Top Banner
OLEH: OLEH: ARDI NOVRA DAN DEPISON ARDI NOVRA DAN DEPISON MODEL ALTERNATIF KELEMBAGAAN PARTISIPATIF MODEL ALTERNATIF KELEMBAGAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENANGANAN PENGURASAN TERNAK SAPI PROGRAM PENANGANAN PENGURASAN TERNAK SAPI BETINA PRODUKTIF PROVINSI JAMBI BETINA PRODUKTIF PROVINSI JAMBI KAJIAN KEBIJAKAN SECARA RESPONSIF DAN ANTISIPATIF
16

Sustainable Small Cattle Farming Development

May 24, 2015

Download

Business

Ardi Novra

Participatory Institutional on the Village Level to problem solving to decrease the heifer productive lossing
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sustainable Small Cattle Farming Development

OLEH: OLEH:

ARDI NOVRA DAN DEPISONARDI NOVRA DAN DEPISON

MODEL ALTERNATIF KELEMBAGAAN PARTISIPATIF MODEL ALTERNATIF KELEMBAGAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENANGANAN PENGURASAN TERNAK SAPI PROGRAM PENANGANAN PENGURASAN TERNAK SAPI

BETINA PRODUKTIF PROVINSI JAMBIBETINA PRODUKTIF PROVINSI JAMBI

KAJIAN KEBIJAKAN SECARA RESPONSIF DAN ANTISIPATIF

Page 2: Sustainable Small Cattle Farming Development

PENDAHULUAN

DEFISIT PRODUKSIPROVINSI JAMBI (Implikasi)•defisit perdagangan (2007) mencapai Rp. 52,78 M (setara 10.557 ekor), •JIKA tidak ada langkah strategis (2012) => Rp. 83,137 M (setara 16.627 ekor).

Pengurasan MESIN PRODUKSI (Tingginya pemotongan dan penjualan ternak sapi betina produktif)

SALAH SATU PENYEBAB

Page 3: Sustainable Small Cattle Farming Development

PENDAHULUAN

PEMOTONGAN TERNAK BETINA PRODUKTIV

•Sekitar 23,36% dari jumlah ternak dipotong adalah betina produktiv

•Lebih besar jika pemotongan ternak tidak terkontrol (93,33%) dan hanya 6,67% di RPH.

PERDAGANGAN ANTAR DAERAH

•Perdagangan ternak sapi dimana 15,06% ternak yang dijual adalah betina

•Diprediksi lebih besar karena hanya 14,97% dijual melalui pasar hewan.

Pengawasan berlapis dan terintegrasi mencegah pengurasan mesin produksi

•Lingkungan terkecil (rumah tangga peternak dan kelompok),

•Rumah Potong Hewan (RPH),

•Pos pengawasan (check point) lalu lintas ternak sampai

•Peraturan Daerah (PERDA).

MODEL KELEMBAGAAN ??????

Page 4: Sustainable Small Cattle Farming Development

MAKSUD DAN TUJUAN

MAKSUDMAKSUDmemberikan masukan kepada pemerintah terutama instansi terkait tentang desain kebijakan penanganan pelepasan ternak sapi betina produktif oleh rumah tangga. TTUJUAN UMUMUJUAN UMUM

•mendesain suatu model alternatif kelembagaan yang lebih partisipatif sehingga dapat berfungsi secara efisien dan efektif dalam pencegahan pemotongan dan penjualan ternak sapi betina produktif

TUJUAN KHUSUSTUJUAN KHUSUS

•Mengidentifikasi faktor pendorong pelepasan ternak betina produktif (penjualan atau pemotongan) oleh rumah tangga peternak sapi potong rakyat.

•Mendesain model kelembagaan partisipatif yang mampu secara efektif meminimalisir penjualan dan pemotongan ternak sapi betina produktif.

Page 5: Sustainable Small Cattle Farming Development

METODE KAJIAN

Penelitian survey selama 6 bulan pada 3 Kabupaten di Provinsi JambiPendekatan pengembangan model kelembagaan menggunakan PRA. JENIS DATA: •Data primer: obeservasi lapangan (instrumen kuisoner dan interview). •Data sekunder: dari lembaga terkait dan recording kelompok tani ternak sapi TEKNIK PENARIKAN CONTOH Multistage CRS•Pemilihan wilayah kabupaten secara SRS, •Pemilihan sentra sapi potong masing-masing kabupaten terpilih (purposive sampling) •Pemilihan peternak secara SRS masing-masing wilayah sentra, Alokasi rumah tangga sebagai unit sampling: equal allocation.

METODE ANALISIS METODE ANALISIS •Analisis deskritif dari olahan data matematis sederhana

•Analisis kelembagaan dan review kebijakan•Uji kelayakan (sikap dan persepsi masyarakat peternak)

Page 6: Sustainable Small Cattle Farming Development

HASIL KAJIAN

GAMBARAN UMUM RT PETERNAKGAMBARAN UMUM RT PETERNAK

• Pendidikan dan tingkat pengetahuan realtif masih rendah (mencirikan masyarakat perdesaan atau sektor pertanian.

• Struktur pasar tenaga kerja: sebagian besar bekerja pada sektor pertanian (on-farm dan off-farm).

• Sekitar 92,94% peternak merupakan RT baik pemilik lahan (on-farm) maupun tenaga kerja yang menerima upah atau buruh tani (off-farm).

Sektor perkebunan masih menjadi sumber utama pendapatan RT tetapi usaha ternak sapi potong mampu memberikan sumbangan cukup besar. Peran sektor peternakan relatif cukup besar IF usaha ternak sapi diiringi dengan pemanfaatan sumberdaya limbah •Energi (biogas): mengurangi belanja bahan bakar rumah tangga (minyak tanah dan kayu bakar) •Penggunaan kompos atau kotoran basah sebagai substitusi pupuk an-organik

Nilai dapat dihitung dengan pendekatan VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA DAN

LINGKUNGANLIHAT TABEL

Page 7: Sustainable Small Cattle Farming Development

SUMBER INCOME RT PETERNAKSUMBER INCOME RT PETERNAK

NoSumber Pendapatan Rumah Tangga

Jumlah(Rp/Tahun)

Proporsi (%)

1 Kebun10.064.78

863,31

2 Pangan 61.765 0,393 Sambilan 1.769.882 11,134 Anggota Keluarga Lain 1.073.412 6,755 Usaha Ternak Sapi 2.926.708 18,41

a. Utama 1.336.250 8,41b. Biogas 518.294 3,26c. Substitusi Pupuk UT 961.369 6,05d. Penjualan Pupuk 110.795 0,70

JUMLAH15.896.55

5100,00

PENGEMBANGAN TEKONOLOGI MAMPU MEMPERKUAT DAYA SAING

EKONOMI : Nilai tambah ekonomi yang dihasilkanSOSIAL : Ketergantungan pada usaha ternak

Menuju intensifikasi (bahan baku) dan

pelepasan ternak oleh RT berkurang

Page 8: Sustainable Small Cattle Farming Development

PELEPASAN BETINA PRODUKTIF OLEH RT

Rasionalitas usaha

Semua kelompok perlu penanganan dalam bentuk program pencegahan pengurasan ternak sapi betina produktiv

Ternak sapi bukan usaha prioritas

(tabungan)

Perlu perhatian khusus

Perlu penguatan daya saing sosial usaha ternak terhadap komoditas UT

lainnya

Page 9: Sustainable Small Cattle Farming Development

TITIK LOKASI POTENSIAL PENJARINGAN

KELOMPOK

PEMERINTAHPEMERINTAHBEBERAPA KELEMAHANa)proporsi pemotongan di luar RPH dan jual beli di luar pasar ternak masih DOMINAN sehingga sulit dikontrol. b)biaya perunit lebih mahal karena dana pengganti tidak hanya biaya (harga) ternak tetapi juga “margin tataniaga”c)proses pertanggung jawaban anggaran sulit dan rentan terjadinya permainand)Redistribusi ternak hasil penjaringan butuh sumberdaya lebih besar baik dari aspek biaya, tenaga maupun waktu.

Penjaringan pada tingkat peternak oleh kelompok lebih efektif dan efisien, sehingga kelompok menjadi ujung tombak tercapainya efektivitas program penanganan pengurasan Kesadaran peternak untuk tetap mempertahankan “mesin produksi” ini sangat tergantung pada motivasi yang timbul dari persepsi tentang manfaat usaha bagi ekonomi RT.

Page 10: Sustainable Small Cattle Farming Development

UJI KELAYAKAN (SOSIAL)

Sumber: Olahan Data Primer, 2009

Disamping pemerintah, kelompok menjadi harapan alternatif

Dana pemerintah tidak ada maka tanggung

jawab kelompok

Proporsi cukup untuk menjadi kelompok Buffer

Problem utama (dana) maka perlu penguatan

(LKM)

Kendala teknis di lapangan (perlu aturan

main)

Peternak yakin kelembagaan partisipatif

akan berjalan baik

Page 11: Sustainable Small Cattle Farming Development

MODEL KELEMBAGAAN PARTISIPATIFMODEL KELEMBAGAAN PARTISIPATIF

Restrukturisasi organisasi dengan 4 elemen (minimal). yaitu; ANGGOTA KELOMPOK yaitu masyarakat peternak yang menjadi anggota

kelompok yang terbentuk berdasarkan pada keakraban, keserasian serta kesamaan kepentingan dalam mengelola usaha kelompok untuk mencapai tujuan yang telah disepakati atau ditetapkan

PENGURUS INTI KELOMPOK: bertugas dan memiliki wewenang dalam perencanaan dan pengawasan aktivitas anggota, sub-sub bagian dalam kepengurusan dan fasilitasi internal dan eksternal.

PENGURUS LEMBAGA PEMBIAYAAN KELOMPOK (LKM), yaitu lembaga formal atau informal tersendiri dalam kelompok yang memberikan pelayanan finansial pada peternak berupa tabungan dan kredit untuk mengembangkan usaha.

PENGELOLA TERNAK PENYANGGA KELOMPOK (Buffer Stocker): bagian dari kelompok yang ditugasi menjaring ternak yang akan dilepas (jual atau potong) anggota terutama ternak muda (jantan dan betina) dan induk masih produktif.

ELEMEN KELEMBAGAAN PARTISIPATIF: ELEMEN KELEMBAGAAN PARTISIPATIF:

Page 12: Sustainable Small Cattle Farming Development

MEKANISME KERJA KELEMBAGAANMEKANISME KERJA KELEMBAGAAN

TATAKELOLA MODEL KELEMBAGAAN PARTISIPATIF

•mencakup aliran ternak sapi dan dana dalam kelompok tetapi juga tidak menutup kemungkinan menjangkau peternak non-kelompok di desa yang sama atau desa sekitarnya.

•Ternak sapi dilepas RT dengan alasan apa saja (tujuan jual atau potong) harus melalui atau izin kelompok.

•Penjualan ternak siap potong seperti hasil penggemukan dan betina afkir atau mengalami gangguan reproduksi cukup melalui pemberitahuan kepada kelompok.

•Ternak produktif (bakalan dan betina produktiv (remaja dan induk) dicegah untuk keluar wilayah (penjaringan).

Page 13: Sustainable Small Cattle Farming Development

KELOMPOK PENYANGGAKELOMPOK PENYANGGA

Tatacara penentuan nilai ternak sapi sangat penting agar tidak merugikan pihak-pihak dalam transaksi internal kelompok.

Perlukan aturan standar, disepakati bersama tentang tatacara penentuan nilai ternak

BENTUK NILAI MANFAAT POTENSIAL BENTUK NILAI MANFAAT POTENSIAL BAGI ANGGOTA PENYANGGABAGI ANGGOTA PENYANGGA1. Bagi hasil nilai tambah

penggemukan ternak sapi bakalan dan hasil penjringan yang dipelihara oleh kelompok stockis.

2. Fee manajemen dari nilai tambah penggemukan bakalan (jantan muda) hasil penjaringan yang diredistribusikan kepada anggota kelompok lain.

Page 14: Sustainable Small Cattle Farming Development

PEMANFAATAN TERNAK HASIL PENJARINGAN

1. Redistribusi ternak hasil penjaringan kepada RT lain dalam kelompok terutama yang belum mendapatkan guliran atau anggota dengan skala usaha kecil.

2. Dipelihara kembali oleh pemilik awal tetapi dengan status kepemilikan ternak milik kelompok dan tetap menggunakan aturan pola gaduhan ternak sapi bibit.

3. Dipelihara kembali oleh pemilik awal dan nilai penjualan dikonversi dalam bentuk hutang pada LKM dengan besar dan jangka waktu cicilan tertentu.

4. Jika tidak ada lagi rumah tangga anggota kelompok yang menjadi sasaran redistribusi, maka alternatif pemanfaatan ternak sapi produktif hasil penjaringan Dikelola secara berkelompok di lokasi penyangga (buffer stock) kelompok atau

individual oleh anggota kelompok penyangga. Ekspansi redistribusi ternak hasil penjaringan pada rumah tangga di luar

anggota kelompok yang berminat pada desa bersangkutan.

5. Perluasan fungsi penjaringan oleh stockis dapat juga dilakukan terhadap ternak sapi jantan muda agar value added program penggemukan (fattening) juga dapat dinikmati kelompok dan keuntungan untuk penguatan modal LKM.

Page 15: Sustainable Small Cattle Farming Development

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKANKESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Animo masyarakat mempertahankan betina produktif relatif tinggi dan pelepasan hanya dilakukan saat kondisi mendesak.

Program penanganan pengurasan betina produktif dapat dilakukan melalui berbagai titik alternatif tetapi lebih efektif dilakukan pada rumah tangga.

Program penjaringan yang selama ini dilakukan PADA RPH belum efektif dan kurang mencapai sasaran karena lebih dinikmati kelompok sektor non-primer.

Pembentukan kelompok penyangga dalam kelembagaan partisipatif layak ditinjau dari aspek sosial dan kelembagaan tetapi terkendala aspek teknis terutama terkait aturan main (rule of law) yang belum terdesain.

Penguatan kelembagaan kelompok peternak sapi perlu didukung dengan penguatan kapasitas pembiayaan kelompok seperti LKM.

Penguatan LKM dapat dilakukan oleh pemerintah melalui program khusus, fasilitasi dan motivasi pemanfaatan sumberdana dengan bunga subsidi (rendah).

Penguatan status kawasan dengan kelompok atau kelembagaan partisipatif perlu dilakukan agar dalam pembinaan dapat lebih fokus dan terarah.

KESIMPULAN

Page 16: Sustainable Small Cattle Farming Development

REKOMENDASI KEBIJAKANREKOMENDASI KEBIJAKAN

Pengembangan kesepakatan dan komitmen antar kepala daerah di lingkungan Provinsi Jambi yang dituangkan dalam bentuk Perda tentang persyaratan ketat tataniaga ternak terutama ternak produktif.

Pemetaan dan penetapan status kawasan potensial sebagai sentra perbibitan perdesaan (Village Breeding Centre) melalui berbagai level keputusan yang diikuti komitmen VBC sebagai target utama dan fokus pembinaan.

Inisiasi pembentukan dan penguatan LKM kelompok tani ternak pada kawasan VBC dengan bantuan modal awal baik melalui dana program maupun fasilitasi kredit bunga rendah seperti KUPS (bunga 5%), KUR (kredit tanpa agunan bunga 6%, dan KKPE (bunga 7% yang penyerapan masih 30%).

Pemda juga dapat mengembangkan bentuk kredit program dengan bunga subsidi (rendah) sebagai modal awal untuk mendorong berkembangnya LKM pembibitan perdesaan dan fasilitasi pemanfaatan dana program bina mitra dan lingkungan CSR.

Pengawasan lalu lintas perdagangan dan pemotongan di RPH tetap dilakukan sebagai upaya antisipatif pelepasan ternak sapi dari kelompok atau rumah tangga.

Pemerintah menfasilitasi terbentuknya asosiasi pedagang dan pengusaha sapi potong, sehingga koordinasi dan pengawasan dapat lebih efektif