I. PENDAHULUAN Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan reaksi stress sebagai hasilnya. Stressor sangat bervariasi bentuk dan macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti bising, polusi, temperatur dan gizi. 1 Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stress tersebut, dimana di satu pihak stress merupakan bagian penting dari hidup kita untuk memberikan semangat untuk bekerja dan hidup, dan berkembang. Sebaliknya, stress juga merupakan akar dari sekian banyak problem-problem sosiologikal, medis dan ekonomi. 1 Stress diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya adalah menyebabkan gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa reproduksi. Tetapi, hubungan antara stress dan pola menstruasi ini sangatlah kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stress melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. 1,2,3 Dr. Hans Seyle, seorang ilmuwan yang terkenal dan pelopor dalam bidang penelitian mengenai stress, merancang suatu konsep mengenai reaksi tubuh terhadap stress yang disebut dengan respon adaptasi umum terhadap stress. Konsep ini menggambarkan respon tubuh terhadap stress menjadi tiga tahapan dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya (alarm reaction), tanggapan fisik atau tahap perlawanan (stage of resistance) dan tahap kelelahan (stage of exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak selalu terjadi pada setiap manusia yang mengalami stress karena tergantung pada daya tahan mental setiap individu. 1,2
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia
yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan
eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu
obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan
reaksi stress sebagai hasilnya. Stressor sangat bervariasi bentuk dan
macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti
frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti
bising, polusi, temperatur dan gizi.1
Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stress
tersebut, dimana di satu pihak stress merupakan bagian penting dari hidup kita
untuk memberikan semangat untuk bekerja dan hidup, dan berkembang.
Sebaliknya, stress juga merupakan akar dari sekian banyak problem-problem
sosiologikal, medis dan ekonomi.1
Stress diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah
satunya adalah menyebabkan gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita
mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa
reproduksi. Tetapi, hubungan antara stress dan pola menstruasi ini sangatlah
kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas.
Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stress melibatkan sistem
neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi
wanita. 1,2,3
Dr. Hans Seyle, seorang ilmuwan yang terkenal dan pelopor dalam
bidang penelitian mengenai stress, merancang suatu konsep mengenai reaksi
tubuh terhadap stress yang disebut dengan respon adaptasi umum terhadap
stress. Konsep ini menggambarkan respon tubuh terhadap stress menjadi tiga
tahapan dasar yaitu tanggapan terhadap bahaya (alarm reaction), tanggapan
fisik atau tahap perlawanan (stage of resistance) dan tahap kelelahan (stage of
exhaustion). Ketiga tahapan ini tidak selalu terjadi pada setiap manusia yang
mengalami stress karena tergantung pada daya tahan mental setiap individu.1,2
2
II. SIKLUS MENSTRUASI NORMAL
Sistem reproduksi wanita menjalani serangkaian perubahan siklik yang
teratur, yang disebut sebagai siklus menstruasi. Siklus ini ditandai dengan
perubahan-perubahan, dimana yang paling nyata terlihat adalah perdarahan
pervaginam secara berkala sebagai hasil dari pelepasan lapisan
endometrium uterus. Menstruasi normal secara fungsional merupakan hasil
interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, dimana masing-
masing organ ini memainkan peranan penting dalam fungsi reproduksi
normal.
A. Karakteristik dari Siklus
Penelitian mengenai periodisitas dari siklus menstruasi manusia telah
memperlihatkan bahwa interval median antara periode-periode
menstruasi adalah 28 hari selama usia reproduksi aktif, dengan batas
normal antara 25 – 35 hari. Tetapi perlu dipahami bahwa panjang
siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang, dimana satu peningkatan
dari interval intermenstruasi timbul pada dua ujung dari kehidupan
reproduksi manusia. (Gambar 1). Interval menstruasi yang memanjang
ini berhubungan dengan siklus anovulatoir yang sering timbul selama
usia remaja dan pada masa transisi menopause. Pada masa ini, sekresi
aberan dari estradiol dan gonadotropin menghasilkan asikronisasi dari
berbagai elemen dari sistem dan bermanifestasi sebagai siklus yang
anovulatoir.3,4
Siklus menstruasi merupakan satu mekanisme ulangan dari
kerja sistem hipotalamus–hipofisis-ovarium, yang berhubungan dengan
perubahan struktur dan fungsi dari jaringan target –uterus, tuba fallopii,
endometrium dan vagina- dari organ reproduksi. Tiap siklus mencapai
puncaknya dalam bentuk perdarahan menstruasi, dan hari pertama
siklus diterima sebagai titik permulaan siklus menstruasi.3,4
Hormon gonadotropin (follicle stimulating hormone /FSH dan
luteineizing hormone/LH) membantu sebagai penghubung antara
3
hipotalamus dan ovarium. Gambaran dari pola perubahan sekresi
gonadotropin pada wanita, sebelum, selama, dan setelah masa
reproduksi diperlihatkan pada gambar 2. Pada keadaan fungsi ovarium
tidak ada (seperti yang ditemukan pada fase prepubertas dan
perimenopause dari siklus kehidupan), kadar FSH dalam darah lebih
besar daripada LH. Penurunan yang bermakna dari rasio FSH/LH
merupakan ciri khas dari masa-masa reproduksi. Sekresi gonadotropin
yang rendah selama fase prepubertas, secara sebab akibat berhubungan
dengan insufisiensi dari stimulasi hormon (GnRH). Gambaran dari
penambahan sleep induced LH memberikan bayangan dari maturasi
dari sistem CNS-hipotalamus. Keadaan ini akan menghilang setelah
masa pubertas. Tingginya kadar gonadotropin berhubungan dengan
masa postmenopause dan terutama dipengaruhi oleh penurunan
mekanisme negative-feedback dari hormon steroid ovarium dan inhibin.
Gambar 1. Median lama siklus menstruasi sepanjang usia reproduksi
wanita mulai dari menarke sampai menopause. (dari Treloar, dkk. Int J
Fertil 12:77,1967)3
4
Gambar 2. Pola perubahan dan rasio rasio dari LH terhadap FSH
sebelum, selama, dan setelah fase reproduksi dari siklus kehidupan
wanita.3
B. Pola hormonal selama siklus menstruasi 3,4
Siklus menstruasi manusia dapat dibagi menjadi empat fase fungsional
atas dasar struktural, morfologi, dan produksi steroid seks oleh
ovarium.
1. Fase folikuler (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir)
2. Fase ovulasi (transisi fase folikuler-luteal)
3. Fase menstruasi (terbagi menjadi awal, pertengahan, dan akhir)
4. Fase menstruasi (transisi luteal-folikuler)
Kadar gonadotropin, estrogen, androgen, progestin dan inhibin dalam
sirkulasi darah selama siklus ovulasi normal pada wanita menunjukkan
pola siklus yang teratur. Perjalanan dan perubahan relatif dalam kadar
hormon ini yang diukur dalam sehari digambarkan pada gambar 3.
1. Fase Folikuler
Pertengahan pertama dari siklus disebut sebagai fase folikuler dan
memiliki ciri khas adanya peningkatan yang progresif dari kadar
estradiol dan inhibin dalam sirkulasi yang dipengaruhi oleh
5
perkembangan folikel de Graaf. Meskipun, folikulogenesis dimulai
pada fase luteal akhir dari permulaan siklus dan berlanjut selama
transisi luteal-folikuler. Pada saat ini, menghilangnya korpus luteum
dan hubungannya dengan penurunan yang cepat dari kadar inhibin,
sama baiknya dengan estradiol dan progesteron, menyebabkan
peningkatan sekresi FSH kira-kira 2 hari sebelum onset menstruasi
(gbr. 3B). Peningkatan kadar FSH, bersama-sama dengan kembalinya
frekuensi denyut LH dari lambat menjadi tinggi, mencetuskan
penambahan folikel selama 4 sampai 5 hari pertama fase folikuler.
Kejadian ini diikuti dengan seleksi terhadap satu folikel (hari ke 5- 7);
maturasi dari folikel dominan (hari 8-12); akhirnya, ovulasi (hari ke 13-
15) . Proses ini membentuk fase folikuler dari siklus, berlangsung
mencapai 13 hari, dan ditunjukkan kepada proses genesis dari satu
folikel preovulasi sementara folikel yang lain mengalami atresia.
Seleksi terhadap satu folikel yang diperlukan untuk ovulasi
dihubungkan dengan kapasitas yang tinggi dari biosintesis dan sekresi
androgen, estrogen, progestin dan inhibin. Integritas dari produksi
hormon-hormon ini tergantung kepada interaksi antara sel teka dan sel
granulosa. Aktivitas masing-masing sel ini dimodulasi oleh perubahan-
perubahan dalam ensim steroidogenik sitokrom P-450 dan melalui
berbagai faktor-faktor pertumbuhan yang bekerja langsung melalui
mekanisme parakrin dan otokrin. Sebagai hormon trofik, LH dan FSH
memiliki abilitas inheren untuk mengubah laju dari pertumbuhan dan
maturasi folikel dan berhubungan dengan lingkungan mikro dalam
folikel ovarium. Karena baik estradiol dan inhibin merupakan supresor
yang poten dari sekresi FSH, waktu perjalanan dari penurunan FSH
selama fase folikuler pertengahan ke akhir kemungkinan secara sebab
akibat berkaitan dengan supresi feedback sekuensial oleh estradiol dan
inhibin. Sedikit berbeda bahwa kadar LH dalam sirkulasi
memperlihatkan kecenderungan peningkatan yang progresif( gbr. 3A).
6
2. Fase ovulasi
Karena puncak dari midsiklus LH surge tidak dapat secara tepat
ditentukan, onset LH surge dipakai untuk memberikan secara relatif
mengenai titik rujukan yang tepat bagi waktu hormonal dan dinamika
Gambar 3. A. Pola hormonal dalam siklus menstruasi manusia
B. Hubungan antara FSH, inhibin, dan steroid ovarium
selama regresi korpus luteum, onset menstruasi, dsan inisiasi
folikulogenesis untuk siklus berikutnya.
intrafolikuler pada midsiklus (Gbr 4). Selama 2 – 3 hari terakhir
sebelum onset dari surge midsiklus, peningkatan dalam kadar estradiol
dalam sirkulasi sebanding dengan kadar inhibin, progesteron, dan
7
17α-hidroksiprogesteron (17-OHP). Peningkatan ini dalam konsentrasi
progestin memberikan gambaran proses luteinisasi dari sel granulosa
diikuti penggabungan dengan reseptor LH dan hasil dari kemampuan
LH untuk menginisiasi biosintesis 17-OHP dan progesteron.
LH dan FSH surge mulai secara tiba-tiba dan secara temporer
berhubungan dengan pencapaian kadar estradiol puncak dan inisiasi
dari pertambahan yang cepat dari progesteron 12 jam lebih awal.
Durasi rata-rata dari LH surge adalah 48 jam, secara cepat naik keatas
dan bertahan selama 14 jam, dan disertai oleh penurunan yang cepat
dalam estradiol sirkulasi dan konsentrasi 17-OHP tetapi pertambahan
yang tetap dari kadar serum inhibin (gbr. 3A). Kejadian ini diikuti oleh
satu plateu puncak dari kadar gonadotropin selama 14 jam dan kadar
konsentrasi progesteron yang transien. Pemanjangan penurunan ke
cabang (waktu paruh 9,6 jam), bertahan selama 20 jam, berhubungan
dengan pertambahan yang cepat sekunder dari progesteron dan
penurunan lebih lanjut dalam kadar 17-OHP, estradiol, dan inhibin
sirkulasi, yang dimulai 36 jam setelah onset surge, atau 12 jam sebelum
pengakhiran surge. Sekresi inhibin selama interval periovulasi tidak
digabungkan dengan baik estrogen atau progesteron. Perubahan kadar
inhibin pada saat ini mewakili sejumlah kontribusi inhibin melalui
folikel preovulasi dan timbulnya korpus luteum. Mekanisme seluler
sebagai respon terhadap pergantian akut dalam steroidogenesis untuk
menyokong produksi progesteron tampaknya merupakan pengaruh dari
peningkatan aktivitas P-450 17 α-hidroksilase pada folikel preovulasi.
Penyebab dari penambahan yang bersamaan dalam kadar inhibin dan
gonadotropin selama surge masih belum jelas.
Interval waktu yang tepat antara onset LH surge dan ovulasi
pada wanita tetap belum jelas, tetapi data yang ada menyatakan bahwa
ovulasi terjadi dalam 1–2 jam sebelum fase terakhir dari pertambahan
progesteron, atau 35 – 44 jam setelah onset LH surge.
8
3. Fase Luteal
Tanda dari fase luteal dalam siklus menstruasi adalah pergantian dari
dominasi estrogen pada fase folikuler ke dominasi progesteron.
Luteinisasi sel teka-granulosa setelah ovulasi berhubungan dengan
berlimpahnya ensim steroidogenik P-450 dalam sel luteal dan
peningkatan kemampuan untuk mensintesis sejumlah besar progesteron
Gambar 4. Dinamika hormon pada pertengahan siklus
dan jumlah estradiol yang lebih sedikit. Konsentrasi puncak dari
progesteron dan estradiol dicapai pada fase midluteal dimana
endometrium fase sekresi mendukung terjadinya implantasi. Meskipun
inhibin juga mencapai kadar puncak pada saat ini, inhibin tidak bekerja
9
dalam proses implantasi. Jika terjadi implantasi, terjadi luteolisis,
dengan penurunan yang linier cepat dari kadar progesteron, estradiol
dan inhibin sirkulasi selama 4 – 5 hari terakhir dari kehidupan
fungsional korpus luteum.
Aktivitas sekresi korpus luteum dan bentuk kehidupan
fungsional tergantung dukungan LH yang tersedia. Interupsi dari
pulsatilitas LH dengan arti pemberian antagonis GnRH selama tahapan
yang berbeda dari fase luteal menyebabkan pengurangan yang cepat
dari kadar progesteron, estradiol, dan inhibin, diikuti luteolisisis dan
onset menstruasi. Kadar FSH ditekan selama fase luteal mencapai
kadar terendah selama siklus. FSH tidak diperlukan untuk
mempertahankan korpus luteum. Kombinasi inhibin dengan estrogen
dan progesteron secara sinergis menekan sekresi FSH dan mencegah
inisiasi folikulogenesis.
4. Fase menstruasi
Inisiasi pertumbuhan folikuler dari siklus berikut tergantung pada
regresi dari korpus luteum sebelumnya. Kejadian kuncinya adalah
hubungan sebaliknya antara penurunan kadar inhibin dan peningkatan
kadar FSH yang terjadi 2 hari sebelum onset menstruasi, karena itu
terjadi penambahan inisiasi folikuler untuk siklus tersebut (gbr. 3B).
Jadi, transisi luteal-folikuler mewakili satu deretan perubahan dinamis
yang melibatkan pengakhiran fungsi luteal dan reaktivasi dari sistem
gonadotropin-GnRH. Perubahan ini merupakan hasil dari kemunduran
pengaruh inhibisi oleh hormon steroid korpus luteum dan inhibin.
III. REGULASI NEUROENDOKRIN
Daerah yang terpenting dalam sintesis GnRH di hipotalamus adalah
nukleus arkuata, yang berada di bagian basal organ ini. Akson-akson
meluas dari nukleus ini ke bagian tengah. Selanjutnya ini disebut traktus
tuberoinfundibular. Pada saat ini, kelihatannya pelepasan GnRH
dipengaruhi oleh senyawa amine biogenik (seperti dopamin, norepinefrin,
10
epinefrin) yang disintesis di daerah yang lebih tinggi di otak, yang
mungkin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti stress atau emosi.
Sebagian besar badan-badan sel saraf mensintesis amine biogenik di
daerah dalam brainstem. Akson-akson dikirim melalui forebrain medial
dan menghilang di berbagai daerah dari otak, termasuk di hipotalamus.
Bukti-bukti baru-baru ini mendukung ide bahwa norepinefrin
memiliki pengaruh pada pelepasan GnRH dan bahwa peptid opiat (seperti
ß-endorfin) bersifat menghambat. Dalam keadaan berbeda, ada
pemahaman yang tidak lengkap dari dinamika dalam interaksi dopamin
dan sekresi GnRH. Pada beberapa situasi penelitian, dopamin kelihatan
sebagai stimulator dan pada situasi lain bersifat sebagai inhibitor terhadap
pelepasan GnRH.
A. Sekresi pulsatil dari gonadotropin
Satu rancangan yang penting dalam kontrol gonadotropik terhadap
fungsi ovarium adalah pulsatil alamiah dari pelepasan LH dan FSH
oleh hipofisis. Frekuensi denyut dan amplitudo dari pelepasan
gonadotropin secara mendalam diatur oleh hormon steroid ovarium.
Tidak adanya mekanisme feedback gonadal, seperti pada wanita
postmenonopause atau ovariektomi, peningkatan kadar gonadotropin
dipertahankan oleh peningkatan amplitudo dan frekuensi dari
pelepasan pulsatil.
Ada variabilitas individual dalam pola yang benar dari
pelepasan pulsatil dari GnRH. Pada satu fase dari siklus menstruasi
wanita, ketika estrogen dari ovarium berada pada kadar terendah (fase
folikuler awal), frekuensi denyut mencapai 90 menit tiap denyutnya.