Top Banner
PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA (Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler ) PENDAHULUAN 1. Latar Belakang PT. INDONESIAN MARINE (Indomarine) adalah erusahaan em!uat erahu dan "aal. Pada tahun #$%&' usaha ini di"em!an "an den an enam!ahan !idan eren anaan dan ela"sanaan te"ni" ada boiler terutama !an*a" menan ani boiler untu" a!ri" ula. Produ" utama *an dihasil"an PT. Indomarine *an ter Sin osari + Malan adalah Fire Tube Boiler dan Water Tube Boiler den an "aasitas dan sesi,i"asi disesuai"an den an "e!utuhan "onsumen. -e!eraa "omonen utama boilerdiantaran*a adalah economizer dan super-heater . Kedua "omonen ini tersusun dari ia ia dimana di dalamn*a dialiri te"anan ua "eluarann*a daat diman,aat"an untu" !er!a ai hal *aitu salah msatun* untu" mem!an "it"an ener i listri". Kara"teristi" "ualitas suatu ia daat diter men/adi varia!el varia!el seerti: Diameter Nominal' Diameter Ma"simal' Diameter Minimal. Oleh "arena itu' roses en er/aan ia ia ini harus dila"u"an den an a ar "ualitasn*a daat ter/a a sehin a te"anan ua *an dihasil"an sesuai den an telah diren ana"an se!elumn*a. PT. Indomarine telah meraih serti,i"asi dalam hal en/aminan mutu *aitu ISO $00#: 1000. Namun selama ini erusahaan !elum ernah menera"an metode Six Sigma untu" men amati roses rodu"si *an !erlan sun . Di lain sisi' metode i entin untu" men etahui se!eraa !ai" roses manu,a"tur *an telah dila"u"an sel ini. Artin*a' aa!ila erusahaan telah !erada ada tin "at "ualitas % Si ma' ma"a diasti"an !ah2a rodu" *an dihasil"an oleh PT. Indomarine u"u daat diandal"a -erdasar"an uraian di atas ma"a ermasalahan daat dirumus"an se!a ai !eri" “Bagaimana eneraan Statistical Process Control !e"agai #a$a imlementa!i met%&e Six Sigma &i PT. In&%marine'( ). T#*#an Penelitian #. Men etahui tin "at "aa!ilitas si ma S34 ( Sigma Quality Level ) dan DPMO ( Defects er !illion "pportunities# ada rosesben$ing ia boiler /enis%ater tube boiler se!a ai tolo" u"ur "emamuan "iner/a a2al ( current performance)' 1. Men analisis sta!ilitas dan "aa!ilitas rodu" *an dihasil"an' 5. Men ari ,a"tor ,a"tor *an daat memen aruhi sta!ilitas dan "aa!ilitas r *an dihasil"an. 1
32

Spc Six Sigma

Oct 06, 2015

Download

Documents

Endang Suhendar

SIX SIGMA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROLSEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI METODE SIX SIGMA(Studi Kasus: PT. INDONESIAN MARINE Divisi Boiler )PENDAHULUAN1. Latar Belakang PT. INDONESIAN MARINE (Indomarine) adalah perusahaan pembuat perahu dan kapal. Pada tahun 1967, usaha ini dikembangkan dengan penambahan bidang perencanaan dan pelaksanaan teknik pada boiler terutama banyak menangani boiler untuk pabrik gula. Produk utama yang dihasilkan PT. Indomarine yang terletak di Singosari Malang adalah Fire Tube Boiler dan Water Tube Boiler dengan kapasitas dan spesifikasi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.Beberapa komponen utama boiler diantaranya adalah economizer dan super-heater . Kedua komponen ini tersusun dari pipa-pipa dimana di dalamnya dialiri fluida yang tekanan uap keluarannya dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal yaitu salah msatunya untuk membangkitkan energi listrik. Karakteristik kualitas suatu pipa dapat diterjemahkan menjadi variabel-variabel seperti: Diameter Nominal, Diameter Maksimal, Diameter Minimal. Oleh karena itu, proses pengerjaan pipa-pipa ini harus dilakukan dengan teliti agar kualitasnya dapat terjaga sehingga tekanan uap yang dihasilkan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya.PT. Indomarine telah meraih sertifikasi dalam hal penjaminan mutu yaitu ISO 9001: 2000. Namun selama ini perusahaan belum pernah menerapkan metode Six Sigma untuk mengamati proses produksi yang berlangsung. Di lain sisi, metode ini sangat penting untuk mengetahui seberapa baik proses manufaktur yang telah dilakukan selama ini. Artinya, apabila perusahaan telah berada pada tingkat kualitas 6-Sigma, maka dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan oleh PT. Indomarine cukup dapat diandalkan. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana penerapan Statistical Process Control sebagai upaya implementasi metode Six Sigma di PT. Indomarine? 2. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat kapabilitas sigma SQL (Sigma Quality Level ) dan nilai DPMO (Defects Per Million Opportunities) pada proses bending pipa boiler jenis water tube boiler sebagai tolok ukur kemampuan kinerja awal (current performance), 2. Menganalisis stabilitas dan kapabilitas produk yang dihasilkan, 3. Mencari faktor-faktor yang dapat memengaruhi stabilitas dan kapabilitas produk yang dihasilkan.TINJAUAN PUSTAKASix Sigma (6s) Six Sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO Defects Per Million Opportunities ) untuk setiap transaksi produk (barang/jasa). Sebuah upaya giat menuju kesempurnaan ( zero defect kegagalan nol). Perusahaan General Electric sebagai salah satu perusahaan yang sukses menerapkan metode Six Sigma menyatakan, Six Sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu kita mengembangkan dan menghantarkan produk mendekati sempurna. Ide sentral di belakang Six Sigma adalah jika dapat mengukur berapa banyak cacat yang ada dalam suatu proses, maka secara sistematis dapat mengatasi bagaimana menekan dan menempatkan diri dekat dengan zero-defect . Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang (range ) yang telah ditetapkan. Rentang tersebut memiliki batas, yakni batas atas (USL Upper Specification Limit ) dan batas bawah (LSL Lower Specification Limit ). Proses yang terjadi di luar rentang tersebut maka dianggap cacat (defect). Proses 6s berarti proses yang hanya menghasilkan 3,4 DPMO ( Defects Per Million Opportunities ). Model ix Sigma Distribusi Normal

Model six sigma Motorola

Terlihat dalam gambar di atas bahwa dalam kurva distribusi normal, proses 6s sebenarnya hanya mengijinkan produk/proses yang ditolak (sebelah kanan dan kiri batas spesifikasi USL dan LSL) sebesar 0,002 DPMO. Namun dalam metode Six Sigma yang pertama kali digunakan oleh Motoro la merupakan suatu modifikasi dari kurva diatas yaitu dengan menggeser nilai rata-rata ( - mean ) sebesar 1,5s dengan batas nilai yang ditolak adalah 3,4 DPMO. Konsep inilah yang kemudian banyak dipakai dalam industri manufaktur maupun industri lainnya. Pada dasarnya pelanggan akan merasa puas apabila mereka menerima produk dengan nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan dapat mengharapkan terjadinya 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri entang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik.Dalam bidang manufaktur, enam aspek umum tersebut dibuat lebih spesifik dan dinyatakan dalam langkah-langkah yang lebih eksplisit, yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan), (2) mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (critical-to-quality), (3) menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll., (4) menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai dengan yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ), (5) menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ), (6) mengubah desain produk, proses, ataupun keduanya sedemikian rupa agar mampu mencapai kapabilitas proses 6-s igma (Cp = 2). a. Tahap Define Define (D) merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma . Tahap define adalah fase menentukan masalah dan menetapkan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang dalam hal ini sering disebut dengan suara pelanggan (VOC Voice of Customer ). Setelah karakteristik kualitas yang terdefinisi dalam bahasa konsumen tersebut diketahui, maka langkah selanjutnya dalam tahap ini adalah menerjemahkannya ke dalam bahasa produsen yaitu dalam parameter teknis (VOC & CTQ). 1) Voice of Customer (VOC) dan Critical to Quality (CTQ) Kriteria spesifik dari konsumen atas suatu produk disebut karakteristik kualitas riil ( Voice of Customer ). Karakteristik ini dapat diidentifikasi dengan pertanyaan Apa yang dipandang penting oleh pelanggan?. Menurut Kano, Voice of Customer merupakan kumpulan kebutuhan pelanggan, terdiri dari: Dissatisfiers. Kebutuhan yang diharapkan dalam suatu produk. Kebutuhan ini merupakan pemberian, bukan bersumber dari pelanggan. Jika kebutuhan tersebut tidak ada pada suatu produk maka pelanggan akan tidak puas. Satisfiers. Kebutuhan dimana pelanggan berkata Kami menginginkannya !. Pencapaian kebutuhan tersebut menciptakan kepuasan. Exciters/Delighters. Fitur baru atau inovatif diluar ekspektasi pelanggan. Kehadiran fitur tersebut membawa pada persepsi tinggi akan kualitas.Voice of Customer ini dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu: Persyaratan output, berkaitan dengan karakteristik atau features dari produk akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. Persyaratan output , pada dasarnya semua itu berkaitan dengan daya guna ( usability ) atau efektivitas produk akhir tersebut dari sudut pandang pelanggan. Persyaratan pelayanan Merupakan petunjuk bagaimana pelanggan seharusnya diperlakukan atau dilayani selama eksekusi dari proses itu sendiri. Persyaratan pelayanan cenderung menjadi lebih subyektif dan peka terhadap situasi dibandingkan persyaratan output yang biasanya dapat didefinisikan secara konkret. b. Tahap Measure Measure (M) merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma . Terdapat dua hal pokok yang harus dilakukan, yaitu:

(1) mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dilakukan pada tingkat output ,

(2) mengukur kinerja saat ini ( current performance ) pada tingkat output untuk ditetapkan sebagai tolok ukur kinerja ( performance baseline ) pada awal proyek Six Sigma.

1) Mengukur Tolok Ukur Kinerja ( Performance Baseline )Sebelum suatu proyek Six Sigma dimulai, maka harus diketahui tingkat kinerja yang sekarang ( current performance ), atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai tolok ukur kinerja ( performance baseline ). Tolok ukur kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya ditetapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO ( Defects Per Million Opportunities ) dan SQL ( Sigma Quality Level ).

2) Pengukuran Tolok Ukur Kinerja Pada Tingkat Output Pengukuran tolok ukur kinerja pada tingkat output dilakukan secara langsung pada produk akhir (barang/jasa) yang akan diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, sebelum produk tersebut diserahkan kepada pelanggan.Rumus yang dipakai: Rata-rata sampel dalam subgroup - adalah:

Rata-rata sampel dalam subgroup - adalah:

Rentang - adalah:

Standar Deviasi - adalah: Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 1 batas spesifikasi:

, Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 2 batas spesifikasi:

, Kapabilitas Sigma SQL c. Tahap Analyze Analyze (A) merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma . Tahap Analyze merupakan fase mencari dan menentukan akar permasalahan. Pada tahap ini perlu dilakukan beberapa hal berikut:

(1) menganalisis stabilitas dan kapabilitas proses, serta

(2) mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kecacatan atau kegagalan.

1) Perhitungan Stabilitas Proses a) Satu Batas Spesifikasi (USL atau LSL) Rumus yang digunakan:

Uji Hipotesis:

H : Variasi proses berada dalam batas toleransi maksimum standar deviasi 0 yang diharuskan pada tingkat sigma proses.

H : Variasi proses lebih besar daripada batas toleransi maksimum standar 1deviasi yang diharuskan pada tingkat sigma proses.

Uji Hipotesis Chi-Kuadrat di atas digunakan untuk mengetahui apakah variasi proses telah mampu memenuhi batas toleransi standar deviasi maksimum (Smaks) pada tingkat kualitas (SQL) ertentu. b) Dua Batas Spesifikasi (USL dan LSL)Rumus yang digunakan:

2) Perhitungan Kapabilitas Proses a) Satu Batas Spesifikasi (USL atau LSL) , b) Dua Batas Spesifikasi (USL dan LSL) ,

Cpk (Indeks Kapabilitas Proses Aktual)

Cpm (Indeks Kapabilitas Proses Taguchi)

Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak simetris, dimana nilai spesifikasi target kualitas tidak berada tepat di tengah nilai USL dan LSL.

Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data serta tidak memerlukan uji normalitas lagi untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi normal atau tidak.

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma , biasanya dipergunakan kriteria sebagai berikut:

Cpm = 2,00. Proses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan berkelas dunia). 1,00 = Cpm = 1,99Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol ( zero defect oriented ). Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma Cpm < 1,00

Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global. 3) Mengidentifikasi Sumber-Sumber Penyebab Kecacatan atau Kegagalan Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, perlu dipahami prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu:

Suatu akibat terjadi hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama dalam ruang dan waktu.

Setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk:

a. Controllable Causes : penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang manusia sehingga dapat diambil tindakan untuk menghilangkan penyebab itu.

b. Uncontrollable Causes : penyebab yang berada di luar pengendalian manusia.

Menemukan akar penyebab dari suatu masalah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 5 Whys , yaitu dengan bertanya mengapa sebanyak 5 kali tentang terjadinya suatu akibat maka akan dapat ditemukan dan dipahami sebab-sebab yang melatarbelakangi.

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya Why beberapa kali itu dapat dimasukkan ke dalam Diagram Sebab Akibat.

a) Diagram Sebab Akibat Dalam industri manufaktur, pembuatan diagram sebab-akibat ini dapat menggunakan konsep 5M-1E, yaitu: machines, methods, materials, measurement, men/women, dan environment. Sedangkan dalam bidang pelayanan dapat memakai pendekatan 3P-1E yang terdiri dari: procedures, policies, people, serta equipment .

d. Tahap Improve Tahap Improve (I) adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan penetapan rencana tindakan ( action plan ) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma . Design of Experiment (DoE) merupakan salah satu metode statistik yang digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas. Perubahan-perubahan terhadap variabel suatu proses/sistem diharapkan akan memberi hasil yang optimal dan cukup memuaskan.

Design of Experiment dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau rentetan uji dengan mengubah-ubah variabel input (faktor) suatu proses sehingga bisa diketahui penyebab perubahan output (respon). Terdapat beberapa jenis Design of Experiment , yaitu: DoE Satu Faktor, Desain Faktorial, dan Desain Taguchi. e. Tahap Control Control (C) merupakan langkah operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma . Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandardisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari Tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandardisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC. Standardisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali.

Terdapat dua alasan melakukan standardisasi, yaitu:

1. Setelah periode waktu tertentu, dikhawatirkan manajemen dan karyawan akan kembali menggunakan cara-cara kerja lama sehingga memunculkan kembali masalah yang sudah pernah diselesaikan itu.

2. Terdapat kemungkinan apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan, orang-orang baru akan menggunakan cara-cara kerja yang dapat memuncul-kan kembali masalah yang sudah pernah diatasi oleh manajemen dan karyawan terdahulu.

Berdasarkan uraian di atas, standardisasi sangat diperlukan sesuai dengan konsep pengendalian kualitas yang berorientasi pada strategi pencegahan (strategy of prevention), bukan hanya berorientasi pada strategi pendeteksian ( strategy of detection) saja.

PENGUMPULAN DATA1. Data pengukuran diameter pipa

a. Pipa I Diameter nominal (Dn) : 38,10 mm Radius bending (R) : 80 mm Toleransi ovality : 8 % Tabel 4.1: Data pengukuran diameter pada Pipa I

b. Pipa II

Diameter nominal : 38,10 mm

Radius bending : 160 mm

Toleransi ovality : 5,95 %

tabel 4.2: Data pengukuran diameter pada Pipa II

c. Pipa III Diameter nominal : 50,80 mm

Radius bending : 300 mm

Toleransi ovality : 2,12 %

Tabel 4.3: Data pengukuran diameter pada Pipa III

d. Pipa IV

Diameter nominal : 63,50 mm

Radius bending : 300 mm

Toleransi ovality : 2,65 %

Tabel 4.4: Data pengukuran diameter pada Pipa IV

e. Pipa V

Diameter nominal : 76,20 mm

Radius bending : 500 mm

Toleransi ovality : 1,91 %

Tabel 4.5: Data pengukuran diameter pada Pipa V

HASIL1. Tahap Define

Beberapa variabel yang merupakan karakteristik kualitas dan dapat dinyata-

kan dalam ukuran diantaranya adalah:

a. Diameter luar maksimal (Dmaks)[mm]

b. Diameter luar minimal (Dmin)[mm]

c. Ketidakbulatan ( Ovality )

[%]

2. Tahap Measure

Toleransi ovality untuk short radius (R = 250 mm):

Toleransi ovality untuk long radius (R > 250 mm):

Ketidakbulatan ( ovality ):

a. Tes Kecukupan DataDalam perhitungan ini diasumsikan tingkat kepercayaan adalah 95 %:

Hasil tes kecukupan data:

Contoh perhitungan:

Karena N > N (21 > 2,28) maka data yang diambil dapat dianggap cukup untuk keperluan pengolahan data. 2. Pengukuran Tingkat Kapabilitas Sigma1) Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa I

a) DPMO Pipa I (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm)

b) Kapabilitas Sigma Pipa I (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm)

2) Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa II

a) DPMO Pipa II (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm)

b) Kapabilitas Sigma Pipa II (Dn = 38,10 mm; R = 160 mm)

3) Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa III a) DPMO Pipa III (Dn = 50,80; R = 300 mm)

b) Kapabilitas Sigma Pipa III (Dn = 50,80; R = 300 mm)

4) Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa IV

a) DPMO Pipa IV (Dn = 63,50; R = 300 mm)

b) Kapabilitas Sigma Pipa IV (Dn = 63,50; R = 300 mm)

5) Pengukuran Kapabilitas Sigma Pipa V

a) DPMO Pipa V (Dn = 76,20; R = 500 mm)

b) Kapabilitas Sigma Pipa V (Dn = 76,20; R = 500 mm)

Contoh perhitungan untuk Pipa I (Dn = 38,10; R = 80 mm): Rata-rata sampel:

Rentang:

Standar deviasi:

DPMO:

SQL = 3,64 (Lampiran 5) 3. Tahap Analyze

a. Analisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses

1) Pipa I (Dn = 38,10 mm; R = 80 mm)

(Karena target spesifikasi tidak ditentukan pelanggan, hanya diminta di bawah 8 %, maka T = X)

a) Perhitungan Stabilitas Proses:

Peta kendali Pipa I : b) Uji Hipotesis:

Maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, variabilitas ovality pada Pipa I di atas lebih besar daripada batas oleransi maksimum yang diharuskan pada tingkat 3,90-Sigma.

c) Perhitungan Kapabilitas Proses:

2) Pipa II (Dn = 38,10 mm; R = 160 mm)

a) Perhitungan Stabilitas Proses:

Peta kendali Pipa II

b) Uji Hipotesis:

Kesimpulan:

Pada tingkat kepercayaan 95 %, variabilitas ovality pada Pipa II di atas lebih besar daripada batas toleransi maksimum yang diharuskan pada tingkat 3,88-Sigma.

c) Perhitungan Kapabilitas Proses:

3) Pipa III (Dn = 50,80 mm; R = 300 mm)

a) Perhitungan Stabilitas Proses:

Peta kendali Pipa III

b) Uji Hipotesis:

Kesimpulan:

Pada tingkat kepercayaan 95 %, variabilitas ovality pada Pipa III di atas lebih besar daripada batas toleransi maksimum yang diharuskan pada tingkat 3,69-Sigma.

c) Perhitungan Kapabilitas Proses:

4) Pipa IV (Dn = 63,5 mm; R = 300 mm)

a) Perhitungan Stabilitas Proses:

Peta kendali Pipa IV

b) Uji Hipotesis:

Kesimpulan: Pada tingkat kepercayaan 95 %, variabilitas ovality pada Pipa IV di atas lebih besar daripada batas toleransi maksimum yang diharuskan pada tingkat 2,72-Sigma.

c) Perhitungan Kapabilitas Proses:

5) Pipa V (Dn = 76,20 mm; R = 500 mm)

a) Perhitungan Stabilitas Proses:

Peta kendali Pipa V

b) Uji Hipotesis:

Kesimpulan: Pada tingkat kepercayaan 95 %, variabilitas ovality pada Pipa V di atas lebih besar daripada batas toleransi maksimum yang diharuskan pada tingkat 2,69-Sigma.

c) Perhitungan Kapabilitas Proses:

b. Identifikasi Sumber-Sumber Penyebab Variabilitas Diagram Sebab-Akibat variabilitas Ovality

Desain Eksperimen yang digunakan dalam skripsi ini adalah DoE satu faktor, yaitu ANOVA ( Analysis of Variance ) dan Perbandingan Berpasangan. Variabel input (faktor) yang digunakan adalah Radius Bending dan Diameter Nominal, sedang variabel output (respon) adalah Ovality . Hasil analisis adalah sebagai berikut:

a. Desain Eksperimen Radius Bending dengan Ovality

Minitab Project Report

Pembahasan: ANOVA

Pada desain eksperimen di atas, nilai a yang digunakan adalah 5 % (0,05). Kemudian, analisis di atas menunjukkan bahwa p-value adalah sebesar 0. Karena p-value < a, maka dapat disimpulkan bahwa variabel faktor (radius bending ) berpengaruh terhadap variabel respon ( ovality ). Selain itu, nilai F ternyata sebesar 89,73, sedangkan nilai F(a; a-1, N-a) atau F(0,05; 11, 36) adalah 2,08. Jadi F > F(0,05; 11, 36), sehingga hipotesis awal ditolak atau dengan kata lain F(0,05; 11, 36) radius bending memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap ovality pipa yang di- bending .Perbandingan Berpasangan

Uji Dunnett

Uji ini menggunakan level kontrol radius bending 300 mm dan tingkat kesalahan 5%. Output menunjukkan nilai kritis sebesar 2,43. Apabila perbedaan rata-rata antara level faktor dengan rata-rata level kontrol berada di atas nilai kritis, maka kesimpulannya adalah ada perbedaan rata-rata ovality yang cukup signifikan antara level faktor dengan level kontrol.

Selain itu jika dilihat dari interval rata-rata (antara nilai lower dan upper ) maka terdapat interval yang memuat nilai nol yaitu pada level faktor 500 mm. Sedangkan pada level faktor 80 mm dan 160 mm tidak mencakup nilai nol. Hal ini berarti level faktor di atas mempunyai perbedaan dengan rata-rata ovality pada level kontrol radius 300 mm. Kesimpulannya adalah radius bending berpengaruh terhadap perubahan ovality dari pipa. Uji Fisher

Aturan keputusan dalam menginterpretasikan Uji Fisher ini tidak berbeda jauh dengan Uji Dunnett, yaitu apabila interval rata-rata untuk sepasang level faktor yang dibandingkan memuat bilangan nol maka keputusannya adalah keduanya memiliki rata-rata ovality yang sama.

Hasil Uji Fisher menunjukkan bahwa dari ketiga perbandingan berpasangan yang telah dilakukan, hanya antara level 300 mm dengan 500 mm yang memiliki rata-rata ovality yang sama. Sedangkan antara 300 mm dengan 80 mm dan 160 mm rata-rata ovality -nya berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel radius bending berpengaruh terhadap variabel ovality .

Kesimpulan: Hasil dari dua pengujian di atas (ANOVA dan Perbandingan Berpasangan) menunjukkan bahwa radius bending ternyata cukup berpengaruh terhadap ovality ipa. b. Desain Eksperimen Diameter Nominal dengan Ovality

Minitab Project Report

Pembahasan: ANOVA

Pada desain eksperimen di atas, nilai a yang digunakan adalah 5 % (0,05). Kemudian, analisis di atas menunjukkan bahwa p-value adalah sebesar 0. Karena p-value < a, maka dapat disimpulkan bahwa variabel faktor (diameter nominal) berpengaruh terhadap variabel respon ( ovality ). Selain itu, nilai F ternyata sebesar 106,36, sedangkan nilai F(a; a-1, N-a) atau F(0,05; 11, 36) adalah 2,08. Jadi F > F(0,05; 11, 36), sehingga hipotesis awal ditolak atau dapat

diinterpretasikan bahwa diameter nominal berpengaruh terhadap ovality pipa bending . Perbandingan Berpasangan

Uji Dunnett

Uji ini menggunakan level kontrol diameter nominal 38,1 mm dan tingkat kesalahan 5 %. Output menunjukkan nilai kritis sebesar 2,43.

Selain dilihat dari nilai center, dari interval rata-rata (antara nilai lower dan upper ) terlihat bahwa ketiganya tidak mencakup nilai nol. Hal ini berarti semua level faktor di atas tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan rata-rata ovality pada level kontrol diameter nominal 38,1 mm. Kesimpulannya adalah diameter nominal tidak berpengaruh terhadap perubahan ovality dari pipa. Uji Fisher

Hasil Uji Fisher menunjukkan bahwa dari ketiga perbandingan berpasangan yang telah dilakukan, salah satu pasanganyaitu 50,8 dan 76,2ternyata memuat nilai nol. Berarti antara keduanya tidak memiliki perbedaan rata-rata ovality yang mencolok. Selanjutnya hasil Uji Fisher di atas dapat diringkas sebagai berikut:

Jadi dapat disimpulkan bahwa diameter nominal tidak terlalu berpengaruh terhadap variabel ovality .

Kesimpulan: Hasil dari dua pengujian di atas (ANOVA dan Perbandingan Berpasangan) menunjukkan bahwa diameter nominal ternyata pengaruhnya sangat kecil terhadap ovality pipa.

e. Tahap Control

Prosedur-prosedur yang dapat didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar sesuai analisa-analisa yang telah dilakukan sebelumnya yaitu:

1. Lakukan uji coba terlebih dahulu terhadap spesimen yang sejenis, terutama dengan radius bending yang sama.

2. Pelumasan harus dilakukan pada mandrel dan bending form dalam setiap melakukan bending .

3. Mandrel harus sering diperiksa keausannya supaya celah dengan pipa yang akan di- bending tidak terlalu renggang.

Proses Pengerjaan:

1. Beri tanda pada pipa untuk menentukan peletakan ujung mandrel .

2. Letakkan pipa sesuai dengan posisi wiper shoe .

3. Lakukan setting mesin untuk melakukan bending dengan sudut yang lebih besar daridesain untuk mengkompensasi spring-back yang terjadi.

3. Lakukan proses bending sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Untuk sudut bending lebih besar dari 90, lakukan proses secara bertahap dan dimulai dari sudut bending 90. KESIMPULAN Penelitian tentang kualitas proses bending pipa untuk boiler jenis pipa air yang dilakukan di PT. Indomarine Divisi Boiler dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perusahaan berada pada tingkat kualitas sigma rata-rata sebesar 3,38-Sigma dengan DPMO sebesar 30.054. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah berada pada tingkat kualitas sigma yang cukup baik meski masih memungkinkan untuk diperbaiki supaya produk yang dihasilkan dapat lebih kompetitif. 2. Proses sudah cukup stabil karena dari semua sampel yang diamati tidak ada yang melampaui control limit yang diharuskan. Namun demikian, kapabilitas proses perlu ditingkatkan karena hasil analisis menunjukkan tidak ada indeks kapabilitasbaik Cpk maupun Cpmyang nilainya lebih dari 1.

3. Faktor Radius Bending pengaruhnya cukup signifikan terhadap variabilitas ovality dari pipa yang mengalami proses bending . Oleh sebab itu proses produksi yang melibatkan faktor ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti.

( 1