STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG WAKAF NO.41 TAHUN 2004 DI KUA KECAMATAN SAWANGAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Srjana Ekonomi (S.E) Oleh: RIZKY GUSTIANSYAH NIM: 1112046300012 KONSENTRASI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF (ZISWAF) PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1440 H
86
Embed
STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...Didorong itu semua, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Status
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM
DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG WAKAF NO.41 TAHUN 2004
DI KUA KECAMATAN SAWANGAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Srjana Ekonomi (S.E)
Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen
Bimas Islam Depag RI, 2006), hlm.21.
19
3. Pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf (Mauquf alaih)
4. Shighat. Yaitu pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya.
Dalam fikih dan UU positif yang berlaku di Indonesia khususnya yang
mengatur tentang wakaf tidak ditemukan sesuatu yang bertentangan mengenai
syarat-syarat wakaf hal ini dikarenakan sumber rujukan dari UU tersebut
bersumber dari kitab-kitab fikih klasik karya para ulama terdahulu. Seperti
dalam UU No.41 Tahun 2004 yang mengatur tentang wakaf disebutkan secara
terperinci mengenai syarat-syarat sahnya wakif sebagai berikut:
1. Wakif
Di dalam UU ini pada pasal 7 disebutkan bahwa wakif terdiri dari tiga
bentuk:
a. Perseorangan
b. Organisasi
c. Badan hukum
Di dalam kitab-kitab fikih klasik tidak dikenal wakif selain wakif
persorangan. Pada pasal 8 dijelaskan wakif perseorangan harus memiliki
kriteria:
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang dalam melakukan perbuatan hukum
d. Pemilik sah harta benda wakaf
Syarat dalam UU tersebut sedikit berbeda dengan yang ada dalam
kitab-kitab fikih klasik, dimana dalam UU tidak diharuskan wakif harus
merdeka, sedangkan syarat yang senada dengan kitab-kitab fiqih klasik
adalah seperti yang terdapat dalam buku fiqih wakaf terbitan Depag, dimana
disebutkan syarat wakif itu ada empat:17
a. Merdeka
b. Berakal sehat
17
Departemen Agama RI, Fikih Wakaf, (Jakarta: direktorat pemberdayaan wakaf dirjen
bimas islam depag RI, 2006), hlm.22.
20
c. Dewasa (baligh)
d. Tidak berada dalam pengampunan
2. Nadzir
Yang dimaksud dengan nadzir adalah pengelola wakaf yang dapat
berbentuk pengelola perseorangan, organisasi atau badan hukum. Mengenai
nadzir persorangan dalam pasal 10 UU wakaf disebutkan harus memenuhi
syarat sebagai berikut:18
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
3. Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 15 disebutkan harta benda wakaf dapat diwakafkan
apabila dimiliki dan dikuasai wakif secara sah. Selanjutnya dalam pasal 16
disebutkan harta benda wakaf terdiri dari benda bergerak dan tidak
bergerak.19
Sedangkan dalam fiqih dijelaskan syarat harta wakaf harus:20
a. Harta yang diwakafkan harus sesuatu yang dapat disimpan dan halal
(mutaqawwim)
b. Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan (tidak ada sengketa)
c. Milik sempurna wakif
d. Terpisah, bukan milik bersama
4. Ikrar Wakaf
Ikrar dalam bahasa fiqih dikenal dengan Shighat, yaitu segala ucapan,
tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak
dan menjelaskan apa yang diinginkannya.21
Dalam hal ini (wakaf) keinginan
18
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), hlm.7. 19
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), hlm.9. 20
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.2 21
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.55.
21
atau kehendak mewakafkan sesuatu yang keluar dari si wakif. Status shighat
sendiri termasuk kedalam rukun wakaf.
Dalam UU wakaf, masalah ikrar diatur dalam pasal 17, dimana
dinyatakan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir
dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi (ayat 1). Dalam
ayat 2 dijelaskan ikrar bisa berupa lisan dan tulisan serta dituangkan dalam
Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW.
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 22 UU wakaf tahun 2004 dijelaskan dalam rangka
mencapai tujuan dan fungsi dari wakif itu sendiri, maka peruntukan harta
benda wakaf hanya untuk:22
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
e. Kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariat dan peraturan perundang-undangan.
Untuk sahnya suatu wakaf, harus dipenuhi beberapa syarat dari unsur-
unsur wakaf diatas, yaitu:
a. Orang yang mewakafkan harus orang yang sepenuhnya berhak untuk
menguasai benda yang akan diwakafkan. Si wakif tersebut harus
mukallaf (akil baligh), merdeka, berakal sehat, dan atas kehendak sendiri,
tidak dipaksa orang lain.
b. Benda yang akan diwakafkan hatus kekal zatnya. Berarti ketika timbul
manfaatnya, zat-zat barang tidak rusak. Hendaklah wakaf itu disebutkan
dengan terang dan jelas kepada siapa diwakafkan.
c. Hendaklah penerima wakaf tersebut orang yang berhak memiliki sesuatu,
maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya.
d. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan tulisan atau lisan.
22
Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), hlm.13.
22
D. Macam-macam wakaf
Wakaf yang dikenal dalam syariat islam, bila ditinjau dari segi
peruntukkan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1. Wakaf Ahli
Wakaf yang diperuntukkan oleh yang berwakaf untuk kerabatnya,
seperti anak, cucu, saudara, atau ibu bapaknya. Dalam konsepsi hukum
islam, seseorang yang mempunyai harta yang hendak mewakafkan sebagian
hartanya, sebaiknya lebih dahulu melihat kepada sanak famili. Bila ada
diantara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya. Oleh karena
itu, wakaf jenis ini sering kali disebut wakaf Dzurriy yang secara harfiyah
berarti wakaf untuk sanak keluarga.
Wakaf untuk keluarga ini secara hukum dibenarkan berdasarkan Hadis
Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik
tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di
ujung hadis tersebut dinyatakan sebagai berikut:23
ف ذ ه ب ق ي ذ ع س ذ ق ث ب ا س ق , ف ث ش ق الا ب ف ه ع ج ر ا س ا ا ب,
ع ث ث بس ق ا خ ف ذ ه ط
Artinya : “Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya
berpendapat sebaiknya kamu memberikan kepada keluarga
terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para
keluarga dan anak-anak pamanya”.
Pada perkembangannya wakaf dzurri ini dianggap kurang
memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan
kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu oleh keluarga
yang diserahi harta wakaf. Lebih-lebih jika keturunan keluarga sudah
berlangsung pada anak cucu. Di beberapa Negara tertentu, seperti di Mesir,
23
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat press, 2005), hlm.24.
23
Turki, Maroko, dan Aljazair tanah wakaf untuk keluarga telah dihapuskan,
karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf bentuk ini tidak
produktif.
2. Wakaf Khairi
Bentuk wakaf yang diikrarkan oleh si wakif untuk kepentingan agama
atau kebajikan umum. Wakaf jenis ini seperti yang diterangkan dalam Hadis
Nabi Muhammad s.a.w. yang menceritakan tentang wakaf sahabat Umar bin
Khaththab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu
sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang sedang berusaha
menebus dirinya. Wakaf ini ditunjukkan pada umum, dengan tidak terbatas
penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut
bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehata, pertahanan, keamanan, dan
lain-lain.24
Sedangkan menurut pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf disebutkan bahwa:25
a. Harta benda wakaf terdiri dari : Benda Tidak Bergerak; dan Benda
Bergerak
b. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
1) Hak atas tanah sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuia dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
24
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), hlm.16. 25
Direktorat Jendral bimbingan masyarakat islam dan penyelenggaraan haji, Paradigma
Baru Wakaf di Indonesi (Jakarta: departemen agama ri, 2005), hlm.46
24
5) Benda tidak bergerak lain sesuia dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Benda bergerak sebagaimana dimaksud diatas adalah harta benda yang
tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
1) Uang
2) Logam Mulia
3) Surat Berharga
4) Kendaraan
5) Hak atas kekayaan intelektual
6) Hak sewa; dan
7) Benda bergerak lain sesuia dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.26
E. Tujuan Dan Hikmah Wakaf
Setiap mukallaf yang melakkan suatu perbuatan pasti mempunyai tujuan
dan maksud tertentu, begitu juga dengan wakafia juga mempunya tujuan dan
hikmah. Mengenai masalah tujuan dari wakaf telah dibahas dalam pasal 22 UU
tentang wakaf. Setiap perbuatan yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada
mahluknya baik berupa perintah ataupun larangan, pasti mempunyai hikmah
dan manfaat bagi kehidupan manusia khususnya bagi umat Islam. Ibadah
wakaf yang tergolong pada perbuatan sunnah ini banyak sekali hikmah yang
terkandung di dalam ibadah wakaf ini, antara lain.27
1. Harta benda yang diwakafkan dapat tetap terpelihara dan terjamin
kelangsungannya, tidak perlu khawatir barangnya hilang atau pindah tangan,
karena barang wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwairskan.
2. Pahala dan keuntungan akan tetap mengalir bagi si wakif, walaupun ia telah
meninggal dunia, selagi benda wakaf ituada dan masih bisa dimanfaatkan
3. Penopang dan penggerak kehidupan sosial kemasyarakatnumat Islam, baik
aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lainnya yang tidak
26
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, UU Wakaf,
hlm.11. 27 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia ( Jakarta : Ciputat Press, 2005 ) hlm. 40
25
bertentanan dengan syariat Islam.
4. Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang sangat penting manfaatnya
bagi kehidupan dan umat. Antara lain untuk pembangunan mental, spiritual,
dan pembangunan dari segi fisik, selain itu selain mempunyai fungsi ibadah
juga mempunyai fungsi sosial. Dimana diharapkan dengan wakaf jurang si
miskin dan si kayaakan semakin menipis.28
5. Selain itu wakaf juga mempunyai fungsi sosial yaitu wakaf merupakan aset
yang sangat bernilai bagi pembangunan sosial yang tidak memperhitungkan
angka waktu dan keuntungan materi bagi orang yang mewakafkan.
6. Selain itu dengan dana wakaf dapat menyantuni fakir miskin dan dapat
dibangun berbagai lembaga-lembaga sosial, rumah-rumah sakit, dan panti-
panti asuhan.29
28
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia ( Jakarta : Ciputat Press, 2005 ) hlm. 41 29 Departemen Agama RI, Bunga Rampai Perwakafan, ( Jakarta, Dirjen Bimas Islam,
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006 ) hlm. 80
26
BAB III
GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN SAWANGAN
A. Kondisi objektif KUA Kecamatan Sawangan
KUA Kecamatan Sawangan merupakan salah satu dari 11 KUA kecamatan di
lingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Depok. KUA Kecamatan Sawangan
pertama kali dibangun di sebelah barat kantor Kecamatan Sawangan sekarang
dijadikan aula kecamatan. Pada tahun 2004 KUA Kecamatan Sawangan lokasinya
dipindahkan ke Perumahan Sawangan Permai Blok D.14 No.2a, didirikan diatas
tanah fasos dan fasum yang disediakan oleh PT. Asri Indah Utama dengan luas tanah
400 m2 terletak didepan Masjid Ar-Rahim Kelurahan Pasir Putih Kecamatan
Sawangan.
Dalam perkembangannya pada tahun 2010 Kecamatan Sawangan dimekarkan
menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Sawangan dan Bojongsari baru pada tahun
2015 terbentuk KUA Kecamatan Bojongsari
B. Letak Geografis
Kua Kecamatan Sawangan terletak diwilayah selatan Jalan Raya Pasir Putih,
berjarak tiga kilometer dari Masjid Kubah Emas Kecamatan Limo. Disebelah barat
terdapat masjid besar Ar-Rahim, Taman Pendidikan Al-Qur’an dan Raudhatul Athfal
(RA). Jarak dengan kantor Kecamatan Sawangan kurang lebih dua kilometer dan
jarak dengan kantor Kecamatan Bojongsari kurang lebih tiga kilometer.
Batas wilayah Kecamatan Sawangan adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede Dan Tajurhalang
Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bojongsari Kota Depok Propinsi
Jawa Barat.
27
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Limo Dan Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok Propinsi Jawa Barat.
Adapun batas wilayah Kecamatan Bojongsari adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tajurhalang Dan Kecamatan
Parung Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor
Propinsi Jawa Barat.
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Limo Dan Kecamatan Pancoran
Mas Kota Depok Propinsi Jawa Barat.
C. Visi Dan Misi
Pembuatan dalam bentuk Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Sawangan Kota Depok dimaksudkan sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi
tim penilai KUA percontohan dalam melihat gambaran objektif Kantor Urusan
Agama Kecamatan Sawangan Kota Depok secara konprehensif yang meliputi
perkembangan fisik bangunan, administrasi, penyelenggaraan tugas KUA Kecamatan
Sawangan Kota Depok itu sendiri. Dengan gambaran konprehensif ini diharapkan
akan mempermudah dan memperlancar tugas penilaian yang dilaksanakan oleh tim
penilai KUA percontohan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan profil ini adalah:
1. Memberikan gambaran umum bagi para pelaksana Kantor Urusan Agama
Kecamatan Sawangan Kota Depok tentang kondisi riil KUA Kecamatan
Sawangan Kota Depok.
2. Dapat mengetahui standar dari pola dan volume kerja yang telah dilaksanakan
oleh para pelaksana Kantor Urusan Agama Kecamatan Sawangan Kota Depok,
sekaligus menjadi bahan eveluasi dan komparasi terhadap kemajuan yang telah
dicapai oleh KUA lain yang ada di Kota Depok.
28
3. Memberikan daya penilaian subjektif dari masing-masing personal pelaksana
KUA Kecamatan Sawangan sehingga akan mendorong timbulnya kreatifitas
dalam menciptakan terobosan baru untuk meningkatkan kualitas kinerja
sekaligus pula dapat memposisikan dirinya dalam perbaikan dan
penyempurnaan hasil kerja sesuai dengan tugas yang diembannya.
4. Memberikan rumusan global tentang apa yang telah dilaksanakan KUA
Kecamatan Sawangan dan apa yang akan direncanakan kedepan.
D. Struktur Organisasi
No Nama Gol/ Pangkat Jabatan
1 H. Asmat, S.Ag Penata / III-C Kepala
2 H.M. Nisan, S.Ag Penata Tk.I / III-C Penghulu
3 Abdul Qorie, S.HI Penata / III-B Penghulu
4 Sri Hartati Penata Muda Tk.I / III-B Pelaksana
5 Nurlaela Penata Muda Tk.I / III-B Pelaksana
6 Marwadi Penata Muda Tk.I / III-B Pelaksana
7 Achmad Gojalih Pengatur / II-D Pelaksana
8 Laili Lulu Arafati Pengatur / II-C Pelaksana
9 Sutjiati Pengatur / II-C Pelaksana
10 Rahmatullah Penata Muda Tk.I / III-A Pelaksana
11 Sufri Helmi Pengatur / II-C Pelaksana
12 Saefuddin, S.Ag. M.Pd. Penata / III-D Penyuluh
13 H.A. Fakhruddin, S.Ag. Penata / III-C Penyuluh
14 Zulfah, S.EI Penata / III-C Penyuluh
29
1. Pembantu penghulu
No Nama Wilayah Kerja
1 Supriyadi Sawangan Baru
2 Abdul Rosyad Sawangan Baru
3 H. Asman Sawangan Baru
4 Fakhrurrozi Sawangan Baru
5 H. Sadeli Sawangan Baru
6 Misar A. Sawangan
7 Misar B. Sawangan
8 Abd. Rojak Sawangan
9 Nojar Pasir Putih
10 Suhanda Pasir Putih
11 Arnalih Pasir Putih
12 Saniin Bedahan
13 Herman Surya Atmaja Bedahan
14 Ma’ruf Bedahan
15 Romlih Pengasinan
16 Marta Pengasinan
17 Abdurrahman Pengasinan Kp. Panggulan
15 Alfan Fauzi Honorer
30
18 H.Nasik Kedaung
19 H. Darwih Kel. Kedaung
20 M. Fajri Kel. Kedaung
21 H. Djain Kedaung
22 Azwar Anas Cinangka
23 Siddiq M. Cinangka
24 Nahrowi Cinangka
Tabel 3.1. Stuktur Oganisasi
E. Program Kerja KUA Kec Sawangan
A. Pokok-Pokok Program
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kantor.
2. Meningkatkan profesionalisme personil KUA
3. Meningkatkan tertib administrasi
4. Meningkatkan pelayanan di bidang kepenghuluan
5. Meningkatkan pelayanan di bidang BP.4 dan keluarga sakinah
6. Meningkatkan pelayanan di bidang zakat, wakaf, infaq, sodaqoh dan ibadah
sosial.
7. Meningkatkan pelayanan di bidang ibadah haji
8. Meningkatkan pelayanan di bidang kemasjidan dan hisab ru'yah
9. Meningkatkan pelayanan di bidang produk halal
10. Meningkatkan pelayanan di bidang lintas sektoral
B. Program Unggulan
Dari program kerja yang dicanangkan KUA Kecamatan Sawangan Kota
Depok, ada program ungggulan yang akan dilaksanakan oleh KUA Kecamatan
Sawangan Kota Depok yang semuanya mengarah kepada terwujudnya pelayanan
prima terhadap masyarakat.
31
Salah satunya pembinaan Kursus Calon Pengantin, kami memprogramkan
agar seluruh calon pengantin untuk mengikuti pembinaan calon pengantin.
Adapun pelaksanaannya pada hari Selasa dan Kamis setiap minggunya.
Komputerisasi pelayanan nikah. Menyadari keterbatasan tenaga karyawan
KUA yang kurang, sementara tugas-tugas rutin semakin banyak, maka salah satu
solusi untuk memberikan pelayanan yang prima terhadap masyarakat adalah
dengan sistem komputerisasi, termasuk dalam memberikan pelayanan fatwa dan
hukum.
C. Rincian Program
1. Bidang Sarana dan prasarana kantor
a. Rehabilitasi gedung balai nikah
b. Menata ruang arsif
c. Menata ruang karyawan
d. Menata ruang dapur
e. Menata ruang pelaminan
f. Menata halaman kantor
g. Membuat plang KUA, PPAIW, P2A, BAZ, BP4
h. Membuat Kantor Bersama (MUI, BAZ, BKMM, IPHI) dan Aula KUA
i. Memiliki kendaraan roda dua dan empat
2. Bidang Profesionalisme Personil KUA
a. Mengusulkan tenaga penghulu dan pelaksana di KUA Sawangan
b. Mengikuti pemilihan KUA teladan
c. Membina karyawan KUA mengenai Undang-Undang perkawinan
3. Bidang Administrasi
a. Membuat komputerisasi data
b. Melengkapi buku-buku administrasi KUA
c. Menjilid daftar pemeriksaan nikah
d. Membuat papan Struktur organisasi KUA, Grafik peristiwa nikah,
Monografi KUA, data statistik KUA dan papan peta wilayah Sawangan
32
e. Membuat Visi. Misi dan Motto KUA
f. Mengarsipkan keluar masuk surat
g. Membuat buku adminstrasi dan laporan keuangan
h. Membuat standarisasi pelayanan prima terhadap masyarakat.
4. Bidang Kepenghuluan
a. Menerima pendaftaran nikah dan rujuk
b. Meneliti daftar pemeriksaan nikah
c. Menulis buku akta nikah
d. Memeriksa, mengawasi, dan menghadiri dan mencatat peristiwa nikah dan
rujuk
e. Mengisi formulir NB, N dan pembuatan laporannya
f. Menulis buku akta nikah
g. Membantu mencari fatwa hukum khususnya mengenai perkawinan dan
rujuk
h. Membuat brosur tentang persyaratan dan proses pencatatan NR
i. Membuat laporan peristiwa nikah dan rujuk
5. Bidang Keluarga Sakinah
a. Menyusun kepengurusan BP.4 Tingkat Kecamatan Sawangan
b. Menyelenggarakan penataran calon pengantin satu minggu dua kali pada
setiap hari Selasa dan Kamis.
c. Mengadakan penasihatan 10 menit pada saat pernikahan jika situasi dan
kondisi memungkinkan.
d. Memberikan penasihatan kepada keluarga yang sedang mengalami krisis
rumah tangga.
e. Mendata keluarga sakinah sewilayah Kecamatan Sawangan
f. Sosialisasi program Keluarga Sakinah dalam pengajian-pengajian
g. Mengadakan pembinaan Keluarga Sakinah Teladan untuk mengikuti
pemilihan Tingkat Nasional
33
6. Bidang Zakat, Wakaf, Infaq, Sodaqoh dan Ibadah Sosial
a. Sosialisasi zakat, wakaf, infaq dan sodaqoh
b. Bekerjasama dengan BAZ dalam pelaksanaan teknis ZIS
c. Mengadakan pembinaan masyarakat tentang sadar zakat
d. Mendata tanah wakaf se-Kecamatan Sawangan
e. Membuat Akta Ikrar Wakaf
f. Mendata tanah wakaf
g. Mendata tempat ibadah dan pendidikan
h. Pengajian bulanan se-Kecamatan Sawangan
7. Di Bidang Ibadah Haji
a. Membentuk pengurus IPHI baru
b. Mendata calon jama'ah haji se wilayah kecamatan Sawangan tahun 2015
c. Mengadakan bimbingan manasik haji
d. Melepas calon jamaah haji se wilayah kecamatan Sawangan tahun 2015
e. Mengadakan bimbingan pelestarian haji mabrur
8. Di Bidang Kemasjidan dan Hisab ru'yah
a. Memberdayakan fungsi masjid
b. Membina khotib jum'at se wilayah Kecamatan Sawangan
c. Menyusun khuthbah Idul Fitri dan Idul Adha
d. Mendata Masjid se wilayah kecamatan Sawangan
e. Sosialisasi arah qiblat
f. Membuat jadwal waktu sholat
9. Di Bidang Produk Halal
a. Sosialisasi produk halal
b. Mendata produksi makanan minuman dan obat-obatan
c. Membantu membuat label halal makanan, minuman dan obat-obatan
d. Mendata tempat penyembelihan hewan
e. Mendata tempat pemeliharaan hewan
34
f. Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat tentang cara-cara
penyembelihan hewan yang benar
10. Di Bidang Lintas Sektoral
a. Bekerjasama dengan Kecamatan di bidang data kependudakan, PHBI, MTQ,
sosialisasi undang-undang perkawinan, tata cara perkawinan, perwakafan
dan lain-lain.
b. Bekerjasama dengan MUI di bidang kerukunan ummat beragama, sosialisasi
arah qiblat, penataran calon pengantin, sosialisasi zakat wakaf, sertifikasi
label halal, pembinaan khotib jum'at, tata cara penyembelihan yang benar
dan pembinaan mental ummat.
c. Bekerjasama dengan POLSEK tentang bahaya narkoba, sosialisasi undang-
undang pornografi dan keamanan lingkungan.
d. Bekerjasama dengan UPTD Pendidikan di bidang data pendidikan,
sosialisasi aturan perkawinan terhadap pelajar dan pengaruh kawin muda.
e. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan tentang kesehatan refroduksi,
imunisasi calon pengantin dan Keluarga Berencana dan produk halal.
f. Bekerjasama dengan IPHI di bidang Binsik dan pelestarian haji mabrur.
g. Bekerjasama dengan DM1 di bidang pemakmuran dan pemberdayaan fungsi
masjid, pendataan tempat-tempat ibadah.
h. Bekerjasama dengan BKMM di bidang pemakmuran dan pendataan majlis
ta'lim.
i. Bekerjasama dengan KKMD di bidang pendidikan di Madrasah Diniyah
j. Bekerjasama dengan LPTQ di bidang pembinaan Qori dan Qori'ah
D. Pelaksanaan Program
Dalam melaksanakan tugasnya, KUA kecamatan Sawangan berpedoman
pada surat Keputusan Menteri Agama RI No. 18 tahun 1975, yaitu bahwa tugas-
tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan Sawangan adalah melaksanakan
sebagaian tugas Kantor Kementerian Agama Kotamadya/Kabupaten pada bidang
Urusan Agama Islam.
35
Adapun program kegiatan KUA Kecamatan Sawangan yang sudah dilaksanakan
tahun 2015 meliputi:
1. Bidang Sarana dan Prasarana Kantor
KUA Kecamatan Sawangan dari mulai bulan Januari s.d. Juni telah
menata sarana dan prasarana kantor, diantaranya:
a. Pengecatan dan perbaikan bangunan.
b. Menata ruangan arsip, ruang karyawan, ruang nikah, halaman kantor.
c. Meresetorasi plang KUA, PPAIW dan BP4.
2. Bidang Profesionalisme Personil KUA
Mengusulkan tenaga penghulu yang al-hamdulillah di KUA Kecamatan
Sawangan ada tiga penghulu ditambah dengan kepala KUA sehingga
kebutuhan masyarakat khususnya dalam bidang pernikahan bisa terlayani
dengan tepat waktu.
3. Bidang Administrasi
a. Membuat komputerisasi data, melengkapi buku-buku administrasi KUA,
menata dan menjilid daftar pemeriksaan nikah tahun 2015.
b. Membuat dan mengisi papan Straktur organisasi KUA, grafik peristiwa
nikah, monografi KUA, data statistik KUA dan papan peta wilayah Kec.
Sawangan.
c. Membuat buku adminstrasi dan laporan keuangan.
d. Membuat Profil KUA, mengarsipkan keluar masuk surat dan merapikan
tata letak arsif
e. Membuat standarisasi pelayanan yang prima terhadap masyarakat
4. Bidang Kepenghuluan
Peristiwa NR dari bulan Januari s.d Desember 2015 berjumlah 1129
peristiwa. Adapun kegiatan mengenai kepenghuluan yang sudah dilaksanakan
meliputi:
a. Menerima pendafitaran nikah dan rujuk,meneliti daftar pemeriksaan nikah,
mengisi buku akta nikah, memeriksa, mengawasi, menghadiri dan
36
mencatat peristiwa nikah,mengisi register, buku stok, formulir NB, mengisi
buku akta nikah dan buku nikah, membantu dalam mencari fatwa hukum
yang ditanyakan masayarakat khususnya mengenai perkawinan, waris dan
wakaf, membuat brosur tentang persyaratan dan proses pencatatan NR
b. Membuat grafik peristiwa nikah dari tahun 2013 s.d. Juni 2015 dan
membuat laporan peristiwa nikah dan rujuk setiap bulan.
5. Bidang Keluarga Sakinah
a. Menyusun kepengurusan BP.4 tingkat kecamatan Sawangan,
menyelenggarakan penataran calon pengantin satu minggu dua kali pada
setiap hari Selasa dan Kamis, memberikan penasihatan terhadap keluarga
yang sedang mengalami krisis rumah tangga, mendata keluarga sakinah se-
wilayah Kecamatan Sawangan dan sosialisasi program Keluarga Sakinah
dalam pengajian-pengajian.
b. Mengadakan pembinaan Keluarga Sakinah Teladan untuk mengikuti
pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Provinsi Jawa Barat.
6. Bidang Zakat, Wakaf, Infaq, Sodaqoh dan Ibadah Sosial
Sosialisasi zakat infaq dan sodaqoh, pembinaan masyarakat tentang sadar
zakat, dan wakaf, pendataan tanah wakaf se-Kecamatan Sawangan,
pembuatan AIW, pendataan tempat ibadah dan pendidikan, dan pengajian
bulanan se-Kecamatan Sawangan.
7. Di Bidang Ibadah Haji
a. Membentuk pengurus IPHI baru Periode Tahun 2012 s.d. 2016
b. Mendata calon jama'ah haji se wilayah Kecamatan Sawangan dan
mengadakan bimbingan manasik haji yang diikuti oleh 132 calon jamaah
haji dengan 4 kali pertemuan.
8. Di Bidang produk halal
a. Sosialisasi produk halal, mendata produksi makanan minuman dan obat-
obatan
37
b. Pembinaan terhadap masyarakat tentang cara-cara penyembelihan hewan
yang benar melalui pengajian-pengajian.
9.Di Bidang Lintas Sektoral
a. Kerja sama dengan Kecamatan di bidang data kependudukan, PHBI,
sosialisasi undang-undang perkawinan, syarat-syarat dan tata cara
pendaftaran perkawinan, perwakapan dan Iain-lain melalui Rapat
Koordinasi di Kecamatan
b. Kerja sama dengan MUI di bidang kerukunan ummat beragama, sosialisasi
arah qiblat, penataran calon pengantin, sosialisasi zakat wakaf, sertifikasi
tanah wakaf, pembinaan khotib jum'at, tata cara penyembelihan hewan
yang benar dan pembinaan mental ummat.
c. Kerja sama dengan POLSEK tentang sosialisasi bahaya narkoba,
sosialisasi undang-undang fornografi dan keamanan lingkungan.
d. Kerja sama dengan UPTD Pendidikan di bidang data pendidikan,
sosialisasi aturan perkawinan terhadap pelajar dan pengaruh kawin muda.
e. Kerja sama dengan Dinas Kesehatan tentang kesehatan refroduksi,
imunisasi calon pengantin, Keluarga Berencana dan produk halal.
f. Kerja sama dengan IPHI di bidang Binsik yang diselenggarakan pada
bulan Mei Tahun 2012 dengan 11 kali pertemuan.
g. Kerjasama dengan DMI di bidang pemakmuran dan pemberdayaan fungsi
masjid dan pendataan tempat-tempat ibadah.
h. Kerjasama dengan BKMM di bidang pemakmuran dan pendataan majlis
ta'lim.
i. Kerjasama dengan KKMD di bidang pendataan pendidikan di Madrasah
Diniyah
j. Kerjasama dengan LPTQ di bidang pembinaan Qori dan Qori'ah untuk
mengikuti MTQ tingkat Kota.
E. Rencana Ke Depan
38
1. Menambah Fasilitas Kantor diantaranya komputer / Laptop minimal 4
Komputer untuk lebih meningkatkan pelayanan yang prima terhadap
masyarakat. Sementara komputer yang telah dimiliki baru dua komputer. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah memiliki Infocus.
2. Memiliki gedung bersama untuk kantor (BP.4, BAZ, MUI, IPHI, DMI,
BKMM)
3. Memiliki kendaraan roda dua dan empat untuk meningkatkan pelayanan yang
prima terhadap masyarakat dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
38
BAB IV
STATUS TANAH WAKAF YANG DIDAFTARKAN SEBELUM
DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF DI SAWANGAN
A. Kondisi dan Situasi Perwakafan Tanah di Indonesia
Sejak dimulainya Penyebaran Islam di pulau Jawa digerakkan oleh Wali
Songo, para wali berkelana dari dusun ke dusun, memberikan ajaran moral
keagamaan yang secara tidak langsung membantu pemeliharaan keagamaan.1
Penduduk pulau Jawa menerima Islam dengan penuh kesadaran. Islam
dipandang sebagai roh pembebas yang memerdekakan mereka dari ikatan
belenggu yang mengungkung kehidupan rohani dan jasmani sejak ratusan
tahun lamanya, disebabkan karena penderitaan mereka di bawah kekuasaan
kaum bangsawan yang otokratis dan pemuka-pemuka agama yang reaksioner
dan menjadi alat kaum feodal yang berkuasa.
Para wali dalam menyebarkan agama Islam juga cenderung pada
penggunaan tasawuf, sesuai dengan ilmu yang mereka kuasai. Dengan sikap
demikian mereka tidak mendapat rintangan dari kerajaan-kerajaan yang
berkuasa waktu itu. Karena dalam tasawuf, di samping pengamalan keagamaan
juga perenungan secara mikrokosmos dalam hubungannya dengan alam
semesta, makrokosmos untuk mengetahui hakikat dirinya di antara alam
semesta ini.
Roshidin dalam bukunya mengutip perkataan Azyumardi Azra bahwa
ada empat tema pokok yang berkaitan dengan permulaan penyebaran Islam di
Nusantara yaitu pertama, Islam dibawa langsung dari Arab. Kedua, Islam
diperkenalkan oleh para guru dan penyiar profesional (zondig). Ketiga, pihak
yang mula-mula masuk Islam adalah penguasa, dan keempat, mayoritas para
penyebar Islam profesional ini datang ke Nusantara pada abad ke-12 dan 13.
Selanjutnya, Azra menyatakan bahwa meskipun mungkin Islam sudah
diperkenalkan ke Nusantara sejak abad pertama hijriah, namun hanya setelah
1 Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Bandung: Mizan, 2012), hlm. 1-5.
39
abad ke-12 M pengaruh Islam tampak lebih nyata, dan proses islamisasi baru
mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan 16 M. Sejak abad ke-13 semarak
penyebaran Islam di Nusantara ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di berbagai daerah, seperti Pasai di pesisir utara Sumatera, Gresik,
Demak, Gowa, Banten, Cirebon, Buton, dan Ternate. Islam yang hadir di
Indonesia yang diyakini dibawa oleh para pedagang baik dari Arab, India
maupun Persia menampilkan agama yang damai.2
Pelaksanaan hukum Islam menyatu dengan peradilan negara dan
dilakukan secara bertingkat, mulai dari peradilan tingkat kampung, kemudian
peradilan balai hukum mukim yang merupakan tingkat banding, dan jika masih
terdapat ketidakadilan bisa dilakukan kasasi kepada Sultan, yang anggotanya
terdiri dari Sri Paduka Tuan, Raja Bandahara, dan Faqih.3
Pelaksanaan hukum Islam di kerajaan Mataram di bawah kendali Sultan
Agung dibagi menjadi peradilan Surambi yang menangani perkara-perkara
kejahatan pidana (qishâs). Selanjutnya di Minangkabau, perkara agama diadili
pada rapat Nagari dan kepala-kepala nagari, pegawai-pegawai masjid dan
ulama-ulama yang dilakukan pada hari Jumat, sehingga sidang tersebut
dinamakan Sidang Jumat.4
Terdapat beberapa daerah seperti Aceh, Jambi, dan Kalimantan yang
telah menerapkan sebuah bentuk peradilan dengan hakim-hakim yang dipilih
langsung oleh penguasa setempat. Namun di beberapa daerah tidak terdapat
bentuk pengadilan agama secara khusus. Sedang di daerah Jawa, eksistensi
Pengadilan Agama sudah terlihat pada abad ke-16 M. Begitulah hukum Islam
berlaku dan dilaksanakan dalam masyarakat Nusantara. Hampir seluruh
wilayah Nusantara menggunakan hukum Islam dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari termasuk wakaf.
1. Pra Kemerdekaan Republik Indonesia
2 Rosidin, Pengantar Hukum Islam, (Yogyakarta, Lintas Aksara, 2016) cet ke-1, hlm.
162. 3 Muhammad Zaenuddin, Tariech Aceh dan Nusantara, (Medan: PustakaIskandar Muda,
1961), hlm. 317-318. 4 Soepomo, Sistem Hukum Indonesia Sebelum Perang Dunia II, (Jakarta: Pradnya
Paramitha, 1983), hlm. 93.
40
Sebagian besar masyarakat Indonesia melaksanakan wakaf
berdasarkan faham keagamaan yang dianut yaitu faham Syafi’iyah dan adat
kebiasaan setempat. Pada waktu itu perwakafan tanah masih menggunakan
tradisi lisan atas dasar saling percaya, karena kebiasaaan memandang wakaf
sebagai amal saleh yang mempunyai nilai mulia dihadirat tuhan tanpa harus
melalui prosedur administratif dan harta wakaf dianggap sebagai milik
Allah SWT semata yang siapa saja tidak ada yang berani mengganggu gugat
tanpa seijin Allah SWT.5
Pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesia, lembaga perwakafan
sering dilakukan oleh masyarkat yang beragama Islam. Hal ini sebagai
konsekuensi logis dari banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Seperti kerajaan Demak, Samudera Pasai dan sebagainya. Sejak masa
dahulu praktek wakaf ini telah diatur oleh hukum adat yang sifatnya tidak
tertulis dengan berlandaskan ajaran yang bersumber dari nilai-nilai Islam.
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia masalah perwakafan sendiri
telah mendapatkan perhatian dari pihak kolonialisme Belanda.
Hal ini dikarenakan untuk menyikapi banyaknya praktek perwakafan
yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Di antara peraturan-peraturan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Surat edaran Governemen pertama tertanggal 31 januari 1905
Nomor436 yang termuat dalam bijblad 1905 Nomor 6196. dimana
dalam surat edarannya ini pihak colonial tidak menghalangi atau
melarang praktek wakaf yang dilakukan umat islam untuk memenuhi
keagamaannya.
2) Surat edaran dari sekretaris Governemen tanggal 04 januari 1934
1361/A yang termuat dalam bijblad 1931 Nomor 125/A. inti dari surat
edaran ini adalah untuk bisa mewakafkan harta benda harus ada
persetujuan dari Bupati, dimana Bupati akan menilai permohonan
5 Ahmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat, ( Jakarta : Mitra Abadi Press, 2006 ) hlm. 47
41
tersebut dari segi tempat dan maksud dari pendirian itu. Tujuannya
tidak lain agar tanah tersebut terdaftar.
3) Surat edaran sekretaris Governemen tertanggal 24 desember 1934
Nomor 3088/A yang termuat dalam bijblad tahun 1934 Nomor 13390.
isi dari surat edaran ini sifatnya hanya mempertegas apa yang telah
disebutkan dalam surat edaran sebelumnya. Dimana memberikan
wewenang kepada Bupati untuk menyelesaikan perkara jika terjadi
perselisihan atau persengketaan tentang tanah-tanah wakaf tersebut.
4) Surat edaran sekretaris Governemen tertanggal 27 mei 1933 Nomor
1273/A yang termuat dalam bijblad 1935 Nomor 13480. sama seperti
surat edaran sebelumnya, surat edaran ini pun bersifat penegasan
terhadap surat-surat edaran sebelumnya, dimana diatur mengenai tata
cara perwakafan sebagai realisasi dari bijblad Nomor 6169/1905 yang
menginginkan registrasi dari tanah-tanah wakaf tersebut.6
2. Pasca Kemerdekaan dan Sebelum PP Nomor 28 Tahun 1977
Ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada
tanggal 17 Agustus 1945, maka berakhirlah era kolonialisme belanda di
Indonesia, akan tetapi tidak berarti semua peraturan-peraturan peninggalan
mereka hengkang pula dari tanah air tercinta. Ada pula yang masih
dipergunakan, seperti peraturan-peraturan tentang perwakafan pada masa
belanda masih berlaku ketika Indonesia merdeka. Berdasarkan pasal II
aturan peralihan Undang-undang 1945 yang berbunyi “segala badan Negara
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru
menurut Undang-undang ini”.7
Selanjutnya pemerintah pada masa itu mengeluarkan beberapa
petunjuk tentang perwakafan seperti petunjuk dari Departemen Agama
6 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, ( Jakarta :
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006 )
hlm. 27. 7 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006) hlm. 5.
42
Republik Indonesia pada tanggal 22 desember 1953 tentang petunjuk-
petunjuk mengenai wakaf dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan
kondisi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Dalam perkembangan
selanjutnya, maka peraturan perwakafan tanah tersebut dirasakan kurang
memadai dan masih banyak kelemahan-kelemahannya, seperti belum
memberikan kepastian hukum mengenai tanah-tanah wakaf. Hal itu
dikarenakan masih dalam masa euphoria kemerdekaan dengan dinamika
sendi-sendi peraturan dan pemerintahan masih belum stabil.8
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan mengenai perwakafan
tanah ini mendapat perhatian yang khusus, dalam pasal 49 Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 Tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian
(UUPA) sebagai berikut:
1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui
dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pada akan memperoleh tanah
yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan
dan sosial.
2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dengan hak pakai.
3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan
pemerintah.9
Dari ketentuan pasal 49 ayat (3) tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam rangka menertibkan dan melindungi tanah-tanah wakaf, pemerintah
harus memberikan pengaturannya yang tertuang dalam bentuk suatu
peraturan pemerintah. Akan tetapi peraturan pemerintah yang dikeluarkan
oleh pasal 49 ayat (3) tersebut baru ada pada 17 tahun kemudian sehingga
8 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006) hlm. 5. 9 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, ( Jakarta :
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, 2006 )
hlm. 26.
43
praktis pada periode ini mau tidak mau digunakan juga peraturan yang ada
sebelumnya.
3. Pasca PP Nomor 28 Tahun 1977
Peraturan-peraturan yang mengatur tentang perwakafan tanah di
Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan maupun belum dapat
memberikan kepastian hukum dalam rangka melindungi tanah-tanah wakaf
yang ada, dengan demikian peraturan tersebut belum secara sempurna dan
komprehensif dalam menyelesaikan permasalahan perwakafan tanah yang
sangat kompleks.10
Dari hal tersebut maka sesuai dengan ketentuan pasal 49 ayat (3)
UUPA maka pemerintah pada tanggal 17 Mei 1977 menetapakan PP Nomor
28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,
pemerintah mempunyai beberapa pertimbangan yang dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1) Bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat
dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan
kehidupan keagamaan, khususnya umat yang beragama Islam dalam
rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2) Bahwa perundang-perundangan yang ada sekarang ini yang mengatur
tentang perwakafan tanah milik, selain belum memenuhi kebutuhan
akan cara-cara perwakafan juga membuka kemungkinan timbulnya
hal-hal yang tidak di inginkan disebabkan tidak adanya data-data yang
nyata dan lengkap mengenai tanah wakaf yang diwakafkan.
Dengan berlakunya peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 ini,
maka semua peraturan perundang-undangan tentang perwakafan
sebelumnya yang bertentangan dengan PP Nomor 28 tahun 1977 ini
dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan hal-hal yang belum diatur akan
10
Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di
Indonesia (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006) hlm . 7
44
diatur lebih lanjut oleh Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri
sesuai bidangnya masing-masing.
4. Pasca Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
Pembahasan mengenai wakaf masih relevan dan berkesinambungan,
hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sistem perekonomian dan
pembangunan yang melahirkan inovasi-inovasi baru dalam pertanahan.
Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 isu yang paling menonjol adalah
ketika Prof. M.A. Mannan, seorang ahli ekonomi asal Bangladesh,
menggulirkan gagasan wakaf tunai.11
Yang disampaikan pada tahun 2001
dan dipresentasikan dalam forum Internasional di Harvard University.
Perihal konsep wakaf ini sudah secara sukses dipraktekkan secara sukses di
Bangladesh.12
Ketika wacana wakaf tunai digulirkan oleh M.A. Mannan,
seolah memecah kebekuan pemahaman dunia perwakafan tanah air yang
selama ini terkerangkeng pada salah satu mazhab fikih yang selama ini
dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia.
Dari wacana wakaf tunai tersebut muncul berbagai seminar dan
pembahasan-pembahasan mengenai penerapan wakaf tunai di Indonesia
yang menjadikan wakaf tunai sebagai salah satu unsur yang diakomodasi
dalam Undang-undang Nomor41 Tahun 2004 ini, yang diketahui dalam PP
Nomor 28 Tahun 1977 tidak dibahas mengenai jenis wakaf tunai ini.
Perkembangan mengenai wakaf setelah lahir dan berlakunya
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah terdapat
payung Hukum yang jelas dan legal dalam melakukan kegiatan perwakafan,
dengan demikian semakin jelas dan kuat peraturan tentang perwakafan
khususnya tentang wakaf tanah di Indonesia.
Hal ini menjadi sangat penting dengan adanya PP Nomor 28 tahun
1977 yang masih belum mengakomodir permasalahan dan kebiasaan
masyarakat Islam Indonesia yang masih menggunakan tradisi lisan dalam
11
Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta :