Top Banner
SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Alan Wijaya NIM : 13.70.0101 Kelompok : C4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015
16

Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

Jan 23, 2016

Download

Documents

Praktikum Teknologi Hasil Pangan bab Surimi dilakukan pada tanggal 28 September 2015 di Lab Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata pada pukul 15.00 WIB. Praktikum Surimi tersebut didampingi oleh Asisten Dosen Yusdhika Bayu S. Praktikum diawali dengan melakukan kuis tertulis lalu setelah itu Asisten Dosen mulai menjelaskan tentang jalannya praktikum surimi. Setelah itu praktikan melakukan praktikum surimi yang diakhiri pada pukul 18.00 WIB.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Alan Wijaya

NIM : 13.70.0101

Kelompok : C4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,

timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,

plastik bening, dan milimeter blok.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,

polifosfat, dan es batu.

1.2. Metode

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian

kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Page 3: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

2

Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.

Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan

ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.

Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain

saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.

Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan

sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam

sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1%

(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).

Page 4: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

3

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk

kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya

yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan

menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan

menggunakan presser.

Page 5: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

4

Luas atas =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas bawah =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas area basah = Luas atas − Luas bawah

mg H2O =Luas area basah − 8,0

0,0948

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok

untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 6: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan

Kel. Perlakuan Hardness WHC Sensoris

Kekenyalan Aroma

C1 sukrosa 2,5% + garam

2,5% + polifosfat 0,1% 137,22 gF 293598,53 +++ +++

C2 sukrosa 2,5% + garam

2,5% + polifosfat 0,3% 132,55 gF 267004,22 + +

C3 sukrosa 5% + garam

2,5% + polifosfat 0,3% 214,65 gF 311814,35 ++ +

C4 sukrosa 5% + garam

2,5% + polifosfat 0,5% 126,59 gF 277084,60 ++ ++

C5 sukrosa 5% + garam

2,5% + polifosfat 0,5% 159,03 gF 254345,99 + +++

Keterangan:

Kekenyalan Aroma

+ : tidak kenyal + : tidak amis

++ : kenyal ++ : amis

+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan yang digunakan oleh tiap kelompok berbeda

yakni pada penambahan sukrosa kelompok C1 dan C2 sebesar 2,5%, pada kelompok C3, C4

dan C5 sebesar 5%. Kemudian pada penambahan polifosfat dimana kelompok C1

menggunakan penambahan polifosfat 0,1%, kelompok C2 dan C3 penambahan polifosfat

0,3%, lalu kelompok C4 dan C5 dengan penambahan polifosfat 0,5%. Didapatkan hasil

hardness terbesar yakni pada sampel kelompok C3 dengan hardness sebesar 214,65 gF.

Sedangkan nilai WHC terbesar didapatkan oleh kelompok C3 sebesar 311814,35. Sedangkan

untuk uji sensoris, sampel yang memiliki kekenyalan paling kenyal yakni kelompok C1 dan

yang paling tidak kenal didapatkan oleh kelompok C2 dan C5. Lalu untuk aroma, kelompok

C1 dan C5 memiliki sampel dengan aroma yang sangat amis dan pada kelompok C2 serta C3

memiliki aroma yang tidak amis.

Page 7: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

6

3. PEMBAHASAN

Ikan adalah salah satu sumber bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Akan tetapi

ikan sendiri merupakan jenis bahan pangan yang mudah rusak (perishable food). Oleh karena

itu, untuk mempertahankan mutu dan kesegaran ikan dilakukan pengolahan atau pengawetan

ikan yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan

pembusukan. Salah satu cara pengolahan ikan yakni dengan mengolahnya menjadi produk

setengah jadi atau disebut surimi (Moeljanto, 1992). Surimi adalah daging lumat atau giling

yang telah melalui proses pembersihan dan pencucian secara berulang – ulang sehingga

komponen – komponen yang terkandung didalamnya seperti bau, pigmen, lemak dan darah

dapat telah hilang atau terbuang (Peranginangin et al., 1999). Kata surimi sendiri berasal dari

bahasa Jepang yang berarti daging ikan yang telah digiling, dipilin serta dicuci dengan

menggunakan air untuk meniru produk berharga tinggi seperti kepiting, kerang dan lobster

(Hajidoun & Jaharpour, 2013). Surimi sendiri diolah dari ikan dimana hanya ikan yang

memiliki daging berwarna putih, tidak berbau seperti lumpur dan tidak begitu amis yang

dapat diolah menjadi surimi. Selain itu pula ikan yang digunakan juga harus memiliki

kemampuan pembentukan gel yang maksimal sehingga dapat dihasilkan surimi yang

memiliki kualitas yang baik (Suzuki, 1981). Produk pangan yang dihasilkan dari pengolahan

surimi sendiri meliputi sosis, produk fermentasi berbasis surimi hingga produk ekstrudat

(Jafarpour & Gorczyca, 2009).

Pada praktikum ini digunakan bahan ikan yakni ikan bawal dimana ikan bawal memiliki

warna daging yang putih sehingga surimi yang dihasilkan dapat memiliki kualitas yang lebih

baik. Sedangkan komponen kimia yang terdapat pada ikan seperti air, protein kasar dan

lemak berpengaruh besar terhadap sifat, kandungan nutrisi dan kualitas sensori serta stabilitas

selama penyimpanan. Kandungan lain seperti vitamin, karbohidrat dan mineral memiliki

jumlah yang lebih sedikit akan tetapi juga berperan dalam menentukan kandungan nutrisi dan

sifat sensoris pada surimi yang dihasilkan (Sikorski, 1990).

Mula – mula, ikan bawal yang telah disiapkan dicuci dengan menggunakan air mengalir.

Selanjutnya kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut dan kulit dipisahkan dan diambil daging putih

sebanyak 100 gram. Selanjutnya daging yang telah diambil digiling menggunakan penggiling

dengan penambahan es batu hingga halus. Setelah itu daging ikan dicuci dengan air es sambil

disaring dengan menggunakan kain saring sebanyak 3 kali sampai didapatkan tekstur yang

Page 8: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

7

menggempal. Penambahan air dingin pada saat penggilingan berperan penting dalam

menjaga kondisi ikan agar tetap dingin. Hal ini dikarenakan kandungan protein larut air akan

hilang pada saat pencucian apabila suhu surimi dan suhu air yang digunakan untuk proses

pencucian lebih tinggi dari 15oC. Bila suhu air selama pencucian lebih tinggi dari 15

oC,

protein yang terdapat pada ikan akan terlarut dalam air dimana hal tersebut akan berpengaruh

terhadap karakteristik kekuatan gel yang terbentuk. Suhu optimal air selama proses pencucian

yakni pada kisaran 10oC hingga 15

oC (Schwarz dan Lee, 1988). Sedangkan pencucian

berulang – ulang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gel surimi selama proses pengolahan

dan penyimpanan. Phatcharat et al. (2012) mengatakan bahwa penggunaan zat aditif protein

yakni dengan penambahan mikroba transglutaminase dapat meningkatkan kekuatan gel

surimi. Akan tetapi peningkatan gel surimi juga dapat menggunakan pencucian berulang –

ulang. Menurut Hamzah et al. (2015), pencucian tidak hanya menghilangkan lemak dan

partikel lain seperti darah, pigmen dan bau akan tetapi juga meningkatkan konsentrasi protein

miofibrilar (actomyosin) yang terdapat pada daging surimi.

Selanjutnya ditambahkan sukrosa 2,5% untuk kelompok C1 dan C2, sukrosa 5% untuk

kelompok C3, C4 dan C5. Kemudian ditambahkan garam sebanyak 2,5% pada semua

kelompok dan polifosfat sebanyak 0,1% untuk kelompok C1, polifosfat 0,3% untuk

kelompok C2 dan C3. Lalu polifosfat 0,5% untuk kelompok C4 dan C5. Setelah itu sampel

dimasukkan dalam wadah dan dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Setelah 1 malam,

surimi di thawing terlebih dahulu dan diukur hardness, WHC serta kualitas sensorinya

(kekenyalan dan aroma). Untuk mengukur WHC pada surimi digunakan millimeter block dan

diukur jumlah mgH2O dengan menggunakan rumus berikut :

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑡𝑎𝑠 (𝐿𝑎) = 1

3 𝑎 (ℎ0 + 4ℎ1 + 2ℎ2 + 4ℎ3 + … . + ℎ𝑛)

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑤𝑎ℎ (𝐿𝑏) = 1

3 𝑎 (ℎ0 + 4ℎ1 + 2ℎ2 + 4ℎ3 + … . + ℎ𝑛)

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ = 𝐿𝑎 − 𝐿𝑏

𝑀𝑔𝐻2𝑂 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 8,0

0,0948

Pada proses leaching ditambahkan garam sebanyak 0,3% dimana garam akan mempercepat

penghilangan air dari daging ikan yang telah digiling. Selain itu, garam berfungsi untuk

Page 9: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

8

melepas myosin yang terdapat pada serat ikan dimana serat ikan tersebut berdampak pada

kekuatan gel yang dihasilkan. Semakin banyak myosin yang terlepas maka akan semakin

maksimal pula kekuatan gel yang dihasilkan (Ditjen Perikanan Tangkap, 1990). Kemudian

penambahan sukrosa sendiri menurut Winarno et al. (1980), berfungsi untuk meningkatkan

kualitas surimi yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan sukrosa merupakan salah satu jenis

bahan cryoprotectant. Dimana bahan ini dapat menghambat proses denaturasi pada protein

selama proses pembekuan dan penyimpanan beku. Hal tersebut akan menginaktifkan

kondensasi dengan cara mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen. Sukrosa tersebut akan

meningkatkan kemampuan air sebagai bahan pengikat, mencegah pertukaran molekul –

molekul air dan menstabilkan protein pada surimi tersebut (Zhou et al., 2006).

Cryoprotectant sendiri sangat penting dalam proses pembuatan surimi dikarenakan fungsinya

untuk melindungi surimi pada saat penyimpanan frozen. Pada saat penyimpanan tersebut

protein myofibrillar akan kehilangan fungsinya dimana hal tersebut akan berpengaruh

terhadap perubahan tekstur, penggumpalan protein serta menurunnya WHC (Water Holding

Capacity) (Rodiana Nopianti et al., 2011). Hal tersebut ditambahkan oleh Dey & Dora

(2011), yang mengatakan bahwa cryoprotectant dapat meminimalkan efek negatif selama

penyimpanan dalam keadaaan beku. Hal tersebut dapat dilihat pada parameter fisikkimia,

biokimia dan sensori, selain sukrosa juga dapat digunakan sorbitol sebagai bahan

cryoprotectant.

Kemudian bahan lain yang ditambahkan yakni polifosfat dimana penambahan polifosfat

bertujuan untuk memisahkan aktomiosin dan juga agar dapat berikatan dengan miosin. Hasil

dari ikatan polifosfat dengan miosin sendiri memiliki fungsi untuk menahan mineral dan

vitamin. Fungsi lain dari penambahan polifosfat sendiri agar dapat meningkatkan nilai

kelembutan serta memperbaiki elastisitas pada surimi. Penambahan polifosfat yang optimum

yakni sebesar 0,2 % hingga 0,3% sehingga mampu memperbaiki kemampuan daya ikat air

(Water Holding Capacity) (Peranginangin et al., 1999).

3.1. Hardness dan Water Holding Capacity (WHC)

Pada hasil pengamatan tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai Hardness dan WHC paling besar

didapatkan oleh kelompok C3 dengan nilai hardness sebesar 214,65 gF dan nilai WHC

sebesar 311.814,35 mg H2O Perlakuan yang dilakukan oleh kelompok C3 yakni dengan

menambahkan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,3%. Menurut Fennema (1985),

sukrosa mempunyai gugus polihidroksi dimana ikatan hidrogennya dapat bereaksi dengan

Page 10: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

9

molekul air. Hal ini akan menyebabkan tegangan permukaan meningkat dan mencegah

keluarnya molekul air dari protein serta akan menjaga stabilitas protein sehingga tekstur tetap

elastis. Oleh karena itu semakin besar konsentrasi sukrosa yang digunakan maka akan

semakin elastis tekstur surimi sehingga nilai hardness akan semakin menurun. Hal ini tidak

sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana nilai hardness kelompok C3 dan C5 yang

menggunakan sukrosa lebih besar tetapi malah mengalami peningkatan nilai hardness.

Sedangkan penambahan garam menurut Suzuki (1981) bertujuan untuk menurunkan

kandungan air yang terdapat dalam kandungan daging ikan giling dari surimi sehingga dapat

terbentuk gel yang elastis dan fleksibel. Pada percobaan yang dilakukan konsentrasi garam

yang digunakan setiap kelompok sama yakni sebesar 2,5%. Namun nilai WHC juga dapat

dipengaruhi oleh penambahan polifosfat dikarenakan polifosfat dapat meningkatkan daya ikat

air serta kelembutan pada adonan surimi. Sehingga semakin besar konsentrasi polifosfat yang

digunakan akan semakin meningkatkan nilai WHC yang dihasilkan (Tan et al., 1988). Pada

percobaan yang dilakukan hasil yang didapatkan masih tidak sesuai dengan teori yang ada

dimana nilai WHC terbesar didapatkan oleh penambahan polifosfat dengan kadar 0,3%.

3.2. Analisa Sensoris

Pada hasil sensoris yang dilakukan oleh salah seorang praktikan menunjukkan nilai

kekenyalan paling tinggi didapatkan oleh kelompok C1 dengan perlakuan sukrosa 2,5%,

garam 2,5% dan polifosfat 0,1% dimana nilai tingkat kekenyalan yang diberikan yakni + + +

(sangat kenyal) dan kekenyalan paling rendah didapatkan oleh kelompok C2 dan C5 dengan

nilai kekenyalan + (tidak kenyal). Menurut Shaviko et al. (2010), semakin besar penambahan

konsentrasi sukrosa dan garam akan menghasilkan nilai WHC yang akan semakin besar pula.

Diperjelas oleh Toyoda et al. (1992), semakin besar konsentrasi polifosfat yang ditambahkan

juga akan meningkatkan nilai WHC dimana semakin besar nilai WHC yang dihasilkan maka

akan semakin rendah kekenyalannya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi nilai WHC maka

kandungan air (mg H2O) yang terdapat pada surimi juga akan semakin banyak sehingga

kekenyalan pada surimi akan rendah. Dari hasil yang didapatkan kekenyalan paling rendah

didapatkan oleh nilai WHC yang rendah pula sehingga tidak sesuai dengan teori yang ada.

Hal ini dapat diakibatkan karena pengadukan yang kurang maksimal selama praktikum

sehingga penyerapan sukrosa ke dalam daging giling kurang sempurna. Selain itu pula

pemerasan yang tidak benar dapat mengakibatkan kandungan air pada daging surimi lebih

Page 11: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

10

banyak. Air yang seharusnya tidak terikat oleh sukrosa dan garam yang seharusnya keluar

selama proses pemerasan masih berada dalam daging surimi.

Sedangkan untuk uji sensoris aroma surimi yang menghasilkan bau sangat amis didapatkan

oleh surimi kelompok C1 dan C5. Lalu untuk surimi yang tidak amis yakni surimi yang

dihasilkan oleh kelompok C2 dan C3 dengan penambahan sukrosa 2,5 %, garam 2,5% dan

polifosfat 0,3%. Surimi yang dihasilkan seharusnya menghasilkan aroma yang tidak amis,

timbulnya bau amis yang sangat amis dapat dikarenakan proses pencucian yang dilakukan

pada awal percobaan kurang maksimal. Irianto (1990), mengatakan bahwa proses pencucian

dilakukan sebagai treatment awal memiliki tujuan untuk menghilangkan aroma atau bau amis

yang dikarenakan adanya senyawa trimetilamin (senyawa utama pembentuk aroma pada

ikan). Sedangkan Suzuki (1981), menambahkan bahwa uji sensoris yang dilakukan oleh

manusia cenderung tidak tepat dikarenakan persepsi yang berbeda dari setiap manusia.

Page 12: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

11

4. KESIMPULAN

Surimi adalah daging lumat atau giling yang telah melalui proses pembersihan dan

pencucian secara berulang – ulang.

Pencucian yang berulang – ulang dapat meningkatkan gel surimi yang dihasilkan.

Penambahan garam berfungsi untuk melepas myosin yang terdapat pada serat ikan

dimana serat ikan tersebut berdampak pada kekuatan gel yang dihasilkan.

Sukrosa dapat menghambat proses denaturasi pada protein selama proses pembekuan dan

penyimpanan beku.

Penambahan polifosfat bertujuan untuk memisahkan aktomiosin dan juga agar dapat

berikatan dengan miosin.

Penambahan polifosfat yang optimum yakni sebesar 0,2 % hingga 0,3%.

Semakin besar konsentrasi sukrosa yang digunakan maka akan semakin elastis tekstur

surimi.

Semakin besar konsentrasi sukrosa yang digunakan akan menyebabkan nilai hardness

akan semakin menurun.

Semakin besar konsentrasi sukrosa, garam dan polifosfat yang digunakan akan semakin

tinggi pula nilai WHC (Water Holding Capacity).

Semakin tinggi nilai WHC yang dihasilkan maka semakin rendah tingkat kekenyalan

surimi yang dihasilkan.

Aroma amis yang dihasilkan ikan dikarenakan senyawa trimetilamin yang tidak hilang

selama proses pencucian.

Semarang, 19 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen

- Yusdhika Bayu S

Alan Wijaya

(13.70.0101)

Page 13: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

12

5. DAFTAR PUSTAKA

Ali J, Elisabeth M. G. 2009. Rheological Characteristics and Microstructure of Common

Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel. Food Biophysics 4:172-179.

[Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1990. Buku Pedoman Pengenalan Sumber

Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York:

Marcel Dekker, Inc.

Habib A, A. Jafarpour. 2013. The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common

Carp (Cyprinus Carpio) Surimi. J Food Process Technol 4: 226.

Irianto B. (1990). Teknologi surimi salah satu cara mempelajari nilai tambah ikan ikan yang

kurang dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9 (2): 35 – 39.

Moeljanto.(1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Bandung.

N. Hamzah, N. M. Sarbon, A. M. Amin. 2015. Physical properties of cobia (Rachycentron

canadum) surimi: effect of washing cycle at different salt concentrations. J Food Sci

Technol 52(8):4773–4784

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999.Teknologi PengolahanSurimi.Jakarta:

Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2004). Effect of Washing with Oxidising

Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi

Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food

Technology Prince of Songkla University Thailand.

Rodiana N, Nurul H, Noryanti I. 2011. A Review on the Loss of the Functional Properties of

Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of

Surimi. American Journal of Food Technology 6 (1): 19-30.

Satya S. D, Krushna C. D. 2011. Suitability of chitosan as cryoprotectant on croaker fish

(Johnius gangeticus) surimi during frozen storage. J Food Sci Technol (November–

December 2011) 48(6):699–705

Schwarz MD, Lee CM. 1988. Comparison of the thermostability of redhake and alaska

pollack surimi during processing. Journal of Food Science. Vol. 53 (5): 1347 –1351.

Page 14: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

13

Shaviklo, G. R., Gudjon T., and Sigurjon Arason. (2010). The Influence of Additives and

Frozen Storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated

from Haddock (Melanogrammus aeglefinus). Turkhish Journal of Fisheries and Aquatic

Sciences 10: 333-340.

Sikorski ZE. 1990.Seafood: Resources, Nutritional Composition andPreservation. Florida:

CFC Press Inc, Boca Ratan.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science

Publishers Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the

Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine

Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.

Singapore.

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992)

Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor

and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33:

445-452.

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT.

Gramedia.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective Effect of Trehalose and

Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage.

Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.

Page 15: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

14

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Luas atas =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas bawah =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas area basah = Luas atas − Luas bawah

mg H2O =Luas area basah − 8,0

0,0948

Kelompok C1

Luas atas =1

3∙ 37 (82 + 4 ∙ 181 + 2 ∙ 201 + 4 ∙ 194 + 143) = 35350,11

Luas bawah =1

3∙ 37 (82 + 4 ∙ 37 + 2 ∙ 30 + 4 ∙ 44 + 143) = 7508,97

Luas area basah = 35350,11 − 7508,97 = 27841,14

mg H2O =27841,14 − 8,0

0,0948= 293598,53

Kelompok C2

Luas atas =1

3∙ 45 (119 + 4 ∙ 200 + 2 ∙ 208 + 4 ∙ 201 + 95) = 33510

Luas bawah =1

3∙ 45 (119 + 4 ∙ 33 + 2 ∙ 26 + 4 ∙ 37 + 95) = 8190

Luas area basah = 33510 − 8190 = 25320

mg H2O =25320 − 8,0

0,0948= 267004,22

Kelompok C3

Luas atas =1

3∙ 48 (122 + 4 ∙ 218 + 2 ∙ 230 + 4 ∙ 207 + 120) = 38432

Luas bawah =1

3∙ 48 (122 + 4 ∙ 34 + 2 ∙ 20 + 4 ∙ 34 + 120) = 8864

Luas area basah = 38432 − 8864 = 29568

mg H2O =29568 − 8,0

0,0948= 311814,35

Page 16: Surimi_Alan_Wijaya_13.70.0101_C4_Unika Soegijapranata

15

Kelompok C4

Luas atas =1

3∙ 46 (90 + 4 ∙ 184 + 2 ∙ 201 + 4 ∙ 190 + 120) = 32315,64

Luas bawah =1

3∙ 46 (90 + 4 ∙ 19 + 2 ∙ 8 + 4 ∙ 23 + 120) = 6040,02

Luas area basah = 32315,64 − 6040,02 = 26275,62

mg H2O =26275,62 − 8,0

0,0948= 277084,60

Kelompok C5

Luas atas =1

3∙ 45 (120 + 4 ∙ 198 + 2 ∙ 222 + 4 ∙ 217 + 112) = 35040

Luas bawah =1

3∙ 45 (120 + 4 ∙ 50 + 2 ∙ 44 + 4 ∙ 52 + 112) = 10920

Luas area basah = 35040 − 10920 = 24120

mg H2O =24120,00 − 8,0

0,0948= 254345,99

6.2. Laporan Sementara