Top Banner
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan referrat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di RST dr. Soepraoen Malang. Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada dr. Maksum Pandelima, Sp.OT yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di RST dr. Soepraoen Malang. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun. Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan 1
35

Stress Fracture EDITED.doc

Nov 21, 2015

Download

Documents

Wenas Arjanggi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAHASAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan referrat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di RST dr. Soepraoen Malang.Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Maksum Pandelima, Sp.OT yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini, serta kepada seluruh dokter yang telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di RST dr. Soepraoen Malang. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun.

Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.Malang, Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

1KATA PENGANTAR

2DAFTAR ISI

3BAB I PENDAHULUAN

4BAB II TINJAUAN PUSTAKA

42.1 Definisi

52.2 Patofisiologi

62.3 Etiologi

62.4 Faktor Resiko

82.5 Epidemiologi

102.6 Gambaran Klinis

112.7 Pemeriksaan Penunjang

132.8 Penilaian Stress Fraktur

142.8 Tatalaksana

152.9 Pencegahan

172.10 Komplikasi

18DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

Fraktur stress adalah sebuah fraktur yang sering ditemukan pada kalangan atlet dan calon tentara. [1, 2] Breithaupt awalnya mendeskripsikan fraktur ini di tahun 1855.[3] Fraktur ini biasanya ditemukan di bagian tubuh bawah, tapi beberapa laporan juga menunjukkan bahwa ini juga terjadi di bagian tubuh atas dan iga. Lokasi paling umum dari fraktur stress adalah tulang kering (tibia), tulang tapak kaki (metatarsal), tulang betis (fibula), dan tulang navikular. Lokasi fraktur stress lainnya tapi kasusnya jarang ditemui adalah tulang paha (femur), tulang pinggul (pelvis), dan tulang sakrum.BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSebuah fraktur stress disebabkan oleh pembebanan tulang yang terus-menerus dan di luar batas kemampuan tulang, yang kemudian membuat tulang menjadi letih dan mengakibatkan fraktur. [4,5]2.2 Patofisiologi

Stress fraktur berawal dari pembebanan tulang secara terus-menerus

dan berulang. Stress Fraktur berbeda dari tipe fraktur lainnya, karena fraktur stress tidak memiliki kejadian traumatik akut yang mendahului simptom.

Perubahan atau penyesuaian (remodeling) bentuk tulang bisa terjadi karena adanya peningkatan beban tekan atau beban tarik, dan juga karena peningkatan frekuensi beban. Dalam respon fisiologi normal, ada kerusakan mikro yang sifatnya kecil pada tulang. Kerusakan ini biasanya bisa diperbaiki segera lewat penyesuaian tulang, atau yang disebut remodeling. Fraktur stress terbentuk bila kerusakan mikro bersifat ekstensif dan ini terjadi sebelum tulang bisa melakukan penyesuaian menyeluruh.[6,7]

Seringkali, pasien memiliki sejarah medis yang berisi peningkatan dan/atau perubahan karakter aktivitas atau olahraga. Tulang semakin rawan mengalami fraktur stress jika tulang dalam keadaan lemah, seperti dalam individu osteoporosis, atau pada orang yang sering melakukan aktivitas angkat-berat.2.3 Etiologi

Ada 3 faktor yang membuat individu mengalami fraktur stress, yaitu peningkatan beban yang mengenai individu, peningkatan jumlah stress yang mengenai individu, atau penurunan area permukaan dari beban yang mengenai individu.[8] Beban yang mengenai tulang bisa meningkat seiring berkurangnya area permukaan yang mendistribusikan berat yang mengenai tubuh atau seiring meningkatnya berat total yang dikenakan ke tulang. Aktivitas dengan dampak-tinggi, seperti melompat atau melakukan plyometric, berlari di permukaan yang tidak biasa, atau melakukan gerakan atau teknik biomekanik dalam cara tidak tepat, akan meningkatkan resiko fraktur stress.

2.4 Faktor Resiko Meski fraktur stress disebabkan oleh pembebanan yang berulang-ulang, tapi penyebabnya bukan hanya dihubungkan dengan faktor latihan fisik (volume, intensitas, permukaan).[9] Berdasarkan pengetahuan yang ada, ternyata gangguan menstruasi, keterbatasan kalori, penurunan kepadatan tulang, melemahnya otot, dan perbedaan panjang kaki juga menjadi faktor resiko yang menimbulkan fraktur stress.[10, 11]

Myburgh melaporkan bahwa fraktur stress lebih sering ditemukan pada atlet yang mengalami penurunan kepadatan tulang, intake kalsium makanan yang lebih rendah, ketidakteraturan menstruasi, dan kurangnya penggunaan alat kontrasepsi oral. Fraktur stress juga ditemukan pada atlet yang bertanding pada volume dan intensitas fisik yang sama.[12]

Nattiv dan Armsey menemukan bahwa genetik, kelamin wanita, etnis kulit putih, berat badan rendah, kurangnya latihan angkat-berat, faktor mekanis intrinsik dan ekstrinsik, amenorrhea, oligomenorrhea, tidak cukupnya intake kalsium dan kalori, dan gangguan makan adalah faktor resiko lainnya yang menimbulkan fraktur stress.[13] Penurunan level testosteron dalam atlet pria juga menjadi faktor resiko dari fraktur stress.[14, 15, 16, 17]

Schnackenburg dkk melakukan studi kontrol pada 19 atlet wanita yang memiliki fraktur stress tulang kering, dan menemukan bahwa pasien fraktur stress memiliki area cross-sectional tulang kering yang rendah, kepadatan mineral tulang trabekular yang lebih rendah, dan area korteks yang sedikit, dan bahkan mengalami penurunan kekuatan ekstensi lutut. Kerusakan kualitas tulang pada korteks posterior dan penurunan kekuatan otot sering dihubungkan dengan fraktur stress di atlet wanita.[18]

Giladi mengidentifikasi 2 fraktur stress anatomik dalam calon tentara. Mereka yang memiliki fraktur stress secara signifikan menunjukkan adanya tulang kering yang menyempit dan ada peningkatan rotasi eksternal pada pinggul. Dua (2) variabel ini bersifat independen dan kumulatif, dan bila ada dua faktor resiko ini, maka tingkat morbiditas fraktur stress bisa mencapai 45%.[19] 2.5 EpidemiologiA. Epidemiologi Berdasarkan Lokasi dan Aktivitas Tabel 1. Epidemiologi Berdasarkan Lokasi dan Aktivitas

Lokasi FrakturAktivitas Penyebab

Tulang tapak kaki, keseluruhan Sepak bola, basket, senam, balet, dan latihan militer [20]

Tulang tapak kaki, pangkal keduaBalet

Tulang tapak kaki, kelimaTenis [21, 22], balet

Tulang sesamoidLari, balet, basket, ski es

Tulang navikularBasket, sepak bola, lari

Tulang talusLompat galah

Tulang kalsaneus Latihan militer, lari, aerobik

Tulang betisLari, aerobik, balet, jalan cepat

Tulang keringLari, menari, balet

Tempurung lututLari, lari halang rintang

Pangkal paha Lari jarak jauh, latihan militer [23]

Area pinggangLatihan militer, lari jarak jauh

Pars articularisSenam, balet, kriket, voli, menyelam, sepak bola

Dada, igaBerenang [24], golf [25], dayung [26]

Tulang dadaGulat [27]

Tulang hastaOlahraga dengan raket, voli

OlecranonBaseball, olahraga melempar

B. Epidemiologi Berdasarkan Kelamin

Penelitian pada calon tentara US menunjukkan adanya persentase tinggi fraktur stress di kalangan calon tentara wanita dibanding pria.[1, 28, 29, 30] Bennell dkk juga menemukan 45 % insidensi fraktur stress pada pelari wanita.[6] Wanita yang cenderung menunjukkan resiko fraktur stress adalah wanita yang intake makanannya terbatas dan yang memiliki dysmenorrhea.

Triadik yang berisi makan tidak teratur, amenorrhea dan osteoporosis adalah kondisi yang sangat sering ditemukan pada pelari jarak jauh wanita dan penari balet, atau pada atlet wanita lain yang yakin bahwa berat badan rendah atau persentase lemak-badan yang rendah akan memberikan keuntungan bersaing.[31, 32] Atlet wanita amenorrheik juga merasakan kondisi defisiensi estrogen dalam waktu lama seperti wanita pasca-menopause. Level estrogen rendah sering dihubungkan dengan penurunan kepadatan tulang. Meski jika menstruasi bisa kembali normal, penyusutan tulang tidak bisa membaik saat umur sekolah menengah, khususnya pada atlet wanita untuk kelompok perguruan tinggi. Identifikasi awal terhadap atlit wanita yang menunjukkan triadik adalah proses penting demi mencegah fraktur stress dan untuk mempertahankan kesehatan tulang keseluruhan.

C. Epidemiologi Berdasarkan Ras

Dalam penelitian tentang calon tentara, Markey tidak menemukan perbedaan dalam insidensi fraktur stress antara calon tentara dari beragam latarbelakang ras.[33]2.6 Gambaran Klinis Anamnesis

Keluhan tipikal dari fraktur stress adalah bahwa nyeri saat beraktivitas atau keluhan nyeri di bagian tubuh yang terpapar beban yang berulang-ulang. Biasanya, pasien tidak memiliki sejarah medis trauma pada area yang terpapar.

Nyeri bisa berkurang saat beristirahat, tapi simptom bisa kembali ketika pasien melakukan lagi aktivitasnya. Pelunakan dan pembengkakan lokal sering ditemukan di area fraktur. Diagnosis awal biasanya didasarkan pada temuan klinis, dan dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk menunggu sampai area fraktur atau formasi tulang baru bisa terlihat di radiografi.

Nyeri mungkin hanya terjadi saat menahan berat, dan ini bisa muncul dalam aktivitas panjang yang kontinyu. Beberapa pasien menghubungkan perubahan dalam alat latihan atau metode latihan dengan kemunculan simptom.

Pemeriksaan Fisik

Temuan dari pemeriksaan fisik menunjukkan adanya pelunakan atau nyeri saat dilakukan palpasi atau pengetukan pada tulang. Erythema atau edema bisa terjadi pada area fraktur stress. Pembebanan atau stress pada tulang yang terpengaruh bisa menimbulkan simptom.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Radiografi

Fraktur stress mungkin tidak terlihat pada radiograf pada 2-4 minggu pertama setelah luka. Temuan radiografik pertama mungkin berupa reaksi periosteal lokal atau penebalan korteks endosteal. Sensitivitas rendah radiograf dalam membaca fraktur stress membuat alat-alat lain lebih dipilih untuk diagnosis pengujian, seperti bone scanning, magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT).

Bone Scanning Dengan Technetium-99m

Temuan bone scanning dengan Technetium-99m bisa positif dalam kasus sebuah fraktur stress setelah 72 jam. Meski begitu, temuan bone scanning yang positif tidak lalu spesifik, karena ini bisa mengindikasikan diagnosis lain, seperti infeksi atau proses neoplastik. Radiografi konvensional dan bone scanning memiliki kemampuan berbeda dalam deteksi awal fraktur stress. Temuan positif dari bone scanning bisa 96 %, sedangkan temuan positif radiograf hanya mencapai 42 %. Magnetic Resonance Imaging

MRI juga berguna dalam mendiagnosa fraktur stress. MRI memberikan informasi tentang integritas tulang dan orientasi fraktur, dan ini menunjukkan adanya kerusakan jaringan fokal dan edema.

Temuan MRI untuk fraktur stress tipikalnya mengikuti 1 dari 2 pola berikut. Dalam pola pertama, sebuah jalur fraktur mirip-pita hipointens bisa terlihat di tulang sekitar edema tulang atau jaringan sekitarnya. Temuan MRI kedua adalah fraktur stress amorfous atau pola responnya. Temuan MRI tidak menunjukkan garis atau pita fraktur yang terlihat jelas. Tapi, fraktur yang dimaksud hanya menunjukkan area sebaran hipointensitas imej T1, dengan ditambah peningkatan intensitas sinyal pada imej T2.[34]

Sekuensi gambar short-tau inversion recovery (STIR) bisa menekan intensitas sinyal lemak normal di dalam sungsum tulang, sehingga menghasilkan visualisasi lebih baik untuk tulang intramedullar. [35, 36, 37]

2.8 Penilaian Stress Fraktur Beberapa sistem penilaian stress fraktur dilakukan berdasarkan temuan MRI atau temuan scintigrafi, dan ini dilakukan untuk mengkorelasi temua imej dengan temuan klinis, dan ini akan memberikan panduan perawatan.

Tabel 2. Penilaian Stress Fraktur Berdasarkan Temuan Radiologi [35]GradeTemuan RadiografiTemuan Bone ScanningTemuan MRI

1NormalArea yang dibaca kurang jelas Imej STIR terlihat semakin jelas

2Normal Lebih intensPendefinisian STIR dan imej T2 sepertinya buruk

3Jalur diskritArea uptakenya tajam Tidak ada break kortikal yang fokal atau fusiform pada imej T1 dan T2

4Fraktur atau reaksi periosteal Uptake transkortikal lokal yang lebih intensBisa menunjukkan jalur fraktur pada imej T1 dan T2

2.8 Tatalaksana Sebagian besar fraktur stress bisa dirawat secara konservatif dengan meminta pasien menghentikan atau mengurangi aktivitasnya sampai 4-6 minggu, dan boleh kembali melakukan aktivitas serupa dalam cara gradual. Pasien dengan nyeri saat jalan bisa menggunakan alat bantu jalan seperti kruk, sepatu boot, atau penjepit selama 4-6 minggu.

Penggunaan penjepit pneumatik selama perawatan dan rehabilitasi fraktur stress tulang kering bisa mempercepat kembalinya pasien ke gerakan aslinya.[38]Tabel 3. Waktu Penyembuhan Bagi Beragam Stress Fraktur [39]Area Fraktur Stress Persentase Penyembuhan Dalam 2-4 Minggu, %Persentase Penyembuhan Dalam 1-2 Bulan, %Persentase Penyembuhan Dalam > 2 Bulan, %

Tulang kering, ketiga proksimal 04357

Tulang kering, ketiga tengah04852

Tulang kering, ketiga distal05347

Tulang betis77518

Tulang tapak kaki205723

Tulang sesamoid00100

Tulang paha, poros7786

Tulang paha, batang00100

Tulang pinggul02975

Olecranon00100

2.9 Pencegahan Ukuran nutrisi, supplementasi kalsium Saat meneliti resiko fraktur, Schwellnus dan Jordaan tidak menemukan manfaat dalam supplementasi kalsium (500 mg/hari) di luar intake makanan di calon tentara pria.[40]Ukuran biomekanis: orthotik dan insersi sepatu Penggunaan alat orthotik dan insersi sepatu mencerminkan ukuran preventif untuk fraktur stress bagian tubuh bawah. Finestone dan Milgrom mempelajari penggunaan orthosis semi-rigid, orthosis lunak, atau penggunaan keduanya dalam sepatu boot calon tentara selama pelatihan dasar.[41, 42]

Finestone menemukan bahwa insidensi fraktur stress di bagian tubuh bawah adalah lebih rendah di kelompok yang menggunakan orthosis semi-rigid (15,7 %) atau orthosis biomekanika lunak (10,7 %) dibanding kelompok kontrol (27 %). Selain itu, calon tentara lebih toleran terhadap orthosis biomekanika lunak dibanding orthosis semi-rigid.[41]Dalam penelitian prospektif tentang fraktur stress, Milgrom dkk mempelajari hipotesis bahwa alat orthotik peredam-kejut yang dipasang di sepatu boot militer bisa mengurangi insidensi fraktur stress. Milgrom dkk menemukan adanya penurunan signifikan statistik dalam hal insidensi fraktur stress tulang paha di kelompok pengguna alat orthotik. Pada calon tentara yang memiliki fraktur stress, waktu kemunculan fraktur stress dan lokasi fraktur stress tidak menunjukkan perbedaan baik pada antara kelompok pengguna alat orthotik dan kelompok pengguna alat non-orthotik.[42]Gillespie dan Grant mereview penggunaan sol sepatu peredam-kejut dalam 4 uji coba. Sol sepatu ini sepertinya mampu mengurangi insidensi fraktur stress dan juga reaksi stress pada tulang. Meski begitu, data dari satu uji coba, meski tidak lengkap, menunjukkan bahwa pengurangan jarak dan intensitas lari bisa menjadi satu faktor dalam mencegah fraktur stress.[38]2.10 KomplikasiFraktur stress resiko-tinggi Pelepasan tulang akibat fraktur stress adalah kasus langka, tapi bisa terjadi. Luka stress semacam ini harus ditindaklanjuti dengan intervensi bedah. Fraktur stress yang terkait dengan kasus tersebut adalah fraktur stress pada batang tulang paha, korteks anterior dari tulang kering, navikular tarsal, dan pangkal tulang tapak kaki kedua dan kelima.[39]

Fraktur stress resiko-tinggi lainnya berisi fraktur stress pada tempurung lutut dan medial malleolus.[43] Fraktur stress korteks-anterior dari tulang kering dianggap beresiko tinggi karena gaya tarik dari porsi anterior tulang kering bisa menimbulkan penundaan penyatuan atau malah menyebabkan pelepasan.

Fraktur stress resiko-rendah Fraktur stress resiko rendah meliputi fraktur stress di bagian tubuh atas, kecuali untuk fraktur yang melewati fisis ujung humeral (area bahu) dan fraktur yang melewati medial epicondyle (area siku), yang mungkin memiliki komplikasi karena melibatkan lempeng pertumbuhan.

Fraktur stress resiko rendah lainnya adalah fraktur stress pada tulang iga, tulang pinggul, poros tulang paha, tulang betis, tulang kalsaneus dan poros tulang tapak kaki.

DAFTAR PUSTAKA1. Beck TJ, Ruff CB, Shaffer RA. Stress fracture in military recruits: gender differences in muscle and bone susceptibility factors.Bone. Sep 2000;27(3):437-44.2. Hod N, Ashkenazi I, Levi Y, Fire G, Drori M, Cohen I.Characteristics of skeletal stress fractures in female military recruits of the Israel defense forces on bone scintigraphy.Clin Nucl Med. Dec 2006;31(12):742-9.

3. Breithaupt. Zur pathologie des menschlichen fussed.Med Zeitung.1855;24:169.

4. DeLee JC, Evans JP, Julian J. Stress fracture of the fifth metatarsal.Am J Sports Med. Sep-Oct 1983;11(5):349-53.5. Kavanaugh JH, Brower TD, Mann RV. The Jones fracturerevisited.J Bone Joint Surg Am. Sep 1978;60(6):776-82.

6. Bennell KL, Malcolm SA, Thomas SA. Risk factors for stressfractures in female track-and-field athletes: a retrospective analysis.Clin J Sport Med. Oct 1995;5(4):229-35.

7. Uthgenannt BA, Kramer MH, Hwu JA, Wopenka B, Silva MJ.Skeletal self-repair: stress fracture healing by rapid formation and densification of woven bone.J Bone Miner Res. Oct 2007;22(10):1548-56.

8. Reeder MT, Dick BH, Atkins JK. Stress fractures. Currentconcepts of diagnosis and treatment.Sports Med. Sep 1996;22(3):198-212.

9. Bennell K, Matheson G, Meeuwisse W. Risk factors for stressfractures.Sports Med. Aug 1999;28(2):91-122.10. Loud KJ, Micheli LJ, Bristol S, Austin SB, Gordon CM. Family history predicts stress fracture in active female adolescents.Pediatrics. Aug 2007;120(2):e364-72.

11. Popp KL, Hughes JM, Smock AJ, Novotny SA, Stovitz SD, Koehler SM, et al. Bone geometry, strength, and muscle size in runners with a history of stress fracture.Med Sci Sports Exerc. Dec 2009;41(12):2145-50.

12. Myburgh KH, Hutchins J, Fataar AB. Low bone density is anetiologic factor for stress fractures in athletes.Ann Intern Med. Nov 15 1990;113(10):754-9.

13. Nattiv A, Armsey TD Jr. Stress injury to bone in the femaleathlete.Clin Sports Med. Apr 1997;16(2):197-224.

14. Opstad PK, Aakvaag A. Decreased serum levels of oestradiol,testosterone and prolactin during prolonged physical strain and sleep deprivation, and the influence of a high calorie diet.Eur J Appl Physiol Occup Physiol. 1982;49(3):343-8.15. Montain SJ, McGraw SM, Ely MR, Grier TL, Knapik JJ. Aretrospective cohort study on the influence of UV index and race/ethnicity on risk of stress and lower limb fractures.BMC Musculoskelet Disord. Apr 12 2013;14:135.16. Tenforde AS, Sayres LC, Liz McCurdy M, Sainani KL,Fredericson M. Identifying Sex-Specific Risk Factors for Stress Fractures in Adolescent Runners.Med Sci Sports Exerc. Apr 11 2013;

17. Chen YT, Tenforde AS, Fredericson M. Update on stress fractures in female athletes: epidemiology, treatment, and prevention.Curr Rev Musculoskelet Med. Jun 2013;6(2):173-81.18. Schnackenburg KE, Macdonald HM, Ferber R, Wiley JP, Boyd SK. Bone Quality and Muscle Strength in Female Athletes with Lower Limb Stress Fractures.Med Sci Sports Exerc. Nov 2011;43(11):2110-2119.19. Giladi M, Milgrom C, Simkin A. Stress fractures. Identifiable risk factors.Am J Sports Med. Nov-Dec 1991;19(6):647-52.20. Kurklu M, Ozboluk S, Kilic E, Tatar O, Ozkan H, Basbozkurt M. Stress fracture of bilateral tibial metaphysis due to ceremonial march training: a case report.Cases J. Jan 4 2010;3:3.

21. Balius R, Pedret C, Estruch A, Hernndez G, Ruiz-Cotorro A,Mota J. Stress Fractures of the Metacarpal Bones in Adolescent Tennis Players: A Case Series.Am J Sports Med. Mar 8 2010;

22. Hetsroni I, Nyska M, Ben-Sira D, Mann G, Segal O, Maoz G, et al. Analysis of foot structure in athletes sustaining proximal fifth metatarsal stress fracture.Foot Ankle Int. Mar 2010;31(3):203-11.

23. Joshi A, Kc BR, Shah BC, Chand P, Thapa BB, Kayastha N.Femoral neck stress fractures in military personnel.JNMA J Nepal Med Assoc. Apr-Jun 2009;48(174):99-102.

24. Taimela S, Kujala UM, Orava S. Two consecutive rib stress fractures in a female competitive swimmer.Clin J Sport Med. Oct 1995;5(4):254-6; discussion 257.25. Lee AD. Golf-related stress fractures: a structured review of the literature.J Can Chiropr Assoc. Dec 2009;53(4):290-9.26. Karlson KA. Rib stress fractures in elite rowers. A case series and proposed mechanism.Am J Sports Med. Jul-Aug 1998;26(4):516-9.

27. Keating TM. Stress fracture of the sternum in a wrestler.Am JSports Med. Jan-Feb 1987;15(1):92-3.

28. Bijur PE, Horodyski M, Egerton W. Comparison of injury during cadet basic training by gender.Arch Pediatr Adolesc Med. May 1997;151(5):456-61.

29. Scully TJ, Besterman G. Stress fracture--a preventable traininginjury.Mil Med. Apr 1982;147(4):285-7.30. Rauh MJ, Macera CA, Trone DW, Shaffer RA, Brodine SK.Epidemiology of stress fracture and lower-extremity overuse injury in female recruits.Med Sci Sports Exerc. Sep 2006;38(9):1571-7.31. Nattiv A, Agostini R, Drinkwater B. The female athlete triad. The inter-relatedness of disordered eating, amenorrhea, and osteoporosis.Clin Sports Med. Apr 1994;13(2):405-18.

32. Frusztajer NT, Dhuper S, Warren MP. Nutrition and the incidence of stress fractures in ballet dancers.Am J Clin Nutr. May 1990;51(5):779-83.

33. Markey KL. Stress fractures.Clin Sports Med. Apr 1987;6(2):405-25.

34. Deutsch AL, Coel MN, Mink JH. Imaging of stress injuries tobone. Radiography, scintigraphy, and MR imaging.Clin Sports Med. Apr 1997;16(2):275-90.

35. Arendt EA, Griffiths HJ. The use of MR imaging in the assessmentand clinical management of stress reactions of bone in high-performance athletes.Clin Sports Med. Apr 1997;16(2):291-306.36. Moran DS, Evans RK, Hadad E. Imaging of lower extremity stress fracture injuries.Sports Med. 2008;38(4):345-56.

37. Lee JK, Yao L. Stress fractures: MR imaging.Radiology. Oct 1988;169(1):217-20.

38. Gillespie WJ, Grant I. Interventions for preventing and treatingstress fractures and stress reactions of bone of the lower limbs in young adults.Cochrane Database Syst Rev. 2000;(2):CD000450.

39. Brukner P, Bennell K. Stress fractures in female athletes. Diagnosis, management and rehabilitation.Sports Med. Dec 1997;24(6):419-29.

40. Schwellnus MP, Jordaan G. Does calcium supplementation preventbone stress injuries? A clinical trial.Int J Sport Nutr. Jun 1992;2(2):165-74.

41. Finestone A, Giladi M, Elad H. Prevention of stress fractures usingcustom biomechanical shoe orthoses.Clin Orthop. Mar 1999;(360):182-90.

42. Milgrom C, Giladi M, Kashtan H. A prospective study of the effectof a shock-absorbing orthotic device on the incidence of stress fractures in military recruits.Foot Ankle. Oct 1985;6(2):101-4.

43. Boden BP, Osbahr DC, Jimenez C. Low-risk stress fractures.Am J Sports Med. Jan-Feb 2001;29(1):100-11.44. Bennell KL, Malcolm SA, Wark JD. Models for the pathogenesisof stress fractures in athletes.Br J Sports Med. Sep 1996;30(3):200-4.

45. Dugan SA, Weber KM. Stress fractures and rehabilitation.Phys Med Rehabil Clin N Am. Aug 2007;18(3):401-16.46. Melton LJ 3rd, Beck TJ, Amin S, Khosla S, Achenbach SJ, ObergAL. Contributions of bone density and structure to fracture risk assessment in men and women.Osteoporos Int. May 2005;16(5):460-7.47. Plantz SH, Kreplick LW, Panacek EA. A national survey of board-certified emergency physicians: quality of care and practice structure issues.Am J Emerg Med. Jan 1998;16(1):1-4.48. Ruohola JP, Laaksi I, Ylikomi T, Haataja R, Mattila VM, Sahi T. Association between serum 25(OH)D concentrations and bone stress fractures in Finnish young men.J Bone Miner Res. Sep 2006;21(9):1483-8.49. Stanitski CL, McMaster JH, Scranton PE. On the nature of stress fractures.Am J Sports Med. Nov-Dec 1978;6(6):391-6.50. Umans H, Pavlov H. Stress fractures of the lower extremities.Semin Roentgenol. Apr 1994;29(2):176-93.

PAGE 5