Top Banner
STUDI KELAYAKAN DAN DAMPAK TEKNOLOGI PIROLISIS TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI PELAKU INDUSTRI TEMPURUNG KELAPA (Studi Kasus di Desa Gunung Terang Kabupaten Lampung Selatan) Yasir Wijaya 1 , Wasinton Simanjuntak 2 , Wan Abbas Zakaria 3 1) Badan Pusat Statitik Kabupaten Lampung Utara 2) Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung 3) Guru Besar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung [email protected] Abstrak Industri arang tempurung kelapa (ATK) saat ini berkembang sangat pesat, karena produk ini merupakan salah satu komoditas ekspor Propinsi Lampung ke berbagai Negara antara lain seperti Jepang, Korea dan China. Dalam industri ATK, salah satu masalah yang belum terpecahkan sampai saat ini adalah mengenai emisi gas CO 2, Emisi gas rumah kaca terjadi karena metode pengolahan yang diterapkan oleh masyarakat hingga dewasa ini masih metode konvensional. Dikaitkan dengan pemanasan global yang menjadi isu internasional dewasa ini, industri tempurung kelapa memerlukan teknologi yang lebih baik, dalam artian mampu meminimalkan jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses pengolahan. Kebutuhan akan teknologi yang ramah lingkungan merupakan latar belakang utama pemanfaatan pembakaran sistem tertutup, yang dikenal juga dengan istilah pirolisis. Teknologi pirolisis diajukan karena sistem pembakaran ini dilangsungkan tanpa melibatkan oksigen dari atmosfer.Dengan demikian jumlah CO 2 yang terbentuk sangat kecil dibandingkan dengan pembakaran terbuka. Telah dilakukan percobaan untuk menghitung jumlah emisi CO 2 yang berhasil direduksi oleh Teknologi Pirolisis. Dengan perlakuan untuk massa Tempurung Kelapa seberat 1400 gram, suhu 250C ° , 300C ° , 350C ° dan 400C ° , dengan waktu pembakaran selama 6 jam. Menghasilkan rata-rata untuk Arang 489 gram; Asap Cair
26

Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

Jul 28, 2015

Download

Documents

Yasir Wijaya
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

STUDI KELAYAKAN DAN DAMPAK TEKNOLOGI PIROLISIS TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN DAN

KESEJAHTERAAN PETANI PELAKU INDUSTRI TEMPURUNG KELAPA

(Studi Kasus di Desa Gunung Terang Kabupaten Lampung Selatan)

Yasir Wijaya1, Wasinton Simanjuntak2, Wan Abbas Zakaria3

1) Badan Pusat Statitik Kabupaten Lampung Utara2)Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung

3)Guru Besar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas [email protected]

AbstrakIndustri arang tempurung kelapa (ATK) saat ini berkembang sangat pesat,

karena produk ini merupakan salah satu komoditas ekspor Propinsi Lampung ke berbagai Negara antara lain seperti Jepang, Korea dan China. Dalam industri ATK, salah satu masalah yang belum terpecahkan sampai saat ini adalah mengenai emisi gas CO2, Emisi gas rumah kaca terjadi karena metode pengolahan yang diterapkan oleh masyarakat hingga dewasa ini masih metode konvensional.

Dikaitkan dengan pemanasan global yang menjadi isu internasional dewasa ini, industri tempurung kelapa memerlukan teknologi yang lebih baik, dalam artian mampu meminimalkan jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses pengolahan. Kebutuhan akan teknologi yang ramah lingkungan merupakan latar belakang utama pemanfaatan pembakaran sistem tertutup, yang dikenal juga dengan istilah pirolisis. Teknologi pirolisis diajukan karena sistem pembakaran ini dilangsungkan tanpa melibatkan oksigen dari atmosfer.Dengan demikian jumlah CO2 yang terbentuk sangat kecil dibandingkan dengan pembakaran terbuka.

Telah dilakukan percobaan untuk menghitung jumlah emisi CO2 yang berhasil direduksi oleh Teknologi Pirolisis. Dengan perlakuan untuk massa Tempurung Kelapa seberat 1400 gram, suhu 250C°, 300C°, 350C° dan 400C°, dengan waktu pembakaran selama 6 jam. Menghasilkan rata-rata untuk Arang 489 gram; Asap Cair 591 mL, Tar 140 mL dan CO256 gr. Sedangkan untuk waktu satu tahun satu pengusaha ATK, dengan teknologi pirolisis mampu mereduksi emisi CO2sebesar 38.400 kg. Berdasar hasil analisis perhitungan finansial untuk teknologi pirolisis didapat nilai NPV Rp. 9.188.387.871; Net B/C ratio=83.99; BCR 6,52 dan IRR 77%, menunjukan bahwa usaha pengembangan tempurung kelapa layak dilaksanakan dengan memberikan nilai tambah sebesar 34 kali dibandingkan metode konvensional.

Kata Kunci:Arang Tempurung Kelapa, Pirolisis, Emisi CO2, Nilai Tambah

1. PENDAHULUANIndonesia adalah negara yang memiliki luas perkebunan kelapa nomor satu di

dunia. Luas kebun kelapa Indonesia 3,712 juta hektar (31,4% luas kebun kelapa dunia) dengan produksi kelapa kurang lebih 12,915 milyar butir (24,4% produksi dunia). Bobot tempurung kelapa mencapai 12% dari bobot buah kelapa. Dengan

Page 2: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

berat sebutir kelapa rata-rata 1,5 kg, maka potensi tempurung kelapa Indonesiamencapai 2324,7 juta ton/tahun (Ditjenbun, 2007).

Propinsi Lampung termasuk salah satu sentra produksi buah kelapa di Indonesia, berdasarkan hasil studi yang didapat areal pertanaman kelapa di Propinsi Lampung sekitar 132.824 ha, merupakan terluas kedua setelah kopi robusta. Areal itu tersebar di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Pesawaran, Way Kanan, Tulang Bawang, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Kabupaten Lampung Utara. Sekitar 99,95% dari areal tersebut merupakan perkebunan rakyat (BPS, 2010). Dengan produksi kelapa di propinsi Lampung sebesar 112.300 ton pertahun, maka tersedia pula sekitar 81.900 ton sabut, 30.700 ton tempurung kelapa dan 51.200 ton air kelapa.

Di Propinsi Lampung Kabupaten Lampung Selatan merupakan wilayah paling potensial karena memiliki perkebunan kelapa 30.213 Ha dengan produksi 30.955 ton pertahun (BPS, 2010). Dengan dukungan bahan baku yang demikian besar, industri berbasis buah kelapa merupakan salah satu industri yang terus berkembang di Kabupaten Lampung Selatan. Selain minyak kelapa, produk lain yang sudah dihasilkan sejak lama adalah serabut kelapa dan arang tempurung.

Industri arang tempurung kelapa (ATK) saat ini berkembang sangat pesat, karena produk ini merupakan salah satu komoditas ekspor Propinsi Lampung ke berbagai Negara antara lain seperti Jepang, Korea dan China. Sebagai gambaran,berdasarkan data BPS tahun 2009 Propinsi Lampung mengekspor batok kelapa seberat 1.195 ton, dengan nilai mencapai 326.140 dolar AS.

Dalam industri ATK, salah satu masalah yang belum terpecahkan sampai saat ini adalah mengenai emisi gas CO2 dengan jumlah yang sangat besar ke atmosfer. Emisi gas rumah kaca ini terjadi karena metode pengolahan yang diterapkan oleh masyarakat hingga dewasa ini masih metode konvensional yaitu metode pembakaran terbuka.

Dikaitkan dengan kelemahan ini, industri ATK sangat memerlukan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Hal ini perlu dipikirkan karena asap dari industri arang tempurung kelapa tidak mendapat respon negatif dari masyarakat internasional. Seiring dengan gerakan pengurangan pemanasan global yang menjadi perhatian dewasa ini.

Dikaitkan dengan pemanasan global yang menjadi isu internasional dewasa ini, industri tempurung kelapa memerlukan teknologi yang lebih baik, dalam artian mampu meminimalkan jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses pengolahan. Langkah ini diperlukan agar industri tempurung kelapa tidak menjadi penyumbang gas rumah kaca yang kemungkinan akan dipermasalahkan oleh masyarakat internasional.

Kebutuhan akan teknologi yang lebih ramah lingkungan merupakan latar belakang utama pemanfaatan pembakaran sistem tertutup, yang dikenal juga dengan istilah pirolisis. Teknologi pirolisis diajukan karena sistem pembakaran ini dilangsungkan tanpa melibatkan oksigen dari atmosfer. Dengan demikian jumlah CO2 yang terbentuk sangat kecil dibandingkan dengan pembakaran terbuka. Disamping kemampuan untuk menekan jumlah CO2 yang terbentuk, teknologi pirolisis juga menawarkan sejumlah keuntungan lain yaitu bisa menghasilkan arang yang berkualitas, produksi asap cair, dan produksi tar yang yang berpotensi memiliki nilai ekonomis tinggi.

1

Page 3: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

Sehingga peneliti juga akan mengidentifikasi bagaimana produk-produk turunan yang dihasilkan, dan bagaimana mekanisme pasar yang terbentuk. Selain itu juga mengetahui nilai tambah dari masing-masing metode pengembangan yang ada.

Dikaitkan dengan adanya transfer teknologi ini, juga akan dilihat apakah memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.Sehingga dalam penelitian ini akan dikembangkan beberapa pertanyaan melalui kuisioner untuk menjawab kriteria yang sudah ditentukan.

Mengenai isu pengurangan emisi gas rumah kaca, salah satu program internasional yang mekanismenya dibawah Kyoto protocol yang dikenal project Clean Development Mechanism (CDM) yang dimaksudkan untuk membantu negara maju atau industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan oleh CDM khususnya untuk skala kecil bisa direkomendasikan untuk menjadi program CDM apabila dengan adanya transfer teknologi bisa mengurangi emisi CO2 kurang dari 15kTon pertahunnya yang kemudian mendapatkan Certified Emission Reduction (CER) dari UNFCCC(http://cdm.unfccc.int/Projects/pac/ssclistmeth.pdf).

Untuk mengetahui jumlah emisi yang berkurang akibat teknologi pirolisis ini akan dilakukan perhitungan emisi CO2 dengan metode kimia yang ada. Sehingga penelitian ini juga nantinya akan menjadi literatur sebagai penelitian pendahuluan atau kelayakan (research visibility) untuk mengajukan program CDM.

II. METODOLOGI PENELITIAN2.1 Waktu dan TempatPenelitian ini dilakukan pada semester genap kalendar akademik tahun 2010-2011 Universtias Lampung. Lokasi penelitian dilaksanakan di dua tempat berbeda yaitu Eksperimen alat dan analisis di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA Unila dan SurveiLapangan langsung yaitu didesa Gunung Terang dan desa Way Emas Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. 2.2 Alat dan BahanAlat yang digunakan pada penelitian ini adalah reaktor pirolisis cawan petri, beaker gelas1L, 500mL, erlenmeyer 500 mL dan 250 mL, gelas ukur 100 mL, 50 mL dan 10 mL, labu ukur 200 mL, Pipa Alumunium 150 cm, Selang 30 cm, Toples 5000 mL dan Timbangan Ukur. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Tempurung kelapa (5.6 Kg) , Larutan NaOH (2 Kg) , aquadest (800 mL), Etanol 96,7 % (8 L).2.3 Prosedur Kerja Penelitian2.3.1 Persiapan Alat dan SampelReaktor Pirolisis dibuat dengan bahan besi yang berkualitas yaitu semi baja dan stanless murni, dimana pembuatannya dirancang di bengkel Las Bubut. Selain itu juga reaktor pirolisis dilapisi dengan semen anti panas dan gumpalan yodium serta juga dipasang alat pemanas yaitu kepingan elemen panas. Pembuatan alat menghabiskan waktu 60 hari, yaitu 1 April 2011 sampai 30 Mei 2011.Sampel (Tempurung Kelapa) di ambil dari pengumpul Tempurung kelapa di daerah Pasar Stasiun Labuhan Ratu Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.Sampel dijemur dibawah sinar matahari dan kemudian dipecah hingga menjadi bagian

2

Page 4: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

kecil. Sampel di jemur kembali untuk menghilangkan air yang masih terdapat di permukaan tempurung kelapa

2.3.2 Pirolisis Tempurung KelapaSampel yang telah dipotong-potong dan dikeringkan, di timbang sebanyak

1400 gram. Sampel dimasukkan kedalam tungku pirolisis yang telah disambungkan dengan pipa Alumunium dengan variasi suhu250oC, 300oC, 350oC dan 400 oC dengan Variabel tetap yaitu waktu pirolisis selama 6 jam. Setelah itu di ukur berat arang, volume asap cair dan berat CO2 yang dihasilkan.

Gambar 1. Pembakaran Tempurung Kelapa dengan Reaktor

2.3.3 Pembuatan Larutan Jenuh NaOHSebanyak kurang lebih 280 Gram NaOH dilarutkan kedalam cairan aquadest

yang bervolume 200 mL sampai dengan NaOH tidak dapat larut lagi. Setelah itu ditampung kedalam toples yang akan dialirkan oleh selang yang mengeluarkan asap dari hasil pembakaran. Selama 6 Jam ketika telah mencapai suhu target, selang tetap dialirkan kedalam larutan di toples sampai dengan asap tidak keluar lagi dari pembakaran.

2.3.4 Pemisahan Natrium Karbonat (Na2CO3) Hasil penampungan atau endapan dari proses pembakaran yang telah di larutkan kedalam NaOH jenuh. Selanjutnya akan di ekstrak dengan menggunakan larutan Etanol 96,7 % untuk memisahkan senyawa-senyawa organik yang terdapat pada endapan. Proses kerjanya yaitu, endapan dibersihkan atau dicuci dengan larutan etanol sampai bersih (menjadi warna putih) lalu disaring dengan menggunakan kertasaring. Selain itu juga digunakan tabung vakum untuk memisahkan larutan etanol terhadap endapan yang kita harapan.

2.3.5 Pengeringan (Pengovenan) Endapan yang telah dicuci dengan etanol, selanjutnya akan

dikeringkan atau di oven pada suhu 110 0C. Adapun tujuan pengeringan tersebut untuk melepaskan sisa-sisa air yang masih tersimpan pada

3

Page 5: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

endapan saat dicuci dengan etanol.Setelah pengeringan selesai endapan ditumbuk sampai dengan halus untuk dilakukan penimbangan.

Gambar 2.Endapan siap ditimbang setelah dihaluskan

Pada gambar 14 menunjukan suatu proses penghalusan Na2CO3 yang telah dikeringkan dengan oven, dengan menumbuk dan menghancurkan endapan yang masih ada berbentuk gumpalan. Setelah dilakukan penghalusan endapan Na2CO3

di packing kedalam plastik untuk dilakukan penimbangan

2.4Pengumpulan Data1. Angket (Kuesioner)2. Wawancara3. Ekperimen Labotarium

2.5Teknik Analisis DataMetode analisis yang digunakan adalah pada penelitian ini adalah analisis

statistik deskriptif.

3. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Eksperimen LaboratoriumProses Kerja dan Pembahasan Hasil PirolisisTabel 1.Hasil Eksperimen di Laboratorium pada berat Tempurung 1400 gr

Eks Suhu (C) Arang (gr)

Asap Cair (mL)

Na2CO3

(gr)

CO2/kgbahan

baku (gr)Tar (mL)

I 250 620 462 141 42 102II 300 480 586 136 41 135III 350 446 640 132 39 154IV 400 410 675 126 37 169

4

Page 6: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

Berdasarkan eksperimen dan pengamatan yang dilakukan di Laboratorium selama 60 hari pada tanggal 1 Agustus 2011 sampai dengan 30 September 2011, dapat ditunjukan hasil seperti pada tabel 9. Hasil percobaan yang dilakukan memiliki tujuan utama yaitu untuk mengetahui seberapa banyak CO2 yang dapat dihasilkan dari teknologi pirolisis.

Dalam pelaksanaan pirolisis dilakukan variasi temperatur yaitu 250 0C, 300 0C, 350 0C dan 400 0C untuk mengetahui pengaruh temperatur pirolisis terhadap hasil pirolisis. Pirolisis ini menghasilkan cairan yang berbau menyengat, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hitam kecoklatan dikatakan sebagai asap cair dan lapisan bawah berwarna hitam kental dikatakan sebagai tar. Selain itu juga didapat residu berupa ATK dan gas-gas yang tidak dapat terkondensasikan. Gas yang dihasilkan dari proses pirolisis ini tidak dapat terkondensasikan oleh pendingin, sehingga tidak tertampung pada penampung cairan.Total waktu yang dibutuhkan proses pirolisis rata-rata mencapai 10 jam, karena pada saat suhu target telah tercapai (t_max) dibiarkan selama 6 jam sampai dengan asap tidak keluar lagi dari pipa.

Produk PirolisisA. Asap CairSalah satu produk pirolisis yang dihasilkan yaitu asap cair, dimana produk

inimerupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung dari tempurung kelapa yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain. Dilihat dari unsur-unsur yang menyusun dari asap cair itu, unsur fenol yang biasanya banyak dikandung oleh asap cair tersebut, dimana fenol itu sendiri kita kenal untuk salah satu unsur pembersih lantai dan desinfectan. Karena unsur fenol inilah yang dapat kita gunakan di industri karet untuk meninggikan kualitas karet baik itu di tingkat petani ataupun di pabrik karetnya.

Secara grafik dapat dijelaskan hubungan antara perlakuan suhu yang berbeda-beda terhadap volume asap cair yang dihasilkan. Ternyata semakin besarnya suhu yang dipakai akan mendapatkan volume asap cair semakin meningkat.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada temperatur pirolisis 400oC dihasilkan cairan yang paling banyak yaitu sebesar 675 mL. Seperti ditampilkan ilustrasi pada gambar 16.

Gambar 3.Grafik Perbandingan Suhu Terhadap Volume Asap Cair

5

Page 7: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

B. Arang Hasil rendemen dari pirolisis berbentuk arang yang memiliki mutu kualitas

tinggi dibandingkan arang yang dihasilkan dari metode pembakaran terbuka. Dikarenakan kadar air yang tersimpan diarang sedikit bahkan tidak ada, selain itu juga warna arang hitam dan mengandung carbon. Arang hasil pirolisis dapat ditingkatkan lagi kualitasnya menjadi karbon aktif. Karbon aktif berfungsi sebagai filter untuk menjernihkan air, pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator, dan berbagai macam penggunaan lain. Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik dijadikan karbon aktif. Untuk penelitian ini tidak dilakukan pembuatan karbon aktif hanya sebatas pembuatan arang dengan suhu yang berbeda dapat dilihat pada gambar 4-7.

Gambar4. Kualitas Arang Untuk Suhu 250 0CGambar5 Kualitas Arang Untuk Suhu 300 0C

Gambar 6.Kualitas Arang Untuk Suhu 350 0CGambar7. Kualitas Arang Untuk Suhu 400 0C

Berbeda dengan yang dihasilkan pirolisis yaitu berat arang, semakin besarnya suhu yang digunakan maka berat arang semakin menurun. Tetapi untuk kualitas arangnya semakin lebih baik, diakibatkan proses pengarangan dengan suhu tinggi lebih cepat terjadinya karbonisasi. Ini disebabkan semakin berkurangnya komponen-komponen organik yang terdapat dalam tempurung tersebut.Pada penelitian ini nilai maksimum mencapai 620 gram pada suhu 250 0C ilustrasi grafik dapat dilihat pada gambar 8.

6

Page 8: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

Gambar 8. Grafik Perbandingan Suhu Terhadap Berat Arang

C. CO2

Sedangkan untuk berat CO2 semakin bertambahnya suhu pirolisis maka berat CO2 semakin menurun. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan untuk bahan baku tempurung kelapa seberat 1400 gram dengan perlakuan suhu yang berbeda-beda dihasilkan rata-rata sebesar 56 gram gas CO2. Informasi lebih sederhana dapat dilihat pada ilustrasi gambar yang disajikan pada gambar 22.

Gambar 9. Grafik Suhu Terhadap Berat CO2

D. TARDari proses pirolisis dihasilkan juga bentuk cairan, selain menghasilkan

asap cair juga terdapat cairan yang disebut Tar. Dimana hasil dari pirolisis bagian atas disebut asap cair, sedangkan bagian bawah disebut Tar yang memiliki warna keruh kehitaman yang dibiarkan lama akan mengendap didasar. Adapun hasil

7

Page 9: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

percobaan yang dilakukan untuk pembakaran tempurung kelapa dengan berat 1400 gram dengan perlakuan suhu yang berbeda-beda dari 250, 300, 350 dan 400 ditunjukan seperti grafik dibawah ini.

Gambar 10. Grafik Tar terhadap suhu

Berdasarkan grafik diatas, ditunjukan bahwa semakin bertambahnya suhu pembakaran maka volume tar yang dihasilkan semakin meningkat. Hasil ini juga sesuai dengan asap cair yang didapat. Secara rata-rata Tar yang dihasilkan untuk berat massa tempurung 1400 gram dengan perlakuan suhu yang berbeda-beda dari 250, 300, 350 dan 400 didapat sebesar 140 mL. Perhitungan CO2

Untuk mengetahui jumlah CO2 yang dihasilkan dari endapan Na2CO3 yang didapat dari teknologi pirolisis dihitung menggunakan prinsip Stokiometri. Dikarenakan hasil akhir dari reaksi pirolisis tersebut yaitu endapan Natrium Carbonat (Na2CO3), dimana dalam 1 mol Na2CO3 setara dengan 1 mol CO2. Untuk suhu 250 0C dengan massa bahan baku 1,4 kg dihasilkan berat Na2CO3 sebanyak 141 gram dengan perhitungan stoikiometri maka didapat berat CO2 sebanyak 59 gram. Untuk penjelasan perhitungannya sebagai berikut:Misal:

Diketahui:Berat bahan baku = 1,4 kgBerat Na2CO3 = 141 gramMr Na2CO3 = (23*2) + (12) + (16*3) = 106Mr CO2 = 12 + (16*2) = 441 Mol Na2CO3 = 1 mol CO2

Mol Na2CO3 = gram Na2CO3 / Mr (Na2CO3)

Mol CO2 = gram CO2 / Mr (CO2)

8

Page 10: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

Sehingga untuk menghitung berat CO2 digunakan rumus sebagai berikut,gram Na2CO3/Mr (Na2CO3) = gram (CO2) / Mr (CO2)gram CO2 = gram (Na2CO3)* Mr (CO2) /Mr (Na2CO3)

= 141 * 44 / 106= 58,53 gram = 59 gram

Maka berat CO2 yang terdapat pada endapan Na2CO3 yaitu sebesar 59 gram. Untuk 59 gram CO2 yang dihasilkan dari 1,4 Kg bahan baku, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui berat CO2 dalam 1 kg tempurung kelapa dengan rumus:

CO2/kg Bahan Baku = (59 * 1000) / 1400 = 42 gram

Sehingga dapat diketahui untuk pembuatan pengarangan dengan menggunakan teknologi pirolisis, dengan suhu 250 0C dari 1 kg bahan baku tempurung kelapa terdapat 42 gram CO2 yang dapat direduksi menghasilkan produk bernilai ekonomi seperti asap Cair.

Dengan menggunakan prinsip stoikiometri dan perhitungan yang sama yaitu: Untuk suhu 300 0C didapat 136 gram endapan Na2CO3 dengan berat bahan baku 1,4 kg maka terdapat 57 gram CO2 sehingga untuk bahan baku 1 kg Tempurung Kelapa terdapat 41 gram CO2. Untuk suhu 350 0C didapat 132 gram endapan Na2CO3 dengan berat bahan baku 1,4 kg maka terdapat 55 gram CO2

sehingga untuk bahan baku 1 kg Tempurung Kelapa terdapat 39 gram CO2. Untuk suhu 400 0C didapat 126 gram endapan Na2CO3 dengan berat bahan baku 1,4 kg maka terdapat 52 gram CO2 sehingga untuk bahan baku 1 kg Tempurung Kelapa terdapat 37 gram CO2.

Telah dilakukan percobaan untuk menghitung jumlah emisi CO2 yang berhasil direduksi oleh Teknologi Pirolisis ini. Dengan perlakuan yang sama untuk massa Tempurung Kelapa seberat 1400 gram, dengan waktu pembakaran selama 6 jam. Dapat diketahui bahwa semakin bertambahnya suhu yang digunakan ini menunjukan jumlah CO2 semakin berkurang, untuk massa tempurung kelapa 1400 gram massa CO2 yang dihasilkan rata-rata 56 gram. Sehingga apabila untuk bahan baku 1 kg tempurung kelapa didapat berat rata-rata CO2 sebesar 40 gram.

Sedangkan hasil dari pengamatan dan wawancara langsung di Lapangan untuk seorang petani ATK dalam waktu 1 (satu) tahunnya mereka mampu membakar tempurung kelapa rata-rata sebanyak 960000 kg jika dikonversikan dengan data laboratorium maka CO2 yang dilepas ke udara rata-rata sebesar 38.400.000 gram (38.400kg).Artinya dengan penerapan teknologi pirolisis mampu menekan sebanyak 38400 kg CO2/tahunnya yang dilepas ke atmosfer. Maka dengan teknologi pirolisis ini merupakan salah satu solusi untuk mengurangi emisi CO2 yang dapat berdampak terjadinya gas efek rumah kaca atau dapat memicu terjadinya pemanasan global.

Dikaitkan dengan program UNFCCC yaitu dalam rangka meretifikasi emisi CO2, ditawarkan beberapa program mekanisme pembangunan bersih atau sering disingkat dengan istilah CDM. Pada penelitian ini juga dapat direkomendasikan untuk diajukan menjadi program CDM untuk skala industri

9

Page 11: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

kecil, dimana syarat ketentuan yang harus dipenuhi yaitu teknologi atau produk mampu mereduksi emisi CO2 lebih sedikit dari 15KT/tahun. Artinya teknologi ini secara persyaratan yang telah ditentukan oleh UNFCCC memenuhi kriteria dansangat layak untuk direkomendasikan menjadi program CDM dalam rangka mengurangi emisi CO2.

Analisis Finansial Kelayakan UsahaProyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha

Sebuah usaha atau proyek layak secara finansial jika Net B/C>1, BCR>1, NPV>0 dan IRR>discount rate.Hasil perhitungan (lihat Tabel 11) menunjukkan bahwa usaha industri tempurung kelapa dengan metode konvensional adalah menguntungkan secara finansial karena pada tingkat suku bunga 12% per tahun didapatkan Net B/C 16.01 dan NPV sebesar Rp 270466994. Sedangkan untuk nilai BCR> 1 yaitu sebesar 1.57 artinya usaha tersebut sangat layak untuk dikembangkan. Dengan IRR sebesar 73.37% berarti proyek ini secara finansial layak dilaksanakan sampai dengan tingkat suku bunga 73.37% . Usaha ini juga memiliki PBP usaha 36 hari, artinya seluruh biaya investasi sudah dapat dikembalikan dalam masa 36 hari dan sisa periode usaha memberikan pendapatan bersih dari kegiatan investasi usaha industri tempurung kelapa dengan metode konvensional.

Sedangkan untuk metode pirolisis juga menunjukan sangat lebih menguntungkan dengan suku bunga pinjaman Bank 12% didapatkan nilai Net B/C yaitu 83.99 dan NPV sebesar Rp.9.188.387.871. Untuk nilai BCR hasil simulasi sebesar 6.52 ini artinya nilai BCR>1 sehingga usaha layak untuk dikembangkan. Dengan IRR sebesar 77% berarti proyek ini secara finansial layak dilaksanakan, karena nilai IRR > Nilai Suku Bunga yaitu 77%>12%, Usaha ini juga memiliki PBP usaha hanya 8 hari, artinya seluruh biaya investasi sudah dapat dikembalikan dalam masa 8 harijauh lebih cepat dibandingkan metode konvensional walaupun modal investasi awalnya lebih besar. Sedangkan sisa periode usaha memberikan pendapatan bersih dari kegiatan investasi usaha industri tempurung kelapa dengan metode pirolisis. Tabel 2.Kreteria Kelayakan Usaha Industri Tempurung Kelapa

Metode Konvensional Metode PirolisisKriteria Investasi Nilai Kriteria Investasi Nilai

NPV 270466994 NPV 9188387871BCR 1.57 BCR 6.52Net B/C 16.01 Net B/C 83,99IRR 73,37 IRR 77Pacback Period 36 Hari Pacback Period 8 HariKeuntungan/Hari 512551.81 Keuntungan/Hari 14566669Keuntungan/Bulan 10906035 Keuntungan/Bulan 376799120Keuntungan/Tahun 138080930 Keuntungan/Tahun 4525454080

Nilai TambahNilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum diolah

dengan setelah diolah per satuan. Dalam penelitian ini nilai tambah dihitung untuk mengetahui penambahan nilai dari proses pengolahan bahan baku tempurung kelapa menjadi produk seperti arang, asap cair dan tar. Nilai tambah diketahui

10

Page 12: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

dengan melihat selisih antara nilai output dan nilai input. Nilai tambah pada industri pengembangan tempurung kelapa dapat ditunjukan pada tabel berikut.Tabel3.Nilai tambah produk yang dihasilkan pada industri tempurung kelapa

No UraianProduk

Metode Konvensional Metode Pirolisis1 Nilai Output (Rp/Kg) 368.88 5516.902 Nilai Input (Rp/Kg) 232.55 806.913 Nilai Tambah (1-2) (Rp/kg) 136.33 4709.99

Data pada tabel 12 menunjukan bahwa tiap-tiap produk yang dihasilkan dari kedua metode tersebut menghasilkan nilai tambah yang positif. Nilai tambah dari produk yang dihasilkan dari metode konvensional sebesar Rp. 136.33 per Kg, dan nilai tambah dari produk yang dihasilkan dari metode pirolisis sebesar Rp. 4709.99 per kg. Prodok yang dihasilkan dari metode pirolisis lebih besar 34 kali dari produk yang dihasilkan dari metode konvensional.

Tingginya nilai tambah yang dihasilkan oleh metode pirolisis dikarenakan dari jumlah bahan baku yang sama produk yang dihasilkan bukan hanya arang saja melainkan terdapat produk turunan lainya seperti asap cair dan tar secara simultan. Untuk produk asap cair dan tar memberikan nilai tambah yang cukup signifikan terhadap pendapatan pengusaha, dikarenakan produk-produk tersebut memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan produk utamanya yaitu arang tempurung kelapa. Selain itu juga harga jual produk yang dihasilkan dari metode pirolisis untuk arang lebih tinggi dibandingkan arang yang dihasilkan dari metode konvensional. Berdasarkan hasil survei di Lapangan arang petani yang dihasilkan dari metode konvensional rata-rata Rp. 1700/kg sedangkan harga arang metode pirolisis mencapai Rp. 2000 / kg.

Pembangunan BerkelanjutanAnalisis selanjutnya yaitu dikaitkan dengan konsep Pembangunan

berkelanjutan,World Bank telah menjabarkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bentuk kerangka segitiga pembangunan berkelanjutan (sustainable development triangle)Menurut kerangka tersebut, suatu kegiatan pembangunan (termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan berbagai dimensinya) dinyatakan berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan (Seralgedin, 1996). Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Dalam penelitian ini aspek yang akan dianalisis yaitu aspek sosial ekonomi dan dampak lingkungan dampak pengembangan usaha industri tempurung kelapa.Aspek Sosial Ekonomi

Adanya unit usaha pengembangan tempurung kelapa terutama dalam pembuatan arang yang berlokasi di daerah sentra bahan baku memberikan aspek sosial ekonomi baik bagi masyarakatsetempat, dan mendorong peningkatan pendapatan daerah, maupunpendapatan devisa bagi negara. Pengembangan industri tempurung kelapa saat ini berkembang pesat sejalan dengan makin besarnya permintaan pasar baik dari lokal, nasional maupun internasional (ekspor).

11

Page 13: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

Secara otomatis penyerapan tenaga kerja makin terbuka untuk membantu jalan operasional dan produksi dari industri tempurung tersebut.Tenaga kerja yang dibutuhkan ini tidak membutuhkan pendidikanformal, sehingga unit usaha ini benar-benar dapat menyerap tenaga kerjayang tersedia di lingkungan lokasi unit usaha.Pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja setempat ini relatif jauh diatasUMR regional yaitu sebesar Rp 25.000 per hari, dengan waktu kerja yangrelatif pendek 6 sampai 8 jam. Sistem kerja dibayar harian berdasarkan jenis pekerjaan, misalnya upah untuk pembakaran dihitung berbeda dengan upah pengemasan, sedangkan untuk upah transportasi dihitung berdasarkan kontrak yaitu Rp. 70.000 per mobil untuk bongkar dan muat barang.

Berdasarkan hasil survei dilapangan belum ada masyarakat atau petani yang mengembangkan industri tempurung kelapa dengan metode pirolisis. Saat ini hanya terdapat satu industri saja dikabupaten Lampung Selatan yang melakukannya, itupun juga untuk skala industri besar bahkan perusahaan yang sudah mengembangkannya.

Selain itu dari segi ekonomi, rata-rata pendapatan pengusaha industri tempurung kelapa di Desa Gunung Terang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2010 sebesar Rp 540.802.000 nilai pendapatan ini telah mengalami kenaikan sebesar 53% dari rata pendapatan pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 354.132.100. Pada tahun 2010 pengusaha mengeluarkan biaya untuk produksi sebesar Rp. 333.555.170 dengan keuntungan yang didapat sebesar Rp. 138.080.930. Kenaikan pendapatan tersebut diakibatkan semakin terbukanya akses pasar untuk penjualan arang tempurung kelapa yang di kecamatan ini terdapat beberapa pabrik besar yang membeli produk mereka dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang masih terbatas pembelinya.

Sedangkan untuk pendapatan yang dihasilkan dari metode pirolisis pada perencanaan tahun ke-2 sebesar Rp. 7.691.912.500 mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 45% dari rata-rata pendapatan pada tahun ke -1 yaitu sebesar Rp. 5.296.222.000. Pada tahun ke-2 biaya produksi yang dibutuhkan yaitu sebesar 1.088.027.020 dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 6.603.885.480. Data perhitungan menggunakan data jumlah produksi petani yang mendekati sebenarnya yaitu rata-rata 960.000 kg tempurung kelapa yang diolah untuk satu tahun.Total pendapatan (Bruto) belum dikurangi biaya operasional dan biaya produksi selama satu tahun.

Sedangkan untuk pasar produk hasil dari teknologi Pirolisis saat ini belum terbuka, selain itu juga sebagian besar petani pembuat ATK di Desa Gunung Terang dan Way Emas Kalianda Kabupaten Lampung Selatan memilih untuk membuat ATK dengan metode pembakaran terbuka (Konvensional). Diketahui hanya baru terdapat satu pembuat ATK yang menggunakan teknologi pirolisis itu pun juga sudah masuk kategori home industri sekala besar atau setara dengan CV. Itupun juga hasil produknya dijual keluar daerah seperti Jakarta, Bogor dan Jogyakarta.

Masalah umum yang dihadapi dalam pengembangan Agroindustri adalah potensi Agroindustri yang sangat besar belum sepenuhnya mampu diwujudkan secara berdaya guna dan berhasil guna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumberdaya permodalan, hambatan teknologi dan rendahnya efektivitas kelembagaan yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi strategis di atas. Sehingga perlu adanya perhatian khusus yang diinisiasi oleh lembaga pemerintah terkait

12

Page 14: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

untuk difasilitasi dalam pengolalan potensi yang ada agar dapat berdaya guna dan berdaya saing. Begitupun juga dengan pihak lain seperti swasta dan stakeholder dapat mendukung terciptanya agroindustri di daerah potensi khususnya di Desa Gunung Terang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

Dampak LingkunganUsaha pengarangan tempurung kelapa yang dilakukan oleh petani dengan

metode konvensional mempunyai dampak terhadap polusiudara dari asap yang dihasilkan. Karena secara langsung asap yang mengandung gas-gas beracun dari pembakaran tempurung kelapa dilepas keudara tanpa perantara. Sehingga metode konvensional ini tidak ramah terhadap lingkungan, karena asap atau gas CO2 hasil proses pembakaran yang dilakukan terus menerus akan terkakumulasi di atmosfer yang dapat memicu terjadinya pemanasan global (Global Warming).

Sedangkan pada pengembangan industri tempurung kelapa dengan metode pirolisis atau dikenal dengan pembakaran tertutup. Mampu menekan terjadinya pemanasan global, karena proses produksi metode ini tidak melibatkan oksigen atau udara dari luar sehingga asap yang dihasilkan dari pembakaran dialirkan untuk mendapatkan produk lain yaitu asap cair. Berdasarkan penelitian di Laboratorium CO2 yang mampu direduksi oleh metode pirolisis rata-rata seberat 38.400 kg/tahun (Data dihitung berdasarkan konversi jumlah tempurung kelapa yang diproduksi oleh petani yaitu rata-rata 960.000 kg/tahun).

Berdasarkan analisis konsep pembangunan berkelanjutan yaitu pada aspek sosial ekonomi dan dampak lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan industri tempurung kelapa dengan metode pirolisis memenunuhi aspek-aspek tersebut, karena mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani serta dapat melindungi lingkungan dengan iklim udara yang sehat dan berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis dampak teknologi pirolisis maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:1. Teknologi Pirolisis dalam pembuatan ATK, dimana untuk massa batok

kelapa seberat 1400 gram mampu mereduksi CO2 rata-rata sebesar 56 gram. Jika dikonversikan dengan jumlah produksi tempurung kelapa yang dibakar oleh petani dalam waktu 1 tahun rata-rata 960000 kg tempurung kelapa maka mampu mereduksi CO2 sebanyak 38.400 kg CO2/tahun. Sehingga dari segi lingkungan ini merupakan upaya nyata dalam mengurangi terjadinya gas rumah kaca yang dapat memicu terjadinya pemanasan global.

2. Teknologi Pirolisis mampu menghasilkan multi produk yang secara bersamaan dalam satu waktu proses produksi. Seperti Arang, Asap Cair dan Tar; dimana untuk 1400 gram Tempurung Kelapa mampu menghasilkan secara rata-rata untuk Arang 489 gram; Asap Cair 591 mL, Tar 140 mL dan CO256 gr

3. Berdasar analisis kelayakan finansial terhadap usaha pengembangan tempurung kelapa dengan metode konvensional pada

13

Page 15: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

tingkat discount rate 12%, diperoleh NPV sebesar Rp 270.466.994; Net B/C ratio=16,01; BCR 1.57 dan IRR 73,37%. Hasil perhitungan kelayakan usaha tersebut menunjukkan bahwa usaha pengembangan tempurung kelapa layak dilaksanakan.

4. Berdasar pada analisis kelayakan financial untuk pengembangan dengan metode pirolisis diperoleh NPV Rp. 9.188.387.871; Net B/C ratio=83.99; BCR 6,52 dan IRR 77%. Hasil perhitungan kelayakan usaha tersebut menunjukkan bahwa usaha pengembangan tempurung kelapa layak dilaksanakan.

5. Analisis Sensitivitas untuk metode konvensional terhadap perubahan penerimaan menunjukan bahwa usaha ini sensitif terhadap Penurunan penerimaan sampai dengan 37%, dan kenaikan biaya operasional di atas 59%. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional menunjukan bahwa usaha ini sensitif terhadap penurunan pendapatan lebih dari 21% dan kenaikan biaya operasional sampai dengan 24%.

6. Analisis Sensitivitas untuk metode pirolisis terhadap perubahan penerimaan menunjukan bahwa usaha ini sensitif terhadap Penurunan penerimaan sampai dengan 85%, dan kenaikan biaya operasional di atas 592%. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional menunjukan bahwa usaha ini sensitif terhadap penurunan pendapatan lebih dari 75% dan kenaikan biaya operasional sampai dengan 74%.

7. Produk yang dihasilkan dari kedua metode untuk pengembangan tempurung kelapa menghasilkan nilai tambah yang positif. Nilai tambah dari produk yang dihasilkan dari metode konvensional sebesar Rp. 136.33 per Kg, dan nilai tambah dari produk yang dihasilkan dari metode pirolisis sebesar Rp. 4709.99 per kg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pirolisis mampu memberikan nilai tambah lebih besar 34 kali dibandingkan metode konvensional.

8. Pengembangan Industri tempurung kelapa dengan metode pirolisis dapat diajukan untuk pengembangan program CDM skala kecil (Tipe III). Karena memenuhi kriteria yaitu dapat mereduksi emisi akibat aktivitas manusia (antropogenik) yang disyaratkan oleh UNFCCC yaitu pengurangan emisinya < 15 kT CO2 ekuivalen (CO2e) per tahunnya, Sedangkan metode pirolisis mampu mereduksi 38400 kg CO2/tahun nya yang dihasilkan dari satu orang pengusaha ATK. Sehingga Metode Pirolisis Layak untuk di ajukan program CDM.

9. Pengembangan industri tempurung kelapa dengan metode pirolisis, juga mendukung program pembangunan berkelanjutan (Suistanability Development) karena terpenuhinya aspek-aspek seperti sosial, ekonomi dan Lingkungan yang memiliki pengaruh signifikan yang bermanfaat bukan hanya saat ini tetapi juga untuk masa mendatang.

Saran 1. Pada saat percobaan skala labotarium, perlu dilakukan perhatian

khusus dan hati-hati untuk meminimalisasi kebocoran yang terjadi pada alat saat proses pirolisis berlangsung.

14

Page 16: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

2. Perlu dilakukan pengulangan yang lebih representatif dan komprehensif terkait dengan perlakuan setiap percobaan misalnya untuk suhu yang sama tetapi berat bahan baku (tempurung kelapa) yang berbeda.

3. Perlu dilakukan sosialisasi, promosi dan dukungan kebijakan pemerintah yang lebih baik, terkait agar terbukanya pangsa pasar untuk menyerap produk pirolisis yang dihasilkan.

4. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi proses, dan aspek finansial, usaha arang tempurung ini, layak untuk direalisasikan dan disarankan Bank dapat memberikan kredit untuk pengembangan usaha arang tempurung kelapa ini, khususnya terhadap usaha kecil dan menengah

5. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini, khususnya pada aspek pemasaran, antara lain dalam bentuk dukungan pelayanan dan informasi untuk perluasan pasar ekspor

6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan sebagai data pembanding untuk menghitung gas hasil pirolisis terutama CO2dengan metode yang berbeda.

HASIL DISKUSI SEMINAR

Penanya: (Ir. Nur Afaini Jurusan Teknik Sipil Unila) - Bagaimana strategi untuk menerapkan teknologi pirolisis kepada petani?- Bagaimana kondisi pasar (perusahaan) arang tempurung kelapa yang ada

di lokasi penelitian.Jawaban:

- Dengan melakukan sosialisasi dan pelatihan kewirausahaan dalam membuat teknologi dan memasarkan produk yang dihasilkan

- Dewasa ini perusahaan yang menampung arang tempurung kelapa sudah ada, yaitu sebanyak 2 perusahaan. Selain itu juga permintaan dari luar daerah bahkan internasional juga sangat tinggi (prospek).

DAFTAR PUSTAKAAlbert, M. & Hahnel, R. 2005.Traditional Welfare Theory,

<www.zmag.org/books/1/html> (diakses: 2 -02 - 2009).Agustian, A., S. Friyatno, Supadi dan A. Askin.  2003. Analisis

pengembangan agroindustri  komoditas perkebunan rakyat  (kopi dan kelapa) dalam mendukung  peningkatan daya saing sektor pertanian.  Makalah Seminar Hasil Penelitian Pusat  Penelitian dan Pengembangan Sosial  Ekonomi Pertanian Bogor. T.A. 2003.

Allorerung, D., dan A. Lay. 1998. Kemungkinan  pengembangan pengolahan buah kelapa  secara terpadu skala pedesaan. Prosiding  Konperensi Nasional Kelapa IV. Bandar  Lampung 21–23 April 1998 Pp.327 – 340.  Anonim. 2000. Hasil pengkajian sabut kelapa  sebagai hasil samping. Bank Indonesia Jakarta. 15 hal.

Anonim, 1983, Prototype Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap Cair Tempurung,

15

Page 17: Studi Kelayakan Dan Dampak Teknologi Pirolisis Terhadap Kualitas Lingkungan Dan Kesejahteraan Petani Pelaku Industri Tempurung Kelapa

APPC, 2001. Coconut statistical yearbook 2000. Asia Pacipic Coconut Community

Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

BPS, 2010. Lampung Dalam AngkaDitjenbun, 2007. Statistik Perkebunan: Kelapa. JakartaGasperzs, Vincent. 2002. Pedoman Penyusunan Rencana

Bisnis. Jakarta :GramediaGirrard, J.P., 1992. Technology of Meat and Meat Products, Ellis

Horwood, NewYork.

Maga, J.A. 1987, Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.

Palungkun, R., 2001, Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya, Jakarta.

Panshin, A.J., 1950, Forest Product, Their Sources, Production and Utilization, McGraw Hill Inc., 46-51, 251-253, 263-266.

PKAO, 1989. Basic Data. Pilipinas KAO Inc.  Richtler, H.J and J. Knaut, 1984. Challenges to  mature industri, marketing and  economics of oleochemicals in western europe. JAOC. 61 (2).

Riduwan Drs. M.BA, 2002, Dasar-dasar Statistika, Cetakan Ketiga, BandungAlfabeta.

Rumokoi, M. M.M, dan R.H. Akuba. 1998. Minyak  kelapa abad 21: Pangan atau oleokimia.  Prosiding Konperensi Nasional Kelapa  IV. Bandar Lampung 21 – 23 April 1998. Puslitbangtri. Pp.302 – 341.

Sudiyono, Arman. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang: UMM Press.Suhardiyono, L., 1988, Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya,

Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 153-156.Suyatno, Thomas, dkk., 2005, Kelembagaan Perbankan, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.Swasono, 2005, Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial,

PerkumpulanPra Karsa, Jakarta April 2005.Tahir, I., 1992, Pengambilan Asap Cair secara Destilasi Kering pada

Prosespembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa, Skripsi, FMIPA Ugm,Yogyakata.

Tambunan, Tulus, 2003, Perekonomian Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tilman, D., 1981, Wood Combution :Principles, Processes and Economics,Academics Press Inc., New York, 74-93.

WCED. 1987. Our Common Future. OxfordUniversity Press, Oxford.http://cdm.unfccc.inthttp://cdm.unfccc.int/Projects/pac/ssclistmeth.pdfhttp://hend-learning.blogspot.com/2009/04/pengaruh-pencemaran-udaraterhadap. htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_udara

16