Top Banner
LAPORAN PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN IDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANI RAKYAT DI DUSUN KRAJAN, DESA KUCUR Oleh : Ira Dyah N. 125040200111122 Yanti Fitriah N. 125040201111127 Ilham Yusena 125040201111197 Philip G.B.P Simanjuntak 125040201111308 Sulinda Istining D. 125040207111002 Tito Yhuda P. 125040207111005 Kelompok: J 1 Kelas: J Asisten: Michael dan Qothrunnada Rawdhah LABORATORIUM KOMUNIKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI AGRIBISNIS i
47

Sosiologi Pertanian

Nov 08, 2015

Download

Documents

Laporan Akhir Praktikum Sosper
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIANIDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANI RAKYAT DI DUSUN KRAJAN, DESA KUCUR

Oleh :

Ira Dyah N.125040200111122 Yanti Fitriah N.125040201111127Ilham Yusena 125040201111197Philip G.B.P Simanjuntak 125040201111308 Sulinda Istining D. 125040207111002Tito Yhuda P. 125040207111005

Kelompok: J 1Kelas: JAsisten: Michael dan Qothrunnada Rawdhah

LABORATORIUM KOMUNIKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKATPROGRAM STUDI AGRIBISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIANPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIMALANG2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIANIDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANI RAKYATDI DUSUN KRAJAN DESA KUCUR

Disetujui,Asisten I,

MichaelNIM. 125040107111044Asisten II,

Qothrunnada RawdhahNIM. 135040201111380

KATA PENGANTARLaporan ini di susun untuk memenuhi tugas Praktikum mata kuliah Sosiologi Pertanian. Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang aspek sosiologis yang terkait dengan petani dan pengelolaan usahatani petani.Laporan ini berisi informasi tentang Identifikasi Petani, Aset dan Modal Pertanian, Pola Tanam Pertanian Petani, Kebudayaan, Kelembagaan dan Perubahan Sosial petani. Penulisan laporan berdasarkan kajian pustaka dan hasil wawancara petani karena semua informasi sudah tersedia dalam kajian pustaka dan wawancara petani.Tak lupa penulis berterima kasih kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan pada waktunya. Selain itu penulis juga berterima kasih kepada Bapak Muatim selaku narasumber serta teman-teman yang telah memberikan bantuan ataupun masukan kepada penulis.Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan kami di masa mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan dan wawasan para pembaca.

Malang, 19 Mei 2015

DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHANIi

KATA PENGANTARIii

DAFTAR ISIIv

DAFTAR GAMBARV

DAFTAR TABELVi

DAFTAR LAMPIRANVii

1. PENDAHULUAN1

1.1 Latar Belakang1

1.2 Tujuan Praktikum2

1.3 Manfaat2

2. TINJAUAN PUSTAKA3

2.1 Geografis Dusun Krajan Desa Kucur3

2.2 Aset Dan Modal Pertanian3

2.2.1 Aset Pertanian3

2.2.2 Modal Pertanian3

2.3 Kebudayaan4

2.4 Kelembagaan Pertanian5

2.5 Perubahan Sosial7

3. HASIL DAN PEMBAHASAN10

3.1 Identifikasi Petani Rakyat10

3.2 Aset Dan Modal Pertanian11

3.3 Pola Tanam Pertanian Petani12

3.4 Kebudayaan Petani14

3.5 Kelembagaan Atau Pranata Sosial Di Dusun Krajan Desa Kucur16

3.6 Perubahan Sosial Petani19

4. PENUTUP21

4.1 Kesimpulan21

4.2 Saran21

DAFTAR PUSTAKA22

LAMPIRAN24

DAFTAR GAMBARGambar 1. Narasumber19

Gambar 2. Anggota Kelompok 119

Gambar 3. Hewan Ternak Petani19

DAFTAR TABELTabel 1. Susunan Anggota Keluarga9

Tabel 2. Kalender Musim Tanam11

DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Dokumentasi Hasil Wawancara Petani19

21

1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSosiologi Pertanian mempelajari aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat pertanian. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial dan dampak globalisasi terhadap kemajuan usaha pertanian di wilayah tersebut. Sosiologi Pertanian menurut Ultrich Planck adalah sosiologi yang membahas fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian. Sosiologi memusatkan hampir semua perhatian pada petani dan permasalahan hidup petani. Ruang lingkup sosiologi pertanian meliputi objek sosiologi pedesaan dan objek sosiologi pertanian. Objek sosiologi pedesaan adalah seluruh penduduk di pedesaan yang terus-menerus atau sementara tinggal disana (masyarakat pedesaan atau pertanian yang dilihat dari sudut pandang hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia didalam masyarakat). Objek sosiologi pertanian meliputi keseluruan penduduk yang bertani tanpa memperhatikan jenis tempat tinggalnya. Tema utama sosiologi pertanian adalah UU pertanian, organisasi sosial pertanian (struktur pertanian), usaha pertanian dan masalah sosial pertanian.Dalam suatu masyarakat terdapat aspek-aspek interaksi sosial diantaraya adalah masyarakat petani di Indonesia, stratifikasi sosial, kepemilikan lahan, kelompok tani dan pengolahan hasil pertanian. Dalam interaksi masyarakat petani Indonesia terdapat penggolongan-penggolongan berdasarkan aspek tertentu, misalnya kekayaan, pendidikan, keturunan, dll. Stratifikasi sosial adalah penggambaran kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang berjenjang. Kelima aspek tersebut tentunya sangat berpengaruh pada cara bercocok tanam di suatu daerah. Misalnya adalah bila lahan yang diolah adalah tegal maka tentunya tanaman yang ditanam adalah jagung. Berikut juga kelompok tani di daerah tersebut. Kemungkinan besar adalah jagung merupakan komoditi terbesar dari desa tersebut. Berdasarkan luas kepemilikan lahan pertanian menjadi indikator tingkat stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat petani. Terdapatnya permasalahan dalam sistem pertanian desa, yaitu tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan dimana dijumpai fenomena enggannya para generasi muda pedesaan untuk melanjutkan profesi petani ini. Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub-sistem on-farm (budidaya) dan sub-sistem off-farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat sub-sistem penunjang (supporting service sub-system).Dalam hal ini perlu adanya penunjang dalam segi pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Dan bergeraknya lembaga atau koperasi yang menunjang keberhasilan dari program ini akan meningkatkan kesejahteraan pertanian pedesaan menuju kearah yang lebih baik lagi. Oknum-oknum atau steakholder sangat berperan penting dalam mewujudkan terrealisasinya tujuan dalam menciptakan swasembada pangan. 1.2 Tujuan Praktikum1. Mengetahui kondisi pertanian yang ada di Dusun Krajan Desa Kucur menurut keterangan dari narasumber2. Mengetahui berjalan atau tidaknya kelembagaan dalam membimbing dan mengawasi kegiatan pertanian di Dusun Krajan Desa Kucur1.3 Manfaat1. Mampu menjadikan bahan acuan dalam memeperbaiki sistem pertanian Indonesia2. Mampu memeberikan pengetahuan bagi pembaca mengenai kondisi pertanian yang ada di Dusun Krajan Desa Kucur

2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Geografis Dusun Krajan Desa KucurDesa Kucur terletak di kecamatan Dau kabupaten Malang merupakan Desa yang mempunyai letak geografis sebagai berikut:a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Petungsewu b. Sebelah selatan berbatasan Desa Sengonc. Sebelah barat berbatasan Hutan d. Sebelah timur berbatasan Desa Kali songo2.2 Aset dan Modal Pertanian2.2.1 Aset PertanianAset ialah sesuatu hal yang berupa benda mati maupun hidup yang dimiliki oleh seorang individu maupun kelompok untuk menunjang kegiatan mereka dalam memenuhi permintaan individu atau kelompok lain. Dalam hal ini berupa benda-benda yang menunjang kegiatan pertanian. Aset dalam kegiatan pertanian berupa tanah, alat-alat yang menunjang produksi pertanian, serta aset manusia (Shinta, 2005).2.2.2 Modal PertanianModal sama artinya dengan harta kekayaan seseorang untuk membuka suatu usaha atau kegiatan lainnya termasuk kegiatan pertanian.Menurut sifatnya modal dibagi menjadi: Modal tetap adalah barang-barang modal yang digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan beberapa kali. Meskipun akhirnya modal itu tandas atau habis juga, tetapi sama sekali tidak terhisap dalam hasil. Contoh modal tetap : mesin, bangunan, alat-alat pertanian. Modal bergerak adalah barang-barang modal yang dipakai dalam proses produksi dan habis terpakai dalam proses produksi. Contoh modal bergerak: pupuk, bahan bakar, bahan mentah.Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.Modal sebagai salah satu faktor produksi bisa dibedakan kedalam: modal tetap dan modal lancar (variabel). Modal tetap terkait dengan modal yang tidak bisa diubah dalam jangka pendek, diantaranya tanah (sudah dibahas tersendiri diatas), alat-alat pertanian, bangunan dan sebagainya. Sedangkan modal lancar (variabel) adalah modal yang bisa diubah dalam jangka pendek seperti bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan sebagainya. Pelaksanaan usahatani memerlukan modal sehingga tidak terlepas dari masalah pendanaan dan pengelolaaan (manajemen) keuangan. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman (kredit dari bank, dari koperasi dari tetangga atau famili), warisan, dari usaha lain dan kontrak sewa. Modal dari kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu, sampai peminjam dapat mengembalikan, sehingga angsuran (biasanya tanah, rumah dll) menjadi dan dikuasai pemilik modal (Suratiyah, 2002).2.3 Kebudayaan Dalam melakukan kegiatan berbudidaya, juga terdapat sebuah kebudayaan. Kebudayaan dalam bertani meliputi proses pengolahan lahan sampai kegiatan pasca panen. Setiap petani, dalam mengelola lahannya biasanya dilakukan secara tradisional maupun modern. Pengolahan lahan secara tradisional dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul, sedangkan modern menggunakan traktor. Biasanya para petani setelah melakukan proses pengolahan lahan langsung proses pemberian pupuk. Pemberian pupuk ini dilakukan dengan memberikan bahan organic atau kimia untuk menambah unsur yang ada dalam tanah. Pupuk organic yang yang biasa ditambahkan terbuat dari kotoran hewan dan sisa seresah daun, sedangkan untuk pupuk kimia biasanya buatan pabrik, seperti Urea, SP36, KCl, dan sebagainya. Setelah proses pemupukan, penanaman benih dilakukan. Pada setiap lubang tanaman, biasanya para petani memberikan 2-4 benih. Terkadang, petani menggunakan system pola tanam monokultur atau tumpang sari dalam proses budidayanya. Untuk pengairan, biasanya para petani di desa, biasanya mengandalkan air hujan untuk air irigasi. Pada musim hujan, petani didesa membuat sebuha kolam atau wadah yang nantinya mampu menampung air hujan secara berlimpah di sekitar sawah atau lahan budidayanya. Dalam perawatan, petani biasanya melakukan penyiangan gulma atau penyemprotan pestisida untuk menanggulangi serangan hama atau penyakit. Untuk proses pemanenan, petani melihat dari bentuk fisiologis buah dari tanaman yang ditanam atau dibudidayakan yang kemudian langsung dijual. Dalam prose penjualan ini, biasanya sudah ada yang menapung hasil produksi petani, namun terkadang hanya sebagian yang dijual dan sebagian lagi dikonsumsi (Suratiyah, 2002).2.4 Kelembagaan PertanianKelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasiatau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma,kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial sertainsentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama (Djogo, et al, 2003).Pengembangan kapasitas petani dan kelembagaan kelompok petani diperlukan dalam upaya meningkatkan daya saing petani dalam pengembangan sistem agribisnis di Indonesia. Upaya ini semakin diperlukan dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Kapasitas petani dapat meningkat sejalan dengan partisipasi mereka dalam kelembagaan petani. Kapasitas petani dan partisipasi mereka dalam kelembagaan petani akan mendorong kapasitas kelembagaan menjadi lebih efektif.Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay dalam suatu komunitas. Kelembagaan pertanian juga memiliki titik strategis (entry point) dalam menggerakkan sistem agribisnis di pedesaan. Untuk itu segala sumberdaya yang ada di pedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Saat ini potret petani dan kelembagaan petani di Indonesia diakui masih belum sebagaimana yang diharapkan (Suradisastra, 2008).Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan sektor pertanian di Indonesia terutama terlihat dalam kegiatan pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Di tingkat makro nasional, peran lembaga pembangunan pertanian sangat menonjol dalam program dan proyek intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. Kegiatan pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk program dan proyek dengan membangun kelembagaan koersif (kelembagaan yang dipaksakan), seperti Padi Sentra, Demonstrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal (Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Koperasi Unit Desa (KUD) dan lain-lain. Kondisi di atas menunjukkan signifikansi keberdayaan kelembagaan dalam akselerasi pembangunan sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan hasil berbagai pengamatan yang menyimpulkan bahwa bila inisiatif pembangunan pertanian dilaksanakan oleh suatu kelembagaan atau organisasi, di mana individu individu yang memiliki jiwa berorganisasi menggabungkan pengetahuannya dalam tahap perencanaan dan implementasi inisiatif tersebut maka peluang keberhasilan pembangunan pertanian menjadi semakin besar (Suradisastra, 2011).

2.5 Perubahan SosialSetiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas serta perubahan-perubahan yang lambat sekali, dan ada juga yang berjalan dengan cepat. Pada masyarakat desa, proses perubahan sosial biasanya berlaku lambat dan memakan waktu yang lama. Proses alih pekerjaan dapat ditinjau dari upaya perubahan yang dilakukan oleh mayarakat guna pencapaian tujuan-tujuan tertentu, karena masyarakat bersifat bersifat dinamis maka masyarakat mengalami perubahan, karena perubahan sosial merupakan proses yang selalu dialami oleh setiap masyarakat, perubahan yang dilakukan tidak terlepas dari perubahan kebudayaan. Suatu perubahan dapat terjadi karena faktorfaktor yang berasal dari dalam masyarakat ataupun dari luar masyarakat itu sendiri. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tidak selalu menghasilkan akibat-akibat yang sama. Adakalanya faktor tersebut hanya mengakibatkan terjadi perubahan kecil yang kurang berarti namun dapat juga terjadi sangat besar dan berarti.Proses perubahan didalam masyarakat terjadi karena manusia adalah mahluk yang berfikir dan bekerja. Disamping selalu senantiasa untuk memperbaiki nasibnya dan mendapatkan pekerjaan yang layak baginya, perubahan masyarakat juga berkeinginan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya seperti social, ekonomi, budaya, teknologi, dan lain-lain. Adapun penyebab dari perubahan tersebut adalah (Narkowo, 2011)1. Innovation (Inovasi) merupakan penemuan baru dan pembaharuan yang mempengaruhi kondisi individu maupun kelompok2. Adaptation (Adaptasi) yaitu penyesuaian secara sosial budaya3. Adoption (Adopsi) yaitu penggunaan dari penemuan baru dalam bidang teknologi yang memudahkan manusia dalam kehidupan sehari-hariMenurut Soerjono Soekanto (1990) sebenarnya dalam kehidupan seharihari acapkali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak ada mungkin kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat, sehingga walaupun secara teoritis dan analisis pemisah antara pengertian-pengertian tersebut dapat di rumuskan, namun dalam kehidupan nyata garis pemisah tersebut sukar di pertahankan, yang jelas perubahanperubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu keduaduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya suatu proses perubahan antara lain: kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan-keinginan untuk maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang, sistem terbuka lapisan masyarakat, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, serta orientasi kemasa depan dan nilai-nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiyar untuk memperbaiki dirinya (Soekanto, 2006).Perubahan sosial yang dimaksud disini adalah perubahan yang di sebabkan oleh aspek ekonomi akibat perkembangan industry. Namun tidak menutup kemungkinan perubahan tersebut akan saling terkait dengan aspek-aspek lain. Seperti yang dikatakan Agus salim, bahwa perubahan sosial yang berasal dari aspek ekonomi akan selalu terkait dengan perubahan perilaku yang berasal dari aspek non ekonomis seperti politik, pendidikan dan lain-lain (Salim, 2002).Sebagai bagian dari perubahan maka peralihan mata pencaharian terjadi akibat adanya faktor-faktor pendorong dan penarik yang antar lain adalah:1. Peralihan Mata pencaharian menjanjikan pendapatan yang lebih baik2. Upaya peralihan mata pencaharian merupakan penerapan teknologi baru3. Peralihan mata pencaharian dapat memberi variasi pada sistem mata pencaharian yang sudah adaPeralihan matapencaharian sebahagian masyarakat Desa Rambat dari sector Agraris ke Pertambangan di anggap merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Karena keadaan menjadi petani sendiri dianggap sudah tidak terlalu menjanjikan seperti dahulu sehingga masyarakat beralih matapencaharian dari petani lada ke penambang timah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Identifikasi Petani RakyatNama petani:Bapak Muatim

Umur:45 tahun

Tingkat Pendidikan Formal:SD

Pekerjaan KKa. Utamab. Sampingan::Petani Cabai dan JagungTukang Pijat

Sejak Kapan Menjadi Petani:Sejak tahun 2013

Jumlah Anggota Rumah Tangga:4 orang (istri dan empat anak)

Tabel 1. Susunan Anggota KeluargaNo.NamaHub.dg KKUmur (Thn)Tkt Pendkkan terakhirPekerjaan

UtamaSampingan

1.MuatimKepala keluarga45 tahunSDPetaniTukang Pijat

2.RumiasihIbu Rumah Tangga38 tahunSDPetaniBuruh swasta

3.Fatul MunirohAnak17 tahunSMA--

4.Andi IrawanAnak15 tahunSMP--

Nama petani adalah Bapak Muatim yang memiliki pekerjaan utama sebagai seorang petani dan juga pekerjaan sampingan sebagai tukang pijat. Beliau berumur 45 tahun dan memiliki satu orang istri dengan dua anak. Istrinya bernama Rumiasih berumur 38 tahun yang bekerja sebagai buruh swasta dan anak pertama bernama Fatul Muniroh berumur 17 tahun dan anak keduanya bernama Andi Irawan berumur 15 tahun. Bapak Muatim bekerja sebagai seorang petani sejak tahun 2013. Tingkat pendidikan Bapak Muatim adalah lulusan SD. Beliau memiliki alat transportasi yaitu satu unit sepeda motor untuk digunakan pergi ke lahan. Perabotan yang di miliki beliau diantara TV dan HP. Beliau memiliki lahan dengan luasan 500 m. Komoditas yang ditanam adalah tanaman cabai dan jagung, dimana hasil panen dari tanaman jagung untuk dikonsumsi sendiri sedangkan hasil panen tanaman cabai untuk dijual. 3.2 Aset dan Modal PertanianKeluarga Bapak Muatim mempunyai sarana transportasi 1 unit sepeda motor dan sarana komunikasi berupa 1 unit radio, 1 unit TV dan 2 unit handphone yang dimiliki Bapak Muatim dan salah satu anaknya. Bapak Muatim memelihara beberapa jenis hewan ternak seperti sapi dan kambing dengan sistem bagi hasil. Jumlah ekor ternak yang dipelihara masing-masing 1 ekor sapi dan 4 ekor kambing. Dimana dari keuntungan penjualan sapi atau kambing Bapak Muatim mendapatkan bagian sedang menjadi milik pemilik ternak tersebut. Menurut Saidari (2009) menyatakan bahwa perlu diketahui selain perjanian bagi hasil untuk tanah pertanian terdapat juga perjanjian bagi hasil dalam bentuk lain dimana bukan hasil tanaman yang menjadi objek perjanian akan tetapi yang dijadikan objek adalah ternak seperti kerbau, ayam dan lain sebaganya. Adapun hal yang perlu diperhatikan dala penerapan system bagi hasil adalah 1) harus ada kepercayaan yang terbangun anatara pemilik dan peternak, 2) jangka waktu penerapan system ni disesuaikan dengan keadaan yang terjadi, 3) bagian dari masing-masing pihak dibagi rata.Untuk mengelola lahan tegal miliknya, beliau tidak mengolah secara pribadi tetapi menggunakan sistem bagi hasil yang dinamakan sistem bon. Maksud dari sistem bon ini ialah biaya produksi yang digunakan untuk mengolah lahan berasal dari juragan yaitu tempat dijualnya hasil panen. Kemudian setelah hasil panen tersebut dijual kepada juragan, penggarap mendapatkan upah yang telah dipotong dengan biaya produksi tersebut. Bagi hasil pertanian adalah suatu ikatan atau perjanjian kerja sama antara pemilik lahan dengan petani sebagai penggarap. Upah dari penggarapan lahan tersebut diambil atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, setelah selesai panen atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ketika pertama kali mengadakan transaksi. Besarnya bagi hasil adalah besarnya upah yang diperoleh oleh setiap petani baik pemilik lahan maupun penggarap berdasarkan perjanjian atau kesepakatan bersama (Saptana, et al,. 2002).Dalam kepemilikan lahan yang digarap oleh Bapak Muatim berupa tegal milik sendiri seluas 500 m2. Lahan ini adalah lahan warisan keluarga yang dimiliki oleh saudara Bapak Muatim, tetapi pada tahun 1998 Bapak Muatim membeli lahan tersebut. Dalam Stratifikasi sosial keluarga pak Muatim dari aspek kekayaan masih rendah dikarenakan aset dan modal, modal dalam pengolahan lahan kadang dibantu oleh saudaranya dan dilihat dari harta benda pak muatin tidak berjumlah besar dalam masyarakat desa kucur dan lahan yang dimiliki oleh pak muatin hanya 500 m2, menurut Sajogyo (1978) Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan-lapisan berikut:a. Pelapisan III (Cukup), Petani pemilik tanah diatas 0,5 ha.b. Pelapisan II (miskin), Petani pemilik tanah antara 0,25 0,50 ha.c. Pelapisan I (miskin sekali), Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 ha atau buruh tani yang tidak memiliki lahan.Dari aspek kekuasaan dan wewenang juga masih tergolong rendah akibat pak muatin hanya petani dan berkeja sampingan sebagai tukang pijit. Dari aspek kehormatan masih tergolong rendah dikarenakan pak muatin bukan keturunan bangsawan atau mempunyai kekayaan yang melimpah, sedangkan dari segi ilmu pengetahuan pak muatin hanya tamatan SD dan belum mempunyai pengetahuan lebih tentang pertanian dikarnakan pak muatin dalam mengelolah lahan dibantu oleh saudaranya.3.3 Pola Tanam Pertanian PetaniPola tanam yang di gunakan oleh petani dalam pengelolaan lahannya adalah sistem tumpangsari tanaman jagung dengan tanaman cabai. Dalam satu tahun terakhir lahan milik petani ini ditanami selama 2 kali periode tanam dan 2 kali masa bero. Dimana waktu bero ini berkisar sekitar 2 bulan, dan untuk menanam tanaman jagung dan cabai dibutuhkan 4 bulan sampai panen. Hasil dari panen jagung dan cabai periode Februari sampai Mei masing-masing 5 kwintal dan 3 kwintal. Harga jual jagung yang sudah diwiwil adalah Rp 2.500/kg sedangkan harga jual cabai Rp 20.000/kg. Hasil panen tersebut sebagian besar dijual kepada saudara Bapak Muatin yang berprofesi sebagai tengkulak dan selanjutya dijual kembali ke pasar. Namun sebagian kecil dari hasil panen jagung dan cabai juga di konsumsi sendiri oleh keluarga petani.Tabel 2. Kalender Musim TanamLokasiBulan 2014Bulan 2015

5678910111212345

Desa KucurMusim tanamBeroMusim TanamBeroMusim tanam

Selama 1 tahun Bapak Muatim mengelola lahan menggunakan sistem yang sama yaitu tumpangsari dengan komoditas yang sama juga yaitu cabai dan jagung. Hal ini dikarenakan bahwa menurut Bapak Muatim, cara bercocok tanam menggunakan cara yang lain cukup rumit. Selain itu, pengetahuan petani masih terbatas terkait budidaya tanaman pertanian dikarenakan Bapak Muatim baru memulai bertani pada tahun 2013. Namum hal ini berdampak negatif pada kondisi tanah dikarenakan sistem tanam yang berulang-ulang yang menyebabkan rentan hama penyakit dan kondisi kondisi tanah kurang subur, sebaiknya pak muatim menggunakan sistem rotasi tanaman. Rotasi tanaman merupakan salah satu praktek penting dalam sistem pertanian berkelanjutan, karena efek pada kesuburan tanah dan manfaat lainnya termasuk pengurangan dalam kompetisi gulma. Rotasi tanaman dapat membantu dalam mengendalikan gulma, memasok nutrisi tanah, meningkatkan meningkatkan hasil dan sangat penting dalam mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan. pengelolaan tanaman dengan rotasi tanaman dimanfaatkan untuk mengendalikan perkembangbiakan hama dan penyakit, meningkatkan hasil tanaman, mengendalikan kerusakan tanah dan mengurangi laju erosi. Tjokrowardojo et al., (2011) Sistem rotasi tanaman sepanjang tahun, selain mampu mengurangi laju erosi tanah juga memberikan keuntungan berupa kelebihan hasil panen dibandingkan dengan penyiapan lahan tanpa olah tanah. Adnan (2011) menyatakan bahwa rotasi tanaman dapat mengurangi populasi hama dan bakteri. Sedangkan Arsyad (2004) menuliskan beberapa hasil penelitian dalam jurnalnya yang menunjukkan bahwa penanaman yang intensif dengan pola rotasi dan sistem olah tanah konservasi dapat mengen- dalikan kerusakan tanah. Sistem tersebut sekaligus dapat mengendalikan erosi dan meningkatkan hasil.3.4 Kebudayaan PetaniPenggunaan lahan yang dilakukan Bapak Muatim ialah pola tanam tumpang sari. Bapak Muatim menaman cabai dan jagung, dalam pengolahan lahan terdiri dari persiapan lahan, perawatan, panen. Cara bercocok tanam cabai dan jagung dalam pengolahan lahan masih sederhana yaitu dengan menggunakan cangkul. Hal ini dikarenakan keterbatasan pendidikan dalam bidang pertanian, yang masih belajar cara bertani dari saudaranya dan modal dalam berusaha tani.Setelah persiapan lahan selesai, kemudian pengolahan lahan Bapak Muatim mengatur jarak tanam 40x40 cm, pengaturan jarak tanam bertujuan agar pada saat tanaman cabai dan jagung tumbuh tidak bersinggungan atau bertubrukan dan memanfaatkan lahan untuk memaksimalkan hasil panen yang maksimal. Dalam waktu bersamaan pengaturan jarak tanam dan tanah dilubangi untuk benih cabai dan jagung. Jumlah benih cabai yang dimasukkan dalam setiap lubang adalah 1 benih, sedangkan untuk jumlah benih jagung yang dimasukkan dalam setiap lubang berkisar 2 atau 4 benih. Benih yang digunakan Bapak Muatim dibeli dari toko pertanian. Kondisi air dilahan Bapak Muatim menggunakan tadah hujan, namun Bapak Muatim juga membuat embung/tempat air seluas 4x8 m yang berguna untuk menyiram lahan maupun bahan pencampuran untuk pupuk dan pestisida. Untuk ketersediaan air pada musim kemarau tidak terkendala. Perawatan lahan Bapak Muatim menggunakan pupuk organik dan anorganik. Untuk pupuk organik berupa kotoran sapi dan kotoran kambing yang diperoleh dari hasil ternak yang dipelihara oleh Bapak Muatim. Sedangkan untuk pupuk anorganik yang pernah digunakan oleh petania adalah Urea, Phonska, SP-36, KCl dan mutiara. Penggunaan pupuk organik dilakukan pada saat pengolahan lahan. Pemupukan biasanya dilakukan tiga kali dalam satu kali masa tanam. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang, phonska dan SP-36. Pemupukan pertama dikerjakan pada awal musim tanam yaitu sekitar umur dua minggu, pada pemupukan pertama biasanya hanya menggunakan pupuk kandang. Pemupukan selanjutnya dilakukan pada bulan pertama dan bulan kedua terhitung dari awal hari penanaman. Setelah pemupukan ketiga tidak akan dilakukan pemupukan lagi dan hanya tinggal menunggu saat musim panen. Bapak Muatim juga melakukan pengendalian gulma dengan cara penyiangan. Penyiangan yang dilakukan Pak Muatin sebanyak 2 kali dalam seminggu. Penyiangan yang dilakukan pak Muatin sangatlah sederhana dengan menggunakan sabit dan mencabuti gulma-gulma yang berada di lahan tersebut agar pertumbuhan gulma tidak mengganggu tanaman budidaya milik Bapak Muatim.Jenis hama dan penyakit tanaman yang dibiasanya ditemukan pada tanaman jagung dan cabai dilahan tegal milik Bapak Muatim diantaranya adalah ulat daun, cabuk (kutu kebul), lalat buah, dan thrips. Sedangkan untuk penyakit yang sering ditemui petani adalah busuk buah pada tanaman cabai. Untuk pengendalian hama dan penyakit, Bapak Muatim menggunakan pengendalian mekanik dan kimia, pengendalian mekanik dengan cara mengambil hama secara manual menggunakan tangan kemudian hama tersebut dimatikan lalu dibuang. Sedangkan cara pengendalian kimia yang digunakan oleh Bapak Muatim dengan menggunakan pestisida yang diperoleh dari saudaranya. Dosis pestisida yang digunakan 2 ml kemudian dicampur dengan air dalam setiap pengaplikasian. Menurut Bapak Muatim, beliau kurang tahu menahu mengenai jenis pestisida yang digunakan, karena pestisida tersebut diracik oleh saudaranya sehingga Bapak Muatim tinggal mengaplikasikan pestisida tersebut pada lahan budidayanya. Menurut Moekasan et al,. 1995. Pestisida selektif digunakan apabila kerusakan tanaman cabai telah mencapai 12.5%. Insektisida yang dianjurkan antara lain dari golongan I.G.R., yaitu Flufenoksuron (Cascade 50 EC, 2 ml/l). Lufenuron (Match 50 EC, 2 ml/l). dan Diafentiuron (Pegasus 500 EC, 2 ml/l), serta dari golongan mikroba, yiatu SLNPV (Spodoptera litura-Nuclear Polyhedrosis Virus).Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit dan menyewa tenaga kerja sebanyak 3 orang yang terdiri dari 1 laki-laki dan 2 perempuan. Untuk biaya HOK (Harian Orang Kerja) yang diberikan Bapak Muatim adalah berkisar antara Rp 50.000-Rp 60.000/orang dan tidak dibeda-bedakan antara HOK laki-laki dan perempuan. Namun jumlah jam tenaga kerja berkisar 8 jam/hari. Menurut Rodgers (1994) merupakan suatu sistem hubungan yang kompleks, yang tidak hanya sekedar menyangkut pembayaran upah sebagai imbalan dari jumlah waktu kerja, namun juga menyangkut tingkat komitmen dan motivasi kerja, intensitas kerja, kontinyuitas kerja, kondisi lingkungan, tingkat pendapatan, standard konsumsi, dan pengawasan kerja terhadap buruh tani. Artinya pemilik lahan dan buruh tani memiliki strategi masing-masing untuk mencapai second best maximization. Menurut Collier et al,. 1974. Sistem bawon merupakan upah natura yang diberikan pemilik lahan kepada buruh tani, khusunya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian tertentu dari hasil panen, dalam sistem bawon tradisional kegiatan panen merupakan aktifitas komunitas yang dapat diikuti oleh semua atau kebanyakan anggota komunitas dan menerima bagian tertentu dari hasil. Menurut tradisi dibeberapa tempat, petani tidak dapat membatasi jumlah orang yang ikut memanen. Sistem tersebut merupakan bawon yang benar-benar terbuka dalam arti setiap orang diijinkan ikut memanen (Hayami dan kikuchi, 1981).3.5 Kelembagaan atau Pranata Sosial Di Dusun Krajan Desa KucurLahan yang dimiliki oleh Bapak Muatim adalah lahan tegalan. Berdasarkan hasil wawancara, menurut beliau tanah ini sebenarnya adalah tanah warisan tetapi pada tahun 1998, beliau membeli tanah warisan tersebut dan menjadi milik Bapak Muatim sendiri. Dalam mengelola lahan tegal miliknya, beliau tidak mengolah secara pribadi tetapi menggunakan sistem bagi hasil yang dinamakan sistem bon. Maksud dari sistem bon ini adalah biaya produksi yang digunakan untuk mengolah lahan berasal dari juragan yaitu tempat dijualnya hasil panen. Kemudian setelah hasil panen tersebut dijual kepada juragan, penggarap mendapatkan upah yang telah dipotong dengan biaya produksi tersebut.Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana produksi pertanian baik itu benih atau bibit, pupuk, dan pestisida adalah toko pertanian. Dalam proses awal tanam,dibutuhkan benih yaitu benih jagung varietas Bisi-2, dan benih cabai besar yang disemaikan untuk mendapatkan bibit kemudian ditanam, sedangkan jagung langsung ditanam pada lubang tanam dilahan. Kebutuhan pupuk juga didapatkan dari toko pertanian, jenis pupuk yang digunakan antara lain Urea, Phonska, KCl, dan SP-36. Sedangkan untuk pupuk kandang dari kotoran sapi, diperoleh dari ternak sendiri. Bapak Muatim juga menggunakan pupuk organik sintetik Mutiara biru. Selain benih dan pupuk yang diperoleh dari toko pertanian, penggunaan pestisida kimia yaitu insektisida, fungisida, dan herbisida juga di peroleh dari toko pertanian setempat.Selama kegiatan budidaya ini, tidak semua kegiatan budidaya membutuhkan tenaga kerja tambahan diluar dari anggota keluarga Bapak Muatim. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan beliau, hanya kegiatan panen saja yang membutuhkan tambahan tenaga kerja dari luar anggota keluarga. Kegiatan usahatani jagung antara lain adalah pengolahan tanah, tanam, membumbun atau mendangir,menyiang, memupuk, mengendalikan organisme pengganggu tanaman, dan panen. Menurut Bapak Muatim hanya kegiatan panen saja yng menggunakan tenaga kerja tambahan, karena kalau dikerjakan sendiri, maka penyelesaiannya lama. Sedangkan untuk kegiatan usahatani cabai meliputi, pengolahan tanah, persemaian atau pembibitan, tanam, membumbun atau mendangir,menyiang, memupuk, mengendalikan organisme pengganggu tanaman, dan panen. Sama dengan kegiatan usahatani jagung yakni hanya kegiatan panen saja yang menggunakan tenaga kerja tambahan diluar anggota keluarga. Di Desa Kucur, Kecamatan Dau ini tidak ada lembaga khusus yang menyalurkan tenaga kerja, tetapi langsung melalui individu yang bersangkutan. Sistem yang digunakan dalam pengadaan tenaga kerja ini adalah sistem upah harian dengan upah baik pria maupun wanita sama yaitu berkisar antara Rp 50.000,00 sampai Rp 60.000,00.Sistem pengupahan tenaga kerja pada kegiatan usaha tani yaitu pemanenan dilakukan dengan cara sistem upah harian. Tenaga kerja yang dibutuhkan berjumlah 3 orang terdiri dari 1 orang tenaga kerja pria dan 2 orang tenaga kerja wanita. Besarnya upah harian setiap pekerja antara Rp 50.000,00 sampai Rp 60.000,00 untuk satu hari kerja dengan rentang waktu mulali jam 8 pagi sampai dengan jam 4 atau 5 sore.Lembaga yang melakukan fungsi pengolahan hasil pertanian di Dusun Krajan, Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kota Malang ini berdasarkan hasil wawancara masih belum ada. Menurut Bapak Muatim, selama ini setiap kali panen, hasil pertanian langsung dijual kepada juragan. Hasil panen berupa cabai, setelah dipanen dari lahan langsung dijual kepada juragan, sedangkan hasil panen berupa jagung dikonsumsi sendiri sebagai bahan pangan.Lembaga pemasaran hasil pertanian di desa ini menurut Bapak Muatim, hasil panen beliau berupa cabai seluruhnya dijual kepada juragan. Cara beliau dalam menjualnya adalah dalam bentuk hasil panen yaitu cabai merah besar. Dalam menentukan harga jual hasil pertanian ini mengikuti harga pasar. Tidak ada tawar-menawar antara petani dengan pedagang. Cara melakukan pembayaran oleh pihak pembeli kepada hasil pertanian yaitu kontan dibayar dimuka. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem bagi hasil antara penggarap lahan dengan juragan penjual hasil pertanian adalah sistem bon, sehingga pembayaran kontan dibayar dimuka tersebut telah dipotong dengan pinjaman yang diberikan juragan ketika kegiatan usahatani dalam menghasilkan hasil pertanian tersebut.Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Dusun Krajan, Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kota Malang tidak terdapat kelompok tani, gabungan kelompok tani (GAPOKTAN), kelompok wanitan tani. Tetapi, terdapat lembaga keuangan atau perkreditan seperti koperasi. Menurut Bapak Muatim, beliau juga belum pernah mendapatkan sosialisasi PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan pihak lain mengenai kegiatan budidaya yang baik dan benar. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) adalah kumpulan dari beberapa kelompok tani yang mempunyai kepentingan yang sama dalam pengembangan komoditas usaha tani tertentu untuk menggalang kepentingan bersama, atau merupakan suatu wadah kerjasama antar kelompok tani dalam upaya pengembangan usaha yang lebih besar (Nasir, 2008). Untuk membangun Gapoktan yang ideal sesuai dengan tuntutan organisasi masa depan, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pembinaan yang berkelanjutan. Proses penumbuhan dan pengembangan gapoktan yang kuat dan mandiri diharapkan secara langsung dapat menyelesaikan permasalahan petani dalam pembiayaan, dan pemasaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman pembinaan kelembagaan petani, pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan peranan, peran serta petani dan anggota masyarakat perdesaan (Kementrian Pertanian, 2010). Gapoktan penting keberadaannya dalam masyarakat petani agar kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usaha tani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar (Deptan, 2007 ).Tujuan utama pembentukan dan penguatan Gapoktan adalah untuk memperkuat kelembagaan petani yang ada, sehingga pembinaan pemerintah kepada petani akan terfokus dengan sasaran yang jelas (Deptan, 2006) dalam Syahyuti (2007). Syahyuti (2007) menambahkan bahwa Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani.3.6 Perubahan Sosial PetaniPerubahan sosial petani ini adalah berdasarkan pengamatan dan pengalaman bapak dan ibu selama menjadi petani. Perkembangan sewa-menyewa lahan di Dusun Kraja, Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kota Malang ini jarang, karena rata-rata lahan disana sudah menjadi milik sendiri atau milik perorangan. Perkembangan sistem bagi hasil (maro, mertelu, mrapat) usahatani pada lahan tegal juga semakin jarang terjadi. Hal ini karena kebanyakan lahan tegal di desa ini sudah menjadi milik pribadi dan diolah oleh pemiliknya sendiri. Perkembangan sarana produksi pertanian (Benih atau bibit, pupuk, dan pestisida) menurut Bapak Muatim semakin mudah diperoleh dan terjangkau. Walaupun di desa ini masih belum ada kelompok tani yang menyediakan sarana produksi pertanian, tetapi toko-toko pertanian termasuk banyak dan mudah dijangkau oleh warga petani.Kemudian untuk sistem pengadaan tenaga kerja untuk usahatani yang terjadi di desa ini, menurut Bapak Muatim kebanyakan menggunakan sistem upah harian. Sekarang sudah jarang menggunakan sistem gotong royong atau tolong menolong. Hal ini karena kebutuhan hidup meningkat, sehingga materialistis menjadi penting untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup di masa sekarang. Sistem upah harian ini semakin berkembang, karena dianggap efektif. Dalam sistem upah harian ini, menurut bapak Muatim upah untuk tenaga kerja pria dan wanita adalah sama yaitu berkisar antara Rp50.000,00 sampai Rp 60.000,00 tergantung lama jam kerjanya.Perkembangan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian di desa ini semakin mudah. Hal ini karena para petani di desa ini menjual hasil panenannya langsung kepada juragan yang biasa mengumpulkan hasil panen petani. Selain itu di juragan ini, dalam menentukan harga berdasarkan harga pasar sehingga kemungkinan kerugian petani lebih minimal. Perkembangan kelompok tani di desa ini masih belum dapat dikategorikan dalam berkembang, karena masih tidak aktif, bahkan menurut Bapak Muatim di Dusun Kraja, Desa Kucur, Dau ini tidak ada lembaga seperti GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) dan kelompok tani wanita.

4. PENUTUP4.1 KesimpulanBerdasarkan hasil wawancara di Dusun Krajan Desa Kucur, dapat disimpulkan bahwa Bapak Muatim memiliki pekerjaan utama sebagai seorang petani dan pekerjaan sampingan sebagai tukang pijat. Bapak Muatim menggarap lahan pertanian milik sendiri yang dibeli oleh beliau pada tahun 1998. Bapak Muatim termasuk kedalam startifikasi rendah jika dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan, aset yang dimiliki (kekayaan dan luas lahan).Pola tanam yang di gunakan oleh petani dalam pengelolaan lahannya adalah sistem tumpangsari tanaman jagung dengan tanaman cabai. Hal ini dikarenakan bahwa menurut Bapak Muatim, cara bercocok tanam menggunakan cara yang lain cukup rumit. Dalam sistem irigasinya, Bapak Muatim menggunakan tadah hujan, namun Bapak Muatim juga membuat embung/tempat air seluas 4x8 m yang berguna untuk menyiram lahan maupun bahan pencampuran untuk pupuk dan pestisida. Perawatan lahan Bapak Muatim menggunakan pupuk organik dan anorganik. Untuk pupuk organik berupa kotoran sapi dan kotoran kambing. Sedangkan untuk pupuk anorganik yang pernah digunakan oleh petani adalah Urea, Phonska, SP-36, KCl dan mutiara. Untuk pengendalian hama dan penyakit, Bapak Muatim menggunakan pengendalian mekanik dan kimia.Di Dusun Krajan, Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kota Malang tidak adanya kelompok tani, gabungan kelompok tani (GAPOKTAN) dan kelompok wanitan tani. Tetapi, terdapat lembaga keuangan atau perkreditan seperti koperasi. Menurut Bapak Muatim, beliau juga belum pernah mendapatkan sosialisasi PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan pihak lain mengenai kegiatan budidaya yang baik dan benar. 4.2 Saran Petani yang kurang mengerti teknik budidaya yang baik. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai pentingnya gapoktan.

DAFTAR PUSTAKAAdnan, A.M. (2011). Nematoda Parasit Pada Tanaman Gandum: Suatu Kajian Bioekologi. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Seminar nasional serealia. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id Diakses, 23 Mei 2015Agus, S. 2002. Perubahan Sosial; Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus di Indonesia. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.Arsyad, Sitanala. (2010). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. BogorCollier, W. L,. Soentoro, G. Wiradi dan Makali. 1974. Agricultural Technology and Instititional Change in Java. Food Research Intitute Studies, Vol. 13. No. 21Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. http://www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/Permentan%20273-2007%20Lampiran%201.PDF. Diakses pada tanggal 23 Mei 2015.Djogo, T., Sunaryo D, Suharjito, Sirait M. 2003. Kelembagaan dan kebijakan dalam pengembangan agroforestri. bahan ajaran agroforestri 8. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor.Hayami, Y. Dan Anwar Hafid. 1981. Asian Village Economy at the Crossroads An Economic Approach to Instutional Change. University of Tokyo Press.Moekasan, T. K., L. Prabaningrum, dan Meitha, L. 2000. Bawang Merah dan Cabai. Penerapan PHT. Pada Sistem Tanaman Tumpang Gilir. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hlm. 8-10, 30.Narwoko J. Dwi, Bagong Suyanto. 2011 .Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.Nasir. 2008. Pengembangan Dinamika Kelompok Tani. http://www.dispertanak.pandeglang.go.id/artikel_11.htm. Diakses pada tanggal 23 Mei 2015.Saidari. Ray. 2009. Pengertian perjanian bagi hasil menurut undang-undang no. 2 tahun 1960 di akses pada tanggal 23 mei 2015Sajogyo. 1978. Sosiologi Pedesaan. jilid 1. penerbit Gadjah Mada University Press.Saptana, Supriyati, Sumedi dan T.B. Purwantini. 2002. Dinamika Ketenagakerjaan, Penyerapan Tenaga Kerja dan Sistem Hubungan Kerja. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian dengan Bappenas/USAID/DAI.Shinta, A., 2005. Ilmu Usahatani. Diktat Kuliah Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, S. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo PersadaSuradisastra, K. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelambagaan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianSuradisastra, K. 2011. Revitalisasi Kelembagaan untuk Mempercepat Pembangunan Sektor Pertanian dalam Era Otonomi Daerah. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 4 (2), 2011: 118-136Suratiyah, K. 2002. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Cimanggis-Depok. Indonesia.Syahyuti. 2007. Strategi dan Tantangan dalam Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) sebagai Kelembagaan Ekonomi di Pedesaan. http://www.geocities.com/syahyuti/Gapoktan.pdf. Diakses pada tanggal 23 Mei 2015.Tjokrowardojo, Sudiman, Agus dan Arifin, Muhammad. (2011). Penerapan Teknologi Olah Tanah Konservasi dalam Usahatani di Lahan Marjinal. Balai penelitian tanaman obat dan aromatik. Balai besar penelitian dan pengembangan bioteknologi dan sumberdaya genetika pertanian. Bogor. Available from: http://muhammadarifind rprof.blogspot.com/2011/01/penerap an-teknologi-olah-tanah_08.html diakses tanggal 23 mei 2015

LAMPIRANLampiran 1. Dokumentasi Hasil Wawancara Petani

Gambar 1. Narasumber Gambar 2. Anggota kelompok 1

Gambar 3. Hewan ternak petani