Top Banner

of 23

Suspensi Partner 4

Oct 14, 2015

Download

Documents

Mra Falda

farmasetika
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSuspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan seperti tersebut diatas , dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspense topical dan lain lain. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Istilah susu kadang-kadang digunakan untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian oral, seperti susu magnesia. Istilah Magma sering digunakan untuk menyatakan suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur , jika zat padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik seperti magma bentonit. Istilah Lotio banyak digunakan untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit seperti Lotio Kalamin. Beberapa suspensi dibuat steril dan dapat digunakan untuk injeksi, juga untuk sediaan mata dan telinga. Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal (Depkes RI, 1995).

1.2 Prinsip Percobaan Pengembangan CMC Na dalam air panas Penambahan Tween 80 Cara pembuatan R/ tersebut

1.3 Tujuan Percobaan Mengetahui bentuk sediaan suspensi. Mengetahui bahan- bahan pembantu untuk sediaan suspensi. Mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan suspensi. Mengetahui evaluasi suspensi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian SuspensiSuspensi dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata dalam pembawa di mana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspense resmi diperdagangkan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan farmasetik lainnya. Preparat lain yang tersedia adalah serbuk kering yang dimaksudkan untuk disuspensikan dalam cairan pembawa. Jenis produk ini umumnya campuran serbuk yang mengandung obat dan bahan pensuspensi maupun pendispersi, yang dengan melarutkan dan pengcokkan dengan sejumlah tertera cairan pembawa (biasanya air murni) menghasilkan suspense yang cocok untuk diberikan. Obat seperti itu menghasilkan suspense yang cocok untuk diberikan. Obat seperti itu tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu dengan adanya cairan pembawa air lebih sering digunakan sebagai campuran serbuk kering untuk dibuat suspense pada waktu akan diberikan. Tipe preparat ini dirancang dalam USP sebagai suspensi oral (Ansel, 2005).Menurut Farmakope Edisi III, suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspennsi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Depkes RI, 1979).Suspensi obat suntik harus mudah disuntikkan dan tidak boleh menyumbat jarum suntik (Depkes RI, 1979).Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung pertikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi kedalam fase cair (Syamsuni, 2007).Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair sesuai dengan menggunakan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral (Syamsuni, 2007).Suspensi obat mata harus steril, zat yanng terdispersi harus sangat halus. Jika disimpan dalam waadah dosis ganda, harus mengandung bakterisid (Depkes RI, 1979).Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, ditempat yang sejuk (Depkes RI, 1979).Penandaan pada etiket harus juga tertera Kocok Dahulu (Depkes RI, 1979).Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral. Salah satu adalah karena obat obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi. Dalam hal seperti ini suspensi oral menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan terapi dengan cairan. Untuk banyak pasien, bentuk cair lebih disukai ketimbang bentuk padat, karena murahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis, pemberian lebih mudah serta lebih mudah memberikan dosis yang relative sangat besar, aman, mudah diberikan untuk anak anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 2005). Kerugian dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak bila diberikan dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai partikel yang tidak larut dalam suspensi. Nyatanya untuk obat obat yang tidak enak rasanya telah dikembangkan bentuk bentuk kimia khusus menjadi bentuk yang tidak larutdalam pemberiaan yang tidak diinginkan sehingga didapatkan sediaan cair yang rasanya enak (Ansel, 2005).

Penggunaan sediaan suspensi farmasi dengan berbagai cara :1. Intra muscular, sebagai injeksi, contoh Penicillin G suspension.2. Guttae ophthalmicae, tetes mata. Contoh : Hydrocortisone acetate suspension3. Per oral, contoh Sulfa/Kemicetine suspension.4. Per rektal, contoh para-Nitro-Sulfathiazole suspension (Anief, 1986).Suspensi oral, seperti sirop antibiotik mengandung 250-500 mg partikel zat aktif (padat) per sendok (5 ml). Sedangkan suspensi parentteral mengandung 0,5-30 % partikel padat (Anief, 1986).Stabilitas suspensi :Suspensi tidak boleh terlalu viskes, agar mudah dituang atau dapat mengalir melalui jarum injeksi. Untuk lotion (eksternal) harus mudah menyebar pada daerah permukaan, tidak mudah mengalir dari daerah pemakaian dan cepat kering membentuk lapisan film pelindung (Anief, 1986).Faktor yang mempengaruhi :1. Ukuran partikel.2. Sedikit banyaknya bergerak partikel.3. Tolak-menolak dari antarpartikel karena adanya muatan listrik pada partikel.4. Konsentrasi suspensoid (Anief, 1986).Stabilitas fisis suspensi farmasi didefinisikan sebagai : kondisi suspensi di mana partikel tidak mengalami aggregasi dan tetap terdistribusi merata, bila partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan penggojokan yang ringan (Anief, 1986).2.2 Sifat Sifat yang Diinginkan dalam suatu Suspensi FarmasiTerdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspense farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen komponen formulasi, kelanggengan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan, sifat sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan sifat sifat lain yang lebih spesifik untuk suspense farmasi :1. Suatu suspense farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok.2. Karakteristik suspense harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.3. Suspense harus bias dituang dari wadah dengan cepat dan homogen (Ansel, 2005).Stabilitas suspensi Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta manjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa factor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah:a. Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya tekan keatas semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakuakan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni, 2007).b. Kekentalan (Viskositas)Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian, dengan penambahan kekentalan dan viskositas cairan, gerak turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat (Syamsuni, 2007).Laju Endap (Laju Sedimentasi) dari Partikel SuspensiBerbagai factor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel partikel suspense tercakup dalam persamaan hokum Stoke :V Dimana V= Kecepatan jatuhnya partikel bulatg= Konstanta gravitasir= jari jari partikel= kerapatan partikel bulatdan,= viskositas medium dispersePersamaan Stoke diturunkan untuk suatu keadaan ideal dimana partikel partikel yang benar benar bulat dan seragam dalam suspense yang encer mengendap tanpa mengakibatkan turbulensi pada waktu turun ke bawah, tanpa tumbukan antara partikel partikel suspensoid dan tanpa gaya tarik menarik kimia atau fisika atau afinitas untuk medium disperse. Jelas persamaan stoke tidak bias dipakai secara tepat untuk suspense farmasi biasa dimana bentuk suspensoid tidak teratur, dengan berbagai diameter partikel dan bukan bulat, dimana jatuhnya partikel tersebut mengakibatkan turbulensi dan tumbukan serta juga adanya afinitas yang cukup besar antara partikel terhadap medium suspense (Ansel, 2005).Dari persamaan tersebut jelas bahwa kecepatan jatuhnya suatu partikel yang tersuspensi lebih besar bila ukuran partikel lebih besar, jika semua factor lain dibuat konstan. Dengan mengurangi ukuran partikel dari fase terdispers seseorang dapat mengharapkan laju turun lebih lambat dari partikel tersebut. Juga makin besar kerapatan partikel makin besar laju turunnya, asalkan kerapatan pembawa tidak diubah. Kerapatan partikel umumnya lebih besar daripada kerapatan pembawa, karena bila partikel partikel lebih ringan dari pembawa, partikel partikel cendrung untuk mengembang dan partikel partikel ini sangat sukar didistribusikan secara seragam dalam pembawa. Laju endap dapat berkurang cukup besar dengan menaikkan viskositas medium disperse dan dalam batas batas tertentu secara praktis ini bisa dilakukan (Ansel, 2005).Sifat khas viskositas dari suspense dapat diubah tidak hanya dengan penggunaan pembawa, tetapi juga dengan kandungan padatnya. Sebagaimana proporsi dari partikel padat dinaikkan dalam suspense, maka begitu pula viskositasnya. Viskositas dari preparat farmasetik dapat ditentukan dengan menggunakan Viscometer Brookfield, yang mengatur viskositas dengan gaya yang dibutuhkan untuk memutara poros dalam cairan yang diuji (Ansel, 2005).2.3 Sifat Sifat Fisik Fase Terdispers dari suatu Suspensi Pada kebanyakan suspense sediaan farmasi yang baik, diameter partikel berkisar antara 1-50 mikron. Pengurangan ukuran partikel umumnya diperoleh dengan penggilingan kering sebelum pencampuran fase terdispers kedalam medium disperse. Salah satu cara yang paling cepat, mudah dan tidak mahal untuk menghasilkan bubuk obat yang halus dengan ukuran kira kira 10 50 mikron adalah mikropulverisasi. Alat mikropulverisasi adalah penggiling yang bekerja dengan mengurangi ukuran serbuk ke ukuran yang dapat diterima untuk kebanyakkan suspense oral atau topical. Untuk partikel partikel yang lebih halus lagi yaitu dibawah 10 mikron. Proses penghalusan dengan energy cair yang kadang kadang disebut jet-milling atau micronizing adalah sangat efektif. Partikel partikel yang ukurannya sangat kecil bias juga dihasilkan dengan teknik spray-drying (pengeringan semprot) (Ansel, 2005). Seperti ditunjukkan dalam rumus stokes, pengecilan ukuran partikel dari suatu suspensoid berguna untuk kestabilan suspense karena laju endap dari partikel padat berkurang kalau ukuran partikel dikurangi. Pengurangan ukuran partikel menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih seragam. Tetapi, seseorang harus menghindari pengurangan ukuran partikel yang terlalu besar karena partikel partikel yang halus mempunyai kecenderungan membentuk suatu padatan (cake) yang kompak pada waktu mengendap ke dasar wadah. Akibatnya mungkin cake tersebut bertahan pada waktu dikocok dan membentuk gumpalan partikel yang lebih besar ukurannya dan kurang apat disuspensi daripada suspensoid aslinya. Bentuk partikel dari suspensoid dapat juga mempengaruhi pembentukan cake dan stabilitas dari produk (Ansel, 2005).Untuk menghindari pembentukan cake, harus diambil cara cara tertentu untuk mencegah penggumpalan partikel menjadi Kristal atau masa yang lebih besar. Satu cara yang umum untuk mencegah kohesi yang kuat dari partikel partikel tersebut dengan menggunakan daya ikat antarpartikel yang lemah. Penggumpalan partikel seperti itu disebut flok atau flokula, dimana partikel partikel yang terflokulasi itu membentuk sejenis struktur kisi yang dapat menghalangi pengendapan sempurna sehingga tidak mudah menjadi kompak dibandingkan dengan partikel partikel yang tela terflokulasi. Flok tersebut mengendap membentuk sedimen dengan volume yang lebih besar , struktur yang lebih lemah memungkinkan gumpalan tersebut pecah lagi dengan mudah dan tersebar lagi bila dikocok sedikit saja (Ansel, 2005).Medium DispersiSeringkali, pada suspense yang mudah terflokulasi, partikel partikel dari suatu suspense mengendap terlalu cepat sehingga tidak konsisten dengan batasan sebagai suatu preparat yang baik secara farmasetik. Pengendapan yang cepat tersebut merintangi pengukuran dosis yang tepat dan dari segi estetis menghasilkan suatu lapisan supernatant yang tidak sedap dipandang. Dalam banyak suspennsi yang beredar diperdagangan, zat pensuspensi ditambahkan ke medium pendispersi untuk menghasilkan struktur yang membantu terdispersinya fase dalam suspense. Karboksimetilselulosa, metilselulosa, dan bentonit merupakan beberapa diantara zat pensuspensi yang digunakan untuk mengentalkan medium disperse dan membantu tersuspensinya suspensoid. Bila zat polimer dan koloida hidrofilik digunakan sebagai zat pensuspensi, harus dilakukan tes yang tepat bahwa zat tersebut tidak mengganggu avaibilitas dari zat aktif obat dalam suspense tersebut. Jumlah atau banyaknya zat pensuspensi tidak boleh menyebabkan suspense terlalu kental dan tidak bias dikocok atau untuk menuang. Penelitian sifat sifat aliran disebut reologi. Dukungan suspensoid oleh mmedium disperse bias tergantung pada beberapa factor; kerapatan suspensoid, apakah ia diflokulasi, dan jumlah bahan yang memerlukan dukungan (Ansel, 2005).2.4 Sistem Pembentukan SuspensiPartikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk aggregat dan selanjutnya terbentuk Compacted cake dan peristiwa ini disebut terjadi caking.Pada pembuatan suspensi dikenal 2 macam sistem :1. Sistem flokulasi2. Sistem deflokulasi (Anief, 1986).System flokulasi Dalam system flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).System deflokulasi Partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.Secara umum sifat partikel flokulasi dan deflokulasi adalah:Deflokulasi Flokulasi

1. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.1. Partikel merupakan aggregat yang bebas

2. Sedimentasi terjadi lambat, masing-masing partikel mengenap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal2. Sedimentasi terjadi cepat, partikel mengenap sebagai flok yaitu kumpulan partikel.

3. Sedimen terbentuk lambat3. Sedimen terbentuk cepat

4. Akhirnya sedimen bentuk cake yang keras dan sukar terjadi dispersi kembal.4. Sedimen dalam keadaan terbungkus dan bebas tak membentuk cake-cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

5. Wujud suspensi menyenangkan, karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.5. Wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjasi cepat dan di atasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.

(Anief, 1986).2.5 Pembuatan SuspensiDalam pembuatan suatu suspense, ahli farmasi harus mengetahui dengan baik karakteristik fase terdispers dan medium dispersinya. Dalam bebrapa hal fase terdispers mempunyai afinitas terhadap pembawa untuk digunakan dan dengan mudah dibasahi oleh pembawa tersebut selama penambahannya. Obat obat lain tidak dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan mempunyai kecenderungan untuk bergabung menjadi satu atau mengambang diatas pembawa tersebut. Dalam hal yang terakhir, serbuk mula mula harus dibasahi terlebih dahulu dengan apa yang disebut zat pembasah agar serbuk tersebut lebih bias dipenetrasi oleh medium disperse. Alcohol, gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan sebagai zat pembasah bila suatu pembawa air akan digunakan sebagai fase disperse. Bahan bahan tersebut berfungsi menggantikan udara dicelah celah partikel, mendispersikan partikel tersebut dan kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium ke dalam serbuk (Ansel, 2005). Dalam pembuatan suspense skala besar, zat pembasah dicampur dengan partikel partikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid; pada skala kecil di apotek, bahan bahan tersebut dicapur dengan mortar dan stamper. Begitu serbuk dibasahi medium disperse (yang telah ditabah komponen komponen formulasi yang larut seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet) ditambah sebagian sebagian ke ditambah sebagian sebagian ke serbuk tersebut, dan campuran tersebut dipadu secara merata sebelum penambahan pembawa berikutnya. Sebagian pembawa tersebut digunakan untuk mencuci alat alat pencampur agar bebas dari suspensoid, dan bagian ini digunakan untuk mencukupi volme suspense dan menjamin bahwa suspense tersebut mengandung knsentrasi zat padat yang diinginkan. Hasil akhir tersebut kemudian dilewatkan melalui penggiling koloid, blender atau mikser lainnyauntuk menjamin sifat ratanya. Bila cocok, pengawet yang sesuai seharusnya dimasukkan dalam formulasi suspense untuk mengawetkan terhadap kontaminasi bakteri dan jamur (Ansel, 2005).Menurut Anief, 1986 suspensi dapat dibuat secara :1. Metode dispersi2. Metode presipitasiAda 3 macam :a. Presipitasi dengan pelarut organik.b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media.c. Presipitasi dengan dekomposisi rangkap (Anief, 1986).1. Metode dispersiSuspensi dapat dibuat dengan mendispersi serbuk yang terbagi halus di dalam vehicle (cairan pembawa). Mendispersi serbuk yang tidak larut dalam vehicle kadang-kadangsukar dan umumnya sebagai vehicle adalah air (Anief, 1986).Hal ini disebabkan karena adanya udara, lemak dan lain-lain kontaminan serbuk. Meskipun BD-nya besar dan ditekan ke bawah toh mereka tetap mengembang pada permukaan cairan. Terutama serbuk yang terbagi halus mudah kemasukan udara dan akibatnya sukar dibasahi (Anief, 1986).Mudah dan sukarnya terbasahi serbuk tergantung besarnya sudut kontak. Bila sudut kontak 900 serbuk akan mengembang di atas cairan (Anief, 1986).Bila sudut kontak lebih kecil akan menyelup di bawah cairan, bila tidak ada sudut kontak akan tenggelam. Serbuk dengan sudut kontak yang besar di sebut hidrofob (Anief, 1986).Untuk menurunkan tegangan antarmuka antara partikel padat dan cairan pembawa pada pembuatan suspensi digunakan zat pembasah (wetting agent), akibatnya sudut kontak menjadi kecil, udara dipindahkan dan partikel padat akan mudah dibasahi. Dapat pula dengan menggunakan gliserin, larutan gom atau propilen glikol untuk mendispersi partikel (Anief, 1986).2. Metode presipitasiZat yang hendak didispersi dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang mau dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut ialah etanol, propilengliol dan polietilenglikol (Anief, 1986).Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium2. Lalu ditambah zat pemflokulasi3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengenap, maka ditambah structured vehicle5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam structured vehicle (Anief, 1986).Bahan pemflokulasi yang digunakan dapat berupa larutan elekrolit, surfaktan atau polimer (Anief, 1986).

Penilai stabilnya suspensi :1. Volume sedimentasiSuatu ratio dari volume sedimentasi terhadap volume mula-mula dari suspensi Vo sebelum mengenap :F= Vu/Vo (Anief, 1986).2. Derajat flokulasiSuatau ratio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi.= Vu Vo=Volume sedimen akhir dari suspensi flokulasiVolume sedimen akhir dari suspensi deflokulasi (Anief, 1986).3. Metode reologiIni berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, dan membantu menentukan perilaku pengenapan dan mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan (Anief, 1986).4. Perubahan ukuran partikelDigunakan cara freeze-thaw-cycling, yaitu temperatur diturunkan samapai titik beku, lalu dinaikkan samapai mencair kembali (titik beku). Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pokok, menjaga tidak terjadi perubahan unkuran partikel dan sifat Kristal (Anief, 1986).2.6 Bahan pensuspensi dari alamBahan alam dari jenis gom sering disebut gom atau hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk musilago atau lendir. Dengan terbentuknya musilago, viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan musilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH, dan proses fermentasi bakteri. Hal ini dapat dibuktikan dengan percobaan berikut (Syamsuni, 2007).Simpan dua botol yang berisi musilago sejenis. Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian keduanya disimpan ditempat yang sama. Setelah beberapa hari diamati, ternyata botol yang ditambah asam dan dipanaskan mengalami penurunan viskositas yang lebih cepat dibandingkan dengan botol tanpa pemanasan (Syamsuni, 2007).Golongan gom meliputi:a. Akasia (Pulvis Gum Arabic)Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman Acasia sp., dapat larut dalam air, tidak larut dalam alcohol, dan bersifat asam. Viskositas optimum musilagonya adalah antara pH 5-9. Jika ada suatu zat yang menyebabkan pH tersebut menjadi di luar pH 5-9 akan menyebabkan penurunan viskositas yang nyata. Musilago gom arab dengan kadar 35% memiliki kekentalan kira-kira sam dengan gliserin. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat pengawet (preservative) (Syamsuni, 2007).b. ChondrusDiperoleh dari tanaman Chondrus crispus atau Gigartina mamilosa, dapat larut dalam air, tidak larut dalam alcohol, dan bersifat basa. Ekstrak dari chondrus disebut karagenyang banyak dipakai oleh industri makanan. Karagenan merupakan derivate dari sakarida sehingga mudah dirusak oleh bakteri dan memerlukan penambahan pengawet untuk suspensi tersebut (Syamsuni, 2007).c. Tragakan Merupakan eksudat dari tanaman Astragalus gummifera.tragakan sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk mempercepat hidrasi biasnya dilakukan pemanasna. Musilago tragakan lebih kental dari pada musilago dari Gom arab. Musilago tragakan hanya baik sebagai stabilisator suspense, tetapi bukan sebagai emulagator (Syamsuni, 2007).

d. Algin Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Di perdagangan terdapat dalam bentuk garamnya, yaitu natrium algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang di pakai sebagai bahan pensuspensi umumnya 1-2% (Syamsuni, 2007).2.7 Pengemasan dan Penyimpanan Semua suspense harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspense harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan, dan cahaya. Suspense perlu dikocok setiap kali sbelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam (Ansel, 2005).

BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN3.1 Alat Mortir Stamfer Sudip Spatula Timbangan Gelas arloji Cawan porselen Kertas perkamen Beaker glass Anak timbangan Gelas ukur Pipet tetes Botol 60 ml Benang wol

3.2 Bahan Magnesii hidroksida Alumunium hidroksida Tween 80 CMC Na Sirup simplex Ol. Met.pip Aquadest

3.3 FormulaR/Magnesii hidroksida2,4Alumunium hidroksida2,4Tween 801%CMC Na0,5%Sirup simplex20Ol.met.pip.gtt IIIAquadest ad60 mlm.f.suspS.t.d.d.Cth a.c. #

3.4 PenimbanganMagnesii hidroksida: 2,4 gAlumunium hidroksida: 2,4 gTween 80: 1/100 x 60 = 0,6 g CMC Na: 0,5/100 x 60 = 0,3 g ; aqua corpus = 6 mlSirup simplex: 20 gOl. Met.pip: 3 tetesAquadest: 60 ( 2,4 + 2,4 + 0,6 + 6 + 20) = 28,6 g

3.5 Prosedura. Pembuatan Dikalibrasi botol terlebih dahulu Dimasukkan air panas sebanyak 6 ml ke dalam lumpang, lalu taburkan CMC Na kedalamnya dan dibiarkan selama 15 menit, kemudian digerus sampai terbentuk musilago yang jernih dan mudah mengalir (massa I) Dimasukkan magnesii hidroksida, alumunium hidroksida dan Tween 80 kedalam lumpang, lalu digerus hingga homogen (massa II) Dicampurkan massa I sedikit demi sedikit ke dalam massa II sambil digerus sampai homogen Ditambahkan sirup simplex dan digerus sampai homogen lalu dimasukkan kedalam botol Dicukupkan volumenya dengan aquadest sampai 60 mlb. Evaluasi Suspensi dimasukkan kedalam beaker glass 50 ml lalu ditutup dengan kertas perkamen dan benang wol, kemudian dibiarkan selama satu minggu. Setelah satu minggu, diukur volume endapan yang terdapat pada suspensi tersebut dan dihitung sedimentasi ratio dari suspensi tersebut.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasilDiperolah sediaan suspensi yang setelah di nilai stabilitasnya diperoleh hasil volume sedimentasi 10/50 dan suspensi yang tidak homogen ditandai dengan terjadinya caking.

4.2 PerhitunganDerajat flokulasi = = = 0,2 ml

4.3 PembahasanDari hasil percobaan yang dilakukan yakni pembuatan sediaan suspensi, setelah dievaluasi terjadi cake dimana sistem pembentukan suspensinya adalah sistem deflokulasi, menurut teori partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya memebntuk sedimen, akan terjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).Sediaan suspensi dibiarkan selama satu minggu untuk menguji volume sedimentasi setelah dihitung, sediaan suspensi tersebut dihomogenkan dengan cara dikocok diharapkan dengan pengocokan partikel yang tidak larut akan terdispersa kembali kedalam fase cair, akan tetapi dari hasil percobaan partikel padat tersebut sudah mengendap dan tidak bisa terdispersa kembali kedalam fase cair hal ini membuktikan bahwa telah terjadi cake, kemungkinan cake yang terjadi disebabakan oleh ukuran partikel yang terlalu kecil atau dengan kata lain bahan obat digerus terlalu halus sehingga membentuk suatu padatan yang sukar dihomogenkan kembali, sesuai denga teori bahwa pengurangan ukuran partikel menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih seragam, tetapi pengurangan ukuran partikel yang terlalu besar (terlalu halus) akan membentuk suatu padatan (cake) yang kompak pada waktu mengendap ke dasar wadah, akibatnya cake tersebut bertahan pada waktu dikocok (Ansel, 1989).

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Suspensi yang dibuat dalam bentuk halus dan tidak larut dalam cairan pembawa. Bahan-bahan pembantu yang ditambahkan untuk sediaan suspensi diantaranya adalah CMC Na sebagai suspending agent, tween 80 sebagai wetting agent, sirup simplex sebagai saporis dan oleum met.pip sebagai odoris. Cara pembuatan suspensi yang dilakukan dalam percobaan ialah dengan menambahkan bahan obat yang telah digerus bersama dengan tween 80 ke dalam mucilago CMC Na dan digerus sampai terbentuk inti suspensi. Kemudian dilakukan penambahan sirup simpex, air dan ol.met.pip. Hasil evaluasi suspensi yaitu suspensi tidak terdispersi sempurna dalam cairan pembawa sehingga setelah dilakukan pengamatan selama 1 minggu dapat diamati terjadinya pembentukan caking.

5.2 Saran Disarankan kepada praktikan untuk melakukan penimbangan dengan teliti pada setiap bahan obat dan bahan tambahan. Penggerusan dilakukan dengan cepat, setelah terbentuk suspensi yang baik penggerusan dihentikan untuk menghindari caking yang disebabkan bahan obat terlalu halus.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta. Ghalia Indonesia. Halaman 89-94Ansel, Howard. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal : 354 363.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta : Depkes RI. Halaman 32Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.Syamsuni. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.Howard C. Ansel, (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI- Press.

23