Spasme Larynx Pada Kasus Tenggelam
Definisi Drowning atau tenggelam sangat bervariasi. Sebelumnya
drowning didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan oleh
asfiksia akibat aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan atau
akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan
dimana tenggelam tidak terbatas di dalam air seperti sungai, danau,
atau kolam renang tetapi mungkin juga terbenam dalam kubangan atau
selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air. Pada
kongres dunia untuk tenggelam tahun 2002 di Amsterdam, sekelompok
ahli mengusulkan konsensus baru untuk mendefiniskan tenggelam untuk
mengurangi kebingungan dari berbagai istilah dan definisi yang ada.
Tenggelam, yang dahulu dianggap sebagai kematian yang secara
langsung disebabkan oleh asfiksia (asphyxial death), kini diketahui
terdiri dari serangkaian gangguan fisiologis dan biokimiawi yang
seluruhnya memiliki peranan penting terhadap akibat fatal dari
tenggelam. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada
tenggelam akan memberikan gambaran yang berbeda-beda pada hasil
pemeriksaan korban. Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan,
baik kecelakaan saat naik kapal, berolahraga air, maupun yang
terjadi oleh karena korban dalam keadaan mabuk, berada di bawah
pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi. Pembunuhan
dengan cara menenggelamkan korban lebih jarang terjadi, korban
biasanya bayi atau anak-anak. Pada korban dewasa biasanya korban
sebelumnya dianiaya, kemudian untuk menghilangkan jejak korban
dibuang ke sungai. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga
merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati
dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air. Dengan
demikian, pemeriksaan kasus tenggelam juga ditujukan untuk
mengetahui apakah kasus tersebut merupakan kecelakaan, pembunuhan
atau bunuh diri. Tenggelam merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas yang signifikan. Di seluruh dunia setiap tahun
dilaporkan sekitar 150.000 kematian terjadi akibat tenggelam. Namun
tingkat mortalitas dan morbiditas akibat tenggelam yang sebenarnya
sulit ditentukan karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan dan
banyaknya korban yang tidak mendapat pelayanan mediskemungkinan
angka ini mendekati 500.000 kematian. Secara umum 90% kasus
tenggelam terjadi di air tawar (danau, sungai, kolam) dan 10%
terjadi di air laut. Tenggelam di dalam cairan lain lebih jarang
terjadi dan biasanya merupakan kecelakaan kerja. Laki-laki
disebutkan 4-5 kali lebih sering mengalami kejadian tenggelam ini
dibandingkan wanita.Beberapa klasifikasi tenggelam yang dibuat oleh
para ahli :1. Typical drowning (wet drowning)Ini merupakan kejadian
tenggelam yang paling umum. Sekitar 80-90% angka kejadian tenggelam
adalah tipe ini. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran
pernapasan korban saat korban tenggelam. Paru tampak khas dengan
gambaran drowning lungs dan terjadi baik di air tawar maupun air
asin meskipun ciri lebih lanjut dari tenggelam di air tawar maupun
air asin akan tampak berbeda. Pada wet drowning, meskipun korban
berusaha untuk menahan nafas selama mungkin, pada akhirnya akan
mencapai titik dimana tubuh akan berusaha secara tidak sadar untuk
mengambil oksigen yakni bila kadar karbondioksida dalam darah
sangat tinggi dan kadar oksigen telah sangat rendah (PaO2 di bawah
100mmHg). Proses menarik nafas yang involunter ini akan menarik
sejumlah besar air ke dalam saluran nafas dan ke dalam lambung.
Korban dapat muntah dan terjadi aspirasi cairan lambung. Proses
involunter ini akan berlanjut hingga beberapa menit hingga akhirnya
mereda sendiri. Korban akan tidak sadarkan diri seiring dengan
hipoksia serebral yang tetap berlanjut hingga irreversibel lagi dan
pada akhirnya terjadilah kematian yang didahului oleh gangguan
irama dan gagal jantung. 2. Atypical drowning (Dry Drowning) Dry
drowning secara harfiah berarti tenggelam kering atau tenggelam
tanpa air. Proses tenggelam tipe ini meliputi sekitar 10-20% dari
seluruh angka kejadian kasus tenggelam. Disebut dry drowning karena
pada keadaan ini paru korban berbeda kondisinya bila dibandingkan
dengan paru pada korban wet drowning oleh karena tidak adanya atau
hanya sedikit cairan dari luar yang berhasil masuk ke dalam paru.
Beberapa penyebab kematian pada dry drowning adalah :a. Laryngeal
spasmPada keadaan ini hanya sedikit atau bahkan tidak ada cairan
yang masuk ke dalam saluran pernapasan, kematian disebabkan oleh
refleks laringospasme yang cepat dan menetap disertai proses
asfiksia yang cepat. Pada sebagian besar kasus tenggelam, spasme
laring yang terjadi biasanya sementara saja dan akan segera
relaksasi kembali namun pada kasus ini (meskipun sangat jarang
ditemukan) spasme laring menetap. Korban hanya menunjukkan tanda
asfiksia berupa sianosis dan petechial hemorraghes tanpa tanda khas
drowning sama sekali.b. Immersion syndrome (vagal inhibition/reflex
cardiac arrest)Terjadi terutama pada anak-anak dan peminum alkohol
yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20C), yang
menyebabkan terpicunya refleks vagal oleh reseptor kulit yang
terpapar suhu dingin tersebut yang menyebabkan apneu, bradikardia,
dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebral. Pada orang
dengan kondisi emosi yang sedang tinggi atau kekenyangan sebelum
berenang juga dapat menjadi faktor predisposisi. Kehilangan
kesadaran dapat terjadi seketika dan diikuti kematian beberapa
menit kemudian.c. Submersion of the unconsciousBisa terjadi pada
korban yang memang menderita epilepsi atau menderita penyakit
jantung khususnya coronary atheroma atau hipertensi, atau peminum
yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air, atau dapat pula
pecahnya aneurisma serebral dan muncul perdarahan serebral yang
terjadi tiba-tiba. Seringkali terjadi meski korban hanya tenggelam
di air yang dangkal.d. Post immersion syndrome (near drowning dan
secondary drowning)Near drowning adalah suatu keadaan gangguan
sistem saraf pada korban yangmasih hidup setelah lebih dari 24 jam
(walaupun hanya untuk sementara) diselamatkan dari suatu episode
tenggelam. Cedera pada sistem saraf pusat dilaporkan menjadi sebab
utama dari morbiditas jangka panjang. Hipotermia dan penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan vital tubuh, terutama otak, menjadi
faktor lain dari morbiditas dan mortalitas akibat dari near
drowning. Secondary drowning adalah suatu keadaan penurunan fungsi
paru yang menyebabkan menurunnya pertukaran gas dalam paru akibat
hilang atau berkurangnya surfaktan. Terjadi dalam beberapa jam
hingga 48 jam dan lebih cepat terjadi pada kasus tenggelam di air
tawar. Kematian muncul beberapa waktu setelah korban tenggelam
diselamatkan (dan diangkat dari air) akibat komplikasi seperti
pneumonia, aspirasi, dan ketidakseimbangan elektrolit.
PATOFISIOLOGI SPASME LARYNX PADA KASUS TENGGELAM1. Anatomi dan
sistem persarafan laringLaring adalah organ khusus yang mempunyai
sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam
pembentukan suara, pengaturan nafas dan sebagainya. Di bagian
superiornya membuka ke dalam laringofaring, dan diinferiornya
bersambung dengan trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa
tulang rawan (yaitu: hioid, epiglottis, tiroid, aritenoid dan
krikoid) yang dihubungkan oleh ligamentum dan digerakkan oleh
otot.
Gambar 1: struktur anatomi laring
Nervus vagus merupakan saraf sensori utama dari laring. Cabang
laring internal dari nervus laring superior (dari n.vagus)
merupakan saraf sensoris untuk bagian di atas kord vokalis (supra
glottic), termasuk indera perasa (taste buds). Sementara nervus
laring rekurren merupakan saraf sensoris untuk bagian glottis dan
di bawah kord vokalis (sub glottic) dan mempersarafi seluruh
otot-otot laring intrinsik. Sementara otot-otot ekstrinsik
(krikotiroideus) dipersarafi oleh cabang dari nervus laring
superior. Beberapa studi menunjukkan ada dua jenis reseptor pada
laring, pertama adalah reseptor bereaksi lambat dan kedua adalah
reseptor bereaksi cepat yang sangat sensitif terhada stimulasi
bahan kimia. Serabut saraf sensoris di daerah epiglottis dapat
diaktivasi oleh berbagai jenis rangsang termasuk air, namun
rangsang mekanik rupanya memberi respon yang paling efektif.2.
LaryngospasmeLaryngospasme atau spasme laring adalah tertutupnya
glottis oleh otot-otot intrinsik laring yang tidak diinginkan/
disadari dan merupakan refleks pertahanan tubuh untuk mencegah
benda asing masuk ke saluran nafas yang lebih rendah (paru-paru).
Pada sebagian besar kasus tenggelam (wet drowning), spasme laring
ini hanya bersifat sementara namun sekitar 10-20% dari korban
tenggelam yang digolongkan dry drowning, ditemukan spasme laring
yang menetap hingga menutup jalan nafas korban sampai menjelang
kematian terjadi. Ketika korban masuk ke dalam air, sejumlah kecil
air akan terinhalasi dan teraspirasi ke dalam laring atau trakea
dan menyebabkan terpicunya refleks laring yang segera menutup jalan
nafas. Sejumlah kecil air yang lolos teraspirasi akan mengiritasi
dinding bronkus lebih lanjut yang akan menyebabkan mukosa bronkus
mensekresi mukus tebal sebagai langkah proteksi. Ketika kadar
karbondioksida sudah sangat tinggi dan korban sangat hipoksia, akan
memicu korban untuk menarik nafas. Diafragma akan turun dan
otot-otot pernafasan mengembang, menyebabkan meningkatnya volume
paru dan menurunnya tekanan dalam paru. Masalahnya adalah trakea
dalam keadaan tersumbat sehingga udara tidak dapat masuk untuk
menyeimbangkan tekanan negatif yang timbul. Akibatnya darah dari
kapiler pulmonar tertarik masuk ke dalam alveoli akibat tekanan
negatif tersebut. Hal ini akan menyebabkan rusaknya surfactan dan
alveoli. Air yang teraspirasi tadi akan bercampur dengan mukus
membentuk busa berwarna putih, bila cukup banyak darah yang masuk
ke alveoli maka busa akan berwarna pink. Terbentuknya busa ini akan
semakin memperberat sumbatan jalan nafas. Spasme laring akan
berelaksasi segera sebelum kematian terjadi. Namun sumbatan fisik
pada jalan nafas masih tetap ada berupa gumpalan mukus kental dan
busa yang terbentuk tadi disertai kemungkinan munculnya spasme
bronkiolar susulan sebagai refleks untuk mencegah air lebih jauh
masuk ke dalam paru. Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru
seperti pada wet drowning tidak ditemukan.
TEMUAN OTOPSI PADA KORBAN MATI AKIBAT TENGGELAMBerikut adalah
beberapa temuan yang didapatkan pada korban tenggelam. Pada
pemeriksaan luar, baik korban tenggelam wet drowning atau pun dry
drowning dapat memberikan tanda yang sama namun pada pemeriksaan
dalam seringkali korban dry drowning tidak memberikan tanda yang
khas sebagaimana yang didapatkan pada korban wet drowning.1.
Pemeriksaan LuarDiagnosis pasti penyebab kematian pada kasus
tenggelam tidak dapat ditentukan dari pemeriksaan luar, namun
beberapa tanda yang ditemukan dapat memperkuat diagnosa.
Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan luar antara lain:a.
Ditemukan adanya cairan berbuih dari hidung dan mulut, yang
dihasilkan dari campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang
terkocok-kocok saat adanya upaya pernapasan yang hebat. Busa dapat
berwarna putih, atau lebih merah muda jika berasal dari edema
pulmonum. Terkadang busa tidak lagi keluar dari mulut dan hidung,
terutama setelah dilakukan kompresi pada dinding dada. Namun jika
dilakukan pemeriksaan dalam dapat masih ditemukan adanya busa pada
saluran pernapasan atas dan bawah.
Gambar 2. Keluarnya cairan berbusa dari mulut yang berasal dari
campuran udara, mukus, cairan aspirasi
b. Terdapat tanda-tanda asfiksia seperti sianose pada kuku dan
bibir. Mata tampakmerah karena perdarahan subconjuctiva, dari mulut
dan hidung terdapat buih halus yang sukar pecah, kadang menjulur
seperti lidah. Asfiksia dikatakan mulai terjadi sejak 2 menit
setelah tenggelam. Kematian terjadi dalam 5 menit meskipun jantung
masih berdetak hingga 10 menit. Dalam air yang lebih dingin,
kematian kebih cepat terjadi. Lebam mayat lebih banyak di bagian
kepala, muka dan leher (karena posisi kepala di air lebih rendah).
Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan
OxyHb.c. Bila korban lama di dalam air bisa didapati telapak tangan
dan kaki putih mengkerut seperti tangan tukang cuci(washer womans
hand). Penenggelaman yang lama dapat menyebabkan maserasi yang
progresif pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan
kaki dan area yang terpapar dengan gesekan. Semakin lama berada
dalam air, proses maserasi yang terjadi dapat makin luas hingga
mencapai bagian ekstensor dari lutut dan siku. Kulit pada area ini
akan tampak menjadi berwarna putih, gembung, basah, keriput dan
berombak. Semakin lama, epidermis dapat terkupas diikuti oleh kuku.
Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan,
karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan memberikan
gambaran washer womans hand juga.
Gambar 3. Washer woman's handd. Dapat dijumpai adanya luka-luka
pada daerah wajah, tangan dan tungkai bawah bagian depan, yang
dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau
kolam, atau dengan benda-benda disekitarnya. Bisa juga akibat
diserang oleh predator predator air.e. Cadaveric spasme, ini secara
relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi intravital.
Sebagaimana sering terdapat benda-benda, seperti rumput laut, dahan
atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha
mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
Gambar 4 Cadaveric spasme pada korban tenggelam menunjukkan
korban masih hidup saat masuk dalam air
2. Pemeriksaan DalamTenggelam merupakan suatu proses yang
menghasilkan kegagalan respirasi akibatdari terbenamnya, sebagian
atau seluruh bagian tubuh dalam media cairan. Secara morfologi
tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet (typikal) drowning,
dan dry (atypical) drowning. Berikut hasil yang didapatkan dari
pemeriksaan dalam pada korban tenggelam.Wet drowningParu-paru pada
korban tenggelam wet drowning biasanya tampak sangat
mengembangseperti balon (bulky and ballooned). Paru dalam keadaan
ini tampak menutupi jantung dan menonjol keluar bila dinding dada
dibuka hingga gambaran indentasi tulang dada tampak jelas di
permukaan luar paru. Edema dan kongesti paru dapat sangat hebat
sehingga beratnya mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru normal
adalah sekitar 250-300 gram. Tardieus spot (bercak oleh karena
penekanan pembuluh darah di septum interalveolaris oleh udara dan
air yang terperangkap) seringkali absen namun bercak perdarahan
paltauff dikatakan ditemukan dalam 50% kasus. Bercak Paltauf
merupakan bercak perdarahan yang besar terjadi akibat peningkatan
tekanan yang menyebabkan rupturnya dinding alveolar. Ditemukan
paling sering di permukaan anterior dan margin dari paru namun
dapat juga ditemukan di subpleura bila telah terjadi perembesan
atau ruptur lebih lanjut. Paru-paru pucat dan diselingi
bercak-bercak merah di antara jaringan yang berwarna kelabu. Pada
pengirisan tampak banyak keluar cairan merah kehitaman bercampur
buih dari irisan tersebut. Sementara di bawah mikroskop rongga
alveolar sangat luas dan septanya ruptur atau sangat tipis.
Keseluruhan keadaan ini dikenal dengan nama emphysema aquosum.
Emfisema aquosum merupakan tanda dari usaha paksa korban untuk
bernafas dan ditemukan pada korban yang tenggelam dalam keadaan
sadar. Sementara pada korban yang tidak sadarkan diri saat
tenggelam, akan ditemukan edema aquosum. Yakni merupakan suatu
keadaan dimana air masuk dengan pasif ke dalam paru sehingga paru
tampak dipenuhi oleh air tersebut.
Gambar 5 : Emfisema Aquosum.Tampak paru sangat mengembang
menutupi jantung dan di bawah mikroskop rongga alveolar tampak
sangat luas dengan septum yang ruptur. Membran mukosa laring,
trakea dan bronkus tampak kemerahan dan kongestif. Dapat ditemukan
busa putih atau kemerahan di sepanjang lumen. Bila ditemukan
lumpur, pasir, alga dan diatom terutama di bawah bifurcatio
trachealis, kemungkinan tenggelam ante mortem sangat tinggi. Pada
rongga pleura dapat ditemukan bercak darah sebagai akibat
perembesan dari pleura ataukah sebagai akibat disintegrasi
postmortem antara paru dan pleura. Terjadi perubahan pada jantung
dan pembuluh darah. Jantung kelihatan lebih bulat dan bagian
kirinya tampak kosong sementara bagian kanannya tampak dipenuhi
darah vena berwarna gelap. Bila dilakukan tes konsentrasi klorida
(Gettler test) terhadap jantung kiri dan kanan maka akan
menunjukkan hasil sebagai berikut : Bila tenggelam di air tawar,
konsentrasi klorida jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan
(dikatakan turun hingga 50 %dari nilai normal). Sementara bila
tenggelam di air asin, konsentrasi klorida jantung kanan lebih
tinggi dari jantung kiri (hingga 30-40% dari nilai normal).
Perbedaan kadar klorida antara jantung kiri dan kanan minimal 25%
sudah mengisyaratkan kemungkinan kuat suatu kematian antemortem
akibat tenggelam meskiun hasilnya negatif pada korban yangtenggelam
akibat spasme laring atau inhibisi vagal. Ditemukannya air dalam
telinga tengah menunjukkan adanya kematian antemortem akibat
tenggelam, sebab tidak mungkin air masuk ke rongga telinga tengah
pada keadaan postmortem. Pada pria genitalianya dapat membesar,
ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering dijumpai adalah
semi-ereksi. Pada pemeriksaan secara mikroskopik bertujuan mencari
ada tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan
ganggang bersel satu dengan dinding dari silikatyang tahan asam.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa
bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan
diatome di perairan tersebut. Biasanya ditemukan diatome pada
saluran napas, jaringan paru, darah jantung, atau sumsum tulang.
Diatome merupakan kelompok alga yang uniseluler, mikroskopik dengan
dinding sel yang mengandung silika dan mengandung klorofil dan
diatomin. Diatome secara universal ditemukan pada air tawar dan air
asin dan terdapat lebih dari 10.000 spesies diatome. Uji diatome
didasarkan pada asumsi bahwa pada korban tenggelam diatome dalam
media air tawar atau air laut akan terbawa masuk ke dalam parenkim
paru bersama dengan air yang teraspirasi. Diatome kemudian akan
masuk ke kapiler alveolar dan terbawa dalam aliran darah sirkulasi
ke seluruh tubuh. Ukurannya yang sangat kecil memungkinan diatome
masuk ke dalam hepar, ginjal, otan dan sumsum tulang femoral.
Sampel untuk uji diatome diperoleh dengan mengambil beberapa ratus
gram organ yang dicurigai mengandung diatome (paru, ginjal, hepar,
atau otak) kemudian diberi asam sulfat dan asam nitrat untuk
mendestruksi jaringan organ, baru kemudian di-sentrifuge dan
dilihat dibawah mikroskop.
Gambar 6 : prinsip dari tes diatom: pada tubuh yang sudah mati
ketika tenggelam, diatom masih mungkin didapatkan dalam paru, tapi
tidak pada organ-organ jauh oleh karena sudah tidak adanya lagi
sirkulasi darahDry DrowningPada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas
paru seperti pada wet drowning tidak titemukan pada dry drowning
melainkan hanya tanda asfiksia mekanik klasik seperti sianosis,
kongesti dan petechial hemorraghes yang luas. Bila terjadi sumbatan
mekanik akibat laringospasme, maka pada paru tidak akan ditemukan
air atau bila ditemukan hanya sedikit saja (meskipun mungkin agak
banyak di dalam lambung). Tidak ditemukan adanya buih ataupun bila
ada hanya sedikit. Demikian pula tidak ditemukan adanya emfisema
aquosum pada paru. Tanda-tanda asfiksia mekanik ini dapat juga
disebabkan oleh penyebab kematian asfiksia mekanik lainnya sebelum
korban masuk ke dalam air, oleh karena itu kemungkinan adanya
penyebab lain ini harus benar-benar disingkirkan sebelum penegakan
diagnosa kematian oleh laryngospasme diambil.
KESIMPULANDrowning atau tenggelam adalah kematian yang
disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam saluran pernapasan akibat
dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Namun
berdasarkan temuan pada pemeriksaan luar maupun dalam pada korban
mati akibat tenggelam, tidak semua korban tersebut memiliki
gambaran yang khas untuk korban mati akibat tenggelam. Pada
kasuskasus tenggelam yang meragukan seperti ini, tidak ditemukannya
kelainan-kelainan pada tubuh korban tenggelam adalah mungkin
disebabkan oleh:a. Telah terjadi pembusukanSaluran napas dan
paru-paru adalah salah satu organ yang cepat membusuk sehingga
menyulitkan pemeriksaan.b. Meninggal karena vagal
inhibition/cardiac reflexPerlu pemeriksaan apakah ada trauma,
penyakit wajar atau keracunan. Vagal inhibitiondapat terjadi akibat
masuknya air secara mendadak kedalam larynx dan nasopharynx atau
dari pukulan pada abdomen akibat jatuh secara horizontal kedalam
air yang memicu reseptor dari nervus vagus yang berakibat ke sistem
kardiovaskular yang dimulai dengan asistol dan fibrilasi ventrikel
sehingga menyebabkan kematian oleh karena gagal jantungc. Meninggal
karena laryngeal spasmeSecara umum, spasme laring dalam kasus
tenggelam dapat dipicu oleh reflek vagal lokal di laring. Sementara
pada immersion syndrome, vagal reflek berperan lebih luas dalam
menyebabkan refleks kardiak oleh adanya vagal inhibisi. Pada
beberapa kasus derajat dan lamanya spasme adalah sedemikian
sehingga kematian disebabkan oleh karena asphyxia, tetapi tanpa ada
tanda tenggelam pada paru korban. Untuk menegakkan diagnose
laryngeal spasme, sebab kematian lain harus disingkirkanterlebih
dahulu. Harus diingat bahwa pada pemeriksaan post mortem tidak
ditemukan lagi adanya gambaran spasme larynx. Tanda adanya asfiksia
seperti sianosis pada bibir dan atau bawah kuku dan perdarahan pada
konjungtiva bulbi dan kelopak mata dapat sedikit membantu
menegakkan diagnosis. Tidak ada tanda khas yang pasti dapat
menentukan diagnosis dan membedakan dengan jenis atypical drowning
yang lain.