danpengembangan kelapa sawit yang dilakukan olehBRR pada tahun 2006 tidak berjalan sebagaimanayang direncanakan, dan hasi lnya t idaksebagaimana yang sama-sama kita harapkan.”

Pada tahun anggaran 2007 di Aceh, ADB kembalime lan ju t kan p rog ram rehab i l i t as i danpengembangan kelapa sawit di Nagan Raya, AcehBarat dan Aceh Jaya; dan mencari lahan alternatifuntuk mengatasi masalah lahan gambut pada tahunpertama pelaksanaan program. Program ADB yangbernilai Rp 12 milyar, akan membuka kembali danrevitalisasi perkebunan, serta mengembangkansejumlah lokasi baru; alokasi lahan dan bantuanmodal usaha yang akan dikelola oleh pemerintahkabupaten.

Program tersebut akan dilaksanakan melaluiSatuan Kerja (SATKER), daripada bekerjasamadengan pihak BRR. Hal ini merupakan 'tidakbiasanya,' untuk menghindari mekanisme yang adadi BRR dan mungkin akibat dari capaian hasilpelaksanaan program tahun pertama.

Pada tahun anggaran ini (2007), BRR jugamengembangkan Proyek PengembanganPerkebunan senilai Rp 44,8 milyar, bersumber daridana APBN. Dari dana tersebut, Rp. 13,23 milyarakan disalurkan melalui Dinas Perkebunan Aceh,sementara BRR sendiri akan mengalokasikan danatersebut untuk membuka 4.100 ha perkebunankelapa sawit yang baru, melakukan rehabilitasiseluas 200 hektar, memberikan pelatihan dan bibitkepada petani.

41

42

43

44

BoxRaya,Aceh Barat,Aceh Jaya dan Bireun (lihat Tabel3). Namun perkembangan tersebut mengalamiketerlambatan, terkendala persoalan birokrasi danketersediaan lahan.

dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional(APBN). Program BRR tersebut direncanakanuntuk mengembangkan 3.500 ha perkebunankelapa sawit rakyat di empat kabupaten : Nagan

40

12

Tabel 3: Program Kerja Sama BRR-ADB Untuk Proyek Pengembangan Perkebunan KelapaSawit Tahun Anggaran 2006

Kabupaten Nilai(milyar)

Total (ha) Rencana Program

Nagan Raya Rp. 5,650 1.000 Penanaman, pembibitan, rehabilitasi.Aceh Barat Rp. 4,824 1.000 Pembukaan lahan, pembibitan dan rehabilitasi.Aceh Jaya Rp. 4,975 1.000 Pembukaan lahan, penyediakan bibit.Bireun Rp. 1,500 500 Penanaman

Sumber: Informasi berasal dari berbagai hasil wawancara dengan Rusli, penasehat ADB untuk sektor pertaniandan perikanan, 5 Desember 2006; YusyaAbubakar, Direktur Pengembangan Pertanian BRR, 5 Desember 2006;Syahril, Manager Perkebunan BRR, 31August 2006.

Program ini juga menerima sejumlah alokasi dariAnggaran dan Pendapatan Belanja Aceh (APBA),tetapi sistem tahun anggaran tetap saja macetdidalam birokrasi dan terkendala oleh kurangnyatenaga ahli birokrasi untuk memastikan prosespenggunaan anggaran dapat diselesaikan tepatwaktu. Secara teori, tahun anggaran Aceh adalahJanuari - Desember, tetapi untuk anggaran tahun2007 hanya baru disahkan oleh Dewan PerwakilanRakyat Aceh (DPRA) pada tanggal 18 Mei 2007.Nama lainnya dari anggaran ini adalah APBA(Anggaran dan Pendapatan Belanja Aceh), did a l a m n y a t e r m a s u k d u k u n g a n u n t u kPengembangan Kawasan Agri-Business KelapaSawit yaitu sebanyak 9.000 ha perkebunan rakyatdi sebelas kabupaten sebagaimana disebut dalamtable dibawah. (lihat table 4) Lahan perkebunankelapa sawit yang dibuka didalam program ini jugatermasuk dari lahan-lahan yang sebelumnyaditelantarkan, komoditas yang ada akan digantikandengan komoditas lain ke komoditas kelapa sawit.

Tabel 4: Rencana Perluasan Perkebunan KelapaSawit Rakyat tahun 2007

Sumber Kuisioner Pemutakhiran Data Base KomoditasKaret, Kelapa, Kelapa Sawit dan Jarak Pagar,Rancangan oleh Departmen PerkebunanAceh, 2007.

:

Kabupaten Luas(Ha)AcehBesar 500Pidie 500AcehUtara 1.000AcehTimur 500AcehJaya 1.000NaganRaya 1.000AcehBarat 1.000AcehBarat Daya 1.000AcehSelatan 1.000AcehSingkil 1.000Bener Meriah 500

Page 23: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

BoxFokus program BRR dan ADB adalah adalahdaerah yang terkena dampak tsunami; sedangkanwilayah-wilayah lainnya (tidak terkena tsunami)didanai oleh anggaran pemerintah daerah danpusat. Dikarenakan pelaksanaan yang terlambatdar i perencanaan tersebut , d isampingmenyebabkan ketidakpuasan dari masyarakatkorban tsunami, juga cenderung terjadiketidakpuasan dari masyarakat yang tidak berasald a r i d a e r a h t s u n a m i k e r e n a m e l i h a tketidakmerataan akses terhadap bantuan tersebut,yang daerah tsunami lebih diutamakan tidaksebagaimana mestinya.

Pemerintah pusat memiliki rencana ambisius untukperluasan sawit di Aceh. Pada bulan Juli 2005,Departemen Pertanian mengeluarkan sebuahdokumen yang menegaskan bahwa terdapat454.468 ha lahan baru yang tersedia untukperluasan perkebunan kelapa sawit di Aceh. Adajuga kemungkinan terjadi masalah akibat dariketerbatasan lahan yang ada: “Dari manakahasalnya semua lahan yang tersedia sebagaimanadipaparkan tersebut,” tanya Saminuddin B.Tou, dariDinas Kehutanan Aceh. Posisi Dinas Kehutanansangat jelas terkait dengan konversi hutan; “Dalamsepuluh tahun terakhir ini, tidak ada izin konversikawasan hutan yang dikeluarkan di Aceh. Itu tidaksama dengan kata tidak ada kegiatan konversisama sekali. Kami tahu bahwa kawasan hutan telahberubah fungsi melalui cara yang ilegal bahkan adayang dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit,”beliau menambahkan “jenis hutan produksi yangkita miliki di Aceh ini tidak bisa dibersihkan, namunhanya dipakai untuk kegiatan kehutanan ataudengan tidak berstatus hutan produksi yang dapatdikonversi; hutan adalah hutan, perkebunan adalahperkebunan jadi keduanya adalah hal yangberbeda, tidak bisa campur-adukkan.”

Sementara itu, Dinas Perkebunan Provinsi merasaragu atas jumlah lahan yang begitu besar yang akandigunakan hanya untuk satu komoditas saja. Selainitu, Drs. Fakhruddin, kepala Dinas PerkebunanAceh tidak mengetahui tentang jumlah yangditargetkan Departmen Pertanian pusat tersebut:“agak kurang bijaksana jika menggunakan 400.000ha lahan di Aceh hanya untuk perkebunan kelapasawit,” beliau berkomentar. “Ada banyak komoditaslain yang dapat diakomodir dalam perencanaantersebut seperti coklat, karet dan lainnya. Disamping itu, tidak semua lahan yang ada di Acehcocok untuk komoditas kelapa sawit.”

Kesibukan aktivitas diseputaran sektor kelapa sawitdi Aceh belum menunjukkan tanda akan berkurang.Sebagai daerah yang sedangmenikmati masadamai yang baru saja bersemi, dan juga dengankucuran dana yang terkait dengan rekonstruksipasca konflik dari sejumlah lembaga donor danpemer intah pusat , Per tumbuhan sektorperkebunan telah menjadi salah satu prioritaspemerintah sebagai pendorong pengembanganekonomi.

Suatu pilar pemulihan ekonomi pasca tsunami?

45

46

47

Ada suatu kesadaran umum bahwa perluasansektor agri bisnis di Aceh juga akan meningkatkaninfrastruktur seperti jalan, sekolah, klinik kesehatandan fasilitas lainnya bagi para pekerja yang belumsanggup dipenuhi oleh pemerintah setempat.

Supaya output dari sektor kelapa sawit menjadilebih efisien, Dinas Perkebunan Aceh secara aktifmengundang para investor untuk terlibat dalampengembangan fasilitas pengolahan di provinsi ini.Sejumlah inisiatif telah didiskusikan tetapi hinggasekarang sangat sedikit capaian yang kongkrit.Salah satu contohnya adalah Forum Sawit (PalmOil Forum), yang merupakan sebuah inisiatif daripihak (IFC).Pertemuan pertama untuk Forum Sawitdilaksanakan di BandaAceh pada bulan September2006. Dalam forum tersebut, salah satu topik utamayang didiskusikan adalah perlunya lebih banyak lagifasilitas pengolahan CPO di Aceh. Dalamwawancara pada Desember 2006, DirekturPengembangan Pertanian di BRR, YusyaAbubakar, memiliki harapan tinggi terhadap ForumSawit tersebut; “Kita berharap semoga forum iniakan membangun metode yang jelas untuk sektorini di Aceh yang akan membantu menarik minatpara investor untuk mendanai pengolahan CPO;kita mencari investasi sekitar Rp.17 - 20 milyaruntuk setiap pabrik.” Hingga bulan Mei 2007, tidakada pertemuan lanjutan yang dilakukan, dansepertinya inisiatif tentang Forum Sawit telah gagal.

Undang-undang Pemerintah (UUPA) yang disetujuioleh DPR-RI pada tanggal 11 Juli 2006 yangmemfasil i tasi pelaksanaan bagian-bagiankesepakatan damai yang ditandatangani padabulan Agutus 2005, dan sebagai landasanpemerintahan Aceh sebagai provinsi otonomdidalam bingkai Republik Indonesia. Peralihankekuasaan dari pemerintahan pusat di Jakarta kepemerintahan provinsi ini juga masih terdapatsejumlah ketidakjelasan dalam proses pembuatankeputusan; kelancaran pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang ada, masih terdapat potensihambatan akibat dari kerancuan peraturan danketerlambatan. Contohnya: dalam Draft KetigaPeraturan Pemerintah tentang KewenanganPemerintah Pusat di Aceh, pada tanggal 19Februari 2007 terdapat ketidakjelasan wewenangyang terka i t dengan perencanaan danpengembangan sektor perkebunan di Aceh. Pasal2.4.Z untuk bidang Pertanian dan KetahananPangan menjelaskan bahwa tanggung jawab dalammembangun tata laksana dan kebijakan berada ditangan pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi jugamenje laskan tentang 'pengelo laan danpenggunaan lahan perkebunan' berada di tangansemua tingkat pemerintahan; pusat, provinsi dankabupaten. Pada saat penulisan laporan ini, padabulan April 2007, dokumen tersebut masih berupadraft dengan sejumlah tampilan bermasalah sepertitumpang tindih tanggung jawab dalam penentuanpenggunaan lahan.

International Financial Cooperation

4

4

8

9

13

Page 24: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Kepentingan Asing dalam Perkebunan KelapaSawit

Menurut (IOO) di BandaAceh, terdapat berbagai ketertarikan dari investorasing dalam perkebunan kelapa sawit di Aceh.Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawityang berasal dari Malaysia memiliki ketertarikankhusus dalam meningkatkan investasi mereka diAceh. Contohnya, telah terjadi sejumlahpembicaraan awal antara pemerintah provinsi dankabupaten di Aceh dengan pemerintah NegaraBagian Johor, Selangor, dan juga dengan

(FELDA) - Malaysia.Perusahaan-perusahaan perkebunan Malaysiatelah berada di Aceh dalam waktu yang lama,seperti PT Ubertraco, Guthrie Group, dan lain-lain.Pada Juni 2005, pejabat sementara Gubernur Acehsaat itu, Mustafa Abubakar, mendiskusikankemungkinan perusahaan swasta dari Malaysiauntuk membuka perkebunan kelapa sawit di Aceh.

Investor Outreach Office

FederalDevelopment Land Authority

Pada waktu itu, sekitar 100.000 ha lahan di AcehBesar ditawarkan kepada para investor dariMalaysia tersebut. Pada Agustus 2005, FELDAmeminta izin kepada Dinas PerkebunanAceh untukmembuka lahan sebesar 10.000 ha di bagian timurAceh yang juga diketahui berdekatan dengankawasan yang baru-baru ini dilanda banjir. PadaMaret 2006, media setempat melaporkan tentangrencana untuk membuka 20.000 ha perkebunankelapa sawit di Kabupaten Bener Meriah jugadidiskusikan antara pemerintah Negara BagianSelangor Malaysia dengan Bupati setempat. Adajuga ketertarikan dari pihak perusahaan Malaysiajuga yang lainnya di kawasan Aceh Selatan, AcehUtara, dan Aceh Barat Daya. Tidak satu pun daripendekatan awal tersebut berjalan, tetapi DinasPerkebunan kabupaten tersebut terus sajamendengungkan sebagai suatu kemungkinan darikerjasama di masa mendatang.

50

51

14

Apakah FELDA

Produsen kelapa sawit terbesar di Malaysia adalah ( ). Didirikanpada tahun 1956 untuk menyalurkan bantuan keuangan kepada pemerintah negara-negara bagian untukprogram pengembangan lahan, hal ini dimulai dengan mengembangkan perkebunan karet sekitar 1.500 hadan dengan cepat mengembangkan kelapa sawit pada tahun 1961.

Selanjutnya, peranan FELDA dikembangkan untuk kegiatan implementasi pengembangan lahan di seluruhnegara bagian.

Saat ini, FELDA merupakan salah satu kelompok pengembang kelapa sawit yang terintegrasi yang jugamemiliki 92 pabrik pengolahan di Malaysia dan luar negeri. FELDA juga pemilik lahan perkebunan terbesardi Malaysia dengan luas 853.000 ha. Produksinya mencapai lebih dari 20% dari jumlah produksi kelapasawit Malaysia. FELDA juga sangat berperan dalam mentransformasi sektor pertanian di Malaysia, daripola pertanian berorientasi konsumtif menjadi pertanian dengan motivasi komersial.

Sistem administrasi dan pengelolaan FELDA sangat terpusat; produksi FELDA juga sangat beranekaragam, dari fokus produksi hulu ke suatu fokus produksi hilir yang termasuk pengolahan, penyulingan,pengangkutan, pemasaran dan perdagangan; Dari semua hal ini, FELDA telah mampu mengelola danmembuat sebuah standard di keseluruhan proses.

Cakupan FELDA terdapat di seluruh wilayah Malaysia, termasuk Sarawak dan Sabah; namun sekarangterdapat krisis lahan di Malaysia

Federal Land Development Authority FELDA

Pada Januari 2007, Gubernur Aceh, Irwandi Yusufdan delegasi dari pemerintah provinsi Aceh,mengunjungi Malaysia untuk mendiskusikantentang kemungkinan perluasan kerjasamaperdagangan. Fokus yang mendapatkan perhatianutama dalam kunjungan tersebut adalah sektorperkebunan kelapa sawit. Delegasi dari Aceht e r s e b u t b e r j u m p a d e n g a n Ya y a s a nPengembangan Ekonomi Islam Malaysia (YPEIM),sebuah yayasan milik pemerintah federal Malaysia.YPEIM telah menyepakati untuk mengembangkan185.000 ha perkebunan rakyat, juga termasuk 13unit pabrik pengolahan CPO diAceh.

Delegasi dari Aceh mendiskusikan tentangkemungkinan pembentukan lembaga yang samadengan FELDA di Aceh. Untuk bagian ini, FELDAmemberikan saran tentang bagaimana prosesmembuat draft konsep dan peraturan pemerintah

52

daerah (qanun). Dari kunjungan dan diskusi yangserius ini, keputusan dibuat untuk membentuksuatu lembaga baru yang dikenal dengan nama

menjelaskan kerjasama Malaysia-Aceh:“Kami membuat draft qanun ini dengan teman-teman Malaysia karena mereka memiliki lebihbanyak keahlian yang lebih baik tentang itu. PihakMalaysia akan memberikan bantuan teknis dansaran kepada kami mengenai praktek yang terbaik

dalam perkebunan, dan juga tentangbagaimana mengelola APDA. Badan otoritatersebut akan dikelola secara bersama olehpemerintah diAceh and YPEIM.”

Aceh Plantation Development Authority(APDA). Draft

qanun yang akan memberikan legalitas APDAsedang didiskusikan oleh DPRA. Wakil KepalaBadan Koordinasi Penanaman Modal Daerah(BKPMD)

OtoritaPengembangan Perkebunan Aceh

best practice

53

Page 25: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Rencana awal program ini adalah pengembangan185.000 ha perkebunan kelapa sawit rakyat di 17kabupaten. Target dari rencana ini adalah anakyatim dan keluarga miskin setiap keluarga akanmenerima 4 ha. Total investasi yang dibutuhkanuntuk mengembangkan lahan dan perkebunanadalah US$410 juta; sedangkan kebutuhan untukpengadaan pabrik pengolah kelapa sawit sebanyakUS$158 juta. Terdapat suatu rencana pemerintahAceh untuk meminjam sebagian besar dari danayang dibutuhkan tersebut sebanyak US$500 jutadari (IDB).

Secara keseluruhan, ihwal mengenai APDA masihbelum jelas karena masih dalam prosesperencanaan serta negosiasi dengan pihak-pihakterkait. Tetapi, pengesahan qanun masihmembutuhkan waktu yang lama, jadi untuk saat ini,Gubernur Aceh sedang dalam proses membuatPeraturan Gubernur yang akan menjadi payunghukum sementara hingga qanun disahkan olehDewan Perwakilan RakyatAceh (DPRA).

Di sejumlah daerah di Aceh, pemerintahankabupaten memandang kelapa sawit sebagai solusiuntuk beberapa masalah yang terkait denganketerbelakangan sosial dan ekonomi. Di kawasanGayo Lues yang indah dan terpencil di bagiantenggara Aceh, Kepala Dinas Perkebunan danKehutanan menjelaskan bahwa daerah Gayo Luesmerupakan daerah pegunungan sehinggapengelolaan kelapa sawit kurang cocok, namunsejumlah lokasi percobaan teridentifikasi. Contoh,“desa Lesten di Kecamatan Pining memiliki lahanyang cocok untuk kelapa sawit.” Beliaumenjelaskan, “tetapi belum ada jalan. Setelah jalanbaru Ladia Galaska selesai, seluruh wilayah akanterbuka. Hal ini sangat bagus untuk perekonomiankami disini.” Di Kecamatan Terangon KabupatenGayo Lues secara tidak terkoordinir mulaimembersihkan lahan untuk kelapa sawit, namunpegawai Dinas Perkebunan dan Kehutananmengatakan usaha tersebut akan sia-sia karenalahan yang tidak cocok bagi tanaman tersebut.

Dinas Pertanian Kabupaten Gayo Lues jugamerencanakan untuk pengembangan kelapa sawit.S e j a k M O U ( p e r j a n j i a n p e r d a m a i a n )ditandatangani, kami telah mengundang investornasional dan asing ke Gayo Lues untuk membantumembangun sektor perkebunan, khususnya kelapasawit, kopi dan berbagai jenis tanaman buah-buahan lainnya.“ kata Munawir, staf DinasPertanian setempat. Beliau menambahkan“pengembangan kelapa sawit agak kesulitan disinikarena kondisi lahan dan ketinggian. Kami memilikibanyak lahan di daerah ini, tentu saja kelapa sawitdapat membantu kami untuk membangkitkansentra ekonomi daerah; ada banyak keluargamiskin di Gayo Lues.” Keterisoliran Gayo Luesberarti terbatasnya pilihan mata pencaharian, tetapiberbagai upaya sedang dilakukan untuk

Islamic Development Bank

Spekulasi domestik

54

55

56

57

mengidentifikasikan setiap hektar lahan yang mana“tanaman emas” dapat ditanami.

Di Bireun, sebuah kabupaten kecil di bagian utaraAceh, Kepala Badan Perencanaan PembangunanDaerah (Bappeda) menjelaskan tentangpendekatan kebijakan yang berbeda. “KabupatenBireun ini kami lebih memilih kebijakan 'satukecamatan satu komoditas'. Lima dari 17kecamatan yang ada, kelapa sawit merupakankomoditas yang diprioritaskan. Kabupaten inimempunyai 6.449 ha kelapa sawit milikperusahaan besar dan 2.011 ha perkebunanrakyat. Pada tahun 2005, sektor perkebunankelapa sawit telah menyumbang Rp 81.128.450untuk pendapatan pemerintahan kabupaten, lebihbanyak lima kali lipat dari pendapatan yangdiprediksikan.

Sedangkan di bagian barat Aceh, KabupatenNagan Raya memiliki lebih luas lahan perkebunankelapa sawit: 36.525 ha dimiliki oleh perusahaanbesar dan 13.022 ha milik perkebunan rakyat.Pemer intah setempat berencana untukmeningkatkan jumlah perkebunan rakyat dalamwaktu dekat sebagai bentuk paket bantuanpemerintah setempat dalam upaya meningkatkanperekonomian di sana. Kabupaten ini termasuk kedalam program BRR yang telah disebutkansebelumnya, yang dalam pengembanganprogramnya telah memasukkan perluasan 275 haperkebunan kelapa sawit di kawasan Kuala Tripapada tahun 2005, Nagan Raya akan melanjutkanperluasan kelapa sawit sampai tahun 2008 ataulebih.

Terdapat juga rencana kerjasama antarapemerintah Kabupaten Nagan Raya dengan ADBuntuk pengembangan 1.000 ha untuk membantumasyarakat yang terkena dampak tsunami, sertayang masih hidup di bawah garis kemiskinan.Kepala Pengembangan Perkebunan di NaganRaya, Sudarman SP, menjelaskan; “Kami masihmembahas strategi implementasi secara lebihdetail; namun pastinya kami membantu petanidengan cara menyediakan bibit, pupuk danmempersiapkan lahan mereka. Dan bagi yangmasih belum mempunyai lahan, kami akanmengembangkan perkebunan yang akan dimilikisecara pribadi, setiap keluarga akan menerima duahektar lahan untuk program ini.” Beliaumenambahkan “Masyarakat di sini sangat antusiasuntuk berpartisipasi dalam sektor ini, karenamereka telah mendengar bahwa permintaan yangterus meningkat. Harga pasar CPO meningkatmenjadi lebih dari US$600 per ton berbandingdengan US$430 per ton pada tahun lalu [2006].”

Bantuan yang lain untuk Kabupaten Nagan Rayabersumber dari pemerintah pusat melalui 'ProgramRevitalisasi Perkebunan 2006-2010'. Lahan seluas5.000 ha akan dikembangkan melalui sistem”bapak angkat” yaitu PT. Fajar Baizury dan PT.Kallista Alam. Fokus dari program ini adalah untukpara transmigran yang telah kembali yangmeninggalkan kabupaten tersebut.

58

59

60

61

62

63

15

Page 26: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Menurut Sudarman, sistem produksi yang akandigunakan adalah pola inti-plasma yangberhubungan dengan kedua perusahaan tersebutdi atas. Pemerintah juga berharap untuk menariklebih banyak investor untuk terlibat dalam halpengelolaaan pabrik pengolahan CPO di NaganRaya, namun saat itu, Dinas Perindustrian danKoperasi merencanakan membuat pabrikpengolahan CPO mini untuk digunakan oleh petaniperkebunan rakyat kelapa sawit setempat.

Perluasan perkebunan rakyat merupakan usahakhusus dalam meningkatkan hasil sektor kelapasawit, yang juga dibebankan dalam tata laksanabagi perkebunan besar. Keputusan MenteriPertanian No.26/2007 tentang Panduan Perizinanuntuk Usaha Perkebunan, menyatakan setidaknya20% dari total kebun inti perusahaan harusdibuatkan untuk perkebunan rakyat. Kepala BiroEkonom i Kan to r Gube rnu r Aceh jugamenggarisbawahi keputusan tersebut; “Polakemitraan sangat penting, kami tidak inginperusahaan hanya memberikan sekian persen darikeuntungan mereka dalam bentuk danapengembangan masyarakat atau

. Pengalaman kami, hal initernyata t idak efekt i f dalam membantuperekonomian setempat dan keuntungan tersebutakan terus diraup oleh pihak perusahaan. Suatupendekatan yang lebih efektif adalah dengan caramemberikan lahan atau membangun perkebunanrakyat disekitar perkebunan inti, berarti masyarakatakan memi l ik i mata pencahar ian yangberkelanjutan.”

Pengembangan kelapa sawit terbesar pascatsunami di Aceh adalah Kabupaten Aceh Singkil, dibagian selatan provinsi Aceh. Di wilayah tersebut,perizinan untuk lokasi diproses lebih cepatdibandingkan dengan tempat lainnya diAceh.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Aceh Singkilyang baru, Ir.Momod Suharsa, mengatakan“semenjak tsunami, terdapat 50.600 hektar izinprinsip yang dikeluarkan. Izin tersebut diberikankepada sekitar 15 perusahaan antara 200 ha17.800 ha per perusahaan. Tetapi hingga saat inibelum ada yang mulai membangun perkebunanmereka. Izin baru ini dinamakan “ atau

”, yang disetujui oleh bupati yang harusditindaklanjuti dengan beberapa pendukunglainnya, seperti izin usaha dan izin untuk lahanperkebunan. Sejumlah juga telahdiberikan di sepanjang pantai barat Aceh. Jikasudah ada tindak lanjut dari pihak perusahaan,sesuai dengan peraturan yang ada maka semuaperusahaan harus mengalokasikan pembangunankebun bagi masyarakat disekitar perkebunan inti.

Rencana pemerintah tersebut juga sejalan denganperencanaan dari sektor swasta juga sudah mulaimelebarkan sayap mereka untuk pengembanganperkebunan kelapa sawit ke Aceh. Perusahaanperdagangan hasil pertanian terbesar di Indonesia,PT. Astra Agro Lestari juga sedang menjajakiketersediaan 200.000 ha lahan untuk

communitydevelopment fund

izin prinsipizin lokasi

izin prinsip

64

65

66

67

dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit diAceh. Perusahaan ini sudah mendapatkan jaminandi tiga Kabupaten Nagan Raya, Aceh Jaya, danAceh Barat tetapi luas lahan yang dijamin tersebutsangat terbatas, hanya 15.000 ha. PemerintahKabupaten Aceh Utara sedang dalam tahapnegosiasi dengan pihak perusahaan untukmenyediakan lahan serta membuka sebuah pabrikpengolahan kelapa sawit. Salah seorangperwakilan perusahaan menjelaskan persyaratanyang mereka butuhkan untuk berinvestasi di Aceh;“Lahan harus tersedia, dan survey terhadap lahandilakukan. Harus ada lahan yang cukup agar kami(PT. Astra Agro Lestari) bisa menjustifikasipendirian pabrik pengolahan tandan dan buahkelapa sawit. Kami tidak ingin bekerja tanpa fasilitaspengolahan CPO milik sendiri, dan kamimembutuhkan jaminan produksi tandan buah segarkelapa sawit yang mungkin melalui kerjasamadengan perkebunan rakyat atau plasma.”

Di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, minyakkelapa sawit telah menjadi komoditas eksporterbesar, pelabuhan tersebut diperluas, sebagiandikarenakan peningkatan penanganan komoditasekspor minyak kelapa sawit sebesar 69% padatahun 2006 dari total penanganan eksporpelabuhan tersebut, yaitu 4.505.600 ton. Di Aceh,sejumlah pelabuhan juga sedang dalam tahappembangunan dalam masih dalam perencanaanseperti di Kuala Langsa, Aceh Utara, dan Meulabohuntuk memfasilitasi ekspor sebagai bagian darirencana untuk meningkatkan produksi CPO diAceh.

Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 220juta, Indonesia sudah lama berupaya untukmengatasi ledakan penduduk dan kemiskinanseperti di daerah Jawa dengan cara memindahkanpenduduk ke daerah yang penduduknya lebihsedikit. Dalam program transmigrasi ini, pemerintahmemberikan paket insentif - berupa biayaperjalanan, lahan, bantuan rumah dan paket bahanmakanan - kepada mereka yang bersedia untukd ip indahkan . Kebanyakan t ransmig randitempatkan di daerah pertanian atau perkebunandi mana lahan pekerjaan tersedia bagi mereka.Aceh merupakan salah satu tujuan utama, yangmemiliki lahan seluas 56.365 km² namun hanyadidiami sekitar 2% dari total penduduk Indonesia(4,03 juta jiwa), dan memiliki lahan pertanian yangberlimpah, sehingga Aceh merupakan salah satutujuan utama yang diidamkan.

Tetapi, program transmigrasi diAceh memunculkanpermasalahan tersendiri. Di daerah konflikini,program transmigrasi berpotensi menimbulkangejolak sosial, di mana sebagian besar persepsimasyarakat Aceh bahwa transmigran mendapatlebih banyak perhatian dari pemerintahdibandingkan dengan masyarakat lokal Acehsendiri sehingga hal ini menyebabkan munculnyakebencian terhadap transmigran.

Transmigrasi sebagai faktor penting dalampengembangan kelapa sawit

68

69

16

Page 27: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

17

Ketika sentimen anti-Indonesia bergolak di sejumlahtempat di Aceh semasa konflik, masyarakatmenganggap transmigran juga sebagai kelompokpro-Jakarta, dan sering menjadi target intimidasi -atau lebih parah lagi - oleh faksi anti-Indonesia yangbergerak di ProvinsiAceh.Antara tahun 1999 hingga2002 dimana eskalasi konflik terus meningkat,sebanyak 21.000 ke luarga t ransmigranmeninggalkan daerah Aceh; seiring dengan desas-desus yang berkembang bahwa telah terjadiserangkaian serangan terhadap ”kelompokpendatang”, termasuk intimidisi, penyiksaan danpenghilangan, dalam sejumlah kasus, rumah-rumahmereka juga dibakar. Dan selama periode daruratmiliter baru-baru ini, antara Mei 2003 dan Mei 2004,kebanyakan transmigran yang tersisa pindah danmenetap di sekitar kota Medan - Sumatera Utara.Dengan pindahnya keluarga transmigran yangbeker ja pada perkebunan kelapa sawi tmengak iba tkan terhambatnya kapas i tasoperasional sektor tersebut.

Baru-baru ini, saat kondisi Aceh semakin kondusifpasca tsunami, pemerintah daerah secara aktifmendorong para transmigran supaya kembali; “Kamisenang jika keluarga transmigran ingin kembali keAceh dan pemerintah menawarkan insentif kepadamereka”, komentar Ir. Asrin, Kepala PengembanganKawasan Transmigrasi dari Dinas Transmigrasi.

Beliau lebih jauh lagi mengatakan: “Transmigrasimerupakan bagian dari Program RevitalisasiPerkebunan dan anda bisa melihat kaitan langsungantara transmigran dengan daerah perkebunan diAceh. Selain mempekerjakan transmigran diperusahaan perkebunan, kami juga mendorongmereka memiliki ladang kecil seluas dua hektaruntuk ditanami kelapa sawit.” Untuk mempercepatkedatangan mereka, beliau menjelaskan bahwapemerintah meminta bantuan perusahaanperkebunan; “Jika kita menunggu pemerintahbert indak, upaya mendatangkan kembalitransmigran lama dan kemungkinan akan memakanwaktu 16 tahun. Jadi lebih baik melibatkan sektorswasta terkait untuk membantu percepatanpemulangan.”

Saat ini, pemerintah Aceh memandang paratransmigran sebagai motor penggerak rehabilitasidan pengembangan sektor kelapa sawit. MakmurSyahputra mengatakan: “Sewaktu saya masihmenjabat sebagai Bupati Kabupaten Singkil (hinggatahun 2005), kami melihat bahwa penduduk

70

71

setempat tidak memiliki kapasitas yang memadaiuntuk membangun sektor perkebunan di daerahini. Itu sebabnya kami membuat program yangmasih berlangsung hingga sekarang, yang secaraaktif mendorong transmigran supaya datang keAceh Singkil. Tanpa mereka usaha perkebunantidak akan berhasil.”

Pada permulaan tahun 2007, beberapa ribukeluarga transmigran telah kembali ke Aceh,banyak yang menetap kembali di area perkebunankelapa sawit yang dulunya bermasalah sepertiNagan Raya, Aceh Barat, Aceh Utara dan AcehTimur.

PT. AcehSawit Sejahtera akan mengelola sekitar 7.000 haperkebunan kelapa sawit dengan metode agro-estate di Peunaron Pereulak,Aceh Timur, dan telahmeminta kesediaan Dinas Transmigrasi untukmendatangkan 2.000 keluarga transmigran.Perusahaan lainnya yang sudah mengajukanpermintaan pekerja adalah PT. PDPAdiAceh Timurdan PT. Calang Sejahtera di Aceh Jaya. Programtersebut berjalan lambat disebabkan kurangnyadana perusahaan untuk pengembangan usahaperkebunan. Namun dengan adanya programrevitalisasi perkebunan dari pemerintah,diharapkan dapat mempercepat prosesperkembangan.

Paket bantuan pemerintah terhadap paratransmigran agar bersedia kembali termasuktempat tinggal (rumah baru atau renovasi), danpada tiga bulan pertama akan menerima 42 kgberas per bulan, ikan asin, minyak masak, gula danmakanan lainnya yang totalnya senilai Rp. 225.000per keluarga setiap bulan.” Pada tahun 2007,dengan berbekal dana Rp. 14 milyar, DinasTransmigrasi merencanakan untuk menfasilitasikepulangan 3.554 keluarga.

Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalamprogram tersebut adalah : di KabupatenAceh Jaya,PT. Boswa Megalopolis berencana untuk memulaikembali pengelolaan 6.000 ha perkebunan di dualokasi. Perusahaan tersebut juga meminta DinasTenaga Kerja setempat supaya menyediakan2 . 0 0 0 k e l u a r g a t r a n s m i g r a n u n t u kmengembangkan perkebunan kelapa sawitdengan pola agro-estate. Di daerah yang sama,PT. Tiga Mitra Perdana berencana untukmendatangkan 5.000 lebih keluarga transmigran diperkebunan kelapa sawit yang baru.

72

73

76

74

75

Page 28: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Tanpa d i ragukan lag i , pe r l uasan danpengembangan sektor perkebunan kelapa sawitakan menjadi bagian penting dalam perekonomianlokal di Aceh. Tanaman kelapa sawit semestinyatidak menciptakan kerusakan ekologi dan dampaksosial yang berdampak negatif terhadapmasyarakat setempat dan lingkungan hidupmereka. Secara umum, pengembanganperkebunan kelapa sawit yang baru di Indonesiaseringkali bermasalah, dan di tempat-tempat dimana perkebunan komersial kelapa sawit yangberskala besar beroperasi, persoalan-persoalanyang terkait ekonomi, sosial dan lingkungan hidup,dan persoalan lainnya seringkali terjadi. Dibeberapa daerah di Aceh, perluasan kelapa sawitsudah mulai bermasalah, dari yang seharusnyamengurangi persoalan-persoalan yang ada,seperti: pengalihan kepemilikan tanah, harapanmasyarakat yang tidak terpenuhi dan janji-janjipalsu; kurangnya keinginan untuk menurutiperaturan yang ada, polusi dan masih banyak faktorlainnya.

Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit memilikihubungan erat dengan penyerobotan tanah danrelokasi penduduk. Sektor ini seringkali mengakhiricara hidup tradisional, di mana hutan menyediakanproduk bukan kayu sebagai mata pencaharianseperti tanaman obat tradisional yang dapat dijual,makanan dan material untuk membuat rumah,perabotan dan sebagainya. Banyak petani danpenduduk asli yang bersedia menjual tanahmereka atau turut berpartisipasi sebagaiperkebunan plasma walau itu dalam kawasan tanahadat di mana hukum adat berlaku, namun akhir-akhir ini kesepakatan tersebut seringkali dilanggar.Seringkali, petani ditipu untuk meninggalkan lahanmereka dengan janji-janji palsu, juga secaraintimidasi dan manipulasi.

Sektor pertanian di Aceh sarat dengan masalahkemiskinan, terpecahnya struktur sosial dan konflik.Banyak masyarakat di Aceh memiliki keterbatasanakses terhadap ekonomi dalam bentuk uang (

); sebanyak 47,8% dari jumlahkeseluruhan masyarakat Aceh hidup dibawah gariskemiskinan - kurang dari US$2 per hari. Tetapisecara umum, bentuk kemiskinan bukanlah modelkemiskinan dari kepemilikan tanah. Tetapi peralihankepemilikan tanah adalah suatu konsekuensi yangnyata dari perluasan sektor perkebunan kelapasawit yang dikhawatirkan akan menciptakan desa-desa miskin baru di Aceh sejalan denganmasyarakat yang kehilangan tanah dan matapencaharian tradisional mereka.

Kepemilikan Tanah dan Pola Produksi

casheconomy

Walapun Aceh belum mengalami konflik kekerasanatas tanah sebagaimana yang terjadi di daerah laindi Indonesia, seperti di Kalimantan, namun bentukpersengketaan tanah sudah mulai nampak.

77

Di samping itu, terdapat suatu korelasi yang jelasantara pertumbuhan industri kelapa sawit denganpersengketaan tanah dan masalah sosial danlingkungan lainnya. Perusahaan perkebunankelapa sawit telah menjadi pelanggar terbesar dibidang pertanian dalam hal sebagaimana yangdisebutkan diatas. Mengapa demikian? Alasannyacukup sederhana; lahan yang diidentifikasi untukmemproduksi kelapa sawit seringkali merupakantanah adat atau ulayat atau milik pribadi, lahanpertanian yang digunakan oleh masyarakatsetempat untuk menanam sayur-sayuran, ataubahkan kawasan hutan di mana masyarakat lokallebih menginginkan tetap menjadi hutan. Hilangnyalahan ini yang seringkali dimiliki dan digunakansecara tradisional menjadi kerugian yang sangatbesar bagi mata pencaharian penduduk lokal.Problema tersebut semakin parah denganditambah fakta bahwa kebanyakan orang di Acehtidak mempunyai sertifikat tanah sebagaip e m b u k t i a n k e p e m i l i k a n y a n g s a h .Konsekuensinya, ketika perusahaan mendekatipemerintah untuk menanyakan lahan yang tersediauntuk perkebunan, tidak ada peta yang bisamenunjukkan kepemilikan tanah masyarakat.Tanpa klarifikasi seperti itu, seringkali terjadipersengketaan ketika perusahaan mulaimembersihkan lahan.

18

IV. Dengan Dampak Apa______

Penyerobotan Lahan di Bandar Baru

“Seringkali terjadi kasus di mana kitasebagai pemilik lahan lokal, merupakanorang terakhir yang tahu tentang lahan kitayang digunakan sebagai lahan perkebunankelapa sawit. Sebulan yang lalu, lahansaya tiba-tiba ditandai oleh perusahaan PT.Bahari Lestari. Perusahaan tersebut inginmenjadikan lahan saya sebagai bagianperkebunan kelapa sawit yang sedangmereka kembangkan. Oleh karena itu,untuk melaksanakan tujuan tersebut ,mereka memotong pohon Nipah saya (jenispohon yang bisa dibuat menjadi ataprumah). Saya memberitahu mereka bahwaini lahan saya; anda tidak bisa menyerobotlahan saya. Mereka mengatakan akanmembayar kompensasi, namun hingga saatini saya tidak memperoleh apa pun. Lahantetangga saya juga diambil dengan carayang sama. Ada sejumlah orang memilikisertifikat tanah, tetapi tidak ada gunanya.Saya telah kehilangan tanah saya.”

Tumingan , penduduk da r i Desa Banda rBaru,Kecamatan Bendahara, Tamiang, 1 Juli2006.

Page 29: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Bukan hal yang tidak biasa terjadi ketikaperkebunan kelapa sawit juga merambah batastaman nasional atau lahan milik masyarakat ataupribadi. Namun persengketaan tanah jarangmendapat publikasi di Aceh dan cenderung hilangtak berbekas, masyarakat yang mengadu akhirnyamenghentikan perjuangan mereka untukmendapatkan kompensasi atau berusahamendapat izin. Masalah kedua yang dihadapi olehpemilik tanah lokal adalah bahwa pihak perusahaanperkebunan sering memperluas keluar batas hakguna usahanya. Tetapi di Aceh, sebagaimanadiketahui bahwa nilai keadilan, seperti banyak hallainnya, dapat dibeli dengan harga tertentu,perusahaan kelapa sawit umumnya membayarpolisi setempat dan pegawai pemerintah supayamenutup mata atas fakta bahwa perusahaantersebut telah merambah batas tanah orang lain.

Salah satu contohnya adalah sebuah perusahaanm i l i k M a l a y s i a , P T. U b e r t r a c o , y a n gmengoperasikan perkebunan kelapa sawit di AcehSingkil, bagian tenggara Aceh. Luas areal HakGuna Usaha (HGU) perkebunan mereka cukupluas; mencakup 13,925 ha yang menjangkaubeberapa desa. Perusahaan ini terlibat dalampersengketaan lahan yang kasusnya masihberlangsung hingga kini.

Menurut masyarakat setempat, lahan tersebut yangdiberikan izin pada tahun 1988 termasuk ke lahanpribadi dan tanah masyarakat, dan PT Ubertracodiduga telah menanam kelapa sawit diatas tanahadat (tanah milik masyarakat). Pada bulan Oktober2006, Asmardin, mantan Kepala Dinas PerkebunanAceh Singkil, mengatakan ”Jika perusahaanterbukti telah melanggar batas

78

tanah masyarakat, kami akan merundingkankompensasi dengan perusahaan atas namapenduduk setempat.” Beliau melanjutkan: “HakGuna Usaha (HGU) yang diberikan kepadaperusahaan akan menjadi tidak sah jika terbuktikalau mereka telah melanggar batas lahan. Merekaharus mengajukan HGU baru jika menginginkanperluasan.” Menanggapi hal ini, Asisten Kepalaperusahaan, Abdul Hakim, menjelaskan; “Kamibekerjasama dengan Dinas Perkebunan setempatdan merumuskan langkah apa saja yang akandijalankan pada bulan November tahun ini [2006].Kami [perusahaan] mungkin telah berbuat salahmengenai kepemilikan tanah. Memberikankompensasi kepada penduduk setempatmerupakan salah satu pilihan yang sedangdipertimbangkan oleh perusahaan.” Tetapi DinasPerkebunan setempat menghadapi kesulitan dalamdalam mengindentifikasi suatu solusi, “hinggasekarang [Desember 2006] tidak ada pemilik lahanyang datang dengan membawa bukti kepemilikanlahan, jadi sangat susah bagi kami untukmemproses kasus ini.”

Sebuah tidak terang dari persolan yang berlarut-larut ini akhirnya tercapai. Pada pertengahan tahun2007, pemerintah setempat telah menyelesaikanpemetaan lahan yang menjadi persengketaan, danmendapati kemungkinan perusahaan beroperasidilahan milik masyarakat. Pada bulan Juli 2007 PTUbertraco setuju untuk membayar kompensasi,tetapi persoalan ini tetap saja menjadipersengketaan karena pemerintah setempat danperusahaan masih menunggu masyarakat untukdatang dengan sertifikat hak kepemilikan yang sah.

79

80

81

19

Sejarah Persengketaan PT Ubertraco

Mayoritas dari sistem kepemilikan tanah di Aceh Singkil adalah dengan sistem adat (tradisional) yanghanya mengandalkan pengakuan dari para pemilik tanah lain di sekitar tanah yang bersangkutan,sangat sedikit yang memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pembuktian kepemilikantanah menjadi lebih sulit. Penduduk setempat menjelaskan; “Sebenarnya, tanah yang sekarangmenjadi milik PT. Ubertraco adalah milik masyarakat setempat, tetapi pada tahun 1988 pemerintahmenyerahkannya pada PT. Ubertraco tanpa berunding terlebih dahulu dengan masyarakat. Sejak saatitu, mereka (perusahaan) telah mengolah lahan kami dan dalam sengketa ini, pemerintah setempattidak membantu kami.” Seringkali protes diajukan oleh masyarakat setempat, dan pada tahun 1999terjadi demonstrasi di mana bangunan dan kendaraan perusahaan dibakar. Setelah itu, konflikseparatis terjadi, barang milik umum/masyarakat hampir tidak dapat dielakkan telah menarik perhatianmiliter, karena itu, demonstrasi menjadi semakin jarang. Pada tahun 2002 demonstrasi atas tanahmerebak kembali. Tetapi pada 16 Januari 2007, berlaku iklim perdamaian di Aceh, dan masyarakatsetempat merasa aman untuk pertama kalinya untuk mengadakan aksi protes. Sekitar 500 pendudukmengadakan demonstrasi di luar gedung DPRD dan Kantor Bupati di Singkil. Tuntutan mereka adalahagar HGU PT. Ubertraco dicabut.

Penduduk Desa Samar Dua, Kecamatan Kota Bharu menjelaskan; “Bagaimana kami bisa menuntutkembali tanah kami, jika hampir semua aparat militer, polisi dan anggota dewan/pemerintah selalumelindungi perusahaan itu. Kami takut hal itu bisa berbahaya, dan banyak kejadian di tempat lainnya diAceh dimana penduduk tiba-tiba menghilang. Jadi kami hanya bisa diam saja.” Sumber meminta agarnamanya dirahasiakan, wawancara di Kampung Baru,Aceh Singkil, 14 Januari 2007.

82

Page 30: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Sistem Produksi

Pola produksi kelapa sawit di Aceh bercermin padapola yang ada di Indonesia secara umum, yangmerupakan kombinasi perkebunan besar danperkebunan rakyat.. Perkebunan besar dijalankanoleh perusahaan milik negara atau perusahaanswasta (nasional atau asing) dan beberapadiantaranya mengikuti model perkebunan agroestate. Banyak perusahaan yang mempekerjakanpetani hanya berdasarkan kontrak kerja, atausebagai buruh harian lepas untuk keseluruhantahapan proses produksi. Para pekerja seringdibawa dari luar Aceh sebagai bagian dari programtransmigrasi pemerintah, walaupun ada jugaketerlibatan penduduk setempat. Terdapatbeberapa pola dari perkebunan rakyat; baik itu dibawah kendali perkebunan besar atau dikenaldengan pola PIR (lihat dibawah); sebagai bagiandari koperasi, atau perkebunan pribadi yang tidakterikat. Luas kepemilikan perkebunan rakyatbiasanya tidak lebih dari 25 ha.

Tahap pengolahan produksi tidak terlalu rumit,tandan buah segar kelapa sawit harus diproses

20

dalam waktu 24 jam setelah panen untuk diprosesuntuk menjadi CPO, yang selanjutnya diprosessesuai dengan kebutuhan. Hal tersebutmenyebabkan masalah bagi para petani kecil atauperkebunan rakyat. Saat ini, hanya terdapat 21pabrik pengolahan kelapa sawit di Aceh yangberlokasi di tujuh kabupaten dengan kapasitasoperasi 540 ton per jam semuanya merupakanbagian dari perusahaan perkebunan besar.Semasa menjabat sebagai Kepala DinasPerkebunan, Azwar A.B, menjelaskan bahwaprioritas sektor tersebut adalah menarik investoruntuk menanam modal dalam bisnis pengolahanCPO. Termasuk di antaranya, pengadaan pabrikmini pengolahan CPO yang akan menguntungkanpetani kecil. Pada kenyataanya, sulit untukmencari investor yang berminat hanya padapengolahan CPO tanpa ada jaminan pasokantandan buah segar, walaupun demikian,kebanyakan pengolahan tanaman mi l ikperusahaan perkebunan besar terjamin dari lahanmilik mereka sendiri.

83

Box : Sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR)

Bentuk umum produksi diAceh dinamakan (NES) atau Perkebunan Inti Rakyat (PIR)kadang-kadang juga disebutkan dengan nama pola inti plasma. Pola ini terdiri dari perkebunan dalam skalakecil di sekitar perkebunan 'inti' yang besar. Pola ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun1978 dan didukung oleh Bank Dunia yang mendanai perluasan pola Perkebunan Inti Rakyat padapermulaan tahun 1980-an di Indonesia dan telah tersebar luas diAceh.

Terdapat sejumlah bentuk dan variasi pola PIR; pada dasarnya melibatkan manajemen, teknologi, sumberkeuangan dan pelayanan yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk membangun perkebunan skala kecilyang dilaksanakan secara individu plasma dengan bekerja sama dengan perkebunan inti perusahaan itusendiri (biasanya dalam skala besar). Dengan kata lain, perusahaan memberi penegasan atas pengontrolandan penerimaan izin atas suatu lahan, namun dapat meningkatkan kerja sama ini dengan berkolaborasidengan pemerintah yang akan mengalokasi lahan menjadi lahan-lahan kecil biasanya dua hektar untukmasyarakat miskin, keluarga transmigran dan baru-baru ini - kepada korban tsunami Desember 2004.Perusahaan atau pemerintah akan menyediakan sumber daya untuk membantu masyarakat tersebutmengelola perkebunan skala kecil mereka. Dengan cara ini, para petani yang mempunyai ladang yangberskala kecil dapat mengukur pengontrolan perkebunan, namun tidak mempunyai akses untuk mengolahperkebunan tersebut. Jadi biasanya mereka menjual hasil mentahnya kepada perusahaan dalam rangkameningkatkan kapasitas produksi perusahaan. Contoh dari pola ini bisa didapatkan dalam kebijakan yangberlaku untuk pengembangan kelapa sawit sebagaimana digambarkan di atas.

Nucleus Estate System

Upah

Perkebunan kelapa sawit tidak selamanyamengarah pada kesejahteraan masyarakat.Khususnya petani kecil, kelapa sawit bisamenciptakan ketergantungan pada komoditastunggal, yang harganya ditentukan oleh pasarinternasional. Masyarakat setempat kehilangankontrol terhadap mata pencaharian mereka sendiri.

Di samping itu, “dalam banyak kasus, penduduk aslihanya mempunyai sediki t pi l ihan, yaitumenyerahkan tanah mereka dan menerima upah

yang sangat minimal dengan bekerja diperkebunan.” Penggarapan lahan yang luas olehsuatu perusahaan kelapa sawit dapat merubahdinamika perekonomian lokal,mengubah pemiliktanah menjadi tenaga upahan, dan meninggalkanmereka dengan sangat sedikit pilihan kecualibekerja pada perusahaan perkebunan.Keterbatasan pilihan pekerjaan seringkalimenyebabkan tenaga kerja menjadi tidak berdayadengan bayaran yang rendah, buruknya standarkesehatan dan kenyamanan kerja, sementarakeinginan mereka terhadap mata pencaharianyang mandiri dan berkelanjutan menjadi hilang.Banyak

8 4

Page 31: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

1821

perusahaan industri kelapa sawit berpendapatbahwa “industri ini menyediakan pekerjaan yangstabil dan dengan bayaran yang layak” danperusahaan seringkali menyediakan infrastrukturumum yang sebelumnya tidak memadai.

Pada Januari 2006, Upah Minumum Provinsi (UMP)di Aceh meningkat dari tahun 2005 atau dari Rp620.000 menjadi Rp 820.000 per bulan. KetetapanUMP ini tidak hanya berlaku bagi pegawai kontraknamun juga bagi buruh harian lepas yangseharusnya dibayar sesuai dengan jumlah minimumbu lanan . Se la in ga j i pokok , pe ra tu ranketenagakerjaan Indonesia juga memasukkantunjangan lain misalnya, saat bulan Ramadhan,pekerja menerima tunjangan tambahan sebanyaksatu bulan dari jumlah gaji pokok. Banyak contohlainnya di mana perusahaan perkebunan kelapasawit tidak mentaati peraturan ini. Karena tidakadanya serikat kerja, kebanyakan pekerja hanyabisa diam, namun terkadang juga melakukan protes.

Pada awal tahun 2006, sekitar 800 orang buruhperusahaan perkebunan kelapa sawit di AcehTamiang, PT. Parasawita, memprotes upah yangmereka terima tidak sesuai dengan UMP yangditetapkan oleh peraturan pemerintah. Pada Juli2006, perusahaan masih belum mentaati ketetapanUMP yang seharusnya Rp 820.000 per bulan: “Tahunyang lalu ketetapan perusahaan untuk gaji atau upahadalah Rp 620.000. Dari Januari 2006, perusahaanmenetapkan kebijakan untuk menaikkan upahmenjadi Rp 820.000 sesuai dengan peraturan yangberlaku”, Prayogo, Kepala Administrasi perusahaanmenjelaskan. “Namun, kami tidak bisa memenuhikewajiban untuk menaikkan upah pekerja, jadistandar upah lama masih berlaku yang mengacupada standar upah tahun 2005.”

Serikat Buruh Aceh Tamiang mendukung aksi protesyang dilakukan oleh para buruh. Tiga bulankemudian, pada Oktober 2006, permasalahan diPT.Parasawita semakin memburuk; perusahaanbukan hanya tidak mampu (sebagian mengatakan“tidak mau”) membayar upah minimum kerja, namunjuga mengurangi jatah tambahan gaji yangseharusnya sebesar satu bulan gaji, yangdibayarkan pada bulan Ramadhan (Idul Fitri)menjadi Rp 420.000 - sekitar lima puluh persenpemotongan. Para buruh mendemo kantor DPRsetempat dan menuduh perusahaan melanggar hak-hak para pekerja, seperti UMP, kesehatan dan upah-upah lainnya.

Dinas Tenaga Kerja di Aceh bersedia membantumasalah pekerja itu, tetapi Kepala Bagian HubunganIndustri dan Serikat Kerja juga menjelaskan; “PTParasawita bukan satu-satunya perusahaan yangmelanggar aturan, kita mengetahui masalah ini(upah) di sektor perkebunan, tetapi, apa yang bisakami lakukan untuk membantu? Perusahaan jarangmelaporkan berapa banyak jumlah buruh, berapaupah yang diterima atau informasi lainnya. Tanpainformasi dasar ini, sulit bagi kami untukmengintervensi pada saat muncul suatu masalah.

85

86

87

88

89

90

Selain itu, para buruh itu bukan merupakan serikatkerja dan biasanya tidak teroganisir dan membuatpengaduan resmi. Misalnya, dengan mengirimkanperwaki lan ke dinas untuk melaporkankesewenangan perusahaan. Kami akan bertindakjika kami mendengar ada perusahaan yangmelanggar peraturan, seperti kasus PT DelimaMakmur kami mencoba membantu masalah ini.”

Di Aceh Singkil, di mana PT Delima Makmurberoperasi, sebanyak 291 dari total 510 buruhmengadukan perusahaan PT. Delima Makmur keDinas Tenaga Kerja karena upah yang tidakmemenuhi standar. Isu tersebut diliput oleh suratkabar yang mengutip pernyataan Kepala BagianIndustri dan Serikat Kerja di Aceh, M.Yunan, :“Selain tidak membayar upah pekerja sesuaidengan peraturan baru, pada tahun 2004 dan 2005,perusahaan juga tidak pernah mematuhi peraturanpemerintah untuk membayar upah minimum.”M.Yunan melanjutkan, “Para pekerja mendesakperusahaan agar mau membayar upah selama duatahun bekerja. Kami dari Dinas Tenaga Kerja akanmendukung para pekerja untuk menuntutperusahaan tersebut agar memenuhi hak-hakburuh.” Beberapa kali upaya klarifikasi kepada PTDelima Makmur oleh tim peneliti Eye on Aceh tidakberhasil.

Pada Juli 2006, 600 para pekerja PT. Padang PalmaPermai (perusahaan perkebunan di Aceh Tamiang,bagian timur Aceh yang memiliki lahan seluas 1.000ha) melakukan aksi unjuk rasa atas tunjangantambahan yang tidak dibayar pada bulan Juni setiaptahunnya. Menurut mereka, perusahaan tidakpernah membayar upah tambahan tersebut sejaktahun 2003 dan pihak manajemen menolakbernegosiasi dengan para buruh.

Selanjutnya, terdapat banyak informasi tentangburuh harian lepas yang tidak dibayar sesuaidengan UMP, namun jarang dilaporkan ke dinasterkait karena buruh “lepas” ini merasa bahwamereka tidak mempunyai hak untuk melakukan itu.Peneliti dari Eye On Aceh telah melakukan ratusanwawancara dengan para pekerja di perkebunanAceh Tamiang, Aceh Singkil, Nagan Raya dan AcehTimur dari bulan Agustus sampai Desember 2006.Hasil wawancara memperlihatkan bahwa parapekerja harian menerima upah sekitar Rp18.000(US$2) per hari dengan waktu kerja tujuh jam. DinasTenaga Kerja di Banda Aceh melaporkan; “Ya, kamibanyak mendengar kabar tentang para buruh yangtidak dibayar sesuai dengan standar UMP.

Tetapi kami tidak pernah menerima pengaduan dariburuh yang mendapat upah Rp18.000 per hari. Jikaa d a p e n g a d u a n , k a m i p a s t i a k a nmenindaklanjutinya karena hal ini merupakanpelanggaran hak-hak buruh di Aceh karena dibayardi bawah Upah Minimum Provinsi.”

Nasib para petani perkebunan rakyat yangtergabung dengan bagian Perkebunan Inti Rakyat(PIR) juga tidak bernasib lebih baik.

91

92

93

94

Page 32: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

22

Umumnya, perusahaan mendapat jauh lebihbanyak keuntungan daripada petani itu.Perusahaan mengurangi modal investasi danmengurangi tingkat resiko. Perusahaan jugamemperluas lahan untuk perkebunan agar merekamendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Paraburuh perkebunan secara efektif menjadi tenagaupahan yang biasanya tidak berwenang untukmelakukan penawaran upah. Jadi, perusahaanmenentukan upah, menikmati keuntungan yangbesar, dan hanya sedikit mengajarkan keahlian danpengetahuan kepada petani.

Setelah jangka waktu yang lama, para petanimenyadari bahwa tergabungnya mereka di dalampola PIR hanya menguntungkan perusahaandaripada mereka sendiri, kenyataannya merekajatuh miskin, yang seharusnya mendapatkanpemberdayaan.

Perluasan perkebunan kelapa sawit telahmenyebabkan pembersihan lahan yang luas diAceh. Antara tahun 1982 dan 2001, seluas265.995 hektar hutan produksi di Aceh telahdikonversi budidaya bukan hutan; luas hektaryang tidak terkonfirmasi ini, sebagian besar darilahan yang dikonversi tersebut digunakan untukpengembangan perkebunan kelapa sawit.

Pembersihan lahan tidak hanya terjadi dalamkonteks pembangunan perkebunan. Terdapatbanyak kasus di masa lalu di Aceh, sebagaimanabanyak terjadi di Indonesia, lahan yang memilikipepohonan bernilai tinggi menjadi incaran pemilikperkebunan bukan karena sangat cocok bagipenanaman kelapa sawit, tetapi hanya untukmengambil kayu-kayu berharga yang ada.Banyak hektar hutan konservasi atau hutanlindung telah dibersihkan, kadang-kadang tidakpernah ada penanaman pohon kelapa sawit.Namun, ditanam atau tidak, dampaknya tetapsama: hutan telah hilang.

Contohnya, pada tahun 1999, PT. Mandum PayaTami ta mendapat iz in inves tas i un tukmengembangkan hutan campuran di atas lahanseluas 8.015 ha yang melingkupi tiga kecamatandi Aceh Utara.

Sebelumnya, daerah ini bekas hutan produksiyang telah ditebang pilih oleh perusahaan lain.Tetapi setelah PT Mandum Payah Tamitamemperoleh izin untuk beroperasi dilahantersebut, ternyata masih banyak terdapat kayu-kayu yang berharga. Enam puluh persen darikawasan perizinan PT. Mandum Paya Tamitaadalah untuk pengembangan hutan tanamanseperti pinus, jati, mahoni dan hutan tanamanlainnya; 40% untuk kelapa sawit. Setelah melobipemerintah, perusahaan ini juga mendapatakansuatu izin untuk menebang hasil hutan kayu yangmasih tersisa sebelum

Pembersihan Lahan

95

96

97

penanaman hutan tanaman campuran dan kelapasawit. Perhatian perusahaan ini kemudian berubahdan hanya terfokus pada kegiatan penebangan,walaupun isin untuk memproses dan mengangkutkayu belum dikeluarkan.

Kemajuan dari pengembangan perkebunan sangatlambat, yang mengindikasikan bahwa PT MandumPayah Tamita lebih tertarik pada kegiatanpenebangan daripada perkebunan. Perusahaan inid iduga melakukan pelanggaran melalu iserangkaian kegiatan penebangan kayu secarailegal; mesin untuk pengolahan kayu jugaditemukan. Perusahaan tidak mempunyai izin untukmengoperasikan sawmill, tetapi hanya kegiatanyang terkait dengan pembersihan lahan untukdijadikan perkebunan. Akibatnya, pada tanggal 23Januari 2006 Direktur PT. Mandum Payah Tamita,Krisna (warga negara Malaysia), diinterogasi olehpihak kepolisian Aceh Utara atas kegiatanpenebangan kayu ilegal. Dan pada Juni 2006,kilang gergaji ditemukan. Hingga saat ini kasustidak ada perkembangan dari kasus ini.

Pembersihan vegetasi hutan bukan hanya suatubentuk degradasi lingkungan hidup ketikapembersihan lahan dilakukan untuk pembangunanperkebunan. Jika lahan yang ada tertutupi olehsemak-semak atau sisa-sisa hutan, bagi yang inginmenanam kelapa sawit maka digunakan cara yangcepat dan murah dalam membersihkan lahantersebut , yaitu dengan cara membakar. Walaupunmembakar lahan bukan hal yang biasa dilakukan diAceh sebagaimana di tempat lain di Indonesia,tetapi sejumlah perusahaan menerapkankebiasaan buruk ini di Aceh. Api yang merekanyalakan sering di luar kendali sehingga merusakhutan inti, memusnahkan margasatwa danberbagai jenis tanaman berharga, serta polusiudara; suatu ekosistem menjadi hilang ketika floradan fauna menjadi rusak.

Salah satu contoh tersebut adalah PT Ubertraco,sebuah perusahaan perkebunan yang berasal dariMalaysia yang disebutkan dalam kasuspersengketaan tanah di atas. Penduduk setempatdi Singkil sangat marah ketika api dinyalakan untukmembersihkan lahan pada tahun 2006; “Banyakorang mempunyai masalah pernapasan padawaktu itu. Kami kecewa karena PT. Ubertraco lebihmementingkan usaha perluasan perkebunanmereka daripada kesehatan kami.”

Kapolres Kabupaten Aceh Singkil, Asep Syahrun,sebagaimana dikutip oleh media setempatmengatakan; “Kami [polisi lokal] telah bekerja samadengan dinas lainnya seperti Dinas Perkebunandan Bapedalda (Badan Pengendalian DampakLingkungan Daerah) Aceh Singkil dalam rangkauntuk menemukan siapa yang memulaipembakaran.”

Nazariah menjelaskan tentang dampak atasanaknya, ada cerita yang sama di daerah ini. “Sayamemiliki empat orang anak, semuanya di bawah 11tahun.

98

99

100

101

Page 33: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Dua yang paling muda pernah mengalami muntah-muntah ketika terjadi kebakaran tersebut, dan yanglainnya mengalami iritasi mata dan tenggorakanserta pernafasan. Saya tidak ingin suami saya pergike ladang pada saat itu karena saya khawatir anak-anak akan sakit parah. Dokter [mantri] diwilayahtersebut tidak bisa melakukan apa-apa, obat-obatan tidak mempan untuk polusi. Dokter bilang kesaya, 'Jika anda ingin anak-anak sehat, anda haruspergi mengungsi untuk sementara hinggakebakaran berhenti.” Diberbagai tempat lain,persoalan yang terjadi juga tidak jauh berbeda.

Kepala Dinas Perkebunan di Singkil menyuarakanrasa frustasinya dengan berkomentar: “PT.Ubertraco telah menyebabkan banyak masalah disini terkait dengan pembakaran hutan sehinggamenyebabkan polusi di Singkil. Perusahaan itutelah dilaporkan ke polisi, juga Bapedalda dan dinasterkait lainnya.” Beliau menambahkan,“masalahnya sekarang ada di tangan polisi. Kamidari dinas berharap kasus ini bisa diselesaikansecepat mungkin dan adil. Pihak yang bersalahakan ditemukan dan bertanggung jawab secarapantas. Dua saksi ahli kami sudah siap untukmembantu penyidikan polisi.” Hingga saatpenulisan laporan ini pada Juni 2007, prosesinvestigasi oleh pihak kepolisian masih tetapberlanjut.

PT. Ubertraco mengakui membakar lahan untukmempercepat proses pembersihan. Tetapi menurutAsisten Kepala perusahaan di Singkil,Abdul Hakim,“Kami memang membakar lahan untukpembersihan pada periode 1998-2000, tapi banyakjuga perusahaan lain yang melakukan hal serupapada waktu yang sama.” Hakim melanjutkan:“Tapi sekarang pembakaran tidak diizinkan lagi.Kalau masih ada, itu merupakan kesalahan danbukan maksud kami.” Dan dia membantah bahwaperusahaan tersebut telah menyebabkan polusi.“Kami beroperasi dengan cara yang ramahlingkungan berarti tidak ada polusi. Ya, mereka bisasaja menuduh kami telah Menyebabkan polusi,tetapi mana buktinya? Tidak ada bukti, tidak adakesalahan.” Sementara itu, saat dihubungi oleh timpeneliti Eye on Aceh, perusahaan induk MalaysiaPT. Ubertraco, Nafas Estate Sdn.Bhd, menolakuntuk mengomentari dugaan yang dilontarkan olehdinas pemerintahan daerah dan media lokal

Dengan penanaman yang dilakukan tanpapertimbangan terhadap kondisi lahan yang ada,kelapa sawit sering mengganggu lingkungandaerah setempat. Ketika diolah menjadi tanamanmonokultur dalam skala besar, maka dampaknyasangatlah besar. Penggunaan bahan kimia - pupukdan pestisida mengakibatkan hilangnya tanah dankeanekaragaman hayati. Di sejumlah tempat diAceh, perkebunan kelapa sawit telah menyebabkanberubahnya persediaan air menjadi kuning dengantingkat endapan yang tinggi. Pengendapan yangtinggi bercampur dengan racun yang berasal dari

.

Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahayadan Bentuk-Bentuk Pencemaran Lainnya

102

1 0 3

104

105

Mempengaruhi kesehatan, mata pencaharianserta kelangsungan hidup flora dan faunasetempat. Menurut sejumlah organisasi lingkunganhidup, “Dampak dari produksi kelapa sawit inihampir tidak bisa dihindari karena tanaman itu tidakbisa menyerap air. Namun kelapa sawit butuhbanyak saluran air, sehingga air sering seringdialihkan dari sungai terdekat.”

Pestisida dan bahan kimia yang digunakan dalampertumbuhan dan pemupukan yang mengalir kesungai dan meluap ke dalam tanah telahmenyebabkan rusaknya flora dan fauna. Airmenjadi bau dan berwarna sedangkan ikan danmakhluk lainnya mati.

Bahan-bahan kimia tersebut sangat berbahaya,namun petani setempat kelihatannya tidakmenyadari betapa tinggi resiko kealamian sifatpestisida dan herbisida kimia yang sering dibeli olehpetani padi di kios-kios tanpa kantung yang tidaktertutup rapat dan di botolnya tidak tertulisperingatan. Lagipula, di perkebunan kecil danbesar, para pekerja tidak menggunakan pakaianpelindung saat memakai bahan kimia tersebut.

banyak digunakan diperkebunan kelapa sawit di Aceh, dan dijual bebasbagi siapa saja yang ingin membelinya. Selebihnya,di dalam perkebunan rakyat dan perkebunan besar,bukanlah hal yang tidak biasanya bila bahan-bahankimia tersebut digunakan tanpa dilengkapi pakaianpelindung yang digunakan oleh para pekerjanya.

Herbisida Gramoxone

106

107

23

Seorang Buruh Perkebunan Mengatakan...

“Saya mulai bekerja dengan PT. Blang Kara Rayekpada Februari 2006. Saya bekerja di bagianpestisida yang sebagian besar pekerjanya adalahperempuan. Pekerjaan kami kebanyakan menjagalahan tetap bersih dengan menyemprotkanpestisida dan pupuk.”

“Perusahaan biasanya mendistribusikan herbisidauntuk kita semprotkan. Kami tidak pernahdisediakan pakaian pelindung secara gratis,walaupun kami betul-betul meminta pakaianpelindung karena kami tahu akan resiko dari racunini. Tetapi perusahaan mengatakan mereka akanmenyediakan pakaian tersebut bila kami setujuuntuk dikurangi jatah gaji. Kami tidak setuju, jadikami bekerja tanpa pakaian pelindung.

“Kami adalah pekerja harian lepas, waktu kerjakami dari pukul 7 pagi sampai pukul 2 siang setiaphari. Sementara itu, upah kami hanya Rp 18.000per hari. Perusahaan tidak menanggung biayapengobatan dokter apabila kami sakit, atau jikakami hamil. Jika kami tidak bekerja, kami tidakdibayar.”(Habsah, Desa Ujong Tunong , Julok, Aceh Timur, 22 Juli2006.)

Page 34: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Herbisida Gramoxone

GramoxoneParaquat

Paraquat

Roundup

Gramoxone

Gramoxone

digunakan secara meluasoleh perkebunan kelapa sawit di Aceh, dan dijualsecara bebas kepada siapa saja yang inginmembelinya. Kenyataannya, adalahnama pasaran untuk produk , sejenisherbisida yang sangat berbahaya dan telah dilarangdi beberapa negara karena efeknya yangmematikan dan belum ada penangkalnya. Selainbisa terhirup, dicerna atau diserap oleh kulit,

dapat menimbulkan efek jangka panjang.Penggunaannya sebenarnya 'sangat dilarang'dalam undang-undang Indonesia, namun peraturanitu sering tidak dijalankan. , jenis herbisidalainnya juga banyak digunakan di Aceh dandiperkirakan bisa merusak alat reproduksi pekerjawanita, membunuh serangga dan juga turut andildalam merusak genetik mamalia kecil, dan jugapada ikan jika bahan kimia tersebut tumpah kesungai.

Dinas Perkebunan di Aceh Singkil memilihkarena 'e fekt i f ' , dan te lah

didistribusikan yang termasuk bagian programpengembangan kelapa sawit di masa lampau.Perusahaan seperti PT. Socfindo dan PT. DelimaMakmur juga memilih karena bisamenghancurkan akar tanaman, bukan hanya diatas permukaan saja. Bahan kimia tersebut jugatelah membunuh serangga dan tumbuh-tumbuhan,d a n m e m b a h a y a k a n s i a p a s a j a y a n gmenggunakannya.

Dampak lingkungan dari kelapa sawit tidak hanyaberakhir dalam tahap perawatan dan pertumbuhan,pengolahan tandan buah segar yang dipanen dariperkebunan juga merupakan proses yang kotor.Pemanasan tandan dan biji kelapa sawit untukdiolah menjadi minyak kelapa sawit mentahmenyebabkan polusi air, udara dan tanah; fasilitaspengolahan kelapa sawit yang tidak terawat dapatmempengaruhi air dan sungai. Limbah daripenggilingan kelapa sawit adalah campuran air,serpihan kulit sawit dan residu lemak yang berasaldari pengolahan CPO. Dampak dari tata laksanakerja yang buruk menyebabkan polusi air dalamtanah. Banyak perusahaan yang terus membakarkulit atau janjang sawit dan mengakibatkan polusiudara. Sebagai alternatif, janjang tersebut bisadibuat menjadi pupuk kompos sehingga bisamengurangi kebutuhan terhadap pupuk kimia.

Rencana untuk menambah jumlah pabrikpengolahan CPO di Aceh bisa berpotensi untukterjadinya lebih banyak lagi polusi kecuali metodepengolahan yang lebih bersih digunakan. Setiapsatu ton minyak sawit mentah (CPO) yangdiproduksi, maka terdapat sekitar 1,5 ton limbahpadat; limbah tersebut adalah serabut biji dan batokkelapa sawit, dan limbah pabrik pengolahan kelapasawit, polusi campuran batok, air, endapan lemaktelah menunjukkan suatu dampak yang negatifterhadap ekosistem air.

108

109

Emisi gas rumah kaca

Tiada lagi hari-hari ketika fenomena perubahaniklim akibat dampak emisi gas rumah kaca( hanya dianggap suatupersoalan yang dibuat-buat oleh para aktivis.Persoalan ini sekarang dipertimbangkan sebagaiancaman yang paling nyata terhadap manusia dankeamanan tradisional (militer) di tingkat nasional,regional, dan di tingkat global.

Pembakaran kayu, minyak dan batubara, baikberupa pembakaran api untuk memasak, mobil,pabrik-pabrik atau pembangkit tenaga listrik, tidakhanya menghasilkan karbon dioksida yang tidakterlihat bagian-bagian gas rumah kaca tersebutmerupakan penyebab dari pemanasan global, yangjuga disebabkan oleh polusi gas beracun.Selanjutnya, hal tersebut menyebabkanmeningkatnya suhu bumi, suatu fenomena yangd i k e n a l d e n g a n p e m a n a s a n g l o b a l .Kekhawatirannya adalah ketika orang secara terusmenerus menghasilkan gas-gas tersebut dalamangka yang terus meningkat, hasilnya akan sangatnegatif bagi alam, seperti akan terjadi lebih banyakbanjir dan kekeringan, meningkatnya ancamanserangga, permukaan laut akan terus meninggi,dan keseimbangan alam akan berubah, sepertiberubahnya pola curah hujan di bumi.

Dunia semakin panas; suhu pada periode tahun1980 - 2000 merupakan yang terpanas selama 400tahun, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) melaporkan bahwa sebelas di antara limabelas tahun tersebut adalah yang terpanas sejaktahun 1850. Sektor kelapa sawit di Indonesia jugaturut terlibat dalam perubahan iklim karenapembakaran tanah gambut yang terletak disebagian besar daerah dataran rendah dan rawa-rawa - di mana perkebunan dirancang. Tanahgambut terbentuk selama ratusan tahun danbiasanya dengan kedalaman beberapa metermerupakan suatu endapan yang sangat besar darikarbon dioksida - salah satu penyebab terjadinyaemisi gas rumah kaca dan pemanasan global.

Saat ini terdapat sebelas izin lokasi dengan luasareal 70.000 ha telah dikeluarkan untukperkebunan kelapa sawit yang terletak di tanahgambut di Aceh; perkebunan rakyat juga terdapat didaerah tersebut. Tanah gambut biasanya basah,menghisap air, menjaga keseimbangan ekosistemdan berperan sebagai penyimpan air hujan dan airsungai selama musim hujan sehingga bisamencegah terjadinya banjir.

Tetapi, sejalan dengan dikeringkannya tanahgambut, dan seringkali juga dibakar untukkegunaan pengembangan usaha pertanian yangkomersial, maka tanah gambut tersebut akan keringdan membusuk, beroksidasi, dan melepaskankarbondioksida dalam jumlah yang besar sehinggamenyebabkan pemanasan global.

greenhouse gas emissions)

110

111

24

Page 35: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

CASE STUDY

25

Sebuah LSM asing, Wetlands International,be rpendapa t j i ka emis i t anah gambu tdiperhitungkan, pelaku industri emisi, hal itu akanmenjadikan Indonesia sebagai negara penghasilterbesar ketiga karbon dioksida di dunia dari 21negara penghasil lainnya, setelah Amerika Serikatdan Cina. Meskipun demikian, diAceh, tampaknyakesadaran atau perhatian tentang hal itu masihsangat rendah.

Di daerah Arongan Lambalek di Aceh Barat, BRRmendukung program pembukaan perkebunankelapa sawit rakyat di atas tanah gambut dalamhutan sekunder. Pada tahun 2006, 200 ha lahandipersiapkan untuk perkebunan sehingga merusakberbagai lapisan tanah gambut. Pada saatditemukan kesalahan, yang sayangnya sudahterlambat; lapisan tanah gambut yang terbentukdalam jangka waktu yang sangat lama telah rusak.

Pohon kelapa sawit t idak menyerap airsebagaimana hutan asli. Ketika hutan dan tanamanasli dibersihkan dari tanah, maka banjir dan tanahlongsor lebih sering terjadi. Masyarakat kehilanganrumah, mata pencaharian bahkan menelan korbanjiwa ketika banjir dasyat menghantam Aceh danfrekuensinya lebih sering terjadi dengan tingkatkehancuran yang lebih

Banjir

meningkat pula. Dipedesaan dan perkotaan Aceh, orang justru melihatbahwa bencana tersebut diakibatkan hancurnyapenahan banjir yang alami. Walaupun demikian,masyarakat justru lebih tertarik dengan keuntunganperekonomian yang hanya bersifat sementara itutanpa memikirkan munculnya kerugian yang bersifatnon-ekonomi.

Sebuah contoh terbaru dari banjir bandang yangdasyat, yang secara langsung berkaitan denganperubahan lahan pertanian yang masih asli menjadiperkebunan besar kelapa sawit, terjadi di bagiantimur Aceh - khususnya di Aceh Tamiang. Pada 22-25 Desember 2006 banjir lumpur menghantamlahan pertanian, desa-desa, dan jalan di tujuhkecamatan di kabupaten tersebut. Dataran tinggi,bagian utara dan timur Aceh. Secara keseluruhan,69 orang meninggal, 10.323 rumah rusak parah dan367.752 orang mengungsi.

Tiga dari tujuh kecamatan di Aceh Tamiang (KarangBaru, Tamiang Hulu, dan Kejuruan Muda)mengalami kerusakan parah akibat banjir. Daerahtersebut berbatasan dengan ekosistem Leuser,yang dewasa ini semakin semarak penebanganhutan liar, yang selama ratusan bahkan ribuan tahunberfungsi sebagai penahan banjir. Lagi pula, AcehTamiang adalah daerah dengan kepadatanperkebunan kelapa sawit yang sangat tinggi; saat initerdapat 15.641 ha perkebunan rakyat, dan 30.138ha perkebunan besar mi l ik perusahaanperkebunan.

Menurut penduduk setempat, banjir tahunan mulaiterjadi di Aceh Tamiang sejak awal tahun 1990-antidak lama setelah berbagai perusahaan

112

113

114

perkebunan kelapa sawit mulai beroperasi danbertambah parah pada tahun 2000 ketika jumlah

“Perkebunan kelapa sawit adalah salah satualasan utama penyebab banjir di Aceh Tamiang.Penyebab lainnya seperti penebangan hutan liardan kegiatan pembersihan lahan. Akibatnya,diperkirakan sedikitnya 128.028 ha lahan pertanianakan menjadi rawa-rawa saat musim hujan tiba,dan akan mengalami kekeringan selama musimkemarau. Baru-baru ini beliau mengusulkan;“Pemerintah perlu berpikir tentang sebab-akibatdari kegiatan tersebut; kita harus perlubertanggungjawab atas kesalahan kita. Kita harusmenanam lebih banyak lagi pohon yang bisamenahan air saat musim hujan. Tidak cukup hanyadengan memperbaiki sistem irigasi dan tanggulkarena tidak akan bisa menampung hujan. Hal itutidak menyelesaikan masalah, mungkin kita perlumembuat pilihan yang kurang populer dan tidakkomersial.”

Sejak tahun 2005, Meningkatnya aktivitaspenebangan hutan di kawasan ekosistem Leuserdan Aceh Tamiang mempengaruhi kemampuanhutan untuk menyerap aliran air. Dengan adanyaperkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang,terutama di sepanjang perbatasan ekosistemLeuser, hanya semakin menambah masalah.Terdapat sekitar 32.100 ha HGU dengan 26.359 haperkebunan sawit yang dimiliki oleh 19 perusahaanjustru memperparah masalah.

Sejumlah kota dan desa di Aceh Utara jugamengalami banjir dalam waktu yang bersamaan;penyebabnya adalah meningkatnya penebangankayu liar dan perkebunan kelapa sawit.Samaseperti Aceh Tamiang, banjir yang terjadi semakinbertambah dasyat;

.Perkebunan besar dan perkebunan rakyat semakinbertambah banyak. Sejak saat itu, secara rutinjalan utama dari Banda Aceh-Medan terendambanjir. Pengemudi truk di Aceh menjelaskanbagaimana perubahan terjadi: “Saya menjadi supirtruk yang melalui rute Banda Aceh ke Medan sejaktahun 1980-an, memang terkadang terjadi banjirkecil sebelum tahun 2000, tapi tidak pernahmenghambat perjalanan. Tapi akhir-akhir ini sayaharus menunda perjalanan beberapa kali karenabanjir - sekali pada awal tahun 2005 dan keduakalinya pada tahun 2006.”

Dengan mengenali kaitan antara perkembanganperkebunan kelapa sawit yang tidak terkontrol danbanjir yang sering terjadi dalam beberapa tahunterakhir, Sunaryo, Kepala Dinas PertanianTanaman Pangan dan Hortikultura di AcehTamiang,menyarankan agar mengubahperkebunan kelapa sawit menjadi tanaman lainyang mampu untuk mencegah banjir.

115

119

117

Page 36: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

“Dulu memang ada banjir di daerah ini sejak awaltahun 1990-an, tapi 'banjir besar' telah terjadiselama empat kali dalam beberapa tahun ini.Perusahaan perkebunan mulai datangbersamaan dengan terjadinya banjir. Mengikuticontoh dari perusahaan itu, masyarakatsetempat juga membersihkan lahan untukditanami kelapa sawit.”

26

Ekosistem dan keanekaragaman hayati

Terjadi pertentangan antara tuntutan terhadappemberdayaan perekonomian Aceh dan dampaknegatif dari pengembangan perkebunan kelapasawit secara besar-besaran tanpa terkendaliterhadap lingkungan.

Nasrudin dilahirkan di Desa Kreung Tadu, Nagan Raya dan telah melihat banyak perubahan padatahun-tahun terakhir

“Antara tahun 1990 1997 banyak perusahaan sawit mulai membuka lahan di daerah ini, seperti PT. FajarBaizury, PT. Socfindo, dan lain-lain. Perusahaan tersebut membuat kami tertarik untuk menyerahkantanah; yaitu dengan uang banyak sebagai kompensasi, dan di saat yang sama kami mendapat bantuanuntuk membersihkan sisa lahan yang tersedia dan bibit untuk menanam kelapa sawit. Perusahaan jugamenjanjikan untuk membeli semua hasil panen kami sebagaimana yang mereka lakukan sekarang.Permasalahannya adalah kami tidak dapat menegosiasikan harga panen dengan perusahaan itu danbanyak penduduk desa yang merasa telah ditipu. Pendapatan saya menjadi lebih banyak darisebelumnya, namun pekerjaannya juga memakan lebih banyak waktu, saya tidak suka dengan semuabahan kimia yang harus kami pakai. Mata saya sering pedih dan juga saya sering sakit kepala.

“Kami juga sering mengalami banjir di desa, dan sebagian perempuan menjadi marah pada perusahaanmereka menyalahkan perkebunan sawit atas peristiwa banjir tersebut. Isteri saya marah karena sayamenjual tanah kami. Dia berkata bahwa dia hanya memikirkan hari esok, dan selalu bertanya 'bagaimanadengan masa depan anak kita, sekarang ini tidak ada cukup tanah untuk diwariskan untuk anak-anak.Mereka juga akan hidup dengan banjir yang disebabkan perkebunan sawit itu dan ketamakan ayahmereka dan penduduk lainnya. Saya setuju dengan istri saya. Saya telah mengambil keputusan keliru.Saya berandai-andai jika saya tidak pernah menjual tanah saya.” (Nasrudin, Krueng Tadu, Nagan Raya,diwawancarai pada 28 November 2006)

Mukminin, penduduk dari Labuk Pusaka di AcehUtara, mengatakan bahwa “orang-orang seringberdiskusi di warung kopi tentang hubungan antarakelapa sawit, penebangan kayu dan banjir, kamisudah tahu kesalahan kami, tapi sudah terlambat,”katanya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Aceh menawarkankondisi yang sangat cocok untuk pertumbuhankelapa sawit, namun lahan hutannya juga tergolongke dalam ekosistem hutan yang masih tersisa didunia dan hutan inilah yang dikorbankan untukmemenuhi kebutuhan yang tidak habis-habisnya dipasar.

Ekosistem Leuser

Ekosistem Leuser melingkupi wilayah seluas 26.000 km² (2,6 juta ha). Sekitar 80 persen Ekosistem Leuserterletak di Aceh. Sisa wilayah 20 persen lagi terletak di Sumatera Utara. Wilayah tersebut merupakankonservasi global yang penting dan telah menerima status dari badan dunia UNESCO pada Juli 2004.Spesies binatang langka di Sumatra seperti badak, orang utan, harimau dan gajah Asia ditemukan dikawasan Leuser, dan 25.000 jenis flora dan fauna lainnya. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)mencakup sepertiga dari luas keseluruhan ekosistem Leuser.

Leuser adalah sumber kehidupan bagi sekitar 2 juta jiwa penduduk yang mendiami perbatasanekosistemnya. Hutan yang luas itu menyerap kelebihan air sehingga wilayah tersebut terlindung dari banjirdan tanah longsor, dan masyarakat setempat bergantung pada air jernih yang bersumber dari sungai-sungainya. Banyak hasil hutan bukan kayu juga merupakan bagian penting dari kehidupan penduduksetempat, seperti bambu dan rotan yang digunakan untuk perlengkapan rumah tangga dan kebutuhanlainnya, tanaman obat, buah-buahan dan sebagainya.

Tetapi wilayah itu terancam oleh kegiatan penebangan yang merajarela untuk perluasan perkebunan,pertanian dan jalan Ladia Galaska yang akan menghubungkan bagian selatan dan barat Aceh melaluipusat dataran tinggi sampai bagian wilayah timur dan utara. Proyek jalan tersebut yang dianggapkontroversi, membelah kawasan konservasi hutan lindung dan Gunung Leuser. Ada kekhawatiran bahwajalan tersebut membuka celah eksploitasi lahan dan hutan, seperti penebangan dan perburuan tanpa izin.Sementara itu, banyak masyarakat dan pemerintah setempat memiliki rencana untuk mengembangkansektor agri-bisnis termasuk kelapa sawit di kawasan tersebut.

Page 37: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

27

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwaketika hutan berubah menjadi perkebunan kelapasawit, sekitar 80-100% reptil, mamalia dan berbagaijenis burung yang sebelumnya mendiami hutansekarang tidak bisa lagi hidup di lingkungan yangbaru itu. Aceh mempunyai spesies yang langka dansangat berharga dan sekarang ini terancamhidupnya dengan perubahan lingkungan danbertambah buruk lagi dengan adanya pengolahankelapa sawit. Perkebunan, dan “bahaya” yangberiringan bersamanya seperti aktivitasp e n e b a n g a n , k e b a k a r a n d a n l a i n n y amenghancurkan habitat binatang, dan membuatsuatu pola pemindahan menjadi suatu hal yangtidak mungkin.

Mungkin jenis-jenis binatang yang diketahuiterancam punah seperti: harimau Sumatera, badakSumatera dan orang utan Sumatera, kesemua ituadalah bintang yang memiliki regenerasi yangsangat lambat dan tidak ditemukan di tempat lain didunia. Harimau Sumatera hidup di hutan hujan,yang luasnya berkisar sekitar 3050 km². Hutanharus mampu menyokong makanan hewantersebut, misalnya rusa dan babi. Diperkirakanhanya ada 250 ekor harimau Sumatera yang tersisadi dunia ini, sedangkan harimau Bali dan Jawasudah lebih dulu punah. Untuk bagian mereka,badak Sumatera yang menurut

(IUCN) adalah jenis badakyang terancam di ambang kepunahan. Suatuperkiraan yang terlalu optimis dari yang masih hidupdan berada dalam hutan-hutan di Sumatera,Peninsula Malaysia dan Sabah, mencapai 400 ekor.Badak bercula dua yang langka ini biasanya hidupsendiri dan pemakan tumbuh-tumbuhan, mangga,ara, bambu dan tanaman lainnya. Setiap badakmembutuhkan tempat tinggal seluas 52 km². Hutanyang terfragmentasi karena penebangan,terkonversi untuk dijadikan lahan pertanian ataukeperluan lainnya membawa dampak bagi badakSumatera karena hewan tersebut lebih memilihhidup terpisah dari manusia sekitar 2,6 km dari jalanatau tempat aktivitas manusia berlangsung.Sementara itu, orangutan Sumatera memilih untuktinggal di kawasan hutan rendah seperti hutanhujan dimana mereka bisa memakan buah, daun,batang, tunas serta membuat sarang di pohon.Sayangnya, daerah ini juga diminati oleh industriperkebunan kelapa sawit. Para ilmuwanmenemukan bahwa 50% dari jumlah populasiorangutan Sumatera berkurang selama periode1995-2005 karena degradasi dan kehancuranhabitat binatang tersebut, umumnya untukperkebunan kelapa sawit dan perkebunanlainnya.

Jenis-jenis satwa endemik tersebut mungkin jenissatwa yang paling terkenal karena terancam punah,tetapi itu bukanlah semuanya. Contohnya,sebagian besar populasi gajah Asia di Indonesiadapat ditemukan di pulau Sumatera, namun padatahun 2000, hanya terdapat 2.800 ekor gajah yangtersisa di pulau berhutan tersebut. Sudah hampirbisa dipastikan bahwa jumlahnya saat ini semakinsedikit di dalam hutan yang fragmentasi.

WorldConservation Union

118

BoxBerbagai kejadian konflik manusia binatang jugameningkat, dan binatang selalu menjadi pihak yangkalah. Dalam jumlah meningkat secara angka, sertamengalami peningkatan secara intensitas, gajah,orang utan, monyet, dan margasatwa lainnya yangturun ke desa-desa di Aceh untuk mencarimakanan, dan mengganggu tanaman di lahanperkebunan dan pertanian. Malah terlihat harimauyang berkeliaran di sekitar desa di Aceh Selatan.Hal ini disebabkan meningkatnya konflik antaramanusia dan binatang yang membuat hewan-hewan tersebut mencari makan di sekitar tempattinggal manusia. Di Kabupaten Bireun tepatnya diKecamatan Juli, dan juga di Trumon Timur AcehSelatan, gajah menghancurkan perkebunan kelapasawit dalam frekuensi yang terus meningkat. Padabulan April 2007, yang merupakan suatu peristiwayang terjadi secara berulang-ulang di wilayah ini,gajah merusak kebun dan perkebunan kelapa sawitdi Simpang Keuramat di Aceh Utara yang semakinsering terjadi. Media setempat menghubungkanlaporan mereka bahwa gajah tersebut terganggukarena pembersihan lahan. Dilihat sebagai'hama' oleh para petani dan buruh perkebunankarena hewan tersebut memakan kelapa sawitmuda, gajah biasanya dijebak dan/atau ditembakatau dipindahkan ke 'Pusat Pelatihan Gajah'dengan kondisi yang kurang memadai. Disejumlahkasus hewan tersebut ditembak dan dalam kasuslain hewan itu diracun. Nampaknya, terdapatsejumlah orang di jajaran pemerintahan setempatyang mengerti masalah tersebut. Media setempatjuga melaporkan pernyataan Kepala BadanKonservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh,Andi Basrul; “Jika kita terus-menerus merusaktempat tinggalnya (merujuk pada gajah) bahkansemut pun bisa marah, apalagi gajah. Jadi tolonghentikan penebangan kayu.”

Di Malaysia, yang di masa lampau telah membuatkesalahan sehingga menyebabkan margasatwamenjadi punah, beberapa perusahaan kelapa sawitsetelah bertahun-tahun di desak oleh LSM telahmengembalikan sedikit lahan perkebunan merekauntuk kembali dijadikan hutan. Bagi margasatwa,mungkin agak sedikit terlambat. Hewan-hewanyang telah meninggalkan hutan sering digiring keoase kecil yang tidak menyediakan banyakmakanan dan air sehingga hewan-hewan tersebutakhirnya mati.

Seiring dengan upaya pemerintah Aceh dalammeningkatkan pendapatan daerah, DinasPerkebunan menjadi salah satu pelaku utama yangberhubungan dengan usaha peningkatanperekonomian daerah. Undang-UndangPemerintahan Aceh, yang ditandatangani olehPresiden Republik Indonesia pada 1Agustus 2006,memberikan wewenang terbatas kepadaPemerintahan Aceh dalam penetapan izin untukkonversi kawasan hutan dan membuat keputusanuntuk pengelolaan hutan dan pengolahan hasilhutan. Namun, Gubernur baru Aceh, IrwandiYusuf, yang dipilih pada 11 Desember 2006,mengatakan bahwa beliau memutuskan agarkawasan hutan diAceh sebaiknya jangan terlalu

119

120

Page 38: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

28

ang menakjubkan dan masih asli dari penebangdan perusahaan perkebunan. Sebaliknya, dalamtugas yang lain sebagai Kepala Dinas Perkebunan,tugasnya adalah memastikan pengembangansektor perkebunan di wilayah tersebut. Nurdinsyahsendiri tidak melihat adanya konflik kepentingandalam struktur pemerintahan di Gayo Lues, diamenjelaskan bahwa; “Bukanlah suatu masalah bagisaya untuk melakukan lebih dari satu pekerjaan,dan saya selalu mencoba untuk membuatkeputusan terbaik bagi masyarakat setempat itulahpertimbangan utama saya” Aspek penangananhutan yang penuh kontradiksi ini dapat ditemukan di14 dari 23 kabupaten yang ada di Aceh dan dalamhal ini merupakan suatu kendala dalam mencapaiproduksi kelapa sawit yang berkelanjutan di Acehdan melindungi lingkungan hidup.

Jangan terlalu di eksploitasi dan mengumumkanpenangguhan semen ta ra (mora to r i um)penebangan hutan pada 6 Juni 2007. Hal inid i m a k s u d k a n u n t u k m e m b e r i w a k t udilaksanakannya peninjauan terhadap hutan yangsudah rusak. Meskipun demikian, Gubernurmemberi lampu hijau untuk pengembangan kelapasawit tetapi bukan di kawasan hutan.

Di Sejumlah tempat [kabupaten] terdapat hambatanstruktural bagi pengembangan kelapa sawit yangberkelanjutan, salah satu dari persoalan tersebutadalah forest governance (pengelolaan hutan).Kepala Dinas Kehutanan, Nurdinsyah, memilikitugas yang sangat sulit; satu sisi Nurdinsyah harusmenjalankan mandat sebagai Kapala DinasKehutanan untuk melindungi hutan Gayo Lues yang

Mengolah Hutan Lindung menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Pulau Simeulue

Pada tahun 2003, sebuah badan usaha pemerintah setempat, Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue(PDKS) mengajukan permohonan izin untuk membuka lahan seluas 21.000 ha di pulau tersebut untukperkebunan sawit. Bupati Simeulue, Darmili, menyetujui permohonan izin prinsip seluas 5.000 ha,termasuk 3.375 ha kawasan hutan lindung. Akan tetapi, Departemen Kehutanan di Jakarta tidak pernah(sebagaimana diminta) memberikan izin konversi kawasan hutan lindung untuk perkebunan sawit.

Menyusul investigasi yang dimulai pada Februari 2006, Darmili dan Direktur perusahaan, Yazis, hadir dipersidangan pada 21 Maret 2007 dalam kasus yang menarik perhatian semua kalangan terhadap isupenebangan hutan/pembersihan lahan untuk perkebunan. Kasus tersebut berpusat pada fakta bahwafase pertama pembersihan lahan mencakup keseluruhan 3.375 ha hutan lindung.

Menurut Ir. Ibnu Abbas, Kepala Dinas Kehutanan Daerah di Simeulu, Darmili bertemu dengan dinaspemerintah terkait pada tahun 2003 untuk membahas isu tersebut: “Dinas Kehutanan memberikanpertimbangan kepada Darmili bahwa lahan yang diminta termasuk kawasan hutan lindung dan untukizinnya harus diajukan kepada Departemen Kehutanan di Jakarta” Ibnu Abbas menjelaskan. “Tapi apayang bisa kami lakukan untuk menghentikan permohonan izin Darmili? Dinas Kehutanan Daerah berada dibawah wewenang Bupati, jadi kami hanya bisa memberi masukan walaupun kami tahu bahwa Undang-Undang No. 41/1999 menyatakan bahwa hanya Departemen Kehutanan yang dapat mengeluarkan izinuntuk mengkonversi kawasan hutan lindung untuk kegiatan bukan-kehutanan.”

Polisi setempat memeriksa bukti-bukti yang 'lengkap dan memberatkan'; “Kami memeriksa apakah batasizin telah dilanggar, dan ketika kami tiba ditempat, semua yang kami lihat adalah perkebunan sawit. Kasusini jelas tidak 'terbantahkan' ” kata anggota POLDA.

Dalam pembelaannya, Darmili, selaku Bupati dan juga Kepala Dewan Pembina PDKS, menyatakansebuah fakta bahwa lahan hutan lindung tersebut telah digunakan oleh PT. Kruing Sakti dengan izinpenebangan hutan pada 28 Februari 1988. Izin tersebut telah memberi kewenangan pada perusahaanHPH untuk melakukan tebang pilih pada kawasan hutan lindung selama 30 tahun, sampai tahun 2008.Menurut Dinas Kehutanan Provinsi, izin ini masih tetap aktif, namun perusahaan tersebut telahmenghentikan aktivitasnya di Simeulue sejak Juni 2003 di mana pada saat itu peraturan yang berlakumemerintahkan agar penebangan hutan dihentikan. Tidak lama setelah itu, PDSK memperoleh izin untukmengelola lahan perkebunan dan melakukan pembersihan lahan, sehingga izin PT. Kruing Sakti menjaditumpang tindih.

Perusahaan mendapat pinjaman sebesar Rp. 50 milyar dari Bank Syariah Mandiri untuk mengelolaperkebunan sawit seperti yang direncanakan, namun sejauh ini hanya 2.450 dari 5.000 ha yang telahditanami sawit. Sejak investigasi kriminal mulai diusut, usaha perkebunan itu telah dihentikan.

Dalam wawancara dengan Eye on Aceh pada Desember 2005, Darmili berkata; "Saya tidak akan pernahmembiarkan konsesi penebangan hutan di Simeulue, yang artinya bahwa kayu yang berasal dari pulau iniakan diambil di lepas pantai. Kami hanya akan menebang kayu untuk kepentingan kami sendiri sehinggajumlah penebangan hutan dapat diminimalisir.”

Pada 27 Maret 2007, Darmili telah dilantik sebagai Bupati secara resmi oleh gubernur yang baru terpilih,Irwandi Yusuf. Hingga bulan Juni 2007, belum ada putusan pengadilan terhadap kasus ini.

121

122

123

124

125

126

Page 39: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

29

Sebuah Kata Peringatan…Kasus Malaysia

Pemerintah Indonesia selalu membandingkan diridengan Malaysia, negara tetangga yangmerupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesardunia sebagai pilar kesuksesan dan merupakancontoh yang patut diikuti.

Menurut (MPOC),“Kelapa sawit adalah anugerah alam bagi Malaysiadan anugerah Malaysia untuk dunia.” Malaysiamerupakan penghasil dan pengekspor CPOterbesar dan hasil dari kelapa sawit lainnya di dunia.Di samping itu, melalui

(FELDA), pemerintah Malaysia telahberhasil mengurangi angka kemiskinan di daerahpedesaan dengan sawit dan usaha perkebunanlainnya sebagai penggeraknya. Tidak diragukanlagi, FELDA telah mengukur sukses denganmeningkatkan pendapatan banyak penduduk dipedesaan. Namun, terdapat juga kerugian sosialdan lingkungan yang tinggi di sejumlah kawasanpengembangan FELDA, di tengah pujian terhadapsistem di Malaysia, yang sepertinya tidakdipedulikan oleh pemerintah lokal diAceh.

Pemerintah Malaysia telah mengatur konversibesar-besaran dari bidang tanah yang luas; dari642.000 ha pada tahun 1975 sampai lebih dari 4 jutaha pada tahun 2005, hanya 15% perkebunankelapa sawit yang belum produktif. Namun'kerugian' bagi penduduk setempat cukup tinggi;banyak petani menjual tanah mereka untukkeuntungan sesaat dan sekarang tidak memilikilahan lagi dan menjadi miskin; banjir dan tanahlongsor meningkat disebabkan penebangan hutan,87% dari dampak tersebut disebabkan oleh sektorperkebunan kelapa sawit selama kurun waktu 1985- 2000. Hal yang serupa juga bisa dilihat diIndonesia; 66% dari perkebunan di Indonesiamerupakan hasil dari pembersihan wilayah hutan.

Meskipun demikian, kurangnya lahan yang tersediauntuk perluasan lahan untuk sektor kelapa sawit,usia tanaman yang sudah tua dan berkurangnyahasil, tidak membuat pemerintah Malaysia danperusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawitdi sana bersedia untuk menurunkan produksiminyak sawit mereka. Sebaliknya, mereka justrumengalihkan minatnya pada lahan yang luas danberpotensi di Indonesia dan di Aceh.

Respon yang baik dari pemerintah provinsi dankabupaten di Aceh di satu sisi dapat dimengertikarena anggapan kesuksesan Malaysia sebagaipenghasil sawit terbesar dunia, dan secarageografis yang cocok sehingga membuat kemitraanperdagangan akan terwujud. Dari sudut pandangini, Malaysia dapat dikatakan sangat berhasil dalammempromosikan diri.

Malaysian Palm Oil Council

Federal Land DevelopmentAuthority

127

128

129

Hasil dari perluasan cepat dalam upayameningkatkan produksi minyak kelapa sawit diMalaysia telah menyebabkan kurangnya lahanyang tersedia untuk pengembangan yang lebih luaslagi. Perwakilan pemerintah Malaysia telahmembahas kesempatan untuk bekerja sama diAceh, dan perusahaan Malaysia telah mulaiberoperasi di provinsi Aceh. Bagaimanapun, modelperluasan bisnis seperti ini harus dipandangdengan sikap penuh hati-hati.

Di beberapa tempat di Malaysia, khususnya diSabah dan Sarawak, terdapat sejumlah dampakyang negatif terhadap sosial dan lingkungan akibatkomersialisasi sektor perkebunan kelapa sawityang sangat tinggi. Perusahaan besar, seringdikaitkan dengan kaum elit Malaysia, telah menjadipenerima manfaat utama walaupun ada pengakuanpemerintah bahwa mereka telah membantumengurangi angka kemiskinan di daerahpedesaan, tetapi pendapat seperti itu tentu sajatidak sepenuhnya tepat. Persengketaan tanah,masalah kesehatan dan lingkungan telah menjadihal yang umum. Selain itu, walaupun padadasarnya benar bahwa lahan diberikan kepadapetani kecil di perkebunan rakyat, namun kemudiandialihkan lagi kepada perusahaan yang lebih besarkarena petani sebagai pelaksana tidak mampu danbersedia mengurusnya anak-anak petani tidaktertarik dengan usaha pertanian dan pindah ke kotabesar dan meninggalkan daerah pedesaan yangterancam dengan genangan air.

Dalam memfasilitasi kepentingan Malaysia diIndonesia, pada tanggal 25 Mei 2006, keduanegara menandatangani Nota KesepahamanBersama (MoU) mengenai kerjasama bilateraltentang berbagai komoditas pertanian, antara lain;'kelapa sawit, merica, coklat dan hasil komoditastersebut.' Kerjasama ini mencakup persediaan danpermintaan, perusahaan gabungan dan kerjasamaperdagangan, penelitian dan aspek lainnya dariproduksi, pengolahan dan pemasaran. Sejumlahpihak mengkhawatirkan bahwa MoU akanmenciptakan situasi monopoli. Namun WakilPerdana Menteri Malaysia, Najib menjelaskanlogika di balik MoU sebagai berikut; “Kita telahsepakat untuk meningkatkan produksi danpemasaran CPO dengan membentuk aliansistrategi. Malaysia mempunyai modal dan keahlianmanajemen teknis sedangkan Indonesia memilikilahan yang melimpah dan para pekerja.”

MoU menyatakan bahwa Indonesia akan menjaminketersediaan lahan bagi perusahaan Malaysia.Kebijakan APDA di Aceh (sebagaimana dijelaskandi atas) terangkum dengan sempurna di dalamkerjasama yang baru terjalin ini.

130

131

Page 40: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

30

Dampak pengembangan sektor kelapa sawitsecara agresif dan sejumlah orang berpendapatbahwa kurangnya pemahaman tentang perluasansektor perkebunan kelapa sawit di sejumlahnegara, khususnya Malaysia dan Indonesia, telahmenuai kritik dari beberapa LSM peduli lingkungan,sosial dan ekonomi terhadap perluasan tersebut.Selama bertahun-tahun, berita tentang usahakelapa sawit telah menyebabkan kerusakanlingkungan dan sosial di negara produsen telahdidengar oleh pemerintah dan konsumen di luarnegeri dan segera menjadi pusat perhatian..Pasarminyak kelapa sawit dunia akhirnya mengakuibahwa tidak semuanya berjalan mulus dinegara-negara produsen. Ditambah lagi, pengusahakelapa sawit juga menyadari bahwa desakantersebut mungkin bisa mengganggu pasar minyakkelapa sawit.

Sebagaimana seruan terhadap tanggung jawablingkungan dan sosial yang lebih luas menjadi lebihmenggema, Industri kelapa sawit tidak lagi bisamengabaikannya.. Pertanyaan kemudian menjadiadalah, , bukan , berbagaipihak pemangku kepentingan (stakeholders)bersedia berunding? Sebagian produsen(penanam, penyuling dan pedagang) menanggapihal ini dan melakukan dialog dengan kelompokpenuntut. Dari perundingan ini dihasilkan suatuplatform bersama dari berbagai pemangkukepentingan (stakeholders) yang dinamakandengan(RSPO) atau

. Perundingan ini berpusat padapencegahan dampak kerusakan lingkungan dansosial di negara-negara penghasil kelapa sawit.Pada saat yang sama juga membahas tentangkelestarian dan keuntungan industri di sektor ini.

kapankah mungkinkah

Roundtable for Sustainable Palm OilMeja Bundar untuk Kelapa Sawit

Berkelanjutan

Setelah pertemuan pertama, Roundtable I (RT1)dilaksanakan di Malaysia pada tahun 2003; Topiknyaadalah “Apakah Kelapa Sawit Berkelanjutantersebut? Bagaimana cara mencapainya danbagaimana mengetahuinya.” Dua tahun kemudian,perundingan tersebut menghasilkan Prinsip danKriteria suatu panduan praktek terbaik (

untuk industri konsepnya dibuat olehworking group pada pertemuan di Singapore pada22-23 November 2005:

Komitmen pada keterbukaan.Pelaksanaan undang-undang dan peraturanyang berlaku.Komitmen pada pertumbuhan ekonomi dankeuangan yang berkelanjutan.Penggunaan praktek terbaik (yang sesuai oleh pekebun dan pengolah.Tanggung jawab terhadap lingkungan dankonservasi sumber daya alam dankeanekaragaman hayati.

bestpractice)

Prinsip dan Kriteria RSPO

best practice)

132

Pertimbangan bertanggung jawab atas

pekerja, perorangan dan masyarakat yangterpengaruh oleh kegiatan pekebun danpabrik.

133

134

135

Tanggung jawab dari penanaman baru.Komitmen pada perbaikan berkelanjutandalam bidang aktivitas utama.

Keputusan in i berpotens i meningkatkanperlindungan lingkungan dan sosial dalam industrikelapa sawit. Bahkan bisa mengarah ditetapkannyaperaturan baru yang berkenaan dengan tanggungjawab perusahaan ( ).Anggota yang tergabung dengan RSPO semakinbertambah dan sejumlah perusahaan terlihat cukupberkomitmen terhadap prinsip dan kriteria RSPO.Industri kelapa sawit kini berada di persimpanganja lan. Tantangan yang dihadapi adalahmeningkatkan produkt iv i tas perkebunan,melakukan penelitian dan pengembangan yangberkelanjutan serta menjadi lebih efektif, kompetitif,dan yang terakhir (dan yang paling penting)meningkatkan standar lingkungan serta sosialuntuk keberlangsungan jangka panjang. Bukannyatidak ada masalah dengan RSPO, banyak ahlimenganggap hasilnya sebagai “suatu langkah yangsangat positif, walaupun implementasi danverifikasinya belum begitu jelas.”

RSPO sendiri menyadari tantangan yang dihadapi.Pimpinan RSPO (RSPOILO) menjelaskan; “RSPO dipandang dengan sikapacuh tak acuh dan bahkan ditentang olehperusahaan kelapa sawit. Kita harus bekerja kerasuntuk mengatasi masalah itu. Secara keseluruhan,RSPO merupakan suatu inisiatif penting yang lahirsecara sukarela dan tidak memiliki kekuatan untukmenegakkan aturannya.” Di tingkat DinasPerkebunan di Aceh, tidak ada unsur kesengajaanuntuk “menentang” gagasan kelapa sawitberkelanjutan ini; Kepala Dinas, Drs. Fachrudin, tidakpernah mendengar tentang RSPO, dan tidak pernahseorang pun yang datang ke kantor memberikaninformasi mengenai Prinsip dan Kriterianya; “RSPO?Apa itu? Saya tidak pernah mendengar RSPO, dantidak seorangpun datang ke kantor ini untukmemberikan informasi. Perkebunan yangberkelanjutan dan ramah lingkungan kedengarannyasangat menarik, tetapi kami sudah menjalankanprosedur resmi pemerintah yang ada, sepertiAMDAL, sebelum perusahaan diizinkan untukmenanam.”

coorporates' responsibility

Indonesia Liason Office

Para anggota RSPO, khususnya perusahaanperkebunan kelapa sawit, sekarang harus menjalaniperiode dua tahun ujicoba dalam melaksanakanPrinsip dan Kriteria yang juga termasuk persoalanlingkungan dan sosial. Setelah periode uji-cobaPrinsip dan Kriteria ini, bersamaan dengan metodepelaksanaan, akan dievaluasi. RSPO tidakmenawarkan solusi terhadap masalah industri kelapasawit. RSPO hanya berupa badan keanggotaansukarela dan tidak memiliki wewenang untukmenegakkan Prinsip dan Kriterianya. Tapi denganadanya RSPO, paling tidak telah tersedia suatu forumdiskusi yang akan mendesak anggotanya untukmelaksanakan kelestarian yang lebihtegas lagi.

best practice

V. Tekanan untuk Perubahan - MejaBundar untuk Minyak Kelapa SawitBerkelanjutan (RSPO)____________

Page 41: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

31

CASE STUDYVI. Kesimpulan _____________________

Diperkirakan pada tahun 2012, minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas yang paling banyak diproduksi,dikonsumsi dan menjadi minyak makan yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Pemerintah ProvinsiAceh berharap daerah ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap rencana Indonesia dalammeningkatkan produksi minyak kelapa sawit menjadi 18 juta ton pada tahun 2008, sehingga Indonesia akanmenjadi negara produsen terbesar di dunia.

Di sebuah negara di mana peraturan dan perundang-undang yang ada kurang memadai dan penegakannyakesemuanya itu hampir tidak mungkin, biaya dari pengembangan perkebunan yang diatur secara longgarterhadap masyarakat, kelestarian lingkungan, dan akhirnya untuk perekonomian akan terus tinggi. Terlebihlagi, Aceh dikenal sebagai salah satu provinsi terkorup di Indonesia. Izin bisa 'dibeli' walau itu di dalamkawasan hutan lindung, sebagaimana dalam kasus Simeuleu; begitu juga dengan AMDAL. Para aparatpenegak hukum seringkali juga merupakan orang yang terlibat dalam penebangan liar, atau dibayar olehperusahaan untuk menghentikan masyarakat setempat untuk berunjuk rasa.

Jika perencanaan yang dibuat melalui berbagai kebijakan pemerintah dijalankan sepenuhnya, luasperkebunan rakyat sendiri akan meningkat menjadi kepala empat, yaitu menjadi lebih dari 400.000 ha dalamkurun waktu empat tahun mendatang. Upaya peningkatan sektor kelapa sawit diAceh, penegasannya cukupjelas, yaitu membantu meningkatkan perkebunan rakyat sebagai salah satu jalan dalam membantumeningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan dan menekan tingkat kemiskinan sebagaimana misi dariFELDA di Malaysia. Pengungkapan masalah dalam dokumen ini banyak berhubungan dengan perkebunanbesar yang di dalamnya terikat sistem perkebunan inti-plasma yang mengalami ketergantungan terhadaptanaman berorientasi ekspor, dan ketergantungan terhadap harga dan kebijakan yang ditetapkan oleh pihaklain umumnya oleh pihak asing.

Tujuan akhir dari perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah untuk mengembangkan perkebunan yangberproduktivitas tinggi dengan indikator-indikator yang efisien, didukung oleh teknologi yang tinggi(termasuk pestisida dan herbisida), untuk meningkatkan daya saing dan berkelanjutan.

Perkebunan rakyat juga didorong untuk berpartisipasi dalam kontes ini untuk meningkatkan produktivitasdan keuntungan, tetapi potongan kue keuntungan yang mereka mereka terima sangat sedikit.

Aceh berada di persimpangan jalan yang kritis - margasatwa, tatanan hidup masyarakat, cakupan hutan dankeanekaragaman hayati yang unik banyak ditemukan di daerah ini bisa dihancurkan oleh industri kelapasawit.

Suatu ungkapan yang sangat layak dalam kesimpulan dari laporan ini dirangkumkan dalam kata-kataperingatan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) yang mengatakan:

“Kita tidak bisa mendorong investor yang kegiatan usaha mereka hanya akan menguntungkanbeberapa orang saja, seperti perkebunan besar. Alasannya saya khawatir bahwa hal ini akanmenyebabkan terjadi kembali konflik; akan ada penyerobotan tanah, sengketa antara masyarakatdengan perusahaan, persoalan yang menyangkut hak-hak dan eksploitasi buruh akan terjadi,persoalan lingkungan yang telah ada akan semakin parah dan persoalan yang baru akan muncul.Mungkin juga akan menimbulkan masalah lain yang sebenarnya akan melemahkan posisimasyarakat serta perekonomian mereka, yang semestinya justru perlu dikembangkan untukmembuat mereka menjadi lebih kuat. Tetapi, jika kita mengembangkan perkebunan untuk petanikecil di lahan lahan mereka sendiri, maka akan lebih banyak orang yang mengontrol kehidupanmereka sendiri, dan sudah pasti itu akan dengan cepat menghapuskan kemiskinan. Walaupundengan itu, tetap saja terdapat potensi masalah: jangan hanya berfikir bahwa hanya perkebunanbesar saja yang sarat dengan persoalan-persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan. Sayamemprediksikan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit yang tidak diatur sedemikian rupa dandirencanakan secara matang baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat akanmenimbulkan kemungkinan konflik sosial dalam masa 10-20 tahun mendatang, mungkin lebihsingkat dari itu. Kita perlu bertanya pada diri sendiri tentang mengapa seringkali masyarakatmengeluh tentang masalah-masalah lahan, kondisi jalan yang rusak karena dilalui oleh truk-trukbesar yang mengangkut CPO atau tandan buah segar, pencemaran air, dan lain-lain, yangmelakukan demonstrasi, merebut kembali lahan mereka, dan kejadian lainnya. Jadi, apa yang sayalihat dari sektor perkebunan besar hanyalah sebuah bom waktu untuk masalah sosial, ekonomi danlingkungan yang baru.”

136

Page 42: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

32

“Jangan ada lagi konversi hutan, tanah gambut,atau tanah yang dipenuhi dengan keanekaragaman

hayati untuk kegunaan perkebunan kelapa sawit,perkebunan hanya bisa dibangun di lahan-laha

tidur atau terlantar. Aceh harus merebutkesempatan untuk menjadi percontohan bagi

model perkebunan yang berkelanjutan.”

Pengambilan Kendali Sektor PerkebunanKelapa Sawit oleh Otoritas Lokal

Membangun Aceh sebagai Suatu Pusat PraktekTerbaik ( ) bagi Produksi kelapaSawit Berkelanjutan

Pengembangan kelapa sawit di Aceh,sebagaimana sektor perkebunan lainnya,tergantung dari perundang-undanganpemerintah pusat di Jakarta. Tetapi, statusotonomi khusus di Aceh memberikankewenangan kepada pemerintah kabupatenuntuk memberikan izin yang baru atauperluasan lahan perkebunan. Dalammemastikan perlindungan terhadap kealamianlingkungan hidup, masyarakat dan budaya,pihak pemerintah provinsi harus mengambilkesempatan untuk membuat qanun (peraturanlokal) tentang perkebunan dan kehutanansebelum membuka ruang bagi perluasanperkebunan secara cepat dan denganperaturan yang longgar.

Semua perusahaan yang mendaftarkan izinuntuk membuka perkebunan kelapa sawit diAceh harus dari anggota RSPO.Suatu tenggang waktu harus diberikan kepadaperusahaan yang sudah memiliki kebun kelapasawit diAceh untuk menjadi anggota RSPO.Suatu mekanisme yang berlaku di seluruhprov ins i harus d iperkenalkan untukmemastikan agar perusahaan dan petaniperkebunan rakyat mengikuti Prinsip danKriteria dari RSPO agar memastikan praktekterbaik ( ) dan berkelanjutan.Mekanisme verifikasi harus dibentuk untukmemastikan kebenaran kata dari pihakperusahaan.Setiap perusahaan yang mendaftarkan izinharus melampirkan catatan operasionalmereka di tempat lain, di mana catatan tersebutakan digunakan sebagai bahan pertimbangansebelum izin yang baru diberikan.Pengembangan suatu metode yang lebihefisien dan lebih bersih, dengan cara membuatpupuk kompos dari janjang dan penggunaanbatok sebagai pupuk batang kelapa sawit.

Best Practice

best practice

137

Kebijakan Penggunaan Lahan

Perlindungan Terhadap Flora dan Fauna

Pencegahan Polusi

Terdapat sangat luas lahan tidur yang ada diAceh yang bisa dipergunakan untukperkebunan dan pertanian. Sehingga, tidakperlu ada lagi konversi hutan tanah gambutuntuk lahan perkebunan kelapa sawit.Izin-izin untuk perkebunan yang masih belumdifungsikan (perusahaan tidak aktif, lahanterlantar) perlu dicabut, dikaji kembali, dan perludidaftarkan kembali ke dalam daftar lahan yangtersedia untuk pengembangan perkebunan.Izin-izin yang berada di kawasan tanah gambutharus direlokasi ke kawasan lahan tidur.Mencegah peluang terjadinya persengketaantanah.Pembersihan lahan harusmenghormati adat-istiadat setempat dansebelumnya harus diperoleh “persetujuan,sepengetahuan, dan pemberitahuan” daripemilik lahan.

Ketika izin untuk areal perkebunan yang barudiberikan kepada perusahaan perkebunan,analisa dan study mengenai dampak terhadapsuaka margasatwa harus dilakukan secaralebih mendalam dan kawasan hutan harusdibiarkan tidak tersentuh dalam memastikanperlindungan terhadap flora dan fauna diAceh.Di kawasan di mana cakupan hutan telah rusakatau terkotak-kotak, maka untuk merehabilitasihal tersebut memakan waktu yang cukup lama,sehingga koridor untuk lintasan margasatwaharus dibangun agar binatang tersebut bisaberpindah dari suatu kawasan hutan ke hutanlainnya.Pembakaran tidak pernah bisa digunakansebagai suatu metode pembersihan lahan.

Perkebunan dan pabrik pengolahan kelapasawit harus mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia dalam tahap pertumbuhan danpengolahan, serta memastikan bahwapetunjuk-petunjuk ramah l ingkungandilaksanakan.Pemerintah provinsi harus meminta bahwapermohonan untuk pembukaan perkebunanbesar dan perkebunan rakyat daftar dari jenispestisida dan herbisida dan berbagai bentukbahan kimia lain yang akan digunakan sertapenjelasan tentang pencegahan resiko yangakan dilakukan dalam mengurangi resikokesehatan bagi para pekerja dan masyarakatsetempat, serta memastikan dampaklingkungan yang minimal. Permohonan izinbisa ditolak apabila informasi yang dibutuhkantidak jelas atau dibawah standar.

(Land clearing)

VII. Rekomendasi __________________

Page 43: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

33

Janjang dan sisa dari hasil pengolahan harusdibuat menjadi pupuk kompos dari padadibakar.Lembaga-lembaga pemerintahan setempatharus bekerjasama untuk merencanakan sertamenjalankan program pendidikan masyarakattentang kesehatan, ekonomi, dan bahayaterhadap lingkungan akibat penggunaanbahan-bahan kimia didalam produksi kelapasawit, dan sektor perkebunan dan pertanianpada umumnya. Program pendidikan ini harusmenjangkau pekerja perkebunan besar danpetani perkebunan rakyat, serta masyarakatsetempat yang tinggal berdekatan dengankawasan perkebunan dan juga konsumenyang mengkonsumsi hasil perkebunan danpertanian.

Pemer intah setempat dan kelompokmasyarakat sipil harus membantu dalammembangun kapasitas petani perkebunanrakyat dalam membentuk koperasi daganguntuk memastikan agar para petani dapatmenegosiasikan harga yang lebih adil danmemastikan agar mereka tidak terlalubergantung kepada perkebunan besar untukmembeli produksi petani kecil agar bisa diolah.Fasilitas pabrik mini pengolahan CPO yangdimiliki dan dikelola oleh petani perkebunanrakyat harus didorong.

Pengusaha, pengolah, dan penampung kelapasawit harus bertemu secara rutin berbagaipemangku kepentingan lainnya sepertipemerintah, NGO dan masyarakat disekitarperkebunan dalam meningkatkan transparansidan akuntabilitas.Semua pemangku kepentingan (stakeholders)harus bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama yang terkait dengan bestpractice social, ekonomi, dan lingkungandidalam produksi kelapa sawit.

Koperasi bagi Petani Perkebunan Rakyat

M e n g e d e p a n k a n Tr a n s p a r a n s i d a nAkuntabilitas

Page 44: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

Notes

34

1. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007.

2. Data dari Oil World, April 2007.

3. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007 dan Malaysia Palm Oil Board

(MPOB), Januari 2007.

4. Data dikumpulkan dari Departemen Pertanian Indonesia 2006; Malaysia Palm Oil

Board (MPOB), Januari 2007, dan Oil World, April 2007.

5. Malaysia merupakan produsen terbesar dengan dunia dengan persentase produksi

sebanyak 43,1%. Data Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007 dan Malaysia

Palm Oil Board (MPOB), Januari 2007.

6. Lihat petisi yang berjudul: 'Call for an immediate moratorium on EU incentives for

agrofuels, EU imports of agrofuels and EU agroenergy monocultures', 27 Juni 2007.

7. Bloomberg, 26 Februari 2006.

8. Uni Eropa telah mendeklarasikan keinginan mereka untuk mengadopsi kebijakan yang

akan menggatikan 10% energi untuk transportasi ke sumber energi dari biofuel.

9. Data Oil World, April 2007.

10. Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Mei 2007.

11. Informasi dari Departemen Komunikasi dan Informasi, 22 Desember 2006.

12. Importir utama lainnya adalah Belanda, Pakistan, Bangladesh, Malaysia dan

Singapura.

13. Informasi dari Departemen Komunikasi dan Informasi, 22 Desember 2006.

14. Jumlah perkebunan kelapa sawit meningkat dari 105.808 ha menjadi 2.922.296 ha

selama periode 1967 1997.

15. Oil World, Oil World Annual 1999.

16. Data Luas Areal Perkebunan Kelapa sawit di Indonesia tahun 2006, Direktorat

Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian.

17. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Nasional untuk Optimalisasi

Penggunaan Energi dan Instruksi Presiden No.1/2006 tentang Penyediaan dan

Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, Peraturan

Menteri Keuangan No. 117/2006 tentang Penyediaan Kredit untuk Pengembangan

Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan.

18. The Jakarta Post, 18 Juni 2006.

19. Peraturan Menteri Perdagangan No.35/M-DAG/PER/8/2007, 31 Agustus 2007

20. Instruksi Presiden No.1/2006, tanggal 25 Januari 2006.

21. Data diperoleh dari Dinas Perkebunan, Maret 2006.

22. Dinas Perkebunan Provinsi , “Area dan Produksi Perkebunan Besar Kelapa Sawit di

Provinsi NAD tahun 2005”, September 2006.

23. Data Perkebunan Besar adalah data tetap tahun 2005, Dinas Perkebunan, Luas Areal

Dan Produksi, Komoditas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Provinsi NAD, September

2006. Data Perkebunan Rakyat 2006, Dinas perkebunan, Aceh, April 2007 (data

sementara).

24. Data Dinas Perkebunan NAD, 2007.

25. Ishak Daud, wawancara pada tanggal 21 Agustus tahun 2002.

26. Prayogo, Kepala bagian administratif PT. Parasawita, Aceh Tamiang, wawancara 12 Juli 2006.

27. Seorang wartawan lokal yang menginginkan namanya dirahasiakan, wawacara 2 Desember

2006.

28. Untuk bacaan selengkapnya tentang aktifitas bisnis militer di Aceh/Indonesia, lihat Human

Rights Watch, Juni 2006, Too High Price, L. McCulloch 'Aceh: Then and Now, Minority Rights

Group, May 2005, dan “Trifungsi: The role of the Indonesian Military in Business” in J.

Brommelhorster et al, The Military as an Economic Actor, Palgrave Macmillan, 2003.

29. Drs Jailani, Kepala Pengembangan Penelitian Perkebunan, Dinas Perkebunan NAD,

diwawancara pada tanggal 6 Desember 2006.

30. Ir. Fackri, Kasubdin Pengembangan Kelembagaan, Dinas Perkebunan NAD, wawancara

tanggal 6 June 2006.

31. Derom Bangun, Direktur Eksekutif GAPKI, diwawancara pada tanggal 6 September 2006.

32. Dua Kabupaten baru telah dibentuk pada bulan Juli 2007, Subussalam dan Pidie Jaya,

sehingga Aceh terdiri dari 23 kabupaten.

33. 'Bapak angkat' adalah suatu istilah yang digunakan oleh pemerintah setempat dalam

menjelaskan program ini. is a phrase used by local government to describe this programme.

Drs Jailani, Kepala Pengembangan Penelitian Perkebunan, Dinas Perkebunan NAD,

diwawancara pada tanggal 6 Desember 2006.

34. Bank yang terlibat dalam program ini adalah: BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut,

BPD SUMSEL. Secera keseluruhan, kelima bank tersebut telah menyetujui alokasi dana

sebesar Rp 25,56 trilyun. Untuk itu, telah ada Nota Kesepahaman Bersama antara Menteri

35. PERMENTAN No. 33/Permentan/OT.140/7/2006, chapter VI, article 22, point 3 Kredit investasi

harus dibayarkan pada tahun ke tiga belas mulai dari tanggal peminjaman.

36. Proposal Untuk Lokasi dan Aktifitas Revitalisasi Perkebunan 2006-2010 di Aceh, Dinas

Perkebunan NAD, November 2006.

37. Drs Jailani, Kepala Pengembangan Penelitian Perkebunan, Dinas Perkebunan NAD,

diwawancara pada tanggal 6 Desember 2006.

38. BRR dibentuk melalui Instruksi Presiden pada tangga 29 April 2005 untuk memastikan suatu

pendekatan yang terkoordinir terhadap perencanaan, pendanaan, dan pelaksanaan program-

program yang terkait dengan tsunami.

39. The Earthquake dan Tsunami Emergency Support Project (ETESP) dengan total dana hibah

sebesar US$290 juta dari ADB yang dijalankan dari tahun 2005 hingga 2008, dari jumlah

tersebut, US$32.7 juta dialokasikan untuk sektor pertanian (juga termasuk perkebunan,

tanaman pangan dan peternakan).

40. M.Yahya, Kepala SATKER Perkebunan ADB, wawancara 27 April 2007.

41. Rusli, Penasehat ADB sektor Pertanian dan Perikanan, wawancara 20 April 2007.

42. M.Yahya, Kepala SATKER Perkebunan ADB, wawancara 27 April 2007.

42. Program-program tersebut akan dilaksanakan di Kabupaten Aceh Jaya, Pidie, Bireun, Aceh

Utara, Tamiang, Simeuleu, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Singkil.

43. Yusha' Abubakar, Direktur Pengembangan Pertanian BRR, wawancara 17 April 2007.

44. “Prospek dan Pengembangan Agri Bisnis Kelapa Sawit” oleh LITBANG Departemen

Pertanian, Juli 2005, hal.15.

45. Saminuddin B.Tou, Kasubdin Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, Dinas Kehutanan NAD,

wawancara 19 April 2007.

46. Drs Fakhruddin, Kepala Dinas Perkebunan Aceh, wawancara 24 Desember 2006.

47. Yusha' Abubakar, Direktur Pengembangan Pertanian BRR, wawancara 5 December 2006.

48. Draft Ketiga dari Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Nasional di Aceh, pasal Pasal

2.4.Z bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan, 19 Februari 2007.

49. Zainal Abidin, Pegawai Dinas Perkebunan Aceh, wawancara 8 February 2006.

50. Serambi Indonesia, 11 Maret 2006.

51. Beberapa wawancara; Fachrizal, Sekrataris Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah (BKPMD), 20 April 2007; Asrin MP, Kepala Pengembangan Transmigrasi, Dinas

Transmigrasi NAD, 16 April 2007; TA Razali, Kepala Biro Ekonomi di kantor Gubernur Aceh,

16 Mei 2007 serta sejumlah wawancara dengan pegawai Dinas Perkebunan NAD dan kantor

Gubernur.

52. Fachrizal, Sekretaris Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), 20 April

2007.

53. Peruntukan Pertama adalah untuk anak yatim, yang akan dikembangkan di 3 kabupaten

(Pidie, Aceh Besar, and Aceh Jaya) , setiap kabupaten akan dikembangkan 15.000 ha;yang

kedua adalah untuk keluarga miskin, yang akan dikembangkan di 14 kabupaten (Bireuen,

Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Nagan Raya,Aceh Barat Daya, Aceh

Selatan, Aceh Singkil, Bener Meriah, Gayo Lues, Simeulue, Aceh Tenggara,dan Aceh

Tengah), setiap kabupaten akan dikembangkan 10.000 hektar.

54. Serambi Indonesia, 5 Juli 2007.

55. Nurdinsyah, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Gayo Lues wawancara 17

Maret 2006.

56. Munawir, staff bagian produksi, Dinas Pertanian Gayo Lues, wawancara 12 Juli 2006.

58. Razuardi, Kepala Bappeda Kabupaten Bireun, wawancara 13 Juni 2006.

59. Data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bireun Januari 2006.

60. Dinas Pendapatan Daerah, kabupaten Bireun, 5 Januari 2006.

61. 'Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Milik Perkebunan Besar dan Rakyat Tahun 2005',

Dinas Perkebunan NAD, September 2006.

62. Sudarman SP, Kabid Pengembangan Perkebunan, Dinas Perkebunan Nagan Raya,

wawancara 30 Januari 2007.

63. Sudarman SP, Kabid Pengembangan Perkebunan, Dinas Perkebunan Nagan Raya,

wawancara 30 Januari 2007.

64. Keputusan Menteri Pertanian No 26/2007, 26 Februari 2007, pasal 11.1 -

65. TA Razali, Kepala Biro Ekonomi Kantor Gubernur Aceh, wawancara 16 Mei 2007.

66. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Aceh pada bulan September

2006; pada tahun 2005 terdapat 17.308 ha perkebunan kelapa sawit milik PBSN, 7.214 ha

milik PBSA, dan 19.456 ha milik perkebunan rakyat.

67. Wawancara melalui telepon dengan Ir.Momod Suharsa, Kepala Dinas Perkebunan Aceh

Singkil, 23 Agustus 2007.

68. Yan, staf bagian Pengembangan PT Astra Agro Lestari, telewawancara tanggal 14 Mei 2007.

69. Badan Otorita Pelabuhan Belawan, Penanganan Komoditi Dominan tahun 2001 Februari

2007, Maret 2007.

70. Ir. Abdul Kadir, Kepala Dinas Transmigrasi Aceh, wawancara 16 Mei 2006.

71. Ir. Asrin MP, Kepala Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Dinas Transmigrasi, wawancara

7 Agustus 2006.

72. Mantan Kepala Bupati Singkil (20012005), Makmur Syahputra, wawancara 1 November 2006.

73. Dinas Mobilitas Penduduk, 31 December 2006.

Page 45: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh

35

74. Ir. Asrin MP, Kepala Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Dinas Transmigrasi wawancara

7 Agustus 2006.

75. Ir. Asrin MP, Kepala Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Dinas Transmigrasi, wawancara

7 Agustus 2006.

76. Informasi dari Effendy, Staf Dinas Pemberdayaan Sumber Manusia, Aceh Jaya, 22 May 2006.

77. Bappeda NAD, September 2006.

78. PT Ubertraco adalah perusahaan perkebunan anak perusahaan Nafas Estate Sdn.Bhd,

Malaysia.

79. Asmardin, Kepala Dinas Perkebunan, Kab. Singkil, wawancara 31 October 2006.

80. Abdullah Hakim, Asisten Kepala, PT Ubertraco, wawancara 29 October 2006.

81. Asmardin, Kepala Dinas Perkebunan, Kab. Singkil, wawancara melalui telepon 23 December

2006.

82. Armiadi, penduduk Desa Pandan , Kota Bharu, Singkil, diwawancarai pada 10 January 2007.

83. Azwar Abubakar, mantan Kepala Dinas Perkebunan Aceh, wawancara 21 April 2006.

84. Helen Buckland, The Oil For Ape Scandal, Friends of the Earth et al., September 2005, p. 20.

85. Jens Mesa-Dishington, “New Opportunities for Strategically Positioning Palm Oil in the World

Market”, dipresentasikan dalam Konferensi Kelapa Sawit Internasional yang ke-15, Colombia,

20 September 2006, p.10.

86. Keputusan Kementrian Tenaga Kerja tentang Upah Minimum Provinsi di Indonesia pada bulan

Januari 2007.

87. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Indonesia, PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Libur

Agama untuk Buruh Perusahaan.

88. PT Parasawita memiliki HGU di dua kecamatan di Aceh Tamiang: Bendahara (1.143.50 ha

SK.56/HGU/BPN/90, berlaku 24/12/1990 31/12/2015) Sereuway (1,355.61 ha -

SK.37.37HGU/BPN/90 berlaku 24/12/1990 31/12/2015).

89. Prayogo, Kepala Administrasi PT Parasawita, wawancara 12 Juli 2006.

90. Analisa Daily, 21 Oktober 2006.

91. M.Yunan, Kepala Bagian Hubungan Industri dan Serikat Kerja, Dinas Tenaga Kerja Aceh, 6

Desember 2006.

92. Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2004 Rp 550,000.

93. Serambi Indonesia, 26 Januari 2006.

94. M. Yunan, Kepala bagian Hubungan Industri dan Serikat Kerja, Dinas Tenaga Kerja NAD,

wawancara 6 Desember 2006.

95. Konversi Hutan Untuk Non Kehutanan, Departmen Kehutanan, 2002.

96. Diseluruh Indonesia, 66 % dari total lahan kelapa sawit, sebelumnya merupakan kawasan

hutan (Eric Wakker, Greasy Palms: The Social and Ecological Impacts of Large-scale Oil Palm

Plantation Development in Southeast Asia, 2005.)

97. The AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan) untuk PT Mandum Payah Tamita disetujui pada 20

November 2003.

98. Serambi Indonesia, 24 Januari 2006.

99. Serambi Indonesia, 29 Juni 2006.

100. Idris, penduduk desa Srikayu, Gunung Meria, Singkil, wawancara 29 October 2006.

101. Berita Sore, 10 June 2006.

102. Nazariah, warga Srikayu, wawancara 30 Oktober 2006.

103. Asmardin, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Singkil, wawancara 31 October 2006.

104. Asmardin, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Singkil, wawancara 14 December 2006.

105. Abdul Hakim, Asisten Kepala, PT Ubertraco, wawancara 29 October 2006.

106. Ismail, SOS-OIC, wawancara 28 Oktober 2006.

107. Untuk informasi lebih lanjut tentang pestisida dan herbisida, lihat website Pesticide Action

Network website at www.pan-uk.org

108. Untuk informasi tentang Paraquat dan daftar Negara yang telah melarang peredaran pestisida

ini lihat di www.pan-uk.org/pestnews/actives/paraquat.htm

109. Asmardin, mantan Kadis Perkebunan Aceh Singkil, wawancara 31 Oktober 2006.

110. Kontributor rumah kaca lainnya adalah methane, nitrous oxide, and fluorocarbons.

111. United Nations' Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

112 Wetlands International press release, 2 November 2006.

113. Bakornas PBP, 27 Desember 2006.

114. Luas Areal dan Produksi Komoditas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005, Dinas Perkebunan NAD, September 2006.

115. Hermadi, Sopir Truk di Bireun, wawancara 7 Januari 2007.

116. Serambi Indonesia, 6 Februari 2006

117. Kepala Dinas Pertanian Aceh Tamiang, wawancara 13 Desember 2006.

118. Yarrow Robertson JM, van schaik, CP 2001, causal factors underlying the dramatic decline for

the Sumatran orang-utan, oryx, 2001, 35. pp26-38. Helen Bukland, SOS-OIC, jawaban

pertanyaan yang dikirim melalui email pada tanggal 15 Oktober 2006.

119. Serambi Indonesia, 29 April 2007.

120. Undang-Undang No 11/2006, Bab VI, Perdagangan dan Investasi, pasal 165 ayat 2 and 3.

121. PDKS dibentuk Berdasarkan Qanun No.1/2002.

122. Ir.Ibnu Abbas, Kepala Departemen Kehutanan, Simeulu, di wawancarai bulan December

2006.

123. Petugas Kepolisian POLDA NAD, anggota polisi ini ingin namanya dirahasiakan, 3 Februari

2007.

124. Keputusan Menteri Kehutanan No. 146/Kpts-IV/88.

125. Staf pada Bank Syariah Mandiri mengkonfirmasi jumlah pinjaman yang diterima oleh PDKS,

tetapi tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

126. Drs Darmili, Bupati Simeulue, diwawancarai pada 19 December 2005.

127. http://www.mpoc.org.my/palm_oil.asp, access 6 Juli 2006.

128. Department Statistic of Malaysia, tahun 2006.

129. E.wakker, 2005, Greasy Palms: The social and ecological impacts of large scale oil-palm

plantation development in Southeast Asia, Friends of the Earth.

130. Lihat contoh sebegaimana dikemukan tersebut di : IDEAL, A Social Study Report on the Oil

Palm Plantation in the Kanowit District of Sarawak, December 2001; Helen Buckland, The Oil

For Ape Scandal, Friends of the Earth et al., September 2005,

131. Article III, Forms of Cooperation, 25 Mei 2006.

132. Www.rspo.org

133. Helen Bukland, SOS-OIC, jawaban pertanyaan yang dikirim lewat email, 15 Oktober 2006.

134. Deuximi Kusumadewi, RSPO Indonesia Liaison, wawancara, 22 November 2006.

135. Drs Fachruddin, Kepala Dinas Perkebunan, wawancara 23 Agustus 2006.

136. Ir. Zainul Arifin Panglima Polem, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah

(BKPMD), wawancara tanggal 18 Oktober 2006.

137. Helen Buckland, SOS-OIC, wawancara melalui email 15 Oktober 2006.

Page 46: Tanaman Emas-Kelapa Sawit Pasca Tsunami Di Aceh