Top Banner

of 52

SWAMEDIKASI HIPERTENSI.docx

Jan 10, 2016

Download

Documents

Fahriel
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyakit umum yang hanya didefinisikan sebagai peningkatan terus-menerus tekanan darah arteri (BP). Meskipun peningkatan BP itu dianggap "penting" untuk perfusi memadai penting dari organ selama awal 1900-an dan menengah, sekarang diidentifikasi sebagai salah satu faktor risiko yang paling signifikan untuk kardiovaskular (CV) penyakit. Meningkatkan kesadaran dan diagnosis hipertensi, dan meningkatkan kontrol BP dengan pengobatan yang tepat, dianggap kritis inisiatif kesehatan masyarakat untuk mengurangi CV morbiditas dan mortalitas (Dipiro, 2008).Ketujuh Laporan Komite Nasional Bersama pada deteksi, Evaluasi, dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi (JNC7) adalah pedoman yang paling menonjol berbasis bukti klinis pada Amerika Serikat untuk pengelolaan hipertensi, ditambah laporan dari American Heart Association (AHA) Scientific di tahun 2007 Pernyataan terkait pada pengobatan hypertension. Ulasan komponen yang relevan dari panduan ini dan bukti tambahan dari uji klinis, dengan fokus pada farmakoterapi dari hipertensi. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2000 menunjukkan bahwa penduduk Amerika dengan hipertensi, 68,9% menyadari bahwa mereka memiliki hipertensi, hanya 58.4% yang memberikan beberapa bentuk pengobatan antihipertensi, dan hanya 34% dari semua pasien telah dikendalikan BP. Oleh karena itu, ada banyak kesempatan bagi dokter untuk meningkatkan perawatan pasien dengan hipertensi.Gambaran epidemiologi menunjukkan Sekitar 31% dari populasi (72 juta orang Amerika) memiliki BP tinggi (140 / 90 mm Hg). Persentase laki-laki dengan tinggi BP adalah lebih tinggi dari wanita sebelum usia 45 tahun, tetapi antara usia 45 dan 54 tahun persentasenya sedikit lebih tinggi dengan wanita. Setelah usia 55 tahun, persentase yang jauh lebih tinggi dari wanita memiliki BP lebih tinggi daripada tingkat prevalensi pada pria. Tertinggi di non Kulit hitam Hispanik (33,5%) diikuti oleh orang kulit putih non-Hispanik (28,9%) dan Meksiko Amerika (20,7%). Nilai-nilai BP meningkat dengan usia, dan hipertensi (peningkatan BP secara terus menerus) adalah sangat umum pada orang tua. Risiko seumur hidup mengembangkan hipertensi di antara mereka 55 tahun dan lebih tua yang normotensive adalah 90%. Kebanyakan pasien memiliki prehipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan sebagian besar diagnosis terjadi antara dekade ketiga dan kelima dari kehidupan. Dalam populasi usia 60 tahun, prevalensi hipertensi pada tahun 2000 adalah diperkirakan 65,4%, yang secara signifikan lebih tinggi dari 57.9% prevalensi diperkirakan pada tahun 1.988 (Dipiro 7th, 2008).Hipertensi adalah salah satu penyakit mematikan di dunia karena penyakit ini bisa memicu penyakit kelas berat sepert gagal jantung dan stroke. Sebanyak satu miliar orang di dunia atau satu dari 4 orang dewasa penderita penyakit. Diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 miliar menjelang tahun 2025. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukkan 1,8-28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Meski jumlah penderita ini sangat banyak, namun penyakit ini sering tidak disadari oleh penderitanya.Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi akttifitas fisik, di mana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam 1 hari juga berbeda; paling tinggi pada waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (Dorothy, 2011).

BAB IIURAIAN HIPERTENSI

Definisi HipertensiHipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik yang tetap dan lebih besar dari 90 mmHGdisertai dengan kenaikan tekanan darah sistolik (140 mmHg). Hipertensi disebabkan oleh peningkatan tonus otot polos vaskular perifer, yang menyebabkn peningkatan resistensi arteriola dan menurunnya kapasitas sistem pembuluh vena. Meskipun pada banyak orang tanpa gejala, hipertensi kronik-sistolik ataupun diastolik dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, infark miokard, kerusakan ginjal dan cedera serebrovaskular. Insidens morbiditas dan mortalitas sangat menurun jika hipertensi terdiagnosa lebih awal dan diobati dengan baik (Mycek, 2001). Etiologi HipertensiBerdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:1. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, Pemingkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Gushing, feokromositoma, koarktosiaorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Mansjoer, et al. 2009). PatofisiologiTekanan darah arteriTekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri (mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll 2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor 3. Asupan natrium (garam) berlebihan 4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium 5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron 6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik 7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal 9. Diabetes mellitus 10. Resistensi insulin 11. Obesitas 12. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors 13. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular 14. Berubahnya transpor ion dalam sel (Ditjen Binfar, 2006)

Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi penyakit hipertansiRegulasi Tekanan DarahTekanan darah arteri diatur dalam batas-batas tertentu untuk perfusi jaringan yang cukup tanpa menyebabkan kerusaakan pada sistem vaskular, terutama intima arterial. Tekanan darah arterial langsung seimbang dengan hasil curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada orang normal dan hipertensi, curah jantung dan resistensi perifer diatur oleh suatu mekanisme pengatur yang saling tumpang tindih: barorefleks disalurkan melalui sistem saraf simpatik, dan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Obat-obat antihipertensi pada umumnya menurunkan tekanan darah dengan mengurangi curah jantung dan/atau menurunkan resistensi perifer.1. Sistem baroreseptor dan sistem saraf simpatisBarorefleks mencakup sistem simpatis yang diperlukan untuk pengaturan tekanan darah yang cepat dari waktu ke waktu. Turunnya tekanan darah menyebabkan neuron-neuron yang sensitif terhadap tekanan (baroreseptor pada arkus aorta dan sinus karotid) akan mengirimkan impuls yang lebih lemah kepada pusat-pusat kardiovaskular dalam sambungan sumsum. Ini akan menimbulkan peningkatan respons refleks pusat simpatik dan penurunan pusat parasimpatik terhadap jantung dan pembuluh, yang mengakibatkan vasokontriksi dan meningkatnya isi sekuncup jantung. Prubahan ini akan menurunkan kenaikan tekanan darah kompensasi.2. Sistem renin-angiotensin-aldosteronGinjal mengatur tekanan darah jangka panjang dengan mengubah volume darah. Baroreseptor pada ginjal menyebabkan penurunan tekanan darah (dan stimulasi reseptor -adrenergik simpatik) dengan cara mengeluarkan enzim renin. Peptidase ini akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjutnya dikonversi menjadi angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin (ACE). Angiotensin II adalah vasokontriktor yang sangat poten dalam sirkulasi, menyebabkan peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut, angiotensin II ini memacu sekresi aldosteron, sehingga reabsorbsi natrium ginjal dan volume darah meningkat, yang seterusnya juga akan meningkatkan tekanan darah (Mycek, 2001). Manifestasi KlinikPeninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala, Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH dan Ekokardiografi (Mansjoer, 2009). Diagnosis1. Hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran tekanan darah, tetapi dapat ditegakkan setelah 2 kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terjadi peningkatan tekanan darah yang tinggi atau gejala-gejala klinis pendukung pada pemeriksaan yang pertama kali.2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHOKlasifikasiSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)

NormotensiHipretensi ringanHipertensi perbatasanHipertensi sedang-beratHipertensi sistolik terisolasiHipertensi sistolik perbatasan< 140140 180140 160> 180> 140140 160< 9090 10590 95> 105< 90< 90

(Priyanto, 2009)

BAB IIIPENATALAKSANAAN

Tujuan Terapi1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas2. Menurunkan tekanan darah hingga mencapai :a. < 140/90 mmHg pada hipertensi non komplikasib. < 130/85 mmHg pada pasien DM, dan gagal ginjalc. < 125/75 mmHg pada gangguan ginjal beratd. < 140 mmHg pada hipertensi sistolik3. Menghindari hipotensi dan ESO yang lain serta mencegah kerusakan organ (stroke, retinofati, gagal jantung, gagal ginjal, dan infark jantung). Terapi Hipertensi1. Non Famakologia. Mengidentifikasi dan mengurangi faktor resiko seperti : Merokok Dislipidemia Diabetes mellitus (DM) > 60 th pada laki-laki dan wanita post menopause Riwayat keluarga menderita hipertensi Obesitas (Body mass index atau BMI > 30 kg/m2) dn penyakit jantung Aktivitas fisik yang kurangb. Modifikasi gaya hidup Menurunkan berat badan bila berlebihan (BMI > 27 kg/m2) Membatasi komsumsi alkohol Meningkat aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari) Mengurangi asupan garam (2,4 gNa atau 6 g NaCl/hari) Mempertahankan asupan kalium yang adequate Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak/kolesterol dalam makanan2. Terapi Farmakologia. Pemilihan obat harus berdasarkan pada efektivitasnya dalam mengurangi morniditas dan mortalitas, keamanan, biaya, penyakit yang menyertainya, dan faktor resiko yang lainb. Pilihan awal tergantung pada tingginya tekanan darah (TD) dan adanya kondisi khusus tertentu yang akan mempengaruhi pemilihan obat (compelling). Kebanyakan hipertensi tingkat I harus diawali dengan pemberian diuretik tiazid. Hpertensi tingkat II menggunakan kombinasi yang salah satunya adalah diuretik thiazid, jika tidak ada kontraindikasi.c. Kondisi khusus yang akan mempengaruhi pemilihan obat antihipertensi antara lain: Diuretik, bloker, ACE inhibitor, angiotensin II receptor blocker (ARBs), dan calcium channer blockers (CCBs) adalah pilihan pertama berdasarkan efektivitas dan keamanan terhadap organ tertentu, serta berdasarkan morbiditas dan mortalitas. 1 bloker, central 2-agonis, penghambat adrenergik, dan vasodilator adalah obat alternatif setelah obat pertama. Hanya sekita 40% tujuan pengobatan dicapai dengan pemberian obat tunggal pemberian obat kedua dipilih yang efeknya adiktif dengan obat pertama. Jika diuretik bukan pilihan pertama, obat tersebut harus merupakan obat ke 2, jika tidak kontraindikasi. Kondisi khusus yang Perlu Perhatian Dalam Memilih ObatPemilihan obat harsu mempertimbangkan kondisi khusus itu supaya tujuan umum pengobatan yang mengurangi morbiditas, mortalitas, dan perlindungan organ dapat tercapai.1. Gagal jantung a. Diuretik merupakan pilihan utama karena dapat mengurangi udem dengan efek diuresisnya. Diuretik kuat mungkin diperlukan, terutama pasien dengan tekanan sistolik yang besar.b. ACE inhibitor juga merupakan obat pilihan pertama berdasarkan pada bukti-bukti uji klinis yang terbukti paling baik dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pada pasien gagal jantung yang mempunyai kadar renin dan angiotensin II tinggi, terapi harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari hipotensi ortostik.c. ARB dapat sebagai alternatif ACE inhibiitor pada pasien yang tidak dapat menerima ACE inhibitor.2. Pasien yang telah mengalami Infark jantung (Postmyocardial Infarction)a. bloker mengunragi stimulasi kerja jantung dan akan menurunkan resiko terjadinya infark berikutnya dan meninggal mendadak karena infark.b. ACE inhibitor meningkatkan fungsi jantung dan dapat mengurangi kejadian infark.3. Pasien dengan resiko tinggi (High Coronary Disease Risk)a. bloker merupakan terapi lini pertama pada angina kronik stabil (chronic stable angina) dan tidak stabil (unstable angina), dan myocardial infarction.b. CCBs (kecuali dihidropiridin verapamil dan diltiazem) menurunkan tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen jantung. Dihidropiridin CCBs mungkin menyebabkan stimulasi jantung dan harus dicadangkan sebagai pilihan ke 2 atau ke 3.4. Diabetes Millitusa. Sasaran TD pada penderita DM adalah kurang dari 130/80 mmHgb. Semua pasien DM dan hipertensi harus diterpi dengan menggunakan baik ACE inhibitor atau ARB. Kedua golongan obat tersebut bersifat nephroprotection dan menurunkan resiko pada cardiovaskuler.c. Diuretik thiazid direkomendasikan jika obat ke dua diperlukan.d. CCBs juga bermanfaat sebagai obat tambahan jika diperlukan untuk mengontrol TD pada kasus DM5. Chronic Kidney Diseasea. ACE inhibitor dan ARB menurunkan TD dan juga menurunkan tekanan intragomeruler, yang selanjutnya akan mengurangi menurunnya fungsi ginjal. Beberapa data menunjukkan bahwa kombinasi ACE inhibitor dan ARB mungkin lebig efektif dibandingkan masing-masing obat.b. Karena pasien biasanya memerlukan kombinasi obat, diuretik, dan CCB sering diperlukan (Priyanto, 2009). Pertimbangan lain dalam Pemilihan obat Antihipertensi

1. Efek yang berpotensi menguntungkan Diuretik tipe thiazide berguna untuk memperlambat demineralisasi pada osteoporosis. -blocker dapat berguna untuk pengobatan atrial takhiaritmia/fibrilasi, migraine, tirotoksikosis (jangka pendek), atau tremor esensial. Kalsium antagonis dapat berguna juga untuk pengobatan sindroma Raynaud dan aritmia tertentu -blocker dapat berguna untuk gangguan prostat .2. Efek yang berpotensi tidak menguntungkan Diuretik tipe thiazide harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan diagnosa pirai atau yang mempunyai sejarah medis hiponatremia yang bermakna. Hindari penggunaan penyekat pada pasien asma, reactive airway disease, atau second or third degree heart block ACEI dan ARB tidak boleh diberikan kepada perempuan punya rencana hamil dan kontraindikasi pada perempuan hamil. ACEI tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat angioedema. Antagonis aldosteron dan diuretic penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, sehingga jangan diberikan kepada pasien dengan kalium serum >5.0 mEq/L (tanpa minum obat apa-apa) Pembahasan masing-masing kelas obat

1. DiuretikDiuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron. Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula kerja yang lambat (s/d 6 minggu untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7 melihatnya sebagai kelas yang independen karena bukti mendukung indikasi khusus. Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup ( GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid 2x/hari dapat digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang 1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan diuresis pada malam hari. Dengan penggunaan secara kronis, diuretik tiazide, diuretik penahan kalium, dan antagonis aldosteron jarang menyebabkan diuresis yang nyata. Perbedaan farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh dan lama efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui karena waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak berhubungan dengan lama kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat menurunkan tekanan darah terutama dengan mekanisme extrarenal. Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi dengan kebanyakan obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan pemberian diuretik bersamaan. Efek samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual. Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek pada lemak serum dan glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat terjadi hipokalsemia. Studi jangka pendek menunjukkan kalau indapamide tidak mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual. Semua efek samping diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek samping ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid dosis tinggi (misalnya HCT 100mg/hari). Guideline sekarang menyarankan dosis HCT atau klortalidone 12.5 25 mg/hari, dimana efek samping metabolik akan sangat berkurang. Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau supplemen kalium. Hiperkalemia sangat bermasalah terutama dengan eplerenone, antagonis aldosteron yang terbaru. Karena sangat selektif antagonis aldosteron, kemampuannya menyebabkan hiperkalemia melebihi diuretik penahan kalium lainnya, bahkan spironolakton. Eplerenone dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau spironolakton menyebabkan gynecomastia pada 10% pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi.2. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),

ACEI dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien dengan hipertensi. Studi ALLHAT menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke lebih sedikit dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Perbedaan untuk stroke konsisten dengan hasil trial lainnya, the Captopril Prevention Project (CAPP). Pada studi dengan lansia, ACEI sama efektifnya dengan diuretik dan penyekat beta, dan pada studi yang lain ACEI malah lebih efektif. Lagi pula, ACEI mempunyai peranan lain pada pasien dengan hipertensi plus kondisi lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila ACEI bukan merupakan terapi lini pertama pada kebanyakan pasien hipertensi, tetapi sangat mendekati diuretik. ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron (lihat gambar 2).

Gambar 2. Sistem renin-angiotensin dan system kallikrein-kinin

ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. NPeningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI, tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI secara efektif mencegah dan meregresi hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi perangsangan langsung oleh angiotensin II pada sel miokardial. JNC 7 mencantumkan 6 indikasi khusus dari ACEI, menunjukkan banyak kegunaan yang berdasarkan bukti (evidence-based) dari kelas obat ini (lihat gambar 3).

Gambar 3. Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk obat-obat antihipertensi

Beberapa studi menunjukkan kalau ACEI mungkin lebih efektif dalam menurunkan resiko kardiovaskular dari pada obat antihipertensi lainnya. Pada DM tipe 2, dua studi menunjukkan kalau ACEI superior daripada CCB. Tetapi pada UKPDS, captopril ekivalen dengan atenolol dalam mencegah kejadian kardiovaskular pada pasien dengan DM tipe 2. ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung42 dan memperlambat progres penyakit ginjal kronis. Golongan ACEI harus digunakan sebagai pengobatan lini pertama dalam terapi pada pasien-pasien ini, kecuali terdapat kontraindikasi absolut. Selain terapi dengan penyekat beta, bukti menunjukkan kalau ACEI lebih jauh menurunkan resiko kardiovaskular pada angina stabil kronis (EUROPA) dan pada pasien-pasien pasca infark miokard (HOPE). Akhirnya, data dari PROGRESS menunjukkan berkurangnya resiko stroke yang kedua kali dengan kombiasi ACEI dan diuretik tiazid. Kebanyakan ACEI dapat diberikan 1 kali/hari kecuali kaptopril, waktu paruhnya pendek , biasanya dua sampai tiga kali/hari. Kaptopril, enalapril, dan lisinopril diekskresi lewat urin, jadi penyesuaian dosis diperlukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang parah. Penyerapan kaptopril berkurang 30 40 % bila diberikan bersama makanan. ACEI dapat di toleransi dengan baik oleh kebanyakan pasien tetapi tetap mempunyai efek samping. ACEI mengurangi aldosteron dan dapat menaikkan kosentrasi kalium serum. Biasanya kenaikkannya sedikit, tetapi hiperkalemia dapat terjadi. Terlihat terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, atau diabetes melitus dan pada pasien yang juga mendapat ARB, NSAID, supplemen kalium, atau diuretik penahan kalium. Monitoring serum kalium dan kreatinin dalam waktu 4 minggu dari awal pemberian atau setelah menaikkan dosis ACEI sering dapat mengidentifikasi kelainan ini sebelum dapat terjadkomplikasi yang serius. Angiedema adalah komplikasi yang serius dari terapi dengan ACEI. Sering ditemui pada African-Amerian dan perokok. Gejala berupa bengkak pada bibir dan lidah dan kemungkinan susah bernafas. Hentikan pemberian ACEI untuk semua pasien dengan angioedema, tetapi edema laring dan gejala pulmonal kadanag-kadang terjadi dan memerlukan terapi dengan epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan/atau intubasi emergensi untuk membantu respirasi. Batuk kering yang persisten terlihat pada 20% pasien; dapat dijelaskan secara farmakologi karena ACEI menghambat penguraian dari bradikinin. Batuk yang disebabkan tidak menimbulkan penyakit tetapi sangat menganggu ke pasien. Bila ACEI diindikasikan untuk indikasi khusus gagal jantung, diabetes, atau penyakit ginjal kronis; pada pasien-pasien dengan batuk kering, ACEI diganti dengan ARB. ACEI merupakan kontraindikasi absolut untuk perempuan hamil dan pasien dengan riwayat angioedema. ACEI harus dimulai dengan dosis rendah terutama pada pasien dengan deplesi natrium dan volume, eksaserbasi gagal jantung, lansia, dan yang juga mendapat vasodilator dan diuretik karena hipotensi akut dapat terjadi. Penting untuk memulai dengan dosis normal untuk pasien-pasien diatas dan dosis dinaikkan pelan-pelan.

3. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB)

Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymase ACEI hanya menghambat efek angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat angiotensinogen II dari semua jalan. Oleh karena perbedaam ini, ACEI hanya menghambat sebagian dari efek angiotensinogen II. ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia: vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB. Studi menunjukkan kalau ARB mengurangi berlanjutnya kerusakan organ target jangka panjang pada pasien-pasien dengan hipertensi dan indikasi khusus lainnya.Tujuh ARB telah di pasarkan untuk mengobati hipertensi; semua obat ini efektif menurunkan tekanan darah. ARB mempunyai kurva dosis-respon yang datar, berarti menaikkan dosis diatas dosis rendah atau sedang tidak akan menurunkan tekanan darah yang drastis. Penambahan diuretik dosis rendah akan meningkatkan efikasi antihipertensi dari ARB. Seperti ACEI, kebanyakan ARB mempunyai waktu paruh cukup panjang untuk pemberian 1 x/hari. Tetapi kandesartan, eprosartan, dan losartan mempunyai waktu paruh paling pendek dan diperlukan dosis pemberian 2x/hari agar efektif menurunkan tekanan darah. ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI, ARB dapat menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik. Hal-halyang harus diperhatikan lainnya sama dengan pada penggunaan ACEI. Kejadian batuk sangat jarang, demikian juga angiedema; tetapi cross-reactivity telah dilaporkan. ARB tidak boleh digunakan pada perempuan hamil.4. Penyekat Beta

Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi.Sebelumnya penyekat beta disarankan sebagi obat lini pertama bersama diuretik. Tetapi, pada kebanyakan trial ini, diuretik adalah obat utamanya, dan penyekat beta ditambahkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa studi telah menunjukkan berkurangnya resiko kardiovaskular apabila penyekat beta digunakan pasca infark miokard, pada sindroma koroner akut, atau pada angina stabil kronis. Walaupun pernah dikontraindikasikan pada penyakit gagal jantung, banyak studi telah menunjukkan kalau karvedilol dan metoprolol suksinat menurunkan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sistolik yang sedang diobati dengan diuretik dan ACEI. Atenolol digunakan pada DM tipe 2 pada studiUKPDS dan menunjukkan efek yang sebanding, walaupun tidak lebih baik dalammenurunkan resiko kardiovaskular dibandingkan dengan captopril.Ada perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik diantara penyekat beta yang ada, tetapi menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga karakteristik farmakodinamik dari penyekat beta yang membedakan golongan ini yaitu efek: Kardioselektif (cardioselektivity) ISA (intrinsic sympathomimetic activity) Mestabilkan membrane (membran-stabilizing)Penyekat beta yang mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta-1 dari pada reseptor beta-2 adalah kardioselektif. Adrenoreseptor beta-1 dan beta-2 terdistribusi di seluruh tubuh, tetapi terkosentrasi pada organ-organ dan jaringan tertentu. Beta-1 reseptor lebih banyak pada jantung dan ginjal, dan beta-2 reseptor lebih banyak ditemukan pada paruparu, liver, pankreas, dan otot halus arteri. Perangsangan reseptor beta-1 menaikkan denyut jantung, kontraktilitas, dan pelepasan rennin. Perangsangan reseptor beta-2 menghasilkan bronchodilatatasi dan vasodilatasi. Penyekat beta yang kardioselektif kecil kemungkinannya untuk mencetuskan spasme bronkus dan vasokonstriksi. Juga, sekresi insulin dan glikogenolisis secara adrenergik dimediasi oleh reseptor beta-2. Penghambatan reseptor beta-2 dapat menurunkan proses ini dan menyebabkan hiperglikemi atau menimbulkan perbaikan hipoglikemi. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol adalah penyekat beta yang kardioselektif; jadi lebih aman daripada penyekat beta yang nonselektif pada pasien asma, PPOK, penyakit arteri perifer, dan diabetes yang karena alasan khusus harus diberi penyekat beta. Tetapi, kardioselektifitas adalah fenomena yang tergantung dosis. Pada dosis yang lebih tinggi, penyekat beta yang kardioselektif kehilangan selektifitas relatifnya untuk reseptor beta-1 dan akan memblok reseptor beta-2 seefektif memblok reseptor beta-1. Pada dosis berapa kardioselektifitas hilang tergantung dari pasien ke pasien. Pada umumnya, penyekat beta yang kardioselektif lebih disukai bila digunakan untuk mengobati. hipertensi. Beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic (ISA). Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol adalah penyekat beta ISA yang bekerja secara agonis beta reseptor parsial. Tetapi penyekat beta ISA ini tidak menurunkan kejadian kardiovaskular dibanding dengan penyekat beta yang lain. Malahan, obat-obat ini dapat meningkatkan resiko pasca infark miokard atau pada pasien dengan resiko penyakit koroner yang tinggi. Jadi, ISA jarang diperlukan.Akhirnya, semua penyekat beta mempengaruhi aksi menstabilkan membrane (membrane-stabilising action) pada sel jantung bila dosis cukup besar digunakan. Aktifitas ini diperlukan bila karakteristik antiaritmik dari penyekat beta diperlukan. Perbadaan farmakokinetik diantara penyekat beta berhubungan dengan first pass metabolisme, waktu paruh, derajat kelarutan dalam lemak (lipophilicity), dan rute eliminasi. Propranolol dan metoprolol mengalami first-pass metabolism, jadi dosis yang diperlukan untuk memblok reseptor beta akan bervariasi dari pasien ke pasien. Atenolol dan nadolol mempunyai waktu paruh panjang dan di ekskresi lewat ginjal. Walaupun waktu paruh dari penyekat beta lainnya jauh lebih singkat,pemberian 1x/hari efektif karena waktu paruh dalam serum tidak berhubungan dengan lama keja hipotensinya. Penyekat beta bervariasi dalam sifat lipofiliknya atau penetrasinya ke susunan saraf pusat. Semua penyekat beta melewati sawar darah-otak, tetapi agen lipofilik berpenetrasi lebih jauh dibanding yang hidrofilik. Propranolol yang paling lipofilik dan atenolol yang sedikit lipofiliknya. Jadi kosentrasi propranolol di otak lebih tinggi dibanding atenolol bila dosis yang ekivalen diberikan. Hal ini mengakibatnya efek samping sistim saraf pusat (seperti pusing dan mengantuk) dengan agen lipofilik seperti propranolol. Tetapi, sifat lipofilik ini memberikan efek yang lebih untuk kondisi nonkardiovaskular seperti migraine, mencegah sakit kepala, tremor essensial, dan tirotoksikosis. Pemberian penyekat beta tiba-tiba dapat menyebabkan angina tidak stabil, infark miokard, dan bahkan kematian pada pasien-pasien dengan resiko tinggi penyakit koroner. Pemberhentian tiba-tiba juga dapat menyebabkan rebound hypertension(naiknya tekanan darah melebihi tekanan darah sebelum pengobatan). Untuk mencegah ini, penyekat beta harus diturunkan dosis dan diberhentikan secara perlahan-lahan selama 1 -2 minggu. Seperti diuretic, penyekat beta menaikkan serum kolesterol dan glukosa, tetapi efek ini transien dan secara klinis bermakna sedikit. Penyekat beta dapat menaikkan serum trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL sedikit. Penyekat beta dengan karakteristik memblok penyekat alfa (karvedilol dan labatalol) tidak mempengaruhi kadar lemak.5. Antagonis kalsium (CCB)

CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Data menunjukkan kalau dihidropiridine tidak memberikan perlindungan terhadap kejadian jantung (cardiac events) dibandingkan dengan terapi konvensional (diuretik dan penyekat beta) atau ACEI pada pasien tanpa komplikasi. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes, ACEI terlihat lebih kardioprotektif dibanding dihidropiridin. Studi dengan CCB nondihidropiridin diltiazem dan verapamil terbatas, tetapi studi NORDIL menemukan diltiazemm ekivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian kardiovaskular. CCB dihidropiridin sangat efektif pada lansia dengan hipertensi sistolik terisolas (isolated systolic hypertension). JNC 7 tidak mencantumkan hipertensi sistolik terisolasi berbeda dengan tipe hipertensi lainnya, dan diuretik tetap terapi lini pertama. Bagaimanapun, CCB dihidropiridin long-acting dapat digunakan sebagai terapi tambahan bila diuretik tiazid tidak dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada pasien lansia dengan tekanan darah sistolik meningkat. CCB bekerja dengan menghambat influx kalsium sepanjang membran sel. Ada dua tipe voltage gated calcium channel: high voltage channel (tipe L) dan low voltage channel (tipe T). CCB yang ada hanya menghambat channel tipe L, yang menyebabkan vasodilatasi koroner dan perifer. Ada dua subkelas CCB, dihidropiridin dan nondihidropiridine. Keduanya sangat berbeda satu sama lain. Efektifitas antihipertensinya hampir sama, tetapi ada perbedaan pada efek farmakodinami yang lain. Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) menurunkan denyut jantung dan memperlambat konduksi nodal atriventrikular.Verapamil menghasilkan efek negatif inotropik dan kronotropik yang bertanggung jawab terhadap kecenderungannya untuk memperparah atau menyebabkan gagal jantung pada pasien resiko tinggi. Diltiazem juga mempunyai efek ini tetapi tidak sebesar verapamil. Nifedipin yang bekerja cepat (immediate-release) telah dikaitkan dengan meningkatnya insiden efek samping kardiovaskular dan tidak disetujui untuk pengobatan hipertensi. Efek samping yang lain dari dihidropiridin adalah pusing, flushing, sakit kepala, gingival hyperplasia, edema perifer, mood changes, dan gangguan gastrointestinal. Efek samping pusing, flushing, sakit kepala, dan edema perifer lebih jarang terjadi pada nondihidropiridin verapamil dan diltiazem karena vasodilatasinya tidak sekuat dihidropiridin. Diltiazem dan verapamil dapat menyebabkan anorexia, nausea, edema perifer, dan hipotensi. Verapamil menyebabkan konstipasi pada 7% pasien. Efek samping ini terjadi juga dengan diltiazem tetapi lebih sedikit. Verapamil dan juga diltiazem (lebih sedikit) dapat menyebabkan interaksi obat karena kemampuannya menghambat sistem isoenzim sitokrom P450 3A4 isoenzim. Akibatnya dapat meningkatkan serum konsentrasi obat-obat lain yang di metabolisme oleh sistem isoenzim ini seperti siklosporin, digoksin, lovastatin, simvastatin, takrolimus, dan teofilin. Verapamil dan diltiazem harus diberikan secara hati-hati dengan penyekat beta untuk mengobati hipertensi karena meningkatkan resiko heart block dengan kombinasi ini. Bila CCB perlu dikombinasi dengan penyekat beta, dihidropirine harus dipilih karena tidak akan meningkatkan resiko heart block.6. Penyekat alfa1Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat reseptor 1 selektif. Bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin pada sel otot halus, menyebabkan vasodilasi dan menurunkan tekanan darah. Pada studi ALLHAT doxazosin adalah salah satu obat yang digunakan, tetapi di stop lebih awal karena secondary end point stroke, gagal jantung, dan kejadian kardiovaskular terlihat dengan pemberian doxazosin dibanding chlorthalidone. Tidak ada perbedaan pada primary end point penyakit jantung koroner fatal dan infark miokard nonfatal. Data ini menunjukkan kalau diuretik tiazid superior dari doxazosin (dan barangkali 1-blocker lainnya) dalam mencegah kejadian kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi. Jadi penyekat alfa adalah obat alternatif kombinasi dengan obat antihipertensi primer lainnya. Penyekat alfa1 memberikan keuntungan pada laki-laki dengan BPH (benign prostatichyperplasia). Obat ini memblok reseptor postsinaptik alfa1 adrenergik ditempat kapsul prostat, menyebabkan relaksasi dan berkurang hambatan keluarnya aliran urin. Efek samping yang tidak disukai dari penyekat alfa adalah fenomena dosis pertama yang ditandai dengan pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1 -3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi pada kenaikan dosis. Episode ini diikuti dengan hipotensi ortostatik dan dapat diatasi/dikurangi dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis berikutnya saat mau tidur. Hipotensi ortostatik dan pusing dapat berlanjut terus dengan pemberian terus menerus. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien lansia. Penyekat alfa melewati hambatan otak-darah dan dapat menyebabkan efek samping CNS seperti kehilangan tenaga, letih, dan depresi.7. Agonis 2 sentral

Klonidin dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan merangsang reseptor 2 adrenergic di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran simpatetik dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitas simpatetik, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatetik, dapat menurunkan denyut jantung, cardiac output, total peripheral resistance, aktifitas plasma rennin, dan reflex baroreseptor. Klonidin sering digunakan untuk hipertensi yang resistan, dan metildopa adalah obat lini pertama untuk hipertensi pada kehamilan. Penggunaan agonis 2 sentral secara kronis menyebabkan retensi natrium dan air, paling menonjol dengan penggunaan metildopa. Penggunaan klonidin dosis kecil dapat digunakan untuk mengobati hipertensi tanpa penambahan diuretik. Tetapi, metildopa harus diberikan bersama diuretik untuk mencegah tumpulnya efek antihipertensi yang terjadi dengan penggunaan jangka panjang, kecuali pada kehamilan. Seperti dengan penggunaan obat antihipertensi yang bekerja sentral lainnya depresi dapat terjadi. Kejadian hipotensi ortostatik dan pusing lebih tinggi dari pada dengan obat antihipertensi lainnya, jadi harus digunakan dengan hati-hati pada lansia. Klonidin mempunyai kejadian efek samping antikolinergik yang cukup banyak seperti sedasi, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan kabur penglihatan. Penghentian agonis 2 sentral secara tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension. Efek ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pelepasan norepinefrin sewaktu klonidin diberhentikan tiba-tiba. Metildopa dapat menyebabkan hepatitis atau anemia hemolitik, walaupun jarang terjadi. Kenaikan sementara serum transaminase liver kadang-kadang terlihat dengan terapi metildopa tetapi secara klinis irrelevant kecuali bila nilainya diatas tiga kali batas normal. Metildopa harus diberhentikan segera apabila kenaikan serum transaminase atau alkalin fosfatase liver menetap karena ini menunjukkan onset dari hepatitis fulminan, bisa mengancam nyawa.

8. Reserpin

Reserpin menurunkan tekanan darah dengan mengosongkan norepinefrin dari ujung saraf simpatetik dan memblok perjalanan norepinefrin ke granul penyimpanannya. Reserpin juga mengosongkan katekolamin dari otak dan miokardium, mengakibatkan sedasi, depresi, dan berkurangnya curah jantung. Reserpin mulai kerja dan waktu paruhnya lambat sehingga dosis pemberian satu kali per hari. Tetapi, diperlukan 2 sampai 6 minggu sebalum efek antihipertensi maksimal terlihat. Reserpin dapat menyebabkan retensi natrium dan air yang cukup bermakna. Harus di kombinasikan dengan diuretic (tiazid lebih disukai). Penghambatan aktifitas simpatetik yang kuat oleh reserpin mengakibatkan meningkatnya aktifitas parasimpatetik. Terlihat dari efek samping hidung tersumbat, meningkat sekresi asam lambung, diare, dan bradikardia dapat terjadi. Depresi yang terjadi berupa kesedihan, hilang nafsu makan atau percaya diri, hilang tenaga, disfungsi ereksi. Dengan dosis 0.05 dan 0.25 depresi minimal. Reserpin digunakan sebagai terapi lini ke tiga pengobatan hipertensi.9. Vasodilator arteri langsung (direct arterial vasodilators)

Efek antihipertensi dari hidralazin dan minoksidil disebabkan oleh relaksasi langsung otot polos arteriolar tetapi tidak menyebabkan vasodilasi ke pembuluh darah vena. Kedua obat juga menyebabkan penurunan tekanan perfusi yang kuat yang mengaktifkan refleks baroreseptor. Pengaktifan dari baroreseptor menyebabkan meningkatnya aliran simpatetik, sehingga meningkatkan denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan rennin. Akibatnya terbentuk takifilaksis, efek hipotensi akan hilang dengan pemakaian seterusnya. Efek ini dapat diatasi dengan penggunaan penyekat beta bersamaan (Depkes, 2006). Pengobatan dengan obat tradisional1. Labu siam (Sechium edule)Nama Daerah : labu jipang, manisah (Jawa Timur), waluh siam (Jawa Barat, di dunia internasional biasa disebut Chayate dijadikan cadangan pangan bagi penduduk meksiko.Kandungan : Labu siam buahnya mengandung vitamin A, B, C, niasin, dan sedikit albuminoid. Karena bersifat dingin jika dimakan terasa sejuk dan dingin di perut. Daging buahnya terdiri dari 90 persen air, 7,5% karbohidrat, 1 persen protein, 0,6 persen serat, 0,2 persen abu, dan 0,1 persen lemak. Juga mengandung sekitar 20 mg kalsium, 25 mg fosfor, 100 mg kalium, 0,3 mg zat besi, 2 mg natrium, serta beberapa zat kimia yang berkhasiat.Bukti klinis : kandungan alkaloid dalam labu siam bisa membuka pembulu darah yang tersumbat. Oleh karena itulah labu siam bisa menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Seperti diketahui, melalui air seni yang banyak terbuang akibat sifat diuretik dari labu siam, kandungan garam di dalam darah pun ikut berkurang. Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah sehingga tekanan darah akan menurun. Cara penggunaannya mudah yaitu dengan cara meminum air perasan labu sehari dua kali, setiap pagi dan sore (Dorothy, 2011)2. MurbeiNama lain :Besaran (Indonesia). murbai, besaran (Jawa).; Kerta, kitau (Sumatera).; Sangye (China), may mon, dau tam (Vietnam), morus leaf,; morus bark,morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark,; mulberry twigs, white mulberry, mulberry (Inggris).Cara Pemakaian : Daun murbei segar sebanyak 15 g dicuci bersih kemudian direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit. Setelah dingin disaring lalu dibagi untuk 2 kali minum, pagi dan sore. Buah murbei segar sebanyak 30 g direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit mendidih, dinginkan, diperas dan disaring. Hasil saringan diminum sehari dua kali sama banyak.Sifat kimiawi dan efek farmakologis : Daun bersifat pahit, manis, dingin, masuk meridian paru dan hati. Buah bersifat manis, dingin, masuk meridian jantung, hati, dan ginjal. Kulit akar bersifat manis, sejuk, masuk meridian paru. Ranting bersifat pahit, netral, masuk meridian hati.Kandungan kimia : Daun murbei mengandung ecdysterone, inokosterone, lupeol, beta-sitosterol, rutin, moracetin, isoquersetin, scopoletin, scopolin, alfa-, beta-hexenal, cis-beta-hexenol, cis-lamda-hexenol, benzaidehide, eugenol, linalool, benzyl alkohol, butylamine, aceto'ne, trigonelline, choline, adenin, asam amino, copper, zinc, vitamin (A, B1, C. dan karoten), asam klorogenik, asam fumarat, asam folat, asam formyltetrahydrofolik, dan mioinositol. Juga mengandung phytoestrogens. Bagian ranting murbei mengandung tanin dan vitamin A. B uahnya mengandung cyanidin, isoquercetin, sakarida, asam linoleat, asam stearat, asam oleat, dan vitamin (karoten, B1, B2 dan C). Kulit batang mengandung (1) triterpenoids: alfa-,beta-amyrin, sitosterol, sitosterol-alfaglucoside. (2) Flavonoids: morusin, cyclomorusin, kuwanone A,B,C, oxydihydromorusin. (3) Coumarins: umbelliferone, dan scopoletin. Kulit akar mengandung derivat flavone mulberrin, mulberrochromene, cyclomulberrin, cyclomulberrochromene, morussin, dan mulberrofuran A. Juga mengandung betulinic acid, scopoletin, alfa-amyrin, beta-amyrin, undecaprenol, dan dodecaprenol. Biji: urease. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian : Eedysterone berkhasiat hipoglikemik. 3. Bawang putih (Allium sativum L.)Senyawa aktif : Bawang putih mengandung minyak atsiri, alii, kalium, saltivine, diallysulfide yang dapat berfungsi menurunkan tekanan darah. Bukti ilmiah : Kandungan allicin dan aliin berkaitan dengan daya anti kolesterol. Kemampuan ini membuat bawang putih berkhasiat mencegah penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi. Allicin juga bertugas menyerap lemak.Cara pemakaian : 3 siung bawang putih dikupas dan dibersihkan, 3 tangkai seledri dicuci bersih. Kedua bahan dimasukkan ke dalam 3 gelas air. Direbus hingga mendidih hingga tersisa 1 gelas. Diangkat, disaring lalu didinginkan. Ramuan diminum setiap hari.4. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus)Senyawa aktif : saponin, polifenol, flavonol, myoinosital, orthosipon glikosida, minyak atsiri, dan garam kalium. Orthosipon glikosida adalah senyawa khusus yang memiliki daya diuretik dan sedikit antiinflamasi.Bukti ilmiah : diduga kemungkinan mekanisme penurunan tekanan darah terjadi karena kumis kucing berefek diuresis. Zat-zat yang bersifat diuresis dapat menambah kecepatan pembentukan urin maupun meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuresis adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga cairan ekstrasel dan tekanan darah kembali normal.Cara pemakaian : daun kumis kucing segar sebanyak genggam direbus dalam 1 gelas air. Dididihkan hingga tersisa gelas. Diangkat, didinginkan lalu disaring. Diminum 2 kali sehari dan tiap kali minum gelas.Aktivitas farmakologi. Studi in vitro dan hewan percobaanEfek diuretikBeberapa studi pada tikus telah melaporkan aktivitas diuretik dari ekstrak O. stamineus dan O. aristatus dan dari flavonoids (sinensetin dan tetrametoksiflavon) yang diisolasi dari O. aristatus. Pemberian ekstrak hidroalkoholik O. stamineus secara intraperitoneal pada tikus menyebabkan diuresis signifikan setelah 224 jam dibandingkan dengan kontrol. Efeknya serupa dengan yang diamati pada pemberian hidroklortiazid secara intraperitoneal (10mg/kg). Pemberian secara oral dari ekstrak cair O. aristatus meningkatkan ekskresi ion yang besarnya serupa dengan furosemid, meskipun tidak ada catatan aktivitas diuretik. Sinensetin 3',4',5,7-tetramethoxyflavone

5,6,7,4'-TetramethoxyflavonePemberian peroral dari metilripariokromen A (100mg/kg) telah menunjukkan peningkatan volume urin pada tikus yang berpuasa setelah tiga jam setelah pemberian peroral, peningkatan volume urinnya serupa dengan hasil pengamatan dengan pemberian hidroklortiazid peroral. (25mg/kg). Ekskresi ion natrium, kalium, dan klorida meningkat dengan metilripariokromen A (100mg/kg). Mekanisme aksi diuretik dari metilripariokromen A belum diuraikan, meskipun demikian tampaknya mekanisme kerjanya berbeda dengan hidroklortiazid.Efek antihipertensifMetilripariokromen A telah dilaporkan memiliki beberapa aktivitas farmakologi yang berkaitan dengan aktivitas antihipertensi. Pada tikus yang hipertensi spontan, pemberian subkutan dari metilripariokromen A (100mg/kg) menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik secara kontinu dan penurunan kecepatan jantung. Metilripariokromen A juga menekan kontraksi induksi-agonis aorta toraks pada tikus dan menurunkan kekuatan kontraktil pada isolasi atria babi-guinea tanpa menyebabkan efek yang signifikan terhadap curah jantung. Mekanisme aksi untuk efek antihipetensi dari metilripariokromen dianggap tidak jelas.Perpindahan tipe pimaran dari diterpen (neoortosiphol A dan B), tipe isopimarin-diterpen (ortosipols A dan B, ortosiphon A dan B), benzokrom (metilripariokrom, aseto venilokrom, ortokrom A) dan flavon (tetrametilkutelarein, sinensein) diisolasi dari O. aristatus dilaporkan dapat menghambat efek menekan pada respo kontraktil di aorta toraks.

5. Mentimun (Cucumis sativus L.)Salah satu kandungan ketimun adalah isoflavon yang dapat menurunkan tekanan darah. Cara Pemakaian : 2 buah ketimun segar dicuci bersih lalu diparut. Hasil parutannya peras dan disaring, lalu diminum sekaligus. Lakukan 2-3 kali sehari.6. Seledri (Apium graveolens L.)Senyawa aktif : flavonoid (apigenin, isoquercitrin), kaumarin, minyak atsiri (limonene, selenine, santalol). Bukti ilmiah : seledri terbukti berhasil menurunkan tekanan darah tinggi karena aktivitas sebagai kalsium antagonis yang berpengaruh pada tekanan darah. Ini artinya senyawa aktif seledri bekerja pada reseptor pembuh darah yang hasil akhirnya memberi efek relaksasi. Pada pasien hipertensi saat tekanan darah naik maka pembuluh darah akan mengencang/menegang. Padahal normalnya hanya berdenyut saja karena memberi efek relaksasi, konsumsi seledri bisa mengurangi ketegangan pembuluh darah.Cara pemakaian : disiapkan 20 batang seledri kemudian dicuci bersih, dimasukkan kedalam panci bersama 2 gelas air kemudian direbus hingga tersisa nya. Diangkat, didinginkan, lalu diminum 2 kali sehari bersama ampasnya.

7. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimb) Nama daerah : Limeng, selimeng, thlimeng (Aceh), selemeng (Gayo),; Asom, belimbing, balimbingan (Batak), malimbi (Nias),; balimbieng (Minangkabau), belimbing asam (Melayu),; Balimbing (Lampung). calincing, balingbing (Sunda), Balimbing wuluh (Jawa), bhalingbhing bulu (Madura).; Blingbing buloh (Bali), limbi (Bima), balimbeng (Flores),; Libi (Sawu), belerang (Sangi).Senyawa aktif : buah bilimbing wuluh mengandung asam askorbat, niasin, riboflavin, karoten, tiamin, kalsium, besi, serat dan protein.Bukti ilmiah : beberapa studi penelitian menunjukkan pengaruh buah belimbing wuluh sebagai obat hipertensi. Tanaman obat yang dipakai untuk mengobati hipertensi paling tidak harus memiliki beberapa sifat berikut : diuretik, antiadrenergik, dan vasodilator. Buah belimbing wuluh paling tidak memenuhi syarat sebagai diuretik. Kandungan kalium sitrat di dalam buahnya merangsang pengeluaran cairan dalam tubuh. Jika proses pengeluaran kemih lancar, otomatis tekanan darah turun.Cara penggunaan : buah belimbing wuluh sebanyak 3 buah dicuci bersih, dipotong-potong lalu direbus dalam 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas. Diangkat, didinginkan lalu disaring diminum setiap pagi setelah makan.Sifat kimiawi dan efek farmakologis : Rasa asam, sejuk. Menghilangkan sakit (analgetik), memperbanyak pengeluaran empedu, anti radang, peluruh kencing, astringent (Agromedia, 2008).

Pengobatan dengan Obat Herbal dan Fitofarmaka1. TensigardKomposisiEkstrak Apii Herba / Apii herba extr 92 mg, Ekstrak Orthosiphon Folium / orthosiphon folium extr 28 mg.IndikasiMenurunkan dan menstabilkan tekanan darah serta melancarkan air seni.KemasanKapsul 3 x 10 biji.DosisPengobatan : 2-3 kali sehari 1 kapsul. Pemeliharaan : sekali sehari 1 kapsul.PenyajianDikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidakPabrikPhapros.

2. Kapsul Bawang Putih TunggalKomposisi :Serbuk Bawang Putih Tunggal MurniAturan Pakai :Penyembuhan: 3 x 3Perawatan : 3 x 1Manfaat dan Kegunaan :Menurunkan Hipertensi, Kolesterol, Jantung, Stroke, Migrain, Kembung, Sembelit, Disentri, Sariawan, Meningkatkan Daya Tahan Tubuh, Tukak Lambung, dan lain-lain.Pabrik : PT. Super Prima

3. GarlicKomposisi :Tiap Kapsul mengandung 500 mg serbuk kering bawang putihAturan Pakai : Pengobatan : 2 kapsul per hari sesudah makanPencegahan : 1 kapsul per hari sesudah makanKhasiat : Membantu mengurangi resiko penyakit jantung Menormalkan sirkulasi dan kolesterol darah Menurunkan hipertensi Meningkatkan daya tahan tubuh Mengurangi gejala rematik Detoksifikasi racun Mengatasi asma dan alergi

Pabrik : PT.Liza Herbal Internasional, Bogor Indonesia

4. CelleryKomposisi :Tiap kapsul mengandung 300 mg serbuk kering daun seledriAturan Pakai :Pengobatan 2 kapsul per hari sesudah makanPencegahan 1 kapsul per hari sesudah makanKhasiat : Membantu mencegah & mengatasi gejala hipertensi & stroke Membantu mengatasi reumatik Menurunkan kadar asam uratPabrik : PT. Liza Herbal Internasional, Bogor - Indonesia

5. Gold-G Sea Cucumber JellyNomor RegistrasiTI114645721Bentuk SediaanCairan Obat/Suplemen DalamKomposisiSea cucumber extractKhasiat Mampu melembutkan dan melebarkan pembuluh darah, menjaga elastisitas pembuluh darah serta mengurangi kekentalan darah. Kandungan Glucosaminoglycans yang terkandung dalam gold-g juga mencegah penggumpalan darah sehingga mengurangi tekanan darah.KemasanBotol @ 320 mlPendaftar & ImportirPT. GNE Indonesia Jakarta Barat, DKI JakartaProdusenBiogene R & D SDN BHD Malaysia

BAB IVPENCEGAHAN

Kebiasan-kebiasan yang harus dihindari Stress Merokok Batasi minuman beralkohol Hindari makanan mengandung garam Hindari beraktivitas berendam di air garam Makanan yang dianjurkan untuk penderit hipertensi Ikan Jus seledri Minyak zaitun Buah dan sayuran aneka warna Ketimun Cuka apel Olahraga untuk mencegah hipertensiLakukan olah raga selama 30 menit hingga 45 menit sehari sebanyak kali seminggu. Berikut beberapa olahraga yang dapat dilakukan : Latihan aerobik adalah tipe yang bergerak kelompok otot besar dan menyebabkan Anda bernafas lebih dalam dan hati Anda untuk bekerja lebih keras untuk memompa darah. Ini juga disebut latihan cardiovaskular. Hal ini meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru. Contohnya: berjalan , joging, berlari, menari aerobik, bersepeda, mendayung dan renang Latihan beban berat pelatihan, atau latihan kekuatan, membangun kekuatan dan otot. Senam seperti push-up adalah latihan beban juga. Angkat beban adalah latihan beban. Jika anda memiliki tekanan darah tinggi atau masalah kesehatan lainnya, konsultasikan dengn dokter keluarga sebelum memulai latihan beban (Dorothy, 2011).

BAB VPENUTUP

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah (TD), tekanan sistole lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastole lebih dari 90 mmHg yang sifatnya permanen. Atau seseorang dikatakan hipertensi jika mengkomsumsi obat antihipertensi.Diagnosis hiprtensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang-ulang (minimal 3 kali) pada situasi atau waktu berlainan diperoleh nilai rata-rata tekanan darah sistole (TDS) > 140 mmHg dan tekanan darah diastole (TDD) >90 mmHg. TDS merupakan hasil pembacaan saat jantung berkontraksi, sedangkan TDD hasil pembacaan saat relaksasi atau diantara dua kontraksi. Besarnya tekanan darah bervariasi antar individu dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. TD dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup jantung. Besarnya isi sekuncup jantung ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung dan aliran vena. Curah jantung rata-rata 4-8 liter per menit. Isi sekuncup jantung, jumlah yang dipompa dari ventrikel kiri dalam setiap jantung berdenyut, kira-kira 70 ml.Curah jantung (4-8 L/menit) = Denyut jantung x vol. sekuncup (70 ml/denyut)Resistensi perifer merupakan akibat resistensi pembuluh darah (arteri dan arteriola) dan viskositas darah. Resistensi pembulu darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriola, dan elastisitas dinding pembulu darah.Hipertensi tidak dapat diswamedikasi dengan obat-obat modern karena obat-obat antihipertensi merupakan golongan obat keras dan tidak termasuk dalam daftar Obat Wajib Apotik (OWA). Obat tradisional mungkin dapat menjadi alternatif untuk mengobati hipertensi tingkat 1 (ringan) dimana belum terdapat komplikasi. Selain itu terapi non farmakologi juga dapat dilakukan untuk mengurangi bahaya penyakit hipertensi, caranya dengan memodifikasi pola hidup meliputi : Menurunkan berat badan bila gemuk Latihan fisik (aerobik) secara teratur Diet rendah garam (< 6 gram NaCl/hari) Membatasi minum alkohol Berhenti merokok Mengurangi makanan berlemak (Priyanto, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat: 431 Jenis Tanaman Penggempur Penyakit. PT Agromedia Pustaka. Jakart.

Anonim, 2013. http://www.obatherbalberbagaipenyakit.info/wp-content/uploads/2013/10/rsz_gamat-gold-g-1024x768-compressed1.jpg (Online), diakses 21 Oktober 2014.

Depkes RI, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES.

Dipiro, Joseph T., et al. 2008. Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 7th Edition. The McGraw-Hill Companies. USA.

Dorothy M, Russel. 2011. Bebas dari 6 Penyakit Paling Mematikan. Penyunting: Tim MedPress, Media Pressindo, Yogyakarta.

Mansjoer A., et al. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Media Aesculapis. Jakarta.

Mycek, Mary J. 2001. Famakologi Ulasan Bergambar. Alih bahasa, Azwar Agoes; Editor, Huriaan Hartanto. Widya Medika, Jakarta.

Priyanto, 2010. Farmakologi Dasar. Leskonnfi. Jakarta.