perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SOAL CERITA SISWA KELAS V SD KECAMATAN WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : STEF RIKO SAPUTRA X7107079 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SOAL CERITA
SISWA KELAS V SD KECAMATAN WONOGIRI
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh :
STEF RIKO SAPUTRA
X7107079
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SOAL CERITA
SISWA KELAS V SD KECAMATAN WONOGIRI
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh :
STEF RIKO SAPUTRA
X7107079
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SOAL CERITA
SISWA KELAS V SD KECAMATAN WONOGIRI
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh :
STEF RIKO SAPUTRA
X7107079
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan Kemampuan Membaca Pemahaman Terhadap Hasil Belajar
Matematika Soal Cerita Siswa Kelas V SD Kecamatan Wonogiri Tahun Pelajaran
Oleh :
Nama : STEF RIKO SAPUTRA
NIM : X7107079
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hari : Selasa
Tanggal : 29 November 2011
Oleh:
Pembimbing I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
HALAMAN MOTTO
1. Student learn best by actively constructing their own understanding
(CTL Academy Fellow, 1999)
(Cara belajar terbaik yaitu siswa mengkonstruksikan pemahamannya
sendiri secara aktif)
2. He who has not tasted bitter things, knows not what sweet is. (German
Proverbs)
(Dia yang belum merasakan pahit, tidak mengerti rasa manis itu seperti
apa)
3. Parents can only give good advice or put them on the right paths, but
the final forming of a person's character lies in their own hands. (Anne
Frank)
(Orang tua hanya bisa memberi nasihat yang baik atau menempatkan
mereka pada jalan yang benar, tetapi akhir pembentukan karakter
seseorang terletak di tangan mereka sendiri.)
4. make your own by experience.
(Penulis)
Belajar bukan hanya menyalin sebuah kamus, tetapi membuatnya
sendiri menurut pengalaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan
kepada:
1. Bapak Joko Harianto dan
Ibu Sri Wiji, orang tua yang
selalu merajut kehidupan saya.
2. Kedua adik saya, Loudi dan
Andre, tanpa mereka saya tidak
pernah menyangka bahwa hari
seperti ini akan ada.
3. Alamamater UNS yang
membanggakan, serta
4. Persahabatan dalam Klan
Stifler dan C-Lover yang
hangatnya takkan tergantikan.
Terima Kasih.
Tuhan Memberkati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis senantiasa panjatkan kepada Tuhan yang begitu baik
melimpahkan kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi
dengan judul Contextual Teaching and Learning (CTL)
dan Kemampuan Membaca Pemahaman Terhadap Hasil Belajar Matematika Soal
. Penulis
sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagai
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Dalam proses penyusunan skripsi
ini penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan
sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. R.Indianto, M. Pd. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
3. Drs. Hadi Mulyono, M. Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Prof. Dr. H. Soegiyanto, SU. Dosen Pembimbing I dan Drs. Chumdari, M.Pd.
Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
dorongan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.
5. Sri Saparinsih, S.Pd. Kepala SDN 1 Pokoh Kidul, Endang Kristini, SR, BA.
Kepala SDN 2 Sendang, serta Sukarsih Heni Yanti, S.Pd. Kepala SDN 3
Wuryorejo, yang telah memberikan ijin tempat, dan bantuan dalam penelitian.
6. Ngatini, A.Ma Guru kelas V SDN 1 Pokoh Kidul, Siti Nur Harjati Budi
Hastuti, S.Pd Guru kelas V SDN 2 Sendang, dan Sri Hartati, S.Pd Guru kelas V
SDN 3 Wuryorejo, Siswa-siswi beserta segenap pihak sekolah yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
7. Segenap Dosen PGSD UNS yang secara tulus memberikan ilmu dan masukan
kepada peneliti.
8. Keluargaku yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, serta dukungan baik
material maupun spiritual.
9. Keluarga mahasiswa PGSD UNS khususnya Retno Witanti yang telah
membantu peneliti selama menjadi mahasiswa dan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung maupun
tidak langsung, yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa karya ini masih
belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak sangat diharapkan. Akhirnya semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 12 Desember 2011
Penulis
STEF RIKO SAPUTRA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
ABSTRAK ...................................................................................................... xv
ABSTRACT ....................................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 6
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 8
1. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 8
2. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Konvensional ................. 17
3. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca Pemahaman ................ 22
4. Tinjauan Tentang Hasil Belajar Metematika Soal Cerita .............. 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
Halaman
B. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................. 50
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 51
D. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 53
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 55
B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 55
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 58
D. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 59
E. Instrumen Penelitian ............................................................................. 61
F. Rancangan Penelitian ........................................................................... 68
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 71
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian ............................................................................. 78
3. Histogram Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Contextual Teaching and Learning. ..................................................................... 84
4. Histogram Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Konvensional ..................................................................................... 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR TABEL Tabel: Halaman
2.1. Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendekatan Tradisional .......... 20
3.2. Kisi-Kisi Soal Tes Hasil Belajar Matematika Soal Cerita Siswa Kelas V ................................................................................. 64
3.4 Klasifikasi Daya Beda Soal (D)....................................................... 68
3.5 Rancangan Analisis Faktorial 2 x 2 ................................................. 69
3.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalur ........................................ 77
4.1. Hasil Pengelompokan Data Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Contextual Teaching and Learning. ...................................... 84
4.2. Hasil Pengelompokan Data Hasil belajar Matematika Siswa Kelas Konvensional ........................................................................ 85
4.3. Hasil Uji Normalitas ....................................................................... 86
4.4. Hasil Uji Homogenitas ................................................................... 86
4.5. Rangkuman Anava Dua Jalan dengan Frekuensi Sel Tak Sama ................................................................................................ 87
4.6. Rangkuman Rataan Antar Sel dan Rataan Marginal ...................... 88
2. Instrument Pretest Hasil Belajar ........................................................ 179
3. Instrument Postest Hasil Belajar ........................................................ 184
4. Instrument Kemampuan Membaca Pemahaman ............................... 190
5. Hasil Pengamatan Siswa dan Guru .................................................... 201
6. Uji Validitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda dan Reliabilitas Soal Pretest ..................................................................... 204
7. Uji Validitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda dan Reliabilitas Soal Postest ..................................................................... 219
8. Uji Validitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda dan Reliabilitas Soal Kemampuan Membaca Pemahaman ...................... 212
9. Skor Jawaban Pretest Kelas Eksperimen ........................................... 215
10. Skor Jawaban Pretest Kelas Kontrol ................................................. 216
11. Daftar Nilai Pretest ............................................................................ 217
12. Uji Normalitas Data Pretest ............................................................... 218
13. Uji Homogenitas Data Pretest ........................................................... 220
15. Skor Jawaban Kemampuan Membaca Pemahaman Kelas Eksperimen ........................................................................................ 223
16. Skor Jawaban Kemampuan Membaca Pemahaman Kelas Kontrol ............................................................................................... 224
17. Skor Jawaban Postest Kelas Eksperimen .......................................... 225
18. Skor Jawaban Postest Kelas Kontrol ................................................. 226
19. Data Induk Penelitian ......................................................................... 227
20. Distribusi Frekuensi Data .................................................................. 228
24. Tabel-Tabel Statistik .......................................................................... 243
25. Rekap nilai UAS SD Kec. Wonogiri semester I 2010/2011 ............. 250
26. Gambar Pembelajaran Penelitian ....................................................... 252
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
ABSTRAK
Stef Riko Saputra. X7107079. PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SOAL CERITA SISWA KELAS V SD KECAMATAN WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. November. 2011.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar matematika soal cerita siswa kelas V SD ditinjau dari kemampuan membaca pemahaman siswa.Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu (Quasi experimental research). Populasi adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri. Sampel diambil dengan Cluster Random Sampling sejumlah tiga kelas, yaitu kelas eksperimen, kelas kontrol dan kelas uji coba. Kelas eksperimen berjumlah 32 siswa dan kelas kontrol berjumlah 34 siswa untuk memenuhi persyaratan sebagai sampel maka dilaksanakan uji keseimbangan kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan Uji t. Data penelitian ini berupa hasil belajar dan tingkat kemampuan membaca pemahaman. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas metode Liliefors yang digunakan untuk menguji keadaan distribusi sampel, uji homogenitas dengan metode Bartlet. Uji hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalur.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) ada pengaruh antara model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran. Hasil belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran CTL lebih baik daripada model pembelajaran konvensional, dengan harga statistik uji FA > Ftabel, yaitu 4,480 > 3,996 dan rata-rata nilai hasil belajar dari siswa yang dikenai model pembelajaran Contextual Teaching and Learning lebih besar dari model pembelajaran konvensional, yaitu 76,69 > 72,74. (2) Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap hasil belajar matematika siswa, dengan harga statistik uji Fb > Ftabel, yaitu 38,428 > 3,996 dan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan membaca pemahaman tinggi lebih besar daripada rata-rata hasil belajar siswa yang mempunyai kemampuan membaca pemahaman rendah yaitu 80,68 > 68,25. (3) Tidak terdapat interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar matematika siswa, dengan dengan harga statistik uji Fab < Ftabel, yaitu 0,206 < 3,996.
Kata Kunci : Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Membaca Pemahaman, Hasil Belajar Matematika Soal Cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
ABSTRACT
Stef Riko Saputra. X7107079. THE EFFECTS OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) MODEL APPLICATION AND READING COMPREHENSION SKILL ON THE LEARNING ACHIEVEMENT IN MATHEMATICAL WORD PROBLEMS FIFTH GRADE ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS OF SUBDISTRICT WONOGIRI YEAR 2011/2012. Skripsi. Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta. November 2011.
The aim of the research is to find out the effects of Contextual Teaching and Learning (CTL) model application on the learning achievement in mathematical word problems reading comprehension skill. This research uses quasi-experimental methods (Quasi experimental research). Population is the entire fifth grade students in subdistrict Wonogiri. samples were selected with Cluster Random Sampling amounts of three classes, the experimental class, control class and the test class. Experimental class is amount to 32 students and control class is amount to 34 students, to qualify as a sample of the test carried out beginning balance ability between the experimental group and control group by Matching Test. This research data is learning achievement and reading comprehension skill level. Analysis of the data in this research uses the normality test Liliefors methods to test the state distribution of samples, the test of homogenity by the method of Bartlet. The test of hypothesis by two way anova.
Based on this research can be concluded that (1) there is effect between learning models which used in class. learning achievement in mathematics with Contextual Teaching and Learning model is better than conventional model, which FA > Ftabel, 4,480 > 3,996 and learning achievement average with Contextual Teaching and Learning model had an advantage than conventionally, 76,69 > 72,74. (2) there is a significant effect reading comprehension skill level and learning achievement, which Fb > Ftabel, 38,428 > 3,996 and
learning achievement average who have high reading comprehension skill level learning achievement average who have low reading comprehension skill level 80,68 > 68,25 (3) there is no interactions between learning models and reading comprehension skill level in learning achievement, which Fab < Ftabel, 0,206 < 3,996.
Key words : Contextual Teaching and Learning model (CTL), Reading Comprehension Skill, Mathematical Words Problems Learning Achievement.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi yang sangat pesat mempunyai pengaruh yang
sangat besar didalam dunia pendidikan. Dengan berkembangnya teknologi ini
mengakibatkan berkembangnya ilmu pengetahuan yang memiliki dampak positif
maupun negatif. Perkembangan teknologi yang dimulai dari negara-negara maju ini
mengakibatkan Indonesia sebagai negara berkembang perlu mensejajarkan diri
dengan negara-negara yang sudah maju tersebut. Pendidikan matematika merupakan
salah satu fondasi dari kemampuan sains dan teknologi. Pemahaman terhadap
matematika, dari kemampuan yang bersifat keahlian sampai kepada pemahaman
yang bersifat apresiatif akan berhasil mengembangkan kemampuan sains dan
teknologi yang cukup tinggi (Buchori, 2001: 120-121).
Di satu sisi, matematika dianggap sangat penting bagi kehidupan manusia
karena memiliki keterkaitan dan menjadi pendukung berbagai bidang ilmu serta
berbagai aspek kehidupan manusia. Tetapi di sisi lain, matematika juga dianggap
sebagai suatu mata pelajaran yang cukup sulit bagi siswa, bahkan cukup
mengkhawatirkan (menakutkan) bagi beberapa siswa. Hal ini mungkin karena
matematika memiliki sifat abstrak, atau karena dalam pembelajaran, matematika
diposisikan terlalu tinggi atau di awang-awang (terlalu menonjolkan sifat deduktif
aksiomatik) dan kurang membumi atau kurang realistik, kurang dikaitkan dengan
kenyataan-kenyataan yang ada atau yang biasa ditemui siswa dalam lingkungan
kehidupan siswa atau pun juga karena guru menganggap siswa sebagai botol kosong
yang perlu diisi dan kurang memperhatikan bahwa sebenarnya siswa dapat
membangun/mengkonstruksi pengertian sendiri terhadap suatu konsep pengetahuan
(Hartini, 2008: 8).
Mengingat akan pentingnya matematika dalam pengembangan generasi
melalui kemampuan mengadopsi maupun mengadakan inovasi sains dan teknologi di
era globalisasi, maka tidak boleh dibiarkan adanya generasi muda yang buta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
matematika. Kebutaan matematika yang dibiarkan menjadi suatu kebiasaan,
membuat masyarakat kehilangan kemampuan berpikir secara disipliner dalam
menghadapi masalah-masalah nyata. Pendidikan merupakan proses untuk membantu
manusia dalam mengembangkan dirinya dan untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia, sehingga manusia mampu untuk menghadapi setiap perubahan
yang terjadi, menuju arah yang lebih baik. Namun kenyataannya prestasi belajar
mata pelajaran matematika pada kelas V sekolah dasar di Kecamatan Wonogiri
masih rendah dibanding dengan prestasi belajar mata pelajaran lain. Hal ini
dibuktikan dari rekap nilai hasil UAS SD/MI Kecamatan Wonogiri semester I tahun
pelajaran 2010/2011. Rata-rata nilai hasil UAS di Kecamatan Wonogiri pada tahun
2010/2011 pada kelas V yaitu Bahasa Indonesia 71.21; IPA 73.42; IPS 69.12;
Matematika 67.64; dan PKn 72.02. Berdasarkan data nilai rata-rata beberapa mata
pelajaran di atas dapat diketahui nilai rata-rata matematika masih rendah daripada
nilai rata-rata pelajaran lain. Rata-rata nilai tertinggi adalah pelajaran IPA dengan
nilai rata-rata 73,42 sedangkan matematika nilai rata-ratanya hanya 67,64. Hal ini
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas V SD di Kecamatan Wonogiri pada
pelajaran matematika masih rendah.
Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan
maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau
murid (Syaiful Sagala, 2006: 61). Mengajar bukan semata persoalan menceritakan.
Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak
siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Dalam hal
inilah keaktifan siswa dalam belajar sangat diperlukan. Siswa harus menggunakan
otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka
pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, penuh semangat dan bergairah.
Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan
berpikir keras (moving about dan thinking about). Bukan hanya itu, siswa perlu
sesuatu dengan cara mereka sendiri,
menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan ketrampilan dan mengerjakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tugas yang menuntut pengetahuan yang harus mereka dapatkan (Silberman, Melvin
L, 2004 : 1-2).
Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan
menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang
diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar siswa dalam
pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena dalam proses siswa kurang
dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran cenderung berpusat
pada guru, dan klasikal. Selain itu siswa kurang dilatih untuk menganalisis
permasalahan matematika, jarang sekali siswa menyampaikan ide untuk menjawab
pertanyaan bagaimana proses penyelesaian soal yang dilontarkan guru. Dari
beberapa model pembelajaran, ada model pembelajaran yang menarik dan dapat
memicu peningkatan penalaran siswa yaitu model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL). Model pembelajaran CTL Merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat (Depdiknas, 2002: 1). Pada dasarnya, pembelajaran CTL atau
kontekstual adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajaran ini siswa harus dapat
mengembangkan kemampuan dan pemahaman konsep matematika untuk
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran matematika mempunyai
tujuan yang sangat luas, salah satu tujuannya adalah agar siswa memiliki
kemampuan menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya dalam soal-soal. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran
CTL perlu diberikan oleh guru dalam proses belajar, agar dapat mencapai hasil
belajar yang lebih baik.
Belajar dengan model pembelajaran CTL akan mampu mengembangkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah serta mengambil
keputusan secara objektif dan rasional. Disamping itu juga akan mampu
mengembangkan kemampuan berfikir kritis, logis, dan analitis. Karena itu siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berfikir secara kritis dan mandiri. Dengan
menggunakan model pembelajaran CTL diharapkan siswa mampu menyelesaikan
soal-soal cerita matematika dengan baik. Penerapan model pembelajaran CTL dalam
pembelajaran matematika khususnya soal cerita melibatkan siswa untuk dapat
berperan aktif dengan bimbingan guru, agar peningkatan kemampuan siswa dalam
memahami konsep dapat terarah lebih baik.
Dalam mata pelajaran matematika, sebagai upaya agar materi yang
disampaikan benar benar dapat diterima dan dikuasai oleh siswa dapat dilakukan
dengan memberikan soal soal, salah satunya yaitu dengan memberikan soal cerita.
Secara umum, langkah-langkah yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan soal
cerita antara lain membaca dan memahami soal. Dengan membaca dan memahami
soal diharapkan siswa dapat menceritakan kembali soal tersebut dengan kata-kata
sendiri. Kemungkinan siswa menentukan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dari soal yang diberikan. Pada langkah ini siswa menggunakan bilangan-
bilangan yang beserta dengan hubungannya kemudian membuat model
matematikanya. Apabila model matematika yang dimaksud telah ditentukan, siswa
menyelesaikan model matematika tersebut dengan melakukan operasi-operasi
aritmatika dan aljabar beserta algoritmanya. Dan langkah terakhir siswa
menggunakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan dalam
soal dengan menggunakan kalimat jawab. Kebanyakan siswa menganggap langkah-
langkah tersebut terlalu rumit. Biasanya siswa-siswa berpikir praktis hanya
mempelajari jawaban dari contoh-contoh soal, lalu menghafalkannya, tanpa
memahami konsep-konsep yang seharusnya dipelajari dan dipahami. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan anak dalam kegiatan membaca pemahaman. (Hidayah
Adi Romanita, 2008: 5-6)
Kemampuan membaca pemahaman menjadi bagian dari penguasaan dan
perbendaharaan kata, tema topik dan pengalaman baru yang setiap saat menjadi lebih
meningkat. Dengan seringnya membaca dan beragam tema bacaan yang dibaca
siswa, maka siswa makin terbuka dalam memperoleh tambahan sejumlah kata-kata
dan memperkaya katanya serta wawasan pengetahuan dan pengalaman. Penguasaan
sejumlah kata sangat diperlukan untuk menentukan sebuah kalimat yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
makna. Makna kalimat tersebut sedemikian komplek sehingga kemampuan
menyusun kalimat yang tepat dan mudah ditangkap maknanya oleh lawan bicara atau
pendengar dalam bentuk bahasa lisan dalam bercerita memerlukan pembendaharaan
kata dan kejelasan tema atau topik. Usaha memperkaya kata tema-tema dan topik-
topik baru melalui membaca pemahaman perlu dilakukan secara terus menerus yang
disesuaikan dengan usia tingkat perkembangan dan pengalaman siswa,
penggunaannya disesuaikan pula dengan perkembangan dan tingkat kesulitannya
(Depdikbud, 1993: 17-19).
Atas dasar uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui adakah
pengaruh penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
dan kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap hasil belajar matematika soal
cerita. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mengangkat judul Pengaruh
Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Kemampuan
Membaca Pemahaman terhadap Hasil Belajar Matematika Soal Cerita Siswa Kelas V
SD Kecamatan Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, terdapat beberapa
masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Berbagai masalah tersebut
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal cerita matematika
mengakibatkan hasil belajar matematika siswa menjadi rendah.
2. Penerapan model pembelajaran yang tepat akan mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal cerita.
3. Keberhasilan pembelajaran matematika khususnya soal cerita dipengaruhi oleh
tingkat kemampuan membaca siswa dalam memahami soal yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Pembatasan Masalah
Agar hasil penelitian ini lebih mendalam dan permasalahan yang dikaji tidak
menyimpang dari tujuan penelitian maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) atau
pembelajaran kontekstual.
2. Aspek kemampuan membaca dibatasi pada kemampuan siswa dalam memahami
isi bacaan secara cepat dan tepat.
3. Hasil belajar siswa dibatasi pada hasil belajar matematika tentang soal cerita
siswa kelas V SD.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh penerapan model Contextual Teaching and Learning
(CTL) terhadap hasil belajar matematika soal cerita siswa kelas V SD?
2. Apakah ada pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar
matematika soal cerita siswa kelas V SD?
3. Apakah ada pengaruh penerapan model Contextual Teaching and Learning
(CTL) dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap
hasil belajar matematika soal cerita siswa kelas V SD?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh penerapan model Contextual Teaching and Learning
(CTL) terhadap hasil belajar matematika soal cerita siswa kelas V SD.
2. Mengetahui pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar
matematika soal cerita siswa kelas V SD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Mengetahui pengaruh penerapan model Contextual Teaching and Learning
(CTL) dan kemampuan membaca pemahaman secara bersama-sama terhadap
hasil belajar matematika soal cerita siswa kelas V SD.
F. Manfaat Penelitian
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan matematika. Secara rinci manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian penggunaan model Contextual Teaching
and Learning (CTL) dan kemampuan membaca pemahaman ini dapat
dimanfaatkan untuk menambah khasanah pengetahuan mengenai pembelajaran
soal cerita pada mata pelajaran matematika terhadap dunia pendidikan serta
kepada para pembaca pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi peserta didik
Dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran
matematika khususnya pada soal cerita.
b) Bagi guru
Memberikan masukan pada guru untuk meningkatkan kemampuan
membaca pemahaman serta menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) khususnya pada soal cerita matematika.
c) Bagi sekolah
Sebagai acuan dalam penerapan dalam penyelesaian masalah
pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar
peserta didik. Siswa mampu menerapkan cara belajar dengan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam kelas dengan
kehidupan nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Belajar
Lee J Cronbach dalam Sumadi Suryabrata (1984: 231) menyatakan
bahwa yang
artinya belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Ernest R. Hilgard dalam Sumadi
Suryabrata (1984: 252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya
berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Howard L. Kingsley
dalam Djamarah (2008:13) menyatakan bahwa
behavior (in broader sense) is originated or changed through practice or
yang artinya belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti
luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Winkel (2005: 59)
merumuskan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
sejumlah perubahan dalam pemahaman-pemahaman, keterampilan dan nilai-
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.
James P. Chaplin (2002: 272) membatasi belajar (learning) dengan dua
macam rumusan. Pertama
yang artinya belajar
adalah perolehan dari sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah
laku, sebagai hasil dari praktek atau hasil pengalaman. Kedua
yang artinya belajar yaitu
proses mendapatkan reaksi-reaksi sebagai hasil dari praktek dan latihan khusus.
Hintzman dalam Muhibbin Syah (2009: 65) menyatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yang artinya belajar merupakan perubahan yang terjadi
dalam diri organisme, manusia atau hewan disebabkan oleh pengalaman yang
dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Muhibbin Syah (2009: 68)
menjelaskan bahwa belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang
relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan aspek kognitif. Daryanto (2010: 2) menyatakan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oemar Hamalik (1999: 36-37) mendefinisikan dua pengertian yang
umum tentang belajar yaitu;
1) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing)
2) Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah proses perubahan pada diri seseorang yang relatif positif ditandai dengan
adanya perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
kecakapan dan kebiasaan sebagai hasil dari latihan dan pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
b. Pengertian Model
Menurut Udin S. Winataputra (1992: 34) secara umum istilah model
diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain model juga diartikan sebagai
barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti, globe adalah
model dari bumi tempat kita hidup. James P. Chaplin (2002: 306) mendefinisikan
model dengan empat macam pengertian. Pertama, model berarti satu kopi,
tembusan, salinan, turunan dari sesuatu. Kedua, satu bentuk ideal, atau standar.
Ketiga, satu penyajian fisik dari satu sistem untuk memperlihatkan cara kerja
sistem tersebut. Keempat, satu kumpulan asumsi atau postulat, seringkali dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
bentuk matematis yang berusaha untuk menetapkan konsepsi kerja yang
digeneralisasikan, yang dapat menerangkan data empitris atau relasi empiris.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, menyatakan bahwa model
adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem,
atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya
dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar
rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis
(http://id.wikipedia.org/ wiki/Model diakses tanggal 17 april 2011 jam 15.00 wib).
Dalam konteks pembelajaran, Joyce dan Weil mendefinisikan model
sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
suatu kegiatan. Soekamto (1997: 5) mengemukakan model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
c. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Elaine B. Johnson (2002: vii) mendefinisikan Contextual Teaching and
Learning (CTL) sebagai berikut: Contextual teaching and learning is a system of
instruction based on the philosophy that students learn when they can connect
new information with prior knowledge and their own experience
Yang artinya CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada
filosofi bahwa peserta didik mampu menyerap pelajaran apabila mereka
menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan menangkap
makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Johnson (2002: 25) juga berpendapat bahwa Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah:
An educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim the system encompasses the following eight components: making meaningful
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reach reaching high standards, using authentic assessment
Yang artinya sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang
bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik dalam
kontek kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi,
sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, system tersebut meliputi
delapan komponen: membuat keterkaitan keterkaitan yang bermakna, melakukan
pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan
kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik.
Menurut Rosalin (2008: 72) model pembelajaran kontekstual (CTL)
merupakan model pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kecakapan
hidup, di mana dalam hal ini pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan
peserta didik agar mereka belajar menerapkan isi pelajaran dalam pemecahan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Nurhadi (2009: 14)
menerjemahkan bahwa pembelajaran CTL (contextual teaching and learning)
adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sendiri. Pada pembelajaran kontekstual, mata pelajaran
diintegrasikan antara satu dengan yang lain agar sesuai dengan kehidupan nyata,
dimana pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik sehingga
memungkinkan mereka untuk belajar menerapkan isi mata pelajaran dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model pembelajaran yang
menekankan keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menkonstruksikan
pengetahuannya sendiri serta menghubungkan materi dengan situasi kehidupan
nyata peserta didik sehingga peserta didik mampu menangkap makna dalam
materi akademis yang di terima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
d. Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning (CTL)
Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam
semesta itu hidup, tidak diam, dan bahwa alam semesta ditopang oleh tiga prinsip
kesalingbergantungan, diferensiasi, dan organisasi diri, harus menerapkan
pandangan dan cara berpikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut Johnson (2004: 15) tiga pilar dalam sistem CTL, yaitu:
to interract with their environment in terms of symbols or conceptualizations.
Keterampilan intelektual memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan
lingkungannya dalam bentuk simbol-simbol maupun konseptualisasi.
2) Strategi kognitif (cognitive strategies), cognitive strategies are special and
very important kind of skills. They are the capabilities that govern the
and thinking behavior. Strategi
kognitif merupakan jenis keterampilan yang istimewa dan sangat penting.
Strategi-strategi tersebut yaitu kemampuan yang menentukan pembelajaran
individu itu sendiri, mengingat, dan tingkah laku berpikir.
3) Informasi verbal/lisan (verbal information), verbal information is the kind of
knowledge we are able to state. It is knowing that, or declarative knowledge.
Informasi verbal/lisan merupakan jenis pengetahuan yang memungkinkan kita
untuk menyatakan sesuatu. Informasi tersebut yaitu mengetahui sebab, atau
pengetahuan untuk menyatakan sesuatu.
4) Keterampilan motoris (motor skills), another kind of capability we expect
human beings to learn is a motor skill (Fitts and Posner, 1967; Singer, 1980) ...
a motor skill is one of the most obvious kinds of human capabilities. Fitts and
Posner, 1967; Singer, 1980 dalam Gagne (1992: 47) menyatakan bahwa jenis
kemampuan yang lain yang kami harapkan untuk dipelajari oleh umat manusia
adalah keterampilan motoris ... keterampilan motoris adalah satu yang paling
nyata dari sekian banyak jenis kemampuan manusia.
5) Sikap (attitude), considered as a human capability, an attitude is a persisting
Sebagai kemampuan
manusia, sikap merupakan pernyataan yang mengubah pilihan individu untuk
bertindak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Bloom, dkk dalam Winkel (2005: 272-276) mengklasifikasikan hasil
belajar menjadi 3 ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.
1) Ranah kognitif (cognitive domain) berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek, yakni:
a) Pengetahuan (knowlegde), mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. hal-hal itu dapat meliputi fakta,
kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang
disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan
mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).
b) Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan untuk menangkap
makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan; mengubah data
yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus
matematika kedalam bentuk kata-kata; membuat perkiraan tentang
kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.
Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan 1 (pengetahuan)
c) Penerapan (application), mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu
kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus/problem yang konkret dan
baru. Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada
persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada
pemecahan problem baru. kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada
kemampuan 2 (pemahaman), karena memahami suatu kaidah belum tentu
membawa kemampuan untuk menerapkannya terhadap suatu kasus atau
problem baru.
d) Analisis (analisys), mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan
kedalam begian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya
dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam
penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar,
bersama dengan hubungan/relasi antara semua bagian itu. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan 3 (penerapan), karena sekaligus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
harus ditangkap adanya kesamaan dan adanya perbedaan antara sejumlah
hal.
e) Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain,
sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dalam membuat suatu rencana, seperti penyusunan satuan pelajaran atau
proposal penelitian ilmiah, dalam mengembangkan suatu skema dasar
sebagai pedoman dalam memberikan ceramah dan lain sebagainya.
Kemampuan ini setingkat lebih daripada kemampuan 4 (analisis), karena
dituntut kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi.
f) Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan
pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu.
2) Ranah afektif (affective domain) berkenaan dengan sikap menurut Kratwohl,
Bloom, dkk dalam winkel (2005: 276-278) terdiri dari lima aspek yakni:
a) Penerimaan (receiving), mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang
dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran
atau penjelasan yang diberikan oleh guru.
b) Partisipasi (responding), mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara
aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c) Penilaian/penentuan sikap (valuing), mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan
penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima, menolak atau
mengabaikan; sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan
konsisten dengan sikap batin.
d) Organisasi (organization), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai
yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai: mana yang
pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.
e) Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex),
mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan
nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.
3) Ranah psikomotorik (Psychomotoric Domain) berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Simpson ada tujuh aspek
psikomotorik yakni:
a) Persepsi (perception), mencakup kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan
pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.
b) Kesiapan (set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam
keadaan akan memulai sustu gerakan atau rangkaian gerakan.
c) Gerakan terbimbing (guided response), mencakup kemampuan untuk
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang
diberikan (imitasi).
d) Gerakan yang terbiasa (mechanical response), mencakup kemampuan untuk
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih
secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.
e) Gerakan yang kompleks (complex response), mencakup kemampuan untuk
melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen,
dengan lancar, tepat, dan efisien.
f) Penyesuaian pola gerakan (adjustment), mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi
setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah
mencapai kemahiran.
g) Kreativitas (creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola
gerak yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara
ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai
isi bahan pengajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa hasil belajar adalah suatu bentuk pencapaian perubahan perilaku yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses
belajar yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Purwanto (2002: 107) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar meliputi: a. Faktor dari luar, meliputi: lingkungan yang terdiri dari
lingkungan alam dan lingkungan sosial dan instrumental yang terdiri dari
kurikulum/ bahan pelajaran, guru/ pengajar, sarana dan fasilitas, administrasi/
manajemen; Faktor dari dalam, meliputi fisiologis yang terdiri dari kondisi fisik
dan panca indera dan psikologis yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan,
motivasi, dan kemampuan kognitif.
Menurut Sudjana (1989: 39-
dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang
ri diri
siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu faktor kemampuan
yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi, faktor fisik
dan psikis. Sungguhpun demikian, hasil yang dapat diraih masih tergantung pada
lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi
hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud kualitas
pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar
dalam mencapai tujuan pengajaran. Caroll dalam Sudjana (1989: 40) berpendapat
bahwa hasil belajar yang dicapai siswa di pengaruhi oleh lima faktor, yakni (a)
bakat belajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan
peserta didik untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e)
kemampuan individu.Empat faktor yang disebut di atas (a, b, c, e) berkenaan
dengan kemampuan individu dan faktor (d) adalah faktor di luar individu
(lingkungan).
Dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik yaitu yang berasal dari dalam
peserta didik seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, kecerdasan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kemampuan kognitif, faktor psikis dan fisik, kebiasaan belajar, ketekunan, sosial
dan ekonomi sedangkan faktor dari luar diri peserta didik seperti lingkungan dan
instrumental.
c. Pengertian Matematika
Menurut Jonson dan Rising dalam Jihad (2008: 152) mengemukakan
pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian
yang logic, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat dengan simbul yang padat, lebih berupa
bahasa simbul mengenai arti dari pada bunyi; matematika adalah pengetahuan
struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif
berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang
telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan
pola atau ide; dan matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisan. Reys dan Kline dalam Jihad (2008: 152)
menjelaskan secara simpel bahwa matematika diartikan sebagai telaah tentang
pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa dan
suatu alat karena matematika bukan pengetahuan yang menyendiri, tetapi
keberadaannya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Menurut Soedjadi (2000: 11) ada
beberapa pengertian matematika yaitu: matematika adalah cabang ilmu
pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, pengetahuan tentang
bilangan dan kalkulasi, tentang penalaran logik dan berhubungan dengan
bilangan, tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang dan bentuk, struktur-
struktur yang logik dan pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 566) matematika adalah ilmu tentang
bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Kline dalam Abdurahman (2003: 252) mengemukakan bahwa
matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan
cara bernalar deduktif tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Sedangkan menurut Paling dalam Abdurrahman (2003: 252) matematika adalah
suatu cara untuk menemukan jawaban menggunakan pengetahuan tentang bentuk
dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang berhitung, dan yang paling
penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan
menggunakan hubungan-hubungan. Menurut Sutawijaya dalam Aisyah (2007:
1.1) mengemukakan bahwa matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran)
yang disusun dalam suatu sistem aksiomatik dengan menggunakan simbol
(lambang) dan penalaran deduktif. Pendapat lain menurut Hudoyo dalam Aisyah
(2007: 1.1) menjelaskan bahwa matematika berkenan dengan ide (gagasan-
gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga
matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Menurut Hilbert dalam Uno
(2007: 127) mengemukakan bahwa matematika adalah sebagai sistem lambang
yang formal sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural dari
simbol-simbol melalui berbagai sasaran yang menjadi objek matematika.
Sedangkan menurut Lerner yang dikutip dalam Abdurrahman (2003: 252)
merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat,
dan mengkomunikasikan ide menge
Andrew Nydam dalam Johnson (2002: 160) menyatakan:
predictions. Understand and make inferences based on the analysis of d refine mathematical
information in multiple ways: reflecting, verbalizing, discussing, or writing.
Yang artinya matematika: Merancang dan melakukan percobaan untuk
membuktikan atau menyanggah prediksi. Memahami dan membuat kesimpulan
berdasarkan analisis hasil percobaan...Mengatur, menjelaskan, dan menyaring
informasi matematis dengan berbagai cara: merenungkan, mengungkapkan secara
lisan, mendiskusikan, atau menulis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi yang memiliki
objek tujuan abstrak sebagai bahasa simbolis serta memiliki pola pikir deduktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
d. Pengertian Soal cerita
Permasalahan Matematika dalam kehidupan nyata sehari-hari yang
diwujudkan dalam kalimat-kalimat verbal adalah soal cerita. Soal cerita menurut
Abdia dalam Marsudi Raharjo (2009:2) adalah soal yang disajikan dalam bentuk
cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan
sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan
mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot masalah
yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan.
Sementara itu, menurut Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2), soal cerita
merupakan soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
bidang matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan.
Dalam hal ini, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang
berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa.
Menurut pendapat diatas disimpulkan bahwa soal cerita merupakan soal
yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang Matematika
yang disajikan dengan bentuk cerita pendek dan berkaitan dengan permasalahan
sehari-hari.
e. Soal Cerita di Sekolah Dasar
Kenyataan yang terjadi di Sekolah Dasar sering dijumpai soal
matematika dalam bentuk cerita. Dalam silabus matematika kelas V Sekolah
Dasar semester I terdapat 26 jam pelajaran soal cerita. Soal cerita sering disiapkan
dalam bentuk cerita pendek yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Panjang dan
pendeknya kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan soal cerita tersebut
sangat berpengaruh. Dalam penelitian ini yang dimaksud soal cerita adalah soal
cerita yang disajikan dengan kalimat-kalimat yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, serta memuat masalah yang menuntut pemecahan. Soal cerita dalam
pengajaran matematika di Sekolah Dasar sangat penting bagi perkembangan
proses berpikir siswa, sehingga keberadaannya mutlak diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
f. Langkah-Langkah Menyelesaikan Soal Cerita
Polya dalam Herman Maier (1985: 81) mengatakan bahwa dalam proses
pemecahan masalah soal cerita terdapat empat tahap utama yaitu.
1) Pemahaman soal
2) Pemikiran suatu rencana
3) Pelaksanaan rencana
4) Peninjauan kembali
Dari pendapat di atas, dapat uraikan langkah-langkah yang digunakan
dalam menyelesaikan soal cerita adalah sebagai berikut.
1) Memahami masalah atau soal yang akan diselesaikan
Langkah ini dimulai dengan aktivitas siswa untuk membaca soal sampai
akhirnya dapat menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang akan dicari,
ditanyakan ataupun yang akan diselesaikan dalam soal tersebut. Jadi dalam
mempelajari matematika diperlukan juga kemampuan bahasa sehingga siswa
dapat mengerti akan maksud soal yang akan diselesaikan, dapat menggunakan
logika, imajinasi dan kreativitas dalam mencari solusinya.
2) Merumuskan penyelesaian masalah
Langkah ini berkaitan dengan bagaimana siswa dapat mentransfer hasil
yang telah diperoleh dari langkah pertama ke dalam model matematika yang
sesuai serta mengaitkannya dengan materi yang telah dipelajari untuk menentukan
langkah penyelesaian yang benar. Kesalahan dalam pemodelan ataupun dalam
memilih langkah penyelesaian, secara beruntun akan menyebabkan kesalahan
dalam menyelesaikan soal tersebut.
3) Melakukan langkah penyelesaian masalah
Langkah penyelesaian masalah dilakukan dengan menguraikan proses
penyelesaian masalah yang telah dirumuskan dalam langkah dua. Ketepatan serta
ketelitian algoritma sangat berperan dalam langkah ini.
4) Evaluasi / memeriksa kembali hasil pengerjaan soal
Langkah terakhir yang berupa evaluasi, berhubungan dengan bagaimana
siswa dapat menerjemahkan hasil penyelesaian yang berupa model ataupun
kalimat matematika ke dalam permasalahan yang pertama dicari dalam soal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
diselesaikan. Ada kecenderungan beberapa siswa yang melewatkan langkah ini
dan terlupa untuk menyimpulkan hasil penyelesaian soal serta mengaitkannya
dengan permasalahan yang ditanyakan di awal.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan dengan yang
dilaksanakan saat ini. Beberapa hasil penelitian menunjukkan keberhasilan
penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pelajaran
matematika maupun pengaruh membaca pemahaman dalam pelajaran matematika.
Penelitian-penelitian tersebut antara lain:
Michael Crawford dan Mary Witte (1999: 34-38) dalam Strategies For
Mathematics: Teaching In Context telah melakukan penelitian terhadap lingkungan
pembelajaran yang berbasis kontekstual dan hasilnya adalah lima hal yang biasa
disebut dengan contextual teaching strategy (strategi pembelajaran kontekstual) yang
diterapkan dalam pembelajaran matematika oleh guru-guru matematika didalam
kelas, lima hal tersebut antara lain relating (membuat hubungan), experiencing
(mengalami), applying (penerapan), cooperating (kerjasama), dan transferring
(pemindahan pengetahuan).
Jackie Davis (2008: 11-12) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa: Students who receive direct reading comprehension instruction related
specifically to math content will improve their word problem scores. Students who receive reading comprehension instruction to help facilitate word problem success feel better about their role as a mathematician. The use of technology increases the students' participation in the activities and provides a multi-sensory approach that benefits the students. By combining using reading comprehension instruction with a specific math emphasis, and using technology to further enhance and motivate, students were able to have success in working with math word problems.
Yang artinya siswa yang mendapatkan pelajaran membaca pemahaman
langsung yang berkaitan secara khusus dengan materi pelajaran matematika akan
meningkatkan nilai soal cerita mereka. Siswa yang menerima pelajaran membaca
pemahaman untuk membantu memudahkan soal cerita merasa lebih baik tentang
peranan mereka sebagai pelajar matematika. Penggunaan teknologi meningkatkan
partisipasi siswa dalam berbagai kegiatan dan memberikan pendekatan multi-indera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
yang menguntungkan siswa. Dengan menggabungkan penggunaan pelajaran
membaca pemahaman dengan penekanan matematika tertentu, dan menggunakan
teknologi untuk lebih meningkatkan dan memotivasi, siswa mampu untuk berhasil
dalam mengerjakan soal cerita matematika.
Piia Maria Vilenius-Tuohimaa, Kaisa Aunola dan Jari-Erik Nurmi (2007:
409 426), yang telah melakukan penelitian terhadap 225 siswa kelas 4 (usia 9-10
tahun) tentang pengaruh membaca pemahaman terhadap soal cerita matematika
menyimpulkan bahwa:
The results showed that performance on maths word problems was strongly related to performance in reading comprehension. There were no gender differences in maths word problem-solving performance, but the girls were better in technical reading and in reading comprehension. Parental levels of education positively predicted -solving performance and reading comprehension skills.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa prestasi belajar soal cerita
matematika berhubungan sangat kuat dengan prestasi belajar dalam membaca
pemahaman. Tidak ada pembedaan terhadap jenis kelamin dalam penelitian ini,
namun siswa perempuan memiliki teknik membaca dan kemampuan membaca
pemahaman yang lebih baik. Tingkat pendidikan orang tua diperkirakan memberikan
pengaruh yang positif terhadap keterampilan menyelesaikan soal cerita dan
kemampuan membaca siswa.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada hakekatnya bersumber dari kajian teoritis dan sering
diformulasikan dalam bentuk anggapan dasar. Menurut Arikunto (2006:68) yang
nnya oleh peneliti
yang Berdasarkan kajian teoritis sebagaimana telah
dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini dipandang perlu mengajukan kerangka
pemikiran, dengan dua macam pengajaran yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
pertama menggunakan model konvensional yang dalam penelitian ini metode
ekspositori dan yang kedua pengajaran dengan menggunakan model Contextual
Teaching and Learning (CTL).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dilihat dari cara pelaksanaannya kedua metode pengajaran ini jelas berbeda
apabila diterapkan untuk menyampaikan pelajaran matematika. Pengajaran dengan
menggunakan metode konvensional (ekspositori) adalah pengajaran dimana guru
yang dominan sebagai sumber informasi, sedangkan siswa tidak dituntut aktif, hanya
memperhatikan, membuat catatan, dan mengerjakan latihan seperlunya. Lain halnya
dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL). Dengan metode ini, siswa dituntut untuk aktif, membuat hubungan
dari materi yang dipelajari, mengalami sendiri materi pembelajaran, menerapkan
teori yang dipelajari pada kehidupan nyata. siswa dikondisikan untuk saling
membantu dan bekerjasama antar anggota kelompoknya dalam menyelesaikan tugas-
tugas yang terstruktur. Pemindahan pengetahuan tidak hanya dilakukan oleh guru,
tetapi juga bisa dilakukan siswa yang telah memahami permasalahan tertentu kepada
anggota kelompoknya yang belum paham. Karena siswa dituntut aktif, maka dalam
proses pembelajaran siswa akan lebih sungguh-sungguh sehingga prestasi belajarnya
akan baik. Dengan kata lain prestasi belajar matematika siswa yang diberi pelajaran
dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik jika
dibandingkan dengan siswa yang diberi pelajaran dengan menggunakan metode
konvensional.
Perbedaan kemampuan membaca pemahaman tentu juga dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki
kemampuan membaca pemahaman tinggi akan lebih mudah untuk memahami
masalah yang berupa soal cerita matematika sehingga mereka dapat berprestasi lebih
baik bila dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan membaca pemahaman
rendah.
Jika dibandingkan dengan model konvensional, model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) akan menghasilkan prestasi belajar
matematika soal cerita yang lebih baik. Hal ini tidak hanya terbatas pada siswa yang
memiliki kemampuan membaca pemahaman tinggi saja namun siswa yang memiliki
kemampuan membaca pemahaman rendah juga akan mencapai prestasi belajar
matematika soal cerita yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan karena model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menekankan pada proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
belajar siswa aktif, jadi model ini dapat meningkatkan prestasi belajar matematika
bagi siswa baik yang memiliki kemampuan membaca pemahaman tinggi maupun
rendah. Dengan kata lain, tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan
tingkat kemampuan membaca pemahaman terhadap prestasi belajar matematika
siswa. Berdasarkan pemikiran diatas dapat digambarkan paradigma penelitian
sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
X1 : Penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
X2 : Kemampuan membaca pemahaman.
Y : Hasil belajar matematika soal cerita.
D. Hipotesis Penelitian
Menurut S. Margono (2005: 80) hipotesis berasal dari perkataan hipo (hypo)
dan tesis (thesis). Hipo berarti kurang dari, sedang tesis berarti pendapat. Jadi
hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara
belum benar-benar berstatus sebagai suatu tesis. Sedangkan Yulius Slamet (2007: 76)
menjelasan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan tentang hubungan antara dua
variabel atau lebih yang dapat diuji kebenarannya. Yang dimaksud dengan menguji
hipotesis ialah membuktikan kebenaran atau kesalahan di dalam penelitian.
X I
X 2
Y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan pernyataan yang dipaparkan oleh para ahli diatas, hipotesis
merupakan petunjuk jalan bagi kegiatan-kegiatan dalam pola-pola research (research
design). Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir dapat diajukan hipotesis
alternatif sebagai berikut:
1. Ada pengaruh penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) terhadap hasil belajar matematika soal cerita siswa.
2. Ada pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar
matematika soal cerita siswa.
3. Tidak terdapat interaksi pengaruh antara model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dan tingkat kemampuan membaca pemahaman
terhadap hasil belajar matematika soal cerita siswa.
Sedangkan sebagai hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dinyatakan
dalam bentuk hipotesis nihil (H0) sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) terhadap hasil belajar matematika soal cerita siswa.
2. Tidak ada pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar
matematika soal cerita siswa.
3. Terdapat interaksi pengaruh antara model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan tingkat kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil
belajar matematika soal cerita siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Dalam penelitian ini peneliti memilih tempat penelitian di Kecamatan
Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Alasan Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan
Wonogiri, Kabupaten Wonogiri adalah karena banyak Sekolah Dasar di Kecamatan
Wonogiri masih mempunyai nilai matematika yang belum memuaskan, dalam arti
target nilai rata-rata belum memenuhi standar. Nilai rata-rata yang yang kurang
memenuhi standar ini diduga karena dipengaruhi oleh penerapan model mengajar
yang kurang tepat atau masih konvensional. Pemilihan lokasi ini juga dikarenakan
adanya ketersediaan data dan terjangkaunya lokasi oleh peneliti. Sekolah Dasar di
Kecamatan Wonogiri terdiri dari 50 Sekolah Dasar Negeri yang tersebar di
Kecamatan Wonogiri.
2. Waktu
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, tahap pertama yaitu persiapan, terdiri
dari pengajuan judul penelitian, penyusunan proposal penelitian, pengajuan proposal
penelitian, serta mengurus ijin penelitian. Kegiatan ini dilakukan selama bulan Maret
hingga bulan Juli 2011. Tahap kedua pelaksanaan penelitian, tahap ini terdiri dari uji
coba instrumen, uji validitas instrument, pelaksanaan penelitian dan analisis data
penelitian. Kegiatan pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil
tahun ajaran 2011/2012, yaitu mulai bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011.
Sedangkan tahap ketiga penyusunan laporan, terdiri dari penyusunan laporan,
pelaksanaan ujian skripsi, revisi, hingga pengesahan dilakukan selama bulan Agustus
hingga bulan Oktober 2011.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. (Suharsimi Arikunto, 1996:
115). Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56 penelitian yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Dilihat dari sifatnya
populasi dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Populasi yang bersifat homogen, adalah populasi yang unsur- unsurnya memiliki
sifat yang sama sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif.
b. Populasi bersifat heterogen, adalah populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat
atau keadaaan yang bervariasi sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sedangkan populasi apabila dilihat dari jumlahnya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Populasi terhingga, yaitu populasi yang terdiri dari elemen atau unsure yang
memiliki batas.
b. Populasi tak terhingga, adalah populasi yang terdiri dari elemen atau unsur dengan
jumlah yang sukar sekali dicari batasnya.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas maka populasi yang dijadikan
obyek penelitian ini adalah populasi yang bersifat homogen karena memiliki unsur-
unsur dan sifat yang sama. Apabila dilihat dari jumlahnya, populasi yang diteliti
adalah populasi terhingga karena memiliki jumlah populasi yang jelas. Maka dapat
dikatakan yang menjadi populasi target penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V
Sekolah Dasar di Kecamatan Wonogiri yang terbagi dalam 50 Sekolah Dasar.
2. Sampel
Menurut Sutrisno Hadi (1983: 221), sampel adalah sejumlah penduduk yang
jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Sedangkan Menurut Suharsimi Arikunto
(1993: 104), sampel diartikan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Dari
pengertian-pengertian diatas dapat diberikan simpulan bahwa sampel adalah wakil
dari populasi yang diteliti dengan menggunakan teknik tertentu. Random sampling
adalah cara untuk memperoleh sampel yang representative. Menurut Sutrisno Hadi
(1983: 222-225), suatu sampel adalah sampel random jika tiap-tiap individu dalam
populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V yang diambil dua kelas dari SD
Negeri I Pokoh Kidul dan SD Negeri III Wuryorejo yaitu kelas V SD Negeri III
Wuryorejo sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57 Contextual Teaching and Learning (CTL) dan kelas V SD Negeri Pokoh Kidul I
sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Sedangkan sebagai sampel Uji Validitas dan Uji Reabilitas instrument adalah siswa
kelas V SD Negeri II Sendang.
3. Sampling
Teknik sampling adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mengambil
sampel (Suharsimi Arikunto, 2002:109). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Menurut Nazir
(1988: 366), Cluster Random Sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari
kelompok-kelompok unit yang kecil. Populasi dari cluster merupakan subpopulasi
dari total populasi. Pengelompokan secara cluster menghasilkan unit elementer yang
heterogen seperti halnya populasi sendiri.
Sebelum diberi perlakuan, kedua kelas tersebut diuji terlebih dahulu apakah
kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam keseimbangan. Uji keseimbangan yang
digunakan adalah dengan menguji kesamaan dua variansi yang disebut Uji Matching.
Adapun prosedur uji keseimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis
H0 : 1 = 2 (kedua kelompok mempunyai keadaan awal yang sama)
H1 : 1 2 (kedua kelompok mempunyai keadaan awal yang berbeda)
b. Tingkat signifikan : = 5 %
c. Statistik uji
21
21
11nn
S
XXt
p
h it
Dengan: pS = 2
)1()1(
21
222
211
nnSnSn
Ket: t = t ~ 221 nnt
1X = rata-rata nilai kelas eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2X = rata-rata nilai kelas kontrol
21s = variansi kelas eksperimen
22s = variansi kelas kontrol
1n = jumlah siswa kelas eksperimen
2n = jumlah siswa kelas control
d. Daerah Kritik (DK)
DK = 2;2 21 nn
tt
e. Keputusan Uji
Tolak H0, jika thit > 221 nnt . Artinya, kedua kelompok memiliki
keadaan awal yang berbeda. (Budiyono, 2000:156).
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang dibutuhkan dalam
suatu penelitian, maka perlu menentukan metode pengumpulan data yang sesuai
dengan masalah yang diteliti. Di dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk
memperoleh data adalah :
1. Metode Tes
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 127), tes adalah serentetan pertanyaan
atau latihan atau data lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Pada
penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hasil
belajar matematika, dengan cara memberi tes pada kedua kelas sampel sebelum dan
setelah perlakuan dengan strategi pembelajaran konvensional maupun Contextual
Teaching and Learning (CTL) dengan menggunakan soal yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2. Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:135), metode dokumentasi adalah cara
yang digunakan untuk mengetahui segala sesuatu dengan melihat catatan-catatan,
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek yang diteliti. Pada penelitian
ini metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui data mengenai nilai semester
ganjil bidang studi matematika untuk uji keseimbangan dan daftar nama siswa.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang
digunakan peneliti dan kemampuan membaca pemahaman siswa.
a. Model Pembelajaran
1). Definisi Operasional
Dalam konteks pembelajaran, Joyce dan Weil mendefinisikan model
sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
suatu kegiatan. Soekamto (1997: 5) mengemukakan model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
2). Indikator
Penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas
kontrol. Sebagai instrument pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Guru Kelas, Lembar Observasi Guru, dan Lembar Observasi
Siswa.
3). Skala Pengukuran
Skala nominal yang terdiri dari dua kategori yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
a). Kelas eksperimen: siswa yang diberikan pembelajaran dengan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
b). Kelas kontrol: siswa yang diberikan pembelajaran dengan model
pembelajaran konvensional.
4). Simbol: ; i = 1,2
A1 = Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
A2 = Model pembelajaran konvensional
b. Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa
1). Definisi Operasional
Kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan memahami
arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan (Robert Lado, 1977: 223).
Dalam penelitian ini kemampuan membaca pemahaman siswa dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok membaca pemahaman tinggi dan kelompok membaca
pemahaman rendah.
2). Indikator
Indikator untuk menentukan kemampuan membaca pemahaman siswa
dalam penelitian ini adalah nilai tes membaca pemahaman.
3). Skala pengukuran
Skala interval diubah menjadi skala ordinal dalam dua kategori yaitu:
tinggi dan rendah.
Kategori tinggi : SDXX
21
Kategori rendah : SDXX
21
4). Simbol: 2,1; jB j
B1 = Kemampuan membaca pemahaman rendah
B2 = Kemampuan membaca pemahaman tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika soal
cerita siswa.
a. Definisi operasional
Hasil belajar adalah suatu bentuk pencapaian perubahan perilaku yang
cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses
belajar yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. hasil belajar merupakan
kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri
atau variabel bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu. hasil belajar
dibagi dalam lima kategori, yakni Keterampilan intelektual, Strategi kognitif,
Informasi verbal/lisan, Keterampilan motoris, dan Sikap.
b. Indikator
Indikator untuk menentukan hasil belajar matematika soal cerita siswa
dalam penelitian ini adalah Nilai tes pada pokok bahasan soal cerita yang
menggunakan KPK dan FPB.
c. Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan adalah interval. Skala pengukuran
interval mempunyai tiga karakteristik yaitu: dapat dilakukannya klasifikasi
pengamatan, dapat dilakukannya pengurutan pengamatan, dan terdapatnya satuan
pengukuran.
d. Simbol : Y
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan
instrumen tes kemampuan membaca pemahaman dan tes hasil belajar matematika
soal cerita. Setelah instrumen selesai disusun harus diujicobakan terlebih dahulu
sebelum dikenakan pada sampel penelitian. Tujuan ujicoba ini adalah untuk melihat
apakah tes yang telah disusun valid atau tidak valid. Untuk mendapatkan instrumen
yang benar dan akurat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1. Penyusunan instrumen
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa nilai untuk
memperoleh data tentang kemampuan membaca pemahaman dan hasil belajar
matematika soal cerita, pembuatan instrumen pada penelitian ini meliputi:
a. Tes Kemampuan Membaca Pemahaman
Instrumen pengumpul data kemampuan membaca pemahaman dalam
penelitian ini adalah berupa tes. Siswa diberi soal teks yang berbentuk wacana
pendek. Yang dimaksud dengan wacana pendek adalah wacana yang terdiri satu
atau dua alinea atau kira-kira sebanyak 50 sampai 100 kata. Wacana pendek
bahkan dapat berupa satu kalimat, atau satu pernyataan, yang kemudian dibuat
parafrasenya. Penilaian kemampuan membaca dalam hal ini adalah memahami
dan memilih parafrase tersebut yang sesuai dengan pernyataan. Bentuk wacana
yang dipergunakan sebagai bahan untuk penilaian kemampuan membaca dapat
berbentuk prosa, puisi, dan drama. Pada penelitian ini wacana yang dipergunakan
adalah berbentuk prosa. bacaan dmatematikahami atau dibaca dengan teliti,
kemudian siswa mengerjakan soal pemahaman terhadap isi bacaan yang telah
dibaca siswa. Soal pemahaman terhadap isi bacaan berbentuk tes cloze - pilihan
ganda yang dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan penelitian
nurgiyantoro (1995), instrumen tes berjumlah 5 teks dengan 5 butir soal pada
setiap teks, tiap soal mempunyai empat pilihan jawaban (option). Prosedur
pemberian skor untuk jawaban tes adalah nilai 1 jika benar dan nilai 0 jika salah.
Untuk menjamin validitas isi (content validity) dilakukan dengan
menyusun kisi-kisi, sehingga masing-masing sub pokok bahasan tersusun secara
proporsional. Kisi-kisi soal dapat dilihat pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 3.1. Kisi-Kisi Soal Pemahaman Membaca
Variabel Indikator Alat Ukur
Sumber Data
Jumlah Item Butir Tes
Membaca Pemahaman
Mengidentifikasi unsur-unsur cerita
TES Siswa
6 4, 6, 13, 15, 16,
21
Menemukan ide pokok 5 1, 9, 11, 18, 25
Melengkapi kalimat rumpang 5 2, 8, 12, 17, 22
Pemahaman isi bacaan 5 3, 7, 10, 19, 23
Penguasaan kosakata 4 5, 14, 24,20
JUMLAH 25
b. Tes Hasil Belajar Matematika Soal Cerita.
Brown (1970: 2) menyatakan bahwa A test will be defined as a
systematic procedure for measuring a sample behavior. Yang
artinya tes dapat didefinisikan sebagai salah satu teknik pengukuran individu.
Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu di perhatikan dalam
memahami makna tes, yaitu:
1). systematic procedure, yang artinya bahwa suatu tes harus disusun,
dilaksanakan (diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-aturan
tertentu yang telah ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu
(a) sistematis dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya
disusun dan dipilih berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku
yang akan dan harus diukur atau dites, sehingga tes tersebut benar-benar
tingkat validitasnya dapat dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam
pelaksanaan (administrasi) artinya tes itu hendaknya dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur dan kondisi yang telah ditentukan; dan (c) sistematis di
dalam pengolahannya, artinya data yang dihasilkan dari suatu tes diolah dan
ditafsirkan berdasarkan aturan-aturan dan tolak ukur (norma) tertentu.
2). yang artinya bahwa tes itu hanya
mengukur suatu sampel dari suatu tingkah laku individu yang dites. Tes tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
dapat mengukur seluruh (populasi) tingkah laku, melainkan terbatas pada isi
(butir soal) tes yang bersangkutan.
Pada penelitian ini instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil
belajar matematika soal cerita siswa terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1). Soal tes matematika soal cerita siswa kelas V. instrument tes berbentuk 25
buah soal cerita.
2). Kunci jawaban soal tes,
Untuk menjamin validitas isi (content validity) dilakukan dengan
menyusun kisi-kisi, sehingga masing-masing sub pokok bahasan tersusun secara
proporsional. Kisi-kisi soal dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Tes Hasil Belajar Matematika Soal Cerita Siswa Kelas V
Indikator Bentuk Soal Nomor Soal Jumlah
1) Menggunakan Faktor Prima untuk menentukan KPK dan FPB
Pilihan ganda 1,2,3,4,5 5
2) Menentukan FPB 2 bilangan puluhan dari soal cerita
Pilihan ganda 6,7,8,9,10 5
3) Menentukan KPK 2 bilangan puluhan dari soal cerita
Pilihan ganda 11,12 2
4) Menentukan FPB 3 bilangan puluhan dari soal cerita
Pilihan ganda 13,14,15 3
5) Menentukan KPK 3 bilangan puluhan dari soal cerita
Pilihan ganda 16,17 2
6) Menentukan FPB 2 bilangan ratusan dari soal cerita
Pilihan ganda 18,19 2
7) Menentukan KPK 2 bilangan ratusan dari soal cerita
Pilihan ganda 20,21 2
8) Menentukan KPK dan FPB dari 2 bilangan atau lebih secara bersamaan
Pilihan ganda 22,23,24,25 4
JUMLAH SOAL 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
2. Tahap Uji Coba
Sebelum instrumen ini digunakan maka diteliti dulu kualitasnya melalui uji
coba. Kualitas instrumen ditunjukkan oleh kesahihan dan keterandalannya dalam
mengungkapkan apa yang akan diukur. Syarat-syarat tes yang baik paling sedikit
memiliki: kesahihan (validitas), keterandalan (reliabilitas), tingkat kesukaran, dan
daya pembeda.
Menurut Sutrisno Hadi (1991: 1), validitas tes adalah ketepatan alat ukur
dengan apa yang hendak diukur. Sedangkan menurut Kerlinger (1973: 709),
Reliabilitas tes adalah kemampuan mempertahankan kestabilan/kemantapan,
keterpercayaan dan ketepatan dari suatu ramalan. Selain memenuhi validitas dan
reliabilitas, suatu tes juga harus memiliki daya pembeda dan keseimbangan dari
tingkat kesulitan soal tersebut, yaitu adanya soal-soal yang mudah, sedang dan sukar
secara proporsional.
Untuk mengetahui validitas butir soal digunakan korelasi product moment,
sedangkan reliabilitas menggunakan rumus Kuder-Richardson 20 (KR-20). Rumus
KR-20 digunakan karena masing-masing butir soal memiliki tingkat kesukaran yang
relatif sama. Rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai
berikut:
a. Uji Validitas
Untuk mengukur validitas item digunakan rumus korelasi product moment
dimana hasil tes tiap butir soal dikorelasikan dengan skor tes totalitas. Untuk
mengetahui valid dan reliabilitas product moment sebagai berikut:
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
Keterangan:
xyr = koefisien korelasi suatu butir item
N = banyaknya subyek
X = jumlah skor tiap item
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Y = jumlah skor total item
XY = jumlah perkalian skor item X dan skor total item Y
Setelah diperoleh xyr, kemudian dikonsultasikan dengan harga kritik r
produk moment. Apabila ta belxy rr maka dikatakan butir soal tes itu valid,
sedangkan apabila tebelxy rr maka dikatakan soal tes tersebut tidak valid
(Suharsimi Arikunto,2006: 170).
b.
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes digunakan rumus reliabilitas KR-
20 sebagai berikut:
(Djaali, Pudji Mulyono, dan Ramly, 2000:145)
Dimana :
K = banyaknya butir soal
p = proporsi peserta tes yang menjawab dengan benar.
q = 1 p
Sebelum instrumen kemampuan pemahaman membaca digunakan untuk
mengumpulkan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba selanjutnya dianalisis
dengan analisis butir soal. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menentukan butir-
butir soal yang layak dan yang tidak layak dgunakan dalam penelitian.
Kelayakan butir soal didasarkan pada dua hal yaitu (a) tingkat kesukaran
soal atau indeks kesukaran item, dan (b) daya pembeda atau indeks diskriminasi
item. Tingkat kesukaran soal tercermin dari indeks kesukaran yang merupakan
sebuah kontinum yang bergerak dan 0,00 - 1,00. Butir soal dengan indeks 0,00
adalah soal atau item yang sangat sulit, karena tidak ada satu pun siswa yang
menjawab dengan benar. Sebaliknya, butir soal dengan indeks 1,00 adalah soal
yang sangat mudah. Karena semua siswa menjawab dengan benar. Kedua jenis
soal tersebut tidak layak digunakan dalam pengumpulan data. Sementara soal-soal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
atau item yang dianggap layak untuk digunakan dalam penelitian adalah yang
memiliki indeks antara kedua kutub tersebut. Daya Pembeda soal atau indeks daya
diskriminasi item adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah.
Daya pembeda tersebut tercermin dari indeks diskriminasi yang bergerak antara -
1,00 sampai 1,00. Suatu soal dengan indeks diskriminasi -1,00 menunjukkan
bahwa soal tersebut dapat dijawab dengan benar oleh seluruh siswa kelompok
rendah, tetapi tidak dapat dijawab dengan benar oleh seluruh siswa kelompok
tinggi. Soal yang demikian ini tidak memiliki daya pembeda yang baik. Oleh
karena itu, soal tersebut tidak layak untuk digunakan dalam penelitian. Sebaliknya
suatu soal dengan indeks dikriminasi 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut dapat
dijawab dengan benar oleh seluruh siswa pada kelompok tinggi, tetapi tidak dapat
dijawab dengan benar oleh seluruh siswa pada kelompok rendah. Soal yang
demikian ini memiliki daya diskriminasi yang baik. Dalam penelitian ini soal
yang dianggap layak adalah soal dengan indeks diskriminasi 0,00. Berdasarkan
dua kriteria tersebut, maka dapat ditentukan layak dan tidaknya suatu butir soal
atau item dapat diambil atau digunakan. Tes objektif diuji dengan menganalisis
butir soal untuk mengetahui taraf kesukaran dan daya pembedanya.
Taraf atau tingkat kesukaran soal dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
(Suharsimi Arikunto, 2003 : 208)
Dimana:
P = indek kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Lebih lanjut dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (2003: 210) indek
kesukaran soal sering diklasifikasikan menjadi tiga kelompok sebagaimana
dijelaskan dalam tabel berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 3.3. Interpretasi Indek Kesukaran Soal (P)
Nilai P Klasifikasi Interprestasi
0,00 0,30 Soal sukar
0,30 0,70 Soal sedang
0,70 1,00 Soal mudah
Sedangkan untuk menentukan daya pembeda soal atau indek daya
diskriminasi item dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(Suharsimi Arikunto, 2003 :213)
dimana:
D = indek daya diskriminasi item
BA = banyaknya peserta kelompok atas menjawab soal dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
Lebih lanjut dijelaskan Suharsimi Arikunto (2003 : 218) bahwa indek
daya beda dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok sebagaimana dalam
tabel berikut ini.
Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Beda Soal (D)
Daya Beda Nilai D Klasifikasi Interpretasi
Negatif Semuanya tidak baik, dibuang saja
0,00 - 0,20 Jelek ( )
0,20 - 0,40 Cukup baik ( )
0,40 - 0,70 Baik ( )
0,70 - 1,00 Baik sekali (E )
F. Rancangan Penelitian
Rancangan analisis penelitian ini adalah rancangan faktorial 2 X 2. Faktor
pemilahnya adalah variabel moderator membaca pemahaman siswa. Pemilahan
dibagi atas dua tingkatan yaitu membaca pemahaman di atas rata-rata kelompok dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69 di bawah rata-rata kelompok setelah data diurutkan dari yang paling besar ke yang
paling kecil. Dengan pemilahan ini diharapkan dapat menambah kecermatan
penelitian ini. Dalam pelaksanaan penelitian ini, pemisahan tingkat membaca
pemahaman siswa bersifat semu artinya dalam kegiatan eksperimen, para siswa tidak
dipisahkan secara nyata antara yang memiliki tingkat membaca pemahaman di atas
dan di bawah rata-rata kelompok.
a. Faktor metode pembelajaran (A) terdiri atas dua kategori:
1). Metode pembelajaran kontekstual (A1)
2). Metode pembelajaran konvensional (A2)
b. Faktor membaca pemahaman (B) terdiri atas dua kategori:
1). Membaca pemahaman tinggi (B1)
2). Membaca pemahaman rendah (B2)
Tabel 3.5 Rancangan Analisis Faktorial 2 x 2
Faktor A
Faktor B
Model Pembelajaran
CTL / Kontekstual
(A1)
Konvensional
(A2)
Pemahaman
Membaca
Tinggi (B1) A1B1 A2B1
Rendah (B2) A1B2 A2B2
keterangan :
A1 = Model Belajar Contextual teaching and learning (CTL)
A2 = Model Belajar Konvensional
B1 = Membaca pemahaman Tinggi
B2 = Membaca pemahaman Rendah
A1B1 = Kelompok siswa yang mempunyai tingkat kemampuan membaca
pemahaman tinggi yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode
pembelajaran kontekstual
A2B1 = Kelompok siswa yang mempunyai tingkat kemampuan membaca
pemahaman tinggi yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode
pembelajaran konvensional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70 A1B2 = Kelompok siswa yang mempunyai tingkat kemampuan membaca
pemahaman rendah yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode
pembelajaran kontekstual
A2B2 = Kelompok siswa yang mempunyai tingkat kemampuan membaca
pemahaman rendah yang diberi perlakuan pembelajaran dengan metode
pembelajaran konvensional
Tabel diatas menyatakan bahwa penelitian ini akan memberikan perlakuan
dalam pembelajaran melalui dua model yaitu contextual teaching and learning (CTL)
untuk kelas eksperimen, dan konvensional untuk kelas kontrol, yang akan
menunjukkan pengaruh terhadap hasil belajar matematika soal cerita setelah
menerima perlakuan tersebut.
Pada masing-masing kelas terdapat kelompok yang memiliki pemahaman
membaca tinggi dan rendah. Dengan demikian ada 4 kelompok yaitu: (1) siswa yang
diberikan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) untuk
membaca pemahaman tinggi, (2). siswa yang diberikan model pembelajaran
contextual teaching and learning (CTL) untuk membaca pemahaman rendah, (3)
siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional untuk membaca pemahaman
tinggi dan (4) siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional untuk
membaca pemahaman rendah.
Pengontrolan validitas dilakukan agar hasil eksperimen benar-benar sebagai
akibat dari pengaruh perlakuan. Menurut Campbell (1966: 5-6) ada dua belas faktor
penyebab rendahnya validitas internal suatu penelitian, yaitu : (1) faktor sejarah, (2)