Top Banner
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Yonathalia Putri Arumi NIM: 13.70.0008 Kelompok: D2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
24

SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jan 05, 2016

Download

Documents

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu alternatif produk "perantara" dalam industri pengolahan ikan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Yonathalia Putri Arumi

NIM: 13.70.0008

Kelompok: D2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan peralatan antara lain pisau, talenan,

timbangan analitik, penggiling daging, kain saring, dan freezer.

1.1.2. Bahan

Dalam pelaksanaan praktikum ini digunakan bahan-bahan antara lain ikan bawal, es

batu, garam, gula pasir, dan polifosfat.

1.2. Metode

1

Pencucian ikan

Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut

(Fillet daging ikan)

Page 3: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging

dengan ditambah es batu

Pencucian daging giling dengan air es sebanyak 3 kali

Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)

Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5),

garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%

(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)

Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer

Page 4: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Thawing

Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma

Uji hardness menggunakan texture analyzer

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Hasil press digambar di milimeter blok

Page 5: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Penghitungan WHC:

Page 6: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan uji hardness, WHC dan uji sensori dari surimi dengan berbagai

perlakuan penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + + +

2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + + + +

3Sukrosa 5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%188,05 130435,97 + + + + +

4Sukrosa 5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,5%103,44 271751,05 + + + +

5Sukrosa 5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,5%91,87 273975,32 + + + + +

Keterangan:Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

Dari hasil pengamatan pada Tabel 1, didapatkan hasil nilai hardness terkecil sebesar

91,87 gf pada perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%.

Hasil nilai WHC terbesar yang didapatkan sebesar 273975,32 mg H2O pada perlakuan

penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%. Hasil uji sensori

berdasarkan aspek kekenyalan menunjukan bahwa perlakuan penambahan sukrosa 5%,

garam 2,5% dan polifosfat 0,5% memberikan hasil yang sangat kenyal dan hasil uji

sensori berdasarkan aspek aroma menunjukan bahwa seluruh perlakuan memberikan

hasil berkisar amis dan sangat amis.

5

Page 7: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Surimi merupakan salah satu produk perantara dari hasil perikanan yang semi-terproses.

Surimi pada dasarnya berupa protein myofibrilar yang diperoleh dari daging ikan yang

secara ekstensif dicuci dengan menggunakan air dingin. Penggunaan surimi dalam

berbagai produk kini semakin populer karena memiliki karakteristik tekstur yang unik,

karakteristik penyimpanan dan nilai gizi yang tinggi (Stine, et al., 2012).

Berdasarkan Cortez-Vega, et al., (2012), prinsip dari pembuatan surimi adalah dengan

cara mencuci daging ikan yang telah digiling secara berulang kali dengan menggunakan

larutan yang biasanya berupa air. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kandungan

lemak, pigmen dan komponen larut air lainnya yang terdapat dalam daging ikan. Proses

ini menghasilkan ekstrak myosin kasar yang tidak berbau dan tidak berasa yang

kemudian dibekukan untuk digunakan dalam proses selanjutnya.

Dalam praktikum ini, ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi

adalah ikan bawal. Ikan bawal (famili Bramidae) atau pomfret dalam Bahasa Inggris

merupakan ikan yang sering ditemukan di perairan Indonesia. Sebesar 80% bagian dari

ikan bawal dapat dikonsumsi. Dalam 100 g ikan bawal terkandung energi sebesar 96

kkal, protein sebesar 19,0 g, lemak sebesar 1,7 g, karbohidrat sebesar 0 g, kalsium

sebesar 20 mg, fosfor sebesar 150 mg, zat besi sebesar 2,0 mg, vitamin A sebesar 150

IU, vitamin B1 sebesar 0,05 mg, dan vitamin C sebesar 0 mg (Deptan, 2006).

Mula-mula, ikan bawal dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang

terdapat pada bagian luar dari ikan. Kemudian dilakukan pembuatan fillet daging ikan

dengan cara pembuangan bagian kepala, sisik, sirip, ekor, kulit, duri dan isi perut.

Langkah ini sangat berpengaruh pada kualitas dan hasil surimi, karena enzim protease

endogenik yang berasal dari mikroba dalam isi perut dan kulit dapat mempengaruhi

kemampuan pembentukan gel dari surimi bila terdapat pada jumlah yang tinggi.

Penggunaan ikan yang sudah di-fillet sebagai bahan baku surimi dapat memperlambat

kerusakan secara proteolitik dan menghasilkan warna surimi yang lebih putih

dibandingkan dengan surimi yang berasal dari ikan utuh (Martin-Sánchez, et al., 2009).

6

Page 8: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Fillet daging ikan yang dihasilkan ditimbang dan diambil sebanyak 100 gram.

Selanjutnya dilakukan penggilingan fillet daging ikan dengan menggunakan alat

penggiling daging. Proses penggilingan daging ikan merupakan langkah yang penting

untuk mendapatkan tekstur akhir dan karakteristik gel surimi yang diinginkan. Tujuan

dari proses ini adalah untuk menguraikan serat protein daging ikan sehingga protein

dapat terlarut tanpa terdenaturasi. Akan tetapi apabila proses penggilingan berlangsung

terlalu lama dapat terjadi kenaikan suhu akibat gaya gesekan yang dapat memicu gelasi

protein yang menyebabkan gel protein surimi ketika dimasak menjadi kurang kohesif.

Maka dari itu dalam proses penggilingan daging ikan dilakukan penambahan es batu

sehingga suhu tetap rendah (Ducept, et al., 2012).

Daging ikan yang telah digiling kemudian dicuci dengan air es sebanyak 3 kali

pencucian. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan protein sarkoplasma seperti

enzim, protein heme, senyawa nitrogen lainnya, lemak, darah, pigmen, senyawa yang

memberikan bau, dan kontaminan lainnya yang akan mengurangi kualitas surimi. Selain

itu, proses pencucian juga dapat meningkatkan kualitas dari myofibril yang dihasilkan.

Penggunaan air es dalam pencucian bertujuan untuk meminimalisir terjadinya

kerusakan pada protein daging ikan. Banyaknya proses pencucian tergantung pada jenis

ikan, kondisi ikan, jenis pencuci, dan kualitas yang diinginkan dari surimi yang

dihasilkan (Martin-Sánchez, et al., 2009).

Setelah dilakukan proses pencucian, langkah selanjutnya adalah proses penghilangan

komponen air dalam daging ikan giling dengan cara penyaringan menggunakan kain

saring sehingga didapatkan daging ikan yang kering dan tidak menggumpal. Proses

penyaringan dilakukan untuk mengkonsentrasi protein myofibril dalam daging ikan.

Akan tetapi dalam prakteknya metode penyaringan belum cukup efektif dan

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghilangkan komponen air dalam

daging ikan. Penambahan garam dapat menanggulangi masalah ini. Ion yang

terkandung dalam garam dapat berikatan dengan air dan muatan yang berlawanan dari

asam amino dalam protein, yang menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar

molekul protein yang berdekatan. Akibatnya ikatan antar protein akan semakin kuat dan

air dalam ruang antar molekul protein dapat keluar (Lertwittayanon, et al., 2013).

Page 9: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Selanjutnya, dilakukan penambahan sukrosa sebanyak 2,5% pada kelompok 1 dan 2,

dan sebanyak 5% pada kelompok 3, 4 dan 5. Dalam hal ini, sukrosa berperan sebagai

bahan krioprotektan yang ditambahkan sebelum dilakukan proses pembekuan dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein akibat suhu rendah (Suzuki, 1981).

Selain itu penambahan bahan krioprotektan juga dapat menjaga kapasitas pembentukan

gel surimi setelah dilakukan thawing (Martin-Sánchez, et al., 2009). Bahan

krioprotektan lain yang biasa ditambahkan antara lain sorbitol, polydextrose, lactilol,

litesse, maltodekstrin, natrium laktat, dan campuran dari beberapa bahan krioprotektan

tersebut (Nopianti, et al., 2011).

Selain dilakukan penambahan sukrosa, surimi juga ditambahkan dengan garam

sebanyak 2,5% pada seluruh kelompok. Penambahan garam ini berperan dalam

pembentukan gel surimi yang berupa konfigurasi matriks kontinyu dari protein yang

saling berhubungan yang menahan partikel air dan partikel lainnya dengan berat

molekul rendah. Selama proses gelasi surimi, protein myofibrillar (terutama aktin dan

myosin) menjadi terlarut dengan ditambahkannya garam dan membentuk actomyosin.

Sehingga ketika dilakukan pemanasan surimi, akan terjadi gelasi ketika terbentuk ikatan

antarmolekul yang cukup dan distabilkan oleh ikatan ion, interaksi hidrofobik, ikatan

kovalen (ikatan disulfida dan kovalen silang), dan ikatan hidrogen (Martin-Sánchez, et

al., 2009). Tan, et al. (1988) dan Shimizu & Toyohara (1992) menyatakan bahwa

konsentrasi garam yang biasa digunakan dalam pembuatan surimi berkisar antara 2-3%.

Kemudian dilakukan pula penambahan polifosfat sebanyak 0,1% pada kelompok 1,

sebanyak 0,3% pada kelompok 2 dan 3, dan sebanyak 0,5% pada kelompok 4 dan 5.

Polifosfat yang ditambahkan dalam pembuatan surimi biasanya berupa sodium

tripolyphospate (STPP) (Nopianti, et al., 2011). Menurut Shaviklo, et al. (2010), tujuan

dilakukannya penambahan polifosfat dalam pembuatan surimi adalah untuk

meningkatkan fungsi krioprotektan, dimana polifosfat dapat berfungsi sebagai buffer

dan menjaga pH surimi sekaligus sebagai agen pengkelat atau pengikat ion logam.

Selain itu penambahan polifosfat juga berdampak pada peningkatan daya ikat air

(WHC) serta memberikan efek elastis dan lembut pada produk surimi (Suzuki, 1981).

Page 10: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Setelah dilakukan penambahan bahan tambahan, surimi dimasukkan ke dalam plastik

dan dibekukan selama 1 malam di dalam freezer. Berdasarkan Winarno (1993)

penyimpanan surimi dalam freezer memiliki tujuan untuk menjaga kualitas surimi agar

tetap optimal karena pada suhu yang rendah, aktivitas mikroba akan terhambat akibat

enzim-enzim dalam mikroba menjadi tidak aktif. Selain itu menurut Murniyati (2005),

proses pembekuan juga berperan penting dalam mempertahankan kualitas atau mutu

surimi saat penyimpanan. Sementara pengemasan dengan plastik bertujuan untuk

menghindari kontak langsung dengan udara sehingga surimi tidak terkontaminasi.

Berdasarkan Lee (1984), surimi harus di thawing terlebih dahulu sebelum diolah lebih

lanjut. Sehingga sebelum dilakukan pengujian karakteristik surimi, dilakukan proses

thawing terlebih dahulu pada suhu ruang. Pengujian karakteristik surimi yang dilakukan

terdiri pengujian sensori yang meliputi kekenyalan dan aroma, pengujian hardness

dengan menggunakan alat texture analyzer, dan pengujian water holding capacity

(WHC) dengan cara di-press dengan menggunakan presser dan hasil surimi yang telah

di-press digambar pada milimeter blok kemudian dilakukan penghtungan WHC dengan

menggunakan rumus.

Kualitas dari surimi dapat ditentukan dari tingkat kekerasannya, dimana tingkat

kekerasan yang terkecil menunjukan bahwa surimi tersebut memiliki kualitas yang baik.

Dari pengujian karakteristik surimi yang dilakukan, didapatkan hasil nilai hardness

terkecil sebesar 91,87 gf pada perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan

polifosfat 0,5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martin-Sánchez, et al. (2009), yang

menyebutkan bahwa penambahan garam berperan dalam proses pembentukan gel

surimi dan penambahan bahan krioprotektan dapat menjaga kapasitas pembentukan gel

surimi setelah dilakukan thawing sehingga semakin tinggi kadar krioprotektan (sukrosa)

yang ditambahkan maka gel akan terbentuk secara optimal yang menyebabkan tingkat

kekerasan surimi menjadi kecil. Selain itu, Suzuki (1981) juga menyebutkan bahwa

penambahan polifosfat memberikan efek elastis dan lembut pada produk surimi

sehingga peningkatan jumlah polifosfat yang digunakan juga berperan dalam penurunan

tingkat kekerasan yang dihasilkan.

Page 11: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Nilai WHC merupakan salah satu parameter yang menunjukan kualitas dari surimi,

dimana surimi dengan kualitas yang baik memiliki nilai WHC yang tinggi. Hasil nilai

WHC terbesar yang didapatkan sebesar 273975,32 mg H2O pada perlakuan penambahan

sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lilis &

Rudy (2011), bahwa nilai WHC dari surimi berbanding lurus dengan kadar

krioprotektan dan garam yang ditambahkan dalam pembuatan surimi, dimana semakin

tinggi sukrosa yang ditambahkan semakin tinggi pula nilai WHC dari surimi. Hal ini

disebabkan karena bahan krioprotektan mencegah terjadinya denaturasi protein

sehingga dapat mengikat air dengan optimal dan garam berperan dalam pembentukan

gel surimi yang menahan partikel air dan partikel lainnya dengan berat molekul rendah.

Selain itu, pernyataan Shaviklo, et al. (2010) juga sesuai dengan hasil praktikum yakni

peningkatan konsentrasi polifosfat yang ditambahkan dalam pembuatan surimi akan

meningkatkan nilai WHC dari surimi.

Salah satu faktor penentu kualitas dari surimi adalah tingkat elastisitas dari gel surimi,

dimana semakin kenyal tekstur yang dihasilkan surimi, maka semakin baik pula kualitas

dari surimi tersebut. Hasil uji sensori berdasarkan aspek kekenyalan menunjukan bahwa

perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5% memberikan hasil

yang sangat kenyal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martin-Sánchez, et al. (2009),

yang menyebutkan bahwa penambahan garam berperan dalam proses pembentukan gel

surimi dan penambahan bahan krioprotektan dapat menjaga kapasitas pembentukan gel

surimi setelah dilakukan thawing sehingga semakin tinggi kadar krioprotektan (sukrosa)

yang ditambahkan maka gel akan terbentuk secara optimal yang menyebabkan tekstur

surimi yang dihasilkan semakin kenyal. Selain itu, Suzuki (1981) juga menyebutkan

bahwa penambahan polifosfat memberikan efek elastis dan lembut pada produk surimi

sehingga peningkatan jumlah polifosfat yang digunakan juga berperan dalam

peningkatan tingkat elastisitas gel yang dihasilkan.

Hasil uji sensori berdasarkan aspek aroma menunjukan bahwa seluruh perlakuan

memberikan hasil berkisar amis dan sangat amis. Padahal berdasarkan Cortez-Vega, et

al., (2012), proses pembuatan surimi yang pada prinsipnya berupa proses pencucian

secara berulang kali menghasilkan protein myofibril yang tidak berbau dan tidak berasa.

Page 12: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah

kurangnya proses pencucian yang dilakukan, dimana banyaknya proses pencucian

seharusnya juga mempertimbangkan jenis ikan, kondisi ikan, jenis pencuci, dan kualitas

yang diinginkan dari surimi yang dihasilkan (Martin-Sánchez, et al., 2009).

Page 13: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk perantara berupa protein myofibrilar yang diperoleh dari

daging ikan yang secara ekstensif dicuci dengan menggunakan air dingin.

Penggunaan ikan yang sudah di-fillet sebagai bahan baku surimi dapat

memperlambat kerusakan secara proteolitik.

Proses penggilingan daging ikan bertujuan untuk menguraikan serat protein daging

ikan sehingga protein dapat terlarut tanpa terdenaturasi.

Pencucian daging ikan dilakukan untuk menghilangkan protein sarkoplasma dan

meningkatkan kualitas dari myofibril yang dihasilkan.

Proses penyaringan dilakukan untuk mengkonsentrasi protein myofibril dalam

daging ikan.

Sukrosa berperan sebagai bahan krioprotektan yang berfungsi untuk mencegah

terjadinya denaturasi protein akibat suhu rendah dan menjaga kapasitas

pembentukan gel surimi setelah dilakukan thawing.

Penambahan garam berperan dalam pembentukan gel surimi

Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan fungsi krioprotektan,

meningkatkan daya ikat air (WHC) serta memberikan efek elastis dan lembut pada

produk surimi.

Penyimpanan surimi dalam freezer memiliki tujuan untuk menjaga kualitas surimi

agar tetap optimal.

Pengemasan plastik bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan udara.

Surimi harus di thawing terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut

Semakin tinggi konsentrasi sukrosa dan polifosfat akan membuat tingkat kekerasan

semakin rendah, nilai WHC semakin tinggi, dan tingkat elastisitas semakin tinggi.

Aroma surimi yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyaknya proses pencucian.

Semarang, 24 Oktober 2015 Asisten Dosen

- Yusdhika Bayu S.

Nama : Yonathalia Putri Arumi NIM : 13.70.0008

12

Page 14: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Cortez-Vega, W. R., G. G. Fonseca & C. Prentice. (2012). Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition Sciences 3:1480-1483.

Departemen Pertanian, (2006). Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan. Ciawi, Bogor.

Ducept, F., T. de Broucker, J.M. Souliè, G. Trystram, & G. Cuvelier. (2012). Influence of the mixing process on surimi seafood paste properties and structure. Journal of Food Engineering 108 : 557–562.

Lee C. M. (1984). Surimi Process Technology. Journal Food Techonology 38 (11) : 69-80.Lertwittayanon, K., S. Benjakul, S. Maqsood & A. B. Encarnacion. (2013). Effect of different salts on dewatering and properties of yellowtail barracuda surimi. International Aquatic Research 5:10. Lilis, S. & Rudy P. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Nikumi Daging Kuda dengan Penambahan Antidenaturan dan Natrium. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.11. No.1, p.6-12. Mart´ın-S´anchez, A.M., C. Navarro, J.A. P´erez-´Alvarez, & V. Kuri. (2009). Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety Vol 8:359-374. Murniyati, A. S. (2005). Pembekuan Ikan. SUPM Tegal. Tegal.Nopianti, R., N. Huda & N. Ismail. (2011). A Review on The Loss of The Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology Vol. 6 (1): 19-30.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein. Applied Science Publ., Ltd. London.

Shimizu, Y. & H. Toyohara. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. In: Lanier TC, Lee CM, ed. Surimi Technology. Marcel Dekker, Inc. Page.425-442. New York.Stine, J. J., L. Pedersen, S. Smiley & P. J. Bechtel. (2012). Recovery and utilization of protein derived from surimi wash-water. Journal of Food Quality 35:43-50.

Tan, S. M., Ng M. C., Fujiwara T., Kok K. H. & Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Winarno F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

13

Page 15: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Page 16: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Kelompok D1

Luas atas=13

36,5 (89+4 (186 )+2 (197 )+4 (180 )+99 )=24893 mm2

Luas bawah=13

36,5 ( 89+4 (38 )+2 (23 )+4 ( 47 )+99 )=6983,667 mm2

Luas area basah=24893−6983,667=17909,33 mm2

mg H 2O=17909,33−8,00,0948

=188832,63 mg

Kelompok D2

Luas atas=13

40 (124+4 (213 )+2 (227 )+4 (210 )+133 )=32040 mm2

Luas bawah=13

40 (124+4 (67 )+2 (54 )+4 (57 )+133 )=11480 mm2

Luas area basah=32040−11480=20560 mm2

mg H 2O=20560−8,00,0948

=216793,25 mg

Kelompok D3

Luas atas=13

32 ( 105+4 (129 )+2 (148 )+4 (146 )+88 )=16949,33 mm2

Luas bawah=13

32 (105+4 (25 )+2 (14 )+4 (27 )+88 )=4576 mm2

Luas area basah=16949,33−4576=12373,33 mm2

15

Page 17: SURIMI_Yonathalia_13.70.0008_D2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

mg H 2O=12373,33−8,00,0948

=130435,97 mg

Kelompok D4

Luas atas=13

45 (121+4 (201 )+2 (211)+4 (204 )+90 )=33795 mm2

Luas bawah=13

45 (121+4 (34 )+2 (30 )+4 (32 )+90 )=8025 mm2

Luas area basah=33795−8025=25770 mm2

mg H 2O=25770−8,00,0948

=271751,05 mg

Kelompok D5

Luas atas=13

47 ( 95+4 (182 )+2 (201 )+4 (195 )+107 )=33095,04 mm2

Luas bawah=13

47 (95+4 (24 )+2 (20 )+4 (29 )+107 )=7114,18 mm2

Luas area basah=33095,04−7114,18=25980,86 mm2

mg H 2O=25980,86−8,00,0948

=273975,32 mg

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal