Top Banner
STRATEGI NASIONAL MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DAN HARMONISASI NASIONAL DI INDONESIA Saudara-saudara sekalian peserta seminar yang berbahagia, Assalamu”alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua, 1 1
243

Strategi Nasional Mewujudkan

Dec 02, 2015

Download

Documents

dar81b
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

STRATEGI NASIONAL MEWUJUDKANPERDAMAIAN DAN HARMONISASI NASIONALDI INDONESIASaudara-saudara sekalianpeserta seminar yang berbahagia,Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,Selamat pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua,Pertama-tama perkenankan saya secara tulus mengucapkan terima kasihatas undangan Moslem Statisticians and Mathematicians Society in South EatsAsia untuk memberikan sambutan pada acara The First InternationalConference on Mathematics and Statistics (ICoMS-1).Cita-cita perdamaian mungkin sudah berumur sama dengan usia manusiaitu sendiri. Namun demikian, kegagalan-kegagalan menciptakan perdamaianjuga sama usianya dengan cita-cita damai sepanjang zaman. Hal itumenyebabkan berbagai konsekuensi, antara lain pesimisme bahwa perdamaianabadi dianggap merupakan sebuah utopia belaka, mengingat kenyataan bahwakodrat manusia yang ditakdirkan heterogen dalam cita-cita kelompok, keyakinan,1serta kepentingan sosial politik, sudah mengandung implikasi bahwa potensikonflik adalah sebuah keniscayaan di muka bumi ini. Kalau demikian halnya,mengapa manusia modern di awal millennium ke-3 ini, masih terus mencobatidak kehabisan akal untuk mencari cara dalam mengupayakan terciptanyaperdamaian bagi diri, keluarga, kelompok, bangsa, serta perdamaian global?Salah satu jawabannya adalah bahwa selain kodrat manusia yang berbedabedadan bertentangan berdasarkan suku, bangsa, ras, agama, dan perbedaankelompok-kelompok secara primordial maupun pertentangan kepentingan politikdan ideologi, maka merupakan kodrat/naluri (instinct) manusia pula untukmempertahankan jenisnya agar tidak mengalami kemusnahan total oleh salingmenghancurkan dan memusnahkan. Itulah sebabnya, dalam sejarah, setelahpeperangan demi peperangan, kekerasan demi kekerasan dilakukan olehsesama manusia, maka manusia secara akumulatif selalu berusahamenciptakan mekanisme-mekanisme untuk mewujudkan pemulihan keadaandamai.Perang dan damai yang silih berganti, serta konflik dan konsensus yangmewarnai kehidupan manusia dalam sejarahnya, masih terus berlanjut dalamkehidupan modern ini. Alat persenjataan dan peralatan militer yang diciptakanuntuk memenangkan suatu konflik ataupun peperangan skala besar antarnegara, sudah sampai pada suatu tingkat yang mampu melakukan pemusnahantotal seluruh spesies manusia ini dalam waktu hanya beberapa jam saja, apabilakecanggihan peralatan perang, seperti nuklir, dikuasai oleh pihak-pihak yangsalah. Selain itu, peperangan dan konflik yang pada awalnya berskala lokal,seringkali mengundang intervensi di luar lingkungan konflik semula, sehinggameluas menjadi peperangan berskala besar, didorong oleh berbagai hal, antaralain oleh solidaritas pada latar belakang agama, etnik, keyakinan politik, ideologi,ras dan bangsa. Kompleksitas konflik dan peperangan di masa sekarang, baikditinjau dari sebab-sebabnya maupun pihak-pihak yang mungkin terlibat,menyebabkan upaya-upaya perdamaian pun menjadi makin tidak mudahperwujudannya.2Pada perkembangannya, semangat manusia untuk hidup damai dantenteram telah menyebabkan munculnya upaya-upaya bersama yang terusmenerus untuk mencari jalan melanggengkan atau memelihara situasi damaisesuai cita-cita bersama. Penelitian perdamaian (peace researchs) dilakukan,strategi perdamaian (strategy of peace) dirumuskan dan diperbaiki, lembagalembagainternasional, regional dan lokal-pun didirikan sepanjang sejarahmodern ini, untuk merealisasikan keinginan akan perdamaian danmenghindarkan peperangan yang memusnahkan dan mengundang penderitaandahsyat bagi umat manusia.Di zaman modern ini, setelah Perang Dunia ke-II berakhir danmenyebabkan penderitaan serta kesengsaraan yang sangat dalam,Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibentuk oleh beberapa negara sebagailembaga internasional terbesar yang diciptakan untuk menciptakan, mendorong,dan memelihara tata tertib serta perdamaian dalam kehidupan internasional.Betapapun sudah begitu banyak yang dilakukan PBB beserta organ-organ yangada di dalamnya selama beberapa dasawarsa keberadaannya, masih begitubanyak pekerjaan rumahnya dalam menciptakan dan mendorong perdamaiandunia.Perdamaian dalam pengertian negatifnya adalah suatu kondisi tidak adanyapeperangan, konflik kekerasan, ketegangan dan huru hara kerusuhan berskalabesar, sistematis dan kolektif. Namun demikian, berlanjutnya tindak kekerasanseperti terorisme, diskriminasi dan penindasan terhadap minoritas dan kaumwanita serta anak-anak, kekerasan struktural oleh sebab-sebab kimiskinan danpengangguran, intoleransi agama, dan rasisme serta sentimen kesukuan, bisadikatakan merupakan keadaan tidak adanya situasi damai bagi mereka yangmenjadi korban. Oleh karena itu, perdamaian harus dirumuskan pula secaralebih positif, tidak hanya dengan meniadakan peperangan dan konflik bersenjataberskala besar, melainkan juga memberantas berbagai tindak kekerasan,ketidakadilan, kriminalitas, penindasan dan eksploitasi manusia oleh manusialainnya yang lebih kuat serta berkuasa.3Berbagai konflik bersenjata, kekerasan, kerusuhan dan huru hara dankonflik sosial dalam berbagai jenisnya yang meningkat selama beberapa tahunterakhir menunjukkan adanya pergeseran-pergeseran politik, sosial budayakemasyarakatan yang tidak mampu diidentifikasi secara lengkap dankomprehensif akar-akarnya untuk kemudian dikelola dan dicari solusinya secaramemadai, baik oleh mekanisme kelembagaan politik, maupun kelembagaansosial tradisional yang sudah ada.Perubahan sistemik dari sistem politik otoriter menuju sistem politikdemokrasi, menciptakan suatu keadaan transisi sosial, yang merupakan suatusituasi keadaan yang serba menggelisahkan karena ketidakpastian yangdiciptakannya. Di satu pihak, masyarakat sudah meninggalkan sistem politikotoriterisme. Di lain pihak, sistem demokrasi belum terbentuk secara solid,karena lemahnya lembaga-lembaga demokrasi dan belum berpengalamannyamasyarakat dalam memasuki sistem politik demokrasi. Warisan ketidakadilan,diskriminasi, ketertutupan, KKN, dan berbagai ketidakberesan pengelolaanpemerintahan dan birokrasi, meledakkan ekspresi ketidakpuasan dan penolakanterhadap apa saja yang berhubungan dengan kekuasaan dan pengaturan disegala bidang kehidupan publik. Padahal sebelumnya berbagai aspirasi,keinginan dan cita-cita politik masyarakat tidak mampu atau tidak beranidiekspresikan secara terbuka apa adanya, karena ancaman kekerasan olehaparat-aparat negara keamanan dan intelijen. Setiap warga negara yangberpikir sehat tentu tidak menghendaki berbagai konflik sosial yang berdimensikekerasan dewasa ini akan menjadi awal bagi kerusakan sosial, perpecahanbangsa, dan disintegrasi nasional.Strategi nasional untuk perdamaian barangkali merupakan suatu tema yangpaling mendesak untuk dibahas dalam kehidupan berbangsa dan bernegaradewasa ini. Kajian tentang strategi ini akan menyangkut begitu banyak faktordan berbagai sub-sistem kehidupan nasional. Selain itu, seperti yang sudahdiuraikan, strategi nasional untuk perdamaian tidak mungkin terwujudperumusan dan implementasinya, tanpa suatu hubungan timbal balik antaraperkembangan dunia internasional dengan situasi nasional. Hal yang paling baik4untuk dilakukan adalah, menemukan dan memanfaatkan faktor-faktor positifyang ada dalam sistem hubungan internasional secara optimal, melaluidiplomasi pro-aktif, untuk membangun dan memantapkan perdamaian domestikpada tingkat nasional. Suatu konsep strategi nasional untuk perdamaian akangagal apabila tidak memperhitungkan faktor-faktor strategis, perkembangankonstelasi, dan dinamika hubungan internasional.Sebagai suatu ilustrasi adalah penanganan masalah Timor Timur, yangmemisahkan diri sebagai salah satu propinsi Republik Indonesia, setelahkelompok pro-kemerdekaan memenangkan jajak pendapat penentuan nasibTimtim pada tahun 1999. Kekeliruan memahami perubahan konstelasi politikinternasional dan lingkungan strategis, menyebabkan segala pengorbanan danupaya mempertahankan Timor Timur mengalami kegagalan yang menyakitkan.Bahkan, walaupun Indonesia telah mengalami kegagalan mempertahankanintegrasi, masih saja mendapatkan tudingan internasional, karena dianggapgagal juga dalam menjamin proses transisi pasca jajak pendapat, karenadianggap tidak mampu mencegah terjadinya pertumpahan darah, terutama yangdialami oleh kelompok pro-kemerdekaan.Berdasarkan kondisi-kondisi sosial politik yang berkembang dalam transisisistemik yang terjadi di Indonesia yang sudah berlangsung selama beberapatahun belakangan ini, maka kajian akan membahas dua strategi nasional pokokuntuk perdamaian di Indonesia.Rekonsiliasi NasionalGagasan utama dari rekonsiliasi nasional dapat disimpulkan pada dua hal.Pertama, penyelenggaraan dialog nasional dan kerjasama pada tingkatnasional maupun daerah, yang melibatkan semua komponen bangsa, baikformal maupun informal, yang mewakili kemajemukan agama, suku dankelompok masyarakat lainnya untuk menampung berbagai sudut pandang gunamencari titik-titik persamaan pandangan dalam rangka mencari solusi dariberbagai konflik kekerasan dan krisis sosial politik yang ada.5Kedua, penyelenggaraan suatu program terlembaga dalam rangkamengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak azasimanusia pada masa lampau, dan menegakkan keadilan serta kebenaran,berlandaskan hukum serta perundang-undangan yang berlaku; untukselanjutnya melakukan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan nasional.Langkah-langkah setelah pengungkapan kebenaran, dapat dilakukan denganpengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf, perdamaian,penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau cara-cara lain, denganmemperhatikan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dan persatuannasional.Menghargai Keberagaman. Indonesia yang terdiri dari berbagai unsur danbermacam-macam kelompok, hanya akan terpelihara eksistensinya, apabila adakerelaan untuk saling menerima keberagaman dari setiap komponen bangsaterhadap komponen atau kelompok lainnya. Setiap warganegara mestimenyadari, tidak mungkin kedamaian dibangun secara hakiki, apabila suatukelompok agama tertentu menganggap dirinya adalah kelompok agama yanglebih istimewa dibandingkan dengan yang lainnya.Salah satu potensi besar dalam menyumbang terhadap perdamaian adalahdengan kembali kepada ajaran-ajaran pokok setiap agama, karena mayoritassangat besar dari bangsa Indonesia adalah umat beragama. Agama melaluipara pemeluknya harus belajar meninggalkan sikap memutlakkan ajaran agama(absolutisme agama) sendiri sebagai satu-satunya kebenaran yang ada didunia, dan sebaliknya dapat berbagi ruang hidup secara lapang dada denganmenerima keanekaragaman agama-agama (pluralisme agama) di Indonesia.Dialog Perdamaian. Dalam dialog perdamaian ini, sekali lagi harapandibebankan kepada para pemeluk-pemeluk agama. Hal ini didasarkan olehkenyataan, bahwa sudah begitu banyak kekejaman dan kekerasan yangdilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya di seluruh dunia, termasuk diIndonesia, justru dengan justifikasi yang berasal atas ajaran agama-agamatertentu. Apalagi agamalah tampaknya yang paling sering menjadi alat politik6untuk membenarkan kelompok sendiri, serta menyalahkan kelompok lainnya.Padahal, setiap orang beragama umumnya sepakat, bahwa pesan inti agamaadalah memelihara kehidupan damai serta saling mengasihi antar sesamamanusia. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya dari pesan-pesan pokok setiapagama, tentulah telah terjadi kesalah pahaman antar pemeluk agama. Untukitulah dialog perdamaian antar agama perlu dilakukan secara terus-menerus.Momentum dialog antar agama mulai dirasakan keperluannya dankemungkinan-kemungkinan keberhasilannya di zaman modern ini, setelah parauskup agama Katolik seluruh dunia menyelenggarakan Konsili Vatikan II, tahun1964. Pada waktu itu antara lain dibahas agar soal umat Katolik menjalin dialogdengan pemeluk agama dan berbagai kebudayaan lain yang ada di dunia ini.Inisiatif dialog ini kemudian disambut dengan baik oleh kalangan Islam. Dewasaini sudah cukup banyak organisasi dan forum-forum dialog agama-agamainternasional, tidak hanya antara Islam dan Kristen, melainkan juga antaraKristen dengan Yahudi, Kristen dengan Hindu, juga yang bersifat multilateralantara berbagai agama. Hal ini kalau dilakukan secara terus-menerus dengansemangat saling menghargai serta sikap yang dilandasi ketulusan dan kejujuran,diharapkan besar kemungkinan akan memberikan sumbangan berarti bagiperdamaian.Menegakkan Kebenaran dan Keadilan. Satu hal yang tidak bolehdilupakan dalam proses awal menciptakan perdamaian yang hakiki adalahdengan upaya melakukan upaya pengungkapan penyalahgunaan kekuasaandan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Tidak akan mungkin terciptaperdamaian yang hakiki dengan tindakan menutup-nutupi ataumenyembunyikan berbagai tindakan kekerasan terhadap HAM di masa lalu, danmelepaskan para pelaku penyalahgunaan kekuasaan politik atas nama negaraterhadap masyarakat yang lemah yang seharusnya dilindungi oleh negara.Secara struktural sesungguhnya gagasan rekonsiliasi nasional melaluipenegakan kebenaran dan keadilan ini sudah diakomodasikan dasar hukumnyamelalui pembentukan Tap MPR No.V/MPR/2000 tentang pemantapan Persatuan7dan Kesatuan Nasional. Secara eksplisit Tap MPR No. V/MPR/2000mengamanatkan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dalammengupayakan rekonsiliasi nasional secara komprehensif. Ini adalah sebuahlembaga ekstra-yudisial yang dimaksudkan untuk menciptakan perdamaiantanpa harus melalui prosedur-prosedur hukum yang standar, agar sebuahbangsa mampu menciptakan rekonsiliasi dan perdamaian atas perselisihan,konflik dan permusuhan, serta pelanggaran-pelanggaran HAM di masa. Salahsatu asumsi dari pembentukan badan ekstra-yudisial KKR ini adalah adanyaketerbatasan jangkauan prinsip-prinsip dan asas-asas hukum positif yang adauntuk menyelesaikan berbagai konflik kekerasan dan pelanggaran HAM masalalu. Keterbatasan ini disebabkan baik karena kekurangan bukti-bukti konkretyang dibutuhkan untuk penyelenggaraan suatu peradilan umum, maupun karenasudah kadaluwarsanya suatu kasus kejahatan dan pelanggaran HAM tertentu.Di berbagai negara pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,antara lain bertugas mengungkapkan berbagai kejahatan terhadap HAM, sertamendorong pengakuan yang jujur dari para aktor pelanggar HAM di masa lalu,dengan berbagai tawaran keringanan bahkan pengampunan. Pengungkapandan pengakuan dari para pelanggar HAM masa lalu, dapat diikuti oleh berbagailangkah, sesuai dengan kasus dan cara-cara pengungkapan yang dilakukan,termasuk permintaan maaf, pemberian maaf, amnesti, dan rehabilitasi.Selanjutnya harus dibangun konsensus bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaranHAM dan penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu, tidak akan diulangi kembalidi masa mendatang, diikuti oleh komitmen untuk menghapuskan diskriminasidan sikap-sikap intoleransi terhadap setiap kelompok atas dasar agama,budaya, politik, ideologi, dan etnisitas.Konsolidasi DemokrasiUmum. Demokrasi erat kaitannya dengan perdamaian, karena demokrasi,seperti halnya perdamaian sangat menjunjung tinggi persamaan hak antarwarganegara, menjunjung tinggi hukum dan keadilan, mengutamakan dialog,dan menghindari kekerasan. Oleh karena itu konsolidasi demokrasi adalah salah8satu cara yang sangat penting dalam upaya mewujudkan perdamaian yanghakiki, yang muncul dari kesadaran dan partisipasi masyarakat, bukanperdamaian yang semu hasil rekayasa dan intimidasi oleh kekuasaan negara.Demokrasi dapat didorong dengan memperkuat struktur politik dan infrastrukturdemokrasi, memperbaiki mekanisme proses politik, serta dengan membangunbudaya politik yang menjunjung tinggi persamaan di muka hukum.Demokrasi akan berhasil atau mengalami kegagalan, tergantung dariberbagai hal. Tidak ada jaminan bahwa suatu proses demokrasi akanmenghasilkan demokrasi yang sungguh-sungguh. Demokrasi juga tidak mungkinberhasil hanya dengan itikad baik suatu kelompok tertentu. Proses menujudemokrasi sama pentingnya dengan tujuan-tujuan mulia dari demokrasi itusendiri. Mencapai suatu demokrasi, tidak mungkin dicapai dengan cara-caraotoriter, dengan tindakan-tindakan kekerasan yang direkayasa sertapelanggaran hukum secara sistematis.Dalam kenyataan di lapangan, bukan tidak mungkin, suatu prosesdemokrasi menciptakan ketidaksabaran, sehingga menciptakan godaan-godaanuntuk melakukan percepatan yang seringkali berarti pemaksaan, intimidasi,diskriminasi, pembredelan, dan terorisme. Hal-hal terakhir ini justru akanmenciptakan suatu situasi yang bersifat kontraptoduktif, baik terhadap prosesdemokrasi, maupun terhadap upaya perdamaian, karena menciptakan lingkarankekerasan yang tidak ada kesudahannya. Demokrasi yang sungguh-sungguhhanya mampu diwujudkan melalui proses-proses dialog, musyawarah, tukarmenukardan proses jual beli gagasan-gagasan, untuk menemukan solusi dancara terbaik bagi keselamatan rakyat. Dan ini adalah suatu proses yangmemakan waktu berpuluh-puluh tahun, bagaikan spiral menaik, makin lamamakin tinggi tahapnya. Dan makin tinggi struktur, proses dan budaya demokrasi,akan makin sedikit penggunaan cara-cara kekerasan dalam masyarakat.Struktur Politik dan Infrastruktur Demokrasi. Penguatan struktur politikyang penting adalah penyempurnaan dan penyusunan perundangan-undangan.Salah satu langkah penting yang perlu segera dilakukan adalah finalisasi danpemberlakuan RUU tentang Rekonsiliasi Nasional (RUU/RK) yang merupakan9dasar bagi pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Aktivitas inibernilai strategis bagi pengembangan iklim politik yang demokratis. KomisiKebenaran dan Rekonsiliasi ini diharapkan mampu bekerja secara efektifsebagai sarana untuk menyembuhkan luka-luka yang disebabkan oleh berbagaikonflik politik dan pelanggaran kemanusiaan di masa lalu, termasuk ekses-eksesdari penumpasan G30S/PKI beserta penyelidikan latar belakang peristiwanya.Selain itu, UU tentang Pengadilan HAM perlu ditindaklanjuti denganpelaksanaan pengadilan bagi para pelanggar HAM. Apabila Komisi Kebenarandan Rekonsiliasi ini mampu bekerja dengan prosedur standar internasional,maka salah satu langkah rekonsiliasi nasional untuk mewujudkan perdamaianyang hakiki akan berhasil dilakukan. Selanjutnya, ada jaminan politik dan hukumyang tegas, bahwa pelanggaran-pelanggaran politik dan kemanusiaan serupatidak akan terjadi lagi di masa depan, dalam sistem politik demokrasi.Infrastruktur demokrasi dan perdamaian seperti yang sudah diuraikan padabagian sebelumnya, mencakup sistem penting lain di luar sistem politik, yangdiduga amat berpengaruh terhadap proses terciptanya perdamaian yang hakiki.Konsolidasi yang menyangkut sistem hukum haruslah memperhatikanpembenahan kelembagaan hukum, materi hukum serta reorientasi tugas-tugaspara penegak hukum. Kesemuanya ditujukan untuk kembalinya kewibawaanhukum, yang dapat menjamin adanya mekanisme penyelesaian konflik secaradamai. Sistem ekonomi mestilah menjamin adanya alokasi sumber dayaperekonomian secara adil, menjamin persaingan yang fair dan terbuka antarapelaku-pelaku ekonomi. Sistem pertahanan keamanan haruslah menjamin bagiberlanjutnya redefinisi, reorientasi, dan reaktualisasi peran Polri dan TNI dalamkehidupan berbangsa dan bernegara menuju demokrasi. Sistem informasi,komunikasi dan media massa, harus memberikan jaminan berlanjutnyakebebasan pers dan lancarnya lalu lintas informasi dan komunikasi secaraterbuka. Masyarakat harus dijamin haknya untuk melakukan kontrol terhadapnegara, untuk menghindarkan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan politikdan pelanggaran HAM seperti yang pernah terjadi pada masa lalu. Hubunganluar negeri dan diplomasi Indonesia haruslah diabdikan untuk menunjangkesejahteraan umum. Politik luar negeri haruslah diimplementasikan dengan10pendekatan yang bersifat rasional dan moderat dengan mengandalkan prinsipprinsipkerjasama internasional, saling menghargai kedaulatan nasional, sertamenghormati prinsip-prinsip non-intervensi dalam pergaulan internasional.Diplomasi Indonesia dilaksanakan dengan menjauhi sikap konfrontatif danreaktif, melainkan melalui diplomasi proaktif dalam upaya penyelesaian konflikdengan kekerasan, peperangan pemeliharaan perdamaian dunia. Duniainternasional yang damai mempunyai andil bagi penciptaan dan pemeliharaanperdamaian di dalam negeri.Proses dan Budaya Politik. Hal strategis yang mendesak dilakukan adalahmenyempurnakan, memantapkan dan menciptakan mekanisme pemilihanumum demokratis. Termasuk dalam strategi ini adalah penyempurnaan prosespolitik demokrasi melalui penyelenggaraan pemilihan Presiden RI secaralangsung mulai tahun 2004. Konsekuensinya adalah, dipisahkannya antaraproses Pemilu untuk memilih Presiden dengan Pemilu untuk memilih wakil-wakilrakyat, sehingga diharapkan kemungkinan terjadinya distorsi dalam prosesartikulasi politik aspirasi rakyat dapat dihindarkan secara optimal. Hal inidiharapkan akan mampu menghindarkan sejauh mungkin potensi konflik politikdi masa depan, baik di kalangan elite politik maupun pada tingkat massa.Di negara-negara demokrasi yang sudah mapan, pemilihan kepalapemerintahan (eksekutif) diadakan dalam kerangka yang terpisah denganpemilihan anggota-anggota dewan perwakilan rakyat (legislatif). Dengandemikian, presiden tidak perlu merasa terganggu dalam pelaksanaan tugastugaseksekutifnya, karena mempunyai legitimasi yang sama kuatnya denganlegislatif.Terkait dengan agenda penyempurnaan struktur politik melaluiamandemen UUD 1945, maka perlu dibangun secara terus-menerus proses danbudaya politik yang mendorong hubungan saling mendukung dan mengoreksi(check and balance) antara Presiden dan DPR. Sistem oposisi politik yangmenghadapkan partai yang membentuk pemerintahan dengan partai yangmengimbangi kekuatan pemerintah perlu diperkenalkan dan dibangun, agarpemerintah selalu memberikan yang terbaik dari potensi yang dimilikinya.11Budaya oposisi untuk memastikan adanya proses politik yang transparan danbertanggung jawab pernah menjadi tradisi politik di Indonesia pada masademokrasi parlementer. Oleh karena itu, sesungguhnya, Indonesia sudahmempunyai pengalaman, dalam upaya membangun kembali budaya opisisi dimasa mendatang. Dalam jangka pendek sistem oposisi ini tampaknya akanmenciptakan suasana transisi yang serba menggelisahkan. Namun demikian,dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi besar bagi upayamewujudkan perdamaian hakiki di kalangan masyarakat.Dalam upaya menciptakan proses dan budaya politik demokrasi, diperlukanadanya perbaikan mutu pendidikan nasional di semua tingkat dan bidang.Keprihatinan yang besar atas mutu pendidikan dewasa ini, harus mampumendorong terciptanya wacana kurikulum pendidikan nasional yang mendukungkemandirian, memupuk budaya demokrasi, serta berorientasi padapembangunan bangsa yang berkarakter (nation and character building). Selainitu, budaya menghormati HAM dan menjunjung tinggi hukum perlu ditanamkanpada generasi muda, sebagai dasar pembentukan masyarakat warga yangmodern (civil society), yang mengerti dan berkesadaran tinggi terhadap hak-hakdan kewajibannya sebagai warganegara.Demikianlah, semoga Allah Yang Maha Kuasa memberi rahmat dankarunia-Nya bagi semua itikad baik kita bagi bangsa dan tanah air tercinta.Terima kasihWassalamualaikum Warahmatullahi WabarakatuhJakarta, 11 April 2006Menteri Negara PPN/Kepala BappenasH. Paskah Suzetta12

BAB XVPERTAHANAN PAN KEAMANAN NASIONAL

1 1 G-a

.e

BAB XVPERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL (HANKAMNAS)UMUM.Pembangunan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Hankamnas) tidak dapat dipisahkan daripada Pembangunan Nasional dalam keseluruhannja. Pada satu pihak Pembangunan Nasional diarahkan pada tertjapainja peningkatan kesedjahteraan bangsa, pada pihak lain tingkat kesedjahteraan bangsa itu wadjib diannankan terhadap segala bentuk antjaman jang dapat mengganggu, bahkan dapat menghantjur- kannja dalam bentuk satu perang terbuka. Oleh sebab itu perlu ada- nja kekuatan jang pada satu pihak mempunjai pengaruh pentjegahan terhadap mereka-mereka jang hendak mengantjam kelangsungan hidup bangsa, pada pihak lain mampu menggagalkan antjaman tersebut de- ngan kekuatan sendjata.. Kekuatan inti daripada Pertahanan dan Keamanan Nasional adalah Angkatan Bersendjata, oleh sebab itu meski- pun unsur-unsur daripada kekuatan Hankamnas adalah beraneka-ragam tjoraknja, namun unsur Angkatan Bersendjata-lah jang memegang peranan terpenting jang perlu dibangun dan dikembangkan dalam rangka perlindungan dan pengamanan bangsa dan negara terhadap segala antjaman, dalam segala bentuk dan manifestasinja.

HANKAMNAS1. Politik Pertahanan dan Keamanan Nasional.Pada. dasarnja. Politik Pertahanan dan Keamanan Nasional kita (Hankamnas) diarahkan pada sasaran-sasaran pokok sebagai berikut:

a. Kedalam, mentjiptakan suasana dan. keadaan aman, tenteram, tertib dan dinamis, jang merupakan landasan dan iklim bagi tiap usaha dalam pelaksanaan pembangunan disegala bidang. b. Keluar, ikut - serta mendjamin adanja perdamaian dunia, dan mewudjudkan kestabilan di Wilajah Asia Tenggara. c.Siap menghadapi: segala kemungkinan.antjaman dalam segala bentuk dan manifestasinja baik dari luar maupun dari dalam, jang dapat menghambat, mengganggu serta dapat memba- hajakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.2. Strategi Pertahanan dan Keamanan Nasional.Strategi Pertahapan..dan .Keamanan Nasional diarahkan kepada pembentukan, pengembangan serta penggunaan kekuatan-kekuatan

121

dan unsur - unsur Hankam untuk mendjamin tertjapainja dan terwu- djudnja Politik Pertahanan dan Keamanan Nasional.3. Fungsi-fungsi Pertahanan dan Keamanan Nasional.a. Membentuk suatu kekuatan Hankamnas jang berintikan po- tensi Angkatan Bersendjata Republik Indonesia, disamping potensi-potensi jang lain.b. Memelihara dan mempertinggi Ketahanan Nasional disegala bidang, baik dalam bidang mental-ideologi, politik, sosial, budaja maupun militer.c. Memelihara serta mempertinggi kewaspadaan serta kesiap- siagaan nasional.d. Mengembangkan integrasi Angkatan Bersendjata Republik Indonesia dengan Rakjat, integrasi intern Angkatan Bersen- djata Republik Indonesia, serta integrasi intern Angkatan- angkatan.

KE-KARYA-AN ANGKATAN BERSENDJATA REPUBLIK INDONESIA :Sebagai akibat daripada perdjoangan Angkatan Bersendjata Re- publik Indonesia dalam rangka perdjoangan bangsa untuk menegak- kan kemerdekaan dan nilai-nilai kehidupan, maka Angkatan Bersen- djata Republik Indonesia memperoleh kedudukan dan peranan sebagai Golongan Karya jang berwenang untuk bersama-sama dengan keku- atan-kekuatan sosial lainnja menentukan haluan perdjoangan Bangsa.Tugas pokok kekaryaan Angkatan Bersendjata Republik Indone- sia dalam masa pembangunan adalah setjara aktif ikut-serta dalam segala usaha, daj.a-upaja dan kegiatan Negara dan Bangsa dalam bidang pembangunan, sesuai dengan kemampuan jang ada pada Ang- katan Bersendjata Republik Indonesia.

PENILAIAN KEADAAN :Keadaan Ekonomi-Keuangan Negara pada dewasa ini mendjadi faktor pembatas utama bagi pengembangan kekuatan-kekuatan Hankamnas, sampai pada tahun 1973/74 baru mampu untuk mendukung usaha-usaha pembangunan bagi kepentingan kesedjahteraan Bangsa, sedangkan bagi kepentingan pertahanan dan keamanan hanja dapat disediakan dana-dana jang sangat terbatas.

Namun demikian perlu adanja kemampuan untuk dapat melin- dungi dan mengamankan usaha-usaha pembangunan terhadap antjam-

an-antjaman jang hendak menggagalkan usaha pembangunan Bangsa.Kemungkinan adanja antjaman bahaja jang berbentuk serangan terbuka terhadap kelangsungan hidup Bangsa dan Negara, dalam djangka waktu dckat jang akan datang ini adalah sangat ketjil kemungkinannja.Antjaman bahaja jang dapat mengganggu pelaksanaan pembangunan akan berbentuk tindakan spionase, sabotase, infiltrasi, sub- versi dan pemberontakan-pemberontakan, baik jang bersumber pada kekuatan-kekuatan asing maupun jang berasal dari kekuatan-kekuatan dalam negeri sendiri.Oleh sebab itu setjara optimal kekuatan-kekuatan Hankamnas harus mampu menghadapi segala antjaman tersebut diatas dan dapat meeniadakan efek-efek negatif daripadanja, tanpa melupakan persiapanpersiapan jang diperlukan untuk dapat dan mampu menghadapi kemungkinan serangan jang bersifat terbuka.Angkatan Bersendjata Republik Indonesia sebagai kekuatan inti HANKAMNAS memerlukan waktu untuk mengadakan konsolidasi dan stabilisasi kedalam, sebagai akibat daripada pelaksanaan tugas dalam rargka TRIKORA dan DWIKORA serta penjelesaian Keaman- an dan Ketertiban dalam negeri. Konsolidasi dan stabilisasi ini merupa- kan landasan bagi pengembangan kekuatan lebih landjut. Angkatan Bersendjata Republik Indonesia sebagai Kekuatan Sosial-Golongan Karya, sesuai dengan kondisi dan situasi dewasa ini baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaja, wadjib mengadakan penin- djauan setjara menjeluruh tentang pelaksanaan peranan dan fungsi- nja sebagai Golongan Karya tersebut, agar lebih dapat bermanfaat bagi usaha pembangunan Bangsa disegala bidang.

POKOK-POKOK KEBIDJAKSANAANRealisasi pembangunan sektor Hankam sangat dibatasi oleh keadaan Ekonomi-Keuangan Negara dewasa ini, oleh sebab itu Pembangunan Hankam disesuaikan dengan kondisi dan situasi tersebut. Dalam babakan Pembangunan Lima Tahun jang akan datang ini, aksentuasi pembangunan Hankam akan diletakan kepada :

1. Hal-hal jang bersifat konsepsionil.a. Penjelesaian Undang-undang Pokok Pertahanan dan Keaman- an Nasional, beserta Undang-undang lainnja jang diperlukan.b. Penjelesaian lebih landjut daripada Konsep Strategi Nasionalkita.c. Penentuan dan penetapan Rentjana: Kekuatan didarat, laut,

Udara dan kepolisian, serta komposisi masing - masing Ang-katan.d. Pengembangan Sistim Sendjata baik sosial maupun tehnologi, Industri Militer serta wewenang pembinaannja.e. Penetapan sistim Komando dan Pengendalian.f. Penetapan sistim Administrasi, Logistik, Personil dan Pen- didikan.g. Penetapan sistim Pemeliharaan Daja Tahan.h. Penentuantingkat-tingkatkesiap-siagaan pada suatu taraf waktu tertentu, chususnja dalam djangka waktu Realisasi Pembangunan Lima Tahun (Rentjana Pembangunan Lima Tahun).i. Penetapan program Konsolidasi - Stabilisasi.Landasan-landasan jang bersifat konsepsionil tersebut diatas diperlukan bagi penentuan arah pembangunan Hankam selandjutnja.2. Dalam rangka konsolidasi stabilisasi kekuatan - kekuatan Hankam, serta dalam rangka mendjamin, keamanan usaha - usaha pembangunan Bangsa, djuga dalam rangka Konsepsi Strategi Nasional kita, diadakan RE - GROUPING Kekuatan Penggantian - penggantian (Replacement) baik personil maupun materiil setjara selektif, dan peningkatan mutu Pradjurit pada umumnja.3. Dalam rangka Kekaryaan Angkatan Bersendjata Republik Indo- nesia diadakan penindjauan setjara menjeluruh terhadap segala persoalan jang bersangkutan dengan fungsi Angkatan Bersendjata Republik Indonesia sebagai Kekuatan Sosial.4. Meletakkan kembali pengertian dan pelaksanaan CIVIC - ACTION dalam rangka CIVIC - MISSION Angkatan Bersentjata Republik Indonesia dalam proporsi jang sebenarnja.5. Usaha - usaha pembangunan disektor sektor lain jang dilakukan oleh Angkatan Bersentjata Republik Indonesia dibatasi pada bidang - bidang jang belum atau belum tjukup mampu dikerdjakan oleh potensi sipil.121

LANGKAH-LANGKAH1969/70 1970/71 1.Penjelesaian Rentjana-rentjana jang bersifat Konsep- sionil

2.Realisasi tingkat kesiap-siagaan jang telah ditentukan.

3.Realisasi konsolidasi-stabilisasi Kekuatan.

1971/72 1972/73 1.Realisasi tingkat kesiap-siagaan jang telah ditentukan.

1973/74 2.Realisasi Rentjana-rentjana jang bersifat Konsepsionil.

3. Realisasi alih-tugas Pradjurit setjara bertahap, dikait- kan dengan usaha-usaha pembangunan pada sektor- sektor jang lain.4. Siap menghadapi Realisasi Pembangunan Hankam dalam Rentjana Pembangunan Lima Tahun jang ke-II.Melandjutkan reailisasi konsolidasi-stabilisasi kekuatan.51969/701970/71 1971/72 1972/731973/741974/ 75

Realisasi Pembangunan Lima Tahun < -------------------------------------------------- >

1. Legalistis/konsepsionil.2. Realisasi konsolidasi

dan stabilisasi ke-Realisasi Rentjana-RentjanaRENTJA-

kuatan.< ------------------------------->NA PEM-

1. Struktur kekuatan serta sistim komando dan pe- ngendaliannja.BANGUN-AN LIMATAHUN

2. Sistim Logistik serta Pem- binaan Sistim Sendjata Tehnologi.3. Replacement Personil- Materiil (selektif-terbatas)4. Realisasi Alih-Tugas Pra- djurit.5. Re-structuring Kekarya- an ABRI.6. Penertiban Civic Actions.7. Realisasi Integrasi ABRI setjara fundamentil-kon-KE-II

sepsionil.8. Realisasi Kekaryaan AB

RI setjara fundamentil- konsepsionil.

< ---------------- >

Persiapan menghadapipembangunan Hankamselandjutnja.

1Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004MONOGRAPH No-3KAJI ULANGSTRATEGI PERTAHANAN NASIONAL26 Maret 2004PROPATRIAWorking Group on Security Sector ReformKaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 20042PengantarReformasi lekat dengan ketidakjelasan, karena era transisi di dalamnya berpotensimemiliki sifat yang kontradiktif. Di satu sisi, reformasi bertujuan pada suatu tatanan negarayang demokratis. Sifat yang identik dengan demokrasi adalah masyarakat sipil yang kuat danmampu memerintah dirinya sendiri. Namun di sisi lain, transisi dari negara otoritermenyebabkan masyarakat sipil lemah dan cenderung untuk memahami reformasi hanya sebagaiajang untuk benar-benar membebaskan dirinya. Hal tersebut seringkali mengakibatkanperbenturan kepentingan, baik berupa konflik vertikal (masyarakat dengan negara) ataupunkonflik horisontal (antarkomponen masyarakat). Berbagai konflik tersebut sudah tentumengakibatkan peningkatan derajat ancaman terhadap keamanan nasional.Melihat dari kondisi di atas, maka menjadi wajar apabila ancaman yang paling nyatadihadapi oleh Indonesia sampai dengan sepuluh tahun ke depan lebih berasal dari dalamnegeri. Ancaman dari luar yang paling mungkin terjadi adalah persengketaan wilayah, pencuriansumber daya laut, infiltrasi kapal/pesawat asing, dan perompakan. Invasi dari luar dinilai kecilkemungkinannya terjadi. Walau demikian, berbagai ancaman dari dalam dan dari luar tersebutharus mampu diatasi oleh aktor-aktor keamanan, TNI dan Polri, sebagai alat negara.Agar aktor-aktor keamanan dapat mengatasi berbagai ancaman di atas, maka diperlukansuatu kebijakan negara yang menyeluruh, jelas, dan terukur, berdasarkan pada definisi ancamanyang dihadapi. Sebagai turunannya, pengembangan postur pertahanan ditujukan untuk suatukemampuan pertahanan-keamanan yang tangguh, profesional, dan akuntabel, dalam kerangkanegara demokrasi yang kuat.Namun pada kenyataannya, postur pertahanan Indonesia sekarang ini masih jauh dariyang diharapkan. Ironisnya lagi, kondisi ini disebabkan oleh kebijakan pertahanan-keamananyang ada sampai dengan sekarang lebih bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan otoritarian.Oleh sebab itu, reformasi sektor keamanan menjadi mendesak. Agenda penting dalam reformasisektor ini adalah kaji ulang strategis sistem pertahanan (strategic defense review SDR),yang secara keseluruhan memuat pengkajian definisi ancaman, kebijakan yang dibutuhkanuntuk mengatasinya, serta postur pertahanan yang akan dikembangkan.Berkaitan dengan konteks di atas, monograph ini menjadi relevan karena penyusunannyamencerminkan pergulatan pemikiran yang muncul dalam berbagai forum yang difasilitasi olehProPatria. Monograph ini merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban publik dalamupaya ProPatria memberikan kontribusi dalam reformasi sektor pertahanan dan keamananselama lima tahun belakangan ini. Terakhir, monograph ini juga dimaksudkan untuk memicupemikiran dan tanggapan yang dapat memenuhi kekurangan yang tentu saja dimilikinya,yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi reformasi sektor pertahanandan keamanan ke depan.Jakarta, Maret 2004ProPatria3Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004DAFTAR ISII. DETERMINAN DASAR STRATEGI PERTAHAHAN NASIONAL......... 1II. DINAMIKA LINGKUNGAN STRATEGI..................................... 5III. KEBIJAKAN PERTAHANAN INDONESIA............................ 12IV. DOKTRIN PERTAHANAN INDONESIA......... 25V. RULES OF ENGAGEMENT........................................................... 34VI. POSTUR PERTAHANAN INDONESIA........................................... 37VII. PENUTUP................................................................................ 45Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 20044Transformasi militer di Indonesiaharus menyentuh perubahan postur pertahanannegara. Perubahan postur pertahananini terkait erat dengan kebijakanpertahanan nasional yang dirumuskan olehpemerintah serta kemampuan negara untukmencukupi kebutuhan pertahanan Indonesia.Keterkaitan antara kebijakan pertahanan,postur pertahanan dan ekonomipertahanan merupakan inti dari proses KajiUlang Strategis Sistem Pertahanan (StrategicDefense Review). Kaji ulang ini dilakukanuntuk mengetahui dan mengevaluasi strukturpertahanan, kekuatan pertahanan,kemampuan pertahanan, gelar pertahanan,dan anggaran pertahanan dalam menghadapiancaman masa depan.Saat ini, Indonesia belum memilikikebijakan pertahanan negara yang lengkap.Berdasarkan UU No.3/2002 tentang PertahananNegara, kebijakan pertahanannegara terdiri dari lima rantai kebijakan.Pertama, pemerintah merumuskan KebijakanUmum Pertahanan Negara. Perumusan inidilakukan oleh Presiden dengan melibatkanDewan Pertahanan Nasional (yang anggotanyaterdiri dari Wakil Presiden, MenteriPertahanan, Menteri Luar Negeri, MenteriDalam Negeri, Panglima TNI, Pejabat-pejabatpemerintah dan non-pemerintah) sertaDepartemen Pertahanan. Kedua, kebijakanUmum Pertahanan Negara ini dioperasionalisasikanoleh Menteri Pertahanan denganmerumuskan Kebijakan PenyelenggaraanPertahanan Negara dan Kebijakan UmumPenggunaan Kekuatan TNI. Pasal 16 UUNo.3/2002 menyatakan bahwa DepartemenPertahanan mempunyai kewajiban untukmembantu Presiden dalam merumuskankebijakan umum pertahanan negara dankemudian menuangkannya ke dalam kebijakanpenyelenggaran pertahanan. Ketiga,sebagai penyelenggara kebijakan pertahanan,Departemen Pertahanan berwenangmerencanakan pengembangan kekuatanpertahanan dan merumuskan kebijakanumum tentang penggunaan kekuatankomponen-komponen pertahanan. Pasal inijuga menyebutkan bahwa MenteriPertahanan bekerja sama dengan pimpinandepartemen dan instasi pemerintah lain untukmenyusun dan melaksanakan perencanaanstrategis pengelolaan sumber daya nasionaluntuk kepentingan pertahanan. Keempat,oleh Panglima TNI, seluruh kebijakan politiktentang pertahanan negara tersebutdijadikan pedoman untuk merencanakanpengembangan strategi-strategi militer.Terakhir, perumusan dan pelaksanaanrangkaian kebijakan pertahanan negara inisecara berkala diawasi oleh DPR.Kelima rantai kebijakan tersebutbelum dimiliki oleh Indonesia. DepartemenPertahanan baru memiliki Buku PutihPertahanan dan Program PengembanganKekuatan Pertahanan. Markas Besar TNI danAngkatan memiliki rencana pengembangankekuatan untuk jangka menengah. DPR telahmelakukan pertemuan rutin denganDepartemen Pertahanan dan Mabes TNI.SATUDeterminan Dasar Strategi Pertahanan Nasional5Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004PertahananNasionalStrategiRayaNilai DasarBangsaIndonesiaTujuanNasionalDinamikaAncamanSumberDayaPertahananTeknologiPersenjataanLingkunganStrategisNamun, Kebijakan Umum PertahananNegara dan Kebijakan Penyelenggaran Pertahananyang menjadi acuan bagi perencanaan,penyelenggaraan, dan pengawasan sistempertahanan negara belum dibuat ketetapannyaoleh Presiden. Ketiadaan dua kebijakaninduk ini mempengaruhi pengelolaan sistempertahanan negara.Dua kebijakan induk tersebut dapatdirumuskan jika pemerintah memiliki StrategiRaya Pertahanan Nasional. Strategi Raya inidibentuk dengan memperhatikan enamdeterminan dasar keamanan nasional. Enamdeterminan dasar tersebut merupakanvariabel-variabel penjelas yang menentukandinamika strategi raya pertahanan Indonesia.Variabel-variabel tersebut harus dianalisasecara berkala agar kebijakan pertahananIndonesia selalu relevan dengan perubahanyang terjadi di dalam dan di sekitar Indonesia.Enam determinan dasar tersebut tampak daribagan 1 di bawah ini.Bagan 1.Enam Determinan Dasar StrategiDeterminan pertama adalah nilai-nilaiideal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.Nilai-nilai tersebut secara legal formal terteradi pembukaan UUD 1945 yang memandatkannegara untuk memperjuangkan keamanandan kesejahteraan bangsa. Untuk StrategiRaya, keamanan bangsa yang menjadi prioritas.Keamanan bangsa yang harus diperjuangkannegara meliputi tugas-tugas untukmempertahankan kemerdekaan, melindungikeselamatan bangsa, menjaga integritas teritorial,dan menciptakan perdamaian dunia.Determinan kedua adalah tujuan nasionalyang ingin dicapai dalam kurun waktutertentu. Pemerintah membagi tujuan nasionaldalam bentuk kepentingan nasional yangmeliputi survival interest, core values, danvital interest. Tujuan nasional ini terteradalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)yang menentukan prioritas-prioritasprogram pembangunan yang ingin dilakukanpemerintah selama lima tahun ke depan.Determinan ketiga adalah dinamikaancaman. Ancaman didefinisikan sebagaisegala sesuatu yang membahayakan kedaulatannasional, integritas wilayah, keselamatanwarga negara dan kehidupan demokrasidi Indonesia, serta membahayakan ketertibandan perdamaian regional dan internasional,baik yang bersifat konvensional maupunnon-konvensional. Ancaman merupakansuatu konsep multidimensional yang memilikiempat dimensi utama: militer-non-militer;konvensional-non-konvensional; langsungtidaklangsung; eksternal-internal. Perpaduandari empat dimensi tersebut secara teoretikmenghasilkan 16 tipologi ancaman. Berdasarkan16 tipologi tersebut dapat dirumuskanotoritas penangkal yang akan mengantisipasinya.Walaupun ancaman bersifat multiKajiUlang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 20046dimensional dan secara teoretik memiliki 16tipologi, namun tidak berarti TNI harus mengantisipasiseluruh tipologi ancaman. TNI yangprofesional hanya akan menangani tipologiancaman yang menjadi spesialisasinya.Tipologi ancaman yang harus diantisipasi olehTNI adalah (1) ancaman yang bersifat militer,(2) berasal dari lingkungan eksternal, (3)menggunakan strategi-strategi militer konvensional,dan (4) langsung mengancamintegritas teritorial Indonesia. TNI juga dapatdilibatkan untuk menangani tipologi ancamanlain seperti, ancaman militer-internal-konvensional-langsung, ancaman militer-eksternalnon-konvensional-langsung, ancaman nonmiliter-eksternal-non-konvensional-langsung,dan ancaman non-militer-internal-nonkonvensional-langsung. Untuk ancamanancamannon-militer dan tidak langsung, TNIdikerahkan dalam tugas perbantuan kepadainstitusi lain seperti POLRI, pemerintah, danatau intelijen strategis. Ancaman militer yangharus ditangani oleh TNI adalah ancamanyang menggunakan kekuatan bersenjatayang terorganisasi yang dinilai mempunyaikemampuan yang membahayakan kedaulatannegara, keutuhan wilayah negara, dankeselamatan segenap bangsa. Ancamanmiliter ini dapat berbentuk antara lain: agresi,pelanggaran wilayah yang dilakukan olehnegara lain, baik yang menggunakan kapalmaupun pesawat non-komersial, spionase,sabotase, aksi teror bersenjata, pemberontakanbersenjata, dan perang saudara.Determinan keempat adalah sumberdaya nasional. Upaya negara untukmembangun suatu kekuatan pertahananyang tangguh, profesional, dan modernmembutuhkan alokasi sumber daya nasionalyang tidak kecil. Pemerintah harus dapatmemutuskan trade-off yang akan dilakukanuntuk melakukan distribusi pendapatannegara ke sektor pertahanan sehinggadistribusi tersebut (1) tidak menggangguprogram-program pemerintah di sektorsektornon-pertahanan; dan (2) tidakdiinterpretasikan oleh negara-negara lainsebagai upaya untuk melakukan militarybuild-up.Determinan kelima adalah perubahanteknologi di bidang pertahanan. Perubahanteknologi yang pesat harus diantispasidengan mengembangkan suatu rencana sistematisuntuk membangun industri-industripertahanan yang mampu mengantisipasirevolusi di bidang militer. Rencana ini akanmenjadi dasar dari transformasi teknologimiliter yang akan memodifikasi paradigmastrategik TNI dari strategi yang didasarkanpada evaluasi ancaman ke strategi pengembangankapasitas pertahanan. Modifikasi inijuga harus diikuti dengan suatu programmobilisasi ekonomi yang bersifat jangka panjangyang berupaya untuk menyerap secaraproporsional sumber daya nasional untukkepentingan pembangunan kekuatan pertahanan.Masalah utama yang dihadapi Indonesiauntuk mengembangkan industri pertahanandalam negeri adalah ketidakmampuansektor industri dan pendidikan untuk menyerapaspek-aspek fundamental dari Revolutionin Military Affairs (RMA). Ketidakmampuanini tidak memungkinkan Indonesia untukmengalami terobosan berarti dalam pengaplikasianRMA. Solusi jangka panjang darimasalah ini adalah dengan menginisiasikerjasama di bidang penelitian dan teknologipertahanan antara lembaga-lembaga kajiandan industri strategik. Solusi ini menuntutadanya komitmen politik dari pemerintahuntuk memberikan subsidi yang signifikanuntuk mengembangkan industri pertahanan.7Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004Determinan keenam adalah dinamikalingkungan strategis global dan regional.Analisa dinamika lingkungan strategismenunjukkan bahwa ancaman akan termanifestasidalam tiga jenis konflik. Tiga konflikitu adalah inter-state, intra-state, dantransnational conflicts. Konflik pertamaadalah konflik-konflik antar negara yangterutama mengancam kedaulatan teritorialIndonesia. Manifestasi konflik ini adalah invasimiliter dari negara lain. Kemungkinanmerebaknya konflik ini bisa diperkecil jikaIndonesia dapat (1) menggelar kekuatanpenangkalan (deterrence) yang memadai;dan (2) mengoptimalkan diplomasi sebagaigaris depan pertahanan Indonesia untukmenghilangkan intensi dan situasi yang akanmemicu konflik. Konflik kedua adalah konflikkonflikinternal yang bisa berupa gerakanseparatis bersenjata dan/atau konflikkomunal yang melibatkan kekerasanbersenjata. Konflik ini akan termanifestasimenjadi konflik bersenjata jika terjadikegagalan beruntun dari pemerintah danmasyarakat sipil untuk mengelola konfliksecara konstruktif. Konflik ketiga adalahkonflik-konflik transnasional sepertiterorisme, penyelundupan senjata, dan bajaklaut. Konflik-konflik ini memiliki karakter baruseperti optimalisasi jejaring internasional,intensitas konflik yang cenderung kecil, dandaerah sebaran konflik yang luas. Kekuatanpertahanan Indonesia tidak dirancang untukmenghadapi konflik-konflik transnasionalsehingga perlu ada proses transformasikekuatan yang signifikan.Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 20048Perkiraan tentang dinamika lingkunganstrategis merupakan pijakan penting untukmenyusun sebuah strategic defense review.Lingkungan itu, baik internal maupun eksternal,merupakan peluang dan sekaligus kendalauntuk memperjuangkan apa yang dianggapsebagai kepentingan nasional. Sepertihalnya dengan politik luar negeri, pertahanannegara perlu dibuat untuk menjawab dan/atau mengantisipasi perubahan-perubahanlingkungan strategis. Meski demikian tentutidak semua fenomena yang berkembangpada lingkungan strategis mempunyai bobotyang sama dalam strategic defense review.Dalam konteks itu pula juxta-posisiantara karakter dan kecenderungan perubahandapat memberi kontribusi untukmenyusun strategic defense review yanglebih obyektif dan realistik. Dimensi yangdisebut terdahulu, karakter perubahan, lebihmengacu pada perubahan struktur dan polahubungan kekuatan antar negara-negara diAsia Pasifik. Dimensi kedua, kecenderungan,hanya menekankan pada beberapa aspekpenting yang diduga mempunyai implikasisignifikan, dan oleh karenanya layak menjadipertimbangan penting dalam penyusunanstrategic defense review.Hingga hampir 15 tahun setelah berakhirnyaPerang Dingin, perubahan strukturhubungan internasional belum menemukanpola yang mantap. Setelah tumbangnya UniSoviet, Amerika Serikat menjadi superpowertunggal yang mempunyai dampak bagi kehidupaninternasional pada tingkat global, regionaldan nasional. Keinginan Amerika untukmenegakkan kepemimpinan Amerikadengan bertumpu pada kekuatan militer dankejelasan moral, sesuatu yang berkembangdi Amerika Serikat sejak 1992 dan mencapaititik puncak pada 1997, pada akhirnyamenimbulkan berbagai masalah.Sulit disangkal jika saat ini Amerikamerupakan kekuatan militer paling tangguh.Dan di tengah ketidakjelasan mengenaiukuran kejelasan moral, kemungkinan besarAmerika akan tetap mengandalkan pada kekuatanmiliter itu untuk memaksakan kepemimpinannyamelalui cara-cara unilateral.Kecenderungan itu menjadi semakin kuatsejak tahun 2003 setelah Washington merumuskandoktrin bela diri preemtif (preemptiveself defense) atau beladiriantisipatorik (anticipatory self defense). Berdasarkandoktrin itu pula Amerika melakukanserangan terhadap Afghanistan dan Iraq.Di kawasan Asia Pasifik, aliansiAmerika dengan Jepang dan Korea Selatandan orientasi politik luar negeri Cinamerupakan kunci stabilitas kawasan. Untukjangka waktu yang dapat diperhitungkan kedepan, kemungkinan besar Cina masih tetaphanya menjadi kekuatan regional danpreoccupied dengan reformasi internal danmenjalin hubungannya dengan bagianTimurRusia, Jepang, dan Korea Selatan. SuasanaDUADinamika Lingkungan Strategis9Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004liberalisasi perdagangan dan keniscayaanbagi penanaman modal asing langsung(foreign direct investment) menyebabkanCina harus berpikir ulang untuk menjadiagresif, kecuali terhadap Taiwan. Keadaan ituhadir bersama-sama dengan meningkatnyakemampuan Cina yang, berbeda dari masapertumbuhan industri militer Soviet di tahun1940-an, ditopang oleh sustainabilitas pertumbuhanekonomi yang cukup tinggi.Hampir dapat dipastikan Cina akantampil sebagai kekuatan militer yang semakinkuat. Reorientasi doktrin militer Cina tahun1980an, yang kemudian dilanjutkan denganmodernisasi, melalui rasionalisasi dan/ataupenyesuaian struktur kekuatan (forcestructure) pertahanan Cina yang semakinintensif pada dasawarasa 1990an, mencerminkankeinginan Cina untuk menjadi kekuatanglobal. Namun keinginan itu tampaknyamasih teredam oleh keterbatasannya melakukangelar kekuatan (power projection).Dalam hal ini Cina masih terbelenggu olehbanyak hal, termasuk diantaranya keharusanuntuk mengakomodasi kepentingan negaraluar untuk mengamankan aliran penanamanmodal asing.Sebab itu, dalam 10 tahun mendatangCina kemungkinan besar belum mampumenjadi kekuatan laut (naval power) yangmampu menangkal kekuatan global Amerika.Sekalipun demikian, pada tingkat regionalCina tampil sebagai kekuatan militer yangmemiliki kemampuan bukan hanya untuksekedar menangkal (deterrence) tetapimemaksa (compellence). Sengketa Laut CinaSelatan, yang melibatkan beberapa negaraASEAN, misalnya, akan menjadi tumpuanutama politik luar negeri Cina di AsiaTenggara.Sebelum akhir dasawarsa silam,Washington telah merumuskan kembalikerjasama keamanannya dengan Jepang danKorea Selatan. Mereka tetap akan melakukankoordinasi dalam kebijakan keamanan danluar negeri. Di Jepang, perubahan generasionaldan intensi natural untuk tampil sebagainegara normal (normal state) kemungkinanbesar akan semakin memperkuat desakanbagi Jepang untuk membangun kekuatanmiliter. Secara konstitusional, artikel 9 KonstitusiJepang masih akan menjadi pembatasbagi Jepang untuk tampil sebagai kekuatanmiliter.Namun, sulit disangkal bahwa sejakdasawarsa silam Jepang semakin meningkatkankeikutsertaannya dalam misi-misi perdamaiandi bawah naungan PBB. StabilitasSemenanjung Korea dan hubungannyadengan Amerika Serikat akan merupakankunci masa depan Jepang. Dalam 5-10 tahunkedepan, mungkin Jepang akan sangguptampil sebagai kekuatan militer pada tingkatregional di Asia Timur/Pasifik Utara, selainmenjaga partisipasinya dibawah naunganPBB. Namun ketergantungan Jepang padapasokan energi dan bahan mentah tampakyaakan menjadi stabilising factor, sekurangkurangnyasampai Jepang menemukan alternatif,misalnya sumber gas di Siberia yangsebagian besar diantaranya akan sangat tergantungpada pasang-surut hubungan Tokyo-Moskow.Pada lingkaran kedua adalah negaranegaraseperti Australia dan India yangmasing-masing mempunyai obsesi dan/ataukomplikasi internal dalam rumusan politik luarnegeri mereka terhadap Asia Pasifik. Indiamungkin tetap akan memusatkan perhatiannyauntuk semakin memantapkan kedudukanKaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 200410sebagai kekuatan sub-regional Asia Selatan.Pertikaiannya dengan Pakistan, yang dalamperang melawan terorisme semakin dekatdengan Amerika Serikat, menyebabkan Indiaterbelenggu di kawasan itu. Namun pada saatyang sama, gejolak fundamentalisme Islamdi Asia Tengah dan negara-negara Islam dibagian Barat akan menyebabkan India secaranatural berusaha untuk memperkuat kehadirannyadalam politik di Asia Tenggara.Australia merupakan negara yangmempunyai politik identitas. Letak geografisnyadi Asia tetapi orientasi kulturnya yangAnglo-Saxon menjadikan negara itu selaluberada dalam kebimbangan dalam merumuskanpolitik luar negeri dan pertahanannya.Sebagai insular state, tanpa ada ancamanmiliter riil dari arah Selatan dan Timur, secaranatural perhatian Australia adalah ke sebelahUtara. Indonesia dan Asia Tenggara akanmenjadi penting dalam prioritas politik luarnegeri Australia. Salah satu variabel kontrolkecenderungan ini adalah hubungan Australiadengan negara-negara Barat. Terlepas darikecenderungan itu, Australia akan tetap menjadibagian penting dari strategi pertahananBarat.Merupakan tandatanya apakah perkembangan-perkembangan seperti itu dapatdikelola dalam ARF (ASEAN Regional Forum),selain dalam fora sekunder seperti APEC danASEAN Plus. Didalam fora itu sendiri, negaranegaramaju tampaknya akan tetap memusatkanperhatiannya pada masalah-masalahkonvensional. ARF tetap menjadi wahanautama untuk membahas soal-soal konvensional,seperti nuklir Semenanjung Korea danisu-isu yang berkaitan dengan legitimasipembangunan kekuatan militer. Kecil kemungkinanARF akan membahas agendatransnasional, selain terorisme yang menjadiagenda utama Washington. KedudukanASEAN sebagai driving force dalam ARFhingga tingkat tertentu justru menyebabkanASEAN terbelenggu dalam agenda seperti itu.Sebagai akibatnya, ancaman-ancaman transnasionalyang menjadi tantangan utamamereka tetap menjadi isu sekunder.Di dalam ASEAN sendiri kecil kemungkinanterjadinya konflik bersenjata berkepanjangan.Berbagai norma dan kesepakatan,misalnya Treaty of Amity and Cooperation,telah menjadi aturan main di antara sesamanegara ASEAN untuk menyelesaikan pertikaiandi antara mereka melalui cara diplomatik.Kalaupun terjadi konflik bersenjata sebagianbesar diantaranya tidak lebih dari sekedarlow intensity conflict atau skirmish diperbatasan.Bagi Indonesia, ancaman agresi militersecara langsung yang kemudian diikuti olehpendudukan dalam waktu relatif lama kecilkemungkinannya akan terjadi. Persoalanpaling serius adalah keamanan maritim danyang penting bukan hanya karena alasansumber daya (maritime resources) tetapi jugakedudukannya sebagai jalur pelayaran (sealane of communication) yang semakin pentingseiring dengan meningkatnya liberalisasiperdagangan. Gangguan-gangguan terhadapbatas wilayah maritim, baik yang berasal dariperompakan (high-sea piracy), terorisme laut(maritime terrorism), maupun sekedar sebagaijalur perdagangan gelap dan penyelundupan,merupakan tantangan serius terhadapkedaulatan negara.Dari segi kecenderungan, dapat dilihatbeberapa gejala penting. Globalisasi terbuktisebagai tantangan yang sulit dihindari11Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004sehingga yang dapat dilakukan adalah bagaimanamengelola agar globalisasi tidak menimbulkan,atau sekurang-kurangnya meminimalisasi,dampak yang tidak dikehendaki.Dalam hubungan antarnegara, globalisasi itumenampilkan dirinya dalam berbagai bentuk,misalnya interdependensi dan relativisasikedaulatan nasional. Sebagai fenomena yangditandai dengan luluhnya perbatasan(boundary eroding), ketidakamanan bagisuatu negara dapat menjadi sumber ketidakamananbagi negara lain. Kedaulatan negaramenjadi semakin relatif, meski mungkin terbataspada efektivitas pemerintahan, bukanpada soal keutuhan wilayah. Suatu negaratidak lagi dapat memutuskan segala sesuatuhanya berdasarkan pada apa yang merekaanggap sebagai kepentingan nasional, tetapijuga harus mempertimbangkan kepentingannegara-negara lain.Beberapa isu yang secara langsungberkaitan dengan interdependensi adalahancaman transnasional. Semakin kuat kesadaranbahwa ancaman terhadap kedaulatannegara yang semula bersifat konvensional(fisik) dan saat ini berkembang menjadi multidimensional(fisik dan nonfisik). Dapat bersumberpada berbagai dimensi non-militer permasalahan ideologi, politik, ekonomi,sosial budaya maupun permasalahan keamananyang terkait dengan kejahataninternasional seperti terorisme, imigrangelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaanalam, bajak laut, dan perusakan lingkungan tantangan itu dapat menjadi ancamanserius terhadap keamanan nasional.Dimensi eksternal-internal menjaditidak lagi absolut. Universalisme nilai dantransnasionalitas ancaman menyebabkanluluhnya batas-batas antar negara. Keamananmenjadi isu bukan hanya pemerintahannasional tetapi juga global dan transgovernmental.Pada saat yang sama keharusanuntuk reassert kedaulatan pemerintahansemakin mendesak, karena keharusan untukearly warning dan mencegah eskalasi agarancaman non-fisik tidak berubah menjadiancaman fisik. Alternatif untuk itu, membangunnorma baru mengenai kedaulatan interdependen(interdependence sovereignty)tidak terlalu mudah.Masalah lain adalah menguatnyaupaya penerapan nilai-nilai yang dianggapuniversal, mulai dari sesuatu yang bertumpupada nilai keagamaan sampai dengan hakhakasasi manusia, nilai demokrasi, danpenadbiran (governance). Globalisasi nilainilaiuniversal itu belum tentu dapat diterimaoleh beberapa negara, khususnya bagimereka yang karena alasannya masingmasingmenggunakan argumen relativismekultural.Nilai universal lain adalah fundamentalismeagama yang kini tampil sebagai kekuatanyang luar biasa. Sebagian dari usahaitu muncul dalam bentuk retrogresi; sebagianyang lain justru muncul dalam bentukmilitansi. Di beberapa negara, fundamentalismeIslam dipandang sebagai alternatifterhadap rejim-rejim sekuler yang selamabeberapa puluh tahun dianggap tidak mampumenyediakan kesejahteraan kepada masyarakatnya.Di kalangan yang terpinggirkan(marginalised), fundamentalisme itu dapatmuncul dalam bentuk radikalisme danmilitansi segmen masyarakat tertentu.Lebih dari itu, faktor kunci dalam halini adalah pelaku bukan-negara (non-stateactors). Perkembangan lingkungan globalKaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 200412pasca Perang Dingin juga mensyaratkandikedepankannya cara pandang keamananyang berorientasi pada upaya mewujudkankesejahteraan dan menjamin keamananmanusia (human security). Selain itu, aktornon-pemerintah menjadi semakin penting.Pada tingkat global maupun societal, aktoraktornon-pemerintah memainkan peranansemakin penting. Persoalannya, negara nasionaltidak sepenuhnya mampu atau tidakmengendalikan aktor-aktor seperti itu.Negara-negara Barat tidak memiliki kapasitashukum untuk melarang aktivitas pelakupelakunon-negara di negaranya.Pelaku non-negara yang lain adalahlembaga-lembaga internasional seperti PBB.Di satu sisi, gagasan tentang responsibilityto protect mencerminkan kepedulian yangsemakin besar terhadap keamanan manusia(human security). Namun di sisi lain, gagasantersebut juga dapat merupakan tantanganbaru bagi konsep-konsep tradisional tentangkedaulatan negara. Dibingkai dengan prinsipkedaulatan negara merupakan tanggungjawabnegara untuk melindungi, bukansemata-mata menuntut kesetiaan, warganegaranya,tanggung jawab untuk melindungiitu dapat menjadi dalih bagi intervensimiliter atas dasar kemanusiaan (humanitarianintervention). Asumsinya adalah bahwa masyarakatinternasional mempunyai kewajibanuntuk melakukan campur tangan ke wilayahnasional suatu negara ketika negara tersebutdianggap tidak sanggup lagi melindungi keselamatandan kesejahteraan warga negaranya.Ketidakdemokrasian dalam pengambilankeputusan dalam Dewan Keamanan dan/atautiadanya unit militer tetap (stand by forces)di PBB menyebabkan beberapa pihakmenganggap intervensi itu tidak lebih darisekedar imperialisme negara-negara kuat.Pendek kata, perubahan strukturhubungan kekuatan itu hadir bersamadengan fenomena kedua, yaitu meningkatnyainterdependensi dalam hubungan antarnegara, membengkaknya ancaman transnasionalitas,dan globalisasi nilai-nilai lintasnasional,baik nilai universal seperti hak-hakasasi manusia atau nilai-nilai fundamentalismeagama. Ketiga-tiganya merupakan fenomenayang langsung maupun tidak langsungberkaitan dengan boundary eroding. Dalamkaitan itu, persoalan terbesar adalah bagaimanamengelola batas bersama (commonborder). Padahal border dalam beberapahal, khususnya di Asia Tenggara, acapkalimengaburkan konsep frontier, boundary danborder. Revolusi dibidang teknologikomunikasi, informasi, dan persenjataansemakin mempersulit upaya untukmerumuskan response terhadap ancamanancaman.Kombinasi paling serius dari beberapaunsur tersebut menjelma dalam bentukancaman terorisme internasional. Berbedadengan terorisme tradisional yang padaumumnya berkaitan dengan tujuan pembebasannasional, terorisme modern seringkalimempunyai tujuan terlalu luas dan tidakdapat dibingkai dalam ranah konvensional.Kehadiran mereka dalam jaringan internasionaldan potensi mereka untuk menguasaisenjata-senjata pemusnah menjadi persoalanserius. Setelah insiden World Trade Center(11 September 2001) ancaman semacam itumendorong berbagai negara untukmelakukan kaji ulang strategis mereka,termasuk yang kemudian muncul dalambentuk hak suatu negara untuk melakukanserangan berdasarkan pada doktrin beladiripreemtif ketika suatu negara merasaterancam.13Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004Di dalam negeri, lingkungan strategistetap akan ditandai dengan ketidakpastian.Otonomi daerah telah mengakibatkan menguatnyapolitik identitas dan menimbulkanberbagai masalah, mulai dari keteganganpusat-daerah sampai pada konflik komunal.Bersamaan dengan itu, reformasi masihmenyisakan banyak agenda, mulai daristagnasi pembangunan ekonomi, reinstitusionalisasisistem politik, sampai masalahmasalahyang berkaitan dengan reformasibirokrasi dan perubahan perilaku masyarakat.Dalam transisi politik, sistem belum sepenuhnyaterbentuk. Involusi organisasi, kelangkaanketentuan perundangan yang memadai,dan tidak adanya kebijakan yang komprehensifmenyebabkan terbatasnya kapasitasnegara untuk menyelesaikan masalahmasalahtersebut.Yang terjadi kemudian adalah securitydeficit. Daerah-daerah pinggiran, sepertiPapua dan Aceh akan menjadi hot-spots bagipolitik identitas dan masalah residual daripemerintahan pusat yang terlalu kuat padamasa Orde Baru. Penindasan politik padamasa Orde Baru, bersama dengan deprivasirelatif (relative deprivation) dan persepsitentang ketidakadilan dalam pembagiankeuntungan sumber daya menyebabkanmenguatnya keinginan untuk merdeka. Lebihseperempat abad Aceh telah menjadi ajangbagi kaum separatis bersenjata. Papuakemungkinan akan menempuh garis yangsama kalau pemerintah pusat tidak segeradapat meredam gejolak di provinsi itu.Di beberapa tempat lain, programtransmigrasi ternyata membawa serta berbagaipersoalan, mulai dari segregasi pemukimandan pembagian kerja menurut garisetnik. Bersamaan dengan pergeseransirkulasi elit, unsur-unsur itu dengan mudahmemicu potensi menjadi konflik komunal dibeberapa tempat, seperti Maluku, Poso(Sulawesi Tengah), Sampit (KalimantanTengah), dan Mataram (Nusa TenggaraBarat). Risiko terbesar yang ditimbulkan olehkonflik komunal adalah rusaknya ikatanpersatuan dan kesatuan bangsa, sertamenyebabkan gelombang pengungsiandalam skala besar. Di samping itu, akibatkerusakan berbagai infrastruktur, fasilitassosial dan fasilitas umum dalam skala besar,menyebabkan terganggunya kegiatanpemerintahan.Gugatan terhadap legitimasi pemerintahpusat di Aceh dan Papua serta gugatanterhadap otoritas pemerintahan di tempattempatyang mempunyai potensi kuat terjadinyakonflik komunal merupakan ancamanserius terhadap kredibilitas pemerintah pusat.Ketidakmampuan aparat keamanan meredamsuasana akan semakin memperbesar securitydeficit. Kegagalan pemerintah pusat dalammenyusun response yang tepat bisajadijustru memperkuat kecenderungan untukterjadinya konflik dikelak kemudian hari.Di masa lalu, ancaman didefinisikansecara longgar sebagai segala sesuatu yangmembahayakan kedaulatan nasional, integritaswilayah, keselamatan warga negara dankehidupan demokrasi di Republik Indonesia,serta membahayakan ketertiban dan perdamaianregional dan internasional, baik yangbersifat konvensional maupun non-konvensional.Ancaman tersebut dapat multidimensionaldan berdifusi secara eskalatif dansecara teknis dapat dihadapi oleh seluruhkekuatan nasional, mulai dari diplomasisampai dengan kekuatan militer.Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 200414Dalam semua itu terdapat persoalanrelevansi sumber daya yang digunakan dankontekstualisasi ancaman sehingga hanyaancaman bersenjata, yaitu ancaman yangmenggunakan kekerasan secara sistematikdan teorganisir, yang dapat dijawab dengankekuatan militer. Ancaman-ancaman itu dapatberupa, antara lain, agresi, pelanggaranwilayah yang dilakukan oleh negara lain, baikyang menggunakan kapal maupun pesawatnon-komersial, spionase, sabotase, aksi terorbersenjata, pemberontakan bersenjata, danperang saudara. Kalaupun ancaman lain akandijawab dengan kekuatan militer tentu memerlukanrincian dan ketentuan tersendiri.Sebagai operasi yang melibatkan kalangannon-militer dan tidak menghadapi musuhyang memiliki status combatant, operasimiliter selain perang (OMSP) memerlukanpengaturan yang sama sekali berbeda dariperang konvensional.Meski sebagian besar ancaman yangakan dihadapi Indonesia berupa separatisbersenjata, eskalasi konflik internal yangtidak dapat diatasi dengan cara normal,berbagai bentuk ancaman transnasional,dan/atau penegakan hukum di laut, tidakberarti bahwa Indonesia tidak perlu mengembangkankekuatan militer sebagai kekuatanpenangkal (deterrence), penindak, dan/atausemata-mata untuk menopang upayadiplomasi dan politik luar negeri Indonesia.Pertanyaan pokok adalah bagaimanapengembangan kekuatan dapat dilakukansecara efektif tanpa mengabaikan legitimasipembangunan kekuatan itu sendiri. Bersamaandengan itu adalah keharusan untukmengandalkan pada kerjasama dengannegara-negara ASEAN dan menunjukkankomitmen pada upaya global dalam menghadapiancaman transnasional serta ancamanterhadap keamanan manusia.Dalam suasana seperti itu tidak mudahmerumuskan kebijakan pertahanan yangdapat diterima oleh publik, bahkan sekedarkomitmen nasional. Hingga kini kebijakanpertahanan dan keamanan tetap hanya merupakanpersoalan bagi sekelompok orang.Bahkan di lingkungan DPR, tidak banyakanggota parlemen yang menganggappertahanan sebagai persoalan serius. AgendaDPR dalam 5 tahun belakangan lebih didominasioleh agenda jangka pendek. Pendekkata, bagi sebagian orang, perencanaanpertahanan bukan merupakan prioritas baikkarena tergeser oleh agenda transisi politikyang lain, budaya strategis yang tetapberanjak dari prinsip kontinental, maupunkarena ketidakpahaman terhadap risikokeamanannya.15Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004Regulasi politik di bidang pertahananmerupakan masalah mendasar dalam pengelolaannegara karena beberapa hal. Pertama,dilihat dari substansinya, masalah pertahananadalah masalah survival of the state, survivalof the nation, dan untuk itu harus memberiperhatian pada upaya ketertiban dunia.Ketiga hal tersebut menggarisbawahi maknakeberadaan negara baik dalam konteksdomestik dengan segala aspeknya terutamaaspek pertanggungjawaban politik maupundalam hubungan eksternal dalam interaksinyadengan negara lain. Kedua, regulasi politikmenjadi penting untuk menjamin kepastianhukum dan kepastian politik tentangpelaksanaan fungsi pertahanan dalam sistempenyelenggaraan negara. Di dalamnya diaturtidak hanya kedudukan, kewenangan, daninteraksi antara antar institusi politik pertahanan,melainkan juga hubungan merekadengan instrumen pelaksana kebijakan pertahanan,terutama TNI. Aspek kedua ini padadasarnya menyangkut masalah tataran kewenangandalam pengelolaan pertahanan negara.Dalam konteks ini regulasi politik bidangpertahanan dimaksudkan untuk menata penyelenggaraanfungsi pemerintahan di bidangpertahanan dalam sistem demokrasi denganbatas-batas wewenang dan tanggung jawab(akuntabilitas) yang jelas.Ketiga, dengan kepastian hukum danpolitik tentang hubungan institusional sepertiitu, regulasi politik dimaksudkan untuk mencegahpenyalahgunaan institusi daninstrumen pertahanan untuk kepentinganpolitik atau kekuasaan kelompok tertentu.Dengan demikian, pembentukan dan perumusanregulasi politik yang tegas ditujukanuntuk melindungi instrumen pertahanannegara dari permainan-permainan politik.Pengalaman selama Orde Baru, ketika TNIdan POLRI menjadi alat kekuasaan, adalahcontoh tepat yang menggambarkan hal itu.Keempat, regulasi politik bidang pertahanansangat fundamental karena tugas untukmenjaga kelangsungan hidup negara danbangsa yang menjadi tujuan dasar upayapertahanan mensyaratkan upaya diplomasidan interaksi dengan negara lain. Ini berartiregulasi politik bidang pertahanan harusmemberikan ruang bagi keikutsertaan Indonesiadengan menggunakan instrumen pertahanandalam upaya perdamaian danketertiban dunia.Keempat hal di atas menjadi sangatrelevan pada saat ini ketika pengaturan legaldan konstitusional bidang pertahanan masihsaling tumpang tindih yang sering membuatinstrumen pertahanan dan keamanan raguragudalam bertindak dalam menghadapi berbagaipersoalan atau ancaman saat ini. Atau,karena regulasi politik yang tumpang tindihseperti itu, kontrol terhadap instrumen pertahananmenjadi tidak efektif atau lemah.Regulasi politik dengan demikian mempunyaidimensi legal-konstitusional dan dimensipolitik baik ke dalam maupun dalam hubungannyadengan masyarakat internasional.Dilihat dari substansi yang diatur,regulasi politik bidang pertahanan padadasarnya memuat tiga hal pokok yaitu kewe-TIGAKebijakan Pertahanan IndonesiaKaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 200416nangan dalam kebijakan pertahanan, upayapembinaan kekuatan pertahanan, danpenggunaan kekuatan pertahanan, danpembinaan potensi pertahanan. Hubunganantar institusi dalam bidang pertahananmemberi batas tegas antara kewenanganpolitik dan aspek operasional yang masingmasingmempunyai wilayah akuntabilitasyang berbeda. Tetapi perlu digarisbawahibahwa persoalan-persoalan di atas tidak bisadilepaskan dari cara pandang/filosofi, nilai,atau ideologi, serta konteks sejarah, meskipunjuga diakui terdapat prinsip-prinsipumum pengelolaan pertahanan negara, baikaspek kebijakan maupun pelaksanaannya.Oleh karena itu menjadi penting membahaskerancuan pemahaman antara pertahanandan keamanan, yang sering berimplikasipada kerancuan penataan institusionaldalam menata sistem keamanan nasional,termasuk pertahanan. Dengan pemahamanini, terlihat bahwa ketidakjelasan regulasipolitik bidang pertahanan bahkan keamanannasional dalam konteks yang lebih besar,tidak hanya karena saat ini Indonesia beradadalam periode transisi yang diwarnai olehbeberapa ketidakjelasan penataan sistempolitik, melainkan juga karena terdapatberagam ketidakkonsistenan dan carapandang yang tidak dapat diakomodasi olehsistem politik.Dalam konteks ini, faktor sejarahsering menimbulkan ketidakjelasan regulasipolitik pertahanan. Sejarah sering dipahamisebagai sesuatu yang given yang memberikanlegitimasi permanen kepada instrumenpertahanan untuk memainkan peran diluar expertise mereka. Bahkan lebih buruklagi, sejarah sering juga membentuk carapandang di kalangan politisi sipil tentangberbagai persoalan, terutama hubungan sipilmiliteryang menghambat upaya pembentukansistem politik demokratis yang ditandaioleh supremasi otoritas politik terhadapinstitusi militer. Dwifungsi ABRI di masa laludan sistem pertahanan semesta ditafsirkansecara keliru dengan menggunakan legitimasisejarah. Demikian pula halnya dengandominannya peran militer dalam institusi pertahanan,terutama Departemen Pertahanan,adalah karena pemahaman yang keliru bahwamasalah pertahanan adalah domain kewenanganmiliter. Pada tingkat operasional dantaktikal juga menunjukkan hal yang sama.Sistem pertahanan yang bertumpu pada pengembangankekuatan darat dengan strategipertahanan pulau besar merupakan warisancara pandang tentang perang gerilya atauperang kemerdekaan. Sementara perkembanganinternasional, sifat dan bentuk perang,serta sumber ancaman telah melampauibatas-batas politik dan wilayah tradisional.Seharusnya, sejarah dilihat sebagaiproses atau perkembangan yang mempunyaikekhususan untuk jamannya. Di sinilah pemahamantentang ketentuan konstitusi mengenaipertahanan harus dilihat. Sangat jelasbahwa UUD 1945 adalah konstitusi yangsangat sederhana dan dibuat pada jamanrevolusi kemerdekaan dalam situasi perang,suatu konstitusi perang. Dilihat dari prosespenyusunannya pada awal-awal tahun 1940-an, tampak sekali bahwa UUD 1945 berwatakkonstitusi perang. Karena itu rumusanrumusannyatentang pertahanan negaratampak menggantung, umum, dan kabur.Rumusan konstitusional tentang pertahananhanya terbatas pada pasal 10-12 dan 30.Pasal-pasal ini menunjukkan bahwa paraperancang UUD 1945 telah memperhitungkanbahwa negara baru Indonesia akan ber17Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004ada dalam situasi perang. Menjadi wajar yangdimuat adalah ketentuan tentang kewajibanwarganegara dalam upaya bela negara danwewenang presiden untuk menyatakanperang, membuat perdamaian dengannegara lain, dan kedudukan presiden sebagaipemegang kekuasaan tertinggi atas AngkatanDarat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.Meskipun pasal-pasal ini masih relevan,mereka tidak cukup menjadikan UUD 1945seperti sekarang sebagai fondasi peletakdasar-dasar hubungan sipil-militer dalampengelolaan pertahanan negara.Tetapi, perkembangan selanjutnyamenunjukkan pasal-pasal UUD 1945 hasilamandemen tentang pertahanan juga masihbertentangan satu sama lain. Bab XII tentangpertahanan, yaitu Pasal 30, berjudul Pertahanandan Keamanan Negara. Tetapi pada ayat(4) dinyatakan bahwa Kepolisian NegaraRepublik Indonesia adalah alat negara yangmenjaga keamanan dan ketertiban masyarakatyang bertugas melindungi, mengayomi,melayani masyarakat, dan menegakkanhukum. Harus dipikirkan ulang apakah rumusanfungsi dan tugas kepolisian seperti itumasuk dalam kategori pertahanan dan keamanannegara sebagaimana dimaksuddalam Bab XII Pasal 30 UUD 1945 hasil amandemen.Kerancuan lain adalah tentang kedudukanTNI sebagai alat negara yang bertugasmempertahankan, melindungi, dan memeliharakeutuhan dan kedaulatan negara. Tidakhanya pasal ini sangat state-centric karenamemusatkan pertahanan pada aspek pertahanannegara, bukan pertahanan nasional,melainkan juga karena pasal ini tidak menjelaskanperan dan fungsi TNI sebagaikomponen utama dalam pertahanan negarauntuk menghadapi bentuk dan jenis ancamanseperti apa. Mungkin agak berbeda jikafungsi-fungsi itu dilihat sebagai fungsi negarasecara umum. Tetapi, ketika fungsi sepertiitu diberikan kepada suatu instrumen, dalamhal ini TNI, maka bisa muncul interpretasibahwa TNI akan memasuki wilayah-wilayahdi luar expertisenya dan kewenangannya atasnama pertahanan negara.Selain itu, masih terdapat kekaburanmakna sishankamrata (sistem pertahanandan keamanan rakyat semesta). Kekaburanpertama adalah pada aspek substansi. Jikayang dimaksudkan adalah pertahanan dankeamanan negara, maka fungsi polisi sepertidirumuskan pada ayat (4) harusnya tidak termasukpada sishankamrata. Paling tidak, bisalahir perdebatan panjang tentang posisi polisidalam sishankamrata, sementara rumusantentang fungsi kepolisian dalam Bab yangsama adalah hanya untuk keamanan danketertiban masyarakat yang kemudian dirincimenjadi melindungi, mengayomi, melayanimasyarakat, serta menegakkan hukum. Babini juga sangat aneh karena Han dan Kamyang telah dipisah oleh Tap MPR Nomor VIdan VII tahun 2000 digabung lagi menjadiPertahanan dan Keamanan Negara di manabaik TNI dan POLRI menjadi komponen utamadalam sishankamrata tersebut. Ini berartibahwa fungsi TNI dan polisi menjadi kaburdalam sistem penyelenggaraan negara.Masalah lain adalah apakah maknadari sishankamrata? Apakah ini doktrin ataukahsuatu sistem pertahanan dan keamananyang menunjukkan hubungan-hubungan kewenangandalam pengelolaan pertahanandan keamanan negara yang menggariskanaturan-aturan tentang pengerahan kekuatanpertahanan, termasuk potensi pertahanan?Sementara itu, jika sishankamrata adalahdoktrin, maka tidak tepat pengaturannya diKajiUlang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 200418masukkan pada tingkat konstitusi. Jikasishankamrata dilihat sebagai sistem dalampengertian di atas, maka harus ada penjelasanatau ketentuan lebih lanjut tentangsistem yang dimaksud. Sementara UUD 1945hasil amandemen tidak mengatur hal itu, peraturanperundang-undangan di bawah tingkatkonstitusi juga tidak menjawab pertanyaanpertanyaandi atas. Pertanyaan-pertanyaansiapa yang harus mengembangkan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan sishankamrata,TNI dan POLRI, Presiden, ataukahDepartemen Pertahanan? Karena faktorsejarah dan pengalaman, pendapat umummenyatakan bahwa ini adalah tanggungjawab TNI bersama-sama dengan POLRI.Jadi secara umum, terdapat ketidaksinkronanantara Tap MPR dan konstitusi dalam masalahpertahanan dan keamanan negara.Lebih fundamental dari masalah diatas adalah perlunya meletakkan kembalimaksud Pasal 30 UUD 1945. Pasal 30 UUD1945 sebenarnya dimaksudkan sebagaipengaturan tentang hak dan kewajibanwarganegara dalam pertahanan negara.Terlepas dari persoalan bahwa hak belanegara oleh warganegara masih menjadi perdebatanatau paling tidak harus dirumuskandalam kebijakan pertahanan negara yangdirinci ke dalam suatu undang-undang mobilisasiatau undang-undang bela negara, adalahrancu meletakkan hak dan kewajiban warganegaradalam bidang pertahanan dalam suatuBab yang mengatur negara dan instrumennyadalam bidang pertahanan. Ketentuan yangmengatur negara dan instrumennya dalambidang pertahanan, sesuai dengan tujuandidirikannya negara Indonesia harus diaturtersendiri dalam konstitusi yang intinyamenggarisbawahi pemberian wewenangkepada yang berdaulat yaitu negara atasdasar mandat rakyat. Jadi, kewenanganbidang pertahanan tidak diserahkan kepadasalah satu instrumen negara yaitu TNI.Hal ini makin jelas jika Alinea ke 4Pembukaan UUD 1945 dilihat lebih dalam.Pada alinea ini, aspek pertahanan dankeamanan negara dinyatakan dalam rumusan... untuk membentuk suatu PemerintahNegara Indonesia yang melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesiadan ikut melaksanakan ketertibandunia. Ketiga hal ini adalah fungsi politiknegara. Pembukaan UUD 1945 ini berbenturandengan Bab XII tentang Pertahanandan Keamanan Negara. Seharusnya, fungsikepolisian dalam bidang keamanan danketertiban masyarakat tidak termasuk aspekyang diatur oleh Alinea 4 Pembukaan UUD1945. Karena alinea 4, khususnya pertahanandan keamanan negara merupakan politiknegara, maka ia memasuki mandat politikrakyat. Untuk itu bab tentang pertahanan dankeamanan negara harus menjadi babtersendiri dalam konstitusi dengan rumusanyang lebih komprehensif dari pada sekedarrumusan seperti sekarang ini.Persoalannya adalah bagaimanamenempatkannya dalam struktur kekuasaannegara? Jika pertahanan dan keamanannegara adalah politik negara atas dasar mandatrakyat, maka kekuatan pertahanan dankeamanan negara tidak dapat ditempatkandalam salah satu kekuatan dari trias politika.Kekuatan pertahanan dan keamanan negaratidak boleh diletakkan di bawah eksekutif,legislatif, atau yudikatif saja. Mereka harusdiletakkan dalam hubungan-hubungan antaraketiga lembaga negara tersebut yang mencerminkanmekanisme checks and balances.Melihat masalah-masalah di atas, maka sa19Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004ngat mendesak dilakukan penafsiran ulang(reinterpretasi) dan konstruksi tentang isiPembukaan UUD 1945, perubahan UUD1945, dan perbaikan perundang-undanganorganik tentang pertahanan dan keamanannegara.Sementara itu pada tingkat undangundang,UU No. 3/2002 mengandung inkonsistensiatau mengandung beberapa hal yangmengundang perdebatan. Pertama tentangkesan atau persepsi bahwa pertahananmenjadi jurisdiksi eksklusif TNI. Ataukahhanya ancaman militer saja? Selain itu,pengerahan kekuatan militer dalam keadaanmendesak juga harus dilihat lebih komprehensif.Memang, dalam situasi tertentu Presidenberwenang mengerahkan kekuatanmiliter, tanpa otorisasi dari DPR. Persoalannyaadalah syarat pengerahan kekuatan militertanpa otorisasi tersebut tidak mempunyailandasan konstitusional, kecuali hanyadinyatakan dalam konstitusi bahwa Presidenberwenang menyatakan keadaan darurat.Jika hal ini dipandang sebagai hal yang sangatmendasar, akan lebih tepat secara politikmemperdebatkan atau memasukkan masalahini ke dalam konstitusi, bukan pada tingkatundang-undang.Undang-undang No. 3 Tahun 2002juga tidak secara definitif memilah antarapembinaan kekuatan dan penggunaan kekuatan.Masing-masing angkatan mempunyaikekhasan berdasarkan masing-masing matra.Oleh karena itu, pembinaan masing-masingangkatan harus diserahkan kepada KepalaStaf Angkatan. Kepala Staf Angkatan dengandemikian bertanggung jawab atas kesiapandan expertise militer di setiap angkatan yangpada situasi tertentu dibutuhkan oleh panglimauntuk melakukan suatu operasi militer.Artinya, wewenang penggunaan kekuatanmiliter setelah ada keputusan dari otoritaspolitik, ada pada panglima. Sementara itu,Pasal 18 UU No. 3 Tahun 2002 tentang PertahananNegara menyatakan bahwa PanglimaTNI menyelenggarakan pembinaan profesidan kekuatan militer. Memang pada akhirnyamasalah ini tergantung dari pilihan-pilihan,apakah akan memilih model panglima sepertisekarang yang mempunyai kedudukan kuatterhadap masing-masing angkatan, ataukahmodel Kepala Staf Gabungan. Dalam hal ini,UU No. 3/2002 tidak tegas di dalam menentukankompetensi internal otoritas militer. Halini akan melahirkan perdebatan panjang dikalangan internal militer.Kontroversi lain tentang panglima adalahkedudukannya setingkat menteri langsungdi bawah presiden. Muncul dua persoalan.Pertama, hal ini akan menyulitkan perwujudansupremasi Departemen Pertahananterhadap TNI. Departemen Pertahanan seharusnyatidak hanya merumuskan kebijakanpertahanan negara dan kewenangan-kewenanganlain sebagaimana telah dirumuskandalam Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentangPertahanan Negara, melainkan jugamempunyai kewenangan melakukan kontrolterhadap TNI, sebab pertanggungjawabanpolitik tentang TNI melekat pada DepartemenPertahanan atau Menteri Pertahanan.Persoalan kedua berkaitan dengan maknaPresiden sebagai pemegang kekuasaantertinggi atas angkatan-angkatan. Beberapakejadian empirik dan ketentuan politik-legalmenunjukkan keraguan-keraguan terhadaplegitimasi presiden sebagai pemegang kekuasaantertinggi atas angkatan-angkatan.Perdebatan di sekitar pasal 19 RUU TNIadalah contoh mutakhir tentang hal ini.Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 200420Jadi, regulasi politik bidang pertahanandan keamanan masih simpang siur baiksecara substansi maupun dalam hal hubunganantar institusi dan instrumen pertahanan.Masalah ini sangat krusial dan harusmenjadi salah satu agenda reformasi sektorkeamanan pada periode-periode yang akandatang yang memerlukan komitmen darisemua pihak yang berpentingan (stakeholders)yaitu otoritas politik, TNI, danmasyarakat secara umum. Tujuan utama dariagenda ini adalah membentuk supremasiotoritas politik dalam pengelolaan masalahpertahanan dan keamanan negara dalamsuatu sistem politik demokratis untukmencegah terjadinya sentralisasi kekuasaandan penyalahgunaan kekuatan pertahananyaitu TNI untuk kepentingan politik tertentu.Tujuan kedua adalah menciptakan suatukekuatan TNI yang profesional yang memilikiakuntabilitas operasional dan akuntabilitaskompetensi masalah-masalah militer. Melihatbahwa fungsi pertahanan dan keamanannegara adalah fungsi politik penyelenggaraannegara atas dasar mandat atau kedaulatanrakyat yang menjadi salah satu alasanpembentukan (eksistensi) negara, makareformasi sektor keamanan untuk menatasemua institusi yang mem-bidangi masalahini dan meletakkannya dalam mekanismechecks and balances yang universal tidak bisatawar-tawar lagi.Salah satu bentuk regulasi politik dibidang pertahanan adalah buku putih pertahanan.Buku putih putih pertahanan adalahsuatu pernyataan tentang kebijakan pertahanannegara untuk menciptakan salingpercaya antara Indonesia dengan negara lain.Dilihat dari sisi internal, buku putih mengandungbeberapa beberapa aspek. Pertama,buku putih yang merupakan pernyataan kebijakanpertahanan negara adalah bentukpertanggungjawaban politik pemerintahkepada masyarakat. Sebagai pernyataankebijakan pertahanan negara, buku putihdimaksudkan untuk memberi ruang kepadamasyarakat melalui mekanisme sistem politikdemokratis untuk mengontrol kebijakan pertahanan.Kedua, buku putih memberikan arahbagi pengembangan dan pembinaan kekuatanpertahanan dan penggunaan kekuatanpertahanan.Untuk menumbuhkan saling percaya,sebagai pernyataan kebijakan pertahanannegara yang berimplikasi pada pengembangan,pembinaan, dan penggunaan kekuatanpertahanan, buku putih pertahanan memuatsecara garis besar tentang siapa kita, whoare we, dari berbagai sudut pandang. Misalnyamenjelaskan posisi Indonesia sebagainegara kepulauan dengan berbagai tantangankeamanan yang dihadapi sebagai negarayang berada di persimpangan dunia. Pentingjuga dikemukakan dalam buku putih filosofipolitik pertahanan Indonesia, misalnyasebagai bangsa yang cinta damai dan kemerdekaan,kepentingan nasional apa yang hendakdiperjuangkan, dan masalah-masalahpertahanan dan keamanan apa yang dihadapisaat ini dan beberapa waktu yang akandatang.Masalah kedua yang penting dimuatdalam buku putih pertahanan adalah penjelasantentang bagaimana memperjuangkankepentingan pertahanan dan keamanan negara.Di sini perlu penjelasan tentang komitmenIndonesia untuk mempertahankankeamanan regional atau keamananinternasional secara umum. Bagaimanamempertahankan Indonesia juga berartimenjelaskan seberapa besar kekuatan21Kaji Ulang Strategi Pertahanan NasionalWorking Group on Security Sector Reform, Monograph No-3, 26 Maret 2004pertahanan yang akan dibangun, bagaimanakekuatan ini hendak digunakan. Komitmenterhadap keamanan regional dan upaya untukmembangun kekuatan pertahanan berartibahwa Indonesia tidak akan membangunkekuatan yang bisa ditafsirkan ke arah perlombaansenjata. Untuk itu, dalam waktuyang sama Indonesia harus juga memberikankontribusinya pada upaya perdamaian duniamelalui operasi militer untuk peacekeepingoperations. Aspek eksternal dari buku putihdengan demikian sangat sarat dengan upayamembangun saling percaya. Untuk itu, menjelaskankepada masyarakat internasionalbesaran anggaran pertahanan dan penggunaannyasangat membantu upaya membangunsaling percaya tersebut. Akan menjadi lebihbaik, seperti yang dilakukan Jepang danAustralia, jika dipaparkan juga rencana pengembangankekuatan pertahanan di masadepan dan untuk tujuan dari pengembangantersebut.Secara normatif, tidak banyak perbedaanpandangan tentang tujuan buku putihpertahanan. Perbedaan pandangan tentangbuku putih biasanya berkisar pada masalahseberapa jauh data tentang pertahanan dankeamanan negara dipaparkan ke masyarakatdalam negeri dan masyarakat internasional.Beberapa pihak mengatakan bahwa aspektertentu dari pertahanan sangat sensitif.Sementara pihak lain mengatakan bahwasaat ini dengan keterbukaan informasi datatentang kekuatan pertahanan, bahkantermasuk anggaran, sudah tidak bisa ditutupilagi. Sumber-sumber informasi sangatberagam. Dengan demikian sensitivitas ataukerahasiaan dalam masalah pertahanan padadasarnya berkisar pada taktik dan strategi,dan beberapa aspek non-fisik, yang seringdirumuskan sebagai senjata sosial kekuatanpertahanan Indonesia.Masalah lain di sekitar buku putih pertahananadalah tidak adanya komitmen terhadapbeberapa ketentuan kebijakan pertahananyang tertuang dalam buku putihyang dikeluarkan oleh Departemen Pertahananitu. Masih ad