Top Banner
STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT DALAM KEUNGGULAN BERSAING ADE FATMA LUBIS, MAFIS Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Saat ini dunia usaha sedang berada pada masa transisi dari era persaingan industri ke persaingan informasi. Pada masa era persaingan industri, kesuksesan perusahaan ditentukan oleh keberhasilan dalam memanfaatkan skala ekonomis dalam usahanya. Teknologi membantu dalam hal memberikan kemungkinan untuk memproduksi dalam jumlah besar produk standar secara efesien. Manager memerlukan informasi untuk melihat apa yang terjadi pada scope internal maupun scope external dari lingkungan perusahaannya. Telah terjadi perubahan didalam management accounting pada akhir dekade ini. Apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang benal-benar baru atau hanya merupakan daur ulang dari topik yang baru. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti yang terjadi pada dekade terakhir abad ke 20 ini, suatu perusahaan tidak dapat memperoleh keunggulan bersaing hanya dengan mengadopsi teknogi baru dengan cepat atau mengelola aktiva dan kewajiban finansialnya dengan sangat baik. Selain itu, perubahan lingkungan usaha seperti adanya deregulasi dan pencabutan proteks oleh pemerintah menyebabkan perusahaan dalam industri yang terkait harus benar- benar bersaing dalam hal efesiensi, inovasi, penetapan harga, pengembangan usaha dan sebagainya. Dengan demikian perusahaan memerlukan kemampuan baru untuk dapat berhasil dalam persaingan selain kemampuan untuk mengelola barang modal secara efesien, misalnya menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, memiliki konsumen yang loyal, menghasilkan invasi produk baru dan sebagainya. Karena kondisi diatas terjadi perubahan yang penting dalam strategic cost management yaitu dengan adanya gabungan dari tiga tema dibawah ini antara lain: 1. Value chain analysis 2. Strategic positioning analysis 3. Cost driver analysis Ketiga hal diatas merupakan hasil penyajian dari research dan analisa dari informasi cost dan merupakan hal yang sangat berbeda dengan conventional management accounting. Karena hal tersebut penulis berniat untuk menjelaskan satu persatu dari apa yang dimaksud dalam ketiga topik diatas. Konsep value chain Value chain terfokus dalam usaha dari cost management yang dimulai dengan cara bagaimana kita mengatur apa yang kita pikirkan tentang cost management. Value chain menurut (Shank dan Govindarajan, 1993) adalah merupakan hubungan dari satu set nilai yang menciptakan aktivitas dengan semua cara atas dasar sumber raw material untuk komponen supplier melalui pengguna produk yang terakhir (ultimate end-use product) yang dikirim kepala langganan. Dari fokus eksternal akan terlihat perusahaan dalam kontex keseluruhan dari rantai nilai yang menciptakan aktivitas yang hanya mempakan sebagian dari komponen raw material sampai ke pengguna terakhir tersebut. Dalam kenyataannya, management accounting selalu terfokus pada internal perusahaan. Hal tersebut dimulai dari pembeliannya, prosesnya, fungsinya, produknya dan langganannya. Dengan kata lain management accounting menganut perspektif value added yang dimulai dengan pembayaran pembelian kepada supplier dan berhenti pada saat © 2004 Digitized by USU digital library 1
13

STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Aug 30, 2018

Download

Documents

lyque
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT DALAM KEUNGGULAN BERSAING

ADE FATMA LUBIS, MAFIS

Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Pendahuluan

Saat ini dunia usaha sedang berada pada masa transisi dari era persaingan industri ke persaingan informasi. Pada masa era persaingan industri, kesuksesan perusahaan ditentukan oleh keberhasilan dalam memanfaatkan skala ekonomis dalam usahanya. Teknologi membantu dalam hal memberikan kemungkinan untuk memproduksi dalam jumlah besar produk standar secara efesien. Manager memerlukan informasi untuk melihat apa yang terjadi pada scope internal maupun scope external dari lingkungan perusahaannya. Telah terjadi perubahan didalam management accounting pada akhir dekade ini. Apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang benal-benar baru atau hanya merupakan daur ulang dari topik yang baru.

Dengan kemajuan teknologi informasi seperti yang terjadi pada dekade terakhir abad ke 20 ini, suatu perusahaan tidak dapat memperoleh keunggulan bersaing hanya dengan mengadopsi teknogi baru dengan cepat atau mengelola aktiva dan kewajiban finansialnya dengan sangat baik. Selain itu, perubahan lingkungan usaha seperti adanya deregulasi dan pencabutan proteks oleh pemerintah menyebabkan perusahaan dalam industri yang terkait harus benar-benar bersaing dalam hal efesiensi, inovasi, penetapan harga, pengembangan usaha dan sebagainya. Dengan demikian perusahaan memerlukan kemampuan baru untuk dapat berhasil dalam persaingan selain kemampuan untuk mengelola barang modal secara efesien, misalnya menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, memiliki konsumen yang loyal, menghasilkan invasi produk baru dan sebagainya.

Karena kondisi diatas terjadi perubahan yang penting dalam strategic cost management yaitu dengan adanya gabungan dari tiga tema dibawah ini antara lain: 1. Value chain analysis 2. Strategic positioning analysis 3. Cost driver analysis

Ketiga hal diatas merupakan hasil penyajian dari research dan analisa dari informasi cost dan merupakan hal yang sangat berbeda dengan conventional management accounting. Karena hal tersebut penulis berniat untuk menjelaskan satu persatu dari apa yang dimaksud dalam ketiga topik diatas. Konsep value chain Value chain terfokus dalam usaha dari cost management yang dimulai dengan cara bagaimana kita mengatur apa yang kita pikirkan tentang cost management. Value chain menurut (Shank dan Govindarajan, 1993) adalah merupakan hubungan dari satu set nilai yang menciptakan aktivitas dengan semua cara atas dasar sumber raw material untuk komponen supplier melalui pengguna produk yang terakhir (ultimate end-use product) yang dikirim kepala langganan. Dari fokus eksternal akan terlihat perusahaan dalam kontex keseluruhan dari rantai nilai yang menciptakan aktivitas yang hanya mempakan sebagian dari komponen raw material sampai ke pengguna terakhir tersebut. Dalam kenyataannya, management accounting selalu terfokus pada internal perusahaan. Hal tersebut dimulai dari pembeliannya, prosesnya, fungsinya, produknya dan langganannya. Dengan kata lain management accounting menganut perspektif value added yang dimulai dengan pembayaran pembelian kepada supplier dan berhenti pada saat

© 2004 Digitized by USU digital library 1

Page 2: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

pembebanan kepada langganan dalam hal ini merupakan penjualan dengan tujuan untuk memaximumkan perbedaan antara pembelian dan penjualan. Tetapi konsep value chain pada dasarnya berbeda dengan konsep value added. Dari perspektif strategi, value added mempunyai dua permasalahan besar yaitu: 1. Ia mulai sangat terlambat. Bila dimulai dari saat pembelian maka perusahaan

akan kehilang kesempatan yang akan diperolehnya melalui hubungannya dengan supplier.

2. la berhenti sangat cepat. Berhenti melakukan analisa cost pada penjualan akan kehilangan semua kesempatan yang dapat diexploitasi melaui hubungan dengan langganan perusahaan.

Untuk yang pertama dapat terlihat dalam contoh penerapan JIT, dimana

perusahaan kehilangan kesempatan untuk mengurangi costnya karena tidak adanya hubungan baik dengan supplier. Sebuah pabrik asembling memperoleh 30% manufacturing cost dari penjualan dan perusahaan tersebut percaya bahwa mereka dapat mengurangi cost sebanyak 20% dengan penerapan JIT, karena perusahaan tersebut dapat mengurangi waste dan tidak memerlukan gudang inventory (inventory buffer). Tetapi perusahaan mempunyai masaalah dalam melakukan pembelian, karena supplier telah menaikkan harga dari yang dibutuhkan, sehingga kenaikan harga dari supplier telah melebihi cost saving yang telah diperoleh perusahaan karena menggunakan sistem JIT. Dalam hal ini perusahaan perlu melakukan pendekatan dan perjanjian dengan suppliernya agar supplier mau dan menyadari perlunya bersama-sama menerapkan sistem JIT ini.

Perspektif value chain akan memperoleh gambaran yang berbeda terhadap semua situasi yang terjadi. Misalkan perusahaan mobil tersebut telah melakukan pembelian 50% dari parts yang dijual supplier. Dari jumlah ini, 37% merupakan jumlah pembelian parts dari supplier sedangkan 63% lagi merupakan value added yang diperoleh dari supplier. Disini supplier telah menambah value pada mobil tersebut lebih besar dari value yang ditambahkan oleh perusahaan mobil tersebut yaitu sebesar: 63% X 50% = 31.5%, dibandingkan dengan 30% yang telah ditambahkan oleh perusahaan mobil tersebut. Karena tidak adanya buffer stock dan tidak adanya schedule dari pabrik mobil yang stabil, maka cost dari supplier naik sedangkan cost dari pabrik mobil turun. Hal tersebut terjadi karena sempitnya perspektif dari value added. Disini manajemen mengabaikan ide bahwa konsep JIT meliputi adanya hubungan partnership dengan supplier.

Manajemen tidak menyadari bahwa kunci dari suksesnya konsep JIT adalah karena adanya schedule yang stabil untuk supplier perusahaan.

Untuk yang kedua, dimana value added berhenti terlalu cepat yaitu hanya sampai selesainya pembebanan kepada langganan, atau terjadinya penjualan. Hal tersebut akan dapat menghilangkan kesempatan yang mungkin dapat diexploitasi dengan adanya hubungan dengan langganan. Hubungan dengan langganan sama pentingnya dengan hubungan dengan supplier. Hubungan dengan langganan dapat diexploitasi melalui konsep life cycle costing.

Perspektif life cycle cost dalam value chain akan dapat menaikkan profit melalui adanya perhatian yang explicit terhadap postpurchase costs oleh langganan sehingga terjadi segmen pasar yang lebih efektif dan penentuan posisi produk (product positioning). Dengan kata lain dapat dilakukan pendesignan produk untuk mengurangi postpurchase costs pada langganan yang dapat merupakan senjata ampuh dalam memperoleh keunggulan bersaing (competitive advantage) Contohnya dengan rendahnya life cycle cost pada mobil Jepang akan membantu penjelasan mengenai keberhasilannya di pasar Amerika.

Dalam kerangka SCM, mengatur cost secara efektif memerlukan fokus yang luas dipandang dari sudut external perusahaan (Porter, 1995) yang disebut dengan value chain. Menurut Porter, sebuah bisnis unit dapat dikembangkan dengan mempertahankan keunggulan bersaing atas dasar cost atau difrensiasi. Fokus utama dalam strategi low-cost adalah untuk mencapai aternatif cost yang

© 2004 Digitized by USU digital library 2

Page 3: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach sebagai berikut:

• Economies of scale of product ion • Experiance curve effects • Tight cost control • Cost minimization in areas such as R&D, service force or advertising.

Pengembangan dari keunggulan bersaing dapat terlihat dari gambar

dibawah ini:

Differentiation Differentiation Advantage With Cost Advantage Stuck-in-the- Low Middle Cost Advantage

Superior Relative Diferential Position Inferior

Contoh dari perusahaan yang mempunyai strategi low (os1 adalah: Texas instruments dalam pelanggan elektronik, Emerson Electric dan motor electric, mobil Hyundai dan sebagainya. Dalam pengaplikasian strategi low cost, menurut penulis ada baiknya strategi ini dikembangkan dengan strategi Value Engineering.

Value Engineering Value engineering merupakan strategi yang dipraktekan di Jepang, yang merupakan sebuah pengaturan usaha untuk menganalisa fungsi dari barang dan jasa sehubungan untuk memperoleh jalan mencapai fungsi yang diinginkan sambil perusahaan dapat mencapai target cost yang telah ditetapkan. (Robin Cooper, 1995). VE akan membantu manajer perusahaan untuk melakukan keseimbangan antara fungsi dan cost (trade off between functionality and cost). Tujuan dari VE program Jepang bukanlah untuk meminimumkan cost dari produk, tetapi mencapai cost reduksi pada level yang tertentu yang telah ditegakkan oleh perusahaan melalui sistem target costing. Ada dua perumusan dalam VE yaitu:

Value = Function/Cost (1) dan

Perceived value = Perceived Benefits/Prices (2)

Persamaan (1) merupakan perspektif dari persamaan produser,

sedangkan persamaan (2) merupakan perspektif persamaan pelanggan. Persamaan (1) akan menjelaskan apakah fungsi yang diingini dapat dicapai oleh barang yang akan diproduksi, sedangkan dalam persamaan (2), akan dapat melihat apakah fungsi atau benefit telah memenuhi nilai yang diingini oleh pelanggan. Disini VE akan membantu perusahaan untuk mempertahankan the perceived value dari produknya dengan membantu product engineering untuk menyeimbangkan antara fungsi dengan cost. Konsekwensinya, praktek ,VE sangat terintegrasi dengan analisa consumer dan teknik design lainnya untuk dapat memuaskan pelanggan.

© 2004 Digitized by USU digital library 3

Page 4: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Dalam strategi diferensiasi, fokus utama adalah membedakan produk dari unit bisnis dengan cara menciptakan sesuatu yang unik bagi pelanggan (customer). Approach untuk product differentiation misalnya brand loyalty yang telah diperoleh oleh Coca Cola, Superior customer service oleh komputer IBM, dealer network oleh Caterpillar Tractors dalam peralatan konstruksi dan sebagainya.

Dalam differentiation, Cooper(1995) menyarankan penggunaan survival triplet. Dalam survival triplet, perusahaan akan dapat memperokh benefit dengan membagi fungsi dalam berbagai karateristik. Disini perusahaan dapat mendiferensiasikan fungsi dasar dari produk tersebut atau fungsi dasar dari jasa perusahaan. Ada dua dimensi yang dapat dilakukan disini yaitu:

• product focus dan • customer focus.

Membagi fungsi dari sebuah produk sangat bervariasi tergantung kepada

bentuk dari produk dan strategi perusahaan. Sebaiknya jangan membagi fungsi lebih dari dua dimensi diatas. Survival Zones adalah kerelaan pelanggan untuk melakukan trade off (keseimbangan) antara karateristik yang terdapat dalam survival triplet produk. Misalnya, pelanggan akan rela membayar lebih mahal untuk barang yang berkualitas tinggi dan mempunyai fungsi yang lebih dibandingkan dengan produk lain yang harganya lebih rendah. Hal tersebut dapat terlihat dengan gambar dibawah ini.

Survival range adalah penentuan nilai minimum dan nilai maximum untuk

tiap karateristik dari produk untuk membawa produk tersebut menuju sukses. Untuk quality dan fungsi, minimum allowable merupakan nilai terendah dari masing-masing karateristik yang rela diterima oleh pelanggan sehubungan

© 2004 Digitized by USU digital library 4

Page 5: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

dengan nilai karateristik tersebut. Vise versa dengan maximum feasible value untuk quality dan fungsi. Cost leadership dan differentiation akan sukses bila survival zone dari produk perusahaan adalah besar. Artinya, besarnya survival zone terjadi bila perbedaan antara maximum dan minimum range adalah besar untuk paling tidak kedua karateristik tersebut. Bila gap antara minimum dan maximum adalah lebar artinya kemampuan perusahaan untuk menciptakan produk yang canggih dan mempunyai nilai yang tinggi pada satu karateristik dan nilai yang rendah pada pertambahan yang lain. Bila gap tersebut cukup besar maka perusahaan harus memilih untuk bersaing dengan karateristik harga atau karateristik salah satu dari kedua karateristik yang lainnya.

Kerangka dari value chain merupakan metode untuk membagi rantai (chain) tersebut atas dasar raw material sampai ke end use-pelanggan dalam strategi aktivitas yang relevan sehubungan dengan pengertian tentang behavior of cost dan sumber dari differensiasi. Kita juga menyadari bahwa tidak ada perusahaan yang dapat mengoperasikan semua value chainnya. Misalnya Chevron mengoperasikan value chainnya dari exploirasi minyak sampai ke service station, tetapi tidak untuk semua chainnya, dan 50% dari crude oil diproses kembali oleh produser lainnya dan lebih dan 1/3 minyak tersebut dijual melalui retail outlets yang lain.

Reebok merupakan produsen sepatu yang terkenal hanya memiliki sedikit sekali retail outlets, walaupun dalam hal ini Reebok mempunyai pabrik sepatunya sendiri. Sebagai kesimpulan, sebuah perusahaan hanyalah merupakan bagian dari satu set aktivitas yang besar didalam value delivery system.

Value chain dari sebuah perusahaan akan merupakan sebuah sistem yang besar termasuk value chain dan supplier dan customer. Sebuah perusahaan akan dapat mencapai kemampuan profit tidak hanya dengan mengerti value chain yang dimilikinya dari design distribution tetapi juga mengerti bagaimana aktivitas yang berharga dari perusahaan itu akan cocok dengan value chain dari supplier dan customer nya. Ada 4 penyempurnaan profit area dalam value chain yaitu:

1. Hubungan dengan supplier 2. Hubungan dengan customer 3. Proses hubungan natara value chain dengan unit bisnis 4. Hubungan timbal balik antara unit bisnis value chain dengan

perusahaan. Metodologi untuk membangun dan menggunakan value chain meliputi

langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi value chain dari industri dan bebankan cost, revenue

dan assetsf untuk nilai aktivitas dan chain tersebut. 2. Diagnosa peraturan cost driver untuk tiap-tiap nilai aktivitas. 3. Kembangkan pertahanan keunggulan bersaing melalui cost driver

control yang lebih baik dari saingannya atau dilakukan konfigurasi kembali dari value chain tersebut.

Disini aktivitas harus diisolasi dan dipisahkan bila:

Mereka mewakili persentase yang besar dari operating cost Aktivitas dari cost behavior (cost drivers) adalah berbeda atau Mereka perbedaan dibandingkan dengan saingannya Mereka mempunyai potensial yang tinggi untuk menciptakan differentiation.

Tiap nilai aktivitas yang terjadi dalam cost akan menghasilkan revenue

dan terikat pada aset yang diproses. Sesudah mengidentifikasi value chain kemudian dibebankan operating cost, revenue dan aset kepada tiap-tiap nilai aktivitas. Untuk nilai aktivitas intennediate, revenue harus dibebankan dengan internal transfer price kepada competitive market price. Dengan demikian adalah mungkin untuk menghitung return on assets untuk tiap-tiap aktivitas.

© 2004 Digitized by USU digital library 5

Page 6: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Mengkorfigurasikan kembali value chain Pada saat perusahaan terfokus untuk mengalur value chain perusahaan yang ada dan lebih baik dari saingannya, kemudian dibutuhkan usaha yang besar untuk menemukan kembali value chain yang mungkin akan lebih menguntungkan atau mendatangkan profit yang besar. Hal tersebut sama seperti yang dilakukan oleh lowa beef processors pada industri pengepakan daging dalam siklus maturity. Perusahaan ini telah berhasil memperoleh cost reductionnya dengan cara mengkontrol prosesnya, distribusinya dan labour costnya. Disini ia menemukan kembali the traditional value chain nya pada industri tersebut.

Jack D canon (1996), mengatakan value chain adalah sebuah struktur yang berisikan sumber-sumber keunggulan bersaing (competitive advantage) perusahaan dan pada dasarnya terdiri dari 5 aktivitas industri seperti yang terdapat dengan gambar dibawah ini yaitu:

1. Inbound logistics, yang meliputi penerimaan, penyimpanan dan pemasukan input kedalam produk.

2. Operations, merupakan transformasi input kedalam produk final. 3. Outbound logistics, merupakan pengumpulan , penyimpanan dan distribusi

produk ke pelanggan. 4. Marketing and sales, merupakan identifikasi pasar dan bagaimana

pelanggan membeli produk ataupun jasa perusahaan. 5. Service, sehubungan dengan dukungan pelanggan dan jasa perbaikan.

Bentuk value chain yang asli (generic) akan terlihat pada gambar dibawah ini yaitu:

Sebagai tambahan dari aktivitas utama ada fungsi yang mendukung disini

antara lain: • Procurement dari input yang digunakan dalam value chain • Technology development untuk setiap keran dari operasi tetapi tidak

terbatas kepada teknologi infonnasi. • Human resource management, meliputi rekruiting, hiring, training,

pengembangan dan kompensasi dari pegawai. • Firm infrastructure, terrnasuk perencanaan, accounting, dan finance, legal,

community affair, hubungan dengan pemerintah dan kualitas manajemen. Keuntungan yang diperoleh dari value chain sebagai model untuk bersaing

adalah secara sistematik akan mengevaluasi proses kunci perusahaan dan merupakan kompetensi inti. Perhatian terarah kepada kekuatan dan ke lemahan yang secara relatif merupakan faktor yang utama dan merupakan kemampuan perusahaan untuk melakukan kontribusi dalam bersaing.

© 2004 Digitized by USU digital library 6

Page 7: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Perhitungan yang sulit Ada beberapa problem dalam perhitungan nilai untuk produk yang

intermediate, mengisolasikan cost driver kunci, mengidentifikasikan hubungan aktivitas yang timbal balik, menghitung margin supplier dan costumer, dan membangun cost structure saingan. Seseorang dapat memulai proses tersebut dengan jalan mengidentitikasikan setiap point dalam chain dimana adanya external market, dan untuk memperpendek waktu dilakukan identifikasi dari segmen value chain tersebut. Dalam analisa strategi, perlu diputuskan tahap mana dari value chain yang lebih berarti dan dapat di decoupled secara konseptual sedangkan yang lainnya tidak, Kecuali bila beberapa perusahaan telah melakukan decoupled pada tahap ini dengan memasarkan tahap ini, sedangkan yang lain tidak dapat secara independen memperoleh profit ekonomi pada tahap ini. Tetapi kesempatan untuk analisa yang lebih berarti pada satu setiap perusahaan yang ditemukan secara berbeda dari apa yang telah mereka perbuat dibandingkan dengan apa yang telah mereka beli dan jual selalu sangat besar (berarti). Walaupun terdapat masaalah dalam perhitungan tetapi sebaiknya semua perusahaan melakukan estimasi terhadap value chainnya. Dalam hal ini manajer perlu menjawab pertanyaan bagaimana aktivitas mereka akan memperoleh nilai tambah pada chain of customers yang menggunakan produk mereka (jasa mereka) dan bagaimana cost structure mereka dapat dibandingkan dengan saingannya. Konsep strategi positioning

Peranan dari analisa cost berbeda dalam kepentingannya tergantung kepada bagaimana perusahaan memilih cara bersaing. (Porter,1980 dalam Shank & Govindarajan,1993). Dasar pilihan strategi yang dapat dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dalam SCM adalah melalui cost leadership dan product differentiation. Dalam cost leadership berarti perusahaan akan bersaing dalam cost yang rendah (lower cost), sedangkan dalam product differentiation disini perusahaan bersaing melalui penawaran produk yang superior. Strategi positioning ini telah dipraktekkan oleh banyak perusahaan walaupun tidak mudah dalam implementasinya.

Karena differentiation dan cost leadership merupakan konsep yang berbeda , maka mereka juga mempunyai perspektif analisa cost yang berbeda pula. Strategi positioning akan berpengaruh terhadap peranan dari analisa cost untuk penentuan pengambilan keputusan investasi dan lebih tepat lagi dalam penentuan engineering product cost. Strategi cost leadership dalam kedewasannya, dalam komodity bisnis akan memerlukan perhatian yang sangat hati-hati untuk membangun target cost dimana hal tersebut merupakan alat manajemen yang sangat penting. Tetapi untuk strategi product differentiation dalam mengatur pasar, akan tumbuh dengan cepat karena terjadi perubahan bisnis yang cepat, dimana manufacturing cost harus hati-hati dibangun walaupun mungkin kurang penting.

Meskipun informasi cost adalah penting untuk semua perusahaan dari satu dengan yang lainnya, tetapi terdapat perbedaan strategi dan perbedaan permintaan perspektif cost. Misalnya monitoring R&D adalah penting untuk perusahaan pharmasi, tetapi mungkin kurang penting bagi perusahaan kertas internasional.Tetapi mereka masih tetap tergantung kepada manufacturing cost setiap bulan.

Menurut Simon (1954) dalam Shank & Govindarajan 11995), tema dari management accounting adalah tetap sama setelah 40 tahun Yaitu:

• Score keeping • Problem solving dan • Attention directing.

© 2004 Digitized by USU digital library 7

Page 8: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Misalnya Controlers Institute, sekarang disebut dengan Financial Executive Institute yang merupakan team komisi dari Carnegie Tech (sekarang Carnegie Mellon) tetap masih mempelajari elemen dari controllership yang efektif Point ini tidak menurun dan tetap populer, tetapi penekanannya terhadap berapa banyak konsepsi kita dan apa yang akan kita mulai dengan konsensus tentang kenapa kita berbuat hal tersebut. Ketiga peranan yang terkenal tersebut merupakan satu set konsep dan teknik yang secara implisit akan diasumsikan untuk terpakai pada semua perusahaan dan dalam tingkat yang bervariasi. Misalnya standard cost variance merupakan alat kunci untuk lebih memperhatikan secara langsung dan analisa contribution margin merupakan alar kunci untuk problem solving.

Ketiga peranan diatas bervariasi pada setiap perusahaan tergantung dengan konteks strategi yang dianutnya, relevansinya dengan alat analisa cost yang berhubungan yang tidak terlihat oleh perusahaan lain. Bila perjanjian telah tercapai dan kenapa management accounting berbeda dalam kepentingannya tergantung kepada dasar kepercayaan strategi perusahaan (strategy thrust). Adalah merupakan transisi yang mudah untuk melihat bagaimana management accounting juga berpengaruh terhadap dasar strategic thrust. Management accounting pada sebagian besar perusahaan sekarang masih tetap mengikuti cara yang konvensional, adalah renting untuk menyadari bahwa fokus ini tidak diperlukan di masa yang akan datang. Management accounting akan dapat mengadopsi apa yang sebenarnya diperlukan oleh perusal laan yaitu perlunya integrasi.

Contingent theory mengatakan bahwa management control adalah contingent atau tergantung kepada faktor internal dan faktor external. (Shank & Covindarajan, 1995). Karena itu adalah penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi system design of control yang dapat berupa besarnya (size), lingkungan, teknologi, interdependency (ketergantungan) dan strategi.

Secara logika hubungan antara control dengan strategi didasarkan atas cara berpikir dibawah ini:

1. Untuk pelaksanaan yang efektif, diperlukan strategy 109 berbeda untuk prioritas yang berbeda, kunci sukses yang berbeda , : kill yang berbeda, perspektif yang berbeda dari perilaku yang berbeda.

2. System control merupakan sebuah sistem penaksiran yang akan mempengaruhi perilaku dari orang-orang yang akan ditaksir aktivitasnya.

3. Perhatian yang terus menerus dalam design sistem control akan ditentukan oleh apakah perilaku tersebut akan dapat dikurangi dengan adanya sistem tersebut atau dengan dilaksananya strategi yang konsisten. Strategi dari unit bisnis akan tergantung kepada dua aspek yang saling

berhubungan yaitu: 1. Misinya atau goalnya 2. Pilihan bisnis tersebut untuk bersaing dalam mencapai goal tersebut yang

merupakan competitive advantage dari unit bisnis tersebut. Banyak penulis yang mambagi tiga misi dalam sebuah unit bisnis yaitu:

1. Build, misi yang sehubungan dengan goal disini adalah untuk menambah market shares meskipun untuk expense dan earning jangka pendek dan cash flow. Untuk operasi pada saat ini biasanya cash tidak cukup untuk memenuhi capital investment yang dibutuhkan.

2. Hold, strategi bisnis disini adalah melakukan pinjaman untuk melindungi market share's unit bisnis dan posisi persaingan. Outflow untuk misi selanjutnya akan lebih besar atau kurang atau sama dengan cash inflow.

3. Harvest, dalam misi ini tujuannya adalah untuk memaksimumkan earning jangka pendek dan cash flow meskipun untuk expenses dari market shares unit bisnis, misi selanjutnya adalah merupakan net supplier cash.

© 2004 Digitized by USU digital library 8

Page 9: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Untuk implementasi yang efektif harus diseimbangkan antara misi yang dipilih dan type dari kontrol yang digunakan. Pengembangan dan kontrol dan misi akan cocok dengan menggunakan alasan dibawah ini:

Misi dari sebuah bisnis akan dipengaruhi oleh ketidakpastian, disini manajer dihadapkan atas keseimbangan jangka pendek lawan jangka panjang yang akan dibuatnya.

Management control system akan bervariasi secara sistematik untuk membantu dan memotivasi manajer untuk menghadapinya secara efekrif dengan ketidak pastian dan membuat keseimbangan jangka pendek yang tepat lawan jangka panjang.

Misi yang berbeda selalu memerlukan sistem management control yang berbeda secara sistimatis. Ketidakpastian (uncertainty) Dalam kondisi build perusahaan dihadapkan

atas ketidakpastian lingkungan yang lebih besar dari pada dalam kondisi harvest. Strategi build biasanya diambil pada tahap growth dari produk life cycle, sedangkan strategi harvest biasanya diambil pada tabap matureatau decline. Faktor-faktor seperti manufacturing process, product technologie, market demand, relation with suppliers, buyers, and distribution channel, jumlah saingan dan perubahan struktur saingan akan berubah dengan cepat dan sulit untuk diperhitungkan dalam tahap growth dibandingkan dalam tahap nature. Manajer dalam kondisi build sebaiknya merupakan orang dari luar organisasi dibandingkan dalam kondisi harvest, karena misi build memerlukan tambahan capital investment, expansi kapasitas, penambahan market share dan sebagainya. Karena itu ketergantungan perusahaan terhadap external semakin besar demikian juga ketidak pastian yang akan dihadapinya.

Pilihan untuk menganut strategi build atau strategi harvest merupakan implikasi yang sehubungan dengan keseimbangan antara profit jangka pendek dan jangka panjang. Dalam strategi build meliputi keputusan mengenai pemotongan harga, R&D expenditure yang utama untuk memperkenalkan produk baru, market development expenditure yang besar. Aksi ini memerlukan market leadership tetapi dituntut dengan profit jangka pendek. Banyak keputusan yang dilakukan oleh manajer dalam kondisi build tidak menghasilkan profit sekarang tetapi akan menghasilkan profit dimasa yang akan datang. Dalam strategi harvest, perhatian demand merupakan tugas untuk memaximumkan profit jangka pendek.

Strategic planning process

Bila lingkungan tidak pasti maka diperlukan strategic planning process untuk mengatasi ketidakpastian tersebut dan biasanya memerlukan rencana jangka panjang yang mungkin dituangkan dalam budget tahunan. Bila lingkungan stabil maka mungkin tidak diperlukan strategic planning process, karena strategy ini diperlukan dalam kondisi build. Strategic planning process diperlukan dalam masa harvest hanya karena ia merupakan strategic perusahaan secara keseluruhan dan untuk mengetahui saldo cash flow secara efektif. Dalam kondisi yang stabil pada masa harvest biasanya tidak diperlukan capital investment dan alokasi sumber-sumber, karena itu sebaiknya digunakan analisa discounted cash flow. Informasi yang dapat digunakan dalam masa harvest terutama dalam data keuangan, sedangkan data non keuangan biasanya kurang diperlukan. Vise versa untuk kondisi build. Budget sehubungan dengan evaluasi kinerja

Dalam mengevaluasi kinerja unit bisnis manajer adalah penting untuk mengetahui apakah budget target mempunyai variance yang favorable atau unfvorable.

© 2004 Digitized by USU digital library 9

Page 10: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Dengan adanya unfavorable variance dalam sebuah perusahaan menunjukkan jeleknya kinerja dari manajer unit bisnis tersebut (Govindarajan,1984). Ada beberapa alasan untuk itu yaitu:

1. Mengevaluasi kinerja merupakan tujuan untuk menegakkan profit target yang akurat. Untuk dapat mencapai target kita harus mempunyai standar yang valid untuk penilaian kinerja pada saat setelah itu, disini manajer harus mampu untuk memprediksi kondisi yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang.

2. Karena efesiensi sehubungan dengan jumlah output perunit input, maka evaluasi dan efesiensi seorang manajer tergantung kepada pengetahuan yang detail terhadap output yang akan dapat diberikan oleh manajemen. Pengetahuan tersebut mempunyai hubungan sebab dan akibat. Pengetahuan yang lebih baik akan diperoleh bila disebabkan oleh hubungan dengan akibat yang terjadi dalam kondisi yang stabil dari pada kondisi yang tidak pasti. Judgment terhadap efesiensi adalah lebih sulit pada kondisi yang tidak pasti.

3. Penekanan dan indikator kinerja keuangan merupakan hasil bukan merupakan proses. Dalam hal ini manajer hanya dapat mengkontrol perbuatannya (action) tetapi tidak lingkungannya.Dalam situasi yang mempunyai ketidak pastian yang tinggi, dimana terdapat ketidak cukupannya informasi keuangan akan mempengaruhi kinerja manajerial. Karena pada masa build tingkat ketidak pastian lebih tinggi dibandingkan

pada masa harvest maka disini peranan budget lebih diperlukan pada masa build dibandingkan pada masa harvest. Selain dari itu ada perbedaan karateristik dari budget pada masa build dibandingkan dengan masa harvest antara lain:

Dalam masa build, budget akan lebih sering direvisi dibandingkan pada masa harvest karena pada masa build kondisi berubah lebih sering dari pada masa harvest. Misalnya perubahan dalam produk, perubahan dalam pasar dan sebagainya.

Build unit manager secara relatif akan mempunyai input yang lebih besar dan mempengaruhi perumusan budget dari pada harvest unit mager karena build manager beroperasi didalam lingkungan yang berubah sangat cepat dan ia mempunyai pengetahuan yang baik tentang perubahan tersebut dibandingkan senior managemet.

Hal tersebut dapat terjadi karena pada harvest terdapat lingkungan yang

stabil, jadi disini pengetahuan dari manajer tentang hal tersebut tidak begitu penting. Keadaan tersebut bila dikaitkan dengan kompensasi bonus dari manajer, maka biasanya berbagai perusahaan menggunakan prinsip bahwa semakin tinggi resiko yang akan diambil maka akan semakin besar proporsi secara umum dari kompensasi bonus manajer dibandingkan dengan gaji (salary). hal tersebut sesuai dengan prinsip risk and return. Hal tersebut tetap dipertahankan oleh perusahaan karena manajer yang dibebani dengan tugas dalam situasi yang lebih tidak pasti sehingga disini manajer dengan sukarela akan mengambil resiko tersebut dan hal tersebut sebaiknya dibarengi dengan tingginya persentase insentif bonus mereka.

Semakin sering bonus diberikan kepada manajer akan mendorong mereka untuk berkonsentrasi dalam kinerja jangka pendek karena mereka memotivasi manajer tersebut untuk terfokus kepada jenis yang akan berpengaruh terhadap jangka pendek. Sedangkan semakin sering bonus insentive diberikan maka akan mendorong manajer untuk mengambil perspektif jangka panjang. Jadi disini build manajer cenderung menerima bonus lebih sedikit atau lebih jarang dari pada yang diterima oleh halvest manager.

Pilihan terhadap approach diffensiasi dibandingkan dengan low cost approach akan meningkatkan ketidakpastian didalam lingkungan tugas bisnis karena tiga alasan sebagai berikut:

© 2004 Digitized by USU digital library 10

Page 11: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

1. Inovasi produk adalah lebih sulit dalam diferensiasi bisnis dibandingkan pada low cost unit bisnis.

2. Low cost unit bisnis cenderung akan mempunyai produk line yang lebih sempit sehubungan dengan tujuan untuk meminimumkan carry cost inventory dan akan menguntungkan untuk skala ekonomi. Sedangkan (liferensiasi unit bisnis cenderung akan memperluas set of produk sehubungan dengan penciptaan keunikan produk dan produk tersebut akan menciptakan lingkungan yang komplek dan secara konsekwen akan menaikkan ketidak pastian.

3. Unit bisnis low cost biasanya akan menghasilkan no fill, (tidak adanya tambahan) dari komodity produk, produk tersebut biasanya sukses karena ia ditawarkan dengan harga yang lebih rendah dari harga persaingnya. Dengan kala lain produk dan unit bisnis yang diferensiasi akan sukses bila pelanggannya menganggap bahwa produk tersebut mempunyai keunggulan bersaing dibandingkan produk saingannya. Digital equipment corporation (DEC) mengikuti strategi differensiasi

sedangkan Data General mengikuti strategi low cost. Hal tersebut terjadi karena produk manajer dari DEC melakukan evaluasi atas dasar kualitas dan interaksi dengan pelanggannya dimana Data General producer manajer mengevaluasi atas dasar hasil atau profit.

Konsep cost driver

Menurut SCM, cost disebabkan (driver) melalui banyak faktor yang mempunyai hubungan satu sama lain dengan cara yang kompleks. Mengerti mengenai cost behavior artinya kita mengerti tentang permainan yang kompleks dari satu set cost driver yang bekerja pada situasi yang ada. Didalam managment accounting, cost merupakan fungsi utama, hanya ada satu cost driver, yaitu output volume. Konsep cost sehubungan dengan output volume sangat mengaturkan pemikiran tentang cost, karena adanya fixes lawan variable, average cost lawan marginal cost, analisa cost volume profit, break even analysis, flexible budget, contribution margin. Dalam SCM, output volume terlihat menangkap sangat sedikit cost behavior. Dari kekurangan tersebut terlihat bahwa management accounting cenderung ingin mengambil model yang simple dalam dasar ekonomi mikro, sedangkan SCM cenderung mengambil model yang lebih kaya dari ekonomi organisasi industri. (Shank &Govindarajan,1995).

Riley (dalam Shank &Govindarajan) membagi cost driver dalam: katagori yaitu: 1. Structural cost driver, disini ada lima pilihan strategi yang dapat diambil oleh

perusahaan antara lain: skala, yaitu bagaiman besarnya investasi dibuat dalam pabrik, dalam R&D

dan dalam marketing resources. Scope, merupakan tingkat vertical integrasi. Horizontal integrasi akan

lebih berhubungan dengan skala. Pengalaman, berapa kali hal tersebut telah dibuat dimana apakah perlu

dibuat lagi teknologi, proses teknologi yang bagaimana yang akan digunakan untuk

setiap langkah dari value chain perusahaan. Kompleksity, berapa besar line atau produk dari jasa yang akan

ditawarkan kepada pelanggan. Setiap structural driver diatas akan menimbulkan drive product cost

perusahaan.

2. Executional driver, untuk menetukan posisi cost yang akan merupakan tanda kemampuan perusahaan untuk mewujudkan suksesnya. Executional driver adalah merupakan skala yang monoton dengan kinerjanya

sedangkan structural driver tidak. Walaupun demikian bukan berarti bahwa

© 2004 Digitized by USU digital library 11

Page 12: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

structural driver itu selalu lebih baik, karena adanya skala yang tidak ekonomis, atau scope yang tidak ekonomis. Semakin kompleks sebuah produk line maka akan semakin jelek ia dari produk yang tidak begitu kompleks. Dasar dan executional driver antara lain:

partisipasi dari angkatan kerja, konsep dari angkatan kerja yang melakukan komitmen dengan penyempurnaan yang kontinu.

Total quality mangement, percaya akan mencapai produk yang diinginkan dan proses kualitas,

Penggunaan kapasitas, merupakan skala yang sudah ada dalam konstruksi pabrik Plant layout efesiensi, berapa efesiennya dibandingkan dengan norma yang ada . Konfigurasi produk, merupakan design atau perumusan yang efektif .

Exploitasi hubungan dengan supplier dan vendor atau pelanggan untuk tiap value chain perusahaan. Walaupun tidak selalu benar faktor executional ini akan menyempurnakan

posisi cost perusahaan pada tingkat yang tinggi. Hanya konsep ouput volume adalah tidak cukup untuk melihat cost behavior. Bagaimana posisi cost berpengaruh terhadap posisi yang bersaing dari bersaing akan terlihat sebagai berikut:

Untuk analisa strategi, volume tidak selalu berguna untuk menjelaskan cost behavior.

Dalam arti strategi, adalah lebih berguna untuk menjelaskan posisi cost dari sudut pilihan struktur dan pelaksanaan skin yang akan membentuk posisi persaingan perusahaan.

Tidak semua strategi driver adalah sama pentingnya untuk semua waktu. Untuk setiap cost driver analisa cost pada khususnya merupakan kerangka

berpikir untuk mengerti akan posisi perusahaan. Salah satu kerangka berpikir analisa cost adaiah analisa cost of quality

(COQ). Analisa ini telah membuat SCM mendapat perhatian lebih serius. Tetapi terdapat beberapa opini yang berbeda mengenai SOQ ini, dan banyak yang mengatakan hal tersebut hanya membuang-buang waktu saja. Analisa ranking relevan dalam I menghitung dan memonitor cost dapat dibagi atas 4 bagian yaitu:

Prevention, cost yang akan melindungi kualitas yang jelek, misalnya pekerjan dalam quality circle.

Appraisal, merupakan cost untuk memonitor kualitas yang jelek. Internalfailure, cost untuk memperbaiki kualitas yang jelek. External failure, cost dari kualitas yang jelek yang tidak ditemukan

sebelum hal tersebut terjadi.

© 2004 Digitized by USU digital library 12

Page 13: STRATEGIC COST MANAGEMENT SEBAGAI ALAT …library.usu.ac.id/download/fe/fe-ade fatma3.pdf · rendah dibandingkan dengan cost saingannya. Cost leadership dapat dicapai melalui approach

Untuk prespektif cost driver yang multiple, pengurangan cost behavior terhadap pertanyaan fixed, variable dan mixed cost tidak dapat menjelaskan mengenai cost dan hal tersebut berguna untuk rnenetukan pilihan strategi dimasa yang akan datang. Walaupun demikian perusahaan Ford yang sudah memusatkan perhatiannya terhadap cost driver yang luas telah membantu perusahaan untuk memperbaiki profitnya walaupun cost driver tersebut tidak secara explisit merupakan bagian dari sistem management accountingnya. Untuk mengkuantifikasi pengaruh keuangan terhadap cost driver biasanya digunakan strategic cost arithmetic yang mengatakan bahwa cost adalah fungsi dari beberapa set cost driver yang berinteraksi dalam perkalian yaitu:

Cost = Factor A x Factor B x Factor c....

Adalah benar tidak semua faktor mempunyai kepentingan yang sama maka:

Cost = Aa x Bb x Cc (ada 4 faktor) Log cost = a log A + b log B + c log C

Kesimpulan

Penekanan dari perspektif SCM meliputi analisa value chain. Analisa strategi positioning dan analisa cost drive. Masing-masing dari ketiga respektif diatas menyajikan research dan analisa tentang strategi untuk informasi cost dimana terdapat perbedaan yang nyata dengan management accounting yang konvensional. Gabungan dari ketiga paspektif diatas akan menghasilkan analisa strategi cost yang sangat kuat dengan adannya analisa yang cukup untuk tiap-tiap komponen diatas.

Daftar Bacaan Shank,John K. [and] Govindarajan,Vijay.1993. Strategi management the new tool

for competitive advantage. New York : The Free Press Callon, Jack D.1996. Competitiive advantage therough information technology.

New York: McGraw Hill International Kaplan, Robert S. [and] Norton, David P. 1996. Translating strategy into action

the balance scorecard. Boston: Harvard Business School Press. Cooper, Robin. 1995. When lean enterprises coilide, competing through

confrontation. Boston: Harvard Business School Press

© 2004 Digitized by USU digital library 13