SUKU TENGGER Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa timur yakni menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dan kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 500 ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalah suku jawa namun terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara keduanya, terutama dari sistem kebudayaannya. KEADAAN GEOGRAFIS Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke selatan; 20-30 km dan timur ke barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger teletak pada bagian dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing- tebing yang curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak pada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung Bromo, dengan ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah selatan menjulang puncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m. Wilayah adat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SUKU TENGGER
Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa
timur yakni menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten
probolinggo, dan kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 500
ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat
dengan suku tengger adalah suku jawa namun terdapat perbedaan yang sangat
menonjol antara keduanya, terutama dari sistem kebudayaannya.
KEADAAN GEOGRAFIS
Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke selatan; 20-30 km
dan timur ke barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger
teletak pada bagian dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang
dan Lumajang. Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing-
tebing yang curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak
pada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung Bromo,
dengan ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah selatan menjulang puncak
Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.
Wilayah adat
Wilayah Adat Suku Tengger terbagi menjadi dua wilayah yaitu Sabrang
Kulon (Brang Kulon diwakili oleh Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten
Pasuruan) dan Sabrang Wetan (Brang Wetan diwakili oleh Desa
Ngadisari,Wanantara,Jetak Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo).
Perwakilan oleh Desa T osari dan tiga Desa tersebut mengacu pada Prosesi
Pembukaan Upacara Karo yang sekaligus membukla Jhodang Wasiat / Jimat
Klontong. Adapun Desa – Desa yang merupakan Komunitas Suku Tengger adalah
Sebagai Berikut: Desa Ngadas, Wanatara, Jetak, dan Ngadisari (Kecamatan
Sukapura Kabupaten Probolinggo), Desa Wanakersa, Ledokombo, Pandansari
(Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo), Desa Tosari, Baledono, Sedaeng,
Wonokitri, Ngadiwono, Kandangan, Mororejo (Kecamatan Tosari Kabupaten
Pasuruan), Desa Keduwung ( kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan), Desa
Ngadirejo, Ledok Pring (Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan), Desa Ngadas
(Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang),dan Desa Ranupani (Kecamatan
Senduro Kabupaten Lumajang).
Keadaan tanah dan tanam-tanaman
Keadaan tanah daerah Tengger gembur seperti pasir, namun cukup subur.
Tanaman keras yang tumbuh terutama adalah agathis laranthifolia, pinus merkusii,
tectona, grandis leucaena, dan swietenia altingia excelsa, anthocepalus cadamba.
Di kaki bukit paling atas ditumbuhi pohon cemara sampai di ketinggian 3000 dpl
yaitu lereng Gunung Semeru. Tumbuhan utamanya adalah pohon-pohonan yang
tinggi, pohon elfin dan pohon cemara, sedangkan tanam-tanaman pertanian
terutama adalah kentang, kubis, wortel, jagung,bawang prei (plompong tengger)
dsb.
Jenis hewan
Jenis hewan piaraan yang ada antara lain lembu, kambing, babi dan ayam
kampung. Jenis binatang yang hidup secara liar di hutan-hutan adalah babi hutan
(sus scrofa) rusa timur (cervus timorensis), serigala atau (muncak muntiacus), dan
berkembang pula jenis macam tutul (panthera pardus), terdapat pula species
burung-burungan, misalnya burung air.
Iklim dan cuaca
Iklim daerah Tengger adalah hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi
antara bulan Mei-Oktober. Curah hujan di Sukapura sekitar 1800 mm, sedangkan
musim hujan terjadi pada bulan November-April, dengan persentase 20 hari/lebih
hujan turun dalam satu bulan. Suhu udara berubah-ubah, tergantung ketinggian,
antara 3º - 18º Celsius. Selama musim hujan kelembaban udara rata-rata 80%.
Temperaturnya sepanjang hari terasa sejuk, dan pada malam hari terasa dingin.
Pada musim kemarau temperatur malam hari terasa lebih dingin daripada musim
hujan. Pada musim dingin biasanya diselimuti kabut tebal. Di daerah
perkampungan, kabut mulai menebal pada sore hari. Di daerah sekitar puncak
Gunung Bromo kabut mulai menebal pada pagi hari sebelum fajar menyingsing.
ASAL USUL DAN SEJARAH
Suku Tengger yang beragama Hindu hidup di wilayah Gunung Bromo,
Jawa Timur. Ada banyak makna yang dikandung dari kata Tengger. Secara
etimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak (Jawa). Bila
dikaitkan dengan adat dan kepercayaan, arti tengger adalah tengering budi luhur.
Artinya tanda bahwa warganya memiliki budi luhur. Makna lainnya adalah:
daerah pegunungan. Tengger memang berada pada lereng pegunungan Tengger
dan Semeru. Ada pula pengaitan tengger dengan mitos masyarakat tentang suami
istri cikal bakal penghuni wilayah Tengger, yakni Rara Anteng dan Joko Seger
Hikayat Rara Anteng dan Jaka Seger. Alkisah, pada zaman dahulu, ada seorang
putri Raja Brawijaya dengan Permaisuri Kerajaan Majapahit. Namanya Rara
Anteng. Karena situasi kerajaan memburuk, Rara Anteng mencari tempat hidup
yang lebih aman. Ia dan para punggawanya pergi ke Pegunungan Tengger. Di
Desa Krajan, ia singgah satu windu, kemudian melanjutkan perjalanan ke
Pananjakan. Ia menetap di Pananjakan dan mulai bercocok tanam. Rara Anteng
kemudian diangkat anak oleh Resi Dadap, seorang pendeta yang bermukim di
Pegunungan Bromo.
Sementara itu, Kediri juga kacau sebagai akibat situasi politik di
Majapahit. Joko Seger, putra seorang brahmana, mengasingkan diri ke Desa
Kedawung sambil mencari pamannya yang tinggal di dekat Gunung Bromo. Di
desa ini, Joko Seger mendapatkan informasi adanya orang-orang Majapahit yang
menetap di Pananjakan. Joko Seger pun melanjutkan perjalanannya sampai
Pananjakan.
Joko Seger tersesat dan bertemu Rara Anteng yang segera mengajaknya ke
kediamannya. Sesampai di kediamannya, Rara Anteng dituduh telah berbuat
serong dengan Joko Seger oleh para pinisepuhnya. Joko Seger membela Rara
Anteng dan menyatakan hal itu tidak benar, kemudian melamar gadis itu.
Lamaran diterima. Resi Dadap Putih mengesahkan perkawinan mereka.Sewindu
sudah perkawinan itu namun tak juga mereka dikaruniai anak. Mereka bertapa 6
tahun dan setiap tahun berganti arah. Sang Hyang Widi Wasa menanggapi semedi
mereka. Dari puncak Gunung Bromo keluar semburan cahaya yang kemudian
menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan Joko Seger. Ada pawisik mereka akan
dikaruniai anak, namun anak terakhir harus dikorbankan di kawah Gunung
Bromo.
Pasangan ini dikarunia 25 anak sesuai permohonan mereka, karena wilayah
Tengger penduduknya sangat sedikit. Putra terakhir bernama R Kusuma.
Bertahun-tahun kemudian Gunung Bromo mengeluarkan semburan api sebagai
tanda janji harus ditepati. Suami istri itu tak rela mengorbankan anak bungsu
mereka. R Kusuma kemudian disembunyikan di sekitar Desa Ngadas. Namun
semburan api itu sampai juga di Ngadas. R Kusuma lantas pergi ke kawah
Gunung Bromo. Dari kawah terdengar suara R Kusuma supaya saudara-
saudaranya hidup rukun. Ia rela berkorban sebagai wakil saudara-saudaranya dan
masyarakat setempat. Ia berpesan, setiap tanggal 14 Kesada, minta upeti hasil
bumi. Cerita lain menunjukkan saudara-saudara R Kusuma menjadi penjaga
tempat-tempat lain. Kini upacara itu terkenal dengan nama Kesada. Pada upacara
Kesada, dukun selalu meriwayatkan kisah Joko Seger – Rara Anteng
BAHASA
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa
Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang
Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan
tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa
yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari
bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa
tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa
pada umumnya. Mereka menggunakan dua tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa
sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap orang
yang lebih tua atau orang tua yang dihormati. Pada masyarakat Tengger tidak
terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti mereka berkedudukan sama. Contoh:
Aku ( Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun , Kamu ( untuk seusia)= Sira ,
Kamu ( untuk yang lebih tua) = Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak ,
Kakek=Wek , Kakak= Kang , Mbak= Yuk
SISTEM PENGETAHUAN
Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju
dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah
disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai
penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.
Sistem Kalender Suku Tengger
Suku Tengger sudah mengenal dan mempunyai sistem kalender sendiri
yang mereka namakan Tahun Saka atau Saka Warsa., jumlah usia kalender suku
tengger berjumlah 30 hari (masing-masing bulan dibulatkan),tetapi ada perbedaan
penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 15 disebut tanggal
hari,dan 15 sampai 30 disebut Panglong Hari (penyebutannya adalah Panglong
siji,panglong loro dan seterusnya) . Pada tanggal dan bulan tertentu terdapat
tanggal yang digabungkan yaitu tumbuknya dua tanggal. Pada tanggal
Perhitungan Tahun Saka di Indonesia jatuh pada tanggal 1 (sepisan) sasih kedhasa
(bulan ke sepuluh), yaitu sehari setelah bulan tilem (bulan mati), tepatnya pada
bulan Maret dalam Tahun Masehi. Cara menghitungnya dengan rumus : tiap bulan
berlangsung 30 hari, sehingga dalam 12 bulan terdapat 360 hari. Sedangkan untuk
wuku dan hari pasaran tertentu dianggap sebagai wuku atau hari tumbuk, sehingga
ada dua tanggal yang harus disatukan dan akan terjadi pengurangan jumlah hari
pada tiap tahunnya. Untuk melengkapi atau menyempurnakannya diadakan
perhitungan kembali setiap lima tahun, atau satu windu tahun wuku. Pada waktu
itu ada bulan yang ditiadakan, digunakan untuk mengadakan perayaan Unan-unan,
yang kemudian tanggal dan bulan seterusnya digunakan untuk memulai bulan
berikutnya, yaitu bulan Dhesta atau bulan ke-sebelas. MECAK (Perhitungan
Kalender Tengger ),istilah mecak biasanya digunakan untuk menghitung atau
mencari tanggal yang tepat untuk melaksankan Upacara-upacara besar seperti
Karo,Kasada maupun Upacara Unan-unan. Setiap Dukun Sepuh telah mempunyai
persiapan atau catatan tanggal hasil Mecak untuk tiap – tiap Upacara yang akan
dilaksanakan sampai lima tahun ke depan.
NAMA – NAMA HARI SUKU TENGGER.
1. Dhite : minggu
2. Shoma : senin
3. Anggara : selasa
4. Budha : r a b u
5. Respati : kamis
6. Sukra : jum’at
7. Tumpek : sabtu
NAMA – NAMA BULAN SUKU TENGGER
1. Kartika : kasa
2. Pusa : karo
3. Manggastri : katiga
4. Sitra : kapat
5. Manggakala : kalima
6. Naya : kanem
7. Palguno : kapitu
8. Wisaka : kawolu
9. Jito : kasanga
10. Serawana : kasepoloh
11. Pandrawana : destha
12. Asuji : kasada
Adapun tahun yang digunakan adalah tahun saka ( caka ).
Sifat dan sikap suku tengger
Konsep tentang Manusia Menurut Falsafah Tengger Sifat Umum Di dalam
kehidupan sehari-hari orang Tengger mempunyai kebiasaan hidup sederhana, rajin
dan damai. Mereka adalah petani. Ladang mereka di lereng-lereng gunung dan
puncak-puncak yang berbukit-bukit. Alat pertanian yang mereka pakai sangat
sederhana, terdiri dari cangkul,sabit dan semacamnya. Hasil pertaniannya itu
terutama adalah jagung, kopi, kentang, kubis, bawang prei, Wortel dsb.
Kebanyakan mereka bertempat tinggal jauh dari ladangnya, sehingga harus
membuat gubuh-gubuk sederhana di ladangnya untuk berteduh sementara waktu
siang hari. Mereka bekerja sangat rajin dan pagi hingga petang hari di ladangnya.
Pada umumnya masyarakat Tengger hidup sangat sederhana dan hemat.
Kelebihan penjualan hasil ladang ditabung untuk perbaikan rumah serta keperluan
memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya. Kehidupan masyarakat Tengger
sangat dekat dengan adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya
secara turun-temurun. Dukun berperan penting dalam melaksanakan upacara
Adat. Dukun berperan dalam segala pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan,
kematian atau kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya untuk
mengatasi kesulitan ataupun berbagai masalah kehidupan.
Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan kedamaian dan
kondisi masyarakatnya sangat aman. Segala masalah dapat diselesaikan dengan
mudah atas peranan orang yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan
sistem musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan oleh
Petinggi ( Kepala Desa) dan biasanya mereka patuh. Apabila cara ini tidak juga
menolong, maka si pelaku pelanggaran itu cukup disatru (tidak diajak bicara) oleh
seluruh penduduk. Mereka juga sangat patuh dengan segala peraturan pemerintah
yang ada, seperti kewajiban membayak pajak, kerja bakti dan sebagainya.
Asal-Usul Manusia menurut Falsafah Tengger Ajaran tentang asal-usul
manusia adalah seperti terdapat pada mantra purwa bhumi. Sedangkan tugas
manusia di dunia ini dapat dipelajari melalui cara masyarakat Tengger memberi
makna kepada aksara Jawa yang mereka kembangkan. Adapun makna yang
dimaksudkan adalah seperti tersebut dibawah ini.
h.n.c.r.k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa, d,t,s,w,l : dumadi tetesing sarira wadi
laksana, p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagad yekti nyawiji, m, g, b, th, ng :
marmane gantia binuka thukul ngakasa.
Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai berikut: “Tuhan
Yang Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan kehendak pada manusia, (manusia)
dijadikan melalui badan gaib untuk melaksanakan lima perintah di dunia dengan
kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang) penuh kebebasan
(ngakasa ‘menuju alam bebas angkasa’)”.
Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yang dilahirkan dari tidak
ada menjadi ada atau dari alam gaib, untuk mengemban tugas di dunia ini
melaksanakan lima perintah-Nya dengan menyatukan diri pada tugasnya, agar di
dunia ini tumbuh keterbukaan dan perkembangan menuju kesempurnaan.
Masih ada lagi tafsiran tentang aksara Jawa yang dikaitkan dengan cerita
tentang Aji Saka, yaitu bahwa ada utusan, yang keduanya saling bertengkar
(berebut kebenaran). Keduanya sama kuatnya (sama-sama berjaya), yang akhirnya
keduanya mengalami nasib yang sama, yaitu menjadi mayat. Hal ini mengandung
makna bahwa baik-buruk, senang-susah, sehat-sakit, adalah ada pada manusia dan
tak dapat dihindari. Kesempurnaan hidup manusia apabila dapat menyeimbangkan
kedua hal itu.
Hubungan Badan dan Roh Menurut Falsafah Tengger Masyarakat Tengger
beranggapan bahwa badan manusia itu hanya merupakan pembungkus sukma
(roh). Sukma adalah badan halus yang bersifat abadi. Jika orang meninggal,
badannya pulang ke pertiwi (bumi), sedangkan sukmanya terbebas dari
mengalami suatu proses penyucian di dalam neraka, dan selama itu mereka
mengembara tidak mempunyai tempat berhenti. Cahaya, api dan air dari arah
timur akan melenyapkan semua kejahatan yang dialami sukma sewaktu berada di
dalam badan.
Masyarakat Tengger percaya bahwa neraka itu terdiri dari beberapa
bagian. Bagian terakhir ialah bagian timur yang disebut juga kawah
candradimuka, yang akan menyucikan sukma sehingga menjadi bersih dan suci
serta masuk surga. Hal ini terjadi pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui
upacara Entas-entas.
Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah Tengger Sesuai dengan ajaran
yang hidup di masyarakat Tengger seperti terkandung dalam ajaran tentang sikap
hidup dengan sesanti panca setia, yaitu: i. setya budaya artinya, taat, tekun,
mandiri; ii. setya wacana artinya setia pada ucapan; iii. setya semàya artinya setia
padajanji; iv. setya laksana artinya patuh, tuhu, taat; v. setya mitra artinya setia
kawan.
Ajaran tentang kesetiaan berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat
Tengger. Hal ini tampak pada sifat taat, tekun bekerja, toleransi tinggi, gotong-
royong, serta rasa tanggung jawab. umpamanya menunjukkan bahwa pada
umumnya mereka bekerja di ladangnya dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore setiap
hari secara tekun. Sikap gotong-royongnya terlihat pula pada waktu mendirikan
pendopo agung di Tosari, adalah sebagai hasil jerih payah rakyat membuat jalan
sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 1971-1976). Demikian pula
tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sosial tercermin pada kesadaran
rakyat untuk ikut serta menjaga keamanan, serta merelakan sebagian tanahnya
apabila terkena pembangunan jalan.
Sifat lain yang positif adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap
perkembangan, yaitu kesediaan mereka untuk menerima orang asing atau orang
lain, meskipun mereka tetap pada sikap yang sesuai dengan identitasnya sebagai
orang Tengger. Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada sikap bahwa pria
adalah sebagai pengayom bagi wanita, yaitu ngayomi, ngayani, ngayemi, artinya
memberikan perlindungan, memberikan nafkah, serta menciptakan suasana
tenteram dan damai.
Sikap dan Pandangan Hidup Pandangan tentang Perilaku Sikap dan
pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya, yaitu waras (sehat),