Top Banner
0 ANALISIS PENYELENGGARAAN PP 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PADA DUA PEMDA DI SUMATERA BARAT Oleh : ZUMRIYATUN LAILA BP. 0821220029 1. Latar Belakang Untuk melaksanakan pengendalian intern di pemerintahan maka dibentuklah Aparat Pengendalian Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari BPKP, Itjen Departemen/Unit Pengawasan LPND, Satuan Pengawasan Intern BUMD/BUMD. Tujuan pengawasan APIP ini adalah untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah dan pembangunan (Murwanto dkk,2006) Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (pasal 23E ayat 1 UUD 1945). Lebih lanjut UU Nomor 15 tahun 2004 sebagai penyempurnaan dari UU nomor 5 tahun 1973, BPK bersama-sama dengan DPR merupakan lembaga tinggi di luar pemerintahan yang melakukan pengawasan secara mandiri dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Sesuai dengan amanat pasal 58 UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Presiden mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh dalam rangka pengelolaan keuangan Negara yang transparan dan akuntabel. Kenyataannya, amanah ini belum bisa diwujudkan karena belum adanya persepsi yang sama mengenai konfigurasi Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang menyeluruh. Sistem
23

Tahapan SPIP

Nov 29, 2015

Download

Documents

Ipoeng Yctigaes
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tahapan SPIP

0

ANALISIS PENYELENGGARAAN PP 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM

PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PADA DUA PEMDA

DI SUMATERA BARAT

Oleh : ZUMRIYATUN LAILA

BP. 0821220029

1. Latar Belakang

Untuk melaksanakan pengendalian intern di pemerintahan maka dibentuklah Aparat

Pengendalian Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari BPKP, Itjen Departemen/Unit

Pengawasan LPND, Satuan Pengawasan Intern BUMD/BUMD. Tujuan pengawasan APIP ini

adalah untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah dan

pembangunan (Murwanto dkk,2006)

Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, dilaksanakan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (pasal 23E ayat 1 UUD 1945). Lebih lanjut UU Nomor 15

tahun 2004 sebagai penyempurnaan dari UU nomor 5 tahun 1973, BPK bersama-sama dengan

DPR merupakan lembaga tinggi di luar pemerintahan yang melakukan pengawasan secara

mandiri dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.

Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan

keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan

kepatutan. Sesuai dengan amanat pasal 58 UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara, Presiden mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

secara menyeluruh dalam rangka pengelolaan keuangan Negara yang transparan dan akuntabel.

Kenyataannya, amanah ini belum bisa diwujudkan karena belum adanya persepsi yang

sama mengenai konfigurasi Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang menyeluruh. Sistem

Page 2: Tahapan SPIP

1

ini masih bersifat parsial ditingkat kementrian dan di tingkat pemerintahan daerah. Belum ada

Sistem Pengendalian Intern secara Nasional yang mengurusi masalah pengawasan strategik

dalam skala nasional (Widayadi, 2007).

PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) mempertegas

komitmen pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme pada

berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintah. Hal ini sejalan dengan amanat

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 dan Undang-

Undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.

PP 60 tahun 2008 ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004

tentang Perbendahaaraan Negara pasal 58 ayat 1 yang menyatakan bahwa “ dalam rangka

meningkatkan kinerja, transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden

selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggaran sistem pengendalian interen di

lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”

Sistem Pengendalian Intern yang dimaksud dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh

pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan

organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan

(financial reporting), pengamanan asset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan (compliance). Tujuan dari ditetapkannya PP 60 tahun 2008 ini adalah

untuk mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif,efisien, transparan dan akuntabel.

Dalam Rapat Kerja BPKP tahun 2010, Wakil Presiden RI Boediono menyampaikan

kepada seluruh kementrian/lembaga dan pemerintah daerah untuk bersama-sama meningkatkan

Page 3: Tahapan SPIP

2

kualitas akuntabilitas keuangan Negara yang tercermin dari peningkatan opini laporan

keuangannya melalui penerapan SPIP ini di seluruh jajaran pemerintahan.

Terkait dengan pelaksanaan penerapan PP 60 tahun 2008 tentang SPIP, BPKP

mempunyai tiga peran baru yaitu pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan Negara,

reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan pembinaan penyelenggaraan

SPIP.

Ada 5 (lima) tahap yang dilakukan dalam proses penyelenggaraan SPIP yaitu:

1) Tahap pertama: Knowing yaitu melalui sosialisasi dan diklat

2) Tahap kedua: melakukan pemetaan/diagnostic assessment yang dimaksudkan untuk

memperoleh area perbaikan (area of improvements) terhadap unsur-unsur SPIP yang

dipetakan. Berikutnya adalah melakukan perbaikan yang diperlukan terhadap unsur-unsur

tersebut melalui bimbingan dan konsultasi.

3) Tahap ketiga: Norming yaitu setiap instansi pemerintah perlu segera membangun dan

memperbaiki infrastruktur untuk penyelenggaraan SPIP pada organisasinya.

4) Tahap keempat: Forming yaitu melakukan internalisasi terhadap infrastruktur yang dibangun

dan diperbaiki dengan mewujudkan dalam keseharian semua yang diperlukan dalam

menyelenggarakan SPIP. Proses ini memerlukan waktu bagi tiap instansi pemerintah untuk

dapat mencapai tujuan dari penyelenggaraan SPIP yang dimaksudkan. Proses internalisasi ini

perlu selalu dipantau dan dievaluasi secara terus menerus oleh instansi pemerintah itu sendiri

untuk dapat menilai apakah SPIP yang diinginkan telah terselenggara dengan baik atau masih

memerlukan perbaikan secara terus menerus.

5) Tahap kelima: Performing yaitu pengembangan berkelanjutan melalui learning by doing,

karena kondisi yang dihadapi setiap instansi pemerintah selalu dinamis, dan dinamika

Page 4: Tahapan SPIP

3

tersebut akan terus menimbulkan perubahan, yang akan memerlukan pengembangan yang

berkelanjutan sehingga SPIP yang dibutuhkan setiap instansi pemerintah dapat berlangsung

secara baik.

Sesuai dengan laporan pelaksanaan kegiatan SPIP yang dilakukan oleh Perwakilan

BPKP Provinsi Sumatera Barat kepada aparat Pemerintah Daerah di Sumatera Barat, sampai

dengan Desember 2010, posisi pemerintah daerah dalam tahapan SPIP sebagian besar masih

berada di tahap pertama (knowing). Dari 19 Kabupaten yang ada di Sumatera Barat, baru 2

daerah yang sudah melakukan Diagnostic Assesment, dan sedang berada di tahap Norming,

yaitu tahapan perbaikan atas kelemahan-kelemahan prosedur dan sistem yang ditemukan di tahap

sebelumnya.

Bagi pemerintah daerah, peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan daerah akan

tercermin dari opini yang dikeluarkan oleh BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah setiap

tahunnya. Dengan diterapkannya SPIP, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan opini

yang diperolehnya, yang sebelumnya disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

ataupun mendapatkan opini yang tertinggi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Penurunan kualitas akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berdasarkan

opini yang diberikan oleh BPK dari tahun 2008 ke tahun 2009, terlihat dari 2 daerah yang

sebelumnya memperoleh opini WTP di tahun 2008, pada tahun 2009 turun menjadi WDP, dan

hanya 1 daerah yang mengalami peningkatan dari WDP menjadi WTP.

Unsur-unsur utama kualifikasi dalam pemberian opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan

atas Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat antara lain sebagai berikut (BPKP Sumbar, 2010):

1. Kelemahan di dalam pengelolaan aset dan persediaan

Page 5: Tahapan SPIP

4

2. Kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah

3. Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang belum dijalankan secara konsisten

4. Pengelolaan penerimaan dan penggunaan dana yang belum akuntabel

5. Akuntabilitas penyertaan dan penempatan modal pemerintah daerah yang belum

tertib

6. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Kelemahan dari sistem pengendalian intern pemerintah daerah merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan

hasil audit atas efektivitas pengendalian intern yang tersaji di buku II Laporan BPK

memperlihatkan bahwa hampir seluruh daerah di Provinsi Sumatera Barat mengalami

permasalahan lemahnya sistem pengendalian intern yang terlihat dari masih banyaknya temuan-

temuan audit yang diungkap oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah sudah lebih kurang 2 (dua) tahun diberlakukan, namun sampai saat ini masih belum

seluruh Pemerintah Daerah dapat menerapkan seluruh unsur-unsur yang ada di dalam peraturan

pemerintah tersebut. Kurangnya sosialisasi dan masih sedikitnya aparat di pemerintah daerah

yang memahami SPIP menyebabkan lambatnya penerapan peraturan ini. Untuk pemeriksaan atas

laporan keuangan pemerintah daerah di tahun-tahun berikutnya, Badan Pemeriksa Keuangan

akan mengevaluasi secara menyeluruh penerapan unsur-unsur SPIP di pelaksanaan auditnya.

Menurut Mardiasmo (2010), SPIP berfungsi untuk memberikan arah yang jelas atas

tercapainya tujuan organisasi, dengan membangun lima unsur yang ada dalam SPIP tersebut,

yaitu Lingkungan Pengendalian, Penilaian Resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan

Komunikasi, serta Pemantauan. PP 60 tahun 2008 mewajibkan seluruh komponen yang ada di

Page 6: Tahapan SPIP

5

instansi pemerintah untuk bersama-sama membangun ‘soft control’ dan ‘hard control’ dari

sistem pengendalian intern. Terbitnya PP 60 tahun 2008 ini tidak terlepas dari adanya tuntutan

jaman bahwa perlu dibangun sistem yang lebih canggih untuk mengantisipasi perubahan yang

terjadi.

Namun demikian, perlu disadari bahwa tidak ada suatu pengendalian intern yang dapat

memberikan jaminan keberhasilan secara absolute. Ada beberapa kelemahan yang terkandung di

dalam suatu pengendalian intern diantaranya adalah:

- Keputusan dilakukan oleh manusia yang sering berada di bawah tekanan dengan keterbatasan

waktu dan informasi sehingga dapat terjadi pengambilan keputusan yang tidak tepat;

- Pegawai mungkin tidak memahami instruksi yang diberikan sehingga mengakibatkan

kegagalan operasi;

- Pimpinan dan manajemen tingkat atas dengan kewenangannya bisa mengabaikan kebijakan

dan prosedur yang telah ditetapkan;

- Kolusi diantara pegawai dapat mensiasati pengendalian intern sebaik apapun;

- Risiko kegagalan dan dampaknya harus dibandingkan dengan manfaat penerapan sistem

pengendalian intern.

Terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut di atas, penerapan PP Nomor 60/2008 di

lingkungan pemerintahan merupakan suatu wujud komitmen pemerintah untuk membangun tata

kelola pemerintahan yang baik yang didukung oleh birokrasi yang berintegritas.

2. Definisi Sistem Pengendalian Intern

Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 tahun 2008 tentang

SPIP adalah:

Page 7: Tahapan SPIP

6

“Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”

Pengertian SPIP tersebut mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan

dibangunnya SPIP, yaitu:

1) Kegiatan yang efektif dan efisien

Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai dengan rencana

dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan,

efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan asset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan

instansi pemerintah dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang

berkualitas tinggi (pelayanan prima), dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai

dengan standar.

2) Laporan keuangan yang dapat diandalkan

Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat penting untuk

pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai dengan kebutuhan,

maka informasi yang disajikan harus handal/layak dipercaya, dan menggambarkan

keadaaan yang sebenarnya. Karena jika laporan yang tersaji tidak memadai dan tidak

benar, maka akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan keputusan yang salah serta

merugikan organisasi.

3) Pengamanan Aset

Aset diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat, terutama dari

penerimaan pajak dan bukan pajak, yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan

Negara/daerah. Pengamanan asset merupakan isu penting yang mendapat perhatian serius

Page 8: Tahapan SPIP

7

dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena kelalaian dalam pengamanan

asset akan berakibat mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi

lainnya.

4) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu,

pelaksanaan transaksi atau kegiatan harus taat terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat

mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa kerugian.

3. Komponen Pengendalian Intern dan Fungsi Pengendalian Intern

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP disebutkan

Pengendalian Interen terdiri dari 5 (lima) komponen yang berhubungan, yaitu:

1) Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi

kesadaran pengendalian pihak yang terdapat dalam organisasi tersebut. Lingkungan

pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian interen yang lain,

menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi penegakan integritas

dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan

struktur organisasi yang sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab

yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya

manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan

kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

Page 9: Tahapan SPIP

8

2) Penilaian Risiko

Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah

yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan.

Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif resiko yang dapat

menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar

instansi. Terhadap resiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan

manajemen resiko dan kegiatan pengendalian resiko yang diperlukan untuk memperkecil

resiko.

3) Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu

memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi resiko

yang telah diidentifikasi selama proses penilaian resiko.

Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda

dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain

disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan, lingkungan dan cara beroperasi, tingkat

kerumitan organisasi, sejarah dan latar belakang serta budaya, serta resiko yang dihadapi

4) Informasi dan Komunikasi

Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan dikomunikasikan

dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan para pihak memahami tanggung

jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan, kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang

cukup untuk memungkinkan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah.

Informasi yang dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang

Page 10: Tahapan SPIP

9

efektif harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima

pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada pengawasan. Semua

pegawai harus paham peran mereka dalam sistem pengendalian interen seperti juga

hubungan kerja antar individu. Mereka harus memiliki alat yang menyebarluaskan informasi

penting.

5) Monitoring/Pemantauan

Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan

berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi,

pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi

terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem

Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau

pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.

Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan

dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu

lainnya yang ditetapkan.

Gambaran unsur dan sub unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 dapat digambarkan sebagai berikut:

4. Prinsip Umum Penyelenggaraan SPIP

Konsep dasar pengendalian memandang bahwa sistem pengendalian intern bukan suatu

kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, akan tetapi merupakan suatu rangkaian

tindakan yang mencakup seluruh kegiatan instansi yang dilakukan untuk mendapatkan keyakinan

Page 11: Tahapan SPIP

10

yang wajar bahwa tujuan akan dicapai. Konsep ini memberikan prinsip umum yang harus

diperhatikan dalam menerapkan SPIP yaitu:

1) Sistem Pengendalian Intern sebagai proses yang integral dan menyatu dengan instansi atau

kegiatan secara terus menerus

Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila dibangun ke dalam infrastruktur suatu

instansi dengan menjadi bagian dari organisasi yang dikenal dengan istilah ”built-in”.

Pengertian built-in adalah suatu proses yang terintegrasi dengan kegiatan, dan akan menyatu

dengan pelaksanaan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan sampai evaluasi.

2) Sistem Pengendalian Intern dipengaruhi oleh manusia

Efektivitas sistem pengendalian inten sangat bergantung pada manusia yang

melaksanakannya. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan melaksanakan mekanisme

pengendalian, memantau serta mengevaluasi pengendalian. Selanjutnya, seluruh pegawai

dalam instansi memegang peranan penting untuk melaksanakan sistem pengendalian intern

secara efektif.

3) Sistem pengendalian Intern memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakiinan yang

mutlak

Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian sistem pengendalian intern dalam suatu

instansi, tidak dapat memberikan jaminan keyakina yang mutlak bahwa tujuan instansi dapat

tercapai. Hal ini disebabkan kemungkinan pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh

keterbatasan yang melekat dalam seluruh sistem pengendalian intern, seperti kesalahan

manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi.

4) Sistem Pengendalian Intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan ukuran, kompleksitas, sifat,

tugas dan fungsi Instansi Pemerintah

Page 12: Tahapan SPIP

11

Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan dan ukuran

instansi, serta sesuai dengan kebutuhan dan ciri kegitan serta lingkungan yang

melingkupinya, karakter operasi dan lingkungan dimana kegiatan instansi dilaksanakan.

Dengan konsep ini, tidak ada pengendalian yang dimiliki suatu instansi yang langsung dapat

ditiru dan diterapkan pada instansi lain.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPIP

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), antara lain (Wibisono, 2010):

1) Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu

organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP ini. Sumber daya manusia

yang dimaksudkan adalah SDM yang memiliki integritas dan mentaati nilai etika.

Sumber Daya Manusia yang mempunyai integritas dan mentaati etika adalah merupakan

komponen penting dalam mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya..

2) Komitmen

Komitmen merupakan keterikatan untuk melaksanakan suatu kegiatan (Usman, 2010).

Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh

komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam menjalankan organisasi. Dalam

penerapan SPIP, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun keputusan

maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan terhadap pengendalian

intern, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan mendapatkan dukungan sepenuhnya

dari pimpinan..

Page 13: Tahapan SPIP

12

3) Keteladanan dari Pimpinan

Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan budaya kerja

dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang kondusif, dengan pimpinan

yang selalu memberikan contoh prilaku yang positif, selalu mendorong bawahan untuk

terbiasa bersikap terbuka, jujur dan disiplin akan memudahkan organisasi dalam

pencapaian tujuannya. Keteladan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan

dapat mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai

kejujuran, etika dan disiplin.

4) Ketersediaan Infrastruktur

Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain: pedoman, kebijakan, dan prosedur yang

terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan proses bisnis dan

karakteristik suatu instansi pemerintah terkait dengan penyelenggaraan SPIP. Keberadaan

infrastruktur harus didukung oleh implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.

6. Sistem Pengendalian Intern dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan

dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain yaitu

pemegang kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah daerah. Menurut

Mahmudi (2007), untuk melindungi para pengguna laporan keuangan, maka diperlukan pihak

ketiga yaitu auditor independen dalam menilai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.

Agar suatu laporan keuangan dapat memberikan keyakinan kepada penggunannya dan

dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan, diperlukan adanya pernyataan kualitas atas

laporan keuangan (opini) yang diberikan oleh auditor ekstern. Sesuai dengan pasal 23 UUD

Page 14: Tahapan SPIP

13

1945, yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara

Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk

memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah

disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia.

Peningkatan akuntabilitas keuangan Negara yang tercermin dari opini yang diberikan

oleh BPK, sangat terkait dengan efektifivitas pengendalian intern yang dilakukan oleh

pemerintah daerah. Keluarnya PP 60 tahun 2008 menunjukkan adanya komitmen dari

pemerintah untuk untuk membangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk menjamin

tercapainya tujuan pemerintah secara efektif dan efisien.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal

55 ayat (4) menyatakan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna

Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan

Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan yang diselenggarakan sesuai

dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Selanjutnya, pasal 58 ayat (1) dan (2) undang-undang tersebut juga menyatakan dalam

rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden

selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggaran Sistem Pengendalian Intern di

lingkungan pemerintah secara menyeluruh.

Dalam suatu sistem pengendalian intern yang efektif diperlukan adanya fungsi internal

audit yang berperan sebagai „mata dan telinga‟ dari pimpinan tertinggi organisasi. Secara

berkala, internal auditor akan menyampaikan laporan hasil audit yang berisi rekomendasi

Page 15: Tahapan SPIP

14

perbaikan terhadap kelemahan atau penyimpangan yang ditemui dalam pemeriksaan.Laporan

yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners pada tahun 2002 menunjukkan

bahwa pengendalian intern yang kuat merupakan faktor yang paling efektif dalam upaya

mengatasi korupsi dibandingkan dengan kamera pengintai (surveillance camera) sebagai faktor

yang paling kurang efektif. (Indreswari, 2010)

7. Perkembangan Penyelenggaraan SPIP di Pemerintah Daerah

Keberhasilan penerapan SPIP pada suatu daerah tidak terlepas dari kesamaan persepsi

dan dukungan dari seluruh jajaran yang dilingkungannya untuk berkomitmen menerapkan unsur-

unsur dan sub unsur-sub unsur yang termuat di dalam PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Untuk itu,

setiap instansi pemerintah diharapkan sudah memahami tahapan dan langkah-langkah yang harus

ditempuh untuk mensukseskan penerapan SPIP di daerahnya.

Di lingkungan pemerintahan pada umumnya, dan khususnya di pemerintah daerah yang

ada Sumatera Barat, permasalahan yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah masalah

pemberian opini oleh BPK atas laporan keuangan yang disajikan setiap tahunnya. Opini ini dapat

mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam

pengelolaan keuangan. Salah satu penyebabnya adalah adanya kelemahan dalam pengendalian

intern.

Berdasarkan laporan penyelenggaraan pembinaan SPIP yang dilaksanakan oleh BPKP

Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mulai dari tahun 2009 sampai dengan 2010, pada umumnya

pemerintah daerah yang ada masih berada pada tahapan persiapan. Perkembangan

penyelenggaraan SPIP pada pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Page 16: Tahapan SPIP

15

Tabel 4.4

Perkembangan Penyelenggaran SPIP

NO URAIAN 2009 2010

1 Penyusunan Peraturan Kepala Daerah tentang

SPIP

1 5 daerah

2 Pembentukan Satuan Tugas SPIP di tingkat

Pemerintah Daerah

1 daerah 3 daerah

3 Pembentukan Satuan Tugas SPIP di tingkat

SKPD

Belum 2 daerah

4 Sosialisasi SPIP

- Aparat Pemda

- APIP

11

8

5

10

5 Pendidikan dan Latihan SPIP

- Pemerintah Daerah

- BPKP Perwakilan Sumbar

2

1

2

2

6 Diagnostic Assesment

- Pilot Project

0

2

Sumber: Laporan Kegiatan SPIP s.d Triwulan III, BPKP 2010

Dari data diatas terlihat bahwa, perkembangan pembinaan dan penyelenggaraan SPIP

untuk setiap kegiatan pada tahun 2009 masih rendah. Di dalam Pedoman Teknis

Penyelenggaraan SPIP tanggal 7 Desember 2009 dengan peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-

1326/K/LB/2009, kelemahan penyelenggaraan sistem pengendalian intern ini terjadi karena

beberapa hambatan dan keterbatasan di pemerintah daerah dalam pelaksanaannya antara lain:

1) Pimpinan instansi pemerintah masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya sistem

pengendalian intern

2) Perspektif pimpinan instansi pemerintah dan auditor atau evaluator terhadap pelaksanaan

sistem pengendalian intern belum sepenuhnya mendukung terciptanya lingkungan

pengendalian yang memadai

3) Kesalahan-kesalahan yang terjadi dilakukan oleh personil, baik secara sengaja maupun tidak

sengaja.

Page 17: Tahapan SPIP

16

Pasal 47 ayat (1) PP 60 tahun 2008 menyatakan bahwa Menteri/Pimpinan lembaga,

gubernur dan bupati/walikota bertanggungjawab atas efektivitas penyelenggaran Sistem

Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing.

Berdasarkan pasal ini, tanggung jawab penyelenggaran SPIP dan keberhasilan penerapan

SPIP di daerah sangat tergantung pada komitmen dari kepala daerah masing-masing. Salah satu

penyebab keterlambatan penyelenggaraan SPIP di pemerintahan daerah di Sumatera Barat antara

lain juga disebabkan karena pada periode 2009-2010 sebagian besar daerah di Sumatera Barat

sedang dalam proses pemilihan kepala daerah, sehingga perhatian terhadap penyelenggaraan

SPIP agak terabaikan. Pada tahun 2010, baik Kabupaten Tanah Datar maupun Kabupaten

Pasaman baru menyelenggarakan Pilkada untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Daerah.

Sepanjang tahun 2009, kegiatan pembinaan lebih banyak ditujukan dalam bentuk

sosialisasi dibandingkan pendidikan dan latihan. Salah satu penyebab lambatnya BPKP dalam

mensosialisasikan SPIP ini antara lain karena:

- Personil Satuan Tugas Pembinaan SPIP yang sudah dibentuk oleh BPKP sejak tahun 2008

dengan SK Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat masih perlu dididik dan dilatih

untuk siap membina aparat pemerintah daerah.

- Pedoman teknis penyelenggaraan SPIP baru dikeluarkan pada tanggal 7 Desember 2009

dengan peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1326/K/LB/2009. Pedoman Teknis ini

digunakan sebagai acuan dalam rangka penyelenggaraan SPIP di lingkungan instansi

pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.

Page 18: Tahapan SPIP

17

8. Perbandingan Pelaksanaan SPIP dengan Kriteria Sesuai dengan PP 60 Tahun 2008

Secara umum, penerapan SPIP di kedua Kabupaten tersebut sama-sama berada dalam level

sedang, namun dengan capaian nilai yang sedikit berbeda, untuk Kabupaten Pasaman nilai rata-

rata 2,54 dan Kabupaten Tanah Datar nilai rata-rata 2,40.

Level sedang ini berarti juga terdapat potensi kelemahan dalam penerapan unsur-unsur

SPIP. Hasil penilaian dari simpulan umum ini merupakan penjumlah rata-rata penilaian untuk

pemahaman SPIP, Pemasyarakatan (Diseminasi) SPIP dan Kondisi Penerapan Unsur-Unsur SPIP

di masing-masing daerah. Uraian lebih rinci sebagai berikut:

1) Pemahaman SPIP

Di dalam tahapan pemahaman, yang ingin diperlihatkan adalah bagaimana kesadaran

(awareness) dari segenap penyelenggara SPIP di daerah dibangun dan memperoleh persepsi

yang sama. Persamaan persepsi ini bertujuan agar setiap individu/penyelenggara dalam

organisasi memiliki pemahaman yang sama atas segala hal yang akan dilaksanakan. Pada

tahapan ini dibangun kesadaran mengenai manfaat dan peran penting SPIP bagi pemerintah

daerah, sehingga dapat terbangun komitmen bersama sebagai landasan penyelenggaraan

SPIP.

2) Pemasyarakatan (Diseminasi)

Pemasyarakatan SPIP adalah suatu upaya yang dilakukan agar setiap unsur-unsur SPIP

dipahami, diterapkan dan dimanfaatkan oleh segenap jajaran di pemerintah daerah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil untuk tahapan pemasyarakat SPIP di

Kabupaten Pasaman memperoleh nilai rata-rata 2,73 dan Kabupaten Tanah Datar

memperoleh nilai rata-rata 2,58 dari skala 4.

Page 19: Tahapan SPIP

18

Belum seluruh pegawai mendapatkan sosialisasi SPIP, sehingga dorongan untuk menerapkan

SPIP bagi pimpinan dan pegawai juga belum memadai. Selain itu pendidikan dan pelatihan

SPIP yang masih sedikit belum bisa sepenuhnya memberikan manfaat untuk penerapan SPIP.

Komitmen pimpinan dalam menerapkan SPIP masih belum memadai sehingga sikap positif

dan tanggap dalam memasyarakatkan SPIP kepada seluruh jajarannya belum maksimal.

3) Kondisi Unsur SPIP

Penerapan unsur-unsur SPIP secara umum untuk kedua daerah menunjukkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 2,52 untuk Kabupaten

Pasaman dan 2,51 untuk Kabupaten Tanah Datar. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua

unsur-unsur dalam SPIP dapat diterapkan sepenuhnya dan masih terdapat kelemahan dalam

penerapan unsur-unsur SPIP oleh pemerintah daerah dan segenap jajarannya.

Kondisi Pencapaian Tujuan SPIP

Hasil pengujian jawaban responden terhadap kondisi pencapaian tujuan SPIP pada kedua

daerah menunjukkan bahwa secara rata-rata kondisi pencapaian tujuan SPIP masih rendah

dimana Kabupaten Pasaman memperoleh nilai rata-rata 18,53% dan Kabupaten Tanah Datar

rata-rata nilainya 16,49%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pencapaian masing-masing tujuan

SPIP masih jauh dari sempurna dan belum maksimal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Keandalan Laporan Keuangan

Rata-rata 27,96% responden di Kabupaten Pasaman dan 15,96% responden di Kabupaten

Tanah Datar menyatakan bahwa laporan keuangan yang mereka susun sudah dapat

Page 20: Tahapan SPIP

19

diandalkan. Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam penyusunan Laporan

Keuangan menjadi penyebab belum andalnya laporan keuangan yang mereka hasilkan.

b. Pengamanan Aset Negara

Rata-rata 10,59% responden di Kabupaten Pasaman dan 18,09% responden di Kabupaten

Tanah Datar menyatakan pengamanan asset pada unit kerjanya sudah berjalan secara tertib,

akuntabel, dan dengan nilai yang wajar. Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam

pengelolaan asset menjadi penyebab pengamanan asset pada unit kerjanya belum berjalan

secara tertib, akuntabel, dan dengan nilai yang wajar.

c. Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Instansi Pemerintah

Rata-rata 5,88% responden di Kabupaten Pasaman dan 12,77% responden di Kabupaten

Tanah Datar menyatakan kegiatan Instansi Pemerintah sudah terselenggara secara efektif dan

efisien. Penggunaan sumber daya yang belum optimal menjadi penyebab penyelenggaraan

kegiatan pemerintah daerah belum efektif dan efisiennya.

d. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Rata-rata 30,59% responden di Kabupaten Pasaman dan 19,15% responden di Kabupaten

Tanah Datar menyatakan pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerjanya sudah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Reward and punishment system yang tidak

dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen menjadi penyebab pelaksanaan tugas dan

fungsi di unit kerjanya belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari keseluruhan hasil penelitian mengimplikasikan bahwa penerapan SPIP pada kedua

daerah yang berada dalam tahapan pelaksanaan SPIP yang sama, menunjukkan kondisi

penerapan SPIP yang tidak jauh berbeda. Penyelenggaraan SPIP pada kedua daerah tidak secara

langsung mempengaruhi opini yang diperoleh kedua daerah pada tahun 2009, walaupun secara

Page 21: Tahapan SPIP

20

teoritis opini atas Laporan Keuangan dipengaruhi oleh efektivitas pengendalian intern. Hal ini

dikarenakan pelaksanaan SPIP baru berjalan 2 tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun

dikeluarkan, sehingga masih banyak kelemahan-kelemahan yang ditemui dalam penerapan SPIP

oleh pemerintah daerah. Selain itu, sosialisasi yang dilaksanakan sepanjang tahun 2009 dan

2010, lebih difokuskan kepada pejabat eselon II dan III sebagai pengambil kebijakan, belum

bersifat menyeluruh untuk seluruh pegawai di pemerintah daerah. Sebagian besar responden

yang menjadi partisipan dalam penelitian ini merupakan pejabat eselon IV dan staf, yang pada

umumnya belum mendapatkan sosialisasi tentang SPIP langsung dari Satgas SPIP BPKP

Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, hal ini menyebabkan hasil penelitian tentang kondisi

penerapan SPIP pada kedua daerah tidak jauh berbeda

Faktor yang terpenting dalam penerapan SPIP sesuai dengan aturan adalah mengenai soft

control yaitu faktor Sumber Daya Manusia selaku pelaksana SPIP. Selain itu komitmen dari

pimpinan/pengambil kebijakan juga menjadi faktor penentu dalam penerapan SPIP, sebagai

kunci suksesnya efektivitas penerapan SPIP di pemerintah daerah.

Page 22: Tahapan SPIP

21

DAFTAR REFERENSI

BPKP Sumbar, 2010, Laporan Satgas SPIP Perwakilan BPKP Sumbar Triwulan III 2010.

Didi Widayadi,2007, BPKP Siap Melakukan Pengawalan Rencana Kerja Pemerintah, Warta

Pengawasan volume XIV Nomor 3 Mei 2007,

Gamawan Fauzi, 2009, Saya Harap SPIP Diselenggarakan di Seluruh Daerah, Warta

Pengawasan volume XVI Nomor 4 Maret 2009.

Indriantoro B. dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan

Manajemen. Edisi Pertama, BPFE, 1999.

Jack Pearce and Richard Robinson,1998, Strategic Management: Formulation,

Implementation, and Control, Eighth Edition, Business Week: Mc Graw-Hill

Imam Ghozali, Prof, DR. H. M.Com, Ak, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program

SPSS, Cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Edisi Keempat, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, Gramedia Pustaka Utama.

Mardiasmo. Prof. Dr. MBA. Ak., 2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi Yogyakarta.

Medyah Indreswari, Phd. Februari 2010, Perapan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan

Pemerintah, Situs Resmi Madiknas Kosgoro.

Nugroho Widjayanto, Drs, 2001, Sistem Informasi Akuntansi, Erlangga Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP,

2008.

Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), 2009,

BPKP.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengawasan SPIP BKPK, 2009, Laporan Hasil Survei

Kondisi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), BPKP

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengawasan SPIP BKPK, 2009, Modul Pengajaran Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), BPKP.

Rahmadi Murwanto, dkk, 2006. Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar Bagi Pembangunan

Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan

Akuntansi Pemerintah, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen

Keuangan RI

Page 23: Tahapan SPIP

22

Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

Sambas Ali Muhidin, S.PD. M.Si. dan Drs. Maman Abdurahman, M.Pd, 2007, Analisis

Korelasi, Regresi, dan Jalur Dalam Penelitian, Pustaka Setia Bandung.

Satgas SPIP Sumbar, 2010, Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara

melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, dipaparkan sebagai laporan kepada

Kepala BPKP tanggal 30 September 2010.

Setya Nugraha, 2009, Warta Pengawasan volume XVI Nomor 1 Maret 2009, Langkah Awal

Membangun SPIP, BPKP

Syah Mardi, 2008, DR. Gandhi Sang Pengawas,

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta Bandung

Tri Wibowo 2010, Mencapai Tujuan Nasional Bersama SPIP, dan Integritas dan Etika

Sebagai Pilihan, Warta Pengawasan Volume XVII Nomor 2 Juni 2010, BPKP.

Uma Sekaran, 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Salemba Empat, Jakarta

Usman Rianse, 2010, Perguruan Tinggi adalah Pintu Terakhir Untuk Mencetak Insan Anti

Korupsi, Warta Pengawasan Volume XVII/No.2/Juni 2010.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Sinar Grafika Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

Warta Pengawasan volume XVI Nomor 1 Maret 2009, Langkah Awal Membangun SPIP,

BPKP

Warta Pengawasan volume XVI Nomor 4 Maret 2009, Implementasi Pengawasan Intern atas

Akuntabilitas Keuangan Negara, BPKP

Warta Pengawasan volume XVII Nomor 2 Juni 2010, Meningkatkan Kualitas Akuntabilitas

Keuangan Negara Melalui Penerapan SPIP, BPKP