Top Banner
STATUS NEUROLOGI DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UISU IDENTITAS PRIBADI Nama : Johan Sinaga Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 45 tahun Suku Bangsa : Batak Agama : Kristen Alamat : Jl. Pemb 1 Kel. Tj. Gusta, Medan Status : Menikah Pekerjaan : TNI AD Tanggal Masuk : 15-10-2013 Tanggal Keluar : - ANAMNESA Keluhan Utama : Mata sebelah kiri berkedip-kedip tanpa disadari 1
36

Status Neurologi

Oct 20, 2015

Download

Documents

Ade Gunawan

ade gunawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Status Neurologi

STATUS NEUROLOGI

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UISU

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Johan Sinaga

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 45 tahun

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Pemb 1 Kel. Tj. Gusta, Medan

Status : Menikah

Pekerjaan : TNI AD

Tanggal Masuk : 15-10-2013

Tanggal Keluar : -

ANAMNESA

Keluhan Utama : Mata sebelah kiri berkedip-kedip tanpa disadari

Telaah : OS dikonsul oleh dokter spesialis penyakit dalam kepada dokter spesialis saraf karena

OS mengeluhkan mata OS yang sebelah kiri sering berkedip tanpa disadari. Hal ini sudah

dialami OS selama ± 12 tahun ini. Dulu awalnya OS merasa mata sebelah kirinya sering

1

Page 2: Status Neurologi

berkedip tanpa disadari. Setahun kemudian, sudut mulut OS yang sebelah kiri terasa tertarik

diiringi dengan mata yang sebelah kiri yang sering berkedip. OS mengatakan waktu timbulnya

(mata berkedip-kedip dan sudut mulut tertarik) tidak tentu dan lamanya ±1 menit, tanpa disertai

nyeri ataupun rasa terbakar dan setelahnya OS juga tidak mengeluhkan adanya rasa kebas. Selain

itu OS juga merasa mata sebelah kirinya sering berair dan terkadang air liur OS keluar tanpa

disadari dan pendengaran OS pada telinga kiri terasa lebih jelas dibanding telinga kanan. Untuk

lidah, OS tidak ada mengeluhkan celat saat berbicara ataupun adanya penurunan sensasi rasa

pada lidah. OS mengatakan bahwa OS mempunyai kebiasaan mengendarai sepeda motor dengan

kecepatan cukup tinggi tanpa menggunakan helm sehingga wajah OS terpapar angin yang cukup

kencang.

Riwayat Penyakit Terdahulu : -

Riwayat Penggunaan Obat : Aloperidol, Artan

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal

Imunisasi : Lengkap

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : TNI AD

2

Page 3: Status Neurologi

PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 64 x/menit reguler

Frekuensi Nafas : 28x/menit regular

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan Posisi : normochepali

Pergerakan : -

Kelainan Panca Indera : -

Rongga Mulut dan Gigi : -

Kelenjar Parotis : -

Desah : -

Dan Lain-lain : -

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Rongga dada Rongga abdomen

Inspeksi simetris fusiformis simetris

Perkusi sonor timpani

3

Page 4: Status Neurologi

Palpasi SF Ka=Ki kesan normal soepel

Auskultasi suara pernafasan vesikuler peristaltik usus normal

STATUS NEUROLOGI

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk : (-)

Tanda Kerniq : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinski II : (-)

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : (-)

Sakit Kepala : (-)

Kejang : (-)

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia normosmia normosmia

Anosmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

4

Page 5: Status Neurologi

Hiposmia (-) (-)

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus 5/6 5/6

Lapangan Pandang

Normal normal normal

Menyempit

Hemianopsia

Scotoma

Reflex Ancaman

Fundus Okuli TDP TDP

Warna

Batas

Ekskavasio

Arteri

Vena

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan bola mata Normal Normal

Nistagmus (-) (-)

Pupil TDP TDP

Lebar

Bentuk

5

Page 6: Status Neurologi

Refleks Cahaya Langsung

Refleks Cahaya Tidak Langsung

Rima Palpebra

Deviasi conjugate

Fenomena Doll’s Eye

Strabismus

NERVUS V

KANAN KIRI

Motorik TDP TDP

Membuka dan menutup mulut

Palpasi otot masseter dan Temporalis

Kekuatan Gigitan

Sensorik

TDP TDP

Kulit

Selaput lender

Refleks Kornea

TDP TDP

Langsung

Tidak langsung

Reflex Masseter

TDP TDP

Reflex Bersin

TDP TDP

6

Page 7: Status Neurologi

NERVUS VII

KANAN KIRI

MOTORIK

Mimik Tertarik ke kanan

Kerut Kening +++ (-)

Mentup Mata Normal susah membuka mata kiri

Meniup Sekuatnya Normal (-)

Memperlihatkan Gigi Tertarik ke kanan (-)

Sensorik

Pengecapan 2/3 Depan Lidah (+)

Produksi Kelenjar Ludah (+)

NERVUS VIII

Auditorius

Pendengaran Normal

Hiperakustik

Test Rinne TDP TDP

Test Weber TDP TDP

Test Schwabach TDP TDP

Vestibularis TDP TDP

Nistagmus reaksi Kalori

Vertigo

Tinnitus

7

Page 8: Status Neurologi

NERVUS IX, X TDP TDP

Pallatum Mole

Uvula

Disfagia

Disartria

Disfonia

Reflex muntah

Pengecapan 1/3 Belakang Lidah

NERVUS XI

KANAN KIRI

Mengangkat Bahu Normal Normal

Fungsi Otot Sternocleidomastoideus Normal Normal

NERVUS XII

TDP TDP

Lidah

Tremor

Atrofi

Fasikulasi

8

Page 9: Status Neurologi

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat

Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan

SISTEM MOTORIK

TDP TDP

Trofi

Tonus Otot

Kekuatan Otot

ESD: ESS:

EID : EIS

Sikap (duduk – Berdiri – Berbaring)

Gerakan Spontan Abnormal

Tremor

Khorea

Ballismus

Mioklonus

Atetosis

Distonia

Spasme

Tic

Dan Lain – Lain

TEST SENSIBILITAS

9

Page 10: Status Neurologi

Eksteroseptif

Proprioseptif

Fungsi kortikal untuk Sensibilitas

Stereognosis

Pengenalan Dua Titik

Grafestesia

REFLEKS

TDP TDP

Reflex Fisiologis

KANAN KIRI

Biceps

Triceps

Radioperiost

APR

KPR

Strumple

Refleks Patologis

Babinski

Oppenheim

Chaddock

Gordon

Schaefer

Hoffman – Tromner

Klonus Lutut

Klonus Kaki

10

Page 11: Status Neurologi

Refleks Primitif

KOORDINASI

Lenggang

Bicara

Menulis

Percobaan Apraksia

Mimik

Test Telunjuk – Telunjuk

Test Telunjuk – Hidung

Diadokhokinesia

Test Tumit – Lutut

Test Romberg

VEGETATIF

Vasomotorik

Pilo-Erektor

Miksi

Defekasi

Potens dan Libido

11

Page 12: Status Neurologi

VERTEBRA

Bentuk

Normal

Scoliosis

Hiperlordosis

Pergerakan

Leher

Pinggang

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

TDP TDP

Laseque

Cross laseque

Test Lhermitte

Test Naffziger

GEJALA – GEJALA SEREBELAR

Ataksua

Disartria

Tremor

Nistagmus

Fenomena Rebound

Vertigo

12

Page 13: Status Neurologi

Dan Lian-Lain

GEJALA – GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor

Rigiditas

Bradikinesia

Dan Lain-Lain

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif

Ingatan Baru

Ingatan Lama

Orientasi

Diri

Tempat

Waktu

Situasi

Intelegensia

Daya Pertimbangan

Reaksi Emosi

Afasia

Ekspresif

13

Page 14: Status Neurologi

Represif

Apraksia

Agnosia

Agnosia visual

Agnosia jari-Jari

Akalkulia

Disorientasi Kanan – Kiri

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Dari gejala klinis dan pemeriksaan yg dilakukan dapat disimpulkan Os menderita Tic

Facialis

DIAGNOSA : TIC FACIALIS

DIAGNOSA BANDING : 1. Tic facialis

2. Facial myokimia

3. Hemifacial spasme

PENATALAKSANAAN :

1. IVFD RL 20 gtt/i macro

2. Haloperidol 0,25 mg/hari 5-15 hari

3. Ranitidin 25mg 2x1

DIAGNOSA KERJA : Tic Facialis

14

Page 15: Status Neurologi

RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK

1)

2)

3)

4)

5)

6)

BAB I

PENDAHULUAN

15

Page 16: Status Neurologi

Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik

ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII (N.

facialis), yang gerakannya bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat

terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakanya

dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip – kedip.

Tic biasanya diperburuk oleh stres, kemarahan, kegembiraan, dan dapat dikurangi dengan

relaksasi dan tidur. Kelainan tik, suatu diagnosis klinis, sering menunjukkan respon baik

terhadap terapi medis.Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan tik onset masa kanak-

kanak yang berasosias dengan abnormalitas perilaku (96% pada usia 11). Gangguan kepribadian

kompulsif, gangguan defisit atensi, dan gangguan cemas tampak pada kebanyakan individu ini.

Hanya 10% sampai 20% memiliki koprolalia.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

16

Page 17: Status Neurologi

2.1 DEFINISI

Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak disadari, yang

tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N. Facialis). Gerakan

pada tic facialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Gerakanya dapat

berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip. Tic facialis tersebut

kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf

cranial VII dimana terdapat batang otak.

2.2 ANATOMI

Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak menyilang melalui

traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima persarafan korteks kontralateral

(hanya serabut kortikobulbaris yang menyilang). Apabila terdapat suatu lesi rostral dari nukleus

fasialis akan menimbulkan paralisis dari otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan

orbikularis okuli. Karena otot frontalis dan orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal

bilateral, maka otot-otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks

motorik atau jaras kortikobulbarisnya.

Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu :

1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator palpebra

(N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M. Stilohioid dan M. Stapedius di

telinga tengah.

17

Page 18: Status Neurologi

2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.

Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus

paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.

3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan

lidah.

4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah

overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih)) ini terdapat di lidah,

palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar gendang telinga.

Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.

Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah, kelenjar air mata dan

ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga menghantarkan berbagai jenis sensasi

eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari

kelenjar ludah, mukosa hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang

disarafinya.

Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis.

Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan

kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai

badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti-inti akar

desenden dari saraf trigeminus.

Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan keluar di bagian

lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian memasuki meatus akustikus

internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang

18

Page 19: Status Neurologi

berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang

tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.

Gambar 1. Anatomi nervus facialis

2.3 ETIOLOGI

1. Idiopatik

2. Facial nerve compression by mass

3. Rangsangan iritatif pada ganglion geniculatum

4. Kegelisahan

2.4 PATOGENITAS

Sebagian besar kasus Tic Facialis sebelumnya yang dianggap idiopatik itu mungkin

disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang ( misalnya cabang distal dari arteri anterior

19

Page 20: Status Neurologi

inferior cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus facialis dalam cerebellopontine

angle. Lesi kompresi misalnya pada tumor mungkin dapat menyebabkan terjadinya penekanan

pada nervus facialis

Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot yang terlibat.

Iritasi kronis pada nervus facialis atau nukleus facialis merupakan penyebab yang mungkin dari

tic facialis. Iritasi dari nucleus nervus facialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari

nucleus nervus facialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan

ephatic transmisi dalam nervus facialis.

Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu pencerminan

kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut dapat terangkat dan

kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering

dijumpai pada anak atau orang dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang kepercayaan diri

sering terlihat pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras

dan bilateral, sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata

merupakan gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.

Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang bersamaan

pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai koprolalia (mengelurkan

kata-kata kotor) itu dikenal sebagai tic gilles de la tourette.

2.5 GEJALA KLINIS

Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan membaca

mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah tidak sengaja kejang,

20

Page 21: Status Neurologi

biasanya diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar menuju pipi dan mulut. Gangguan

tersebut pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi bisa memalukan.

Gejala dari tic facialis antara lain yaitu :

1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata

2. Mata berkedip secara berlebihan

3. Wajah yang berkedut

4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu

5. Sudut mulut terangkat

2.6 DIAGNOSIS

21

Page 22: Status Neurologi

Tic facialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang

dipersarafi N.VII ( N. facialis ) , tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang bersifat setempat

pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya

pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakanya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis

atau mata yang berkedip-kedip.

Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia

berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran

EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang

berdekatan.

Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan terkoordinasi serta

berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan keinginan untuk

melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian penderita merasa lega. Penderita tic”s

biasanya berhubungan dengan penyakit obsesive compulsive.

Diagnosa pasti penyebab tic facialis sulit ditegakkan. Menegakkan diagnosis tic facialis

dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang diperlukan.

Namun pada keadaan khusus diperlukan EEG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejang

Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan tic facialis yaitu tumor, malformasi pembuluh

darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat menimbulkan penekanan pada nervus VII.

Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh pembuluh darah .

Dari 140 kasus tic facialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular dekompresi didapatkan

22

Page 23: Status Neurologi

copressing vessel yang paling sering adalah Anterior Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73

kasus ( Madjid S.dkk,1998).

2.7PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada tic facialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan medika mentosa dengan

pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200 mg/hr. Pada hasil penelitian lain dikatakan

carbamazepin efektif pada lebih dari 50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen

dengan dosis 10-60 mg/ hari).

Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan

Botulinum Toxin Injeksi (BOTOX) dengan dosis rata – rata 3,22 unit/cm2 secara langung

pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi Clostridium

Botulinum yang menghambat pelepasan asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu

menimbulkan efek paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel

transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan tergantung dari daerah

otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan hasil pengolahan toksin botulinum serotipe

A. Secara klinis kelemahan akan tampak 1-3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir

3-6 bulan kemudian tergantung dosis dan kepekaan individu.

Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara pengobatan

terhadap Tic facialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup serius. Menurut penelitian

Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan terapi pilihan bagi tic facialis disamping

botox.

23

Page 24: Status Neurologi

2.8 DEFERENSIAL DIAGNOSA

1. Facial myokimia

Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia

berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut.

Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor

unit yang berdekatan. Facial myokimia muncul sebagai vermikular twitching dibawah

kulit, sering dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari gerakan wajah

abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial myokimia dapat terjadi

dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus yang berat mungkin bermanfaat jika

diberikan toksin botulinum. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa

pengobatan dalam beberapa minggu.

2. Hemifacial spasme

Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah

yang dipersarafi N.VII (N. facialis) , bersifat paroksismal, timbil secara sinkron dan

intermitten pada satu sisi wajah.

Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oculi dan

menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut, meliputi

musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma. Spasme hemifasial atypical lebih

jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal kontraksi dimulai pada musculus

orbicularis oris dan buccinator, dan menyebar ke musculus orbicularis oculi.

24

Page 25: Status Neurologi

2.9 PROGNOSIS

Prognosis dari tic facialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien

terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin

membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin botulinum atau

obat-obatan. Pada tic facialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala

mereka.

25

Page 26: Status Neurologi

BAB III

KESIMPULAN

1. Definisi tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak

disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N.

Facialis). Gerakan pada tic facialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun

berkali.

2. Etiologi tic facialis idiopatik, facial nerve compression by mass, rangsangan iritatif pada

ganglion geniculatum, kegelisahan.

3. Gejala dari tic facialis antara lain yaitu berkedut intermitten dari otot kelopak mata, mata

berkedip secara berlebihan, wajah yang berkedut, Ekpresi wajah seperti meringis atau

mencucu, Sudut mulut terangkat

4. Penatalaksanaan dari tic facialis antara lain carbamazepin dosis 600-1200 mg/hari,

Botulinum toxin injeksi serotype A, dan operasi dekompresi pembuluh darah.

5. Prognosis dari tic facialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien

terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin

membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin

botulinum atau obat-obatan. Pada tic facialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh

kembali dari gejala mereka.

26

Page 27: Status Neurologi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenter D. O., Hemifacial spasm, HANDBOOK OF PATHOPHYSIOLOGY, 1st

edition, Pennsylvania: Springhouse, 2001

Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, NEUROLOGI KLINIK PEMERIKSAAN FISIK

DAN MENTAL, ed. 4, Jakarta: FKUI, 2004.

Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, NEUROLOGI KLINIS

DASAR, ed. 9, Jakarta: Dian Rakyat, 2003

Steven Gulevich. Hemifacial spasm. http://emedicine.medscape.com/article/1170722

dikases tanggal 22 oktober 2013

http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp

http://www.mountsinai.org/patient-care/health-library/diseases_neurologi.

27