1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan pembuatan surimi dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi Kel Perlakuan WHC (mg) Sensoris Kekenyalan Aroma B1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1% 240028,06 + ++ B2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1% 285154,75 ++ +++ B3 Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% 288857,17 ++ ++ B4 Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% 317967,62 + ++ B5 Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5% 276163,82 ++ ++ B6 Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5% 284725,74 + ++ Keterangan: Aroma: Kekenyelan: + : tidak amis + : tidak kenyal ++ : amis ++ : kenyal +++ : sangat amis +++ : sangat kenyal Dilihat dalam tabel 1, pembuatan surimi dilakukan dengan penambahan sukrosa, garam 2,5%, dan polifosfat. Konsentrasi penambahan sukrosa dan polifosfat masing-masing kelompok berbeda. Pada kelompok B1 dan B2 adalah fillet ikan yang diberi perlakuan penambahan sukrosa sebesar 2,5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,1%. Kelompok B1 memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 240028,06 mg serta memiliki aroma yang amis dengan tektur yang tidak kenyal. Sedangkan pada kelompok B2 memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 285154,75 mg serta memiliki aroma yang sangat amis dengan tektur kenyal. Kemudian untuk kelompok B3 dan B4 1
laporan resmi praktikum teknologi hasi laut bab surimi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan pembuatan surimi dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi
Kel Perlakuan WHC (mg) SensorisKekenyalan Aroma
B1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%
240028,06 + ++
B2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%
285154,75 ++ +++
B3 Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%
288857,17 ++ ++
B4 Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%
317967,62 + ++
B5 Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%
276163,82 ++ ++
B6 Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%
284725,74 + ++
Keterangan:Aroma: Kekenyelan:+ : tidak amis + : tidak kenyal++ : amis ++ : kenyal+++ : sangat amis +++ : sangat kenyal
Dilihat dalam tabel 1, pembuatan surimi dilakukan dengan penambahan sukrosa, garam
2,5%, dan polifosfat. Konsentrasi penambahan sukrosa dan polifosfat masing-masing
kelompok berbeda. Pada kelompok B1 dan B2 adalah fillet ikan yang diberi perlakuan
penambahan sukrosa sebesar 2,5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,1%. Kelompok B1
memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 240028,06 mg serta memiliki
aroma yang amis dengan tektur yang tidak kenyal. Sedangkan pada kelompok B2
memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 285154,75 mg serta memiliki
aroma yang sangat amis dengan tektur kenyal. Kemudian untuk kelompok B3 dan B4
perlakuannya dengan ditambahkannya sukrosa sebesar 2,5%, garam 2,5% dan polifosfat
0,3%. Kelompok B3 memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 288857,17
mg serta memiliki aroma yang amis dengan tektur yang kenyal. Sedangkan pada
kelompok B4 memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 317967,62 mg
serta memiliki aroma yang amis dengan tektur tidak kenyal. Pada kelompok B5 dan B6
diberi perlakuan penambahan sukrosa sebesar 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%.
Kelompok B5 memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 276163,82 mg
serta memiliki aroma yang amis dengan tektur yang kenyal. Sedangkan pada kelompok
B6 memiliki nilai Water Holding Capacity (WHC) sebesar 284725,74 mg serta
1
2
memiliki aroma yang amis dengan tektur tidak kenyal. Sehingga terlihat WHC (Water
Holding Capacity) tertinggi dihasilkan oleh kelompok B4 dengan penambahan sukrosa
5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3%. Nilai WHC terendah pada pembuatan surimi
dihasilkan oleh kelompok B1 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan
polifosfat 0,1% dari berat sampel. Pada umumnya, surimi yang dihasilkan bersifat
kenyal, kecuali pada kelompok B1, B4 dan B6, yaitu tidak kenyal. Aroma surimi yang
dihasilkan tiap kelompok pun beraroma amis, hanya pada kelompok B2 yang memiliki
aroma sangat amis.
2. PEMBAHASAN
Hari pertama praktikum Teknologi Hasil Laut dilakukan pembuatan surimi. Definisi
surimi menurut Reinheimer et al (2010), surimi adalah produk daging ikan yang
digiling halus dan dicuci dalam larutan. Surimi yang dibekukan dengan garam dan
cryoprotectant diolah dengan pemanasan untuk mengatur tekstur dan mengembangkan
gelnya. Menurut Peranginangin et al. (1999), bahan baku yang digunakan secara
organoleptik harus memiliki karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya meliputi:
a. Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jensi ikan
b. Bau : segar spesifik jenis
c. Daging : elastis dan kompak
d. Rasa : netral agak manis
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia/SNI 1992, bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan surimi harus memiliki standart mutu diantaranya berupa bahan baku harus
bersih, bebas dari bau yang menandakan adanya pembusukan, bebas dari tanda
dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan
mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Surimi mempunyai nilai yang tinggi pada pengembangan produk olahan ikan. Hal ini
dikarenakan surimi dapat diolah kembali menjadi macam-macam produk makanan dan
juga dapat digunakan sebagai bahan campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan
berbagai produk olahan lainnya. Umumnya, terdapat 2 jenis surimi yang biasa
diproduksi adalah mu-en surimi dan ka-en surimi. Perbedaan dari 2 jenis surimi ini
adalah ada atau tidaknya penambahan garam pada proses pembuatannya. Mu-en surimi
merupakan produk surimi yang dibuat tanpa menggunakan penambahan garam,
sedangkan ka-en surimi merupakan produk surimi yang menggunakan garam pada
konsentrasi tertentu (Agustiani et al, 2006). Pada praktikum pembuatan surimi ini
berjenis ka-en. Proses pembuatan produk surimi sebagai berikut.
2.1. Cara Kerja Pembuatan Surimi serta Bahan yang Digunakan
3
4
Proses pembuatan surimi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara manual dan cara
mekanis. Pembuatan surimi secara manual meliputi proses filleting, mixing, leaching,
dewatering, dan straining. Proses pembuatan surimi secara manual dapat dilihat pada
gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Proses Manual Pembuatan Surimi (Agustiani et al., 2006)
Sedangkan pembuatan surimi secara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin.
Mesin-mesin yang digunakan untuk pembuatan surimi secara mekanis antara lain fish
washer, meat separator, leaching tank, rotary screen, refiner, dan screw press. Proses
pembuatan surimi secara mekanis umumnya dilakukan secara kontinyu. Proses
pembuatan surimi secara mekanis dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Proses Mekanis Pembuatan Surimi (Agustiani et al., 2006)
Berdasarkan teori diatas, pada praktikum pembuatan surimi ini menggunakan cara
manual. Proses pembuatan surimi ini dapat dijelaskan oleh Dahar (2003), umumnya
meliputi penerimaan bahan baku, penyiangan dan pencucian, pemisahan daging dari
5
tulang dan kulit, leaching, straining (bertujuan untuk menghilangkan sisa sisik, jaringan
ikan, membran, duri, serta bagian lainnya yang tidak digunakan supaya surimi yang
dihasilkan memiliki mutu yang baik), pengepresan (bertujuan untuk mengurangi kadar
air surimi hingga sekitar 85%), penambahan gula dan sodium polyphosphate,
pencetakan dan pembekuan, serta pengemasan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dilakukan pada praktikum pembuatan surimi ini, pertama ikan dicuci hingga bersih
dengan air mengalir dan kemudian dilakukan pemfiletan daging ikan hingga diperoleh
bagian dagingnya sebanyak 100 gram, selanjutnya dilakukan Penghalusan fillet daging
ikan dengan cara diblender. Selama pemblenderan ini ditambahkan es batu untuk
menjaga suhu supaya tetap rendah. Hal ini sesuai dengan teori dari Okada, et al. (1973),
bahwa dalam pembuatan surimi diperlukan pemisahan tulang, kepala, ekor, kulit, sirip,
sisik, dan bagian perut. Kemudian dilakukan pencucian daging ikan dengan air es dan
penyaringan dengan kain saring. Setelah itu, dilakukan penambahan dengan sukrosa
dari berat sampel, dimana kelompok B1, B2 dan B3 ditambahkan 2,5% sukrosa,
sedangkan kelompok B4, B5, dan B6 ditambahkan 5% sukrosa. Berdasarkan teori
Wiguna (2005), sukrosa yang ditambahkan dalam proses pembuatan surimi akan
berperan sebagai gula pereduksi yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein
yang akan membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Sukrosa ini termasuk
salah satu contoh Cryoprotectant. Cryoprotectant merupakan bahan yang umumnya
digunakan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk
lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang
lama. Bahan yang dapat menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air
melalui ikatan hidrogen disebut dengan cryoprotectant. Cryoprotectant juga dapat
meningkatkan kemampuan air sebagai energi pengikat, mencegah pertukaran molekul-
molekul air dari protein, dan menstabilkan protein (Zhou et al., 2006).
Pipatsattayanuwong et al. (1995) menambahkan bahwa cryoprotectant berfungsi
sebagai zat antidenaturan. Cryoprotectant digunakan dalam menghambat proses
denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku.
Tahap berikutnya ditambahkan dengan garam 2,5% pada semua kelompok.
Penambahan garam ini bertujuan menurut Anonim (1987), adalah untuk mempercepat
6
proses penurunan jumlah air yang terdapat pada fillet daging ikan yang akan dibuat
surimi nantinya. Setelah itu, ditambahkan STTP atau polifosfat dengan konsentrasi yang
berbeda-beda masing-masing kelompok. Konsentrasi polifosfat yang digunakan pada
kelompok B1 dan B2 sebesar 0,1 %, B3 dan B4 sebesar 0,3 % serta konsetrasi 0,5%
pada kelompok B5 dan B6. Polifosfat yang dipakai dalam pembuatan surimi adalah
natrium tripolifosfat (STTP). Polifosfat akan memisahkan aktomiosin dan berikatan
dengan miosin. Miosin dan poliposfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral
serta vitamin. Pada proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat
membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler. Hal tersebut
sesuai dengan teori dari Haryati (2001). Pada umumnya, polifosfat ditambahkan
sebanyak 0,2 %-0,3 % dalam bentuk garam natrium tripolifosfat (Peranginangin et al.
1999).
Filet daging ikan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik bening
berjenis polietilen (PE) dan disimpan dalam freezer selama semalam. Menurut Anonim
(1987), penggunaan jenis plastik PE dikarenakan surimi yang sudah dikemas
membutuhkan penyimpanan pada suhu dingin dan salah satu plastik yang tepat untuk
disimpan pada suhu dingin adalah plastik dengan jenis PE. Setelah dibekukan selama 1
malam, surimi di thawing selama 15 menit kemudian diukur water holding capacity
(WHC), dan kualitas sensorisnya berupa aroma dan kekenyalan.
2.2. Pengukuran Water Holding Capacity (WHC) dan Sensoris (Aroma dan
Kekenyalan)
Dari hasil pengukuran, nilai WHC (Water Holding Capacity) tertinggi dihasilkan oleh
kelompok B4 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3%. Nilai
WHC terendah pada pembuatan surimi dihasilkan oleh kelompok B1 dengan
penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1% dari berat sampel. Hal ini
sesuai dengan teori Fennema (1985), bahwa semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang
dipakai dapat meningkatkan nilai WHC dikarenakan gula mempunyai grup polihidroksi
yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga dapat
7
meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari protein,
dan stabilitas protein tetap terjaga.
Namun jika diperhatikan pada kelompok B4 hingga B6 sama-sama menggunakan
konsentrasi sukrosa sebesar 5%, namun ada perbedaan pada konsentrasi polifosfat. Pada
kelompok B5 dan B6 menggunakan konsentrasi polifosfat yang lebih tinggi yaitu
sebesar 0,5 %. Seharusnya dengan penambahan konsentrasi polifosfat yang tinggi
memiliki nilai WHC yang tinggi pula. Hal tersebut karena penambahan Polyphosphate
ini juga bertujuan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding ability). Djazuli, N
et al (2009) menegaskan bahwa tujuan dari uji daya ikat air atau WHC adalah untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan bahan untuk mengikat molekul air. Interaksi
protein-air terutama daya ikat air sangat berperan dalam pembentukan gel. Tekstur gel
akan semakin baik apabila daya serap air semakin baik pula. Hal tersebut hanya sesuai
pada hasil percobaan kelompok yang menggunakan polifosfat konsetrasi 0,1% (B1 dan
B2) lalu ada peningkatan nilai WHC pada konsentrasi 0,3% (B3 dan B4). Namun nilai
WHC ini akan menurun ketika diberikan kosentrasi polifosfat 0,5%. Mungkin hal ini
disebabkan adanya konsetrasi optimum pada folifosfat untuk ditambahkan pada
pembuatan surimi hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Tan et al. (1988),
jumlah polyphosphate yang baik untuk ditambahkan pada proses pembuatan surimi
adalah sebanyak 0,2-0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natrium
pirofosfat.
Kemudian dilakukan uji sensoris, uji ini mengamati aroma dan tingkat kekenyalan
surimi yang dibuat. Dari hasil praktikum yang didapatkan, rata-rata surimi memiliki
tektur yang kenyal. Hal tersebut dikarenakan bahan baku ikan tersebut memiliki kadar
protein tinggi yang dapat membuat tektur yang kenyal. Hasil pengujian tektur
kekenyalan ini sesuai dengan teori Tanaka (2001), bahwa surimi pada umumnya
memiliki tekstur yang elastis dan kenyal, hal tersebut dikarenakan surimi memiliki
konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi. Selain itu, untuk dengan adanya
penambahan polifosfat dapat menambah nilai kelembutan/elastisitas dan memperbaiki
sifat dari surimi.
8
Pada uji aroma surimi, keseluruhan memiliki aroma bau yang amis, hal ini dipengaruhi
oleh tingkat kesegaran ikan yang dipakai sebagai bahan baku serta jenis ikan yang
dipakai. Koswara et al. (2001), menyebutkan ikan yang digunakan sebagai bahan
membuat surimi disarankan memiliki lemak yang rendah karena lemak akan
mempengaruhi daya gelatinasi dan dapat mengakibatkan produk surimi cepat
mengalami ketengikan. Apabila ikan yang digunakan mempunyai kandungan lemak
tinggi, ikan tersebut harus melalui proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi aroma surimi adalah adanya penambahan garam. Garam
dapat berfungsi sebagai bumbu, penyedap rasa, dan penambah aroma, tetapi
penambahan kadar garam yang cukup tinggi dapat mengubah cita rasa makanan
(Winarno et al. 1980).
2.3. Faktor – Faktor Lain yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Surimi
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas surimi seperti yang telas dibahas
sebelumnya. Pada pembahasan ini adalah penjelasan faktor-faktor lain secara lebih
detail yang dapat mempengaruhi kualitas surimi itu sendiri. Menurut Wong (1989)
menjelaskan bahwa denaturasi protein akan mengakibatkan lapisan molekul protein
bagian dalam yang bersifat hidrofobik terbalik keluar dan bergabung dengan fase cair.
Lalu proses hidrasi akan hidrofobik menghasilkan energi bebas positif yang akan
meningkatkan permukaan protein. Permukaan protein yang lebih luas ini secara
termodinamik tidak stabil dari pada bentuk yang tidak terdenaturasi (Fennema 1985).
Proses hidrofobik ini dapat dicegah dengan antidenaturan, khususnya gula. Gula
mempunyai grup polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan
hidrogen, sehingga dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya
molekul air dari protein, dan stabilitas protein tetap terjaga (Fennema 1985). Dalam
pembuatan produk surimi digunakan sukrosa sebagai pelindung protein karena dapat
mencegah denaturasi protein selama masa pembekuan.
Faktor yang dianggap paling penting yang menentukan kemampuan pembentukan gel
pada surimi adalah kesegaran ikan. Selain itu, waktu dan suhu penyimpanan antara ikan
yang telah ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk
9
surimi. Waktu penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih
rendah. Salah satu produsen surimi terbesar di Asia Tenggara adalah negara Thailand.
Kualitas gel surimi yang dihasilkan dicapai dengan beberapa langkah seperti dengan
penambahan aditif protein, penggunaan mikroba transglutaminase, proses pencucian
yang akan meningkatkan kekuatan gel surimi (Phatcharat et al, 2006).
Lan et al. (1995) menambahkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan gel surimi yaitu bahan baku, kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan,
serta jenis ikan yang digunakan. Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan
miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat.
Pembentukan gel tersebut akan mempengaruhi dari WHC surimi itu sendiri.
Penggunaan garam juga berfungsi sebagai bahan pelarut protein miofibril. Apabila
konsentrasi garam yang ditambahkan kurang dari 2% maka protein miofibril tidak dapat
larut, sedangkan apabila konsentrasi garam yang ditambahkan lebih dari 12% maka
protein miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting out. Konsentrasi garam yang
umumnya digunakan untuk membuat surimi adalah 2% hingga 3% (Shimizu et al.,
1992). Hal tersebut sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana pada pembuatan
surimi dilakukan penambahan garam sebanyak 2,5% dari berat sampel.
2.4. Pembahasan Jurnal – Jurnal Terkait
Jurnal pertama dari Rodiana Nopianti et al (2011) membahas tentang meningkatkan
sifat fisik dan mencegah degradasi tekstur dari protein produk surimi. Sifat fungsional
dari protein myofibrillar perlu dilindungi selama penyimpanan beku ketika
krioprotektan yang ditambahkan. Beberapa krioprotektan biasanya digunakan adalah
dan campuran dari krioprotektan di atas. Fosfat biasanya ditambahkan ke surimi dalam
kombinasi dengan krioprotektan untuk mengurangi viskositas, meningkatkan retensi
kelembaban dan kemampuan protein untuk menyerap cairan ketika surimi tersebut
dicairkan dan meningkatkan pH sedikit, yang mengarah ke kemampuan pembentuk gel
ditingkatkan, kekuatan gel dan kekompakan . Beberapa aditif makanan juga dapat
digunakan untuk meningkatkan sifat fisik dari dan mencegah degradasi tekstur, surimi
10
gel seperti putih telur, daging sapi Protein Plasma (BPP) dan Whey Protein Concentrate
(WPC).
Jurnal kedua dari Santana, P., et al (2012), membahas tentang sifat fungsional bubuk
surimi yang bervariasi tergantung pada spesies ikan dan metode pengeringan digunakan.
Penambahan dryoprotectants seperti sukrosa, sorbitol, dan poliol dapat mencegah
denaturasi protein selama pengeringan. Gelasi dan emulsifying sifat bubuk surimi
adalah faktor penting untuk dipertimbangkan saat mengevaluasi penggunaan bedak
surimi sebagai baku utama bahan untuk membuat produk berbasis gel seperti ikan bola
dan sosis ikan. Bubuk Surimi juga menambah nilai gizi produk makanan ringan ikan.
Selanjutnya penelitian diperlukan untuk mengeksplorasi potensi menggunakan bubuk
surimi dalam berbagai produk makanan dan mereka kualitas, termasuk sifat tekstur dan
konsumen penerimaan produk. Surimi mengacu pada protein myofibrial terkonsentrasi
diekstrak dari daging ikan dengan proses pencucian. Bubuk Surimi, biasanya disiapkan
dalam bentuk kering, dan berpotensi berguna sebagai bahan baku untuk pembuatan
produk makanan laut. Bubuk Surimi menawarkan banyak keuntungan dalam aplikasi
industri, seperti penanganan mudah, biaya distribusi yang rendah, dan secara fisik
nyaman untuk tambahan campuran kering. Untuk mencegah denaturasi protein selama
pengeringan, dryoprotectants seperti sukrosa dan poliol dapat ditambahkan. Bubuk
Surimi diklasifikasikan sebagai jenis konsentrat protein ikan A karena kandungan
proteinnya lebih tinggi dari 65%. Bubuk Surimi memiliki sifat fungsional yang baik,
seperti gelasi, daya ikat air, dan pengemulsi dan sifat berbusa. Produk ikan berbasis Gel
dan ikan makanan ringan produk umum yang dapat dibuat dari bubuk surimi.
Jurnal ketiga dari Sánchez-Alonso., et al (2006), membahas efek teknologi serat wheat,
sebagai bahan yang sehat di mana konsumen tertarik, dipelajari dalam produk surimi
gel. Sebanyak 3-6% per serat gandum dengan ukuran partikel yang berbeda
ditambahkan. Sifat fungsional dari serat gandum, seperti kapasitas retensi air (WRC),
penggelembungan (SW) dan kapasitas adsorpsi lemak (FAC), ditentukan. Modulus
elastis (G ') dari surimi dengan serat gandum 6% lebih rendah di seluruh gel termal. Di
bawah pemindaian mikroskop elektronik (SEM), sampel gel dengan serat ditambahkan
disajikan distribusi yang tidak merata dari serat. Ini disebabkan pembentukan jaring
11
protein non-homogen yang terkait dengan kekuatan yang lebih rendah dari gel,
kekompakan dan kapasitas pengikatan air (WBC). Panel sensoris tidak menemukan
perbedaan dalam penampilan tetapi tedapat perbedaan tekstur antara sampel dengan
proporsi yang berbeda dan jenis serat. Serat dengan ukuran partikel besar surimi dari
kehilangan kekuatan gel dan kekerasan dilindungi selama pembekuan. Hanya sedikit
variasi selama penyimpanan beku sampel yang berbeda.
Jurnal keempat oleh Rodiana Nopianti et al (2013), menguji sifat fisikokimia threadfin
bream surimi dengan berbagai tingkat polydextrose (3%, 6%, 9% dan 12%), surimi
mentah, surimi mentah dengan natrium tripolifosfat dan penambahan surimi komersial
(sukrosa) selama 6 bulan penyimpanan beku. Analisis meliputi pengukuran Ca (2 +) -
ATPase, isi sulfhidril, kelarutan protein, natrium dodesil sulfat poliakrilamida gel
elektroforesis, diferensial scanning kalorimetri dan pemindaian mikroskop elektron. The
Ca (2 +) - ATPase, tingkat konten sulfhidril dan kelarutan protein ditambah dengan 3%,
6%, 9% dan 12% polydextrose dapat dipertahankan sampai 6 bulan penyimpanan
dengan 47.33%, 41.60% dan 51,41%, masing-masing. Diferensial kalorimetri
pemindaian menunjukkan penurunan stabilisasi termal myosin yang berkaitan dengan
transisi termperature. Analisis dengan pemindaian mikroskop elektron menunjukkan
bahwa jumlah pori-pori yang terbentuk meningkat setelah penyimpanan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa surimi disimpan dengan polydextrose sebagai krioprotektan yang
mampu mempertahankan fisikokimia surimi lebih baik dibandingkan dengan surimi
mentah tanpa aditif atau surimi mentah dengan natrium tripolifosfat.
Jurnal kelima dari Panpipat W, et all (2010) menguji sifat gel dari croaker surimi
dicampur dengan tiga jenis makarel surimi pada rasio yang berbeda yang eval-uated.
Kekuatan gel dari croaker-makarel surimi campuran lebih tinggi dari yang asli mack-
Erel surimi (p <0,05). Kehadiran croaker surimi dalam campuran mengakibatkan
peningkatan myosin rantai berat (MHC) intensitas pita. Tidak ada perbedaan dalam
deformasi gel diamati pada croaker surimi dan croaker pendek bertubuh makarel
campuran di semua rasio (p> 0,05). Penambahan makarel surimi bertubuh pendek ke
12
croaker surimi sampai rasio 1: 2 tidak berpengaruh pada keputihan dan metmioglobin isi
gel (p> 0,05). Penurunan ditandai dalam drip dinyatakan dan TCA-larut peptida gel itu
terlihat di croaker-ikan tongkol surimi campuran (p <0,05). Oleh karena itu, sifat gel
dari croaker-makarel surimi campuran diperintah oleh jenis dan isi mackerel surimi
digunakan.
3. KESIMPULAN
Surimi adalah hasil olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) berupa
hancuran daging ikan yang telah mengalami proses pencucian dengan larutan
garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive),
pengepakan dan pembekuan.
Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan adalah suhu air
pencucian dan penggilingan daging ikan.
Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air
pencuci karena akan berpengaruh terhadap kekuatan gel.
Faktor yang paling penting yang menentukan kemampuan pembentukan gel pada
surimi adalah tingkat kesegaran ikan.
Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang
bersuhu 100C-150C.
Penambahan bahan polifosfat bertujuan untuk menambah nilai kelembutan dan
memperbaiki sifat surimi, terutama sifat elastisitas dan kelembutan serta
memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk olahan surimi.
Polifosfat juga dapat berfungsi dalam memperbaiki daya ikat air (WHC) pada
produk olahan surimi yang akan membuat daya ikat air semakin besar
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang dipakai dapat meningkatkan nilai WHC
Konsentrasi penambahan polyphosphate yang baik untuk proses pembuatan
surimi adalah sebanyak 0,2-0,3%
Garam memiliki fungsi untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat
penting untuk pembentukan gel yang kuat.
Tektur gel surimi dipengaruhi oleh besarnya daya serap air.
Semarang, 28 September 2014
Praktikan, Asisten dosen:
Andre Christian
12.70.0063 Dea Nathania
13
4. DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.
Anonim. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.
Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.
Djazuli, N et al. (2009). Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan “By-Catch” Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.
Haryati S. (2001). Pengaruh lama penyimpanan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap kemampuan pembentukan gel ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.
Lan, H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.
Nopianti, Rodiana, et al. "A review on the Loss of the functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi" American Journal of food science and technology 6 (1): (2011): 19-30.
Nopianti, Rodiana, et al. "Effect of polydextrose on physicochemical properties of threadfin bream (Nemipterus spp) surimi during frozen storage." Journal of food science and technology 50.4 (2013): 739-746.
Okada, M, M. David, and G. Kudo. (1973). Kamaboko The Giant Among Japanese Processed Fishery Products. MFR Paper 1019.Marine Fisheries Review Vol 35 (12).
Panpipat, Worawan, Manat Chaijan, and Soottawat Benjakul. "Gel properties of croaker–mackerel surimi blend." Food chemistry 122.4 (2010): 1122-1128.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi.
Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan
Laut.
Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W.(2006). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi
14
15
Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.
Pipatsattayanuwong S, Park JW, Morissey MT. (1995). Functional properties and self life of fresh surimi from pacific whitting. Journal of Food Science 60(6):1241-1244.
Reinheimer et al. (2010). Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.
Sánchez-Alonso, Isabel, Ramin Haji-Maleki, and A. Javier Borderías. "Effect of wheat fibre in frozen stored fish muscular gels." European Food Research and Technology 223.4 (2006): 571-576.
Santana, P., N. Huda, and T. A. Yang. "Technology for production of surimi powder and potential of applications." Int Food Res J 19.4 (2012): 1313-1323.
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.
Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology. Jepang.
Wiguna, A. N. (2005). Skripsi: Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Wong, D.W.S. (1989).Mechanism and Theory in Food Chemistry. Pp. 48–62. New York: Avi =Van Nostrand Reinhold.
Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Perhitungan Kelompok B1
1. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 44(101+(4 x117 )+(2 x183)+(4 x168)+78)
= 28233,33
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h 1+2 h 2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 44(101+(4 x26)+(2 x 9)+(4 x18)+78)
= 5470,67
3. Luas Area Basah = La – Lb = 28233,33 – 5470,67 = 22762,66
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
= 22762,66−8
0,0948
= 240028,06
Perhitungan Kelompok B2
1. Luas Atas
La=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 47(101+(4 x187)+(2 x199)+(4 x 184)+90)
= 32477
16
17
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h 1+2 h 2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 47(101+(4 x20)+(2 x6)+(4 x16)+90)
= 5436,33
3. Luas Area Basah = La – Lb = 32477 – 5436,33 = 27040,67
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿27040,67−8
0,0948
= 285154,75
Perhitungan Kelompok B3
1. Luas Atas
La=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 47,5(98+(4 x187)+(2 x 201)+(4 x191)+107)
= 33550,83
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 47,5(98+(4 x21)+(2 x 8)+(4 x21)+107)
= 6159,17
3. Luas Area Basah = La – Lb = 33550,83 – 6159,17 = 27391,66
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
18
¿27391,66−8
0,0948
= 288857,17
Perhitungan Kelompok B4
1. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 49(107+(4 x200)+(2 x 280)+(4 x201)+108)
= 38808
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h 1+2 h 2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 49(107+(4 x35)+(2 x )23+(4 x33)+108)
= 8705,67
3. Luas Area Basah = La – Lb = 38808 – 8705,67 = 30102,33
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿30102,33−8
0,0948
= 317967,62
Perhitungan Kelompok B5
1. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 47,5(89+(4 x182)+(2 x192)+(4 x177)+96)
= 31745,83
2. Luas Bawah
19
Lb=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 47,5(89+(4 x16,5)+(2 x 6)+(4 x22)+96)
= 5557,50
3. Luas Area Basah = La – Lb = 31745,83 – 5557,50 = 26188,33
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿26188,33−8
0,0948
= 276163,82
Perhitungan Kelompok B6
1. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 45(101+(4 x 193)+(2 x212)+(4 x204 )+95)
= 33120
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h 1+2 h 2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 45(101+(4 x 24)+(2 x 10)+(4 x24)+95)
= 6120
3. Luas Area Basah = La – Lb = 33120 – 6120 = 27000