Top Banner
SUKU TENGGER Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa timur yakni menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dan kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 500 ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalah suku jawa namun terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara keduanya, terutama dari sistem kebudayaannya. KEADAAN GEOGRAFIS Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke selatan; 20-30 km dan timur ke barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger teletak pada bagian dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing- tebing yang curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak pada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung Bromo, dengan ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah selatan menjulang puncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m. Wilayah adat
31

SUKU TENGGER

Jun 29, 2015

Download

Documents

Chrisnia Octovi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SUKU TENGGER

SUKU TENGGER

Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa

timur yakni menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten

probolinggo, dan kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 500

ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat

dengan suku tengger adalah suku jawa namun terdapat perbedaan yang sangat

menonjol antara keduanya, terutama dari sistem kebudayaannya.

KEADAAN GEOGRAFIS

Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke selatan; 20-30 km

dan timur ke barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger

teletak pada bagian dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang

dan Lumajang. Tipe permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing-

tebing yang curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak

pada ketinggian 2300 m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung Bromo,

dengan ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah selatan menjulang puncak

Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.

Wilayah adat

Wilayah Adat Suku Tengger terbagi menjadi dua wilayah yaitu Sabrang

Kulon (Brang Kulon diwakili oleh Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten

Pasuruan) dan Sabrang Wetan (Brang Wetan diwakili oleh Desa

Ngadisari,Wanantara,Jetak Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo).

Perwakilan oleh Desa T osari dan tiga Desa tersebut mengacu pada Prosesi

Pembukaan Upacara Karo yang sekaligus membukla Jhodang Wasiat / Jimat

Klontong. Adapun Desa – Desa yang merupakan Komunitas Suku Tengger adalah

Sebagai Berikut: Desa Ngadas, Wanatara, Jetak, dan Ngadisari (Kecamatan

Sukapura Kabupaten Probolinggo), Desa Wanakersa, Ledokombo, Pandansari

(Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo), Desa Tosari, Baledono, Sedaeng,

Wonokitri, Ngadiwono, Kandangan, Mororejo (Kecamatan Tosari Kabupaten

Page 2: SUKU TENGGER

Pasuruan), Desa Keduwung ( kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan), Desa

Ngadirejo, Ledok Pring (Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan), Desa Ngadas

(Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang),dan Desa Ranupani (Kecamatan

Senduro Kabupaten Lumajang).

Keadaan tanah dan tanam-tanaman

Keadaan tanah daerah Tengger gembur seperti pasir, namun cukup subur.

Tanaman keras yang tumbuh terutama adalah agathis laranthifolia, pinus merkusii,

tectona, grandis leucaena, dan swietenia altingia excelsa, anthocepalus cadamba.

Di kaki bukit paling atas ditumbuhi pohon cemara sampai di ketinggian 3000 dpl

yaitu lereng Gunung Semeru. Tumbuhan utamanya adalah pohon-pohonan yang

tinggi, pohon elfin dan pohon cemara, sedangkan tanam-tanaman pertanian

terutama adalah kentang, kubis, wortel, jagung,bawang prei (plompong tengger)

dsb.

Jenis hewan

Jenis hewan piaraan yang ada antara lain lembu, kambing, babi dan ayam

kampung. Jenis binatang yang hidup secara liar di hutan-hutan adalah babi hutan

(sus scrofa) rusa timur (cervus timorensis), serigala atau (muncak muntiacus), dan

berkembang pula jenis macam tutul (panthera pardus), terdapat pula species

burung-burungan, misalnya burung air.

Iklim dan cuaca

Iklim daerah Tengger adalah hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi

antara bulan Mei-Oktober. Curah hujan di Sukapura sekitar 1800 mm, sedangkan

musim hujan terjadi pada bulan November-April, dengan persentase 20 hari/lebih

hujan turun dalam satu bulan. Suhu udara berubah-ubah, tergantung ketinggian,

antara 3º - 18º Celsius. Selama musim hujan kelembaban udara rata-rata 80%.

Temperaturnya sepanjang hari terasa sejuk, dan pada malam hari terasa dingin.

Pada musim kemarau temperatur malam hari terasa lebih dingin daripada musim

Page 3: SUKU TENGGER

hujan. Pada musim dingin biasanya diselimuti kabut tebal. Di daerah

perkampungan, kabut mulai menebal pada sore hari. Di daerah sekitar puncak

Gunung Bromo kabut mulai menebal pada pagi hari sebelum fajar menyingsing.

ASAL USUL DAN SEJARAH

Suku Tengger yang beragama Hindu hidup di wilayah Gunung Bromo,

Jawa Timur. Ada banyak makna yang dikandung dari kata Tengger. Secara

etimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak (Jawa). Bila

dikaitkan dengan adat dan kepercayaan, arti tengger adalah tengering budi luhur.

Artinya tanda bahwa warganya memiliki budi luhur. Makna lainnya adalah:

daerah pegunungan. Tengger memang berada pada lereng pegunungan Tengger

dan Semeru. Ada pula pengaitan tengger dengan mitos masyarakat tentang suami

istri cikal bakal penghuni wilayah Tengger, yakni Rara Anteng dan Joko Seger

Hikayat Rara Anteng dan Jaka Seger. Alkisah, pada zaman dahulu, ada seorang

putri Raja Brawijaya dengan Permaisuri Kerajaan Majapahit. Namanya Rara

Anteng. Karena situasi kerajaan memburuk, Rara Anteng mencari tempat hidup

yang lebih aman. Ia dan para punggawanya pergi ke Pegunungan Tengger. Di

Desa Krajan, ia singgah satu windu, kemudian melanjutkan perjalanan ke

Pananjakan. Ia menetap di Pananjakan dan mulai bercocok tanam. Rara Anteng

kemudian diangkat anak oleh Resi Dadap, seorang pendeta yang bermukim di

Pegunungan Bromo.

Sementara itu, Kediri juga kacau sebagai akibat situasi politik di

Majapahit. Joko Seger, putra seorang brahmana, mengasingkan diri ke Desa

Kedawung sambil mencari pamannya yang tinggal di dekat Gunung Bromo. Di

desa ini, Joko Seger mendapatkan informasi adanya orang-orang Majapahit yang

menetap di Pananjakan. Joko Seger pun melanjutkan perjalanannya sampai

Pananjakan.

Joko Seger tersesat dan bertemu Rara Anteng yang segera mengajaknya ke

kediamannya. Sesampai di kediamannya, Rara Anteng dituduh telah berbuat

serong dengan Joko Seger oleh para pinisepuhnya. Joko Seger membela Rara

Anteng dan menyatakan hal itu tidak benar, kemudian melamar gadis itu.

Page 4: SUKU TENGGER

Lamaran diterima. Resi Dadap Putih mengesahkan perkawinan mereka.Sewindu

sudah perkawinan itu namun tak juga mereka dikaruniai anak. Mereka bertapa 6

tahun dan setiap tahun berganti arah. Sang Hyang Widi Wasa menanggapi semedi

mereka. Dari puncak Gunung Bromo keluar semburan cahaya yang kemudian

menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan Joko Seger. Ada pawisik mereka akan

dikaruniai anak, namun anak terakhir harus dikorbankan di kawah Gunung

Bromo.

Pasangan ini dikarunia 25 anak sesuai permohonan mereka, karena wilayah

Tengger penduduknya sangat sedikit. Putra terakhir bernama R Kusuma.

Bertahun-tahun kemudian Gunung Bromo mengeluarkan semburan api sebagai

tanda janji harus ditepati. Suami istri itu tak rela mengorbankan anak bungsu

mereka. R Kusuma kemudian disembunyikan di sekitar Desa Ngadas. Namun

semburan api itu sampai juga di Ngadas. R Kusuma lantas pergi ke kawah

Gunung Bromo. Dari kawah terdengar suara R Kusuma supaya saudara-

saudaranya hidup rukun. Ia rela berkorban sebagai wakil saudara-saudaranya dan

masyarakat setempat. Ia berpesan, setiap tanggal 14 Kesada, minta upeti hasil

bumi. Cerita lain menunjukkan saudara-saudara R Kusuma menjadi penjaga

tempat-tempat lain. Kini upacara itu terkenal dengan nama Kesada. Pada upacara

Kesada, dukun selalu meriwayatkan kisah Joko Seger – Rara Anteng

BAHASA

Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa

Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang

Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan

tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa

yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari

bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa

tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa

pada umumnya. Mereka menggunakan dua tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa

Page 5: SUKU TENGGER

sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap orang

yang lebih tua atau orang tua yang dihormati. Pada masyarakat Tengger tidak

terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti mereka berkedudukan sama. Contoh:

Aku ( Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun , Kamu ( untuk seusia)= Sira ,

Kamu ( untuk yang lebih tua) = Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak ,

Kakek=Wek , Kakak= Kang , Mbak= Yuk

SISTEM PENGETAHUAN

Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju

dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah

disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai

penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.

Sistem Kalender Suku Tengger

Suku Tengger sudah mengenal dan mempunyai sistem kalender sendiri

yang mereka namakan Tahun Saka atau Saka Warsa., jumlah usia kalender suku

tengger berjumlah 30 hari (masing-masing bulan dibulatkan),tetapi ada perbedaan

penyebutan usia hari yaitu antara tanggal 1 sampai dengan 15 disebut tanggal

hari,dan 15 sampai 30 disebut Panglong Hari (penyebutannya adalah Panglong

siji,panglong loro dan seterusnya) . Pada tanggal dan bulan tertentu terdapat

tanggal yang digabungkan yaitu tumbuknya dua tanggal. Pada tanggal

Perhitungan Tahun Saka di Indonesia jatuh pada tanggal 1 (sepisan) sasih kedhasa

(bulan ke sepuluh), yaitu sehari setelah bulan tilem (bulan mati), tepatnya pada

bulan Maret dalam Tahun Masehi. Cara menghitungnya dengan rumus : tiap bulan

berlangsung 30 hari, sehingga dalam 12 bulan terdapat 360 hari. Sedangkan untuk

wuku dan hari pasaran tertentu dianggap sebagai wuku atau hari tumbuk, sehingga

ada dua tanggal yang harus disatukan dan akan terjadi pengurangan jumlah hari

pada tiap tahunnya. Untuk melengkapi atau menyempurnakannya diadakan

perhitungan kembali setiap lima tahun, atau satu windu tahun wuku. Pada waktu

Page 6: SUKU TENGGER

itu ada bulan yang ditiadakan, digunakan untuk mengadakan perayaan Unan-unan,

yang kemudian tanggal dan bulan seterusnya digunakan untuk memulai bulan

berikutnya, yaitu bulan Dhesta atau bulan ke-sebelas. MECAK (Perhitungan

Kalender Tengger ),istilah mecak biasanya digunakan untuk menghitung atau

mencari tanggal yang tepat untuk melaksankan Upacara-upacara besar seperti

Karo,Kasada maupun Upacara Unan-unan. Setiap Dukun Sepuh telah mempunyai

persiapan atau catatan tanggal hasil Mecak untuk tiap – tiap Upacara yang akan

dilaksanakan sampai lima tahun ke depan.

NAMA – NAMA HARI SUKU TENGGER.

1. Dhite : minggu

2. Shoma : senin

3. Anggara : selasa

4. Budha : r a b u

5. Respati : kamis

6. Sukra : jum’at

7. Tumpek : sabtu

NAMA – NAMA BULAN SUKU TENGGER

1. Kartika : kasa

2. Pusa : karo

3. Manggastri : katiga

4. Sitra : kapat

Page 7: SUKU TENGGER

5. Manggakala : kalima

6. Naya : kanem

7. Palguno : kapitu

8. Wisaka : kawolu

9. Jito : kasanga

10. Serawana : kasepoloh

11. Pandrawana : destha

12. Asuji : kasada

Adapun tahun yang digunakan adalah tahun saka ( caka ).

Sifat dan sikap suku tengger

Konsep tentang Manusia Menurut Falsafah Tengger Sifat Umum Di dalam

kehidupan sehari-hari orang Tengger mempunyai kebiasaan hidup sederhana, rajin

dan damai. Mereka adalah petani. Ladang mereka di lereng-lereng gunung dan

puncak-puncak yang berbukit-bukit. Alat pertanian yang mereka pakai sangat

sederhana, terdiri dari cangkul,sabit dan semacamnya. Hasil pertaniannya itu

terutama adalah jagung, kopi, kentang, kubis, bawang prei, Wortel dsb.

Kebanyakan mereka bertempat tinggal jauh dari ladangnya, sehingga harus

membuat gubuh-gubuk sederhana di ladangnya untuk berteduh sementara waktu

siang hari. Mereka bekerja sangat rajin dan pagi hingga petang hari di ladangnya.

Pada umumnya masyarakat Tengger hidup sangat sederhana dan hemat.

Kelebihan penjualan hasil ladang ditabung untuk perbaikan rumah serta keperluan

Page 8: SUKU TENGGER

memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya. Kehidupan masyarakat Tengger

sangat dekat dengan adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya

secara turun-temurun. Dukun berperan penting dalam melaksanakan upacara

Adat. Dukun berperan dalam segala pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan,

kematian atau kegiatan-kegiatan lainnya. Dukun sebagai tempat bertanya untuk

mengatasi kesulitan ataupun berbagai masalah kehidupan.

Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan kedamaian dan

kondisi masyarakatnya sangat aman. Segala masalah dapat diselesaikan dengan

mudah atas peranan orang yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan

sistem musyawarah. Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan oleh

Petinggi ( Kepala Desa) dan biasanya mereka patuh. Apabila cara ini tidak juga

menolong, maka si pelaku pelanggaran itu cukup disatru (tidak diajak bicara) oleh

seluruh penduduk. Mereka juga sangat patuh dengan segala peraturan pemerintah

yang ada, seperti kewajiban membayak pajak, kerja bakti dan sebagainya.

Asal-Usul Manusia menurut Falsafah Tengger Ajaran tentang asal-usul

manusia adalah seperti terdapat pada mantra purwa bhumi. Sedangkan tugas

manusia di dunia ini dapat dipelajari melalui cara masyarakat Tengger memberi

makna kepada aksara Jawa yang mereka kembangkan. Adapun makna yang

dimaksudkan adalah seperti tersebut dibawah ini.

h.n.c.r.k : hingsun nitahake cipta, rasa karsa, d,t,s,w,l : dumadi tetesing sarira wadi

laksana, p, dh, j, y, ny : panca dhawuh jagad yekti nyawiji, m, g, b, th, ng :

marmane gantia binuka thukul ngakasa.

Apabila diartikan secara harfiah kurang lebih sebagai berikut: “Tuhan

Yang Maha Esa menciptakan cahaya, rasa dan kehendak pada manusia, (manusia)

dijadikan melalui badan gaib untuk melaksanakan lima perintah di dunia dengan

kesungguhan hati, agar saling terbuka tumbuh (berkembang) penuh kebebasan

(ngakasa ‘menuju alam bebas angkasa’)”.

Page 9: SUKU TENGGER

Pada hakikatnya manusia adalah ciptaan Tuhan, yang dilahirkan dari tidak

ada menjadi ada atau dari alam gaib, untuk mengemban tugas di dunia ini

melaksanakan lima perintah-Nya dengan menyatukan diri pada tugasnya, agar di

dunia ini tumbuh keterbukaan dan perkembangan menuju kesempurnaan.

Masih ada lagi tafsiran tentang aksara Jawa yang dikaitkan dengan cerita

tentang Aji Saka, yaitu bahwa ada utusan, yang keduanya saling bertengkar

(berebut kebenaran). Keduanya sama kuatnya (sama-sama berjaya), yang akhirnya

keduanya mengalami nasib yang sama, yaitu menjadi mayat. Hal ini mengandung

makna bahwa baik-buruk, senang-susah, sehat-sakit, adalah ada pada manusia dan

tak dapat dihindari. Kesempurnaan hidup manusia apabila dapat menyeimbangkan

kedua hal itu.

Hubungan Badan dan Roh Menurut Falsafah Tengger Masyarakat Tengger

beranggapan bahwa badan manusia itu hanya merupakan pembungkus sukma

(roh). Sukma adalah badan halus yang bersifat abadi. Jika orang meninggal,

badannya pulang ke pertiwi (bumi), sedangkan sukmanya terbebas dari

mengalami suatu proses penyucian di dalam neraka, dan selama itu mereka

mengembara tidak mempunyai tempat berhenti. Cahaya, api dan air dari arah

timur akan melenyapkan semua kejahatan yang dialami sukma sewaktu berada di

dalam badan.

Masyarakat Tengger percaya bahwa neraka itu terdiri dari beberapa

bagian. Bagian terakhir ialah bagian timur yang disebut juga kawah

candradimuka, yang akan menyucikan sukma sehingga menjadi bersih dan suci

serta masuk surga. Hal ini terjadi pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui

upacara Entas-entas.

Hubungan Antar-manusia Menurut Falsafah Tengger Sesuai dengan ajaran

yang hidup di masyarakat Tengger seperti terkandung dalam ajaran tentang sikap

hidup dengan sesanti panca setia, yaitu: i. setya budaya artinya, taat, tekun,

mandiri; ii. setya wacana artinya setia pada ucapan; iii. setya semàya artinya setia

Page 10: SUKU TENGGER

padajanji; iv. setya laksana artinya patuh, tuhu, taat; v. setya mitra artinya setia

kawan.

Ajaran tentang kesetiaan berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat

Tengger. Hal ini tampak pada sifat taat, tekun bekerja, toleransi tinggi, gotong-

royong, serta rasa tanggung jawab. umpamanya menunjukkan bahwa pada

umumnya mereka bekerja di ladangnya dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore setiap

hari secara tekun. Sikap gotong-royongnya terlihat pula pada waktu mendirikan

pendopo agung di Tosari, adalah sebagai hasil jerih payah rakyat membuat jalan

sepanjang 15 km dari Tosari menuju Bromo (tahun 1971-1976). Demikian pula

tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sosial tercermin pada kesadaran

rakyat untuk ikut serta menjaga keamanan, serta merelakan sebagian tanahnya

apabila terkena pembangunan jalan.

Sifat lain yang positif adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap

perkembangan, yaitu kesediaan mereka untuk menerima orang asing atau orang

lain, meskipun mereka tetap pada sikap yang sesuai dengan identitasnya sebagai

orang Tengger. Hubungan antara pria dan wanita tercermin pada sikap bahwa pria

adalah sebagai pengayom bagi wanita, yaitu ngayomi, ngayani, ngayemi, artinya

memberikan perlindungan, memberikan nafkah, serta menciptakan suasana

tenteram dan damai.

Sikap dan Pandangan Hidup Pandangan tentang Perilaku Sikap dan

pandangan hidup orang Tengger tercermin pada harapannya, yaitu waras (sehat),

wareg (kenyang), wastra (memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah,

tempat tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi, berpengetahuan dan

terampil). Mereka mengembangkan pandangan hidup yang disebut pengetahuan

tentang watak yaitu: i. prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya; ii.

prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana; iii. pranata berarti senantiasa patuh

pada raja, berarti pimpinan atau pemerintah; iv. prasetya berarti setya; v. prayitna

berarti waspada.

Page 11: SUKU TENGGER

Atas dasar kelima pandangan hidup tersebut, masyarakat Tengger

mengembangkan sikap kepribadian tertentu sesuai dengan kondisi dan

perkembangan yang ada. Antara lain mengembangkan sikap seperti kelima

pandangan hidup tersebut, di samping dikembangkan pula sikap lain sebagai

perwujudannya.

Mereka mengembangkan sikap rasa malu dalam arti positif, yaitu rasa

malu apabila tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Begitu mendalamnya rasa

malu itu, sehingga pernah ada kasus (di Tosari) seorang warga masyarakat yang

bunuh diri hanya karena tidak ikut serta dalam kegiatan gotong-royong.

Sikap toleransi mereka tercermin pada kenyataan bahwa mereka dapat

bergaul dengan orang beragama lain, ataupun kedatangan orang beragama lain.

Dalam keagamaan mereka tetap setia kepada agama yang telah dimiliki namun

toleransi tetap tinggi, sebab mereka lebih berorientasi pada tujuan, bukan pada

cara mencapai tujuan. Pada dasarnya manusia itu bertujuan satu, yaitu mencapai

Tuhan, meskipun jalannya beraneka warna. Sikap toleransi itu tampak pula dalam

hal perkawinan, yaitu sikap orang tua yang memberikan kebebasan bagi para

putra-putrinya untuk memilih calon istri atau suaminya. Pada dasarnya

perkawinan bersifat bebas. Mereka tetap dapat menerima apabila anak-anaknya

ada yang berumah tangga dengan wanita atau pria yang berlainan agama

sekalipun. Namun dalam hal melaksanakan adat, pada umumnya para generasi

muda masih tetap melakukannya sesuai dengan adat kebiasaan orang tuanya.

Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tata tentrem (tidak

banyak risiko), aja jowal-jawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras,

dan tetap mempertahankan tanah milik secara turun-temurun. Sikap terhadap kerja

adalah positif dengan titi luri-nya, yaitu meneruskan sikap nenek moyangnya

sebagai penghormatan kepada leluhur.

Sikap terhadap hasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk mengumpulkan

harta demi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong sesamanya. Dengan

Page 12: SUKU TENGGER

demikian, dalam masyarakat Tengger tidak pernah terjadi kelaparan. Untuk

mencapai keberhasilan dalam hidup semata-marta diutamakan pada hasil kerja

sendiri, dan mereka menjauhkan diri dari sikap nyadhang (menengadahkan

telapak tangan ke atas).

Masyarakat Tengger mengharapkan generasi mudanya mampu mandiri

seperti ksatria Tengger. Orang tua tidak ingin mempunyai anak yang memalukan,

dengan harapan agar anak mampu untuk mikul dhuwur mendhem jero, yaitu

memuliakan orangtuanya. Sikap mereka terhadap perubahan cukup baik, terbukti

mereka dapat menerima pengaruh model pakaian, dan teknologi, serta perubahan

lain yang berkaitan dengan cara mereka mengharapkan masa depan yang lebih

baik dan berkeyakinan akan datangnya kejayaan dan kesejahteraan

masyarakatnya. Siklus Hidup Menurut Falsafah Tengger

Ada 3 (tiga) tahap penting siklus kehidupan menurut pandangan

masyarakat Tengger, yakni: 1. umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan

lambang bramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan; 2. usia 21 (wanita)

atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambing griasta, masa yang tepat untuk

membangun rumah dan mandiri; 3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka,

membangun diri sebagai manusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa

akhir hidupnya. Pada masa griasta ada ungkapan yang berbunyi kalau masih

mentah sama adil, kalau sudah masak tidak ada harga, yang dimaksudkan adalah

hendaklah manusia itu pada waktu mudanya bersikap adil dan masa dewasa

menyiapkan dirinya untuk masa tuanya dan hari akhirnya.

Pertunangan dan Perkawinan Pada umumnya masyarakat Tengger

mempunyai pendirian yang cukup bermoral atas perkawinan. Poligami dan

perceraian boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Perkawinan di bawah umur juga

jarang terjadi. Dalam pertunangan (pacangan), lamaran dilakukan oleh orangtua

pria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antara kedua calon, atas dasar rasa

senang kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka

orangtua pihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria untuk

Page 13: SUKU TENGGER

menanyakan persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabila orangtua pihak pria

telah menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untuk

menyampaikan ikatan (peningset) dan menentukan hari perkawinan yang disetujui

oleh kedua belah pihak. Sesudah itu barulah upacara perkawinan dilakukan.

Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat kepada

dukun mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun akan

memberikan saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat, ‘papan’ tempat

pelaksanaan perkawinan, dan sebagainya. Setelah hari untuk upacara perkawinan

ditentukan, maka diawali selamatan kecil (dengan sajian bubur merah dan bubur

putih). Sebagai kelengkapan upacara perkawinan, maka pasangan pengantin

diarak (upacara ngarak) keliling, diikuti oleh empat gadis dan empat jejaka

dengan diiringi gamelan. Pada upacara perkawinan pengantin wanita memberikan

hadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengan tembakau, rokok dan lain,

sedangkan pengantin pria memberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi

buah-buahan, beras dan mas kawin.

Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak diwakili oleh seorang

utusan. Para wakil mengadakan pembicaraan mengenai kewajiban dalam

perkawinan dengan disaksikan oleh seoran dukun. Pada upacara pernikahan

dibuatkan petra (petara: boneka sebagai tempat roh nenek moyang) supaya roh

nenek moyangnya bisa hadir menyaksikan. Biasanya setelah melakukan

perkawinan kemanten pria harus tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.

Hak Waris Pada dasarnya masyarakat Tengger mempertahankan hak waris tanah

untuk anak keturunan mereka saja. Apabila ada keluarga yang terpaksa menjual

hak tanah, diusahakan untuk dibeli oleh keluarga yang terdekat. Pewarisan kepada

anak-turunannya ditentukan oleh kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar

aturan ketat yang dibakukan.

Tata Rumah Rumah penduduk Tengger dibangun di atas tanah, yang

sedapat mungkin dipilih pada daerah datar, dekat air, atau kalau terpaksa dipilih

tanah yang dapat dibuat teras, dan jauh dan gangguan angiñ. Rumah-rumah

Page 14: SUKU TENGGER

letaknya berdekatan atau menggerombol pada suatu tempat yang dapat dimasuki

dan berbagaf jurusany yang dihubungkan dengan jalan sempit atau gak lebar

antara satu desa dengan desa lain. Desa induk yang disebut Jcrajan biasa-nya

terletak di tengah dengan jaringan jalan-jalan yang menghubungkan dengan desa

lain. Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan selamatan, demikiah pula

apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan lagi. Pada setiap bangunan

yang sedang dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada tiang-

tiang, berupa makanan, ketupat, lepet, pisang raja dan lain-lain. Bangunan rumah

orang Tengger biasanya luas sebab pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga

bersama-sama, Ada kebiasaan bahwa seorang pria yang baru saja kawin akan

tinggal bersama mertuanya. Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan

atapnya terbuat dan bambu yang dibelah. Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa

ini masyarakat telah mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dan seng,

papan atau genteng.

Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih

tetap ada adalah balai-balai, semacam dipan yang ditaruh di depan rumah. Di

dalam ruangan rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat

dan batu atau semen. Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4 dari panjang

ruangan yang ada. Di dekat perapian terdapat tempat duduk pendek terbuat dari

kayu (dingklik bhs jawa) yang meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan.

Apabila seorang tamu di terima dan dipersilakan duduk di tempat ini

menunjukkan bahwa tamu tersebut diterima dengan hormat.

Selain digunakan untuk penghangat tubuh bagi penghuni rumah, perapian

juga dimanfaatkan untuk mengeringkan jagung, atau bahan makan lainnya yang

memerlukan pengawetan dan ditaruh di atas paga. Dekat tempat perapian itu

terdapat pula alat-alat dapur, lesung, dan tangga. Halaman rumah mereka pada

umumnya sempit (kecil) dan tidak ditanami pohon-pohonan. Di halaman itu pula

terdapat sigiran, tempat untuk menggantungkan jagung yang belum dikupas.

Selain itu, sigiran dimanfaatkan untuk menyimpan jagung, sehingga juga

berfungsi sebagai lumbung untuk menyimpan sampai panen mendatang.

Page 15: SUKU TENGGER

TEKNOLOGI

Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi

yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga

cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti

suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka,

maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri juga

memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di

lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.

SISTEM AGAMA DAN RELIGI

Agama yang dianut sebagian besar suku tengger adalah Hindu, Islam dan

Kristen. Masyarakat tengger dikenal taat dengan aturan agama Hindu. Mereka

yakin merupakan keturunan langsung dari majapahit. Gungung brahma (Bromo)

dipercayai sebagai gunung suci dengan mengadakan berbagai macam upacra-

upacara yang dipimpin oleh seorang dukun yang sangat dihormati dan disegani.

Masyarakat tengger bahkan lebih memilih tidak mempunyai kepala pemerintahan

desa dari pada tidak memiliki pemimpin ritual. Para dukun pandita tidak bisa di

jabat oleh sembarang orang, banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebagai

perantara doa-doa mereka. Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat tengger

diantaranya :

a. Yahya kasada, Upacara ini ilakukan pada 14 bulan kasada, mereka membawa

ongkek yang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternak dan sebagainya. Lalu

dilemparkan kekawah gunung bromo agar mendapatkan berkah dan diberikan

keselamatan oleh yang maha kuasa.

b. Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakat tngger aalah upacara karo atau

hari raya karo. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita dengan membeli

pakaian baru, perabotan, makan, minuman, melimpah, dengan tujuan mengadakan

pemujaan terhadap sang Hyang Widi Wasa.

Page 16: SUKU TENGGER

c. Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat, bertujuan untuk memohon brekah

keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.

d. Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan, masyarakat mengirimkan sesaji

ke kepala desa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi, air, api, angin, matahari,

bulan dan bintang.

e. Upacara kasanga, jatuh pada bulan kesembilan. Masyarakat berkelilling desa

dengan membunyikan kentongan dan membawa obor tujuannya adalah memohon

keselamatan.

f. Upacara kasada, Jatuh pada saat bulan Purnama (ke dua belas) tahun saka,

Upacara ini isebut sebagai upacara kuban

g. Upacara Unan, Unan, diadakan lima tahun sekali dengan tujuan mengaaan

penghormatan terhadap roh leluhur.

Peralatan upacara

Baju Adat Tengger Hitam, sehelai kain baju tanpa jahitan,Udeng dan kain

Selempang berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan yang diperoleh sebagai

warisan dari nenek moyang Suku Tengger. Prasen, berasal dari kata rasi atau praci

(Sansekerta) yang berarti zodiak. Prasen ini berupa mangkuk bergambar binatang

dan zodiak. Beberapa prasen yang dimiliki oleh para dukun berangka tahun Saka:

1249, 1251, 1253, 1261; dan pada dua prasen lainnya terdapat tanda tahun Saka

1275. Tanda tahun ini menunjukkan masa berkuasanya pemerintahan Tribhuwana

Tunggadewi di Majapahit. Tali sampet, terbuat dari kain batik, atau kain berwarna

kuning yang dipakai oleh Dukun Tengger. Genta, keropak dan prapen, sebagai

pelengkap upacara.

ORGANISASI SOSIAL

Page 17: SUKU TENGGER

Perkawinan

Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku

Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun,

pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya

endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda

jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai

penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah

adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang

baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan

kerabat istri.

Sistem Kekerabatan

Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik garis keturunan

berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok

kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan

anak-anak.

Sistem Kemasyarakatan

Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang

masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh

perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger

amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat

administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat

Page 18: SUKU TENGGER

Tengger. Masyarakat Tengger mengangkat masyarakat lain dari luar masyarakat

Tengger sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya bisa menjadi warga

kehormatan di masyarakat Tengger. Masyarakat muslim Tengger biasanya tinggal

di desa-desa yang agak bawah sedangkan Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang

ada di atasnya.

MATA PENCAHARIAN

Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di

ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada

orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau,

dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada

sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di

Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang

mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.

KESENIAN

Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang ditampilkan pada perayaan

Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh

dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar

budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa

- Seni Tari

Tari yang biasa dipentaskan adalah tari Roro Anteng dan Joko Seger yang dimulai

sebelum pembukaan upacara Kasada.

- Seni bangunan

Bangunan untuk peribadatan berupa pura disebut punden, danyam, dan poten.

Poten adalah sebidang tanah dilautan pasir sebagai tempat berlangsungnya

upacara Kasada. Poten dibagi menjadi tiga mandala atau zone yaitu :

Page 19: SUKU TENGGER

1. mandala utama disebut jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan yang terdiri

dari padma, bedawang, nala, bangunan sekepat, dan kori agung candi bentar.

2. mandala madya atau zone tengah, disebut juga jaba tengah yaitu tempat

persiapan pengiring upacara yang terdiri dari kori agung candi bentar bale

kentongan, dan Bale Bengong.

3. mandala nista atau zone depan, disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralhian dari

luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar dan bangunan

penunjang lainnya.

NILAI-NILAI BUDAYA

Orang Tengger sangat dihormati oleh masyarakat Tengger karena mereka

selalu hidup rukun, sederahana, dan jujur serta cinta damai. Orang Tenggr suka

bekerja keras, ramah, dan takut berbuat jahat seperti mencuri karena mereka

dibayangi adanya hukum karma apabila mencuri barang orang lain maka akan

datang balasan yaitu hartanya akan hilang lebih banyak lagi. Orang Tengger

dangat menghormati Dukun dan Tetua adat mereka.

DAFTAR PUSTAKA

AnneAhira.com diunduh 3 Januari 2011

www.wikipedia.com diunduh 5 Januari 2011

http://m.detik.com diunduh 5 Januari 2011

Page 20: SUKU TENGGER

Simanhadi, Widyaprakoso, 1994, Masyarakat Tengger: Latar Belakang Daerah Taman

Nasional Bromo, Yogyakarta, Kanisius.

Koentjaraningrat, 1989, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Aksara Baru.

umkm-pasuruankab.com diunduh 8 Januari 2011

KARANGAN ETNOGRAFI

SUKU TENGGER

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Antropologi

Dosen Pengampu : Isawati, S.Pd

Disusun Oleh:

ESTI PRAMIATI

K4408032

Page 21: SUKU TENGGER

PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011