Top Banner
PENDAHULUAN Sindrom Stevens-Johnson (SSJ), dimana insidennya semakin meningkat karena salah satu penyebabnya adalah alergi obat dan sekarang semua obat dapat diperoleh secara bebas. Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini di antaranya, ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna, namun yang lazim adalah sindrom Stevens-Johnson (SSJ) yang merupakan sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk. Penyebab pasti dari SJS saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya SJS seperti obat-obatan atau infeksi virus. mekanisme terjadinya sindroma pada SJS adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya. Seperti pada kasus kematian pasien di RS St Carolus dan terakhir yang di laporkan dari Jawa Timur , secara sepintas tampak sebagai SSJ. SSJ muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tak berhubungan lansung dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat
24

Steven Johnson

Jan 24, 2016

Download

Documents

wonder kid58

kegawatan kulit kelamin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Steven Johnson

PENDAHULUAN

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ), dimana insidennya semakin meningkat

karena salah satu penyebabnya adalah alergi obat dan sekarang semua obat dapat

diperoleh secara bebas. Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini di antaranya,

ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritema

multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa maligna, namun

yang lazim adalah sindrom Stevens-Johnson (SSJ) yang merupakan sindrom kelainan

kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput

lendir orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.

Penyebab pasti dari SJS saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa

hal yang memicu timbulnya SJS seperti obat-obatan atau infeksi virus. mekanisme

terjadinya sindroma pada SJS adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang

memicunya. Seperti pada kasus kematian pasien di RS St Carolus dan terakhir yang

di laporkan dari Jawa Timur , secara sepintas tampak sebagai SSJ. SSJ muncul

biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang

ditimbulkan kadang tak berhubungan lansung dengan dosis, namun sangat ditentukan

oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling diketahui

jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu kadang tak disadari pasien, jika tipe

alergi tipe cepat yang seperti syok anafilaktik jika cepat ditangani pasien akan

selamat dan tak bergejala sisa, namun jika SSJ akan membutuhkan waktu pemulihan

yang lama dan tidak segera menyebabkan kematian seperti syok anafilaktik.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kasus cenderung memiliki kecenderungan terjadi pada

awal musim semi dan musim dingin. Insiden SSJ dan nekrosis epidermal toksik

(NET) diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika

Serikat. Umumnya terjadi pada dewasa. 1

Derivat oxicam NSAID (piroksikam, meloxicam, tenoxicam) dan sulfonamid

merupakan obat yang paling sering menyebabkan terjadinya SSJ di Amerika Serikat

Page 2: Steven Johnson

dan negara-negara Barat lainnya. Di negara lain, obat yang paling sering

menyebabkan SSJ berbeda dengan di negara-negara barat, allopurinol adalah obat

yang paling sering di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Singapura,

Taiwan, dan Hong Kong. Sedangkan di Indonesia, penelitian Adhi Djuanda selama 5

tahun (1998-2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering adalah analgetik/antipiretik

(45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13.3%). Sebagian besar jamu

dibubuhi obat. Kausa lain adalah amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, dan

seftriakson.

Mortalitas / Morbiditas

Morbiditas ditentukan terutama oleh tingkat nekrosis kulit. Ketika nekrosis

kurang dari 10%, BSA (Body surface area), tingkat kematian adalah sekitar 1-5%.

Namun, ketika nekrosis lebih dari 30% BSA, angka kematian adalah antara 25% dan

35%, dan mungkin setinggi 50%. Bakteremia ataupun sepsis juga dapat menyebabkan

kematian.

Ras

Pernah dilaporkan kejadian SSJ ini di dominasi oleh ras Kaukasia.

Seks

Lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan laki-perempuan 2:1.

Umur

Kebanyakan terjadi pada pasien dewasa berumur antara 20-40 tahun, hal tersebut

berhubungan dengan kausa SSJ yang biasanya disebabkan oleh alergi obat. Pada

dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut,

namun pernah dilaporkan kasus terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan.

Page 3: Steven Johnson

ETIOPATOGENESIS

Etiologi

Penyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena

infeksi, vaksinasi, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi.

Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson

Infeksivirus

jamur

bakteri

parasit

Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia

koksidioidomikosis, histoplasma

streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium

tuberculosis, salmonela

malaria

Obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,

kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin,

analgetik/antipiretik

Makanan Coklat

Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X

Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan

Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan

sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21

hari). Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka

hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu

macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan

kausal.

Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,

sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.

Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi

berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap

obat-obatan penyebab.

Page 4: Steven Johnson

Patogenesis

kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang dapat

diidentifikasi. Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit hipersensitivitas yang

diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat,

infeksi virus, dan keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang

mampu menyebabkan sindroma ini. Hingga sebagian

Sekitar 50% penyebab SSJ adalah obat. Peringkat tertinggi adalah obat-obat

Sulfonamid, β−lactam , imidazol dan NSAID, sedangkan peringkat menengah

adalah quinolon, antikonvulsan aromatic dan alopurinol. Beberapa faktor penyebab

timbulnya SSJ diantaranya : infeksi ( virus herpes simplex, dan Mycoplasma

pneumonia, makan (coklat), dan vaksinasi. Faktor fisik ( udara dingin, sinar mathari,

sinar X) rupanya berperan sebagai pencetus ( trigger ). Patogenesis SSJ sampai saat

ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III

dan IV. Oleh karena proses hipersensitivitas , maka terjadi kerusakan kulit sehingga

terjadi :

1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan

2. Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin,

hiperglikemia dan glukosuria

3. Kegagalan termoregulasi

4. Kegagalan fungsi imun

5. Infeksi.

Di Asia Timur, sindroma yang disebabkan carbamazepine dan fenitoin

dihubungkan erat dengan (alel B*1502 dari HLA-B). Sebuah studi di Eropa

menemukan bahwa petanda gen hanya relevan untuk Asia Timur. Berdasarkan dari

temuan di Asia, dilakukan penelitian serupa di Eropa, 61% SSJ/NET yang diinduksi

Page 5: Steven Johnson

allopurinol membawa HLA-B58 (alel B*5801 – frekuensi fenotif di Eropa umumnya

3%), mengindikasikan bahwa resiko alel berbeda antar suku/etnik, lokus HLA-B

berhubungan erat dengan gen yang berhubungan.

GEJALA KLINIS

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang

dapat berupa didahului panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak,

gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul

mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias (stomatitis, konjunctivitis, dan

uretritis). Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa

penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan pada selaput lendir, mulut

dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat

penderita tak dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik.

SSJ biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari

berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot

dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan batang

tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata.

Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit

lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok.

Pada SSJ, pasien mendapat lepuh pada selaput mukosa yang melapisi mulut,

tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata.

Mengenal gejala awal SSJ dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik

untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang yang

mengalaminya. Gejala awal termasuk:

Ruam

Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin

Kulit berupa eritema, papul, vesikel, atau bula secara simetris pada

hampir seluruh tubuh. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga

Page 6: Steven Johnson

terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada

bentuk yang berat kelainannya generalisata

Mukosa di orifisium. Tersering pada mukosa mulut (100%), kemudian

disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan lubang

hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%). Kelainannya

berupa vesikel, bula, yang cepat memecah menjadi erosi, ekskoriasi,

perdarahan dan kusta berwarna merah atau kehitaman. Bula terjadi

mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal. Di mukosa mulut juga

dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak

ialah krusta berwarna hitam tebal. Lesi di mukosa mulut dapat juga

terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esophagus.

Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar/tidak dapat menelan.

Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar

bernapas.

Page 7: Steven Johnson

Pada mata terjadi: terjadi pada 80% dari semua kasus, konjungtivitis

(radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola

mata), konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,

simblefaron, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat

terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan

terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik

dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang

diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid

bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan

imunologis, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, dan

pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Pada darah tepi, anemia dapat dijumpai pada

kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, jika

terdapat leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena infeksi bakterial sehingga

dapat dilakukan kultur darah, jika terdapat peningkatan eosinofil kemungkinan karena

alergi. Pemeriksaan elektrolit diperlukan karena seringnya terjadi gangguan

Page 8: Steven Johnson

keseimbangan dan elektrolit pada SSJ. Pada pemeriksaan immunoglobulin, kadar IgG

dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi

adanya circulating immune complex. Biopsy kulit direncanakan bila lesi klasik tidak

ada. Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung

ditegakkannya diagnosis.

Pada histopatologi. Gambaran histopatologiknya sesuai dengan eritema

multiforme, bervariasi dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrosis epidermal

yang menyeluruh. Kelainan berupa:

1. Infiltrat sel mononukear di sekitar pembuluh-pembuluh dara dermis

superficial.

2. Edema dan ekstravasai sel dara merah di dermis papilar.

3. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel

subepidermal.

4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.

5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

DIAGNOSIS

Diagnosis Steven Johson Syndrome 90% berdasarkan klinis. Jika disebabkan

oleh obat, ada korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya gejala. Diagnosis

ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata,

serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk

target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung

pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan

imunologis, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, dan

pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis SSJ tidak sulit karena gambaran klinisnya khas yakni terdapat trias

kelainan seperti yang telah disebutkan. Karena Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)

Page 9: Steven Johnson

dianggap sebagai bentuk parah SSJ, maka hendaknya dicari apakah terdapat

epidermolisis. Umumnya pasien berbaring, jadi diperiksa punggungnya. Apabila

terdapat epidermolisis, maka diagnosisnya menjadi NET. Pada NET keadaan

umumnya lebih buruk daripada SSJ dan kelainan epidermolisis lebih luas, lebih dari

30% BSA (body surface area). Diagnosis banding yang kedua adalah eritema

multiforme, akan dijelaskan pada gambar dan tabel.

Page 10: Steven Johnson

PENATALAKSANAAN

Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat termasuk

jamu yang dicurigai penyebab reaksi. Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah

keburukan. Jika keadaan umum pasien baik dan lesi tidak menyeluruh cukup

diobtai dengan prednison 30-40 mg sehari. Namun pada pasien SSJ dengan

keadaan umum buruk dan lesi menyeluruh, biasanya dirawat inap dan biasanya

dirawat di ICU. Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving,

dapat digunakan deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5

mg sehari. Biasanya setelah beberapa hari (2-3 hari), masa krisis telah teratasi,

keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak

mengalami invoulsi. Dosisnya segera diturunkan secara cepat, setiap hari

diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet

prednisone, yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari; sehari

kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat terebut dihentikan. Jadi

Page 11: Steven Johnson

lama pengobatan kira-kira 10 hari. Pada anak dengan kotikosteroid parenteral:

deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5

mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang

mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan

penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga

yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa. Beberapa

peneliti menyetujui pemberian kortikosteroid sistemik beralasan bahwa

kortikosteroid akan menurunkan beratnya penyakit, mempercepat kovalesensi,

mencegah komplikasi berat, menghentikan progresifitas penyakit dan mencegah

kekambuhan. Beberapa literature menyatakan pemberian kortikosteroid sistemik

dapat mengurangi inflamasi dengan cara memperbaiki integritas kapiler, memacu

sintesa lipokotrin, menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu kortikosteroid

dapat meregulasi respons imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin.

Mereka yang tidak setuju pemberian kortikosteroid beragumentasi bahwa

kortikosteroid akan menghambat penyembuhan luka, meningkatkan resiko

infeksi, menutupi tanda awal sepsis, perdarahan gastrointestinal dan

meningkatkan mortalitas. Pada pengobatan dengan kortikosteroid ini hendaknya

dilakukan cepat karena umumnya penyebab SSJ ialah eksogen (alergi), jadi

berbeda dengan penyakit autoimun (endogen), misalnya pemfigus. Faktor lain

yang harus dipertimbangkan yaitu harus tapering off 1-3 minggu. Bila tidak ada

perbaikan dalam 3-5 hari, maka sebaiknya pemberian kortikosteroid dihentikan.

Antibiotik digunakan selain untuk mencegah infeksi sekunder akibat SSJ, juga

akibat penggunaan tinggi dosis kortikosteroid, maka imunitas pasien berkurang.

Antibiotik yang dipilih, hendaknya yang jarang menyebabkan alergi,

berspektrum luas, bersifat bakterisidal, dan tidak atau sedikit nefrotoksik,

misalnya klindamisin 8-16 mg/kg/hari secara intravena, diberikan 2 kali/hari dan

juga seftriakson dengan dosis 2 gram intravena sehari 1x1. Antibiotic yang

paling beresiko tinggi adalah β-lactam dan sulfa jangan digunakan. Untuk terapi

awal dapat diberikan antibiotic spectrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil

biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Page 12: Steven Johnson

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam

dan tinggi protein, karena kortikosteroid bersifat katabolik. Setelah seminggu

diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan kalium

dapat diberikan KCL 3x500 mg per os.

Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral. Terlebih

karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di

tenggorokan dan kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infuse,

misalnya dekstrosa 5%, NaCl 9% dan ringer laktat berbanding 1:1:1 dalam 1 kolf

yang diberikan 8 jam sekali.

Transfusi darah dapat dipertimbangkan jika dalam 2 hari tidak ada perbaik

dengan terapi cairan, maka dapat diberikan transfusi darah whole blood sebanyak

300cc selama 2 hari berturut-turut. Efek transfuse dengan whole blood adalah

sebagai imunorestorasi, bila terdapat leukopenia prognosisnya menjadi buruk,

setelah diberi transfuse leukosit cepat menjadi normal. Jadi indikasi pemberian

transfuse darah pada SSJ dan NET ialah:

1. Bila telah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat setelah 2 hari

belum ada perbaikan. Dosis adekuat untuk SSJ 30 mg deksametason sehari.

2. Bila terdapat purpura generalisata.

3. Jika terdapat leukopenia.

Pada kasus purpura luas dapat pula ditambahkan vit C 500 mg atau 1000 mg

sehari iv.

Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Pada daerah erosi dan ekskoriasi

dapat diberikan krim sulfadiazine perak. Bula di kulit dirawat dengan kompres

basah larutan Burowi. Untuk lesi mulut dapat diberikan kenalog in orabase dan

betadine gargle. Untuk bibir yang biasanya kelainannya berupa krusta tebal dapat

diberikan emolien misalnya krim urea 10%. Pemberian obat tetes mata baik

antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologis setiap 2 jam, untuk mencegah

timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringan pada bola mata.

Page 13: Steven Johnson

PROGNOSIS

Jika bertindak tepat dan cepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila

terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan

umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan

kematian.

Persentase kematian di berbagai kota di Indonesia bervariasi. Dalam publikasi

Sri Lestari dan Adhi Djuanda pada tahun 1994 dicantumkan angka kematian di

berbagai kota di Indonesia. Angka kematian di RS Dr. Kariadi Semarang 14.6%, RS

DR. Soetomo Surabaya 5.1%, RS Dr. Sardjito Yogyakarta 7.0%, RS Wangaya

Denpasar 9% dan RS Denpasar 20%; sedangkan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo

4%. Laporan terakhir dari RS Dr. Saiful Anwar, Malang 8.7%. Sedangkan di RS Dr.

Cipto Mangunkusumo hanya 1 %.

KESIMPULAN

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis

erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,

mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SSJ sukar

ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada

umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.

Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan

dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) dan reaksi

hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV). Diagnosis

banding dari Sindrom Steven Johnson ada 2 yaitu , Nekrolisis Epidermal Toksik

(NET) dan Eritema Multiforme.

Penanganan Sindrom Steven Johnson dapat dilakukan dengan memberi terapi

cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita dengan

keadaan umum berat. Pemberian antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan

hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Serta

penggunaan steroid sistemik, namun beberapa pendapat masih kontroversi, ada yang

mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan

Page 14: Steven Johnson

penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang

menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.

Page 15: Steven Johnson

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M. Sindrom Stevens-Johnson. In: Djuanda A, editor. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2005. p.163-65.

2. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd ed.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.p.141-42.

3. Djuanda A, Hamzah M. Nekrolisis Epidermal Toksis. In: Djuanda A, editor.

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. p.166-67.

4. Harsono A. Sindroma Stevens Johnson: Diagnosis dan Penatalaksanaan. In:

Harsono A, editor. Proceeding of Divisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK-UNAIR RSU Dr. Soetomo; 2006 July 29-30. Surabaya,

Indonesia.

5. Diagnosis Treatment and Prognosis Stevens Johnson Syndrome. Available at

http://www.sjsyndrome.com/diagnosis.html. Accessed on Mei 30,2011.

6. Sindrom Stevens Johnson. Available at

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/16/sindrom-steven-johnson/.

Accessed on Mei 30,2011.

7. Sindrom Stevens Johnson. Available at

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/16/sindrom-steven-johnson/.

Accessed on Mei 30,2011.

8. Sindrom Stevens Johnson. Available at

http://www.merck.com/mmpe/sec10/ch117/ch117i.html. Accessed on Mei

30,2011.

Page 16: Steven Johnson

9. Ghislain PD, Roujeau JC. Treatment of severe drug reactions: Stevens-Johnson

Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis and Hypersensitivity syndrome.

Dermatol Online J 2002; 8(1):5.

10. Stevens Johnsons syndrome in Emergency Medicine. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview#a0104. Accessed on

Mei 30,2011.