Top Banner
LIPUTAN KHUSUS BATAM Kota Batam Menyongsong MEA 2015
52

Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

Dec 19, 2015

Download

Documents

diterbitkan secara berkala oleh Yayasan HOusing and Urban Development (HUD).
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

L I P U T A N K H U S U S

B ATA M

Kota Batam Menyongsong MEA 2015

Page 2: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

2

Selamat & Sukseskepada

DPD REI KHUSUS BATAM

dengan diselenggarakannya

Rapat Kerja Daerah DPD REI KHUSUS BATAM 2015

Dengan Tema:Menyongsong MEA Desember 2015

Peluang dan Tantangan

Page 3: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

3

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

n DARI REDAKSI

Batam Bandar Dunia Madani, “Itulah Patut”

Batam sebagai Bandar Dunia Madani tampaknya sudah pilihan semesta. Betapa tidak, dalam sekali lemparan pandangan mata, dari Batam tampak gedung jangkung di hamparan negara kota Singapura. Tak jauh dari kawasan pantai Nongsa, masih di

pulau Batam, dapat ditempuh perjalanan singkat dengan kapal kecil ke Johor Baru, Malaysia. Pertukaran dan perjalanan manusia dari dan ke Batam mengalir dengan lekas dan mudah karena Batam berbatasan langsung dengan negara jiran Malaysia dan Singapura. Tak berlebihan jika Batam sebagai Bandar Dunia Madani sudah “direstui” alam semesta dengan takdir daya dukung lingkungan geostrategis berjejer dengan negara-negara penting di kawasan ASEAN yang terhubung dengan perairan laut selat Malaka yang melegenda.

Ihwal adanya “restu” geostrategis semesta itu, maka tak terlalu sulit bagi Batam untuk tampil menonjol sebagai kawasan investasi dan sekaligus pasar dalam era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Batam memiliki keunggulan sebagai tujuan investasi yang kompetitif dan belum jenuh dari Johor Baru maupun Singapura, perlu ditata lebih apik moderen. Mulai dengan infra struktur, dan tentu saja watak dan tabiat kelakuan manusianya. Untuk menjelaskan itu, Assoc. Prof. DR. Ir. Budi Prayitno, M. Eng, merangkumnya dalam tulisan bertenaga berjudul “Menuju Batam sbagai Kota Metropolitan”. Menurut Prof Budi, demikian biasa disapa, isu strategis Batam yaitu untuk mewujudkan kota yang aman dan nyaman yang menaklukkan diri dalam takdir sebagai kota hijau dan cerdas berbasis IT.

Tak luput pula, Prof.Budi menggemakan faktor “kejelasan dan kepastian hukum” sebagai pilar tata kelola kota Batam. Tepat, ihwal kepastian hukum sebagai anasir kemajuan dan kesiagaan Batam dalam menggiatkan ekonomi kota ini pada era pasar bersama kawasan ASEAN. Kepastian hukum adalah kepatutan, selain perintah panglima hukum. Persis seperti

Page 4: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

4

sebait syair Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi (AAKM) ihwal Singapura tempo dulu, “Kalau orang tiada menurut/Nanti dapat hukuman dari kort/Banyaklah orang menjadi takut/Kata yang setengah: “Itulah patut”.

Lantas apa keutamaan Batam dalam pembangunan perumahan dan properti komersial? Pertanyaan itu penting dijawab dalam suplemen HUD Magz ini, karena batam masih terbelit soal kekurangan rumah sekitar 46.900 unit, soal rumah bermasalah atau “rumah liar” (Ruli) sekitar 47.000 unit, yang menimbulkan kesenjangan perumahan dan tumbuhnya kawasan kumuh, di tengah pertumbuhan arus penduduk baru menghuni Batam. Namun, mestinya

perumahan rakyat bisa lebih leluasa bisa diatasi secara terencana, karena semenjak awal Batam melalui Otorita Batam memiliki otoritas mengelola tanah di pulau Batam guna menata kota. Melalui Otorita Batam, sebenarnya Batam semenjak awal sudah memiliki bank tanah (land banking) yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia, demikian Mulia Pamadi, Dekan FTS&P UIB dalam tulisan “Batam Tanpa Kesenjangan Perumahan (2020): Sebuah Impian atau Kenyataan”.

Penguasaan “satu pintu” atas tanah di pulau Batam memang faktor signifikan merancang Batam sebagai metropolitan dan tangguh bergiat pada era MEA. Dari wawancara panjang dengan Djaja Roeslim, Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam diwartakan, hanya pulau Batam saja yang tanahnya dikuasai pemerintah dengan HPL sehingga penyediaan dan peruntukan tanah terkendali, bisa diawasi dan dikendalikan. Pun demikian, mestinya

harga tanah bisa lebih terkendali. Dalam geliat MEA, menjadikan Batam sebagai kota metropolitan yang berbatasan laut

dengan jiran Malaysia dan Singapura, setarikan nafas dengan visi Batam sebagai Bandar Dunia Madani. Kota pulau yang modern dan kompetitif bagi investasi dan nyaman serta layak dihuni. Tentunya dengan menyiapkan infrastruktur dasar yang apik moderen, dan kepatuhan warganya dalam menjaga kultur dan citra Batam sebagai pintu gerbang terdekat dengan negara jiran yang kompetitif bagi modal dan nyaman manusia penghuninya. Caranya, dengan menggiatkan kenyamanan kota dan indeks kepatuhan hukum secara optimal.

Itulah tapak untuk menciptakan alasan mengapa Batam sebagai kota yang paling layak dihuni. Termasuk layak dihuni kelompok masyarakat bepenghasilan rendah (MBR), dengan

Page 5: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

5

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau. Kua normatif penyediaan perumahan bagi MBR merupakan kewajiban dan tanggungjawab Pemerintah. Ya, papa titik itulah misi terkental dari Suplemen HUD Magz ini untuk memacu terlaksananya kewajiban menyediakan rumah kaum MBR, yang tentu bertemali erat pula dengan ikon Batam menjadi bandar dunia madani, seperti yang sudah ditabalkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batam 2011-2016 [vide Perda Kota Batam No. 6 Tahun 2011].

Menuju ke sana, Bandar Dunia Madani modern yang bernama Batam itu, khususnya untuk penyediaan perumahan rakyat maupun properti komersial, tentu tidak luput dari peran dan kiprah pengembang swasta sebagai pelaku pembangunan. Dengan realitas pasar yang terbuka dan lintas negara dalam kerangka MEA, maka kemampuan dan kompetensi profesional pelaku pembangunan perumahan publik dan properti komersial menjadi keharusan sejarah. Kenyamaan konsumen dalam menikmati produk perumahan publik dan properti komersial, sudah merupakan keniscayaan dan tanggungjawab hukum yang mengikat. Kerjasama yang adil dan mengedepankan kepastian hukum menjadi pertimbangan utama dalam transaksi transnasional di era MEA. Jurus memenangi kompetisi pasar itu, maka tepat jika dilakukan standardisasi dan sertifikasi profesi pelaku pembangunan yang digema-gemakan REI.

Dengan takdir geostrategis Batam, dan ridho Tuhan YME, serta ihtiar profesional menggiatkan pembangunan Batam sebagai Bandar Dunia Madani, HUD Magz yakin geliatnya menuju kota metropolitan yang layak dihuni dan nyaman berinvestasi. “Itulah patut”, seperti potongan syair AAKM. [Muhammad Joni]

Email:[email protected]

[email protected]

DEWAN PEMBINA: Cosmas Batubara, Siswono Yudho Husodo, Akbar Tandjung, Theo Sambuaga, Erna Witoelar, M. Yusuf Asy’ari, Suharso Monoarfa, Djoko Kirmanto. DEWAN PENASEHAT: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ka.Bappenas, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Ka.BPN, Direksi Perum Perumnas, DPP REI, DPP APERSI, DPP AP2ERSI. PIMPINAN UMUM/USAHA/PENANGGUNG JAWAB: Zulfi Syarif Koto. WAKIL PIMPINAN UMUM: Oswar M Mungkasa, Indra Utama, Ali Tranghanda. WAKIL PIMPINAN USAHA: Endang Kawidjaja, Djaja Roeslim, Soelaiman Soemawinata, Muhammad Nawir, Ferry Sandiyana. SEKRETARIS PIMPINAN UMUM/USAHA: Eduardo Effendi. REDAKS AHLI: Kemal Taruc, Budi Prayitno, Harun Al Rasyid Lubis, Jehansyah Siregar, Oswar M Mungkasa, Nugroho Tri Utomo, Lukman H, Herry Eko. PIMPINAN REDAKSI: Muhammad Joni. REDAKTUR: Rudy Nandar, Erfendi, E.P, Aan, Nursalim. KONSULTAN HUKUM: Law Office Joni & Tanamas. ARTISTIK & KOORDINASI PRODUKSI: Agus Sumarno. MANAJER IKLAN & KEUANGAN: Herawati, Eva Yusnita. ADMINISTRASI & UMUM: Eduardo Effendi, Novia Nurfitri Andriani, Asep Deny Kusnadi.

DITERBITKAN OLEH: Yayasan LP P3I/The HUD Institute PT. HUDMAGZ IndonesiaALAMAT REDAKSI: Yayasan LP P3I/The HUD Institute, Jln. Arya Putra No. 14 A, Ciputat - Tangerang Selatan

Redaksi menerima kiriman naskah de ngan panjang tulisan maksimal

1.600 kata, melalui hudmagz@gmail.

com, disertai data diri. Redaksi

berhak melakukan perubahan naskah

tanpa mengubah isi.

SUMBER FOTO COVER: ISTIMEWA

Website: hudindonesia.org

Page 6: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

6

Dalam acara Musyawarah Daerah Real Estate Indonesia Khusus Batam, 16 April 2014 lalu, Profesor Budi dari

Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan peluang Batam untuk menjadi kota me­tropolitan berskala dunia dan madani serta menjadi andalan pusat perekonomian duni a. Peluang itu didukung kenyataan bahwa Batam berada di jalur pelayaran internasional dan menjadi pulau dengan kota yang pa-ling berkembang yang berada dekat dengan garis terluar Indonesia.

Perkembangan Batam sebagai salah satu tumpuan ekonomi nasional merupakan buah pemikiran Baharuddin Jusuf Habibie ketika

menjadi Kepala Otorita Batam pada 1978-1998. Di masa kepemimpinannya, Batam diubah dari rencana semula sebagai pulau

Sebagai beranda Republik Indonesia, kota Batam berfungsi sebagai etalase yang menampilkan citra negara pada negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Namun, sejumlah persoalan membuat kota industri ini bergulat dengan pemenuhan kebutuhan dasar warganya. Padahal, era Masyarakat Ekonomi Asean semakin mendekat. Apa yang perlu dibenahi Batam?

Beranda Negeri Menyambut

Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 7: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

7

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

yang mendukung usaha Pertamina menjadi daerah industri yang pesat.

Keberadaan pulau Batam yang ber ha-dapan langsung dengan negara tetangga Singapura menjadi pertimbangan Habibie mengembangkan Batam sebagai salah satu pusat perekonomian nasional. Presiden RI ke-tiga itu memiliki cita-cita perekonomian Batam dapat menyamai negara pulau Singa pura.

Sebagai awal, Habibie mengembangkan Batam sebagai daerah penopang kegiat-an industri perusahaan internasional yang berkedudukan di Singapura. Pada tahun 1989, dengan bantuan investor asal Singapu-ra, dibangun kawasan Industri Batamindo seluas 6.000 hektar. Hingga kini kawasan industri ini menjadi yang terbesar di Batam. Selanjutnya pada masa Habibie juga Indo-nesia menjalin kerjasama segitiga pemba-ngunan Singapura-Johor-Riau (Sijori) untuk mengembangkan Batam. Dalam kerjasama itu, tiap lokasi memiliki fungsinya masing-masing. Singapura sebagai penyedia modal, sementara Johor dan Batam berfungsi seba-gai lokasi pembangunan kawasan industri.

Meski memiliki fungsi yang sama de-ngan Johor, Batam memiliki keuntungan dari harga lahan yang lebih murah dan tenaga kerja yang melimpah. Insentif bebas pajak bagi barang-barang impor industri mem-buat investor senang menamkan modalnya di Batam. Pertumbuhan ekonomi Batam pun mentereng, mencapai 17 persen pada masa kepemimpinan Habibie. Ini mengundang, selain investor, juga tenaga kerja yang ingin mengadu nasib di Batam.

Sekitar dua dekade pada 1980-an dan 1990-an, arus tenaga kerja ke Batam mendo-rong pertumbuhan penduduk Batam. Pada dua dekade itu, pertumbuhan penduduk bisa mencapai 21 persen. Mau tak mau per-ekonomian pun bergerak untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin banyak. Pada akhir 1990-an, penduduk Batam menca-pai sekitar 400 ribu, pulau Batam yang sebe-lumnya hanya dihuni 6.000 penduduk yang bekerja sebagai nelayan dan penyadap karet dan damar berubah menjadi kota industri yang kini berpenduduk 1,3 juta jiwa.

Lama kelamaan Batam menjadi sebuah kota yang menarik. Tak hanya menjadi kota industri, namun juga menjadi kota wisata. Banyaknya pekerja asing membuat bisnis hiburan berkembang yang memancing wisatawan mancanegara datang ke Batam. Harga kebutuhan penunjang kesenangan yang murah membuat warga Singapura dan Malaysia semakin banyak berkunjung dari waktu ke waktu. Sementara itu, turis do-mestik cenderung melihat Batam jadi lokasi belanja perangkat elektronik dengan harga yang murah.

Tak hanya menjadi kota industri, namun juga menjadi kota wisata.

Page 8: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

8

Perlahan secara keruangan (spasial) kota Batam berkembang. Dari awal hanya berpusat di daerah Sekupang, lalu muncul kawasan Jodoh di Batuampar yang menjadi pusat perekonomian pada awal 1980-an. Berkem-bangnya Jodoh membuat kawasan Nagoya di Lubukbaja tumbuh. Kawasan perumahan juga berkembang di daerah Sagulung, Batu-aji, dan Bengkong. Nongsa yang dulunya kampung nelayan juga mulai berkembang. Terakhir, kawasan Batam Centre dikembang-kan menjadi pusat pemerintahan dan kantor BP Batam, sementara pusat perekonomian Batam kini berada di Nagoya.

Dampak Pertumbuhan PendudukBerkembangnya kota Batam dengan

penduduk yang semakin banyak namun la-han terbatas menimbulkan persoalan. Per-soalan fisik dan sosial perkotaan bermun-culan. Dari sisi persoalan fisik, kebutuhan lahan permukiman dan industri semakin meningkat. Umum nya kontur pulau Batam

bergelombang dengan wilayah perbukitan yang menutupi hampir seluruh bagian Pulau Batam. Rekayasa kemudian dilakukan de-ngan melakukan cut and fill. Bukit-bukit dipo-tong dan diratakan, sementara materialnya ditumpuk di sejumlah lokasi yang cekung. Tak jarang, material tersebut diurug di lahan rawa yang banyak terdapat di Batam.

Rekayasa seperti ini bukannya tanpa masalah. Sejumlah perubahan yang dilaku-kan pada lahan membuat proses alamiahnya terganggu. Bukit dengan hutan sedianya menjadi penyerap hujan banyak yang hi-lang, sedangkan cekungan yang secara alami menjadi lokasi berkumpulnya air hujan telah ditimbun dan berubah menjadi lahan permu-kiman, industri, atau niaga. Akhirnya, karena kondisi curah hujan Batam yang tinggi, se-tiap kali hujan lebat disertai badai, genangan selalu muncul di berbagai lokasi di Batam. Genangan menutupi kawasan Simpang Kabil, Simpang Jam, Kompleks kantor Pemko dan DPRD Batam, beberapa daerah di Bengkong, dan jalan penghubung Batam Centre ke Batu-aji. Selain lokasi ‘favorit’ genangan, masih ra-tusan lokasi lain yang kerap tergenang kala hujan lebat melanda Batam.

Ketua DPD Real Estate Indonesia Khusus Batam, Djaja Roeslim, mengungkapkan salah satu yang menjadi pangkal persoalan banjir di Batam adalah master plan drainase kota Batam sudah kadaluarsa. Menurut Djaja, master plan yang dipersiapkan oleh Otorita Batam tersebut sudah lama sekali dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota saat ini.

“Saat ini banyak daerah yang dulu men-

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 9: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

9

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

jadi jalur hijau telah terbangun. Kalau begitu seharusnya ada master plan baru, namun sampai sekarang master plan tersebut belum ada,” ungkap Djaja.

Salah satu fungsi master plan drainase adalah untuk menegaskan di mana saja jalur yang telah ditetapkan sebagai saluran, teruta-ma saluran primer dan sekunder. Penentuan itu membuat BP Batam sebagai pemegang hak atas lahan dapat menentukan lahan-la-han yang telah ditetapkan sebagai drainase tidak boleh dialokasikan menjadi bangunan. Perusahaan yang mendapat alokasi lahan pun tidak boleh menggunakan lahan drai-nase untuk pembangunan.

Namun, tidak adanya master plan drai-nase mutakhir, menurut Djaja, membuat drainase kota Batam buruk. Ia mencontoh-kan, banyak perusahaan yang lokasi lahan-nya berada di bawah lokasi lahan perusahaan lain membangun drainase yang lebih sempit ketimbang drainase di atasnya. Akibatnya, drainase sempit yang dibangun tidak dapat menampung debit air yang memenuhi drai-nase di atasnya yang lebih lebar. Inundasi alias genangan air pun tak bisa dihindari.

Selain masalah banjir atau genangan, pertambahan penduduk memunculkan per-soalan sosial. Tingkat kriminalitas kota Batam meningkat karena banyak pengangguran yang tidak mampu memenuhi persyarat-an kerja di Batam. Sudah menjadi rahasia umum, dari seluruh pendatang, yang jum-lahnya mencapai 65 persen pertumbuhan penduduk Batam tiap tahunnya, tidak sedikit yang datang tanpa keterampilan khusus.

Selain masalah kriminal, jalanan Batam

juga menjadi lebih padat karena semakin banyak kendaraan yang memenuhi badan jalan. Data Kantor Samsat Kepri menyebut-kan sebanyak 5.000 sepeda motor baru ter-daftar di sana setiap bulannya. Sementara kendaraan roda empat bertambah 500-600 unit tiap bulannya. Sampai pertengahan ta-hun 2013, Samsat mencatat ada 776.343 unit kendaraan roda dua dan 259.843 unit ken-daraan roda empat.

Tahun lalu, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam pernah me-lakukan perhitungan se-der hana. Dalam catat an Dis hub, total panjang jalan beraspal di Batam mencapai 912 kilometer. Sekitar 75 persen (690 kilometer) dari jumlah tersebut sangat sering dilalui. Jika diasumsi-kan lebar jalan rata-rata tujuh meter, maka to-tal luas jalan di Batam adalah 4.835.250 meter persegi. Dishub menghitung rata-rata ukuran kendaraan 4 meter x 2,5 meter sehingga luas jalan yang ditempati mencapai 10 meter persegi. Dari hitungan tersebut, dibutuhkan 483.525 kendaraan untuk memenuhi seluruh jalanan di Batam hingga seluruh kendaraan itu tidak bergerak. Agar kendaraan bisa ber-gerak normal dengan kecepatan 60 kilometer per jam, maka volume kendaraan tidak boleh melebihi batas toleransi 45 persen hingga 75 persen. Jika jumlah kendaraan ditoleransi hingga 70 persen, maka idealnya jumlah kendaraan roda empat di Batam hanya ber-jumlah 217.586 unit kendaraan, hanya roda empat saja.

Master plan drainase kota Batam sudah kadaluarsa.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 10: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

10

Persoalannya, Pemerintah Kota Batam belum bisa menyediakan layanan transpor-tasi umum yang layak bagi warganya, Selain murah, kelayakan itu harus dilihat dari aspek keamanan dan kenyamanan. Angkutan kota yang berseliweran di jalan kota Batam kerap beroperasi hampir tanpa aturan. Kabar ke-celakaan yang melibatkan angkutan kota ke-rap terdengar. Kondisi taksi di Batam pun tak kunjung membaik karena taksi gelap masih banyak beroperasi. Penumpang pun masih sering tawar menawar harga dengan sopir taksi meski di kendaraan telah terpasang ar-gometer.

Belum lagi masalah perumahan liar (ruli) yang belum tuntas selama bertahun-tahun. Ruli merupakan bangunan non-permanen atau semi permanen yang dibangun di atas lahan yang bukan milik sang empunya ru-mah. Biasanya mereka membangun di atas lahan kosong yang belum keluar Pengaloka-sian Lahan (PL)-nya dari BP Batam. Sering juga ruli dibangun di atas lahan milik investor yang lama dibiarkan terbengkalai. Ruli tetap tumbuh subur karena pemindahan penghu-ni ruli kerap dilakukan menjauhi lokasi kerja. Meskipun sudah mendapat lahan kapling yang luas dari BP Batam, pemilik ruli banyak yang kembali membangun rumah berdin-ding triplek dan beratap asbes serta terpal dengan tujuan agar ia lebih dekat dengan lokasinya mencari nafkah.

Persoalan perumahan liar tak bisa dipan-dang enteng di Batam. BP Batam menyebut-kan, saat ini tercatat lebih dari 40 ribu warga tinggal di perumahan liar. Banyak dari me reka menempati tanah investor yang terbengka-

lai. Tak sedikit ruli tersebut sudah didiami se-lama belasan tahun. Menggusur dan memin-dahkan mereka bukan persoalan gampang. Protes bahkan bentrokan tak jarang terjadi saat tim Direktorat Pengamanan BP Batam maupun Satuan Polisi Pamong Praja Kota Batam berupaya memindahkan warga yang menghuni kompleks ruli.

Kondisi ini menunjukkan masih banyak warga di Batam yang tidak sanggup untuk membeli bahkan menyewa rumah yang layak. Djaja Roeslim mengungkapkan, pe-merintah sebenarnya sudah menyediakan se-jumlah fasilitas perumahan dan pembiayaan. “Pemerintah menyediakan rumah untuk MBR (masyarakat berpenghasian rendah) yakni rumah tapak sederhana,” kata Djaja. “Peme-rintah juga memberikan bantuan pendanaan seperti FLPP,” tambah dia.

Untuk rumah sederhana, investor saat ini lebih banyak membangun di kawasan yang jauh dari pusat kota. Di antaranya di kecamatan Batuanji, Sagulung, Seibeduk, Nongsa, dan Sekupang. Namun, meski jauh dari pusat kota, peminat perumahan terse-but datang dari pekerja industri yang ada di wilayah tersebut. Tak hanya rumah tapak, BP Batam, Pemko Batam, BUMN, dan pihak swasta membangun ratusan blok kembar rumah susun sewa untuk pekerja lajang mau-pun keluarga.

Namun, fasilitas itu belum semua da-

Saat ini tercatat

lebih dari 40 ribu warga

tinggal di perumahan

liar.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 11: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

11

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

pat dinikmati oleh warga, khususnya me reka yang berpenghasilan rendah. Inilah yang membuat ruli muncul tak beraturan di ba-nyak tempat di Batam. Djaja mengungkap-kan, persoalan memindahkan penghuni ruli harus dilakukan dengan manusiawi dan me-lihat kebutuhan para penghuninya.

“Orang-orang ini kalau digusur tidak mungkin. Mereka bekerja dan hidup di dae-rah sekitar situ. Misalnya kita bicara di sekitar Nagoya atau Batam Centre lalu dipindahkan ke Kabil. Mereka tinggal segitu jauh dan harus bolak balik. Lalu sarana transportasi umumnya belum ada. Akhirnya ongkosnya mahal, akhirnya mereka akan tinggal lagi mencari tempat yang dekat dengan tempat kerjanya,” Djaja menjelaskan.

Sebagai alternatif penggusuran, Djaja memandang lebih baik penghuni ruli dipin-dahkan di daerah yang dekat dengan tempat pekerjaanya. Menurutnya pemerintah dapat membangun rusunawa atau rusunami bagi yang mampu membeli dengan fasilitas FLPP.

“Kalau sangat tidak mampu, pemerintah bisa menyiapkan rumah sosial untuk orang-orang ini. Dengan semuanya ditampung, pasti akan tertata rapi,” terang Djaja

Tantangan InvestasiSecara umum, persoalan di atas belum

bisa dituntaskan baik oleh Pemko Batam maupun BP Batam. Berbagai upaya seperti pengerukan saluran drainase, reboisasi, re-kayasa lalu lintas, pengembangan aturan perpajakan, hingga pemberian lahan peng-ganti lahan ruli tak cukup mengatasi perso-alan akibat kencangnya laju pertumbuhan

penduduk di Batam. Masalah ini berpotensi menjerumuskan Batam menjadi kota me-tropolitan yang kumuh alih-alih menjadi kota berwawasan lingkungan.

Namun, sambil berupaya menemukan cara mengatasi persoalan, Batam tetap me-narik perhatian banyak investor asing. Ter-catat sejak tahun 2009 hingga bulan Juni 2014, BP Batam mencatat ada 362 proyek in-vestasi asing dengan nilai US $ 728,274 juta. Sementara dalam waktu yang sama terdapat 81 perluasan proyek investasi dengan nilai US $ 418,988 juta.

Modal utama Batam tidak bisa dibantah. Posisi Batam yang dekat dengan Singapura dan langsung menghadap Selat Malaka yang menjadi salah satu jalur pelayaran pa-ling ramai di dunia tetap seksi di mata in-vestor. Selain itu, harga lahan yang lebih murah dan upah tenaga kerja yang bersaing dengan Johor menjadi daya tarik bagi inves-tor. Apalagi insentif Batam semakin menarik dengan adanya insentif pajak dan bea masuk saat Batam ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas. Daya tarik itu terus dipromosikan BP Batam karena persaingan de ngan kawasan ekonomi khusus lain se-makin ketat. Johor kini mengembangkan Is-kandar, kawasan ekonomi khusus di Vietnam juga mulai menarik investor asing. Di Asia Timur, Kawasan Ekonomi Khusus Shenzhen

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 12: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

12

di Tiong kok semakin diminati investor asing karena upah buruhnya yang murah dan ba-rang-barang produksi di daerah itu bisa juga dijual di Tiongkok daratan.

Untuk mendukung tingginya investasi ke Batam, selain promosi, pemerintah perlu memberikan kepastian hukum kepada para investor. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau, Cahya, mengata-kan tidak adanya kepastian hukum membuat investor resah. Kepastian hukum khususnya dalam sistem pengupahan dan pengaloka-sian lahan. Soal sistem pengupahan, Cahya mengungkapkan banyak investor yang ke-bingungan karena kenaikan upah tidak tetap setiap tahunnya. Hal ini membuat investor tidak bisa menentukan harga hasil produksi pada tahun berikutnya. Upah minimum kota (UMK) Batam pada 2013 naik dari Rp 1,45 juta menjadi Rp 2,05 juta. Selanjutnya di 2014 UMK Batam kembali naik Rp 2,45 juta dan kembali meningkat menjadi Rp 2,685 juta pada 2015. Upah naik berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan pihak buruh, pemerintah, dan pengusaha se-tiap tahun sebelum penetapan UMK tahun berikutnya. Tak hanya persoalan kenaikan upah yang tinggi yang jadi kekhawatiran

investor. Para pengusaha resah dengan aksi mogok yang kerap dilakukan oleh para bu-ruh demi memenuhi tuntutannya.

Sehubungan dengan itu, Sekretaris Fe-derasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSP-MI) Kota Batam, Suprapto, mengungkapkan setiap kali survei KHL, harga-harga item yang masuk dalam KHL lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Ini yang mendorong mere-ka terus melakukan demo menuntut upah layak. Menurut Suprapto, permintaan kena-ikan upah tidak akan besar jika pemerintah mampu menjaga harga kebutuhan pokok.

Selain masalah upah, pengusaha kerap kebingungan dengan kepastian hukum alokasi lahan. Terutama akhir-akhir ini setelah Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Kepu-tusan Nomor 463 Tahun 2013 yang menun-jukkan sejumlah lahan yang ada di pulau Batam sebagai kawasan hutan lindung. Pada-hal sebagian besar kawasan itu telah terba-ngun dan dialokasikan. Investor tidak berani mengajukan alokasi lahan jika lahan yang di-inginkan masih berstatus hutan lindung.

Keberadaan SK Menhut 436/2013 ke-mudian digugat oleh Kamar Dagang Indus-tri (Kadin) Kota Batam ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Tanjungpinang. Hakim kemudian memutuskan SK terse-but batal. Menhut kemudian menerbitkan SK baru Nomor 867/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014 yang mengubah lahan yang sebelumnya berstatus DPCLS (Dampak Penting dan Cakupan Luas serta bernilai Stra-tegis) menjadi Area Penggunaan Lain (APL). Artinya, lahan tersebut sudah sah menjadi kawasan terbangun.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 13: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

13

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, kemudian menerbitkan SK 76/MenLHK-II/2015 sebagai revisi SK Men-hut Nomor 867 Tahun 2014. Surat Keputusan ini tampaknya menjadi keputusan yang me-muaskan lebih banyak pihak. Sejumlah pihak yang selama ini mempertanyakan SK 463 Tahun 2013 menganggap SK Menteri LHK yang terbaru sudah sesuai dengan rekomen-dasi Tim Terpadu yang memeriksa kondisi hutan lindung dan konservasi Batam sepan-jang tahun 2010 – 2012. Dalam keputusan itu, Menteri LHK membebaskan lahan hutan yang telah terbangun dan telah dialokasikan oleh BP Batam namun belum dibangun oleh investor.

Djaja Roeslim menilai, keputusan terse-but memberikan kepastian hukum terhadap status lahan yang dialokasikan pada para pengembang. “Kalau isinya sudah sesuai dengan rekomendasi Tim Terpadu, itu berarti sudah terpenuhi dan kami sangat menyam-but baik,” kata Djaja.

Menurut dia, selama ini pengembang menunggu kepastian hukum atas status la-han yang mereka bangun. Terlebih, pihak

bank tak memuluskan agunan lahan jika status lahan masih berupa hutan lindung. “Ini merupakan kabar baik bagi masyarakat karena mereka sudah lama menanti kepas-tian hukum atas lahan yang mereka tempati.” terang dia.

Perkembangan ke DepanDalam Musda REI lalu, Kepala BP Batam,

Mustofa Widjaja, menyampaikan perkem -ba ng an Batam ke depan tidak lagi bertum-buh seperti kondisi yang sekarang berlang-sung. Batam sudah harus beralih kepada industri dan jasa yang bernilai tambah tinggi se hingga ketergantungan terus menerus ke-pada Singapura dapat dikurangi.

Dalam kesempatan tersebut, Mustofa mengatakan studi konsultan yang dituang-kan ke dalam Road Map menunjukkan hing-ga tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Batam masih dapat mencapai rata-rata sebesar 7,5 persen. Untuk mencapai pertumbuhan itu, ada tiga strategi yang akan dikembangkan Batam. Strategi tersebut adalah:

Mengembangkan industri baru seperti 1. industri bidang informasi dan telekomu-nikasi, jasa penunjang, dan industri ra-mah lingkungan (green industry);Meningkatkan industri yang ada seperti 2. industri bidang elektrik dan elektronika, pariwisata, galangan kapal, industri pengi langan dan penampungan minyak dan gas;Mengembangkan 3. hub/transhipment se-perti pengembangan pelabuhan tran­shipment dan maintanance, repair, dan overhaul

Batam sudah harus beralih kepada indus-tri dan jasa yang ber-nilai tambah tinggi.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 14: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

14

Mustofa memprediksi, dengan mengem-bangkan fokus industri dalam ketiga strategi tersebut diharapkan industri pelengkap dan industri penunjang akan otomatis berkem-bang dan tumbuh. Perkembangan itu mem-buat Batam pada 2020 akan menjadi kota metropolitan dengan jumlah investasi kumu-latif mencapai Rp.91,4 Triliun dengan jumlah tenaga kerja formal mencapai 367 ribu orang. Untuk mencapai hal tersebut, perlu ditempuh sejumlah langkah dalam lima bidang, yaitu:

Dalam bidang pengembangan infrastruk-1. tur antara lain pengembangan sarana lingkungan, pengembangan infrastruk-tur yang menunjang kegiatan terfokus, membangun fasilitas pengetesan dan menyiapkan pusat inkubator bagi UKM;Dalam bidang peraturan antara lain me-2. nyelaraskan kebijakan nasional dan re-gional, dan menerapkan kebijakan yang berkelanjutan;Dalam bidang tenaga kerja antara lain 3. memetakan kebutuhan keterampilan bagi industri unggulan dan meningkat-kan kemampuan pengelolaan UKM;Dalam bidang pemasaran/distribusi 4. yaitu dengan mengembangkan rencana pemasaran dengan hasil yang dapat ter-ukur dan menciptakan platform dengan produk yang bernilai tinggi; Dalam bidang pembiayaan antara lain 5. memberikan insentif bagi perusahaan multinasional dan lokal, menyediakan bantuan kredit/pinjaman bagi UKM.

Guna mewujudkan langkah tersebut, BP Batam menyiasati dengan mengembangkan

infrastruktur yang akan meningkatkan sarana dan prasarana perhubungan laut yang meli-puti pengembangan pelabuhan laut peti ke-mas Batu Ampar sehingga dengan demikian pada akhir tahun 2014 dapat beroperasi da-lam melayani kapal peti kemas dengan ka-pasitas sandar 35.000 DWT. Di samping itu, BP Batam juga mengembangkan pelabuhan Transhipment Peti Kemas Tanjung Sauh de-ngan kapasitas penampungan 4 juta TEUS. Sementara itu, untuk mengembangkan per-ekonomian di dalam pulau Batam, BP Batam akan membangun jalan tol untuk memper-lancar mobilitas transportasi barang dari kawasan industri ke pelabuhan, transportasi masal berupa monorail yang digunakan un-tuk transportasi orang.

Mustofa mengungkapkan, Batam meru-pakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran in-ternasional, kota ini memiliki jarak yang cu-kup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Pertum-buhan ekonomi kota Batam yang lebih tinggi

Batam merupakan

salah satu kota dengan

pertumbuhan terpesat di Indonesia.

Page 15: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

15

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional menjadikan wilayah ini an-dalan bagi pemacu pertumbuhan ekonomi secara nasional maupun bagi provinsi Kepu-lauan Riau. Dalam hal ini, yang menjadikan unsur terpenting dalam mewujudkan Batam sebagai kota metropolitan ialah SDM yang berkualitas dan berkarakter kuat.

Sumberdaya manusia Batam, terutama yang berasal dari Indonesia akan mendapat tantangan ketika memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir 2015 nanti. Guna menghadapi itu, Mustofa menjelaskan BP Batam sedang mempersiapkan sejumlah hal terkait daya saing wilayah dan sumberdaya manusianya. Persiapan tersebut di antaranya kemudahan dalam perizinan, pembangunan infrastruktur, dan fasilitas fiskal (bebas bea masuk dan PPn). BP Batam mendayagunakan sumberdaya lainnya melalui pembangunan infrastruktur, SDM-nya yang berkualitas, dan memiliki aturan hukum yang jelas.

Selain itu, BP Batam mengkaji dan memi-lih negara mana yang dapat berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 2011, Batam mengin-

ventarisir industri yang potensial bagi pem-bangunan Batam. BP Batam juga berperan dalam pengelolaan Bandara, Pelabuhan, pe-nyimpanan data yang dititipkan di IT Center BP Batam dan portal Batam Single Window (BSW) yang mengatur segala bentuk peri-zinan yang ada di Batam. Ke depan, BP Batam akan membangun jalan tol dan jalur kereta api. Jalan tol dibangun untuk pergerakan orangnya, sedangkan pembangunan jalur kereta api digunakan untuk pergerakan ba-rang agar ekspor impornya berjalan lancar.

Mustofa menambahkan, selain bertrans-formasi ke industri yang bernilai tambah tinggi, BP Batam juga mengembangkan sek-tor jasa dan membangun konektivitas den-gan pulau sekitar. Dalam 5 tahun ke depan, direncanakan pengembangan infrastruktur diantaranya pelabuh an Batu Ampar, pela-buhan transhipment Tanjung Sauh, pengem-bangan jalan TOL, pengembangan kereta rel, pengembangan MRO pesawat, pengemban-gan air baku, instalasi pengolahan limbah, pengembangan infrastruktur IT. n

(Yermia Riezky)SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 16: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

16

Pemerintah menyadari gas bumi meru-pakan sumber energi yang sangat berguna bagi pembangunan kota.

Bahkan, sumber energi ini dapat merupakan penunjang utama bagi pengembangan kota cerdas.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mine-ral, Sudirman Said, mengungkapkan peman-faatan gas menjadi salah satu elemen pen-ting bagi suatu kota dalam mengelola energi. “Gas bumi menjadi salah satu penunjang uta-ma mewujudkan kota cerdas,” kata Sudirman dalam acara Pelucuran Indeks Kota Cerdas In-donesia 2015, di Jakarta pada 24 Maret 2015.

Dia menambahkan, gas yang meng-gantikan peran dan fungsi bahan bakar mi-nyak mampu mengurangi dan menciptakan

efisiensi. Salah satu upayanya adalah dengan membangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Dalam perencanaan Kementerian ESDM, pada tahun 2015 akan dibangun se-banyak 22 unit SPBG.

“Tak hanya gas untuk transportasi, pe-manfaatan gas juga akan dioptimalkan untuk pemakaian di tingkat rumah tangga serta usaha kecil dan menengah lewat jaringan gas kota. Kami mengimbau wali kota di kota masing-masing untuk menyinergikan ren-cana pembangunan permukiman dengan jaringan gas kota,” kata Sudirman.

Menteri ESDM pasang target. Lima tahun ke depan, ia berharap sebanyak 1,2 juta ru-mah tangga sudah bisa dijangkau gas bumi untuk rumah tangga. Saat ini pelanggan gas

Berharap Pada Gas Alam

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 17: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

17

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

kota 162 ribu rumah tangga. Guna memba-ngun jaringan gas rumah tangga pada tahun ini, Kementerian ESDM mengalokasikan ang-garan Rp.1,6 Triliun.

Gas bumi memang menjadi masa depan energi bangsa. Persoalan yang kerap muncul terkait bahan bakar minyak maupun gas elpi-ji yang dikelola Pertamina kerap disalahgu-nakan dan harganya semakin mahal. Terkait gas bumi, Batam sudah lama memanfaat-kan gas bumi untuk rumah tangga. Bahkan keberadaan energi ini sudah berlangsung hampir satu dekade yang dirintis oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan mem-buat instalasi gas rumah tangga ke 60 rumah. Mantan Manajer Area Batam PGN, Sabarud-din, ketika berbincang dengan HUD Magazine beberapa waktu lalu mengungkapkan pada tahun 2006 proyek rintisan itu dibangun di Perumahan Bida Asri dan Puri Legenda, yang letaknya di antara pusat pemerintahan kota Batam dan bandara Hang Nadim. Ini meru-pakan dampak dari penjualan gas dari proyek gas alam yang ada di Grissik, Sumatera Sela-tan, ke Singapura.

“Saat itu pemimpin kami memiliki visi yang bagus, pipa gas ini disinggahkan dulu ke Batam. Karena saat itu dia meyakini Batam akan berkembang dan mem-butuhkan energi yang besar,” kata Sabaruddin yang saat itu masih menjadi Manajer Area Batam.

Batam beruntung.

Umumnya, instalasi gas rumah tangga bi-asanya dibangun di dekat sumber-sumber gas alam. Hal itu terjadi sejak perusahaan gas Belanda masih mengeksplorasi gas alam di Indonesia. Gas yang digunakan di Batam dia-lirkan dari Grissik melalui pipa gas berdiam-eter 28-32 inci. Pipa itu membentang di dasar laut sejauh 400 kilometer menuju Batam dan Singapura. Aliran gas yang masuk di Stasiun PGN Panaran pada awalnya dialirkan meng-gunakan pipa menuju Batam Centre. Pipa itu menyalurkan gas ke berbagai kawasan industri yang dilaluinya. Kawasan industri seperti Batamindo, Panbil, Cammo dan Tunas mendapat aliran gas yang berfungsi seba-gai bahan bakar pembangkit listrik mandiri. Pusat perbelanjaan Mega Mall dan Hotel Haris dan Harmony One juga menggunakan gas alam. Gas itu juga digunakan oleh PT Pe-layanan Listrik Nasional (PLN) Batam untuk menghasilkan listrik di Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Panaran.

Namun angka pertumbuhan pengguna rumah tangga sangat lambat. Hingga akhir tahun 2013 jumlahnya kurang dari 200 pe-

langgan di wilayah yang dilalui oleh pipa. Sementara di akhir tahun 2014 jumlahnya pada

kisaran 400 pelanggan. Padahal pamor gas alam di Batam sedang

naik setelah beberapa kali gas elpiji yang menjadi andalan langka di pasar. Warga kerap bertanya mengapa proyek gas alam rumah tangga tak

kunjung dilanjutkan.

Gas bumi memang menjadi masa depan energi bangsa.

Page 18: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

18

Rasa penasaran warga boleh saja tinggi, tetapi animo itu tak serta merta menambah pelanggan gas alam. Halim, salah satu peng-guna gas alam untuk usaha kuliner di kom-pleks Puri Legenda mengatakan, salah satu yang membuat warga tidak memilih gas alam PGN adalah biaya instalasinya. Halim mengatakan, warga membayar sekitar Rp.2 juta rupiah untuk instalasi dari meteran yang di dekat pagar rumah hingga ke kompor. Ka-lau ada yang ingin memasang pemanas air, biayanya akan membengkak.

“Warga ada yang berpikir, ketimbang mem bayar sebanyak itu, masih lebih murah membeli kompor dan tabung gas,” ujar Halim. Apalagi, sejak 2008 pemerintah melakukan program konversi minyak tanah ke gas untuk mengurangi subsidi BBM dari minyak tanah. Program ini kemudian melahirkan gas elpiji bersubsidi tiga kilogram yang dikemas dalam tabung hijau muda. Gas ini jauh lebih murah ketimbang gas elpiji 12 kilogram. Program elpiji bersubsidi juga membuat warga yang sebelumnya tidak kuat membeli tabung gas 12 kilogram dan isi ulangnya akhirnya dapat me-masak menggunakan gas. Sabaruddin tidak menolak ada pengaruh program peme rintah dengan minimnya animo masyarakat terhadap gas alam, meski ia mengaku tidak punya data pasti soal itu. “Tapi kemungkinan itu ada.”

Di samping ketidaktahuan warga ter-hadap manfaat gas alam, pada tahun 2006 masyarakat masih menikmati subsidi minyak tanah. Kebanyakan pengguna gas alam saat itu adalah industri yang beralih dari bahan bakar minyak yang subsidinya dicabut pe-merintah.

Sebenarnya bukan hanya Batam yang mengalami pertumbuhan pelanggan rumah tangga yang sangat lambat. Di seluruh Indo-nesia, pertumbuhan pelanggan rumah tang-ga baru mencapai 132 ribu rumah tangga. Padahal PGN, sudah berusia 50 tahun.

Kendala utama dalam mengalirkan gas alam ke rumah tangga adalah persoalan in-frastruktur. Tidak seperti elpiji yang dicairkan dan dimasukkan ke dalam tabung sehingga memudahkan pengangkutannya, jenis gas alam memerlukan infrastruktur pipa un-tuk mengalirkan gasnya. Elan Biantoro saat masih menjabat sebagai Kepala Bagian Hu-mas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan gas bumi sebenarnya bisa di-pasarkan dalam bentuk tabung, namun tidak ekonomis sehingga harganya akan jauh lebih

Di tengah banyaknya

kendala, PGN mulai

memperluas jaringan gas

rumah tangga di Batam.

Page 19: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

19

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

mahal. Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PGN Heri Yusup mengungkapkan tidak mu-dah untuk memperluas jaringan penyaluran gas. Persoalan pertama adalah investasi pipa yang mahal. Kedua, di beberapa daerah per-izinan pemerintah daerah setempat sulit.

Ketiadaan infrastruktur yang memadai membuat penyaluran gas alam untuk rumah tangga sangat minim. Laporan SKK Migas ta-hun 2012 menyebutkan dari 3.550,07 miliar British Thermal Unit per hari (BBTUD) produksi gas alam, hanya 0,45 BBTUD atau 0,01 persen yang digunakan untuk kepentingan gas kota. Padahal, menurut Elan Biantoro, Indonesia lebih banyak menghasilkan gas alam berupa gas metana dan gas etana, ketimbang gas yang digunakan untuk elpiji. Celakanya, kebu-tuhan elpiji Indonesia tinggi terlebih dengan adanya program konversi elpiji bersubsidi.

Di tengah banyaknya kendala, PGN mulai memperluas jaringan gas rumah tangga di Batam. Bulan Februari 2014 lalu, PGN menda-patkan tambahan pelanggan rumah tangga dalam jumlah relatif banyak. Sekitar 110 ru-mah tangga di kompleks perumahan Kurnia Djaja Alam (KDA) mulai berlangganan gas alam. Kesempatan menikmati gas alam itu datang setelah PGN melakukan penambahan jaringan ke kawasan industri di daerah Kabil, kecamatan Nongsa. Pipa jaringan sepanjang 8,55 kilometer tak hanya memberikan tenaga pasokan bahan bakar untuk tenaga listrik ka-wasan industri di daerah itu, namun rumah tangga di sepanjang pipa gas alam nantinya bisa merasakan sumber energi tersebut.

Jaringan baru juga dibangun dari Baloi menuju Batuampar. Saat ini di sepanjang jalan arteri Baloi-Batuampar sudah banyak span-duk yang menutupi proyek pemba ngunan pipa gas PGN. “Dari Batuampar jaringan akan kita belokkan ke kawasan niaga Nagoya,” kata Sabaruddin. Di jalur tersebut, PGN mencoba agar bisa menyalurkan gas ke rumah susun Jamsostek dan Lancang Kuning.

Menteri ESDM, Sudirman Said, dalam kunjungannya ke Batam akhir Januari 2015 mengungkapkan penambahan jaringan gas alam untuk industri di Batam dapat men-dorong penambahan pelanggan gas rumah tangga. Karena gas rumah tangga bergan-tung pada jaringan utama yang melayani kawasan industri. Direktur Utama PGN juga bertekad mendorong pertumbuhan peng-gunaan gas alam untuk kepentingan rumah tangga. n

(Yermia Riezky Santiago)

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 20: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

20

Sejak Desember 1948, Majelis Umum PBB mendeklarasikan “The Universal Declaration of Human Rights” yang

pada artikel 22 menyebutkan: “Everyone , as a member of society , has the right to social security and is entitled to realization, through national effort and international co­operation and in accordance with the organization and resources of each state, of the economic, social and cultural indispensable for his dignity and the free development of his personality”. Selan-jutnya Konferensi PBB yang kedua tentang Permukiman Manusia yang diselenggarakan pada Juni 1996 di Istanbul, Turki menetap-kan perubahan penting dalam pendekatan pembangunan permukiman manusia di era urbanisasi dunia. Dalam konferensi ini, yang dihadiri oleh 171 negara anggota PBB, di-sepakati bahwa perumahan yang layak me-rupakan hak asasi manusia yang mendasar (HABITAT-II,1996). Penelitian selanjutnya telah menemukan bahwa masalah kesen-jangan perumahan bermula dari banyaknya keluarga miskin di Asia, Afrika, Amerika Latin

dan bahkan di negara maju. Mereka tidak memiliki dana dan akses pinjaman untuk membangun atau membeli rumah. Menurut Peter Ward (2001), kurangnya dana dan akses terhadap kredit memaksa keluarga untuk membangun rumah yang kurang layak huni. Penelitian menunjukkan bahwa lembaga pembiayaan perumahan, yang bertujuan untuk membantu keluarga berpenghasilan rendah, sering tidak dapat diakses oleh ma-yoritas masyarakat miskin. “Kegagalan ba-nyak keluarga miskin untuk mengakses pin-jaman sering dianggap sebagai gejala dari masalah yang mendasari kesenjangan peru-mahan yang lebih besar. Upah yang rendah dan pengangguran merupakan faktor pe-nentu penting dari kesenjangan perumahan (Jennifer dan Emily, 2005).

Membandingkan Kota Batam dengan Singapura

Dasar negara kita menjamin, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan diper-

Perumahan yang layak

merupakan hak asasi manusia.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

oleh Mulia Pamadi, Dekan FTS&P UIB)

Batam Tanpa Kesenjangan Perumahan (2020):

Sebuah Impian atau Kenyataan

Page 21: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

21

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

gunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (UUD 45, pasal 33, ayat 3) dan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan ling-kungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (UUD 45, pasal 28H). Selanjutnya merupakan amanah bahwa Negara bertanggungjawab atas pe-nyelenggaraan perumahan dan kawasan per-mukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah (UU No.1/2011 Pasal 5 Ayat 1), kemudian dipertegas bahwa urusan pe-merintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerin-tahan daerah kabupaten/kota, berkaitan de-ngan pelayanan dasar (PP No.38/2007 Pasal 7 Ayat 1), diantaranya adalah perumahan (ayat 2g). Dengan demikian, pemerintah daerah Kota Batam (Pemda Batam) dan Badan Peng-usahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) bertang-gungjawab atas kesenjangan perumahan kota Batam.

Data terkini menunjukkan perkiraan jumlah perumahan di Batam tahun 2013 sekitar 242.000 (Dispenda kota Batam/PLN/ATB, 2014) dengan penduduk Batam seki-tar 1.300.000 (SKPD Bota Batam/BPS, 2013). Dengan asumsi index ART kota Batam = 4.5, perkiraan kekurangan rumah sekitar 46.900 unit atau diprediksikan rumah bermasalah (Ruli) sekitar 47.000 unit. Kesenjangan peru-mahan dapat mengakibatkan tumbuhnya kawasan kumuh, merusak penataan kota Batam, kesenjangan sosial dan potensi krimi-nalitas, merusak citra dan martabat bangsa. Karenanya kesenjangan perumahan perlu

menjadi perhatian serius pemerintah dae-rah kota Batam dan BP Batam serta seluruh pemangku kepentingan yang terkait, dian-taranya pengembang swasta dan BUMN.

Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam) adalah peme-gang Hak Pengelolaan pulau Batam (Keppres 41/73) untuk mengembangkan pembangun-an pulau Batam sebagai daerah industri. Kep-pres No. 41/1973 tersebut memberikan hak pengelolaan lahan kepada Otorita Batam yang kemudian diperkuat dengan adanya SK Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 dan termasuk Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 9-VIII-1993. Kewenangan yang dimiliki Otorita Batam atau sekarang dikenal BP Batam sebagai pemegang HPL mengadopsi Undang-Undang Pembebasan Lahan Singapura 1967 dimana Otorita Batam memiliki otoritas untuk mengelola lahan di Pulau Batam secara maksimal sebagaimana keberhasilan pemerintah Singapura me-nata kotanya. Dengan perkataan lain, Oto-rita Batam memiliki land banking yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia.

Singapura dinilai sebagai Negara yang sangat sukses dalam penyediaan rumah bagi masyarakatnya, walaupun dengan biaya hidup yang relatif tinggi, masyarakat Singa-pura yang berpendapatan rendah pun dija-min memiliki perumahan flat (apartemen/rusun) yang nilainya diatas satu miliar Rupiah. Singapura memiliki latar belakang perumah-an rakyat yang sukses di bawah manajemen Housing and Development Board (HDB) yang didirikan pada tahun 1960. Pada tahun 1967, pemerintah menetapkan Undang-Undang

Otorita Batam memiliki land banking yang tidak dimiliki daerah lain.

Page 22: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

22

Pembebasan Lahan yang diberdayakan untuk memperoleh tanah dengan biaya rendah un-tuk kepentingan umum (Land banking). Hari ini, 90% dari lahan dimiliki negara berban-ding 49% pada tahun 1965. Undang-undang ini, bersama dengan kebijakan pemukiman yang sensitif, memungkinkan HDB untuk membersihkan penghuni liar dan daerah ku-muh dengan lancar dan membangun aparte-men HDB yang baru.

Kota Singapura terencana secara terpadu dan berubah dinamis sesuai perkembangan kota metropolitan. Kota Batam juga berkem-bang dinamis sehingga terjadi perubahan yang relatif cepat terhadap perda RTRW 2001-2011, RTRW 2004-2014 dan terakhir 2008-2028 yang kandas karena tersandung masalah hutan lindung dan fungsi hutan lainya. Pengembangan pulau Batam tidak didukung oleh komitmen yang kuat dari pemerintah, salah satu contohnya masalah terindikasi hutan lindung belum tuntas sejak tahun 2007 hingga sekarang.

Lahan di Singapura dibentuk atau di-matangkan oleh pemerintah, kemudian dialokasikan kepada investor melalui tender yang transparan. Dengan demikian, peme-rintah Singapura dapat mengendalikan se-cara baik pengembangan kota, tata ruang, pasar properti, semuanya terkendali oleh pe-merintah, sehingga jarang terjadi over supply/defisit property, harga properti jarang jatuh/booming secara tidak wajar. Hal ini berbeda dengan pengelolaan kota Batam yang meng-alokasikan lahan mentah dan membiarkan investor/pengembang membebaskan rumah liar, merancang fatwa planologi masing-ma-sing, akibatnya permukaan tanah satu lokasi dan tetangganya tidak teratur/serasi, drai-nase tidak terhubung dengan baik sehingga mudah terjadi banjir, secara keseluruhan pembangunan kurang terkendali, kadang over supply sehingga dikenal kota seribu ruko yang kosong tanpa penghuni, pasar properti berfluktuasi cepat dan tidak pasti sehingga beresiko bagi investasi.

Saat ini, ada lebih dari 900.000 flat HDB di Singapura, dengan 90% dimiliki oleh ma-syarakat Singapura dan 10% sisanya sewa. Selama 50 tahun terakhir, pemerintah Sin-gapura selalu merumuskan kebijakan apar-temen HDB, bukan hanya jumlah unitnya, kualitas dan fasilitas lingkungan yang terus ditingkatkan, bahkan saat ini telah memasuki pengembangan green building, irit energi dan rumah pintar (smart­home). HDB juga memmerhatikan kebutuhan spesifik dari heterogen masyarakat yang beragam, se-perti untuk pasangan muda, keluarga multi-generasi, orang tua, generasi muda yang

Page 23: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

23

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

masih sendirian. Produk HDB terjangkau dan menjadi kebanggaan masyarakat Singapura. Menurut survei sampel Rumah Tangga pada tahun 2008, terbukti 96,4% Rumah Tangga di Singapura merasa puas dengan flat mereka dan 80% penduduk Singapura tinggal di flat HDB sisanya 20% di kondominium dan ru-mah tapak.

Pemerintah Singapura terus menjaga harga jual apartemen HDB terjangkau untuk berbagai kelompok usia dan kemampuan. “Saya akan memastikan setiap keluarga Sin-gapura yang bekerja mampu membeli rumah mereka”, kata PM Lee dalam pidato kenega-raan pada Nasional Rally Day 2013. Sebagai permulaan, pemerintah akan memastikan bahwa keluarga dengan pendapatan rumah tangga bulanan sebesar $ 1.000 akan mam-pu membayar apartemen HDB. Pemerintah tidak akan mengurangi kualitas apartemen HDB tapi akan memberikan lebih banyak dukungan melalui beberapa skema bantuan keuangan seperti Additional CPF Housing Grant (AHG).

Dia juga meyakinkan keluarga dengan to-tal pendapatan dolar Singapura (SGD) $ 2.000 per bulan akan mampu membeli sebuah apartemen tiga kamar sementara mereka yang berpendapatan SGD $ 4000 akan dapat membeli apartemen empat kamar. Sebuah apartemen tiga kamar yang harganya SGD $ 170.000 (sekitar Rp.1,56 Miliar), bisa dibeli oleh penghasilan keluarga SGD $ 2.000 (Rp. 18,4 juta) per bulan. Keluarga tersebut akan dapat melakukannya melalui kombinasi hi-bah yang dapat mencapai SGD $ 55.000 dan kemampuan untuk membayar melalui reke-

ning CPF mereka. Diupayakan mereka tidak ada pembayaran tunai. Sementara itu, empat kamar datar yang biasanya dihargai SGD $ 285.000, bisa dibeli oleh keluarga berpeng-hasilan SGD $ 4.000 per bulan melalui hibah yang berjumlah SGD $ 35,000. Pembayaran melalui rekening CPF mereka dan mereka hanya perlu membayar tunai bulanan SGD $ 67.

UU Perumahan dan Pengembangan Si-ngapura (1960) memberikan kewenangan/otoritas hukum kepada Dewan Perumahan dan Pengembangan (The Housing and Deve­lopment Board /HDB) menyediakan peru-mahan terjangkau, seperti Perum PERUMNAS di Indonesia. HDB dengan dukungan Central Provident Fund (CPF) seperti JAMSOSTEK di Indonesia, namun peranannya lebih maksi-mal dengan pemerintah melalui CPF adalah Bank Perumahan Rakyat yang dapat menja-min pembiayaan yang lebih murah untuk pe-rumahan rakyat dan pemerintah melalui HDB tidak memperhitungkan tanah dalam harga jual apartemen.

BP Batam dan/atau bersama Pemda Kota Batam dan/atau bersama PERUM PERUMNAS dapat mengambil peran HDB dan Kemen-pera dengan FLPP dapat bersinergi dengan JAMSOSTTEK dengan PUMP dan/atau Bank Pembangunan Daerah dapat mengambil alih peran CPF. Jika simulasi ini dapat diwujudkan maka tidak tertutup kemungkinan penye-diaan tempat tinggal khususnya rusunawa dan rusunami di Batam dapat terpenuhi, se-lanjutnya impian Batam menjadi KOTA TANPA KESENJANGAN PERUMAHAN dapat menjadi kenyataan. n

Kota Batam juga berkem-bang dinamis sehingga terjadi perubahan yang relatif cepat.

Page 24: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

24

Pada tahun 2009, pemerintah telah meresmikan Kawasan Batam seba-gai kawasan perdagangan bebas dan

pelabuhan bebas (free trade zone). Hal terse-but didasarkan pada posisi menguntungkan bagi Kota Batam dalam dunia perdagangan internasional. Posisi strategis kota Batam yang berada di lintasan jalur perdagangan in-ternasional serta berada di garis pulau terluar di Indonesia berpotensi sebagai kota bandar metropolitan berskala dunia yang madani serta menjadi andalan pusat perekonomian nasional. Bagaimana tidak? Posisi yang ber-dampingan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia dan sebagai jalur perdagangan internasional mampu mengembangkan kota Batam sebagai daerah industri. Oleh sebab itu, kota Batam diperca-ya memiliki peranan penting bagi kehidupan

tatanan kota terutama sektor ekonominya. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 Ta-hun 1973 yang selanjutnya diubah menjadi Keputusan Presiden No. 113 Tahun 2000, ter-surat dengan jelas bahwa kota Batam secara keseluruhan wilayahnya menjadi kawasan pengembangan industri di bawah suatu lembaga otorita yaitu Otorita Pengembang-an Daerah Industri Pulau (OPDIP) Batam atau yang disebut pula dengan nama Oto-ritas Batam. Pasca penetapan tersebut, kota Batam mengalami peningkatan drastis sebagai daerah industri, perdagangan, jalur internasional, pariwisata yang mendukung pada pertumbuhan kota Batam. Hal inilah yang menjadi daya tarik kota Batam sebagai kawasan investasi bagi para pendatang baik dalam negeri maupun luar negeri sehingga akan meningkatkan lapangan kerja bagi

Menuju Batam sebagai Kota Metropolitan:

Peluang dan Tantangan

Assoc. Prof.DR.Ir. Budi Prayitno, M.Eng, Kepala PUSPERKIM UGMCenter for Housing and Urban Development Department of Architecture, Gadjah Mada University

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 25: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

25

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

masyarakat itu sendiri maupun luar daerah.Secara teoritis, kemampuan pengelo-

laan potensi sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah akan berdampak pula pada tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Me-mang disatu sisi mengandung makna betapa besar peluang dan potensi yang bisa dikem-bangkan dan disisi yang lain mengandung makna betapa besar pula tantangan dan kerentanan yang harus kita hadapi dan kelola apabila visi tersebut benar-benar bisa diwujudkan. Ketakutan yang terjadi adalah ketidakmampuan daerah dalam mengim-plementasikan visi yang menjadi acuan karena berbagai faktor seperti sumber daya manusia, gencaran pembangunan berorien-tasi ekonomi tanpa memandang dimensi so-sial. Oleh sebab itu, guna menyeimbangkan pembangunan kota Batam maka diperlukan strategi-strategi solutif dalam merencana-kan kota industri ber-“outcome”-kan “well being” bagi masyarakat.

Pada akhirnya, peran pemerintah daerah sebagai amanat penyelenggara urusan di daerah harus mampu memampukan dan mengelola potensi sumber daya yang dimilikinya. Selain itu, perencanaan berbasis livelihoods dan sustainable city menjadi lan-

dasan dalam menyelenggarakan penataan kota sehingga meminimalisir dampak negatif yang akan timbul. Untuk itu aspek intervensi, institusi, inovasi, investasi dan infrastruktur ( 5 “i” ) yang dijabarkan dalam perekayasaan teknis dan perekayasaan pengelolaan ter-hadap kota Batam secara profesional mu-tlak harus dilakukan. Baik pemerintah pusat maupun daerah harus mampu menjadi aktor penggerak perbaikan tata kelola perumahan. Hal ini karena keberhasilan pemenuhan ke-sejahteraan papan di Batam secara empiris senantiasa membutuhkan political will dari unsur kepranataan pemerintah pusat dan daerah tersebut. Negara haruslah hadir untuk memberikan jaminan kepastian hak bermu-kim setiap masyarakat dalam bentuk tidak melepaskan bidang perumahan pada meka-nisme pasar semata, melainkan menyiapkan kepranataan yang kondusif untuk memenuhi keswadayaan lokal.

Isu Strategis Daya tarik investasi atas dasar pertim-

bangan ketersediaan tenaga kerja, teknologi dasar dan kekayaan alam serta wilayah strat-egis kepulauan merupakan potensi yang masih harus kita kembangkan. Hal ini dika-renakan mengingat persaingan kualitas perdagangan secara global merupakan pra-syarat utama untuk menjadikan Batam seba-gai kota bandar metropolitan internasional. Tantangan menuju perkotaan sesuai dengan visi perkotaan nasional 2050 untuk mewu-judkan kota yang aman dan nyaman dalam sebuah perekayasaan kota hijau yang tang­guh dan berkelanjutan serta dalam sistem

Pemerintah telah meresmi-kan Kawasan Batam sebagai kawasan perda-gangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone).

Page 26: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

26

tata kelola perkotaan yang berdaya saing dan berbasis IT yang handal perlu kita jadi-kan acuan visi dan misi kota Batam menuju kota metropolitan.

Berbagai peluang besar pengembangan investasi di bidang perdagangan, indus-tri, perkapalan, kelautan, pelabuhan, serta kepariwisataan menuntut prasyarat pereka­yasaan teknis infrastruktur yang handal dan perekayasaan pengelolaan yang pro­fesional untuk mewujudkan pembangunan kota yang berdaya saing. Pilar penyelengga­raan tata kelola Kota Batam yang terdiri dari Pemerintah Kota Batam, Badan Pengelola, serta masyarakat yang terdiri dari elemen akademisi dan wakil masyarakat perlu di-jalankan melalui kejelasan dan ketepatan pembagian peran (‘role sharing’)nya. Hal ini mengingat banyak hal yang harus secara cepat dan tepat untuk segera diputuskan da-lam percaturan perdagangan berskala global. Kerentanan terhadap konflik akibat berba-

gai kepentingan yang berujung pada kebun-tuan pengambilan keputusan akan sangat cepat direspon secara negatif oleh situasi pasar perdagangan. Kejelasan dan kepas­tian regulasi beserta proses legalitasnya juga menjadi pertimbangan penting yang harus benar-benar dikelola secara profesional.

Demikian pula berbagai kerentanan yang ditimbulkan akibat kesenjangan distri­busi kesejahteraan antara pelaku usaha dan tenaga kerja yang berujung pada atmosfir investasi yang negatif juga harus dipertim-bangkan secara cermat. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kerentanan kerusakan lingkungan baik akibat ketidakserasian pe-manfaatan ruang maupun akibat pencemar-an limbah harus benar-benar-benar dilaku-kan pelindungan dan mitigasi kerusakannya secara cermat melalui pengendalian tata ruang dan perijinannya yang dilakukan se-cara akuntabel, transparan, dan tegas dalam penegakkannya.

Mengingat kekayaan potensi strategis Kota Batam, pemerintah daerah kota Batam sebaiknya merencanakan pembangunan daerah untuk kepentingan jangka panjang bukan hanya pada tataran skala pendek. In-vestasi masuknya industri baru di wilayah kota Batam perlu penyaringan dan penga-wasan yang ketat demi menjaga kelesta-rian lingkungan. Terlebih dengan adanya isu pembuangan limbah industri ke dalam laut dengan dalih kemudahan dan lebih murah biayanya. Hal ini tentu akan memicu ter-jadinya degradasi kualitas alamnya terutama laut dan pesisir. Padahal melihat dari kondisi geografis dimana kota Batam ini merupa-

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 27: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

27

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

kan daerah dengan sebutan pulau kecil yang memiliki karakteristik biogeofisik yang cukup menonjol. Kesadaran terhadap pembangun-an berbasis ekologi telah menjadi isu global karena pengaruh perkembangan dunia in-dustri. Sinkronisasi kepentingan antarstake­holders menjadi main key dalam menyeleng-garakan pembangunan kota Batam.

Penguatan kelembagaan menjadi isu yang tak kalah pentingnya untuk dikaji se-cara serius. Umumnya daerah tidak mampu mengoptimalkan potensi yang ada karena keterbatasan kapasitas baik secara finansial, sumber daya manusia, maupun benturan regulasi yang ada. Jelas hal tersebut akan mengurangi nilai manfaat yang seharusnya diperoleh oleh daerah dan tentu akan ber-dampak pada tujuan pembangunan daerah. Terlebih untuk mewujudkan visi Kota Batam yaitu “Terwujudnya kota Batam sebagai Ban-dar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional” sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batam 2011-2016. Se-lain itu, untuk mewujudkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam 2011-2031 yaitu “Terwujudnya Bandar dunia yang ma dani berbasis industri, pariwisata, perda-gangan dan jasa, yang produktif, aman, nya-man, maju, berkualitas, berwawasan ling-kungan dan berkelanjutan serta berdaya saing kuat di era global”.

Wujud penguatan kelembagaan yang dibutuhkan untuk mengakselerasi pem-bangunan di kota Batam adalah salah satu

bagian dari pembentukan kemitraan multi aktor dalam kebijakan pembangunan dan perumahan. Hal penting yang mendesak di-lakukan adalah memastikan bahwa setiap ak-tor yang terlibat dalam perumusan maupun implementasi kebijakan pembangunan dan perumahan memiliki kapasitas yang mema-dai sehingga mampu mendukung upaya pe-menuhan cita-cita kesejahteraan papan. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan kapasi-tas kelembagaan guna menguatkan posisi tawar (bargaining position) untuk mereduksi kemungkinan terjadinya distorsi kebijakan maupun hambatan lain.

Rekayasa Permukiman Kota yang terletak di Provinsi Kepu-

lauan Riau dengan luas 3.990 km² ini telah direncanakan sebagai kota Bandar Interna-sional yang tentunya berimbas pada pening-katan sektor industri. Bahkan pertumbuhan ekonomi kota Batam yang terus meningkat dan mampu bertahan di saat krisis global me-landa dunia, menjadikan kota Batam sebagai lokomotif pembangunan ekonomi nasional. Secara historikal, pulau yang disebut de ngan kembaran Singapura merupakan daerah ja-jahan Pemerintahan Belanda dengan mak-sud penguasaan perdagangan di perairan Selat Malaka. Dengan kata lain, potensi kota Batam telah diketahui sejak zaman kolonial-isasi namun upaya pengembangannya be-lum se pesat saat ini. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan tujuan sebagai kota Bandar Internasional tentu akan berimbas pula pada sektor lainnya sehingga diperlukan perenca-naan secara holistik.

Pemerintah daerah kota Batam sebaiknya merencanakan pembangunan daerah untuk kepentingan jangka panjang.

Page 28: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

28

Peluang besar investasi di sektor indus­tri, perdagangan dan jasa serta pariwisata tentunya akan diikuti kebutuhan pemukim­an beserta infrastrukturnya. Kompleksitas pembangunan berbagai sektor tersebut membutuhkan konsep pembangunan pe-rumahan dan perkotaan yang terpadu yang mampu mensinergikan berbagai ragam moda penyediaan perumahan yaitu peru-mahan komersial, perumahan pekerja, peru-mahan bagi warga asing, perumahan umum dan perumahan sosial. Setiap moda penyedi-aan ini memiliki tuntutan penanganan yang spesifik baik dari sisi teknis perencanaan, pengelolaan maupun dari sisi regulasi. Di sisi lain, pemerintah dituntut untuk mampu mengubah persepsi dari negative input vari­able menjadi future well becoming khusus-nya permukiman liar di kawasan industri. Sementara itu, berdasarkan data yang telah dihimpun, persebaran kawasan kumuh pada umumnya berada di kawasan permukiman nelayan di daerah Nongsa dan di kawasan industri di daerah Batu Ampar, Tanjung Piayu, dan Sekupang. Melalui surat keputusan wa-likota telah menetapkan setidaknya terdapat 18 titik kawasan kumuh di kota Batam. Hal ini harus segera teratasi agar citra kota Batam sebagai Bandar Internasional akan semakin menguat.

Termasuk dalam hal ini adalah kecukup­an dan ketersediaan infrastruktur berupa transportasi publik dan prasarana dasar baik bagi pengembangan kawasan permukiman maupun bagi pengembangan kawasan in-dustri , perdagangan dan pariwisata. Dan se-bagai prasyarat utamanya adalah efektivitas

pengendalian terhadap pemanfaatan tata ruangnya. Perekayasaan tersebut berupa peningkatan aksesibilitas menuju Batam, peningkatan jaringan infrastruktur transpor­tasi intra Batam, peningkatan infrastruktur pendukung berupa pelabuhan yang me-madai untuk kegiatan perdagangan ekspor-impor, peningkatan infrastruktur pendu-kung kegiatan permukiman, perdagangan, pariwisata dan industri serta peningkatan jaring an intra Batam ke daerah sekitar sebagai basis pengembangan kota Batam menuju kota bandar metropolitan.

Selain daripada itu, pengaturan kepemi­likan baik rumah, fasilitas pengembangan usaha maupun pengaturan pertanahan serta pengaturan kepenghuniannya mem-butuhkan sebuah konsep kebijakan yang tepat. Mengacu pada Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973, dijelaskan bahwa hak pe-ngelolaan lahan di Pulau Batam diberikan ke-pada Otorita Batam. Hal ini jelas tersikronisasi dengan era desentralisasi yang mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Peme-rintahan Daerah.

Jaminan kepastian bermukim dan berkegiatan ekonomi serta kejelasan peng aturannya menjadi syarat mutlak bagi terselenggarakannya tata kelola kota me-tropolitan yang madani. Ketidaktepatan da-

Walikota telah menetapkan

setidaknya terdapat 18

titik kawasan kumuh di kota

Batam.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 29: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

29

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

lam melakukan pengaturan tersebut akan berdampak pada ketidakjelasan tata kelola yang berujung pada konflik kepentingan yang pada akhirnya akan menciptakan iklim investasi yang negatif. Berbagai peraturan perun dangan baik secara nasional maupun daerah sampai saat ini belum mampu men-jawab tuntutan dan tantangan tersebut. Sudah saatnya bidang perumahan di kota Batam tidak lagi dipandang dengan pres-pektif “charity” yang sarat akan pemahaman bahwa pemenuhan kebutuhan perumahan harus dilaksanakan dengan memberdaya-kan masyarakat kelompok sasaran. Hal ini mengingat bahwa sebagai penyedia rumah layak huni yang didasari oleh landasan kon-stitusi, pemerintah memiliki andil yang besar untuk menjamin hak bermukim setiap warga negara. Dengan demikian sudah selayaknya bila isu tentang perumahan harus ditempat-kan sebagai aspek yang dimitrakan sehingga masing-masing aktor yang terlibat dalam kebijakan peru mahan di kota Bata ini senan-tiasa menyadari fungsinya untuk melaksana-kan penguatan pasokan secara berkesinnam-bungan. Pembentukan kemitraan yang solid antar aktor dalam kebijakan perumahan ini

sekaligus dapat dijadikan sebagai bagian dari rekayasa inovatif kebijakan perumahan bagi masyarakat di kawasan Kota Batam.

Rekayasa PengelolaanKonsep sinergi dan ko­produksi pe-

ngelolaan kota Batam merupakan prasyarat utama untuk menghindari resiko dan ke-rentanan konflik yang terkait dengan pem­bagian peran dan kewenangan pengelo­laan yang dilakukan oleh badan pengelola dan pemerintah kota. Hal ini didasarkan pada status kawasan ekonomi khusus yang sudah ditetapkan atas kota Batam. Resiko kegagalan dalam mewujudkan sinergi dan ko-produksi pengelolan kota Batam akan berdampak langsung pada kinerja investasi yang meru­pakan penopang keberlangsungan pem­bangunan kota. Terlebih apabila dikaitkan dengan rencana pengembangan kota Batam menuju kota bandar metropolitan maka kompleksitas dan tantangan serta kesiapan tata kelola baik dari aspek kelembagaan maupun regulasinya harus benar-benar diperhitungkan secara cerdas dan cermat.

Selain itu, pengendalian terhadap pena-taan ruang yang beresiko terhadap konflik pemanfaatan lahan serta pengendalian pemerataan kesejahteran yang mempunyai kerentanan terhadap terciptanya kesen­jangan kesejahteraan antara pelaku usaha dan pekerja juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan secara matang dalam tata kelola pemerintahan kota. Maka kejelasan pembagian peran dan kewenangan dalam perencanaan dan pengendalian pemba­ngunan; perencanaan, pemanfaatan dan

Pemerintah memiliki andil yang besar untuk menjamin hak bermukim setiap warga negara.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 30: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

30

pengendalian tata ruang; penyediaan sa­rana dan prasarana umum; pengendalian lingkungan hidup; pengelolaan pertanah­an serta pengelolaan penanaman modal menjadi mutlak harus dilakukan. Pemerintah kota Batam yang mengemban amanah se-bagai penyelenggara pemerintahan daerah harus mampu memposisikan perannya se-bagai pengendali penataan ruang dalam bentuk penerbitan perijinan serta menghin­dari terjadinya bias fungsi pengendalian berupa perijinan menjadi sumber pendapat daerah. Sedangkan badan pengelola Batam yang mempunyai otorita kewenangan dalam pengelolaan tanah harus mampu mendistri-busikan tanah dalam bentuk pencadangan tanah beserta pengendalian harganya da-lam bentuk bank tanah baik yang bersifat umum (general land banking) dalam jumlah yang relatif besar untuk kepentingan publik serta tidak berorientasi pada kepentingan profit maupun bank tanah yang bersifat khusus (special land banking) untuk ke-

pentingan komersial atau berorientasi pada profit. Se hingga tanah secara keseluruhan masih dalam kewenangan pengendalian pengelola yang tidak sepenuhnya dikenda­likan oleh mekanisme pasar. Selain daripada itu, pelaku usaha yang bertanggung jawab dalam hal pemenuhan kewajibannya mem­bayar pajak serta menciptakan lapang an kerja juga harus menunaikan tanggung jawab sosialnya dalam bentuk corporate social responsibility (CSR). Hal ini dimaksud-kan untuk mengurangi resiko konflik sosial akibat kemungkinan terjadinya kesenjang-an dan kecemburuan sosial. Demikian pula masyarakat secara umum diharapkan juga harus mampu menjalankan kewajibannya sebagai warga kota yang baik untuk mewu­judkan kota nyaman dan aman sehingga tercipta iklim pembangunan yang kondusif terhadap investasi yang berdampak terhadap semakin meningkatnya kinerja pemangunan kota Batam menuju kota metropolitan. Hal ini tentu saja perlu dukungan lembaga asosiasi dan akademisi yang berfungsi sebagai peng­awas dan pemberi masukan pemikiran bagi pembangunan kota yang aman dan nyaman huni dalam lingkungan yang sehat, tang­guh serta berdaya saing.

EpilogPembangunan berkelanjutan yang ter-

perencana jangka panjang menjadi fokus utama dalam mengembangkan kota Batam sebagai kota Bandar Internasional. Perenca-naan yang tidak hanya terfokus pada dimensi ekonomi namun juga memperhatikan di-mensi lingkungan dan sosial “kemanusiaan”

Masyarakat secara umum

diharap-kan juga

harus mampu menjalankan

kewajibannya sebagai warga

kota yang baik.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 31: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

31

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

menjadi peran penting. Pembangunan ka-wasan industri yang terintegrasi dengan pe-nataan kota serta penyediaan perumahan menjadi isu strategis untuk merumahkan masyarakat. Memampukan sumber daya yang ada, mutlak untuk dijadikan dasar pe-rencanaan Kota Batam guna menggali po-tensi yang lebih mendalam. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa, proses implemen-tasi kebijakan di Kota Batam harus senantiasa dilaksanakan secara humanis. Kelompok sasaran perlu diinput sebagai salah satu aktor dalam perumusan kebijakan sehingga ada korelasi positif yang tercipta antara tahapan perencanaan dan pelaksanaannya.

Perekayasaan tata kelola kelembagaan dan regulasi dalam menyongsong program kota Batam menuju kota bandar metropoli-tan membutuhkan kesiapan kemampuan pemangku kepentingan untuk mewujudkan kinerja yang akuntabel, kesiapan kemam­puan kerjasama antarpemangku kepen-tingan (pemerintah kota, badan pengelola ,pelaku usaha dan masyarakat), kesiapan pengelolaan yang partisipatif dalam pro­ses pembangunan serta didukung kesiapan SDM dan akses komunikasi serta informasi bagi seluruh pemangku kepentingan. Bagi berbagai aktor kebijakan perumahan di Kota Batam, perlu melaksanakan pengembang-an kapasitas untuk meningkatkan posisi ta-war sehingga proses kemitraan tata kelola perumahan yang dikembangkan dapat di-laksanakan dengan lebih strategis. Hal ini karena untuk mengakselerasi pemenuhan kesejahteraan papan, tata kelola bidang pe-rumahan harus berbasis kemitraan.

Kesadaran mengenai urgensi kemitraan dalam tata kelola perumahan di kota Batam sejatinya merupakan salah satu solusi (pro-blem solving) untuk mengatasi berbagai limitasi kondisi yang tercipta akibat tumpang tindih maupun problema substansi regulasi. Misalnya tentang problema tumpang tin-dihnya kewenangan antarinstitusi, secara empiris dapat diselesaikan melalui berba-gai bentuk kerja sama antarlembaga. Hal ini karena melalui kerjasama antara lembaga ini sangat dimungkingkan terjadinya degradasi ego sektoral maupun ego institusional yang justru bermuara positif terhadap upaya ak-seleratif pemenuhan kesejahteraan papan di kota Batam. Dengan demikian pereka-yasaan kebijakan perumahan dan permuki-man da pat diawali dengan membentuk relasi harmonis antar stakeholders dalam bentuk kemit raan strategis.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 32: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

32

Sudah lebih dari dua dekade Kemi-traan Pemerintah-Swasta (KPS) atau Public­Private Partnership (PPP) atau

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) menjadi konsep yang sangat populer dalam wacana pembangunan infrastruktur di tanah air. Lewat skema KPBU, diharapkan Pemerintah dan Swasta “kawin” bersanding untuk membangun dan mengoperasikan infrastruktur publik selama jangka waktu tertentu, dengan biaya yang lebih murah dibandingkan bila dilakukan sendiri oleh pe-merintah. Dengan KPBU idealnya diperolah nilai tambah danefisiensi – value for money (VfM), sebagai buah dari inovasi swasta da-lam menghemat biaya dan mengelola risiko.

Dengan berbagai alasan, pemerintah di seluruh dunia terus berupaya menarik pem-biayaan swasta untuk menjembatani ke-

senjangan infrastruktur publik. Di Indonesia, dukungan bilateral dan multilateral untuk pembangunan infrastruktur Kerjasama Pe-merintah dengan Badan Usaha (KPBU) terus mengalir. Namun, ketika proyek prioritas ditawarkan ke pasar, transaksi tidak terjadi. Dengan pengalaman jelek masa lalu, kini Pemerintah masih terus berusaha untuk mengembangkan kerangka kerja KPBU, ke-bijakan, pedoman dan baru-baru ini sudah mendirikan beragam lembaga keuangan dan penjaminan infrastuktur, termasuk pemikiran pendirian lembaga khusus untuk pembia-yaan infrastruktur. Apa yang salah dan kurang? Berikut ini pandangan akademik dari serangkain diskusi bersama para pelaku, yaitu masyarakat, swasta, birokrat dan insti-tusi pengetahuan.

Empat puluh tahun yang silam, pemba-

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha:

Trial and Error Berlanjut

Harun al-Rasyid LUBISKaprodi Master dan Doktoral Teknik Sipil – ITB;

Chairman IPKC (Infrastructure Partnership and Knowledge Center)

Page 33: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

33

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

ngunan infrastruktur dipandang sebagai tanggung jawab pemerintah, meskipun ga-gasan keterlibatan sektor swasta perdebatan-nya sudah muncul sejak abad ke-19 ketika di Belanda dibahas apakah proyek infrastruktur di Indonesia, misalnya kereta api, harus dida-nai oleh dompet publik atau swasta.

Kurangnya investasi infrastruktur men-ciptakan biaya transportasi dan logistik yang tinggi, kemacetan di perkotaan memboros-kan sumber daya, semua inimenghambat daya saing produk nasional dan mengganjal pertumbuhan. Jika pertumbuhan ekonomi terus berlanjut dan dapat dipacu, meskipun banyak disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga, menurut laporan McKinsey Global Institute, Indonesia diperkirakan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030, melebihi Inggris dan Jer-man, bahkan menurut laporan Citibank men-jadi terbesar ke-empat di tahun 2040, setelah China, India dan Amerika Serikat.

Tertimpa dua kali krisis finansial pada tahun 1998 dan 2008, belanja infrastruktur sampai sekarang belum juga pulih ke tingkat pre-krisis. Sebelum krisis keuangan Asia 1997, investasi di bidang infrastruktur kita menca-pai puncaknya pada level 7% PDB, kemudian jatuh secara dramatis, dan baru sekarang mu-lai pulih ke level 3,2% PDB, ini jauh di bawah apa yang dibutuhkan. Level 4% sampai 5% PDB dianggap wajar dan mencukupi. Seba-gai perbandingan India dan China, belanja infrastuktur dalam kisaran 7-9% PDB.

Dukungan bilateral maupun multilateral bagi KPBU terus mengalir. Seminar, konfe-rensi, pameran, daftar proyek KPBU, proyek

contoh (showcase), membentuk komite di tingkat pusat dan daerah, mendirikan lem-baga keuangan pendukung dan penjamin, sinergiantar (SK Bersama) Kementerian, tetapi tetap saja transaksi mandeg. Hanya satu dua proyek “ready­to­offer” yang berhasil atau mendekati closing, namun lanjutan im-plementasi selalu saja terhambat; sebagian dikarenakan pembebasan lahan, atau terjadi dispute otoritas perijinan di tingkat daerah. Akhirnya karena eksekusi terus molor, biaya terus membengkak, dan proyek akhirnya mangkrak.

Lambat dan tersendatnya transaksi KPBU selama ini sudah dimaklumi oleh Pemerintah sendiri. Dikatakan Pemerintah underestimate tentang proses dan prosedur KPBU yang baik. Sehingga ada yang terputus (missing link) antara kebutuhan pendanaan KPBU yang sangat besar dan modal swasta yang juga berlimpah dipasar.Puncak gunung es yang terlihat hanyalah perkara kapasitas anggaran (fiskal) yang terbatas, sehingga di benak pengambil kebijakan solusinya perlu

Gambar: Belanja Infrastruktur (Sumber: Ditjen Anggaran, Kemenkeu RI)

Page 34: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

34

segera dicari sumber pendanaan pengganti, atau pelengkap. Celakanya modal atau dana dari sumber swasta ini, biayanya akan lebih mahal, yang kemudian tentu akan mening-katkan tarif kepada konsumen.

Persoalan-persoalan masif di bawahnya yang tak terungkap antara lain tujuan KPBU yang masih tidak jelas, persiapan proyek tidak matang, masalah SDM dan kapasitas lembaga di semua lini baik di pusat maupun daerah masih rendah, praktek good gover­nance masih lemah, merebaknya korupsi, iklim kompetisi tidak sehat, industri jasa kon-struksi dan operator swasta yang mumpuni masih sangat terbatas, dan lainnya. Daftar

panjang ini belum banyak tersentuh untuk diselesaikan secara sistemik.

Kini Rencana Pembangunan Jangka Me-nengah (RPJM) ke-3 tahun 2015-2019 sudah final, seperti biasa, KPBU tetap masih menja-di harapan dan andalan. Perkiraan kebutuh-an pendanaan infrastruktur total sebesar Rp 5.500 Triliun, lihat Tabel 1. Pendanaan publik hanya tersedia 50% (APBN + APBD), sisanya diharapkan dapat dipenuhi dari BUMN dan swasta (termasuk KPBU dan B to B). Namun dengan pencapaian transaksi KPBU yang sa-ngat minim selama ini, serta sederet tantang-an dan hambatan tadi, sebaiknya dari mana pembenahan mulai dilakukan?

Tabel: Perkiraan

Kebutuhan Pendanaan

Infrastruktur (2015-2019)

Page 35: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

35

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Masih Bisakah KPBU Diharapkan ?Dalam rangka membangun kerangka

peraturan lintas sektoral untuk menerapkan KPBU dalam pembangunan infrastruktur, Pemerintah telah melakukan perubahan Keputusan Presiden Nomor 67/2005 tentang KPBU sebanyak tiga kali yaitu Keputusan Pre-siden Nomor 13/2010, No. 56/2011 dan No. 66/2013, dan baru-baru ini telah menggan-tinya menjadi Perpres No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Beragam jenis infrastruktur ekonomi juga sosial se-perti infrastruktur kesehatan dan perumahan sudah dicakup dalam Perpres 38/2015 yang baru ini.

Jawaban dari pertanyaan di atas adalah-bisa, kalau…… yang Pertama, KPBU yang selama ini diatur hanya sebatas Perpres, se-yogyanya hirarkinya ditingkatkan untuk me-mastikan konsistensi kebijakan yang dapat meyakinkan calon mitra atau investor. Siklus proyek infrastruktur umumnya bisa menca-pai puluhan tahun sejak persiapan hingga aset diserahkan kembali ke negara. Lamanya melebihi masa efektifnya satu atau dua pe-merintahan. Untuk itu, perlu diagendakan undang-undang khusus tentang KPBU. Ne-gara tetangga seperti Philipina dan Thailand terus berbenah kerangka legal dan kelem-bagaan KPBU mereka. Malaysia sudah jauh meninggalkan kita.

Yang kedua, ambivalensi tentang kelem-bagaan KPBU dapat disudahi dengan mendi-rikan unit atau Pusat KPBU yang profesional terpisah dari rutinitas birokrasi. Hendaknya didirikan Pusat KPBU baru yang ditempatkan

langsung dibawah kantor Presiden/Wapres atau Kemenkoperek. Di Pusat ini persiapan proyek-proyek KPBU dimatangkan, dan ber-kumpul ahli dan profesional (expert pool) yang menetap dan dapat diakses nasehatnya oleh simpul KPBU di Kementerian/Pemda.

Baru-baru ini, sebelum pergantian presi-den eksperimen lebih lanjut kelembagaan KPBU terjadi, sebuah lembaga baru bernama Komite Percepatan Pembangunan Infrastruk-tur Prioritas (KPPIP) telah didirikan berdasar-kan Peraturan Presiden Nomor 75/2014 tentang Percepatan Prioritas Pembangun an Infrastruktur, mengganti sebelumnyaKomite Kebijakan Percepatan Pembangunan In-frastruktur (KKPPI) suatu forum kordinasi antarmenteri untuk keputusan tingkat tinggi dalam pembangunan infrastruktur.

Komite baru KPPIP ini diketuai oleh Men-teri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR). KPPIP memiliki tiga tu-gas utama, pertama, strategi dan kebijakan untuk mempercepat Prioritas Pembangunan Infrastruktur penetapan. Yang kedua adalah memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka mem-percepat pembangunan infrastruktur priori-tas. Yang ketiga adalah memasilitasi pening-katan kapasitas aparatur dan lembaga yang terkait dengan pengembangan infrastruktur prioritas. Dalam melaksanakan tugasnya, KPPIP dibantu dengan menetapkan tim dan kelompok kerja atau sekretariat, yang

Siklus proyek infrastruktur umumnya bisa mencapai puluhan tahun.

Page 36: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

36

semuanya kemungkinan besar berasal dari birokrasi. Juga KPPIP dapat mengundang ke-menterian lain, lembaga, pemerintah daerah, perusahaan, dan pihak lain yang fungsi dan tugas yang berhubungan dengan perce-patan pembangunan infrastruktur prioritas. KPPIP juga dapat merekrut ahli individual, in-stitusi dan atau perusahaan dan membentuk panel konsultan. Namun karena masih baru, fungsi efektif dan peran KPPIP belum terlihat, menunggu serangkaian peraturan lanjutan.Sekedar mengganti baju KKPPI menjadi KPPIP diperkirakan akan tetap terkendala dalam hal kordinasi seperti yang terjadi selama ini dengan KKPPI.

Ketiga, target proyek KPBU yang terca-kup di dalam RPJM 2015-2019 haruslah sa-ngat selektif dan realistis. Alokasi pendanaan APBN, sebagian harus mencadangkan dana viability gap funding (VGF) bagi tender proyek-KPBU yang ingin ditingkatkan kelayakan fi-nansialnya ke batas wajar. Sehingga, dengan keterbatasan anggaran, masih ada target dan prioritas KPBU yang viable dan bankable. Pera-turan tentang penyaluran dan mekanisme dana VGF perlu dilengkapi, untuk menjamin kepastian hukumnya. Peran Pusat KPBU yang profesional dan berdedikasi akan sangat me-nentukan pencapaian target proyek KPBU.

Kompetisi dan Industri Konstruksi HandalMasih banyak pekerjaan rumah untuk

membenahi kemandegan KPBU selama ini. BUMN adalah termasuk dalam entitas swasta yang dimaksud. Netralitas kompetisi BUMN terhadap badan usaha swasta lain belum

diatur secara fair hingga saat ini, juga peran Kementerian yang terdistorsi karena insen-tif dan kemudahan. Semua proposal yang berasal dari Kementerian dan BUMN harus dapat dipersandingkan dengan proposal KPBU, atau sebaliknya proposal KPBU harus dapat dipersandingkan dengan proposal an-dai proyek dieksekusi oleh Kementerian atau BUMN. Belajar dari negara yang KPBU nya sudah dewasa seperti Inggris, Australia dan Canada, ataupun Korea, perolehan nilai tam-bah adalah buah dari inovasi yang terpupuk lewat pengaturan kompetisi yang berkea-dilan dan pembinaan industri konstruksi na-sional yang handal.

Jangan-jangan memang KPBU selama ini salah dimengerti banyak pihak. Daftar proyek KPBU yang ditawarkan selama ini, ke-layakannya sama sekali belum dan tidak terbukti memberi perolehan efisiensi (value for money), sehingga wajar saja tak kunjung ada realisasi KPBU. Ini termasuk konsesi jalan tol yang sudah berjalan selama ini, tidak atau belum memiliki bukti keras efisiensi ini.Tanpa uji efisiensi, risikonya, kalaupun ada proyek yang lolos transaksi, tidak menjamin menghasilkan harga (tarif ) yang terbaik bagi konsumen. KPBU hanya bisa berhasil bila ada kepemimpinan nasional yang kuat, dibantu oleh birokrat yang berjiwa en­trepreneur. Karena KPBU bukan membeli jasa, tetapi menjual dan menawarkan prospek usaha lewat pembagian risiko dan pengembalian (return) yang adil ke-pada para pihak.

Jangan-jangan

memang KPBU selama

ini salah dimengerti

banyak pihak.

Page 37: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

37

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Kantor Pemasaran:Komplek Puri Pesona Batam

Blok H3 No. 11 Tanjung UncangBatam

Telp: 085100081618

Page 38: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

Sejak ditetapkan sebagai daerah industri dengan berbagai fasilitas khusus bagi investor, Batam selalu menarik perha-tian banyak kalangan. Banyaknya investasi yang masuk telah

menyedot tenaga kerja yang ingin mengadu nasib di kota pulau ini. Sejak lama, Batam diidentikkan dengan kemakmuran karena besarnya jumlah uang yang beredar di sana.

Kondisi ini membuat lonjakan penduduk Batam tak terkendali. Saat ini, angka pertumbuhan penduduk Kota Batam tercatat sebe-sar delapan persen. Angka tersebut merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Dari jumlah penduduknya sebanyak 1,3 juta jiwa, Batam sudah layak disebut sebagai kota metropolitan.

Akibat langsung pertumbuhan penduduk yang tinggi adalah kebutuhan akan perumahan yang terus menerus meningkat. Se-makin lama, Batam makin kekurangan lahan untuk membangun rumah. BP Batam sebagai pemegang kuasa atas lahan harus cermat mengalokasikan lahan untuk industri dan pengembang properti.

Hal ini menjadi perhatian serius Ketua DPD REI Khusus Batam, Djaja Roeslim. Sejak terpilih lagi menjadi Ketua DPD REI Khusus Batam pada Maret 2014 lalu, ia mulai mendorong agar pembangun-an properti di Batam dilakukan dengan memerhatikan kondisi ling-kungan. Ia juga menawarkan konsep kepada pemerintah soal cara mengatasi persoalan perumahan liar maupun kios liar yang tumbuh subur di Batam. Secara khusus, Djaja melihat kepastian hukum atas lahan di Batam kerap masih menjadi persoalan. Kepada HUD Maga­zine, Djaja menyempatkan waktu berbincang mengenai tantangan dan upaya memenuhi kebutuhan papan bagi warga Batam.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam

“Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas”

Page 39: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

39

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Dari sudut pandang pengusaha pro-perti, seperti apa kota metropolitan?

Kalau kita bicara kota metropolitan, ada beberapa syarat. Pertama dari jumlah pen-duduk. Metropolitan itu kan minimal satu juta. Batam sudah 1,2 juta lebih. Itu me-menuhi syarat dari jumlah penduduk. Tapi menjadi kota metropolitan tidak semata-mata dari jumlah penduduk. Ada kriteria lain seperti infrastruktur, kemudian kesiapan pe-merintah dalam hal ini regulasi.

Untuk Batam, jumlah penduduk sudah memenuhi. Namun faktor apa yang mem-buat Batam masih belum bisa dikatakan kota metropolitan?

Dari regulasi kita sebenarnya agak keteteran. Tata ruang kita saja masih banyak ketidakjelasan. Ini harus segera dibenahi. Dari yang paling dasar, yakni kepastian hak atas lahan. Untuk saat ini saja masih banyak ketidakpastian di Batam. Misalnya lahan di-sebut hutan lindung sementara nyatanya su-dah berdiri bangunan. Setelah ada kepastian mengenai lahan, kemudian tata ruangnya. RTRW-nya, peruntukannya. Sampai saat ini pun kami hanya memegang RTRW yang lama tahun 2004 yang sudah berakhir di tahun 2014.

Nah yang baru belum ada karena se-bagian lahan terkena hutan lindung. Di Per-pres 87/2011 sudah lebih jelas, tapi itu pun masih di arsir pada bagian yang terkena hu-tan lindung. Dengan terbitnya Surat Kepu-tusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehu-tanan Nomor 76 pada bulan Februari 2015, sebagian Batam sudah terbebas dari hutan

lindung dan sebagian kecil lagi yang harus diselesaikan untuk kejelasan status lahannya. Hal seperti ini yang mengakibatkan Batam sebagai kota metropolitan masih terhambat karena dari segi regulasi, banyak hal-hal yang masih belum jelas. Belum lagi infrastruktur. Kalau saat ini air masih sanggup. Tapi dengan perkembangan Batam yang ada sekarang, berapa lama cadangan air dapat bertahan? Kemudian dengan cadangan listrik, berapa banyak bisa mendukung? Kemudian kapa-sitas jalan. Kalau jalan sementara saya lihat cukup. Lalu transportasi publik. Batam masih kurang untuk moda transportasi umum yang menghubungkan feeder dari Batam Center dengan daerah Batuaji.

Selain kekurangan itu, ada kelebihan dari jumlah penduduk. Selain itu, apa modal yang membuat Batam menjadi kota metropolitan?

Kalau dari segi penduduk sudah masuk. Sebenarnya Batam ini sudah cukup seksi dan menarik. Dari sisi letak geografis sangat strategis karena dekat dengan Singapura, Malaysia. Jadi perkembangan Batam banyak terimbas dari pertumbuhan negara tetangga karena sangat dekat. Ini satu modal yang be-sar.

Dari segi pajak, Batam kan paling me-narik dibanding daerah lain. Tapi dengan FTZ masih ada kendala sehingga perlu memberi-kan kejelasan kepada investor yang ingin ber-investasi di sini. Kalau kekurangan itu tidak dibenahi, itu bisa menjadi kendala. Sekarang kita lihat itu sebagai keunggulan Batam. Ke-unggulan lain dari segi lahan. Saat ini hanya

Perkembangan Batam banyak terimbas dari pertumbuhan negara tetangga.

“Tata Ruang Batam Masih Banyak Tidak Jelas”

Page 40: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

40

pulau Batam saja yang dikuasai pemerintah. Seluruhnya kan HPL yang diberikan oleh BP Batam. Ini kan lebih mudah karena dengan adanya land bank ini tanah terkontrol. Ke-mudian bisa diawasi, bisa dikendalikan sede-mikian rupa dengan regulator lebih mudah ketimbang daerah yang lain. Penataannya bisa jauh lebih mudah karena semuanya satu pintu. Lalu harga tanah bisa lebih terkontrol.

Ada plus dan minusnya. Kalau dari sisi pe-nyediaan lahan ini sangat positif karena akan mendukung pembangunan Batam yang su-dah dikelompokkan dan daerah mana yang harus dibangun. Lebih jelas dan tidak bakal tumpang tindih karena sumber keluarnya satu dari BP semua. Jadi kalau ada dobel, itu hanya karena oknum. Tapi kalau secara sistem, ini sudah aman karena satu pintu.

Dibanding daerah lain, apa keunggul-an sistem land bank?

Satu hal yang pasti dengan adanya land bank harga tanah terkontrol. Ada dua sisi. Dari sisi pengembangan sangat bagus kare-na harga lahan terkontrol jadi pembangunan itu masih bisa dijangkau. Karena harga tanah tidak melambung gila-gilaan. Jeleknya, bagi

pengusaha tidak menarik karena harga ta-nah tidak naik-naik. Sedangkan di daerah lain sebentar saja harga tanah naik. Sekarang ka-camatanya dari mana. Sebenarnya seperti di Singapura, tanah sudah mulai dikuasai oleh pemerintah. Cuma bagusnya mereka tanah itu ditender. Jadi harga tanah itu bisa dinaik-kan di tinggikan, sehingga harga tanah itu bisa meningkat sesuai dengan harga pasar. Kalau sekarang di sini tidak.

Kalau di Batam, apa penyebab harga properti naik?

Itu karena kenaikan material. Kemudian kurs mata uang Rupiah terhadap Dollar Si-ngapura. Karena material bahan bangunan dinilai dengan Dollar Singapura. Kemudian selebihnya karena banyaknya arus masuk permintaan sehingga harga bisa meningkat. Jadi kenaikan itu disebabkan kenaikan harga bahan bakunya sendiri dan kedua akibat depresiasi Rupiah, lainya karena ada arus per-mintaan.

Salah satu isu utama di Batam adalah soal kependudukan. Sangat besar urbani-sasi. Batam banyak didatangi penduduk usia produktif. Kondisi pembangunan perumahan seperti apa, apakah sudah menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah?

Saya tadi mau tambahkan, kenapa arus permintaannya tinggi? Karena yang masuk ke sini pendatang usia produktif. Sehingga ini mengakibatkan pasar permintaan ru-mah meningkat pesat. Karena usia produktif masuk kerja sebentar sudah beli rumah kecil.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 41: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

41

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Kerja dua tiga tahun kemudian ganti rumah sedang. Kemudian kerja lagi beberapa tahun setelah lebih mapan, beli lagi rumah yang lebih besar, atau minimal beli rumah satu lagi. Ini lah yang membuat permintaan rumah itu cukup besar.

Kemudian, terkait perumahan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), untuk saat ini masih bisa dibangun. Rumah untuk MBR itu yang kita sebut dengan RST, Rumah Sejahtera Tapak. Itu yang harga jualnya di-batasi. Untuk Batam Rp 125 juta. Rumah itu masih ada di Batam, untuk tipe 36 ke bawah daerahnya di Batuaji arah Tanjunguncang dan Piayu. Di sana masih bisa. Di daerah Batam centre itu sudah sulit. Karena harga ta-nah sudah jauh lebih mahal. Makanya perlu diperhatikan ke depannya Batam sebagai kota metropolitan mau dijadikan seperti apa? Kota metropolitan dengan kriterianya seperti apa. Apakah kota metropolitan yang kumuh, atau kota metropolitan yang green dan ramah lingkungan, aman dan nyaman untuk masyarakat yang tinggal.

Kalau kita mau bicara kota metropolitan cukup dari persyaratannya. Tapi kita mau Batam menjadi kota metropolitan yang

aman, nyaman, untuk masyarakatnya. Lalu hijau dan berwawasan lingkungan. Itu yang harus dipikirkan pemerintah mulai dari seka-rang.

Batam punya masalah ruli (perumahan liar). Ini mengganggu perkembangan Batam menjadi kota metropolitan yang hijau, aman, nyaman yang berwawasan lingkungan, jika dibiarkan semakin kumuh dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal ini seharusnya pemerintah menyediakan lahan, Dalam hal ini BP sebagai land banknya. Kalau dalam hal ini di daerah tersebut sudah tidak ada lahan yang kosong kan bisa bekerja sama dengan swasta.

Orang-orang ini kalau digusur tidak mungkin. Mereka bekerja hidup di daerah sekitar situ. Misalnya kita bicara di sekitar Nagoya atau Batam Centre lalu dipindahkan harus tinggal di Kabil. Mereka tinggal segitu jauh dan harus bolak balik. Lalu sarana tran-sportasi umumnya belum ada. Akhirnya ong-kosnya mahal, akhirnya mereka akan tinggal lagi mencari tempat yang dekat dengan tem-pat kerjanya.

Kalau begini polanya tidak cocok dan tidak bisa dijalankan. Orang-orang ini seha-rusnya jangan digusur, dipindahkan saja di daerah yang dekat dengan tempat dia. Apa yang harus dilakukan pemerintah? Untuk yang mampu bisa membeli rusunami dan ada fasilitas pemerintah seperti FLPP. Untuk yang kurang mampu rusunawa, kalau sangat tidak mampu, pemerintah bisa menyiapkan rumah sosial untuk orang-orang ini. Dengan semuanya ditampung, pasti akan tertata rapi. Tapi ada syarat lainnya, penegakan hukum.

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Dengan adanya land bank harga tanah terkontrol.

Page 42: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

42

Berarti REI sudah bisa memberikan usul bagaimana meyelesaikan permukim-an kumuh?

Sudah beberapa kali. Terakhir kami ke-temu dengan BP. Kami sampaikan kami memiliki visi bagaimana Batam menjadi kota metropolitan yang indah, yang tidak kumuh, yang aman, dan nyaman. Itulah yang kita sampaikan konsep itu untuk menyelesaikan ruli dan kios liar. Kami siap membicarakannya dengan pemerintah untuk menyelesaikan ini. Mereka pun punya kemampuan untuk membayar. Yang tidak ada adalah kesempat-an untuk memiliki tempat yang layak dan tidak perlu digusur-gusur lagi. Itu saja tugas pemerintah sebagai regulator mengatur ini semua. Membuat aturan main dan membuat sanksi hukum yang jelas sehingga kalau me-langgar mereka harus diberi sanksi.

Dari pengamatan Bapak, apakah masih banyak warga yang kesulitan memi-liki rumah?

Iya masih. Ada warga yang kesulitan. Makanya ada 3 (tiga) yang bisa dilakukan untuk masyarakat MBR ini. Mereka kan kita kategorikan hanya 1 (satu), berpenghasilan rendah. Namun ada sub-subnya sangat ren-dah, rendah sedang, dan rendah menengah. Kalau yang rendah menengah ini seharusnya mereka mampu untuk membeli rusunami atau RST. Itu kan 125 juta. Mereka harusnya bisa membeli. Yang kurang atau tidak mam-pu mereka disediakan rusunawa. Bayarnya dengan sewa bulanan sampai mereka mam-pu membeli RST atau rusunami. Untuk yang benar-benar tidak mampu inilah ada rumah

sosial yang benar-benar menampung me-reka yang tidak mampu.

Untuk saat ini belum ada?Saat ini kan tidak ada.

Apakah pengadaan rumah sosial itu bisa bekerja sama dengan pemerintah?

Itu kan tanggung jawab pemerintah. Merumahkan rakyat itu kan tanggungjawab negara. Dalam hal ini negara menjalankan tugasnya kalau kesulitan bisa bekerja sama dengan pihak swasta untuk merumahkan itu.

Di UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman itu sudah dijelaskan. Pemerintah daerah seharusnya membantu untuk mengadakan lahan-lahan untuk pe-rumahan rakyat. Kalau di Batam seharusnya mudah. Lahan kalau disiapkan untuk peme-rintah tinggal swasta bekerjasama bangun. Pemerintah kan pasti seharusnya menyiap-kan anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Ini salah satu dari tiga kebutuhan pokok selain pangan, sandang, dan papan. Pangan dan sandang oke, tapi papan seolah-olah bukan menjadi tanggung jawab pemerintah. Kalau rakyat gak makan pasti pemerintah repot, jadi diperhatikan oleh negara. Tidak berpakaian juga tidak mungkin. Nah yang tidak berumah ini yang belum terlalu tersentuh. Seolah-olah ini menjadi tanggungjawab swasta. Padahal dari UUD sudah jelas, hal itu sebagai kewa-jiban negara untuk merumahkan rakyat. Hak bermukim setiap warga negara kan dijamin UUD 45.

Page 43: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

43

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Jadi, pemerintah harus jadi penggerak utama dalam hal perumahan?

Iya, dan pemerintah dalam menyelesai-kan itu dapat bekerja sama dengan swasta. Kita menyiapkan rumah dan dibantu oleh pe-merintah. Ini baru bisa terwujud. Kalau tidak kita tidak mampu. Bagaimana swasta mampu menyiapkan perumahan MBR dengan ke-mampuannya sendiri kalau tidak didukung pemerintah.

Sebenarnya Pemerintah sudah memiliki program bantuan. Bentuknya PSU (bantuan infrastruktur prasarana umum), DAK (prasa-rana air, listrik dan pembuangan komunal). Kemudian dari segi pembiayaan ada FLPP dan dari Jamsostek ada subsidi uang muka. Cuma untuk sementara di BPJS belum jalan.

Bukan berarti pemerintah tidak memiliki peran sama sekali. Ada dan sudah berjalan, tapi ini tidak maksimal dan pola-polanya yang mesti diperbaiki. Misalnya FLPP. Untuk mereka benar-benar tidak mampu, ya sudah uang mukanya disubsidi dibayar oleh peme-rintah. Sisanya mereka bisa mereka cicil de-ngan fasilitas FLPP lagi dengan bunga ren-dah sehingga mereka benar-benar mampu untuk memiliki itu. Nah kedua, apa yang dibeli me reka kan tergantung dengan kom-ponen infrastrukturnya. Jalan, saluran be-serta bangun annya. Kalau infrastrukturnya

pemerintah yang bantu, sekalian saja mereka bantu. Soal fasilitas umum, itu pemerintah yang mengerjakan fasilitas umumnya. Untuk prasarana umum, pemerintah misalnya me-nyiapkan, membangun lalu harga diatur.

Pekerja sudah disediakan banyak ru-mah susun. Untuk saat ini, apakah pem-bangunan rumah susun sudah lebih ba-nyak dan mengganti rumah tapak?

Harusnya begitu. Kalau melihat perkem-bangan Batam, memang sudah harus me-ngarah ke perumahan vertikal. Terutama di Nagoya dan Batam Centre. Batam hanya satu pulau yang terbatas. Mau kemana lagi? Begitu tanah habis, kalau tidak vertikal berarti perlu-asan lahan atau reklamasi. Nah reklamasi bisa dilakukan karena ada batas perairan interna-sional. Kedua tanah lama-lama habis. Paling-paling sedot pasir laut lagi. Tapi nanti menjadi masalah lingkungan. Jadi sudah harus mulai ditekan di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi hunian harus vertikal. Yang kepadatan rendah boleh tapak. Seperti di Kabil dan Tan-junguncang. Tapi untuk hunian Batam Center dan Nagoya sudah harus vertikal.

Di tempat yang kepadatan tinggi sa-ngat sedikit rusunami. Apa yang meng-hambat?

SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 44: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

44

Kita kembali ke regulasi. Mengapa tidak dibangun se-lama ini karena Perda Rusun saja baru di sahkan di 2011. Lalu setelah itu, untuk sampai ke sertifikat strata title, kepemilikan atas satu satuan rumah susunnya ini pun masih ada beberapa kendala. Untuk mendapat itu, ha-rus ada sertifikat layak fungsi. Sertifikat layak fungsi itu harus dikeluarkan oleh Pemko. Tim ahli bangunannya sendiri mereka harus me-nyiapkan. Itu pun kemarin terkendala. Jadi sertifikat layak fungsinya tidak terbit, apalagi strata titlenya. Lalu yang mau menjual seba-gai apartemen tidak bisa mengeluarkan bukti satuan rumah susun ini.

Itu yang membuat investasi memba-ngun rumah susun tidak banyak?

Salah satunya. Itu regulasi. Kedua dari segi pasar. Di daerah yang harga tanahnya murah tentunya tidak mungkin kita bangun rusun. Karena tapak dan rusun jika ukurannya sama, pasti orang beralih ke tapak. Makanya tadi seperti nagoya sudah bisa. Kemudian faktor lainnya adalah masalah pembiayaan. Untuk KPA sekarang sulit, apalagi dengan adanya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15, dimana bangunan harus jadi. Bedanya dengan rumah tapak kan hanya satu lantai, sederhana dan langsung jadi. Kalau bangun-an satu gedung dan yang kredit tidak semua padahal dia harus membangun satu gedung, jelas membuat biaya sangat besar. Akhirnya tidak mampu membangun. Jadi, kalau mau membangun apartemen ini jadi sulit. Misal-nya kita bicara 1.000 unit dalam 1 gedung.

Terjual baru 250, tidak ada ada pengembang yang berani, ka-rena tidak ada pengembang yang berani membangun kalau yang laku seperempatnya. Ka-

lau tidak bisa dijual semua bisa kolaps nanti. Itulah kendala yang mengakibatkan orang berpikir dua atau tiga kali.

Dibandingkan dengan pulau-pulau utama seperti Jawa dan Sumatera, dengan bank tanah yang ada di Batam, apakah harga properti di Batam lebih mahal atau lebih murah?

Kalau bicara biaya bangunan pasti lebih mahal karena kita di pulau. Semua material diangkut dari luar ke pulau ini. Otomatis har-ganya lebih mahal dari pulau-pulau utama. Apalagi kalau produksi di Jawa. Kedua, upah pun lebih tinggi. Jadi komponennya ada dua, upah dan material. Material sudah pasti lebih mahal. Minimal kisarannya 10 persen lebih mahal. Lalu upah UMR variatif. Dibanding Ja-karta kita masih di bawah. Tapi dibandingkan kota-kota lain, kita cukup tinggi UMR-nya. Komponen upah itu 40 persen. Komponen lainnya material. Semua hal yang mempe-ngaruhi ini akan mempengaruhi kenaikan harga jual rumah.

Apakah pengaruh kurs sangat berpe-ngaruh pada Batam?

Sangat berpengaruh. Di daerah lain sedikit berpengaruh karena persentase ma-terial yang dalam Dollar masih kecil. Kalau kita lebih besar. Mulai dari besi, ready mix, semua dolar. Belum lagi spandeksnya. Granit

Di daerah yang harga tanahnya murah tentunya

tidak mungkin kita bangun

rusun.

Page 45: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

45

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

yang sebelumnya lokal pun dihitung Dollar karena bersaing dengan Singapura. Kalau tidak mau beli granitnya akan diekspor ke Singapura. Mau enggak mau beli. Granitnya dari Karimun. Mereka jualnya kalau dibayar dengan Rupiah mending mereka memilih menjual dalam Dollar ke Singapura.

Soal RTRW, belum ada aturan soal RTRW 2014-2024. Bagaimana REI me-nyikapinya?

Yang pasti kita dalam hal ini menjadi korban. Karena lahan yang mau diuruk un-tuk perumahan, ternyata belakangan tidak bisa karena peruntukannya masih hijau. Hal seperti ini, pemko Batam dan BP Batam harus segera menyelesaikan. Kalau tidak, pasti akan menjadi kendala karena akan menghambat pembangunan. Akibat ketidakjelasan tadi, swasta mau bangun. Pemerintah mau me-ngeluarkan izinnya, tapi ini pun belum cukup. Izin keluar kita bangun. Tapi mau tidak Bank membiayai lahan yang hutan lindung ini. Bank akan membiayai kalau BPN mengelu-arkan. Ini pun BPN tidak mau mengeluarkan. Jadi dari BP maupun Pemko mengeluarkan izin itu belum cukup.

Apakah banyak ditemukan di RTRW 2004-2014 lahan-lahan yang bermasalah?

Banyak sekali. Kalau 2004 – 2014 itu sudah banyak yang berbeda. Maksudnya sudah tidak sesuai. Dan ini sangat banyak. Dan bisa dilihat di Perpres 87 Tahun 2011 itu banyak yang diar-sir berarti masalahnya harus diselesaikan dulu. Kalau itu selesai peruntukannya bisa diguna-kan untuk perumahan, jasa atau indstri.

Dengan belum jelasnya tata ruang yang baru, apakah pelaku masih meraba atau kesulitan?

Pengusaha ada beberapa aliran. Pertama pengusaha yang bergerak sesuai aturan. Ada pengusaha yang berani gambling. Jadi pera-turan yang tidak ada pun berani jalan. Kembali lagi yang saya bilang ini otomatis yang gam­bling berani bangun, sampai satu titik akan stop dan tidak bisa bangun. Karena meski BP dan Pemko mengeluarkan izin, di BPN bisa mentok. Kalaupun BPN mau me ngeluarkan, kalau Bank tahu akan bermasalah, tidak akan mengeluarkan pembiayaan. Semua sektor ini tentunya harus satu ide atau sepaham. Se-muanya harus disediakan. Kalau semua akar permasalahannya tidak diselesaikan, ini per-cuma, tidak akan menuntaskan permasa-lahan. Jadi memang intinya harus di-selesaikan dulu karena ini masalah kepastian hukum atas lahannya. Kalau ini tidak beres ke bawahnya tidak akan berjalan.

Dengan adanya Perpres dan RTRW, apakah ini membingungkan pelaku usaha atau memperjelas?

Sebetulnya kalau kita lihat positifnya memperjelas. Perpres 87 itu memperjelas bahwa ini akan seperti ini. Nah cuma yang bermasalah di Perpres itu diarsir. Menurut kami itu menjadi lebih bagus, lebih jelas kalau kita tahu lahan tertentu bagus untuk perumahan tapi masih ada masalah. Nah ka-lau RTRW 2004-2014 itu jelas-jelas tidak bisa dipakai. Itu tidak sesuai sama sekali. Di RTRW itu masih hutan. Kalau di RTRW sudah ditan­

Page 46: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

46

dain itu masih perumahan. Kalau seperti itu, perpres sudah jauh lebih jelas. RTRW yang baru seharusnya sudah keluar sesuai dengan itu tapi sudah bersih. Kita tinggal menunggu saja. Pemko juga menunggu masalah hu-tannya beres. Karena kalau hutannya belum

beres percuma juga.

Soal BP Batam dan Pemko Batam yang harus dihadapi investor, menu-

rut anda bagaimana sinerginya ?Kalau sekarang menurut saya masih

kurang sinerginya. Ini yang masih harus ditingkatkan. Idenya kan dua mesin harusnya bergerak lebih cepat, kalau keduanya ber-gerak ke arah yang sama. Kalau arahnya ber-beda, itu malah mandeg. Jadi kondisinya saat ini keduanya belum selaras.

Di bagian apa ketidakselarasan itu?Kita misalnya bicara dari urusan lahan.

Kita mau membangun. Untuk urus izin di BP Batam sudah panjang, mulai dari perolehan lahan, bayar UWTO, SKEP, SPJ, dan sebagai-nya, untuk mengurus fatwa. Mengurus fatwa itu untuk mengurus IMB ke pemko. Di Pemko, perlu mengurus RTBL (Rencana Tata Bangun-an dan Lingkungan). RTBL itu setelah RTRW, turunannya ada RDTRW, baru turunannya RTBL. Untuk RTBL, BP Batam sebenarnya su-dah memiliki master plan secara keseluruhan dalam bentuk fatwa. Nanti sudah ada fatwa, di Pemko minta lagi untuk dibuat RTBL. Ini bisa berbeda dengan fatwa yang sudah ada. Nanti yang sudah dibilang di fatwa boleh, ternyata di pemko tidak boleh. Ini yang masih belum selaras.

Dengan adanya dua instansi ini, apa-kah menjadi semakin rumit?

Yang pasti rantai birokrasi semakin pan-jang, dan waktu menjadi semakin lama. Kalau Birokrasi semakin panjang kan masalahnya ke waktu. Kedua biaya, makin panjang birokrasi biaya makin tinggi. Hal ini akan kembali pada seberapa cepat pembangunan akan terjadi dan seberapa kemampuan masyarakat mem-beli. Kalau biaya semakin tinggi, kembali lagi ke harga jual.

Dari REI punya pandangan atau usul-an?

Sebenarnya kembali ke dua instansi terse-but. Mereka yang harus menyelaraskan. Kami kan tidak bisa mengatur. Ini porsinya di BP. Ini porsinya di Pemko. Harus selaras, jangan sampai di satu tempat bilang iya, tempat lain ternyata bilang tidak. Setelah itu dibangun semua akan jelas, mau urusannya di BP silah-kan, di Pemko silahkan yang pasti semua itu tahu bahwa aturannya seperti itu. Apa yang bisa dan tidak dibangun. Perkara urusannya di BP atau di Pemko silahkan. Buat kami sama saja. Tidak akan tumpang tindih.

Contohnya Fatwa dan RTBL. Dari fatwa bilang bisa bangun tapi dari pemko bilang tidak bisa karena ada rencana untuk mem-buat saluran apa. Kalau kita punya RTRW dan kita punya RDTL, di situ kita punya semua. Termasuk jalan di mana, saluran di mana. Kita harus menyiapkan RDTLnya. Kalau tidak bisa nanti semuanya seperti sekarang, banjir. Be-gitu bangun pengembang yang disalahkan. Padahal pemerintah sendiri tidak pernah memiliki rencana.

Page 47: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

47

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Seberapa besar perhatian pengem-bang pada kota hijau dan bebas banjir?

Terus terang tidak semua pengusaha punya visi seperti itu. Pengusaha itu mereka yang mau cari untung. Misalnya soal salur-an, mengapa harus dibikin besar-besar. Ada pengusaha yang berpikiran mending lahan dijadikan kapling ketimbang bangun saluran yang besar. Hal ini kan bisa diatasi. Semua kembali ke pemerintah apakah diizinkan atau tidak. Balik lagi pemerintah sebagai regula-tor harus tegas. Kalau memang di lokasi itu seharusnya ada saluran ya harus ada. Jangan nantinya karena pembicaraan, saluran yang seharusnya dua meter dikecilkan menjadi 60 cm, misalnya. Yang selebihnya dijadikan kap-ling. Ini kan tidak bisa. Makanya saya bilang pemerintah seharusnya jelas, karena sebe-narnya persoalan tanah itu gampang karena semuanya ada di tangan BP. Lain dengan ta-nah yang dibeli di Jakarta, misalnya. Peme-rintah tidak bisa mengatakan tidak bisa ini tanah saya. Tanah di sana sudah dibeli rakyat dan disertifikat. Untuk memotongnya tidak bisa segampang itu. Mereka harus ganti rugi. Di sini kan BP sebagai pemegang lahan bisa mengalokasikan daerah mana yang diguna-kan untuk saluran. Jangan dijual lahan itu ke

investor. Kalau memang merasa kurang naik-kan UWTO, saya rasa masih mau karena harga tanah di Batam masih murah. Coba lihat har-ga tanah di Batam Centre masih 50 ribu. Itu menurut saya sangat murah. Dibandingkan dengan harga rumah yang ada.

Apakah REI punya proyeksi terkait pertumbuhan perumahan di Batam?

Yang pasti pertumbuhan kota Batam diperkirakan setiap tahun bertambah sekitar 100-120 ribu penduduk. Sederhananya kalau tiap keluarga ada 6 orang, minimal kita butuh 20 ribu unit rumah baru. Itulah yang harus dipikirkan, dimana mau menempatkan me-reka. Apakah tanah kita masih cukup untuk membangun kota Batam sebanyak 20 ribu rumah per tahun atau 100 ribu unit dalam 5 tahun.

Lahan kita sudah menyempit, Rempang Galang belum selesai. Kecuali Rempang Ga-lang sudah beres, sebagian bisa ke sana. Tapi, infrastruktur kalau tidak disiapkan dengan baik, siapa yang mau tinggal di Rempang. Bisa saja kalau ada sarana fasilitas umum yang ce-pat dan murah dari Rempang ke pusat kota, orang akan tertarik tinggal di Rempang.

(Yermia Riezky)SUMBER FOTO: ISTIMEWA

Page 48: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

48

a l b u m

Ir. Djaja Roeslim

Page 49: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

49

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

Rapat Kerja dengan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepri

Rakornas REI Batam 2012

Rapat Kerja dengan Pemko Batam (Walikota Batam)

Rapat Kerja dengan BP Kawasan Batam

Rapat Kerja dengan ATB

Ramadhan Rumah Impian 2014

Page 50: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

50

Page 51: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

51

April 2015L I P U T A N K H U S U S B A T A M

DPD REI KHUSUS BATAM

kepadaDPD REI KHUSU BATAM

Diselenggarakannya

Rapat Kerja Daerah DPD REI KHUSUS BATAM 2015

Dengan Tema:

Menyongsong MEA Desember 2015,Peluang dan Tantangan

Selamat & Sukses

Page 52: Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015.

DPD REI

Selamat & Suksesdengan diselenggarakannya

Rapat Kerja Daerah DPD REI KHUSUS BATAM 2015

Dengan Tema:

Menyongsong MEA Desember 2015Peluang dan Tantangan

danPencanangan Program Sejuta Rumah