Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Yonathalia Putri Arumi NIM: 13.70.0008 Kelompok: D2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama: Yonathalia Putri Arumi
NIM: 13.70.0008
Kelompok: D2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan peralatan antara lain pisau, talenan,
timbangan analitik, penggiling daging, kain saring, dan freezer.
1.1.2. Bahan
Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan bahan-bahan antara lain ikan bawal, es
batu, garam, gula pasir, dan polifosfat.
1.2. Metode
1
Pencucian ikan
Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut
(Fillet daging ikan)
2
Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging
dengan ditambah es batu
Pencucian daging giling dengan air es sebanyak 3 kali
Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)
Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5),
garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%
(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)
Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer
3
Thawing
Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma
Uji hardness menggunakan texture analyzer
Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC
Hasil press digambar di milimeter blok
4
Penghitungan WHC:
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan uji hardness, WHC dan uji sensori dari surimi dengan berbagai
perlakuan penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)Sensori
Kekenyalan Aroma
1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + + +
2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + + + +
3Sukrosa 5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%188,05 130435,97 + + + + +
4Sukrosa 5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,5%103,44 271751,05 + + + +
5Sukrosa 5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,5%91,87 273975,32 + + + + +
Keterangan:Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis
Dari hasil pengamatan pada Tabel 1, didapatkan hasil nilai hardness terkecil sebesar
91,87 gf pada perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%.
Hasil nilai WHC terbesar yang didapatkan sebesar 273975,32 mg H2O pada perlakuan
penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%. Hasil uji sensori
berdasarkan aspek kekenyalan menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa 5%,
garam 2,5% dan polifosfat 0,5% memberikan hasil yang sangat kenyal dan hasil uji
sensori berdasarkan aspek aroma menunjukan bahwa seluruh perlakuan memberikan
hasil berkisar amis dan sangat amis.
5
3. PEMBAHASAN
Surimi merupakan salah satu produk perantara dari hasil perikanan yang semi-terproses.
Surimi pada dasarnya berupa protein myofibrilar yang diperoleh dari daging ikan yang
secara ekstensif dicuci dengan menggunakan air dingin. Penggunaan surimi dalam
berbagai produk kini semakin populer karena memiliki karakteristik tekstur yang unik,
karakteristik penyimpanan dan nilai gizi yang tinggi (Stine, et al., 2012).
Berdasarkan Cortez-Vega, et al., (2012), prinsip dari pembuatan surimi adalah dengan
cara mencuci daging ikan yang telah digiling secara berulang kali dengan menggunakan
larutan yang biasanya berupa air. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kandungan
lemak, pigmen dan komponen larut air lainnya yang terdapat dalam daging ikan. Proses
ini menghasilkan ekstrak myosin kasar yang tidak berbau dan tidak berasa yang
kemudian dibekukan untuk digunakan dalam proses selanjutnya.
Dalam praktikum ini, ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi
adalah ikan bawal. Ikan bawal (famili Bramidae) atau pomfret dalam Bahasa Inggris
merupakan ikan yang sering ditemukan di perairan Indonesia. Sebesar 80% bagian dari
ikan bawal dapat dikonsumsi. Dalam 100 g ikan bawal terkandung energi sebesar 96
kkal, protein sebesar 19,0 g, lemak sebesar 1,7 g, karbohidrat sebesar 0 g, kalsium
sebesar 20 mg, fosfor sebesar 150 mg, zat besi sebesar 2,0 mg, vitamin A sebesar 150
IU, vitamin B1 sebesar 0,05 mg, dan vitamin C sebesar 0 mg (Deptan, 2006).
Mula-mula, ikan bawal dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang
terdapat pada bagian luar dari ikan. Kemudian dilakukan pembuatan fillet daging ikan
dengan cara pembuangan bagian kepala, sisik, sirip, ekor, kulit, duri dan isi perut.
Langkah ini sangat berpengaruh pada kualitas dan hasil surimi, karena enzim protease
endogenik yang berasal dari mikroba dalam isi perut dan kulit dapat mempengaruhi
kemampuan pembentukan gel dari surimi bila terdapat pada jumlah yang tinggi.
Penggunaan ikan yang sudah di-fillet sebagai bahan baku surimi dapat memperlambat
kerusakan secara proteolitik dan menghasilkan warna surimi yang lebih putih
dibandingkan dengan surimi yang berasal dari ikan utuh (Martin-Sánchez, et al., 2009).
6
7
Fillet daging ikan yang dihasilkan ditimbang dan diambil sebanyak 100 gram.
Selanjutnya dilakukan penggilingan fillet daging ikan dengan menggunakan alat
penggiling daging. Proses penggilingan daging ikan merupakan langkah yang penting
untuk mendapatkan tekstur akhir dan karakteristik gel surimi yang diinginkan. Tujuan
dari proses ini adalah untuk menguraikan serat protein daging ikan sehingga protein
dapat terlarut tanpa terdenaturasi. Akan tetapi apabila proses penggilingan berlangsung
terlalu lama dapat terjadi kenaikan suhu akibat gaya gesekan yang dapat memicu gelasi
protein yang menyebabkan gel protein surimi ketika dimasak menjadi kurang kohesif.
Maka dari itu dalam proses penggilingan daging ikan dilakukan penambahan es batu
sehingga suhu tetap rendah (Ducept, et al., 2012).
Daging ikan yang telah digiling kemudian dicuci dengan air es sebanyak 3 kali
pencucian. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan protein sarkoplasma seperti
enzim, protein heme, senyawa nitrogen lainnya, lemak, darah, pigmen, senyawa yang
memberikan bau, dan kontaminan lainnya yang akan mengurangi kualitas surimi. Selain
itu, proses pencucian juga dapat meningkatkan kualitas dari myofibril yang dihasilkan.
Penggunaan air es dalam pencucian bertujuan untuk meminimalisir terjadinya
kerusakan pada protein daging ikan. Banyaknya proses pencucian tergantung pada jenis
ikan, kondisi ikan, jenis pencuci, dan kualitas yang diinginkan dari surimi yang
dihasilkan (Martin-Sánchez, et al., 2009).
Setelah dilakukan proses pencucian, langkah selanjutnya adalah proses penghilangan
komponen air dalam daging ikan giling dengan cara penyaringan menggunakan kain
saring sehingga didapatkan daging ikan yang kering dan tidak menggumpal. Proses
penyaringan dilakukan untuk mengkonsentrasi protein myofibril dalam daging ikan.
Akan tetapi dalam prakteknya metode penyaringan belum cukup efektif dan
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghilangkan komponen air dalam
daging ikan. Penambahan garam dapat menanggulangi masalah ini. Ion yang
terkandung dalam garam dapat berikatan dengan air dan muatan yang berlawanan dari
asam amino dalam protein, yang menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar
molekul protein yang berdekatan. Akibatnya ikatan antar protein akan semakin kuat dan
air dalam ruang antar molekul protein dapat keluar (Lertwittayanon, et al., 2013).
8
Selanjutnya, dilakukan penambahan sukrosa sebanyak 2,5% pada kelompok 1 dan 2,
dan sebanyak 5% pada kelompok 3, 4 dan 5. Dalam hal ini, sukrosa berperan sebagai
bahan krioprotektan yang ditambahkan sebelum dilakukan proses pembekuan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein akibat suhu rendah (Suzuki, 1981).
Selain itu penambahan bahan krioprotektan juga dapat menjaga kapasitas pembentukan
gel surimi setelah dilakukan thawing (Martin-Sánchez, et al., 2009). Bahan
krioprotektan lain yang biasa ditambahkan antara lain sorbitol, polydextrose, lactilol,
litesse, maltodekstrin, natrium laktat, dan campuran dari beberapa bahan krioprotektan
tersebut (Nopianti, et al., 2011).
Selain dilakukan penambahan sukrosa, surimi juga ditambahkan dengan garam
sebanyak 2,5% pada seluruh kelompok. Penambahan garam ini berperan dalam
pembentukan gel surimi yang berupa konfigurasi matriks kontinyu dari protein yang
saling berhubungan yang menahan partikel air dan partikel lainnya dengan berat
molekul rendah. Selama proses gelasi surimi, protein myofibrillar (terutama aktin dan
myosin) menjadi terlarut dengan ditambahkannya garam dan membentuk actomyosin.
Sehingga ketika dilakukan pemanasan surimi, akan terjadi gelasi ketika terbentuk ikatan
antarmolekul yang cukup dan distabilkan oleh ikatan ion, interaksi hidrofobik, ikatan
kovalen (ikatan disulfida dan kovalen silang), dan ikatan hidrogen (Martin-Sánchez, et
al., 2009). Tan, et al. (1988) dan Shimizu & Toyohara (1992) menyatakan bahwa
konsentrasi garam yang biasa digunakan dalam pembuatan surimi berkisar antara 2-3%.
Kemudian dilakukan pula penambahan polifosfat sebanyak 0,1% pada kelompok 1,
sebanyak 0,3% pada kelompok 2 dan 3, dan sebanyak 0,5% pada kelompok 4 dan 5.
Polifosfat yang ditambahkan dalam pembuatan surimi biasanya berupa sodium
tripolyphospate (STPP) (Nopianti, et al., 2011). Menurut Shaviklo, et al. (2010), tujuan
dilakukannya penambahan polifosfat dalam pembuatan surimi adalah untuk
meningkatkan fungsi krioprotektan, dimana polifosfat dapat berfungsi sebagai buffer
dan menjaga pH surimi sekaligus sebagai agen pengkelat atau pengikat ion logam.
Selain itu penambahan polifosfat juga berdampak pada peningkatan daya ikat air
(WHC) serta memberikan efek elastis dan lembut pada produk surimi (Suzuki, 1981).
9
Setelah dilakukan penambahan bahan tambahan, surimi dimasukkan ke dalam plastik
dan dibekukan selama 1 malam di dalam freezer. Berdasarkan Winarno (1993)
penyimpanan surimi dalam freezer memiliki tujuan untuk menjaga kualitas surimi agar
tetap optimal karena pada suhu yang rendah, aktivitas mikroba akan terhambat akibat
enzim-enzim dalam mikroba menjadi tidak aktif. Selain itu menurut Murniyati (2005),
proses pembekuan juga berperan penting dalam mempertahankan kualitas atau mutu
surimi saat penyimpanan. Sementara pengemasan dengan plastik bertujuan untuk
menghindari kontak langsung dengan udara sehingga surimi tidak terkontaminasi.
Berdasarkan Lee (1984), surimi harus di thawing terlebih dahulu sebelum diolah lebih
lanjut. Sehingga sebelum dilakukan pengujian karakteristik surimi, dilakukan proses
thawing terlebih dahulu pada suhu ruang. Pengujian karakteristik surimi yang dilakukan
terdiri pengujian sensori yang meliputi kekenyalan dan aroma, pengujian hardness
dengan menggunakan alat texture analyzer, dan pengujian water holding capacity
(WHC) dengan cara di-press dengan menggunakan presser dan hasil surimi yang telah
di-press digambar pada milimeter blok kemudian dilakukan penghtungan WHC dengan
menggunakan rumus.
Kualitas dari surimi dapat ditentukan dari tingkat kekerasannya, dimana tingkat
kekerasan yang terkecil menunjukan bahwa surimi tersebut memiliki kualitas yang baik.
Dari pengujian karakteristik surimi yang dilakukan, didapatkan hasil nilai hardness
terkecil sebesar 91,87 gf pada perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan
polifosfat 0,5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martin-Sánchez, et al. (2009), yang
menyebutkan bahwa penambahan garam berperan dalam proses pembentukan gel
surimi dan penambahan bahan krioprotektan dapat menjaga kapasitas pembentukan gel
surimi setelah dilakukan thawing sehingga semakin tinggi kadar krioprotektan (sukrosa)
yang ditambahkan maka gel akan terbentuk secara optimal yang menyebabkan tingkat
kekerasan surimi menjadi kecil. Selain itu, Suzuki (1981) juga menyebutkan bahwa
penambahan polifosfat memberikan efek elastis dan lembut pada produk surimi
sehingga peningkatan jumlah polifosfat yang digunakan juga berperan dalam penurunan
tingkat kekerasan yang dihasilkan.
10
Nilai WHC merupakan salah satu parameter yang menunjukan kualitas dari surimi,
dimana surimi dengan kualitas yang baik memiliki nilai WHC yang tinggi. Hasil nilai
WHC terbesar yang didapatkan sebesar 273975,32 mg H2O pada perlakuan penambahan
sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lilis &
Rudy (2011), bahwa nilai WHC dari surimi berbanding lurus dengan kadar
krioprotektan dan garam yang ditambahkan dalam pembuatan surimi, dimana semakin
tinggi sukrosa yang ditambahkan semakin tinggi pula nilai WHC dari surimi. Hal ini
disebabkan karena bahan krioprotektan mencegah terjadinya denaturasi protein
sehingga dapat mengikat air dengan optimal dan garam berperan dalam pembentukan
gel surimi yang menahan partikel air dan partikel lainnya dengan berat molekul rendah.
Selain itu, pernyataan Shaviklo, et al. (2010) juga sesuai dengan hasil praktikum yakni
peningkatan konsentrasi polifosfat yang ditambahkan dalam pembuatan surimi akan
meningkatkan nilai WHC dari surimi.
Salah satu faktor penentu kualitas dari surimi adalah tingkat elastisitas dari gel surimi,
dimana semakin kenyal tekstur yang dihasilkan surimi, maka semakin baik pula kualitas
dari surimi tersebut. Hasil uji sensori berdasarkan aspek kekenyalan menunjukan bahwa
perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5% memberikan hasil
yang sangat kenyal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martin-Sánchez, et al. (2009),
yang menyebutkan bahwa penambahan garam berperan dalam proses pembentukan gel
surimi dan penambahan bahan krioprotektan dapat menjaga kapasitas pembentukan gel
surimi setelah dilakukan thawing sehingga semakin tinggi kadar krioprotektan (sukrosa)
yang ditambahkan maka gel akan terbentuk secara optimal yang menyebabkan tekstur
surimi yang dihasilkan semakin kenyal. Selain itu, Suzuki (1981) juga menyebutkan
bahwa penambahan polifosfat memberikan efek elastis dan lembut pada produk surimi
sehingga peningkatan jumlah polifosfat yang digunakan juga berperan dalam
peningkatan tingkat elastisitas gel yang dihasilkan.
Hasil uji sensori berdasarkan aspek aroma menunjukan bahwa seluruh perlakuan
memberikan hasil berkisar amis dan sangat amis. Padahal berdasarkan Cortez-Vega, et
al., (2012), proses pembuatan surimi yang pada prinsipnya berupa proses pencucian
secara berulang kali menghasilkan protein myofibril yang tidak berbau dan tidak berasa.
11
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah
kurangnya proses pencucian yang dilakukan, dimana banyaknya proses pencucian
seharusnya juga mempertimbangkan jenis ikan, kondisi ikan, jenis pencuci, dan kualitas
yang diinginkan dari surimi yang dihasilkan (Martin-Sánchez, et al., 2009).
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk perantara berupa protein myofibrilar yang diperoleh dari
daging ikan yang secara ekstensif dicuci dengan menggunakan air dingin.
Penggunaan ikan yang sudah di-fillet sebagai bahan baku surimi dapat
memperlambat kerusakan secara proteolitik.
Proses penggilingan daging ikan bertujuan untuk menguraikan serat protein daging
ikan sehingga protein dapat terlarut tanpa terdenaturasi.
Pencucian daging ikan dilakukan untuk menghilangkan protein sarkoplasma dan
meningkatkan kualitas dari myofibril yang dihasilkan.
Proses penyaringan dilakukan untuk mengkonsentrasi protein myofibril dalam
daging ikan.
Sukrosa berperan sebagai bahan krioprotektan yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya denaturasi protein akibat suhu rendah dan menjaga kapasitas
pembentukan gel surimi setelah dilakukan thawing.
Penambahan garam berperan dalam pembentukan gel surimi
Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan fungsi krioprotektan,
meningkatkan daya ikat air (WHC) serta memberikan efek elastis dan lembut pada
produk surimi.
Penyimpanan surimi dalam freezer memiliki tujuan untuk menjaga kualitas surimi
agar tetap optimal.
Pengemasan plastik bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan udara.
Surimi harus di thawing terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa dan polifosfat akan membuat tingkat kekerasan
semakin rendah, nilai WHC semakin tinggi, dan tingkat elastisitas semakin tinggi.
Aroma surimi yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyaknya proses pencucian.
Semarang, 24 Oktober 2015 Asisten Dosen
- Yusdhika Bayu S.
Nama : Yonathalia Putri Arumi NIM : 13.70.0008
12
5. DAFTAR PUSTAKA
Cortez-Vega, W. R., G. G. Fonseca & C. Prentice. (2012). Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition Sciences 3:1480-1483.
Departemen Pertanian, (2006). Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan. Ciawi, Bogor.
Ducept, F., T. de Broucker, J.M. Souliè, G. Trystram, & G. Cuvelier. (2012). Influence of the mixing process on surimi seafood paste properties and structure. Journal of Food Engineering 108 : 557–562.
Lee C. M. (1984). Surimi Process Technology. Journal Food Techonology 38 (11) : 69-80.Lertwittayanon, K., S. Benjakul, S. Maqsood & A. B. Encarnacion. (2013). Effect of different salts on dewatering and properties of yellowtail barracuda surimi. International Aquatic Research 5:10. Lilis, S. & Rudy P. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Nikumi Daging Kuda dengan Penambahan Antidenaturan dan Natrium. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.11. No.1, p.6-12. Mart´ın-S´anchez, A.M., C. Navarro, J.A. P´erez-´Alvarez, & V. Kuri. (2009). Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety Vol 8:359-374. Murniyati, A. S. (2005). Pembekuan Ikan. SUPM Tegal. Tegal.Nopianti, R., N. Huda & N. Ismail. (2011). A Review on The Loss of The Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology Vol. 6 (1): 19-30.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein. Applied Science Publ., Ltd. London.
Shimizu, Y. & H. Toyohara. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. In: Lanier TC, Lee CM, ed. Surimi Technology. Marcel Dekker, Inc. Page.425-442. New York.Stine, J. J., L. Pedersen, S. Smiley & P. J. Bechtel. (2012). Recovery and utilization of protein derived from surimi wash-water. Journal of Food Quality 35:43-50.
Tan, S. M., Ng M. C., Fujiwara T., Kok K. H. & Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.
Winarno F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
13
14
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas area basah=Luasatas−Luas bawah
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
Kelompok D1
Luas atas=13
36,5 (89+4 (186 )+2 (197 )+4 (180 )+99 )=24893 mm2
Luas bawah=13
36,5 ( 89+4 (38 )+2 (23 )+4 ( 47 )+99 )=6983,667 mm2
Luas area basah=24893−6983,667=17909,33 mm2
mg H 2O=17909,33−8,00,0948
=188832,63 mg
Kelompok D2
Luas atas=13
40 (124+4 (213 )+2 (227 )+4 (210 )+133 )=32040 mm2
Luas bawah=13
40 (124+4 (67 )+2 (54 )+4 (57 )+133 )=11480 mm2
Luas area basah=32040−11480=20560 mm2
mg H 2O=20560−8,00,0948
=216793,25 mg
Kelompok D3
Luas atas=13
32 ( 105+4 (129 )+2 (148 )+4 (146 )+88 )=16949,33 mm2
Luas bawah=13
32 (105+4 (25 )+2 (14 )+4 (27 )+88 )=4576 mm2
Luas area basah=16949,33−4576=12373,33 mm2
15
16
mg H 2O=12373,33−8,00,0948
=130435,97 mg
Kelompok D4
Luas atas=13
45 (121+4 (201 )+2 (211)+4 (204 )+90 )=33795 mm2
Luas bawah=13
45 (121+4 (34 )+2 (30 )+4 (32 )+90 )=8025 mm2
Luas area basah=33795−8025=25770 mm2
mg H 2O=25770−8,00,0948
=271751,05 mg
Kelompok D5
Luas atas=13
47 ( 95+4 (182 )+2 (201 )+4 (195 )+107 )=33095,04 mm2
Luas bawah=13
47 (95+4 (24 )+2 (20 )+4 (29 )+107 )=7114,18 mm2
Luas area basah=33095,04−7114,18=25980,86 mm2
mg H 2O=25980,86−8,00,0948
=273975,32 mg
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal