Top Banner
STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Imam Mualim Kusuma Hadi NIM : E.0003348 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
89

STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Aug 25, 2018

Download

Documents

doanthuy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN

DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

(KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Imam Mualim Kusuma Hadi NIM : E.0003348

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2008

Page 2: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana
Page 3: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM

ISLAM

Disusun oleh :

IMAM MUALIM KUSUMA HADI NIM : E.0003348

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Rofikah, S.H., M.H. M. Adnan, S.H., M.Hum. NIP. 131 287 424 NIP. 131 411 014

Page 4: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM

ISLAM

Disusun oleh : IMAM MUALIM KUSUMA HADI

NIM : E. 0003348

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada : Hari : Tanggal :

TIM PENGUJI

1. Sabar Slamet, S.H.,M.H. : …………………………………….. Ketua 2. M. Adnan, S.H.,M.Hum. : …………………………………….. Sekretaris 3. Rofikah, S.H.,M.H. : …………………………………….. Anggota

MENGETAHUI Dekan,

Moh. Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 131 570 154

Page 5: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Kata Pengantar

Bismillahirrohmanirrohiim

Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji dan syukur senantiasa penulis

panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul :

“STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN DALAM

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN

HUKUM ISLAM”

Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

pembunuhan yang diatur dalam KUHP dan yang diatur menurut hukum Islam.

Dimana kedua sistem hukum tersebut terdapat perbedaan dalam memberikan

sanksi terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini tidak akan terwujud tanpa

adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret dan selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu

memberikan nasehat dan masukan akademis pada penulis

2. Ibu Rofikah S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang

membimbing, mengarahkan, dan menerima kehadiran penulis untuk

berkonsultasi dengan tangan terbuka hingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan hukum ini.

3. Bapak M. Adnan S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dan

Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan

pengarahan kepada penulis dalam rangka penyelesaian penulisan hukum ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen beserta segenap karyawan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret.

Page 6: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

5. Keluarga besarku, semua adik dan kakakku, dan semua keponakanku, terima

kasih atas dukungannya.

6. Untuk seseorang yang jauh dimata dekat dihati “Ayi” yang senantiasa

menemani dan memotivasi dalam segala suasana.

7. Sahabat-sahabatku : A’an, Dwek, Sebastian, Syarif (Grd), Muhammad, Dian,

Ratih, Ratri, Reny, Rini, Adit (Kprz), dan seluruh teman-teman seperjuangan

terima kasih atas dukungannya.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam bentuk sekecil apapun demi

kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Surakarta, Juni 2008

Penulis.

Page 7: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI....................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ......................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

E. Metode Penelitian............................................................................. 6

F. Sistematika Penulisan Hukum.......................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 11

A. Kerangka Teori................................................................................. 11

1. Tinjauan mengenai Hukum Pidana ............................................. 11

a Pengertian Hukum Pidana..................................................... 11

b Pengertian Tindak Pidana .................................................... 13

c Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana........................................ 14

d Tinjauan tentang Teori Pemidanaan ..................................... 15

e Jenis-jenis Hukuman atau Sanksi dalam Hukum Pidana ...... 16

2. Tinjauan mengenai Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) .......................................................................... 19

a Sejarah berlakunya KUHP di Indonesia ............................... 19

b Sistematika KUHP ................................................................ 21

3. Tinjauan mengenai Hukum Islam ............................................... 21

a Pengertian Islam.................................................................... 21

b Sumber-sumber Hukum Islam .............................................. 23

Page 8: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

c Tinjauan mengenai jinayat.................................................... 25

4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan............................ 29

B. Kerangka Pemikiran......................................................................... 30

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 33

A. Hasil Penelitian ................................................................................ 33

1. Tinjauan Sanksi Pidana Pembunuhan menurut KUHP............... 33

a Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan dengan Sengaja 34

b Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Tidak dengan

Sengaja .................................................................................. 44

2. Tinjauan Sanksi Pidana Pembunuhan menurut Hukum Islam.... 45

a Pembunuhan yang Dilakukan dengan Sengaja (‘amad) ....... 45

b Pembunuhan yang Dilakukan dengan Tidak Sengaja (khatha’) 49

c Pembunuhan yang Dilakukan dengan Serupa Sengaja (syabah

‘amad) ................................................................................... 51

B. Pembahasan...................................................................................... 54

1. Pembunuhan yang Disengaja ...................................................... 56

2. Pembunuhan tidak Disengaja...................................................... 71

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 77

A. Simpulan .......................................................................................... 77

B. Saran................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 9: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem hukum Indonesia sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku di

negara Indonesia adalah sistem aturan yang sangat luas dan komplek, yang

terdiri dari unsur-unsur hukum, dimana diantara unsur hukum yang satu

dengan yang lain saling berhubungan, saling mempengaruhi dan saling

mengisi. Oleh karenanya membicarakan satu bidang atau subsistem hukum

yang berlaku di Indonesia tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, unsur

hukum seperti satu organ yang tidak bisa dipisahkan dari organ yang lain. Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum tentu harus

memiliki hukum nasional sendiri, dimaksudkan sebagai pedoman untuk

melaksanakan roda pemerintahan. Dalam membentuk hukum nasional bangsa

Indonesia mengambil dari tiga sistem hukum. Tiga sistem hukum dimaksud

adalah hukum adat, hukum Islam dan hukum eks-Barat. Setiap negara tentu memiliki sistem hukum yang berbeda-beda. Salah

satu bidang hukum itu adalah hukum pidana. Hukum pidana ialah hukum yang

mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap

kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang

merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Dalam hukum pidana Indonesia,

kita mengenal adanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van

Strafrecht) atau yang sering disebut dengan KUHP, merupakan pokok dari

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum pidana yang

berupa “pelanggaran dan kejahatan” terhadap norma-norma hukum mengenai

kepentingan umum yang berlaku di Indonesia. KUHP memuat peraturan-

peraturan pidana yang berlaku terhadap segenap penduduk dari seluruh

Indonesia, karena ia dibuat oleh Badan Legislatif yang tertinggi dan sesuai

dengan asas unifikasi hukum (C.S.T. Kansil, 1989:260).

Page 10: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Selain hukum pidana, di Indonesia terdapat hukum yang berlaku secara

formal, yaitu hukum adat dan hukum Islam. Namun hukum Islam yang

berlaku di Indonesia umumnya hanya mengatur tentang hal hal yang bersifat

kekeluargaan atau yang mengatur tentang hubungan antar individu, misalnya

masalah perkawinan dan kewarisan, ini pun hanya berlaku bagi warga negara

Indonesia yang beragama Islam. Di Indonesia, hukum Islam tidak mengatur

mengenai hukum pidana Islam atau yang disebut dengan jinayah atau jarimah,

sebab segala sesuatu mengenai hukum pidana yang ada di Indonesia diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Legislatif. Hukum Islam (fiqih) sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku di

Indonesia telah mendapatkan tempatnya dengan jelas ketika mantan Menteri

Kehakiman Ali Said berpidato di depan simposium Pembaharuan Hukum

Perdata Nasional yang diadakan pada tanggal 21 Desember 1981 di

Yogyakarta. Mengenai kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum

nasional, bahwa hukum Islam yang merupakan salah satu komponen tata

hukum Indonesia menjadi salah satu sumber bahan baku bagi pembentukan

hukum nasional. Dengan demikian jelas hukum Islam tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Oleh karenanya untuk

menunjang hal tersebut, birokrasi sebagai pemegang political will harus

senantiasa dapat memperjuangkan akan peranan hukum Islam dalam

pembinaan hukum nasional. Sehingga dengan demikian hukum Islam dapat

mewarnai sekaligus menjiwai setiap perundang-undangan nasional Indonesia

(http://digilib.itb.ac.id). Pada hakekatnya, hukum Islam mencakup berbagai aspek kehidupan

umat manusia, baik yang mengatur mengenai ibadah maupun muamalah.

Dalam bidang Ibadah, hukum Islam mengatur mengenai hubungan manusia

dengan Allah SWT. Sedangkan dalam bidang muamalah, Islam mengajarkan

bagaimana adab dalam hidup bergaul dengan masyarakat atau mengenai hal-

hal yang berhubungan dengan masalah keduniawian. Selain itu, dalam hukum

Islam juga mengatur tentang macam-macam perbuatan yang dilarang menurut

Page 11: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

syara’ (syari’at) atau yang disebut dengan jinayat. Adapun perbuatan yang

termasuk dalam jinayat antara lain, mencuri, berzina, minum-minuman keras,

murtad, pembunuhan, dan masih ada beberapa perbuatan lain yang dilarang

oleh syara’. Dari beberapa contoh jinayat diatas, salah satu perbuatan yang paling

dilarang atau dilaknat oleh Allah SWT ialah membunuh atau menghilangkan

nyawa seseorang. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran Surat An

Nisa’ Ayat 93, yang artinya :

“ Dan barang siapa yang membunuh orang-orang mukmin dengan sengaja

maka balasannya ialah neraka jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah

murka dan mengutuknya dan disediakan azab yang berat untuknya” (Depag

RI, 1971:136)

Selain itu, dalam Hadist Rasulullah SAW, juga disebutkan, yang artinya:

“ Sesungguhnya kehancuran dunia bukan merupakan apa-apa di sisi Allah

dibandingkan dengan pembunuhan terhadap orang mukmin tanpa hak” (H.R.

Ibnu Majah).

Kedua dalil diatas menegaskan bahwa balasan terhadap orang yang

melakukan pembunuhan adalah siksaan yang teramat pedih di akhirat dan di

kutuk oleh Allah SWT. Pembunuhan dapat menghancurkan tata nilai hidup

yang telah dibangun oleh kehendak Allah SWT, dan merampas hak hidup

orang yang menjadi korban. Para ulama mendefinisikan pembunuhan dengan suatu perbuatan

manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Pembunuhan juga merupakan

perbuatan yang kejam, sebab juga berdampak terhadap orang lain yang

ditinggalkannya (korban). Pembunuhan menyebabkan anak-anak menjadi

yatim, istri menjadi janda dan keluarga korban juga merasa kehilangan. “Sebagian fuqaha membagi pembunuhan menjadi dua bagian, yaitu

pembunuhan sengaja dan pembunuhan kesalahan. Pembunuhan sengaja ialah

suatu perbuatan dengan maksud menganiaya dan menyebabkan hilangnya

nyawa orang yang dianiaya. Sedangkan pembunuhan kesalahan ialah suatu

Page 12: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

perbuatan yang menyebabkan kematian yang tidak disertai niat penganiayaan”

(H.A. Djazuli, 2000:121). Begitupula dalam hukum pidana Indonesia, pembunuhan atau

merampas nyawa orang lain juga merupakan salah satu perbuatan pidana

dengan sanksi yang sangat berat. Dalam KUHP tindak pidana pembunuhan

juga dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Pembunuhan yang tidak disengaja ( culpose misdrijven)

2. Pembunuhan yang disengaja atau direncanakan (dolus misdrijven).

Pada pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, ancaman hukumannya

lebih berat daripada yang tidak direncanakan terlebuh dahulu. Pada kedua bidang ilmu hukum tersebut, masing-masing mempunyai

aturan yang berbeda dalam hal sanksi atau hukuman terhadap pelaku tindak

pidana pembunuhan. Dalam hukum pidana Indonesia, pengaturannya

bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan

dalam hukum Islam pengaturannya berdasarkan pada Al Qur’an dan Al

Hadist. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan

meneliti lebih dalam mengenai sanksi tindak pidana pembunuhan yang diatur

dalam KUHP dan yang diatur menurut hukum Islam (syariat Islam). Untuk itu

penulis memilih judul pada penulisan ini adalah : “STUDI KOMPARASI

SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang

akan dikaji dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana perbandingan sanksi

pidana pembunuhan menurut KUHP dan hukum Islam ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

macam, yaitu sebagai berikut :

Page 13: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

1. Tujuan Objektif

Untuk mengetahui perbandingan sanksi pidana pembunuhan

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan hukum Islam.

2. Tujuan Subjektf

a. Untuk memperluas wawasan penulis dalam bidang hukum pidana dan

hukum Islam terutama yang berkaitan dengan masalah perbandingan

sanksi pidana pembunuhan menurut KUHP dan hukum Islam.

b. Mengembangkan daya berpikir dan daya penalaran penulis agar dapat

berkembang sesuai dengan bidang penulis.

c. Untuk memperoleh data-data yang akan penulis pergunakan dalam

penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian harus memiliki manfaat bagi pemecahan masalah

yang diteliti. Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi

teoritis dan praktis. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan pengetahuan ilmu hukum, khususnya hukum

pidana dan hukum Islam terutama yang berkaitan dengan penerapan

sanksi pidana pembunuhan pada kedua bidang hukum tersebut.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk bahan

kuliah hukum pidana dan hukum Islam, terutama yang berkaitan

dengan sanksi pidana pembunuhan yang diatur dalam KUHP dan

hukum Islam.

Page 14: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan

pemikiran, literatur maupun pengetahuan bagi semua pihak yang ingin

meneliti permasalahan yang sama.

b. Meningkatkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, dan

menerapkan ilmu yang diperoleh penulis di bangku kuliah.

E. Metode Penelitian

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari suatu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisnya” (Soerjono

Soekanto, 2006 : 43).

Metode penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah yang

dianggap efektif dan efisien, dan pada umumnya sudah mempola untuk

mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dalam rangka menjawab

masalah yang diteliti secara benar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum doktrinal, karena hukum dikonsepkan sebagai peraturan

perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan disini adalah Al

Quran, Hadist, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang

mempunyai tujuan untuk memaparkan atau menggambarkan secara

lengkap dan sistematis objek yang diteliti, yaitu tentang sanksi pidana

pembunuhan dalam yang diatur dalam KUHP dan hukum Islam.

Page 15: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

3. Pendekatan Penelitian

“Nilai ilmiah suatu pembahasan dan pemecahan masalah terhadap

legal issue yang diteliti sangat tergantung kepada cara pendekatan

(approach) yang digunakan” (Johnny Ibrahim, 2006:299).

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

perbandingan (comparative approach). Pendekatan perbandingan

merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normatif

untuk membandingkan salah satu lembaga hukum dari sistem hukum yang

satu dengan sistem hukum yang lain. Dari perbandingan tersebut dapat

ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaaan kedua sistem hukum

tersebut. Dalam hal ini ialah sistem hukum pidana (KUHP ) dan hukum

Islam.

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya, tetapi

diperoleh dari bahan pustaka, antara lain buku-buku, literatur, peraturan

perundang-undangan, hasil penelitian terdahulu, artikel, internet dan

sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian normatif adalah

sumber data sekunder, yaitu data yang bersumber dari bahan-bahan

kepustakaan, berupa dokumen, buku, laporan, arsip, dan literatur-literatur

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini antara lain : Al

Qur’an, Hadist Rasulullah SAW dan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP).

Page 16: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data sekunder

bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu

terdiri atas : buku- buku teks yang ditulis oleh ahli hukum, dokumen

resmi, karya ilmiah, artikel, dan internet. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, yaitu kamus maupun ensiklopedia.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder dari peraturan

perundang-undangan, buku-buku, dokumen, artikel, dan pengumpulan

data yang diambil melalui internet, yang digunakan sebagai data

penunjang dalam penulisan penelitian hukum.

7. Teknik Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif, teknik analisis data yang

digunakan adalah non statistik. ”Analisis data adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan

menjadi hipotesis kerja seperti yang terdapat di dalam data” (Lexy J.

Moleong, 2002: 103). Teknik analisis data dalam penelitian penting agar

data-data yang sudah terkumpul, kemudian dianalisis agar dapat

menghasilkan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan dari

permasalahan.

Teknis analisis data yang dipergunakan peneliti dalam penelitian

ini adalah teknik analisis data yang bersifat content analysis, yaitu teknik

analisis data dengan cara mengkaji isi suatu data sekunder yang sudah

dikumpulkan agar disusun, kemudian dijelaskan dari materi perundang-

undangan.

Page 17: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

F. Sistemetika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,

maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun

sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab

terdiri dari sub-sub bagian yang dimaksud untuk memudahkan pemahaman

terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum

tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab kedua ini diuraikan mengenai tinjauan tentang

hukum pidana, didalamnya menjelaskan mengenai pengertian

hukum pidana, tindak pidana, fungsi dan tujuan hukum pidana,

tinjauan mengenai teori pemidanaan, jenis-jenis sanksi dalam

hukum pidana. Tinjauan mengenai Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), yang menjelaskan tentang sejarah

berlakunya KUHP di Indonesia dan sistematika KUHP. Tinjauan

mengenai hukum Islam, didalamnya menjelaskan mengenai

pengertian Islam, sumber-sumber hukum Islam, dan tinjauan

mengenai hukum pidana Islam. Terakhir tinjauan mengenai

tindak pidana pembunuhan.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas sekaligus menjawab

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu tentang

perbandingan penerapan sanksi pidana pembunuhan yang diatur

dalam hukum Islam dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP).

Page 18: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan atas

permasalahan yang telah dibahas dan saran dari penulis setelah

melakukan penelitian atas penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 19: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan mengenai Hukum Pidana

a. Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana adalah sistem aturan yang mengatur semua

perbuatan yang tidak boleh dilakukan (yang dilarang untuk dilakukan)

disertai sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar aturan pidana tersebut,

serta tata cara yang harus dilalui bagi para pihak yang berkompeten

dalam penegakannya. Dari isi atau materi yang diatur, hukum pidana terdiri atas

hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum

adalah hukum pidana yang dari sisi subjek atau pelakunya serta dari

jangkauan berlakunya mengatur seluruh manusia yang berada pada

wilayah Indonesia, tanpa pengecualian. Hukum pidana umum pada

prinsipnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP). Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang berlaku bagi

orang-orang yang mempunyai kualifikasi khusus atau tertentu di wilayah Indonesia dan memiliki peraturan yang tersendiri diluar ketentuan yang ada dalam KUHP. Misalnya, hukum pidana militer, dimana hukum pidana ini berlaku bagi anggota militer, hukum pidana ekonomi, yaitu hukum pidana yang berlaku pada bidang perekonomian Indonesia, yaitu semua kegiatan yang mengakibatkan kerugian atau kelemahan perekonomian Indonesia, contoh : korupsi, kejahatan perbankan ( Ilham Bisri, 2004: 40-41).

Menurut Moeljatno, dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana,

pengertian hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum

yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-

aturan untuk:

Page 20: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi

yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan

tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut (Moeljatno, 1980 :1).

Disamping definisi tersebut diatas, Simons memberikan

definisi hukum pidana sebagai berikut :

1) Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam

dengan nestapa yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati

2) Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk

penjatuhan pidana

3) Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan

dan penerapan pidana (Sudarto, 1990: 9). Dalam menentukan definisi hukum pidana menurut ilmu

pengetahuan, Pompe membedakan beberapa golongan pendapat

(Bambang Poernomo, 2000 :19-20) :

1) Hukum pidana adalah hukum sanksi.

Definisi ini diberikan berdasarkan ciri hukum pidana yang

membedakan dengan lapangan hukum yang lain yaitu bahwa

hukum pidana sebenarnya tidak membedakan norma sendiri

melainkan sudah terletak pada lapangan hukum lain, dan sanksi

pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma diluar

hukum pidana.

Page 21: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

2) Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum

mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan

pidananya.

b. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda yaitu Strafbaar feit. Terdapat banyak

perbedaan pendapat dari para ahli hukum mengenai pengertian istilah

Strafbaar feit ini. Pompe merumuskan bahwa suatu Strafbaar feit

sebenarnya adalah suatu tindakan yang menurut rumusan undang-

undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.

Sedanglan Vos merumuskannya sebagai suatu kelakuan manusia yang

diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan (Adami Chazawi,

2005: 72). Menurut Moeljatno, suatu tindak pidana setidaknya harus

mengandung tiga unsur pokok, yaitu :

1) Perbuatan

2) Dilarang oleh aturan hukum

3) Adanya ancaman pidana bagi yang melanggarnya

Apabila terdapat salah satu unsur yang tidak terpenuhi, maka suatu

perbuatan tidak dapat disebut sebagai tindak pidana.

Simons menyebutkan, adanya unsur objektif dan subjektif

dalam tindak pidana, yang termasuk unsur objektif yaitu :

1) Perbuatan orang

2) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu

3) Adanya keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.

Sedangkan unsur subjektif dari tindak pidana ialah :

1) Orang yang mampu bertangguang jawab;

2) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan

dengan kesalahan (Sudarto, 1990 : 41).

Page 22: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

J.E. Jokers memberikan definisi strafbaar feit menjadi dua

pengertian (Bambang Poernomo, 2000 :91) :

1) Definisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu

kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang

2) Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan

pengertian strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan

hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang

yang dapat dipertanggungjawabkan. Dari beberapa definisi tentang strafbaar feit diatas, secara garis

besar dapat diambil dua arti yaitu menunjuk pada perbuatan yang

diancam dengan pidana oleh undang-undang, dan menunjuk kepada

perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan kesalahan

oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

c. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana

Secara umum hukum pidana berfungsi mengatur dan

menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan

terpeliharanya ketertiban umum. Manusia hidup dipenuhi oleh

berbagai kepentingan dan kebutuhan. Dalam rangka memenuhi

kebutuhan dan kepentingan ini, manusia bersikap dan berbuat. Agar

sikap dan perbuatannya tidak merugikan hak dan kepentingan pihak

lain, hukum memberikan batasan-batasan sehingga manusia tidak

sebebas-bebasnya berbuat dan bertingkah laku. Fungsi yang demikian

itu terdapat pada setiap jenis hukum termasuk hukum pidana. Oleh

karena itu, fungsi yang demikian disebut dengan fungsi umum hukum

pidana. Sedangkan secara khusus hukum pidana berfungsi sebagai

berikut :

1) Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang

atau memperkosanya

Page 23: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

2) Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka menjalankan

fungsi negara mempertahankan kepentingan hukum yang

dilindungi

3) Mengatur dan membatasi kekuasan negara dalam rangka

menjalankan fungsi negara mempertahankan kepentingan hukum

yang dilindungi (Adami Chazami, 2005: 16-20). Tujuan hukum pidana (strafrechtscholen) terdapat aliran untuk

maksud dan tujuan dibentuknya peraturan hukum pidana yaitu aliran

klasik dan aliran modern. Menurut aliran klasik, tujuan susunan hukum

pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau

Negara. Sedangkan aliran modern mengajarkan tujuan susunan hukum

pidana itu untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Menurut Van

Bemmelen, bahwa tujuan terakhir hukum pidana adalah menyebutkan

dan melukiskan hal-hal dimana pemerintah atas nama wewenang yang

diberikan oleh masyarakat yang berhubungan dengan ketertiban,

ketenangan, keamanan, perlindungan kepentingan tertentu,

menghindarkan tindakan main hakim sendiri dari pihak penduduk

secara perseorangan atau badan administrasi, serta setiap saat harus

ditegakkan kebenaran (Bambang Poernomo, 2000: 26).

d. Tinjauan tentang Teori Pemidanaan.

Mengenai teori pemidanaan, ada beberapa macam pendapat

mengenai teori ini, namun pada umumnya dikelompokkan menjadi

tiga golongan besar, yaitu :

1) Teori absolut atau teori pembalasan (Vergelding theorien)

Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Negara

berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah

melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan

hukum. Oleh karena itu ia harus diberikan pidana yang setimpal

dengan kejahatan yang telah dilakukannya. Penjatuhan pidana yang

Page 24: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena

penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain.

Salah satu penganut teori ini ialah Immanuel Kant,

berpendapat bahwa dasar hukum pemidanaan harus dicari dari

kejahatan itu sendiri, yang telah menimbulkan penderitaan pada

orang lain, sedang hukuman merupakan tuntutan yang mutlak

(absolut) dari hukum kesusilaan. Disini hukuman itu merupakan

suatu pembalasan yang etis (Leden Marpaung, 2005:105).

2) Teori relatif atau teori tujuan (Doel theorien)

Teori ini berpokok pangkal bahwa pidana adalah alat untuk

menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana

adalah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu

diperlukan pidana. Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya

suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap

terpelihara.

3) Teori gabungan (Vernegings theorien)

Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan

asas pertahanan tata tertib masyarakat. Teori ini dibedakan menjadi

dua golongan besar, yaitu :

a) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi tidak

boleh melampaui batas dan cukup untuk dapatnya

dipertahankannya tata tertib masyarakat

b) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib

masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak

boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana

(Adami Chazami, 2005: 157-166).

e. Jenis-jenis Hukuman atau Sanksi dalam Hukum Pidana

Dalam hukum pidana Indonesia, jenis-jenis hukuman atau

sanksi diatur dalam Pasal 10 KUHP. Pada pasal ini, hukuman pidana

dibedakan menjadi 2(dua) macam, yaitu :

Page 25: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

1) Pidana pokok, yang terdiri dari :

a) Pidana mati

Dalam Pasal 11 KUHP, disebutkan bahwa pelaksanaan

hukuman mati dilakukan dengan cara digantung oleh algojo.

Namun berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964

yang kemudian oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969

ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964

sekarang pelaksanaannya telah diubah dengan cara ditembak

sampai mati.

b) Pidana penjara

Pidana penjara merupakan hukuman yang berbentuk

perampasan kemerdekaan seseorang atau hilangnya

kemerdekaan bagi seseorang. Dalam KUHP menganut 2(dua)

sistem mengenai lamanya pidana penjara, yaitu :

(1) Algemene strafminima

Yaitu batas pidana minimal umum, yang terendah yaitu

1(satu) hari.

(2) Algemene strafmaxima

Yaitu batas pidana maksimal khusus, yang paling lama

yaitu 15 tahun, atau 20 tahun untuk hal-hal tertentu.

c) Kurungan

Sifat pidana kurungan ini sama dengan pidana penjara,

yaitu merampas kemerdekaan bergerak. Pidana kurungan ini

dijatuhkan terhadap orang yang melakukan pelanggaran seperti

yang diatur pada KUHP Buku III. Pidana kurungan paling

singkat adalah 1(satu) hari dan yang paling lama adalah 1(satu)

tahun. Namun dapat diperpanjang menjadi 1(satu) tahun

4(empat) bulan apabila terjadi hal-hal yang memberatkan,

misalnya residive.

Page 26: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

d) Denda.

Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah

dijatuhi pidana denda untuk membayar sejumlah uang tertentu

karena telah melakukan suatu perbuatan pidana. Apabila

terdakwa tidak dapat membayarkan denda tersebut, maka dapat

diganti dengan pidana kurungan subsider, yaitu sekurang-

kurangnya 1(hari) dan paling lama 6(enam) bulan.

e) Pidana tutupan

“Berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 1946

tentang pidana tutupan, pidana ini diberikan bagi para politisi

yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang

dianutnya” (Andi Hamzah, 1986 : 46). 2) Pidana tambahan, yang terdiri dari :

a) Pencabutan hak-hak tertentu

Hak yang dicabut pada sanksi pidana ini ialah hak yang

menurut sifat dan tindak pidananya dilakukan oleh seseorang

yang menyalahgunakan hak tersebut, sehingga tidak pantas

untuk diberikan hak tersebut. Pada Pasal 35 ayat (1) KUHP

disebutkan macam-macam hak yang dapat dicabut tersebut

antara lain :

(1) Hak memagang jabatan pada umumnya atau jabatan yang

tertentu.

(2) Hak memasuki angkatan bersenjata.

(3) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan

berdasarkan aturan-aturan umum.

(4) Hak menjadi penasehat (raadsman) atau pengurus menurut

hukum (gerechtelijke bewindvoerder), hak menjadi wali,

wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas

orang yang bukan anak sendiri.

Page 27: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

(5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian

atau pengampu atas anak sendiri.

(6) Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu.

b) Perampasan barang-barang tertentu

Pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti

halnya pada pidana denda. Barang-barang yang dapat dirampas

terdiri dari 2(dua) macam, yaitu :

(1) Barang-barang yang berasal dari hasil kejahatan yang telah

dilakukan.

(2) Barang-barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan.

c) Pengumuman putusan hakim.

Dalam Pasal 43 KUHP ditentukan bahwa apabila hakim

memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan Kitab

Undang-undang ini atau aturan umum yang lain, maka harus

ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas

biaya terpidana (Andi Hamzah, 1986:52). Jadi pidana tambahan

berupa pengumuman putusan hakim ini hanya dapat dijatuhkan

dalam hal-hal yang ditentukan dalam Undang-undang,

misalnya Pasal 128 ayat (3), Pasal 206 ayat (2), Pasal 261

KUHP.

2. Tinjauan mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

a. Sejarah Berlakunya KUHP di Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), nama aslinya

ialah “Wetboek van Strafrecht voor Nedherlandsch Indie” (WvS),

sebuah Titah Raja (Koninklijk Besluit atau disingkat K.B), tanggal 15

Oktober 1915 nomor 33 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

1918. KUHP ini merupakan kopian atau turunan dari Wetboek van

Strafrecht Negeri Belanda, yang selesai dibuat pada tahun 1881 dan

mulai berlaku pada tahun 1886. Tidak seluruhnya sama melainkan

Page 28: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

diadakan penyimpangan-penyimpangan sesuai dengan kebutuhan dan

keadaan tanah jajahan Hindia Belanda dahulu, akan tetapi asas-asas

dan dasar filsafatnya tetap sama. Sebelum tahun 1918 dalam KUHP ada dualisme, bagi

golongan Eropa ada WvS untuk orang Eropa ( K.B. 1866 Nomor 55)

dan juga terdapat WvS untuk bumiputra dan yang dipersamakan

(Ordonansi 6 Mei 1872). Namun setelah tahun 1918 diadakan

Unifikasi pada KUHP, yang memberlakukan untuk semua golongan

penduduk, yaitu golongan Bumiputra, Timur Asing dan Eropa. KUHP yang berlaku sekarang ini setelah Proklamasi

Kemerdekaan terdapat perubahan yang penting berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1946 Pasal 1, yang menyatakan bahwa

peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku ialah peraturan-

peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942. Hal ini

disebabkan karena pada tahun 1945, Belanda kembali lagi ke

Indonesia setelah keluar dari Indonesia pada masa pendudukan Jepang

pada tahun 1942-1945. Pada tahun 1945 Belanda mengadakan

perubahan-perubahan terhadap W.v.S. misalnya dengan Stb. 1945 No.

135 Pasal 570 yaitu tentang “ketentuan-ketentuan sementara yang luar

biasa mengenai hukum pidana”. Disamping itu selama pendudukan

Jepang pada tahun 1942-1945, Jepang juga membuat perubahan

perubahan terhadap peraturan hukum pidana. Jadi dengan adanya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 maka segala perubahan

terhadap KUHP yang diadakan setelah tanggal 8 Maret 1942 dianggap

tidak berlaku. Berdasarkan Aturan Peralihan Pasal 1 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 Amandemen IV, yang menyatakan

bahwa “segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap

berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang

Dasar ini.” Sehingga KUHP peninggalan Belanda tersebut masih tetap

Page 29: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

berlaku sampai sekarang selama belum ada pembentukan KUHP yang

baru.

b. Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dalam KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia terdiri dari

tiga buku, dan tiap-tiap buku terdiri dari beberapa title atau bab dan

tiap-tiap bab terdiri dari pasal-pasal serta setiap pasal terdiri dari ayat-

ayat. Buku Kesatu yaitu tentang “Ketentuan Umum”. Dalam Buku

Kesatu terdiri atas 9 titel atau Bab dan 103 Pasal, yang berisi

ketentuan-ketentuan umum mengenai KUHP. Ketentuan umum

memuat asas-asas umum mengenai berbagai hal atau bidang dalam

hukum pidana, misalnya tentang batas-batas berlakunya hukum

pidana, tentang pidana dan hal-hal yang meniadakan, mengurangi serta

yang memberatkan pidana, tentang percobaan, perbarengan,

penyertaaan dan sebagainya. Pada Pasal 103 KUHP disebutkan bahwa

ketentuan-ketentuan umum hukum pidana ini tidak hanya berlaku bagi

tindak pidana yang ada dalam KUHP, melainkan juga terhadap tindak

pidana diluar KUHP, sepanjang dalam undang-undang lain tersebut

tidak ditentukan lain. Buku Kedua yaitu tentang “Kejahatan”, terdiri atas 31 Bab, dan

385 Pasal, tentang perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai

“Kejahatan”. Buku Ketiga yaitu tentang “Pelanggaran”. Terdiri atas 10 Bab,

yang memuat 88 Pasal. Dalam Buku Ketiga ini berisi tentang

perbuatan-perbuatan yang tergolong sebagai “Pelanggaran”.

3. Tinjauan mengenai Hukum Islam

a. Pengertian Islam

Agama Islam adalah agama penutup dari semua agama-agama

yang diturunkan berdasarkan wahyu Illahi (Al-Quran) kepada Nabi

Page 30: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril, untuk diajarkan kepada

seluruh umat manusia sebagai Way of Life atau pedoman hidup lahir

batin dari dunia sampai akhirat, sebagai agama yang sempurna, sebagai

mana firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 yang

artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,

dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai

Islam itu jadi agama bagimu” (Depag RI, 1971:157). Berdasarkan firman Allah tersebut tegaslah bahwa agama yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah agama Islam,

sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah Nabi penutup dari seluruh

Nabi. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 40 yang

artinya : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang

laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup

nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”

(Depag RI, 1971:674) “Islam” sebagai kata benda berasal dari bahasa Arab jenis

masdar, yaitu berasal dari kata kerja (fi’il). Kata kerja asal tersebut

terdiri dari :

1) Aslama

Yang berarti “berserah diri”. Hal ini bermakna bahwa

manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya (Allah), merasa

kerdil, dan harus bersikap mengakui kelemahannya dan mengakui

kekuasaan Allah SWT. Akal dan budi manusia yang berwujud ilmu

pengetahuan, bila dibandingkan dengan kekuasaan Allah amatlah

kecil dan sangat terbatas.

2) Salima

Sebagai kata kerja transitif, sehingga artinya,

“menyelamatkan, menentramkan, mengamankan orang lain baik

dari dan oleh lisan maupun perbuatannya”. Berasal dari hadist

Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, hal

Page 31: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

ini bermakna bahwa islam itu berisi ajaran tentang larangan dan

petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan umat, baik di dunia maupun

di akhirat.

3) Salama

Sebagai kata bendanya, salaam berarti menyelamatkan,

menentramkan, dan mengamankan. Dengan arti kata lain, Islam itu

harus dapat menimbulkan perasaan aman dan damai (Mohd. Idris

R., 1997 : 8-9).

b. Sumber-sumber Hukum Islam

Pada pokoknya sumber hukum islam terdiri dari : Al Quran,

Hadist/sunnah, Ijma, dan Qiyas (Saidus Syahar, 1996 : 45).

1) Al Quran

Al Quran adalah wahyu dari Allah SWT, yang diturunkan

kepada nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril.

Secara garis besar hukum dalam Al Quran dibagi menjadi dua

macam, yaitu pertama mengenai hukum-hukum yang berhubungan

dengan kepercayaan dan peribadatan kepada Allah SWT (Ibadah).

Kedua mengenai hukum yang berhubungan dengan kenegaraan,

masyarakat dan hubungan antar sesama masyarakat (muamalah),

seperti pidana(jinayat), perdata, hubungam kekeluargaan. Segala sesuatu baik yang telah terjadi maupun yang belum

terjadi sudah ada hukumnya dalam Al Quran, sesuai dengan firman

Allah dalam Al Quran surat Al-An’am ayat 38 yang artinya :

“ tidaklah Kami tinggalkan segala sesuatu peristiwa itu kecuali

ada penyelesaiannya dalam Al Quran”

Dalam surat An Nahl ayat 89 juga dijelaskan, yang artinya :

“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar

Page 32: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (Depag RI, 1971 : 415).

2) Hadist

Sunnah atau hadist ialah ucapan (sunnah qauliyah),

perbuatan (sunnah fi’liyah) atau penetapan (sunnah taqririyah) dari

Nabi Muhammad SAW. Hadist merupakan sumber hukum Islam

kedua setelah Al Quran. Adapun fungsinya adalah sebagai berikut :

a) Menguatkan hukum yang telah disebutkan dalam Al Quran

b) Menafsirkan ketentuan-ketentuan Al Quran yang belum jelas

c) Menetapkan hukum yang belum ada dalam Al Quran.

Kedudukan Sunnah atau Hadist sebagai sumber ajaran

Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Al Quran dan

Hadist juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat,

yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib

mengikuti Hadist, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun

setelah beliau meninggal (Abuddin Nata, 2001 : 72). Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin untuk

mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, seperti yang dijelaskan

dalam Al Quran Surat An Nisaa’ Ayat 59, yang artinya “Hai

orang-orang yang beriman taatilah Allah, taatilah Rasul, dan

taatilah penguasa dari kamu. Jika kamu berselisih mengenai

sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul” (Depag RI,

1971:128). 3) Ijma’

Para ahli ushul fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan Ijma’ adalah kesepakatan mujtahidin dari umat Islam dari

suatu masa atas hukum Islam. “Kesepakatan” artinya ialah

pendapat yang satu sesuai dengan yang lain. Jadi bila hanya sedikit

yang menyelisihi maka sudah dianggap sebagai Ijma’. Hal ini

dijelaskan dalam Al Quran Surat An Nisa’ ayat 59 yang artinya :

Page 33: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Depag RI, 1971:128).

4) Qiyas

Qiyas merupakan metode pertama yang dipegang para

mujtahid untuk mengistinbathkan hukum yang tidak diterangkan

nash, sebagai metode terkuat dan yang paling jelas. Menurut istilah Ulama Ushul, qiyas adalah

mempersamakan satu peristiwa hukum yang tidak ditentukan

hukumnya oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentukan

oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang

ditentukan nash. Pengertian qiyas ialah menyamakan hukum suatu hal yang

tidak terdapat ketentuannya dalam Al Quran dan Hadist dengan hal

lain yang hukumnya disebut dalam al Quran dan Hadist karena

persamaan illat (penyebab atau alasan).

c. Tinjauan mengenai Jinayat (Hukum Pidana Islam)

1) Pengertian jinayat

Secara bahasa kata jinayat adalah bentuk jamak dari kata

jinaayah yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar

(kata dasar), kata jinaayah dijamakkan karena mencakup banyak

jenis perbuatan dosa. Jinaayah dapat mengenai jiwa dan anggota

badan, baik disengaja ataupun tidak. Menurut istilah syar’i, kata

jinaayah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib

dijatuhi hukuman qishas atau membayar diyat

(www.alislamu.com).

Page 34: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Sebagian fuqoha berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan jinayat ialah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’

mengenai jiwa dan anggota badannya, yaitu pembunuhan,

pelukaan, pemukulan, dan penjerumusan. Sebagian fuqoha lain

mengatakan bahwa jinayat ialah perbuatan-perbuatan yang

dilarang oleh syara’ mengenai jarimah hudud dan qishas diyat

(Marsum, 1988: 1-2). Jarimah ialah melakukan perbuatan-perbuatan yang

dilarang dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang wajib yang

diancam syara’ dengan hukuman hadd atau hukuman ta’zir.

Pengertian jarimah ini sama dengan peristiwa pidana atau tindak

pidana atau delik dalam hukum positif. Namun bedanya, hukum

positif membedakan antara kejahatan dan pelanggaran berdasarkan

berat ringannya hukuman, sedangkan syariat Islam tidak

membedakannya. Semuanya disebut jarimah atau jinayat

mengingat sifat pidananya.

Para fuqaha sering memakai kata jinayat untuk jarimah. Semula pengertian jinayat ialah hasil perbuatan seseorang dan biasanya dibatasi pada perbuatan yang dilarang saja. Di kalangan fuqaha, yang dimaksud dengan kata jinayat ialah perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai (merugikan) jiwa atau harta benda (Ahmad Hanafi, 1967 : 1).

Faedah atau manfaat dari jinayat ialah :

a) Menjaga keselamatan nyawa dari kejahatan pembunuhan.

b) Menjaga keamanan di dalam masyarakat dari segala fitrah

tuduh-menuduh.

c) Menjaga keamanan harta benda dan nyawa dari pencurian,

perampasan dan lain-lain.

d) Menjaga keamanan negara dan menyelenggarakan keselamatan

diri (www. Al Az-zim. com).

2) Lingkup berlakunya hukum pidana Islam

Page 35: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Pada dasarnya hukum Islam itu bersifat universal yang

diturunkan kedunia untuk seluruh umat manusia. Islam diturunkan

tidak hanya untuk satu negara saja, tapi untuk semua bangsa di

dunia. Namun tidak semua orang percaya pada syariat Islam dan

tidak mungkin dipaksakan kepada mereka, maka syariat Islam

hanya diterapkan kepada negara-negara yang berada dibawah

kekuasaan kaum muslim atau hanya pada negara-negara Islam saja.

Adapun yang dimaksud negara Islam adalah :

a) Negara dimana hukum Islam nampak didalamnya

b) Negara dimana penduduknya yang beragama Islam dapat

menjalankan hukum- hukum Islam (Marsum, 1988 : 20). Contoh negara Islam ialah Saudi Arabia, Irak, Palestina.

Negara-ngara tersebut menggunakan syariat atau hukum Islam

sebagai landasan hukum utamanya.

3) Bentuk-bentuk sanksi atau hukuman dalam hukum pidana Islam.

Di dalam hukum pidana Islam yang disebutkan dalam Al

Quran dan Hadist terdapat beberapa bentuk sanksi atau hukuman

terhadap seseorang yang melakukan jinayat, yaitu antara lain :

a) Hukuman Hudud

Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditentukan

dan ditetapkan Allah di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Hukuman hudud ini adalah hak Allah yang bukan saja tidak

boleh diganti hukumannya atau diubah tapi juga tidak boleh

dimaafkan oleh siapapun di dunia. Bagi yang melanggar

ketetapan hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah dan

Rasul-Nya adalah termasuk dalam golongan orang yang zalim.

Firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Al Baqarah Ayat

229. yang artinya "Dan barang siapa yang melanggar aturan-

aturan hukum Allah maka mereka itulah orang-orang yang

zalim"

Page 36: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

b) Hukuman Qishas

Hukuman qishas adalah sama seperti hukuman hudud

juga, yaitu hukuman yang telah ditentukan oleh Allah di dalam

Al Qur'an dan Al Hadits. Hukuman qishas ialah kesalahan yang

dikenakan hukuman balas. Membunuh dibalas dengan bunuh

(nyawa dibalas dengan nyawa), melukai dibalas dengan

melukai, mencederai dibalas dengan mencederai.

c) Hukuman Diyat

Hukuman diyat ialah harta yang wajib dibayar dan

diberikan oleh pelaku jinayat kepada wali atau ahli warisnya

sebagai ganti rugi atas jinayat yang telah dilakukan terhadap

korbannya. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-

kesalahan yang berhubungan dengan kesalahan qishas dan ini

merupakan sebagai ganti rugi atas kesalahan-kesalahan yang

berupa penganiayaan atau melukai anggota badan (www. Al

Az-zim.com).

d) Hukuman Ta’zir

“Hukuman ta’zir ialah jinayat yang tidak dijatuhkan

hukuman hudud atau qishas. Hukuman ta’zir adalah hukuman

yang tidak ditentukan kadar dan bentuk hukuman di dalam Al-

Qur'an dan Al-Hadits. Hukuman ta’zir dapat berupa celaan,

kurungan, diasingkan, dera, dan ganti kerugian” (Ahmad Azhar

Basyir, 2006 : 56). Jenis, kadar dan bentuk hukuman ta’zir tergantung

kepada kearifan hakim untuk menentukan dan memilih

hukuman yang patut dikenakan atas pelaku jinayat itu karena

hukuman ta`zir bertujuan untuk mencegah pelaku jinayat

mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan dan bukan

untuk menyiksa mereka (www. Al Az-zim.com).

Page 37: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Dengan kata lain, ta’zir ialah hukuman yang bersifat

edukatif yang ditentukan oleh hakim atas pelaku jinayat atau

pelaku perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan

dalam Al Quran maupun Hadits.

4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan

“Dalam KUHP, pembunuhan disebut sebagai perampasan nyawa

terhadap orang lain. Pembunuhan disebut juga sebagai kejahatan terhadap

nyawa yang berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain” (Adami

Chazawi, 2001:55). Perampasan nyawa merupakan menghilangkan nyawa

orang dari raganya sehingga menyebabkan matinya orang tersebut. Dalam

hukum Islam tindak pidana pembunuhan dikategorikan menjadi 3(tiga)

macam, yaitu :

a. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja (‘amad)

b. Pembunuhan yang dilakukan dengan serupa sengaja (syabah ‘amad).

c. Pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja (khatha’)

Pembunuhan dengan sengaja ialah seorang secara sengaja dan

terencana membunuh orang lain dengan niat yang kuat bahwa dia harus

membunuhnya. Pada tindak pidana pembunuhan yang disengaja terdapat

2(dua) unsur, yang terdiri dari :

a. Perbuatan itu dikehendaki

b. Akibat dari perbuatan itu dikehendaki oleh pelakunya.

Dalam KUHP, pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dibagi

menjadi beberapa macam, antara lain:

a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok.

b. Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului dengan tindak

pidana lain.

c. Pembunuhan berencana.

d. Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah

dilahirkan.

Page 38: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

e. Pembunuhan atas permintaan korban.

f. Penganjuran dan pertolongan pada bunuh diri.

g. Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan (Adami Chazawi,

2001 : 56).

Pembunuhan dengan tidak sengaja ialah seorang secara tidak

sengaja dan tidak terencana telah mengakibatkan terbunuhnya seseorang.

Misalnya kecelakaan lalulintas yang hingga mengakibatkan meninggalnya

orang lain, atau memanah binatang buruan, ternyata anak panahnya nyasar

mengenai orang hingga meninggal dunia.

Pembunuhan dengan menyerupai sengaja contonya seorang

bermaksud memukulnya, yang secara kebiasaan tidak bertujuan hendak

membunuhnya, namun ternyata yang jadi korban meninggal dunia. Dalam Islam, para ulama sepakat bahwa delik pembunuhan

merupakan delik yang besar, sehingga ada Hadits riwayat dari Ibnu

Mas’ud yang mengatakan bahwa yang pertama diadili pada hari kiamat

adalah soal “darah”. Juga ada Hadist lain yang artinya “ yang pertama kali

diperhitungkan atas diri hamba ialah sholatnya dan yang mula-mula

diadili diantara manusia adalah darah” Begitu juga dalam Al- Quran

Surat Al Maidah Ayat 32, Allah SWT berfirman mengenai kejamnya

tindak pidana pembunuhan, yang artinya : “Oleh Karena itu kami tetapkan

(suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh

seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau

bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia

telah membunuh manusia seluruhnya” (Depag RI, 1971:164). Dalam ayat

tersebut Allah SWT menggambarkan bahwa betapa besarnya dosa

membunuh seseorang tanpa alasan yang dibenarkan, sehingga

digambarkan seakan-akan membunuh seluruh manusia yang ada di dunia.

Page 39: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

B. Kerangka Pemikiran

Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang

bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta menemukan pula

hubungan-hubungan erat antara pelbagai sistem-sistem hukum. Melihat

perbandingan-perbandingan lembaga hukum dan konsep-konsep serta mencoba

menentukan suatu penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem

hukum dengan tujuan seperti pembaharuan hukum, unifikasi hukum dan lain-lain

(Romli Atmasasmita, 2000 :7-10).

Kejahatan merupakan fenomena kehidupan masyarakat. Karena itu tidak

dapat dilepaskan dari ruang dan waktu. Kejahatan adalah masalah manusia yang

berupa kenyataan sosial, yang sebab-musababnya kurang kita pahami. Terjadi

dimana saja dan kapan saja dalam pergaulan hidup. Kita berhadapan dengan suatu

gejala yang luas dan mendalam, yang bersarang sebagai penyakit dalam tubuh

masyarakat, sehingga membahayakan kehidupan, setidak-tidaknya menimbulkan

kerugian. Salah satu tindak kejahatan yang sangat membahayakan dan sekaligus

merugikan masyarakat ialah tindak pidana pembunuhan. Selain merugikan

korbannya secara langsung, pembunuhan terhadap seseorang juga merugikan

anggota keluarga yang ditinggalkannya. Di berbagai negara, tindak pidana

pembunuhan merupakan salah satu kejahatan yang dapat dikenai sanksi yang

berat. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menggunakan perbandingan sistem

hukum dalam hal membandingkan pengenaan sanksi terhadap tindak pidana

pembunuhan dalam hukum pidana di Indonesia yang diatur dalam KUHP dengan

yang diatur dalam hukum Islam yang bersumber pada Al Quran dan Hadits

Rasulullah SAW.

Page 40: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Skema dari kerangka pemikiran ini adalah sebagai berikut :

Tindak pidana pembunuhan

Sanksi pidana

Hukum Islam Hukum pidana

Al Quran, Hadist & Ijma’

KUHP

Persamaan dan Perbedaan

Page 41: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Tinjauan Sanksi Pidana Pembunuhan menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP)

Tindak pidana pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa dalam

KUHP secara garis besar dikelompokkan menjadi 2(dua) golongan, yaitu

pertama berdasarkan unsur kesalahannya, kedua berdasarkan objeknya. Berdasarkan unsur kesalahannya tindak pidana pembunuhan dibedakan

menjadi 2(dua) macam, yaitu :

a. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus

misdrijven). Kejahatan ini diatur dalam Buku Kedua Bab XIX KUHP

Pasal 338 sampai dengan Pasal 350.

b. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan tidak sengaja (culpose

misdrijven). Tindak pidana ini diatur dalam Buku Kedua Bab XXI KUHP

Pasal 359. Berdasarkan objeknya/korban (kepentingan hukum yang dilindungi)

kejahatan terhadap nyawa dibedakan menjadi 3(macam), yaitu :

a. Kejahatan terhadap nyawa manusia pada umumnya, diatur pada Pasal 338,

339, 340, 344, dan 345 KUHP.

b. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat dilahirkan atau sesaat/tidak lama

setelah dilahirkan, perbuatan ini diatur dalam Pasal 341, 342, dan 343

KUHP.

c. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan atau

masih berupa janin, dimuat dalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP. Pada penelitian ini penulis mengkategorikan tindak pidana

pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa menjadi 2(dua) macam, yaitu

Page 42: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja dan yang dilakukan

tidak dengan sengaja.

a. Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan dengan Sengaja

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur

mengenai tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja

terdiri dari 7(tujuh) macam, yaitu sebagai berikut :

1) Pembunuhan biasa.

2) Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana

lain.

3) Pembunuhan berencana.

4) Pembunuhan oleh ibu terhadap bayinya.

5) Pembunuhan atas permintaan korban sendiri.

6) Penganjuran dan pertolongan pada bunuh diri.

7) Pengguguran dan pembunuhan terhadap janin dalam kandungan.

Dibawah ini akan diuraikan mengenai ketujuh macam tindak

pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja yang diatur dalam

KUHP.

1) Pembunuhan dalam Bentuk Biasa

Delik ini diatur dalam Pasal 338 KUHP yang merumuskan

bahwa :

“barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena

pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Pada pembunuhan biasa ini, pelaksanaannya haruslah tidak

lama setelah timbulnya kehendak (niat) dari pelaku untuk

menghilangkan nyawa korban. Sebab apabila terdapat tenggang waktu

yang cukup lama dari timbulnya kehendak untuk membunuh dengan

pelaksanaannya, maka pembunuhan tersebut termasuk dalam

pembunuhan berencana.

Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan

bahwa pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana

Page 43: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

penjara paling lama lima belas tahun. Disini disebutkan bahwa “paling

lama”, jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan memberikan

sanksi pidana pidana kurang dari lima belas tahun penjara. 2) Pembunuhan yang Diikuti, Disertai atau Didahului dengan Tindak

Pidana Lain

Delik ini diatur dalam pasal 339 KUHP, yang rumusannya

sebagai berikut :

“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pelaksanaannya, atau melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Pada pembunuhan dalam Pasal 339 KUHP merupakan suatu

bentuk khusus pembunuhan yang diperberat. Dalam pembunuhan yang

diperberat ini terdapat 2(dua) macam tindak pidana sekaligus, yaitu

pembunuhan biasa dan tindak pidana lain. Adanya unsur diikuti,

disertai atau didahului oleh tindak pidana lain artinya tindak pidana

lain ini harus sudah terjadi, tidak boleh baru percobaan, sebab apabila

pembunuhannya sudah terjadi namun tindak pidana lainnya belum

terjadi maka delik tersebut belum termasuk dalam Pasal 339 KUHP

ini. Oleh karena terdapat 2(dua) tindak pidana, yaitu pembunuhan dan

tindak pidana selain pembunuhan, maka orang yang

dipertangungjawabkan adalah orang yang melaksanakan pembunuhan

tersebut, sedangkan bagi orang lain yang tidak terlibat secara objektif,

maka ia hanya bertanggungjawab atas tindak pidana lain yang

dilakukannya saja.

Pada kasus pembunuhan yang diatur dalam Pasal 339 KUHP

ini, ancaman pidananya adalah pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Sanksi pidana

Page 44: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

pada pembunuhan ini termasuk relatif berat dibandingkan dengan

pembunuhan biasa yang diatur dalam Pasal 338 KUHP, karena dalam

perbuatan ini terdapat dua delik sekaligus. 3) Pembunuhan Berencana

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang

menyebutkan sebagai berikut :

“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana

(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Pembunuhan berencana ini mencakup pada pembunuhan biasa

atau yang diatur dalam Pasal 338 KUHP ditambah dengan adanya

unsur perencanaan terlebih dahulu.

Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat

daripada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan

merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana yang paling berat,

yaitu pidana mati, dimana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada

kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar beratnya

hukuman ini adalah pada adanya perencanaan terlebih dahulu tersebut.

Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. 4) Pembunuhan oleh Ibu terhadap Bayinya

Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi ini dibagi menjadi

2(dua) macam, yaitu : Pertama, pembunuhan bayi yang dilakukan

dengan tidak berencana (pembunuhan bayi biasa). Kedua, pembunuhan

bayi yang dilakukan dengan perencanaan terlebih dahulu.

a) Pembunuhan bayi yang dilakukan dengan tidak berencana

(pembunuhan bayi biasa)

Page 45: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 341 KUHP,

rumusannya adalah sebagai berikut :

“Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak,

pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan

sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh

anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”

Pada kasus pembunuhan ini KUHP memberikan ancaman

hukuman bagi pelakunya dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun. Sanksi pidana pembunuhan ini jauh lebih ringan

dibandingkan dengan pembunuhan biasa. Penulis berpendapat

bahwa lebih ringannya sanksi pidana tersebut karena dilihat dari

subjek atau pelaku pembunuhannya. Pada saat melakukan

pembunuhan, pelaku sedang mengalami kondisi kejiwaan yang

labil atau sedang dalam keadaan tertekan batinnya karena adanya

perasaan takut diketahui orang lain. Sehingga kondisi kejiwaan

yang demikian dinilai sebagai mengurangi kesalahan pelaku (ibu)

atas tindak pidana pembunuhan yang telah dilakukan terhadap

bayinya. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan

yang sah untuk menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan

ibu membunuh bayinya.

b) Pembunuhan bayi yang dilakukan dengan perencanaan terlebih

dahulu

Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 342 KUHP, yang

rumusannya adalah sebagai berikut :

“Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”

Page 46: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Munculnya kehendak untuk membunuh ini haruslah pada

saat sebelum bayi tersebut dilahirkan. Ini merupakan syarat utama

untuk dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan bayi berencana.

Apabila kehendak itu muncul pada saat bayi dilahirkan, maka

pembunuhan tersebut termasuk pada pembunuhan bayi Pasal 341

KUHP.

Ancaman sanksi pidana pada pembunuhan berencana ini

relatif lebih berat dibandingkan dengan pembunuhan biasa pada

bayi (Pasal 341 KUHP). Hal ini didasarkan pada adanya

perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan pembunuhan.

Dalam KUHP disebutkan bahwa ancaman sanksi pidana terhadap

ibu yang membunuh bayinya sendiri pada saat atau tidak lama

setelah dilahirkan yang didahului dengan perencanaan adalah

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Sama halnya

dengan pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) dimana

ancaman pidananya juga lebih berat daripada pembunuhan biasa

(Pasal 338 KUHP).

Kaitannya dengan Pasal 341 dan 342 KUHP, dalam KUHP

juga diatur mengenai orang lain yang turut serta melakukan tindak

pidana pembunuhan terhadap bayi. Hal ini diatur dalam Pasal 343

KUHP, yang menyatakan bahwa :

“Kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 341 dan 342 dipandang,

bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau

pembunuhan dengan rencana”

Artinya bahwa orang lain yang turut serta dalam pembunuhan

bayi tidak dapat diberlakukan ketentuan seperti pada Pasal 341 dan

342 KUHP, namun ia diberlakukan terhadap pelanggaran pada

pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP) atau pembunuhan berencana

(Pasal 340 KUHP). Jadi sanksi pidana terhadap orang lain yang turut

melakukan pembunuhan tersebut adalah diberlakukan sama dengan

Page 47: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP) atau pembunuhan berencana

(Pasal 340 KUHP). Tujuan dari ketentuan Pasal 343 KUHP ini adalah

supaya orang lain yang turut melakukan tersebut tidak mendapatkan

keringanan hukuman sebagaimana yang telah didapatkan oleh pelaku

(ibu bayi), sebab sudah barang tentu latar belakang dari pembunuhan

ini berbeda. Apabila pelakunya adalah ibu, dia membunuh bayinya

karena adanya tekanan jiwa (takut), namun pada orang lain motifnya

mungkin lain, bukan karena takut. 5) Pembunuhan atas Permintaan Korban Sendiri

Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 344 KUHP yang

rumusannya adalah sebagai berikut :

“Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”

Pembunuhan yang diatur dalam Pasal 344 KUHP ini berbeda

dengan pembunuhan biasa yang diatur dalam Pasal 338 KUHP.

Perbedaannya ialah pada pembunuhan ini :

a) Dilakukan atas permintaan korban sendiri

b) Secara jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati.

Apabila kedua unsur diatas tidak terbukti atau tidak ada, maka

pembunuhan tersebut akan masuk dalam pembunuhan biasa. Semua

syarat diatas bersifat kumulatif, artinya bahwa semua syarat tersebut

harus dipenuhi untuk dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana

pembunuhan yang melanggar Pasal 344 KUHP.

Menurut Pasal 344 KUHP, ancaman pidana pada pembunuhan

atas permintaan korban sendiri adalah pidana penjara paling lama dua

belas tahun. Hukuman ini relatif lebih ringan daripada pembunuhan

biasa (Pasal 338 KUHP), mengingat bahwa inisiatif dari pembunuhan

ini dari permintaan korban itu sendiri, bukan dari pelaku. Sehingga

pelaku sedikit mendapatkan keringanan ancaman pidananya.

Page 48: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

6) Penganjuran dan Pertolongan pada Bunuh Diri

Tindak pidana ini diatur di dalam Pasal 345 KUHP, yang

rumusannya adalah sebagai berikut :

“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya

untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

kalau orang itu jadi bunuh diri”

Pada kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Pasal 345

KUHP ini, pelakunya diancam dengan pidana penjara paling lama

empat tahun. Sanksi pidana ini termasuk yang paling ringan diantara

sanksi pidana kejahatan terhadap nyawa pada umumnya lainnya. Hal

ini didasarkan pada subjek/pelaku tindak pidananya tidak secara

langsung melakukan pembunuhan, melainkan korban sendirilah yang

membunuh dirinya sendiri. Pelaku hanya sebagai pendorong,

menolong, atau memberi sarana dalam perbuatan bunuh diri. Berbeda

dengan pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana dimana yang

melakukan pembunuhan terhadap korban adalah pelakunya sendiri. 7) Pengguguran dan Pembunuhan terhadap Kandungan

Tindak pidana pengguguran terhadap janin ini berdasarkan

subjeknya dibagi menjadi 2(dua) macam, yaitu :

a) Dilakukan sendiri.

b) Dilakukan oleh orang lain, juga dibagi menjadi 2(dua) macam,

yaitu :

(1) Atas persetujuan wanita yang mengandung janin.

(2) Tanpa persetujuan wanita yang mengandung janin.

Pada kejahatan terhadap nyawa ini, diatur dalam empat pasal,

yaitu Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP. Masing-masing akan

diuraikan sebagai berikut :

Page 49: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

a) Pengguguran dan pembunuhan terhadap janin yang dilakukannya

sendiri

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 346 KUHP, yang

isinya sebagai berikut :

“seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungnnya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun”

Adapun inisiatif dari dilakukannya kejahatan ini adalah dari

wanita yang mengandung janin itu sendiri, bukan orang lain. Oleh

karena itu wanita tersebut telah menghendaki perbuatannya dan

mengetahui akibat dari perbuatannya itu berupa gugur/matinya

janin yang ada dikandungannya. Terhadap wanita yang melakukan

tindak pidana ini, KUHP memberikan ancaman sanksi pidana

berupa pidana penjara paling lama empat tahun. Ancaman sanksi

pidana pada kejahatan ini juga relatif ringan dibandingkan dengan

kejahatan terhadap nyawa lainnya.

b) Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan tanpa

persetujuan wanita yang mengandung

Kejahatan terhadap nyawa ini diatur dalam Pasal 347

KUHP yang menyatakan sebagai berikut :

“ (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Maksud dari “tanpa persetujuannya” adalah wanita tersebut

tidak menghendaki akibat perbuatan tersebut yang berupa

gugurnya atau matinya kandungan yang ada di rahimnya. Contoh

kasus misalnya seorang wanita yang sedang hamil diancam oleh

orang lain (pacarnya) untuk menggugurkan kandungannya dengan

cara meminumkan jamu/obat penggugur kehamilan, karena adanya

Page 50: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

ancaman kekerasan akhirnya wanita tersebut menggugurkan

kandungannya. Pada contoh kasus ini yang dapat dipidana adalah

laki-laki (pacarnya) tersebut, sedangkan terhadap wanitanya tidak

dapat dipidana karena dia dalam keadaan terpaksa atau adanya

daya paksa (overmacht), sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP

yang menyatakan bahwa “barangsiapa melakukan perbuatan

karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”

Tindak pidana yang berupa pengguguran dan pembunuhan

terhadap kandungan tanpa persetujuan wanita yang mengandung

ini dalam Pasal 347 KUHP ancaman hukumannya adalah yang

paling berat diantara kejahatan terhadap kandungan lainnya, yaitu

dalam ayat (1) disebutkan bahwa ancaman pidananya adalah

pidana penjara paling lama dua belas tahun. Bahkan dalam ayat (2)

disebutkan apabila perbuatannya itu menyebabkan meninggalnya

wanita tersebut, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama

lima belas tahun..

c) Pengguguran dan pembunuhan kandungan dengan persetujan

wanita yang mengandung.

Kejahatan ini diatur dalam Pasal 348 KUHP, yang isinya sebagai

berikut :

“(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”

Oleh karena adanya persetujuan dari wanita yang

mengandung inilah sehingga ancaman pidananya juga jauh lebih

ringan daripada tanpa adanya persetujuan (Pasal 347 KUHP).

Dalam ayat (1) Pasal 348 disebutkan bahwa ancaman pidana

terhadap pelaku adalah pidana penjara paling lama lima tahun

enam bulan, sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa apabila

Page 51: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

perbuatannya tersebut mengakibatkan matinya wanita itu,

dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

d) Pengguguran atau pembunuhan kandungan oleh tabib/dokter,

bidan, atau juru obat.

Pada kejahatan terhadap kandungan ini diatur dalam

ketentuan Pasal 349 KUHP, yang rumusannya adalah sebagai

berikut :

“Jika seorang tabib, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan,”

Pada ketentuan pasal diatas, disebutkan bahwa yang

bertindak sebagai subjek/pelaku adalah tabib/dokter, bidan, atau

juru obat. Perbuatan ini dapat berupa secara langsung mauapun

hanya membantu melakukan.

Ancaman bagi pelaku kejahatan ini lebih berat daripada

pelaku kejahatan yang ada dalam Pasal 347 maupun 348 KUHP,

yaitu pidananya dapat ditambah dengan sepertiganya, meskipun

sekedar sebagai pembantu saja. Selain itu, pelaku juga dapat

dipidana dengan dicabutnya haknya untuk melakukan

pencahariaannya itu. Misalnya seorang dokter atau bidan dapat

dicabut ijin prakteknya. Tentu hal ini tidak sesuai dengan ketentuan

Pasal 57 KUHP tentang Pembantuan, dimana dalam Pasal 57

ancaman pidana bagi Pembantu kejahatan justru dikurangi

sepertiganya.

Bagi pelaku tindak pidana pembunuhan, selain diancam dengan

pidana pokok berupa penjara, juga dapat diberikan sanksi pidana

Page 52: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

tambahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 350 KUHP, yang menyatakan

sebagai berikut : “Dalam pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan

rencana, atau karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal

344, 347, dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut Pasal 35

nomor 1-5”

b. Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Tidak dengan Sengaja

Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja

merupakan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh

pelaku. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang rumusannya

sebagai berikut : “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan

paling lama satu tahun”

Letak perbedaan bentuk kejahatan pembunuhan terhadap nyawa

orang lain antara Pasal 338 dan 359 KUHP ini adalah pada Pasal 338

terdapat unsur kesengajaan dan sedangkan pada Pasal 359 adanya unsur

kealpaan.

Terhadap kejahatan yang melanggar Pasal 359 KUHP ini, ada dua

macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa

pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama

satu tahun. Sehingga bentuk sanksi hukuman ini juga merupakan unsur

yang membedakan bentuk pembunuhan yang disengaja dengan yang tidak

disengaja. Sebab dalam pembunuhan yang disengaja tidak ada sanksi

pidana kurungan, semuanya berupa pidana penjara. Adapun yang

mendasari perbedaan ini adalah pada unsur kesengajaan. Pada

pembunuhan yang tidak disengaja, pelaku tidak menghendaki timbulnya

akibat yang berupa kematian pada orang lain, sedangkan pada

pembunuhan yang disengaja pelaku menghendaki akibat yang akan terjadi.

Page 53: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

2. Tinjauan Sanksi Pidana Pembunuhan menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam tindak pidana pembunuhan dibagi menjadi tiga

macam, yaitu :

d. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja (‘amad)

e. Pembunuhan yang dilakukan dengan serupa sengaja (syabah ‘amad)

f. Pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja (khatha’)

Dibawah ini akan diuraikan mengenai ketiga macam bentuk

pembunuhan yang ada dalam hukum Islam :

a. Pembunuhan yang Dilakukan dengan Sengaja (‘amad)

Imam Nawawi merumuskan bahwa kesengajaan ialah perbuatan

seseorang terhadap orang lain dengan apa-apa yang biasanya dapat

membunuh, baik yang melukai maupun mutsaqqol (memberatkan). Jadi

unsurnya ada 3(tiga) macam, yaitu :

1) Perbuatan itu dikehendaki

2) Akibat perbuatan itu dikehendaki oleh si pelaku

3) Dengan alat yang biasanya membunuh (Marsum, 1988 : 120).

Adapun mengenai sanksi pidana pembunuhan yang disengaja dan

terencana dalam hukum Islam, pihak wali dari terbunuh diberi dua

alternatif hukuman yang akan dijatuhkan terhadap pelaku yang telah

membunuh ahli waris atau keluarganya, yaitu :

1) Menuntut hukum qishas

2) Memaafkan dengan mendapat imbalan diyat.

Pembunuhan dengan sengaja ini diatur dalam Al Quran Surat Al

Baqarah ayat 178, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan

Page 54: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih” (Depag RI, 1971:43).

Berdasarkan ayat diatas disebutkan Allah telah mewajibkan hukum

qishas dan pembalasan yang setimpal dalam pelaksanaannya, yakni orang

merdeka dihukum mati karena telah membunuh orang merdeka, bukan

karena membunuh budak, dan budak dihukum mati karena membunuh

budak lainnya, wanita dihukum mati karena telah membunuh wanita.

Namun apabila wali dari korban memaafkan, maka terhadap pelakunya

diwajibkan untuk membayar diyat. Diyat ini sebagai pengganti dari

hukuman qishas.

Dalam Al Quran Surat Al Israa’ Ayat 33 Allah berfirman , yang artinya : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang medapatkan pertolongan” (Depag RI, 1971 : 429).

Ahli waris dari korban tidak boleh menuntut balas atau hukuman

melebihi batas yang telah ditentukan oleh Allah, misalnya ahli waris sudah

menuntut qishas kepada korban namun juga masih menuntut pembayaran

diyat. Inilah yang dilarang oleh Allah karena telah melampaui batas, sebab

diyat merupakan pengganti qishas.

Hukum qishas tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah memenuhi

beberapa syarat berikut ini:

1) Si pembunuh haruslah orang mukallaf (aqil baligh), sehingga anak

kecil, orang gila, dan orang yang tidur tidak terkena hukum qishas.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

“Diangkat pena dari tiga golongan: (Pertama) dari anak kecil hingga

baligh, (kedua) dari orang tidak waras pikirannya hingga sadar

(sehat), dan (ketiga) dari orang yang tidur hingga terjaga” (H.R.

Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Page 55: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

2) Orang yang terbunuh adalah orang yang terlindungi darahnya, yaitu

bukan orang yang darahnya terancam dengan salah satu sebab yang

disebutkan dalam hadist Nabi saw, yang artinya :

"Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan satu di antara

tiga...“ (H.R. Abu Dawud dan Nasa'i).

3) Hendaknya si terbunuh bukanlah anak si pembunuh, karena ada Hadist

Nabi Muhammad SAW, yang artinya :

Umar Ibnu al-Khaththab Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang ayah

tidak dituntut karena membunuh anaknya" (H.R. Ahmad, Tirmidzi,

dan Ibnu Majah).

4) Hendaknya si korban bukanlah orang kafir, sedangkan si pembunuh

orang muslim. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya :

“Orang muslim tidak boleh dibunuh karena telah (membunuh) orang

kafir” (H.R. Tirmidzi dan Nasa’i).

Mengenai besarnya diyat, dijelaskan dalam Hadist Rasulullah

SAW, yang artinya : "Barangsiapa yang membunuh (orang tak bersalah) secara sengaja (dan terencana), maka urusannya kepada pihak keluarga si terbunuh. Jika mereka mau, menuntut hukum balas membunuh; dan jika mau, mereka menuntut diyat, yaitu (membayar) tiga puluh hiqqah (onta betina berusia tiga tahun yang masuk tahun keempat) dan tiga puluh jadza’ah (onta yang masuk tahun kelima) serta empat puluh khalifah (onta yang sedang bunting) dan, apa saja yang mereka tuntut kepada si pembunuh sebagai imbalan perdamaian, maka ia (imbalan itu) untuk mereka, dan yang demikian itu untuk penekanan pada diyat" (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Abu Hanifah berpendapat bahwa pembunuhan yang disengaja jika

dimaafkan oleh keluarganya, tidak dituntut pembayaran diyat yang telah

ditentukan besarnya melainkan tergantung dari persetujuan dari keluarga

korban dengan pelaku, dan apa yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak harus dibayar tunai dari harta si pembunuh itu sendiri. Pendapat Abu

Page 56: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Hanifah ini didasarkan atas tidak disebutkannya dengan jelas berapa besar

penggantian diyat dalam Al Quran (Ahmad Azhar Basyir, 2006 : 21).

Apabila pelaku pembunuhannya lebih dari seorang atau

sekelompok orang maka mereka semua akan terkena hukum qishas.

Dasarnya ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Maliki dalam kitabnya

Al muwaththa, yang artinya : “dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar bin Khathab ra pernah membunuh sekelompok orang, yaitu lima atau tujuh orang karena telah membunuh seorang laki-laki dengan pembunuhan secara tipu daya (yaitu membujuk korban hingga mau keluar ke tempat yang sepi lalu dibunuh), dan dia berkata, 'Andaikata penduduk negeri Shan’a bersekongkol membunuhnya, niscaya kubunuh mereka semuanya” Dalam Hadist juga dijelaskan, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

“Seandainya penduduk langit dan penduduk bumi semuanya bersekutu

dalam mengalirkan darah seorang mukmin, niscaya Allah akan

menjerumuskan mereka semuanya kedalam neraka” (H.R. Tirmidzi).

Berdasarkan kedua dalil diatas disebutkan bahwa barang siapa

yang membantu dalam suatu pembunuhan seorang mukmin tanpa alasan

yang dibenarkan, maka hukumannya sama dengan pembunuhan dalam

hukum qishas di dunia dan siksaan di akhirat kelak.

Hukuman qishas maupun diyat bisa tidak dijatuhkan atau

dibebasakan terhadap pelaku apabila pihak wali telah memafkan pelaku

terhadap perbuatan yang telah dilakukannya secara cuma-cuma.

Memaafkan secara cuma-cuma tanpa menuntut apa-apa kepada si

pembunuh adalah sikap yang paling utama lagi mulia. Allah SWT

berfirman dalam Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 237, yang artinya :

"Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa"

Dalam Hadist juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

yang artinya : “Dan, Allah tidak menambah pada seorang karena

pemaafannya, melainkan kemuliaan” (H.R. Tirmidzi dan Muslim).

Page 57: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Jadi barangsiapa (wali) yang memaafkan pelaku pembunuhan atas

perbuatan yang telah dilakuan terhadap ahli warisnya tanpa menuntut

pembayaran diyat (pemaafan cuma-cuma), mereka akan lebih dekat

dengan ketakwaan mendapatkan kemuliaan disisi Allah.

b. Pembunuhan yang Dilakukan dengan Serupa Sengaja (syabah ‘amad)

Pengertian dari pembunuhan yang menyerupai sengaja ialah suatu

perbuatan yang pada umumnya dilakukan dengan sesuatu yang biasanya

tidak menyebabkan kematian. Misalnya dengan kerikil, tongkat, memukul

dengan tangan kosong. Terdapat 3(tiga) unsur dalam pembunuhan yang

menyerupai sengaja ini, yaitu :

1) Adanya perbuatan yang mengakibatkan kematian

2) Adanya maksud untuk penganiayaan

3) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian

Imam Nawawi memberikan rumusan pembunuhan serupa sengaja

ialah pemukulan dengan apa yang biasanya tidak membunuh. Seandainya

pukulan tersebut hanya menggunakan kayu ringan dan hanya dipukulkan

satu atau dua kali saja lalu orang tersebut meninggal, maka ini dapat

disebut sebagai pembunuhan serupa sengaja.

Dasar hukum pembunuhan yang menyerupai sengaja ini adalah

Ad-Daruquthni meriwayatkan sebuah hadist dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi

SAW pernah bersabda, yang artinya : “Kesengajaaan (mengharuskan) hukuman qishas, dan kesalahan hanya

bayar diat tanpa qishas. Barang siapa dibunuh diluar kesengajaan dengan

batu atau tongkat, atau cemeti, maka (si pembunuh) wajib atasnya diyat

yang diberatkan dalam bentuk onta yang sudah cukup umur”

Imam Ahmad, Abu Daud dan An Nasa’I meriayatkan sebuah

hadist bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berkhotbah sewaktu

penaklukan kota Mekah, disitu Beliau bersabda, yang artinya :

Page 58: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

“Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang terbunuh secara menyerupai

kesengajaan adalah (yang dibunuh) memakai cemeti, tongkat, dan batu”

Berdasarkan dalil-dalil diatas disebutkan bahwa pada dasarnya

pembunuhan serupa sengaja hampir sama dengan pembunuhan sengaja.

Bedanya adalah pada pembunuhan sengaja menggunakan alat yang tidak

selazimnya dapat mengakibatkan kematian atau untuk membunuh.

Misalnya dengan cemeti, tongkat atau batu. Ketiga alat tersebut pada

umumnya tidak dapat digunakan sebagai alat untuk membunuh. Oleh

sebab itu dinamai sebagai pembunuhan serupa sengaja, bukan

pembunuhan sengaja sepenuhnya atau bukan pembunuhan kesalahan

secara mutlak.

Ancaman sanksi pidana pembunuhan serupa sengaja ini adalah

diyat mughallazhah yaitu diyat yang diperberat. Diyat ini seperti pada

pembunuhan sengaja karena mengingat perbuatannya bukanlah merupakan

suatu kesalahan yang murni, sebab pemukulannya itulah yang menjadi

tujuan dari perbuatannya, bukan pada meninggalnya korban atau untuk

membunuh korban. Akan tetapi terhadap pelaku pembunuhan menyerupai

sengaja tidak boleh dituntut hukuman qishas.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Daud dari ‘Amr Ibn Syu’aib,

bahwa Rasulullah bersabda, yanga artinya : “Diyat membunuh serupa sengaja diberatkan sama dengan membunuh

sengaja, akan tetapi pelakunya tidak dihukum mati. Demikian itu supaya

setan menyingkir dari kalangan manusia, sehingga peristiwa pembunuhan

tersebut dapat diselesaikan dengan kepala dingin tanpa dendam atau

mengangkat senjata”

Adapun dasar bahwa diyat sebagai hukuman pokok adalah dari

hadist yang menyebutkan bahwa, yang artinya :

Page 59: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

“Ketahuilah bahwa pada pembunuhan sengaja yang tersalah yaitu

pembunuhan dengan cambuk, tongkat, dan batu wajib diyat seratus ekor

onta”

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad waktu pembayaran diyat

pada pembunuhan serupa sengaja adalah dalam jangka waktu tiga tahun

sejak meninggalnya korban. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah

adalah mulai dijatuhkannya vonis atas pembunuh (H.A. Djazuli, 2000 :

146).

c. Pembunuhan yang Dilakukan dengan Tidak Sengaja (khatha’)

Pembunuhan yang tidak disengaja adalah seorang mukallaf

melakukan perbuatan yang mubah baginya, seperti memanah binatang

buruan, ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal

dunia. Seperti pada hukum pidana Indonesia, pada pembunuhan yang tidak

disengaja ini pelakunya tidak menghendaki timbulnya akibat yang akan

terjadi.

Unsur pembunuhan kesalahan (tidak sengaja) ada 3(tiga) macam,

yaitu :

1) Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian

2) Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan

3) Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan kesalahan dengan

kematian.

Kesalahan ialah apabila sesuatu terjadi bukan karena kehendak orang yang

melakukan perbuatan itu. Pada umumnya kesalahan itu terjadi karena

kealpaan, kurang hati-hati, kecerobohan, dan sebagainya.

Ketentuan mengenai hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT

dalam Al Quran Surat An Nisa’ Ayat 92, yang artinya : “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan

Page 60: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Depag RI, 1971:135).

Menurut Ayat diatas, ada tiga macam bentuk pembunuhan yang

tidak disengaja berdasarkan objek/korbannya, yaitu :

1) Membunuh orang mukmin

2) Membunuh orang yang memusuhi orang Islam, padahal ia mukmin

3) Membunuh orang kafir yang ada perjanjian (damai) dengan orang

Islam.

Pada pembunuhan yang tidak sengaja terhadap orang mukmin ini,

pelaku diberikan sanksi hukuman berupa membayar kifarat yaitu

memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat

yang diserahkan kepada keluarganya (wali). Namun keluarga korban juga

boleh bersedekah, maksudnya adalah membebaskan pelaku pembunuhan

dari pembayaran diyat atau memaafkan secara cuma-cuma.

Seorang mukmin yang membunuh kaum yang memusuhinya

padahal dia (korban) juga seorang mukmin karena kesalahan atau tidak

sengaja hanya diwajibkan membayar kifarat berupa memerdekakan hamba

sahaya yang beriman. Pada pembunuhan ini pelaku tidak diwajibkan

membayar diyat kepada keluarga korban.

Seorang mukmin yang membunuh orang kafir yang mempunyai

perjanjian damai kaum muslim dengan tidak sengaja dikenai hukuman

diyat yang dibayarkan kepada keluarga korban serta wajib membayar

kifarat berupa memerdekakan hamba sahaya yang beriman

Page 61: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Dalam ayat diatas disebutkan bahwa “Barangsiapa yang tidak

memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan

berturut-turut” maksudnya adalah apabila si pembunuh tidak dapat

memenuhi kewajibannya yaitu membayar diyat dan memerdekakan hamba

sahaya yang beriman, maka ia diwajibkan untuk menggantinya dengan

cara berpuasa selama dua bulan berturut-turut tanpa terputus.

Page 62: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

B. Pembahasan

Tindak pidana pembunuhan dalam KUHP disebut juga sebagai

kejahatan terhadap nyawa. Kejahatan terhadap nyawa ialah kejahatan yang

dilakukan berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Objek dari

kejahatan ini adalah nyawa manusia. Jadi dalam hal ini suatu perbuatan dapat

disebut sebagai tindak pidana pembunuhan apabila korbannya adalah manusia,

bukan hewan atau sejenisnya.

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3(tiga)

syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

a. Adanya wujud perbuatan

b. Adanya suatu kematian (orang lain)

c. Adanya hubungan sebab dan akibat (causal verband) antara perbuatan dan

akibat kematian (Adami Chazawi, 2001 : 57).

Pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa merupakan delik materiil,

yaitu suatu tindak pidana yang melarang timbulnya akibat tertentu. Jadi yang

dipandang dari delik materiil adalah timbulnya akibat dari perbuatan tersebut

dan pada selesainya perbuatan itu, bukan pada bagaimana cara yang

dilakukannya (dibacok, ditembak, dipukul). Misalnya ditembak ternyata tidak

mengakibatkan matinya korban, maka ini belum termasuk pada delik

pembunuhan, namun masih berupa percobaan pembunuhan.

Timbulnya akibat dari hilangnya nyawa tidaklah harus seketika atau

sesaat setelah perbuatan terjadi, namun dapat timbul beberapa waktu

kemudian, yang penting akibatnya benar-benar disebabkan karena perbuatan

tersebut. Misalnya pada kasus penembakan, karena korban menderita luka

berat, setelah seminggu kemudia ia meninggal, maka hal ini dapat disebut

sebagai pembunuhan yang disebabkan karena penembakan.

Persoalan hubungan sebab-akibat (kausalitas) ini terdapat beberapa

teori atau ajaran-ajaran kausalitas, antara lain sebagai berikut:

Page 63: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

a) Teori ekivalensi

Teori ini menyatakan bahwa setiap syarat adalah sebab, dan semua

syarat nilainya sama, jika salah satu syarat tidak ada, maka akibatnya akan

berbeda. Contoh, A dianiaya oleh B, kemudian di bawa ke rumah sakit,

dijalan A tertabrak motor, lalu meninggal, maka penganiayaan yang

dilakukan oleh B ini juga merupakan sebab dari matinya A.

Kelemahan dari teori ini adalah hubungan kausalnya membentang

kebelakang tanpa akhir, karena setiap “sebab” merupakan “akibat” dari

“sebab” yang terjadi sebelumnya.

Kelebihan dari teori ini adalah mudah diterapkan, karena teori ini

menarik secara sangat luas dalam berlakunya pertanggungjawaban pidana.

b) Teori individualisasi

Teori ini dalam menentukan faktor “sebab” hanya melihat faktor

mana yang paling berperan atau yang paling menentukan.terhadap

timbulnya “akibat”.

c) Teori generalisasi

Teori ini dalam menentukan faktor “sebab” melihat pada faktor

mana yang pada umumnya menurut kewajaran atau menurut perhitungan

yang layak dapat menimbulkan “akibat”.

Tindak pidana pembunuhan dalam hukum Islam terdapat perbedaan

pendapat diantara para ulama dalam mengkategorikannya. Imam Malik hanya

menetapkan dua macam pembunuhan yaitu pembunuhan yang disengaja dan

pembunuhan yang tidak disengaja, hal ini disebabkan karena Al Quran hanya

menyebutkan dua macam pembunuhan, yaitu sengaja dan tidak sengaja.

Pembunuhan semi sengaja hanya disebutkan dalam Hadist. Namun Hadist

yang menyebutkan adanya pembunuhan semi sengaja itu dinilai lemah karena

riwayatnya mudhtharib. (Ahmad Azhar Basyir, 2006 : 33). Pada pembahasan

ini akan dibandingkan mengenai sanksi pidana pembunuhan yang disengaja

dan pembunuhan yang tidak disengaja yang diatur dalam KUHP dan

berdasarkan hukum Islam.

Page 64: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

1. Pembunuhan yang Disengaja.

Pengertian dari pembunuhan dengan sengaja dalam hukum Islam

ialah seorang mukalaf secara sengaja dan terencana membunuh orang yang

terlindungi darahnya (tak bersalah), dengan dasar kehendak yang kuat

bahwa dia harus dibunuh olehnya. Kata sengaja berasal dari kata “amida”

atau “amad”. Dalam Al Quran menggunakan kata “muta’ami” yang

artinya dengan sengaja. Pengertian dari pembunuhan yang disengaja ini

mirip dengan yang diatur dalam hukum pidana Indonesia yaitu pelaku

menghendaki akibat yang akan terjadi dari perbuatan yang dilakukannya,

yaitu meninggalnya orang lain.

Dalam KUHP, pembunuhan yang disengaja diatur pada Pasal 338

sampai dengan Pasal 350. Pada umumnya sanksi pidana terhadap

pembunuhan yang disengaja yang diatur pada KUHP adalah berupa pidana

penjara selama waktu tertentu yang lamanya tergantung pada

subjek/pelaku, objek/korban, bentuknya, dan ada atau tidak adanya

perencanaan terlebih dahulu.

Pembunuhan yang disengaja dalam hukum Islam diatur dalam Al

Quran Surat Al Baqarah ayat 178, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih” (Depag RI, 1971:43).

Pada ayat diatas disebutkan bahwa pidana qishas ditetapkan atas

dasar persamaan antara pelaku dan korban. Orang merdeka di-qishas

karena membunuh orang merdeka; budak di-qishas karena membunuh

budak; wanita di-qishas karena membunuh wanita; Namun para fukaha

berselisih pendapat mengenai syarat persamaan tersebut. Dengan

Page 65: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

memperhatikan ajaran Islam tentang hak hidup bagi umat manusia, maka

pembunuhan dengan sengaja secara umum dapat mengakibatkan hukuman

qishas.

Hukum pidana Islam memberikan sanksi pidana pembunuhan yang

disengaja berupa hukuman qishas, yaitu hukuman yang sama dengan

perbuatan yang telah dilakukannya, oleh karena perbuatannya berupa

pembunuhan, maka pelaku juga akan mendapatkan sanksi pidana

pembalasan berupa dibunuh atau dihukum mati. Namun dalam hukum

pidana Islam dikenal adanya pemaafan atas perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku dari keluarga korban. Pemaafan ini dapat meringankan hukuman

terhadap pelaku, dimana yang seharusnya pelaku mendapatkan sanksi

hukuman qishas, namun karena adanya pemaafan dari keluarga korban

maka pelaku dapat dibebaskan dari hukuman qishas diganti dengan

membayar diyat kepada keluarga korban atau wali.

Wali adalah orang yang berhak menuntut pembalasan, yaitu ahli

waris dari korban. Wali inilah yang berhak menuntut dijatuhkannya pidana

terhadap pelaku, bukan penguasa (pemerintah). Tugas pemerintah

hanyalah menangkap si pembunuh. Oleh karena itu keputusan sepenuhnya

diserahkan kepada wali korban. Menurut Imam Malik orang yang berhak

menuntut qishas atau memaafkannya adalah ashabah bi nafsih, yaitu

orang yang paling dekat dengan korban. Sedangkan menurut Imam Abu

Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad orang yang paling berhak adalah

seluruh ahli waris laki-laki maupun perempuan.

Mengenai besarnya diyat, dijelaskan dalam Hadist Rasulullah

SAW, yang artinya : "Barangsiapa yang membunuh (orang tak bersalah) secara sengaja (dan terencana), maka urusannya kepada pihak keluarga si terbunuh. Jika mereka mau, menuntut hukum balas membunuh; dan jika mau, mereka menuntut diyat, yaitu (membayar) tiga puluh hiqqah (onta betina berusia tiga tahun yang masuk tahun keempat) dan tiga puluh jadza’ah (onta yang masuk tahun kelima) serta empat puluh khalifah (onta yang sedang bunting) dan, apa saja yang mereka tuntut kepada si pembunuh sebagai

Page 66: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

imbalan perdamaian, maka ia (imbalan itu) untuk mereka, dan yang demikian itu untuk penekanan pada diat" (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Besarnya diyat yang harus dibayarkan adalah sebanyak 100 ekor

onta, dengan spesifikasi sebagai berikut :

a. Tiga puluh hiqqah (onta betina berusia tiga tahun yang masuk tahun

keempat)

b. Tiga puluh jadza’ah (onta yang masuk tahun kelima atau sudah

dewasa)

c. Empat puluh khalifah (onta yang sedang bunting).

Pada diyat pembunuhan yang disengaja adalah diyat mughallazhah

(diyat berat), yaitu diyat yang diperberat, diyat ini pembayarannya hanya

diambil dari harta pelaku saja dan harus dibayar tunai. Pembayaran diyat

hendaknya diminta dengan baik, misalnya dengan dengan tidak mendesak

yang membunuh apabila memang belum mampu untuk membayarnya, dan

yang membunuh hendaknya juga membayarnya dengan baik, misalnya

tidak menunda-nunda pembayarannya jika memang sudah mampu untuk

membayarnya. Selain itu juga tidak boleh menuntut pembayaran diyat

yang melebihi batas yang besarnya sudah ditentukan seperti pada tersebut

diatas.

Abu Hanifah berpendapat bahwa pembunuhan yang disengaja jika dimaafkan oleh keluarganya, tidak dituntut pembayaran diyat yang telah ditentukan besarnya melainkan tergantung dari persetujuan dari keluarga korban dengan pelaku, dan apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak harus dibayar tunai dari harta si pembunuh itu sendiri. Pendapat Abu Hanifah ini didasarkan atas tidak disebutkannya dengan jelas berapa besar penggantian diyat dalam Al Quran (Ahmad Azhar Basyir, 2006 : 21).

Namun apabila keluarga korban memberikan pemaafan secara

cuma-cuma, yaitu pemaafan secara mutlak kepada pelaku dari keluarga

korban tanpa menuntut hukuman apapun maka pelaku pembunuhan dapat

terbebas dari hukuman qishas maupun diyat. Para ulama sepakat tentang

kebolehan pemaafan secara cuma-cuma ini.

Page 67: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Pada hukum pidana yang diatur dalam KUHP, tidak dikenal

adanya pemaafan secara cuma-cuma dari keluarga korban apabila telah

terjadi tindak pidana pembunuhan yang disengaja. Pada hukum Islam,

pemaafan cuma-cuma ini dapat memungkinkan pelaku terbebas dari

hukuman qishas dan diyat, namun dalam hukum pidana Indonesia

pemaafan dari keluarga korban terhadap pelaku pembunuhan tidak dapat

mempengaruhi ancaman pidananya karena keputusannya sepenuhnya

ditangan Hakim yang memeriksa dan mengadili berdasarkan bukti-bukti

yang telah ada.

Sanksi pidana pembunuhan dalam KUHP tidak terdapat hukuman

yang mengharuskan memberikan ganti rugi kepada keluarga korban,

misalnya membayar diyat seperti pada hukum Islam. Karena dalam hukum

pidana yang diatur dalam KUHP, hukum pidana merupakan mutlak hukum

publik dimana penyelesaiannya sepenuhnya menjadi hak negara. Namun

bila kita perhatikan, sebenarnya pihak yang paling dirugikan apabila

terjadi tindak pidana pembunuhan adalah keluarga korban, sebab sudah

barang tentu keluarga korban akan merasa kehilangan salah satu anggota

keluarganya dan mungkin akan kehilangan sumber penghasilannya apabila

korbannya merupakan tulang punggung keluarga yang bekerja untuk

mencari nafkah bagi keluarganya. Oleh karena itu sanksi pidana penjara

yang diatur dalam KUHP mungkin hanya akan memberikan keadilan dari

aspek batiniah dari keluarga korban karena pelaku sudah mendapatkan

sanksi pidana yang setimpal berupa dipidana penjara selama waktu

tertentu, namun dari aspek materiil keluarga korban tidak mendapatkan

balasan atau ganti rugi apapun dari pelaku. Sehingga dalam hukum Islam

tujuan dari pembayaran diyat kepada keluarga korban ini adalah sebagai

ganti rugi materiil dari pelaku karena telah membunuh salah satu anggota

keluarga korban yang menjadi sumber pencari penghasilan bagi

keluargnya.

Page 68: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Pada pembunuhan yang berencana, KUHP memberikan sanksi

pidana yang paling berat diantara bentuk pembunuhan yang lainnya, yaitu

berupa pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu

paling lama dua puluh tahun sebagaimana diatur pada 340 KUHP. Faktor

adanya perencanaan inilah yang menjadi dasar beratnya hukuman ini

dibandingkan dengan pembunuhan yang lain. Terdapat 3(tiga) syarat/unsur

dari adanya rencana terlebih dahulu ini (Adami Chazawi, 2001 : 82), yaitu:

a) Memutuskan kehendak dalam suasana batin yang tenang

Maksudnya ialah pada saat melaksanakan kehendak untuk

membunuh dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Suasana batin

yang tenang adalah suasana yang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba,

tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Sebelum

memutus kehendak untuk membunuh, sudah dipertimbangkan dan

dipikirkan mengenai untung dan ruginya, resiko, cara yang digunakan,

alat yang digunakan dan sebagainya.

b) Adanya waktu yang cukup lama sejak timbulnya kehendak sampai

dengan pelaksanaan kehendak

Waktu yang cukup lama atau tenggang waktu ini adalah relatif,

artinya tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan tergantung

pada keadaan atau kejadian konkret yang berlaku. Dalam tenggang

waktu ini terdapat hubungan antara pengambilan putusan kehendak

dengan pelaksanaan kehendak. Artinya bahwa pelaku masih mungkin

untuk menarik kehendaknya untuk membunuh, dan ada waktu untuk

memikirkan cara dan alat apa yang akan digunakannya.

c) Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana batin yang tenang

Maksudnya ialah pada saat melaksanakan pembunuhan tidak

dalam suasana yang tergesa-gesa, rasa takut, ancaman, emosi yang

berlebihan, dan sebagainya.

Ketiga unsur/syarat mengenai perencanaan diatas, bersifat

kumulatif, artinya apabila salah satu dari unsur/syarat tersebut tidak

terpenuhi, maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai perencanaan.

Page 69: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Namun untuk membuktikan ketiga unsur tersebut tidaklah mudah, karena

bentuknya menyerupai pembunuhan biasa. Disinilah peran aparat penegak

hukum untuk dapat membuktikan bahwa suatu tindak pidana pembunuhan

apakah tergolong pada pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP) atau

termasuk pada pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP).

Sedangkan dalam hukum Islam tidak membedakan antara

pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu atau tidak, hukum Islam

hanya mengkategorikan berdasarkan unsur kesengajaannya. Jadi selama

pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja entah itu dengan perencanaan

terlebih dahulu atau tidak hukumannya tetap sama, yaitu hukuman qishas

atau diyat.

Pada pembunuhan yang dilakukan oleh ayah terhadap anak

kandungnya sendiri, dalam hukum Islam terdapat pengecualian mengenai

sanksi hukumannya. Menurut hukum Islam, seorang ayah yang membunuh

anaknya sendiri tidak dikenakan hukuman, sebagaimana disebutkan dalam

Hadist, yang artinya : “seorang ayah tidak dituntut karena membunuh

anaknya” ( H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Jadi berdasarkan

Hadist tersebut bahwa apabila seorang ayah membunuh anaknya sendiri,

pelaku (ayah) tidak dapat dituntut hukuman qishas atau diyat. Hal ini tentu

berbeda dengan yang diatur dalam KUHP. KUHP tidak memandang

pelaku pembunuhan berdasarkan ada atau tidaknya hubungan

kekeluargaan dengan korbannya. Setiap orang yang melakukan tindak

pidana pembunuhan akan diancam dengan pidana penjara selama waktu

tertentu. KUHP hanya memberikan sedikit keringanan ancaman pidana

terhadap seorang ibu yang membunuh anaknya sendiri saat dilahirkan atau

tidak lama setelah dilahirkan, itupun dengan alasan karena ibu tersebut

takut akan ketahuan melahirkan anak, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 341 dan 342 KUHP.

Pasal 341 KUHP menyebutkan bahwa latar belakang atau motif

dari tindak pidana ini adalah karena adanya rasa takut akan ketahuan orang

Page 70: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

lain apabila ia melahirkan anak. Waktu pelaksanaan dari pembunuhan bayi

ini dibagi menjadi 2(dua) macam, yaitu :

(1) Pada saat bayi dilahirkan

Maksudnya ialah waktu dari pembunuhan ini pada saat atau selama

proses persalinan berlangsung. Jadi bayi yang dibunuh haruslah

benar-benar sudah diluar rahim ibunya, meskipun hanya sebagian

anggota tubuh bayi itu yang baru keluar.

(2) Tidak lama setelah dilahirkan

Maksudnya adalah pembunuhan bayi ini jangka waktunya tidak lama

setelah bayi itu dilahirkan atau keluar dari rahim ibunya. Apabila

dilakukan dalam jangka waktu yang lama setelah dilahirkan, maka

pembunuhan tersebut termasuk dalam pembunuhan biasa (Pasal 338

KUHP).

Di media masa sering ada berita bahwa motif dari pembunuhan

bayi oleh ibu kandungnya sendiri ialah karena si pelaku merasa malu dan

takut dengan orang lain apabila ia melahirkan bayi sebab anak tersebut

bukanlah hasil dari perkawinan yang sah. Contohnya di Suara Merdeka

diberitakan bahwa seorang wanita bernama Mitun Jayanti (27 tahun),

warga Desa Srinahan, Kesesi, Kabupaten Pekalongan, telah membunuh

bayinya sendiri yang baru saja dilahirkannya. Tersangka mengaku kalut

dan takut karena melahirkan tanpa suami pada Senin (14/3/2005) sekitar

pukul 04.30. Beberapa saat setelah melahirkan tanpa bantuan bidan, Mitun

yang beranak satu, kemudian mengambil jarik (kain batik) warna hijau dan

menutupkannya ke muka bayi itu. Dia kemudian menekan leher bayi yang

tak berdosa itu sampai meninggal (www.Suara Merdeka.com).

Mengenai pembunuhan atas permintaan korban sendiri,

sebagaimana diatur pada Pasal 344 KUHP terhadap pelaku diancam

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pembunuhan atas

permintan korban sendiri ini harus memenuhi unsur sebagai berikut :

Page 71: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

a) Dilakukan atas permintaan korban sendiri

Pengertian permintaan disini adalah berupa pernyataan

kehendak yang ditujukan kepada orang lain untuk melakukan suatu

perbuatan tertentu yang diminta oleh orang yang memintanya itu. Jadi

inisiatif untuk melakukan pembunuhan ini datang dari korban sendiri.

b) Secara jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati

Artinya bahwa pernyataan untuk dilakukan pembunuhan ini

harus dinyatakan dengan sungguh-sungguh atau harus dinyatakan

secara tegas dan jelas. Korban harus menyadari atau menginsafi secara

betul mengenai niatannya itu. Pernyataan tersebut harus benar-benar

muncul dari permintaan korban sendiri untuk memerintahkan kepada

orang lain untuk mengakhiri hidupnya.

Sedangkan menurut hukum Islam terdapat perbedaan pendapat

mengenai pemberian sanksi pembunuhan atas permintaan korban sendiri.

Menurut Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad sanksinya

adalah membayar diyat, karena pemberian ijin untuk membunuh tersebut

menimbulkan syubhat atau keraguan. Menurut Zulfar sanksinya tetap

qishas, karena ijin tersebut tidak menimbulkan syubhat. Menurut Imam

Ahmad, pelaku tidak diberi sanksi qishas maupun diyat karena kerelaan

untuk dibunuh tersebut berarti korban telah memaafkan pelaku dari

hukuman.

Pada kasus pembunuhan seorang ibu terhadap anaknya sendiri,

menurut hukum Islam si pelaku tetap diancam dengan hukuman qishas.

Sebab dari Hadist diatas yang tidak dapat dituntut hukuman qishas karena

membunuh anaknya sendiri adalah ayahnya, bukan ibunya. Namun Imam

Maliki berpendapat lain, seorang ayah yang dengan sengaja membunuh

anaknya sendiri juga dapat dijatuhi hukuman qishas, karena kandungan

ayat qishas dalam Al Quran bersifat umum, dan adanya Hadist yang

menyebutkan bahwa diantara yang menghalalkan darah seorang mukmin

adalah pembunuhan yang disengaja tanpa alasan yang dibenarkan.

Page 72: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Pada tindak pidana terhadap kandungan yaitu berupa pengguguran

dan pembunuhan terhadap kandungan atau janin menurut KUHP diatur

dalam Pasal 346 sampai Pasal 349, dimana ancaman pidananya berupa

pidana penjara selama waktu tertentu. Menurut Pasal 346, ada 4(empat)

perbuatan yang dirumuskan, yaitu :

(1) Menggugurkan kandungan

Pengertianya adalah suatu perbuatan yang dilakukan terhadap

kandungan seorang wanita yang mengakibatkan lahirnya janin yang

dikandungnya sebelum pada waktunya (tidak alami). Dalam istilah

kedokteran perbuatan ini sering disebut abortus provocatus.

(2) Mematikan kandungan

Pengertiannya adalah suatu perbuatan dilakukan terhadap kandungan

seorang wanita dengan tujuan untuk mematikan janin yang ada di

dalam rahim wanita tersebut. Artinya mematikan suatu kehidupan yang

ada di dalam rahim seorang wanita.

(3) Menyuruh orang lain untuk menggugurkan kandungan

Maksudnya adalah adanya orang lain yang disuruh oleh wanita yang

mengandung untuk menggugurkan kandungannya.

(4) Menyuruh orang lain untuk mematikan kandungan

Maksudnya hampir sama dengan pengertian diatas, yaitu menyuruh

orang lain untuk mematikan kandungan atau janin yang ada dirahim

wanita tersebut.

Dalam rumusan Pasal 346 ini, disebutkan bahwa pelaku/subjek

hukumnya adalah seorang wanita, bukan seorang ibu seperti pada Pasal

341 dan 342 KUHP. Hal ini dikarenakan pada Pasal 341 dan 342 KUHP

disebutkan bahwa pembunuhannya dilakukan terhadap bayi yang sudah

dilahirkan, sehingga orang tersebut sudah selayaknya disebut sebagai

seorang ibu karena sudah melahirkan seorang anak. Sedangkan pada Pasal

346, pembunuhannya dilakukan terhadap janin yang masih ada di dalam

kandungan atau belum dilahirkan secara alami dan tidak disyaratkan janin

tersebut sudah berbentuk bayi atau belum, sehingga orang ini belum layak

Page 73: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

disebut sebagai seorang ibu karena belum melahirkan anak yang

dikandungnya. Sedangkan menurut Pasal 347 sampai dengan Pasal 349

KUHP merupakan pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan

yang dilakukan oleh orang lain.

KUHP tidak mempermasalahkan mengenai berapa bulan usia janin

tersebut yang digugurkan atau dibunuh. Selama dalam rahim wanita sudah

terdapat janin, maka apabila digugurkan akan dapat dikenai sanksi pidana.

Sedangkan dalam hukum Isalam ada perbedaaan pendapat dikalangan para

ulama. Al Quran menjelaskan bahwa sebuah janin baru diberikan roh atau

nyawa setelah berumur empat bulan. Apabila janin yang digugurkan

tersebut belum berumur empat bulan, ada sebagian ulama yang

memakruhkan hukumnya dan ada pula yang mengharamkannya. Hampir

tidak ada ulama yang membolehkannya (mubah), apalagi sunah atau

wajib. Para ulama yang memakruhnya beranggapan bahwa janin tersebut

belum dirasakan kehidupannya karena masih berupa segumpal darah atau

daging. Namun para ulama sepakat bahwa menggugurkan kandungan

setelah janin berumur empat bulan atau lebih adalah haram, sehingga

perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai jinayat yang dapat dikenai

hukuman qishas atau diyat. Sebab janin tersebut dipandang sudah menjadi

manusia.

Apabila seseorang melakukan penganjuran dan pertolongan pada

orang lain yang ingin bunuh diri, menurut hukum pidana orang tersebut

dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 345 KUHP

terhadap orang yang melakukan penganjuran dan pertolongan atau

memberi sarana terhadap bunuh diri dapat diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun. Berdasarkan Pasal 345 KUHP ini, terdapat

3(tiga) bentuk perbuatan yang dilakukan, yaitu :

a) Dengan sengaja mendorong orang lain untuk melakukan bunuh diri

Mendorong artinya adalah suatu perbuatan yang dilakukan

dengan cara atau bentuk apapun yang sifatnya untuk mempengaruhi

Page 74: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

atau mendukung orang lain untuk melakukan kehendak tertentu yang

diinginkannya. Sehingga karena adanya dorongan ini, inisiatif untuk

melakukuan perbuatan bunuh diri tersebut berasal dari orang lain,

bukan dari korban itu sendiri. Pada perbuatan mendorong ini ada

pengaruh batin antara korban dan pelaku (pendorong).

b) Dengan sengaja menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri

Menolong artinya membantu orang lain dalam melakukan

suatu perbuatan tertentu. Dalam hal ini adalah menolong orang lain

untuk melakukan bunuh diri. Apabila pada perbuatan mendorong

terdapat hubungan batin, pada perbuatan menolong ini lebih bersifat

riil atau perbuatannya nyata. Misalnya dengan mempermudah atau

memperlancar bagi orang lain untuk melakukan bunuh diri, contohnya

A ingin bunuh diri dengan cara membakar tubuhnya, B membantu A

menyiramkan bensin ke tubuh A. Dari contoh tersebut bahwa

perbuatan B tampak nyata dalam membantu proses bunuh diri A.

Pada perbuatan menolong ini, inisiatif untuk bunuh diri berasal

dari korban sendiri, bukan dari orang lain (penolong). Sehingga yang

menentukan apakah perbuatan tersebut akan dilanjutkan atau tidak,

sepenuhnya tergantung pada orang yang akan bunuh diri itu sendiri.

c) Dengan sengaja memberikan sarana kepada orang lain yang akan

bunuh diri

Bentuk dari perbuatan ini hampir sama dengan menolong.

Peranan dari kedua perbuatan tersebut adalah untuk mempermudah

atau memperlancar terjadinya bunuh diri. Karena hanya sebatas

mempermudah atau memperlancar saja, maka pada perbuatan ini juga

tidak bersifat menentukan apakah bunuh dirinya akan dilanjutkan atau

dibatalkan. Sepenuhnya tergantung dari pelaku bunuh diri itu sendiri.

Misalnya A ingin bunuh diri, kemudian B meminjamkan pistol kepada

A. Keputusan untuk melakukan bunuh diri ini sepenuhnya tergantung

pada A. Namun apabila B ikut merayu A supaya melanjutkan bunuh

Page 75: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

diri, maka ia termasuk kedalam 2(dua) perbuatan sekaligus, yaitu

memberikan sarana dan mendorong terjadinya bunuh diri.

Pada akhir kalimat dalam Pasal 345 KUHP menyatakan bahwa

“kalau orang itu jadi bunuh diri”. Ini berarti bahwa ketiga macam

perbuatan diatas, yaitu mendorong, menolong, memberikan sarana untuk

bunuh diri, baru dapat dipertanggungjawabkan apabila mengakibatkan

meninggalnya korban. Jadi pada unsur ini merupakan syarat yang mutlak

untuk dapat dipidana seseorang karena melanggar Pasal 345 KUHP.

Contohnya, A pada waktu bunuh diri dengan membakar dirinya atas

pertolongan dari B, ternyata A tidak mati karena ada tetangganya yang

tahu kemudian dirawat di rumah sakit. Pada kasus ini B tidak dapat dijerat

dengan Pasal 345 KUHP, karena kejadian ini baru sebatas pada percobaan

bunuh diri sehingga tidak dapat dipidana.

Dalam hukum Islam tidak ada dalil yang menyebutkan mengenai

sanksi pidana terhadap orang yang menganjurkan dan menolong pada

perbuatan bunuh diri. Orang yang melakukan bunuh diri itulah yang nanti

akan mendapatkan hukuman dari Allah kelak di akhirat, sebagaimana

dijelaskan dalam Hadist, yang artinya : “ barang siapa menjatuhkan dirinya dari atas gunung untuk membunuh dirinya, maka ia akan terjun kedalam neraka jahanam dan kekal disana selamanya. Barang siapa meminum racun kemudian ia mati karenanya, maka kelak racun yang ia minum ditangannya akan ia minum selamanya di neraka jahanam. Barang siapa membunuh dirinya dengan besi maka besi yang berada ditangannya itu akan dipukulkan kepadanya terus-menerus di neraka jahanam untuk selamanya” (H.R. Imam Bukhari dan Muslim).

Dalam Al Quran Surat An Nisaa’ Ayat 29 Allah berfirman, yang

artinya : “ …dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah

terhadap kamu adalah Maha Penyayang “

Berdasarkan dalil diatas dijelaskan bahwa manusia dilarang untuk

melakukan bunuh diri dan terhadap orang yang melakukan bunuh diri akan

mendapatkan hukuman di neraka jahanam berupa pembalasan yang sama

Page 76: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

dengan cara dilakukannya bunuh diri pada waktu di dunia. Manusia

diwajibkan untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan

kesabaran, sebagaimana disebutkan dalam Al Quran Surat Al ‘Ashr Ayat

1-3, yang artinya : “ Demi masa. Sesunggungnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan

nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati

supaya menetapi kesabaran“(Depag RI, 1971:1099).

Seseorang dapat dituntut hukuman qishas apabila pelakunya adalah

mukalaf, yaitu orang yang dapat memepertanggung-jawabkan

perbuatannya. Sebab dalam hukum Islam seorang yang bukan mukalaf

tidak dapat dituntut hukuman, sebagaimana disebutkan dalam hadist

Rasulullah SAW, yang artinya : “Diangkat pena dari tiga golongan:

(Pertama) dari anak kecil hingga baligh, (kedua) dari orang tidak waras

pikirannya hingga sadar (sehat), dan (ketiga) dari orang yang tidur

hingga terjaga.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi). Jadi terhadap

anak kecil (belum baligh) dan orang gila yang melakukan pembunuhan

tidak dapat dituntut hukuman qishas. Sama halnya yang diatur dalam

KUHP, pada Pasal 44 diterangkan bahwa orang yang sakit jiwa

(gebrekkige ontwikkeling) atau orang gila yang melakukan tindak pidana

pembunuhan juga tidak dapat dipidana. Sedangkan terhadap seseorang

yang belum berumur 16 tahun yang melakukan tindak pidana

pembunuhan, dalam Pasal 45 dijelaskan bahwa hakim dapat menentukan

supaya dikembalikan kepada orang tua/walinya atau tanpa dipidana

apapun. Namun jika hakim menjatuhkan pidana, menurut Pasal 47 KUHP

maka maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga, atau jika perbuatannya

merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau pidana

penjara seumur hidup maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima

belas tahun.

Page 77: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Pada percobaan pembunuhan, menurut hukum Islam pelaku dapat

dijatuhi hukuman ta’zir. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai

ketentuan ta’zirnya. Imam Malik dan Imam al-Laits berpendapat bahwa

bila si pelaku dimaafkan maka ta’zirnya adalah dijilid seratus kali dan

dipenjara selama satu tahun. Sedangkan menurut KUHP, mengenai

percobaan diatur pada Pasal 53. Suatu perbuatan dapat disebut sebagai

percobaan pembunuhan jika niat untuk melakukannya telah nyata dari

adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu

bukan disebabkan karena kehendaknya sendiri. Terhadap pelaku

percobaan pembunuhan ini, ancaman pidananya adalah maksimum pidana

pokok dikurangi sepertiga, atau dapat dipidana penjara paling lama lima

belas tahun apabila pelaku melakukan percobaan pembunuhan berencana.

Apabila ada dua orang yang melakukan pembunuhan dimana salah

satu orang hanya memegang saja bukan bertujuan untuk membunuh, maka

menurut hukum Islam ia (yang memegang) tidak dapat dituntut qishas.

Namun apabila memegang dengan maksud untuk membunuhnya, dan

pembunuhnya adalah orang yang ketiga, dikalangan ulama terdapat

perbedaaan pendapat. Imam Malik berpendapat bahwa yang memegang

juga mendapatkan hukuman qishas. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan

Imam Syafi’I berpendapat bahwa orang yang memegang tersebut diancam

dengan hukuman ta’zir, karena ia tidak membunuhnya secara langsung.

Sedangkan menurut KUHP, orang yang memegang tersebut disebut

sebagai pembantu (medeplichtige). Mengenai kasus ini diatur dalam Pasal

56 dan 57 KUHP. Pembantu ialah orang yang sengaja memberi bantuan,

kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Terhadap pembantu kejahatan, ancaman pidananya adalah maksimum

pidana pokok dikurangi sepertiga, dan jika kejahatannya diancam dengan

pidana mati atau penjara seumur hidup, maka diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.

Page 78: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Dalam KUHP pada setiap ancaman sanksi pidana terdapat kalimat

“paling lama”. Hal ini menunjukan bahwa hakim diberikan kebebasan

untuk menentukan lamanya pidana penjara yang akan dijatuhkan kepada

terdakwa. Namun kebebasan hakim tersebut bukan berarti kebebasan yang

mutlak tidak terbatas. “Menurut Gunter Warda, dalam menentukan berat-

ringannya hukuman yang akan dijatuhkan oleh hakim harus

memperhatikan beberapa aspek, antara lain mengenai sifat dan seriusnya

delik yang dilakukan, kepribadian dari pelaku, umur, tingkat pendidikan,

jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal pelaku dan sebagainya” (Oemar

Seno Adji, 1984 : 8).

Pembunuhan sengaja yang dimaafkan dari hukuman qishas dan

diyat adalah aturan yang baik dan membawa kemaslahatan. Namun

pembunuhan itu tidak hanya melanggar hak perorangan melainkan juga

melanggar hak jamaah atau masyarakat, oleh sebab itu hukuman ta’zir

sebagai sanksi atas hak masyarakat. Imam Malik dan Imam al Laits

berpendapat bahwa bila dalam kasus pembunuhan dimaafkan, maka

sanksinya adalah dijilid/dera seratus kali dan dipenjara selama satu tahun..

Jadi hukuman ta’zir dapat dijatuhkan terhadap pembunuh dimana sanksi

qishas tidak dilaksanakan ( H.A. Djazuli, 2000 : 175).

Dalam hukum pidana Islam, selain akan mendapatkan sanksi

pidana berupa qishas atau membayar diyat, terhadap pelaku pidana

pembunuhan juga akan mendapatkan hukuman di akhirat, sebagaimana

firman Allah SWT dalam Surat An Nisaa’ Ayat 93, yang artinya : “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja

maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka

kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar

baginya” (Depag RI, 1971:136).

Pembunuhan terhadap seorang mukmin dengan sengaja akan

dimasukkan ke dalam neraka jahanam selamanya dan Allah murka dan

mengutuknya serta akan mendapatkan azab yang besar bagi pelakunya.

Page 79: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Namun ulama-ulama Syafi’i berpendapat bahwa pembunuh dapat bertobat

dan meminta ampunan dari Allah atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat An Nisaa’ Ayat 48 : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia

mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang

dikehendaki-Nya” (Depag RI, 1971:126).

Ibnu Abbas r.a. telah menceritakan hadist berikut, bahwa Nabi

SAW pernah bersabda, yang artinya :

“Manusia yang paling dibenci oleh Allah ada tiga macam, yaitu : orang

yang durhaka di tanah suci, orang yang melakukan perbuatan jahiliyah

dalam Islam, dan orang yang menuntut darah orang lain tanpa alasan

yang hak selain untuk mengalirkan darahnya (membunuhnya)” (H.R.

Bukhari)

Menurut Hadist tersebut bahwa membunuh orang tanpa ada alasan

yang dibenarkan merupakan salah satu perbuatan yang paling dibenci oleh

Allah. Ketiga orang tersebut merupakan orang yang paling jahat di sisi

Allah.

2. Pembunuhan Tidak Disengaja

Pembunuhan yang tidak disengaja adalah pembunuhan yang terjadi

karena pelaku tidak menghendaki akibat dari perbuatannya. Mengenai

tindak pidana pembunuhan yang tidak disengaja ini, diatur dalam Pasal

359 KUHP. Terhadap setiap orang karena kealpaannya menyebabkan

matinya orang lain, menurut KUHP diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan yang pasif

maupun aktif. Contoh perbuatan yang pasif misalnya penjaga palang pintu

kereta api karena tertidur pada waktu ada kereta yang melintas dia tidak

menutup palang pintu sehingga mengakibatkan tertabaraknya mobil yang

sedang melintas. Bentuk kealpaan penjaga palang pintu ini berupa

Page 80: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

perbuatan yang pasif karena tidak melakukan apa-apa. Sedangkan contoh

perbuatan yang aktif misalnya seseorang yang sedang menebang pohon

ternyata menimpa orang lain sehingga matinya orang itu karena tertimpa

pohon. Bentuk kealpaan dari penebang pohon ini berupa perbuatan yang

aktif.

Hukum Islam mendefinisikan pembunuhan yang tidak disengaja

adalah seorang mukalaf yang melakukan pembunuhan karena adanya

kesalahan. Pembunuhan karena kesalahan diatur dalam Al Quran Surat

An-Nisa’ ayat 92, yang artinya : “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Depag RI, 1971:135).

Dalam ayat diatas terdapat ketentuan sebagai berikut :

a. Seorang mukmin yang tidak sengaja membunuh mukmin lainnya,

maka diwajibkan membayar kifarat berupa memerdekakan seorang

hamba sahaya mukmin dan membayar diyat yang diserahkan kepada

keluarga korban.

b. Seorang mukmin yang membunuh mukmin lainnya dari kaum yang

memusuhinya karena tidak sengaja, hanya diwajibkan membayar

kifarat berupa memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin.

c. Seorang mukmin yang tidak sengaja membunuh orang kafir yang ada

perjanjian damai, diwajibkan membayar kifarat berupa memerdekakan

Page 81: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

seorang hamba sahaya mukmin dan membayar diyat yang diserahkan

kepada keluarga korban.

d. Jika tidak mungkin memerdekakan budak, maka dapat diganti dengan

cara berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

Pada pembunuhan yang tidak disengaja, besarnya diyat yang harus

dibayarkan kepada keluarga korban jumlahnya sama dengan pembunuhan

yang disengaja, yaitu berupa 100 ekor onta. Tetapi jenis/klasifikasi

ontanya berbeda. Abdullah Ibnu Mas’ud r.a telah menceritakan Hadist

berikut, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya : “Diyat pembunuhan karena keliru (tersalah) ialah dua puluh ekor onta

hiqqah, dua puluh ekor onta jadza’ah, dua puluh ekor onta bintu

makhadh, dua puluh ekor onta bintu labun, dua puluh ekor onta bani

makhadh yang betina” (H.R. Ash-habus Sunan). Berdasarkan Hadist diatas disebutkan bahwa besarnya diyat yang yang

harus dibayarkan berupa :

a. 20 ekor onta hiqqah,

b. 20 ekor onta jadza’ah,

c. 20 ekor onta bintu makhadh,

d. 20 ekor onta bintu labun,

e. 20 ekor onta bani makhadh yang betina

Pada pembunuhan tidak sengaja, diyatnya ialah mukhafafah (diyat

ringan), diyat ini pembayarannya tidak hanya dibebankan kepada korban

saja, melainkan juga bisa kepada keluarganya, selain itu pembayarannya

juga dapat diangsur selama tiga tahun.

Membebankan diyat mukhafafah kepada keluarga pelaku dengan

pertimbangan bahwa pelaku sedang tertimpa musibah karena

ketidaksengajaanya menyebabkan matinya orang lain sehingga diwajibkan

membayar diyat maupun kifarat, oleh sebab itu keluarganya sepantasnya

menolong saudaranya yang sedang mengalami musibah. Namun apabila

Page 82: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

pelaku maupun keluarganya benar-benar tidak mampu untuk

membayarnya, maka yang membayar diyat adalah Negara yang diambil

dari baitulmal (kas Negara). Hal ini didasarkan pada Hadist Nabi SAW

yang mengajarkan, yang artinya“Aku adalah wali bagi orang yang tidak

mempunyai wali sama sekali”.

Pembunuhan yang tidak disengaja, menurut hukum Islam dan

KUHP sanksi pidananya lebih ringan daripada pembunuhan yang

disengaja. KUHP hanya memberikan sanksi pidana penjara paling lama

lima tahun atau bahkan mungkin hanya dipidana kurungan paling lama

satu tahun. Hal ini tentu jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan

pembunuhan yang disengaja yang diatur pada Pasal 338 KUHP dimana

ancaman pidananya bisa lima belas tahun penjara. Sedangkan menurut

hukum Islam, sanksi pidana pembunuhan yang tidak disengaja juga lebih

ringan daripada pembunuhan yang disengaja. Pada pembunuhan yang

tidak disengaja tidak diancam dengan hukuman qishas.

Apabila ada dinding yang roboh menimpa orang lain hingga mati,

menurut Imam Hanafi orang yang memiliki tembok tersebut dapat

dimintai pertanggung-jawaban apabila sebenarnya ia mampu untuk

memperbaikinya, namun apabila ia tidak mampu maka pemilik tembok

tidak dapat dimintai pertanggung-jawaban. Apabila seseorang menggali

sumur atau lubang, lalu ada orang lain yang terperosok kedalamnya hingga

mati, Imam Malik berpendapat bahwa apabila menggalinya di suatu

tempat yang biasa untuk membuat sumur atau lubang, maka si penggali

tidak dapat dituntut pertanggung-jawaban., tetapi apabila penggaliannya

melewati batas penggalian, si penggali dapat dituntut pertanggung-

jawaban (Sayyid Sabiq, 1984 : 148-149).

Pada kedua kasus diatas menurut hukum pidana orang yang

memiliki dinding dan yang menggali sumur/lubang dapat dituntut

pertanggung-jawaban apabila memang terbukti ada kelalaian atau kealpaan

dari pemilik dinding atau penggali sumur/lubang. Apabila pemilik dinding

Page 83: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

sudah mengetahui bahwa dindingnya akan roboh namun ia tetap

membiarkannya, lalu ada orang lain yang tertimpa hingga mati, maka ia

dapat dituntut pertanggung-jawaban dan terhadap penggali sumur/lubang

yang menggali ditempat yang tidak biasanya atau yang sering dilewati

orang, kemudian ada orang lain yang terperosok hingga mati karena tidak

ada tanda peringatan atau menutup lubangnya maka ia dapat dituntut

pertanggungjawaban karena kealpaan/kelalaiannya menyebabkan matinya

orang lain.

“Abdul Aziz Amir berpendapat bahwa pembunuhan yang tidak

disengaja yang merupakan akibat ketidak hati-hatian selain dikenai

hukuman diyat, juga dapat digabungkan dengan hukuman ta’zir, karena

ta’zir itu bersifat perorangan dan bukan merupakan hukum yang bersifat

umum” ( H.A. Djazuli, 2000 : 176). Sedangkan dalam KUHP, pelaku

pembunuhan yang tidak disengaja selain dapat dikenai sanksi pidana

penjara dapat juga dikenai sanksi pidana kurungan. Pidana kurungan

sifatnya lebih ringan daripada pidana penjara, misalnya pidana kurungan

ini bisa diganti dengan membayar denda sehingga tidak perlu

melaksanakan hukuman kurungan bila sudah membayar denda.

Sebagai contoh dari sanksi pidana yang dijatuhkan hakim terhadap

pelaku tindak pidana kejahatan terhadap nyawa, diambil dari putusan

Pengadilan nomor : 88/ Pid.B/ 2004/ PN. Ska. Seorang supir truk bernama

Slamet, umur 35 tahun, telah menabrak seorang pengendara motor

bernama Soedarmadi hingga tewas. Berdasarkan keterangan saksi dan

bukti yang ada, maka terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana karena “kesalahannya menyebabkan

matinya orang lain” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359 KUHP.

Hakim menjatuhkan hukuman berupa pidana penjara selama 6(enam)

bulan. Meskipun dalam KUHP terhadap pelaku pembunuhan karena

kesalahan atau kealpaan diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Hakim memberikan

Page 84: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

keringanan hukuman ini dengan pertimbangan bahwa terdakwa mengakui

terus terang akan perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi,

terdakwa menyesali atas perbuatannya, dan terdakwa juga belum pernah

dipidana sebelumnya.

Tujuan dari pemberian sanksi pidana pembunuhan yang tidak

disengaja ini adalah supaya orang lebih berhati-hati dalam melakukan

perbuatannya agar tidak merugikan orang lain lebih-lebih sampai berakibat

kematian. Sebab agama dan negara sangat menghormati hak hidup

manusia, sehingga tidak mungkin akan membiarkan hilangnya nyawa

yang disebabkan karena kelalaian orang lain tanpa dikenai sanksi.

Wallahu’alam.

Page 85: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tindak pidana pembunuhan ialah kejahatan yang dilakukan berupa

penyerangan terhadap nyawa orang lain. Tindak pidana pembunuhan yang

dilakukan dengan sengaja dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua Bab XIX

Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 mengenai Kejahatan Terhadap Nyawa.

Sedangkan pada tindak pidana pembunuhan yang tidak sengaja diatur dalam

Buku Kedua Bab XXI KUHP Pasal 359. Hukum Islam membagi tindak

pidana pembunuhan menjadi tiga macam, yaitu pembunuhan yang dilakukan

dengan sengaja, pembunuhan yang dilakukan tidak dengan sengaja dan

pembunuhan yang dilakukan menyerupai sengaja. Landasan hukum mengenai

tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam beberapa ayat dalam Al Quran dan

juga diatur dalam Hadist Nabi Muhammad SAW.

Hukum pidana Indonesia maupun hukum pidana Islam menguraikan

unsur kesengajaan adalah berupa perbuatan yang dikehendaki pelakunya akan

menimbulkan suatu akibat tertentu. Dalam hal tindak pidana pembunuhan

yang disengaja, akibat yang dikehendaki oleh pelaku adalah meninggalnya

orang lain. Sedangkan pada pembunuhan yang tidak disengaja pelaku tidak

menghendaki akibat yang akan terjadi. Oleh sebab itu dalam KUHP maupun

hukum Islam sanksi pidana pembunuhan yang disengaja akan lebih berat

daripada yang tidak disengaja.

Sanksi pidana pembunuhan yang diatur dalam KUHP dapat berupa

pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana tambahan.

Sedangkan dalam hukum pidana Islam sanksi pidana pembunuhan dapat

berupa hukuman qishash, hukuman diyat, kifarat, dan hukuman ta’zir.

Page 86: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Hukum pidana Indonesia merupakan mutlak hukum publik (hukum

Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang/perseorangan

(warga negara) dengan Negara. Sehingga yang berhak untuk menentukan

hukumannya adalah Negara tanpa ada campur tangan dari orang lain.

Sedangkan dalam hukum pidana Islam tidak membedakan antara hukum

privat dan hukum publik. Sehingga memungkinkan adanya campur tangan

dari orang/perseorangan maupun dari pemerintah (penguasa) dalam

menentukan hukumannya. Hukum pidana Indonesia dalam hal terjadi tindak

pidana pembunuhan, proses hukumnya secara mutlak menjadi hak Negara

untuk menentukan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada pelaku, Negara

yang akan menentukan berat-ringannya hukuman berdasarkan bukti-bukti

yang ada. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, apabila terjadi tindak pidana

pembunuhan yang berhak menentukan sanksi pidananya adalah pihak

keluarga atau ahli waris dari korban, apakah pelaku akan dijatuhi hukuman

qishas, atau dimaafkan dengan membayar diyat atau dimaafkan secara cuma-

cuma.

Hukum pidana Islam mengenal adanya pemaafan secara cuma-cuma

dari keluarga korban kepada pelaku atas pembunuhan yang telah

dilakukannya. Pemaafan secara cuma-cuma ini memungkinkan pelaku

pembunuhan tidak akan mendapatkan sanksi pidana apapun. Sedangkan dalam

hukum pidana Indonesia meskipun pelaku tindak pidana pembunuhan sudah

mendapatkan pemaafan dari keluarga korban, proses hukumnya masih tetap

berjalan karena yang menentukan hukumannya adalah Negara.

Sanksi pidana pembunuhan dalam hukum Islam selain diberikan di

dunia, pelaku juga akan mendapatkan hukuman di akhirat berupa dimasukkan

kedalam neraka Jahannam dan mendapatkan azab yang pedih dari Allah

apabila pelaku tidak bertobat kepada Allah atas perbuatan yang telah

dilakukannya.

Page 87: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

B. Saran 1. Manusia merupakan mahluk yang paling dimuliakan Allah. Hak yang

paling utama dan dijamin oleh agama maupun oleh Negara adalah hak

hidup. Hak tesebut merupakan hak milik manusia secara mutlak tanpa

mempertimbangkan agama, bangsa dan kedudukan dalam masyarakat.

Oleh sebab itu seharusnya hak hidup tersebut harus dijaga dan dilindungi. 2. Pembunuhan itu menghancurkan tata nilai hidup yang telah dibangun oleh

kehendak Allah SWT dan merampas hak hidup orang yang menjadi

korban, sekaligus dapat mengakibatkan permusuhan dengan keluarga

korban dan juga mungkin dapat mengganggu kesejahteraan dan

kemakmuran kehidupan keluarga korban apabila korban merupakan

tulang punggung keluarga. Sehingga sepantasnya terhadap pelaku

pembunuhan, khususnya yang disengaja dan terencana mendapatkan

hukuman yang seberat-beratnya mengingat kejahatan yang telah

dilakukannya. 3. Apabila terjadi tindak pidana pembunuhan hendaknya pelaku segera

meminta maaf kepada keluarga korban dan keluarga korban hendaknya

juga dengan lapang dada menerima permintan maaf tersebut dengan baik.

Saling memaafkan merupakan perbuatan yang paling mulia disisi Allah

dan akan lebih mendekatkan kepada ketakwaan. 4. Kepada aparat penegak hukum, berikanlah keadilan yang seadil-adilnya

baik kepada pelaku kejahatan maupun kepada keluarga korban pada waktu

memberikan hukuman. Supaya dapat membuat jera terhadap pelakunya

agar tidak mengulanginya lagi dan juga sebagai peringatan terhadap orang

lain supaya tidak melakukan tindak pidana pembunuhan.

Page 88: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

DAFTAR PUSTAKA

Buku : Abuddin Nata. 2001. Sejarah Perkembangan dan Pendidikan Islam di Indonesia.

Jakarta : Gramedia. Adami Chazawi. 2001. Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa. Jakarta : Raja

Grafindo Persada. . 2005. Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta. Raja Grafindo

Persada. Ahmad Azhar Basyir. 2006. Ikhtisar Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam).

Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Press. Ahmad Hanafi. 1967. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Andi Hamzah. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke

Reformasi. Jakarta : Pradnya Paramita. Bambang Poernomo. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta : Ghalia

Indonesia. C.S.T.Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta :

Balai Pustaka. H.A. Djazuli. 2000. Fiqh Jinayah. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Ilham Bisri. 2004. Sistem Hukum Indonesia. Prinsip-Prinsip dan Implementasi

Hukum di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lexy J. Moelong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Johnny Ibrahim. 2006. Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Malang :

Bayumedia. Leden Marpaung. 2005. Asas, Teori, Praktek Hukum Pidana. Jakarta : Sinar

Grafika. Marsum. 1988. Jinayat (Hukum Pidana Islam). Yogyakarta : Universitas Islam

Indonesia Press.

Page 89: STUDI KOMPARASI SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN …/Studi...KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM ISLAM” Penulisan hukum ini membahas mengenai perbandingan sanksi pidana

Moeljatno. 1980. Asas-asas Hukum Pidana. Yogyakarta : Universitas Gadjah

Mada Press. Mohd. Idris. Ramulyo. 1997. Asas-asas Hukum Islam. Jakarta : Sinar grafika. Oemar Seno Adji. 1984. Hukum-Hakim Pidana. Jakarta : Erlangga. Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung : CV. Mandar

Maju Sayyid Sabiq. 1984. Fikih Sunnah. Bandung : PT. Alma’arif. Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas

Indonesia Press. Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto. Perundang-undangan : Al Hadist. Al Qur’an dan Terjemahannya. 1971. Jakarta : Departemen Agama RI. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta : Bumi

Aksara.

Internet : http://www. Al-azim.com ( 9 Maret 2008 pukul 15.00 WIB.) http://www. Alislamu.com ( 9 Maret 2008 pukul 15.00 WIB.) http://digilib.itb.ac.id ( 24 Februari 2008 pukul 19.00 WIB.) http://www.Suara Merdeka.com ( 8 April 2008 pukul 15.00 WIB.)