Top Banner
UJIAN SMESTER TAHUN 2011 Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikam Dosen Pengampu : Dr. Tjipto Subadi, M.Si Oleh : D A R N O NIM. Q 100 090 217
32

Sosiologi pendidikan

Dec 24, 2014

Download

Documents

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sosiologi pendidikan

UJIAN SMESTER TAHUN 2011

Mata Kuliah : Sosiologi PendidikamDosen Pengampu : Dr. Tjipto Subadi, M.Si

Oleh :

D A R N ONIM. Q 100 090 217

PROGRAM PASCASARJANAMAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2011

Page 2: Sosiologi pendidikan

Abstrak

A. Pendahuluan

Sosiologi pendidikan tersusun dari dua kata, yakni sosiologi dan pendidikan.

Secara etimologi kedua kata ini mempunyai maksud yang berbeda, namun

dalam sejarah hidup dan kehidupan manusia seiring dengan berkembangnya

budaya dan peradaban, keduanya mempunyai makna yang tak terpisahkan.

Terutama dalam system memberdayakan manusia, dimana sampai saat ini

memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan tersebut11.

Beberapa pemikiran pakar mengenai sosiologi pendidikan yang dikemukakan

oleh Ahmadi (1991). Menurut George Payne, yang kerap disebut sebagai bapak

sosiologi pendidikan, mengemukakan secara konsepsional yang dimaksud

dengan sosiolgi pendidikan adalah by educational sosiologi we the science

whith desribes andexlains the institution, social group, and social processes,

that is the spcial relationships in which or through which the individual gains

and organizes experiences”. Payne menegaskan bahwa, di dalam lembaga-

lembaga, kelompok-kelompok social, proses social, terdapatlah apa yang

dinamakan social itu individu memperoleh dan mengorganisir pengalaman-

pengalamannya. Inilah yang merupakan aspek-aspek atau prinsip-prinsip

sosiologisnya.

Charles A. Ellwood mengemukakan bahwa Education Sosiologi is the sciense

aims to reveld the connetion at all points between the cducative process and the

social, sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

hubungan timbal balik antara semua titik sosial dengan proses pendidikan

untuk mencapai tujuan.

Menurut E.B Reuter, sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk

menganalisa evolusi dari lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya

dengan perkembangan manusia, dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari

lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian social dari tiap-tiap

Page 3: Sosiologi pendidikan

individu. Jadi prinsipnya antara individu dengan lembaga-lembaga social itu

selalu saling pengaruh mempengaruhi (process social interaction).

F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah

ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan social yang

mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi

pengalamannya. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakukan social serta

perinsip-perinsip untuk mengontrolnya.

E.G Payne secara spesifik memandang sosiolgi pendidikan sebagai studi yang

konfrenhensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu yang diterapkan.

Bagi Payne sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam

bidang sosiologi yang dapat dikenakan analisis sosiologis. Tujuan utamanya

ialah memberikan guru-guru, para peneliti dan orang lain yang menaruh

perhatian akan pendidikan latihan yang serasi dan efektif dalam sosiologi yang

dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih mendalam

tentang pendidikan (Nasution 1999:4)

Menurut Dictionary of Socialogy, sosiologi pendidikan ialah sosiologi yang

diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.

Menurut Prof. DR.S.Nasution. Sosiologi pendidikan ialah ilmu yang berusaha

untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk

mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.

Menurut F.G. Robbins, Sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang

bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan.

Dari beberapa pengertian di atas, sosiologi pendidikan dapatlah dipahami

secara sederhana sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-

masalah pendidikan dan segala pranatanya dengan analisis atau pendekatan

sosiologis.

B. Sejarah Sosiologi Pendidikan

Page 4: Sosiologi pendidikan

Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi

berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis” yang berarti

ilmu. Secara harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang perkawanan

atau pertemanan. Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh August Comte

(1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini dipublikasikan melalui tulisannya yang

berjudul “Cours de Philosophie Positive”.

Sosiologi, oleh Comte dikatakan sebagai ilmu tentang masyarakat secara ilmiah

(Faisal, tanpa tahun). Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang lahir pada saat

terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Pitirim Sorokim (dalam Soekamto,

1999) menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai:

pertama, hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala

sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, pendidikan dengan ekonomi,

agama dengan pendidikan, pendidikan dan politik. Kedua, hubungan dan pengaruh

timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial, misalnya gejala

biologis, geografis, iklim dan sebagainya. Ketiga, ciri-ciri umum semua jenis

gejala-gejala sosial.

Sosiologi dapat digolongkan pada salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial) atau

social science. Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok

yaitu :

Pengetahuan (knowledge)

Tersusun secara sistematis

Menggunakan pemikiran

Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain

kenyataan sosial menunjukkan suatu perubahan yang terjadi begitu cepat dalam

masyarakat. Perubahan sosial yang cepat tersebut terjadi di abad ke-19, sebagai

akibat revolusi industri di Inggris. Akibat perubahan tersebut menurut Mc Kee

(dalam Faisal, tanpa tahun) menyebabkan terjadinya apa yang dinamakian

Page 5: Sosiologi pendidikan

keterkejutan intelektual kelompok cerdik pandai yang salah satu diantaranya

adalah para sosiolog.

Lester F. Ward dapat dikatakan sebagai pencetus gagasan timbulnya studi baru

tentang Sosiologi Pendidikan. Gagasan tersebut muncul dengan idenya tentang

evolusi sosial yang realistik dan memimpin perencanaan kehidupan pemerintahan

(Vembriarto, 1993). John Dewey (1859-1952) secara formal dikenal sebagai tokoh

pertama yang melihat hubungan antara pendidikan struktur masyarakat dari bentuk

semulangan yang masih bersahaja. Secara formal, pada tahun 1910 Henry Suzzalo

memberi kuliah Sosiologi Pendidikan di Teachers College University Columbia

(Vembriarto, 1993). Pada tahun 1913, Emlie Durkheim telah memandang

pendidikan sebagai suatu “social thing” (Ikhtiar sosial). Payne (1928) menjelaskan

bahwa Sosiologi Pendidikan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi

alat (mean) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan

proses sosial yang merupakan hubungan sosial di dalamnya individu memperoleh

pengalaman yang terorganisasi.

Sosiologi Pendidikan di dalam menjalankan fungsinya untuk menelaah berbagai

macam hubungan antara pendidikan dengan masyarakat, harus memperhatikan

sejumlah konsep-konsep umum. Sosiologi pendidikan merupakan suatu disiplin

ilmu yang masih muda dan belum banyak berkembang. Atas dasar tersebut

dikalangan para ahli Sosiologi Pendidikan timbul beberapa kecendrungan yang

berbeda yaitu :

Golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada

sosiologinya

Golongan Applied Educational (Sociology) terutama terdiri atas ahli-ahli

sosiologi yang memberikan dasar pengertian sosial kultural untuk

pendidikan

Golongan yang terutama menitikberatkan pandangan teoritik

Tujuan Sosiologi Pendidikan

Page 6: Sosiologi pendidikan

Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan

praktis, diantaranya adalah :

Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial.

Merumuskan tujuan pendidikan

Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan

Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi

Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan

penelitian pendidikan

Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat

Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan

masyarakat

C. Peletak Dasar Sosiologi

1. Ibnu Khaldun

2. Auguste Comte

Aguste Comte [1798-1857] adalah seorang filosof Perancis yang

menjelaskan evolusi peradaban manusia dalam tiga tahapan, yaitu :

teologi, metafisik dan positivisme. Teori Positivisme, mengatakan bahwa

ilmu pengetahuan diperoleh hanya melalui pengamatan mendalam

terhadap realitas fakta. Pemikiran Comte ini telah menumbuhkan

komitmen pada Durkheim untuk selalu menganalisis seluruh fenomena

sosial secara ilmiah.

3. Emilie Durkhem

David Emile Durkheim, lahir tanggal 15 April 1858 lahir di kota Epinal

ibu kota bagian Vosges, Lorraine, Prancis bagian timur. bersama dengan

Max Weber, diakui disebut sebagai Bapak Fase Teori Sosiologi Modern

yang paling utama.

Durkheim keturunan Yahudi, dan beberapa dari nenek moyangnya adalah

rabbi (guru), Pendeta Agama Yahudi, yang bekerja di Prancis sejak tahun

Page 7: Sosiologi pendidikan

1784. Sesungguhnya Durkheim diharapkan menjadi seorang rabbi,

mengikuti jejak ayahnya, namun pada kehidupan selanjutnya ia beralih

perhatian pada pendidikan, filsafat dan sosiologi.

Sesudah mendapatkan pendidikan dasar dan lulus dengan gemilang,

Durkheim melanjutkan studinya di Paris, mempersiapkan diri masuk di

École Normale Superiéur, di mana nanti ia menemukan sahabat-sahabat

yang setia sepanjang hayatnya. Suasana akademik yang bertingkat tinggi

yang meliputi École Normale Superiéur itu, dengan mahasiswa pilihan,

membangkitkan jiwa Durkheim secara penuh, untuk aktif berdiskusi,

mengajukan argumentasi-argumentasi yang bernada politik, moral dan

filsafati. Filsuf yang sangat berpengaruh pada Durkheim adalah A. Comte

(Bapak Sosiologi). Pengaruh Comte pada Durkheim adalah bersifat

formatif.

Durkheim membangun suatu kerangka berfikir yang luas untuk

memberikan analisis sistem sosial yang tetap penting bagi sosiologi dan

sejumlah disiplin ilmu lain yang berkaitan, khususnya antropologi hingga

saat ini. Bahkan orang-orang yang pada dasarnya tidak sependapat

dengannya tetap memandang Durkheim sebagai kerangka acuan utama.

Beberapa karya utama Emile Durkheim diantaranya The Division of

Labour in Society (1893), The Rules of Sociological Method (1895),

Suicide (1897) dan diakhiri dengan The Elementary Forms of The

Religious Life (1912) serta sejumlah artikel, monografi dan beberapa

makalah serta materi kuliahnya yang telah diterjemahkan dan

dipublikasikan dalam bentuk buku berbahasa Inggris.

Sosiologi Durkheim ditandai oleh tegangan antar ilmu pengetahuan,

kesusilaan, politik dan ideologi. Banyak dari pekerjaan ilmiahnya

menampilkan perubahan moral dengan tujuan umumnya adalah untuk

menggambarkan kondisi yang stabil ditengah-tengah masyarakat modern.

Pribadi Durkheim dapat dikatakan aneh. Dengan wajah yang tampak

dingin dan keras, hati sanubarinya sangat halus. Kematian sahabatnya,

Victor Hommay, akibat bunuh diri sangat memukul perasaan Durkheim,

hingga ide tentang bunuh diri ini nanti menjadi salah satu unsur dalam

Page 8: Sosiologi pendidikan

teorinya tentang masyarakat. Durkheim meninggal pada 15 November

1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor.

Durkheim melihat masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi

kehidupan bersama antara sesama manusia, sesuatu yang berada di atas

segala-galanya. Ia bersifat menentukan dalam perkembangannya. Hal-hal

yang paling dalam jiwa manusia pun berada di luar diri manusia sebagai

individu, misalnya kepercayaan keagamaan, kategori alam pikir, kehendak,

bahkan hasrat untuk bunuh diri. Hal-hal tersebut bersifat sosial dan terletak

dalam masyarakat.

Masyarakat adalah suatu realitas yang bersifat sui generis, memiliki ciri-

ciri khusus yang tidak ditemukan kesamaannya di seluruh mayapada ini.

Pengertian “masyarakat” yang dimaksud Durkheim dan peranannya yang

dimainkan dalam menganalisis tindakan-tindakan kemanusiaan, orang

harus melepaskan diri dari pengertian abstrak dan orang harus lebih

melihatnya dari penggunaan perspektif masyarakat itu.

Masyarakat merupakan sumber dan dasar segala-galanya yang di

dalamnya individu sama sekali tidak mempunyai arti dan kedudukan. Hal-

hal seperti kejahatan, sakit jiwa, kesusilaan, kompetisi, ekonomi, undang-

undang dan sebagainya, semuanya diterangkan berdasarkan prioritas

masyarakat. Masyarkat itu ada tidak tergantung pada anggota-anggota,

melainkan terdiri sebagai suatu struktur adat istiadat, kepercayaan, sebagai

suatu lingkungan hidup terorganisasi. Sebagaimana tampak dengan jelas

setiap individu itu lahir dan hidup dalam satu lingkungan, berbicara satu

bahasa, memiliki satu lembaga dan tanpa persetujuan si individu sejak

waktu yang sangat dini dalam hidupnya, lingkungan telah

membuktikannya dan memaksanya mengikuti arah tertentu. Meskipun

dalam bahasa Prancis digunakan kata societe dan dalam bahasa Inggris

society, masyarakat bagi Durkheim berakar pada kata Latin communitas,

bukan societas.

Durkheim mengajukan tesis bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang

Page 9: Sosiologi pendidikan

hidup atau dinamik dan merupakan tempat kedudukan kehidupan moral. Ia

bukan robot mekanik dan bukan pula sebuah organisme yang dibatasi oleh

tubuh dan organ tubuh serta segala kemungkinan yang ada dari

lingkungannya. Benang merahnya menunjukkan secara dialektiks bahwa

suatu fenomena baik sosiologis maupun psikologis, relatif bebas dari

matriksnya, dengan pengertian dapat disebut sebagai Essay dalam

Spritualisme Sosiologis.

Seandainya saya di tanya tentang apa sebenarnya yang menjadi pokok

permasalahan bahasan Durkheim dalam sosiologinya itu dan apa pula garis

pemikirannya, maka akan saya jawab: Yang dibahas oleh Durkheim adalah

hubungan antara Rata-rata (Average), Normal dan Ideal serta konsepsinya

tentang Syntesis Kreatif. Pertama, yang average ini membatasi pokok

bahasan sosiologi; sedang yang kedua atau yang normal menunjukkan

indeks utama sistem sosial Durkheim. Kedua faham ini tidak dapat

dipisah-pisahkan. Keduanya timbul dari konsepsi tertentu mengenai pokok

bahasan dan merupakan bagian dari metodologi yang sama.

Rata-rata, Normal dan Ideal

Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki dan kesulitan memperoleh

bacaan tentang Emile Durkheim. Pada bagian ini penulis mencoba

menelusuri benang merah hubungan antara Rata-rata, Normal dan Ideal.

Individu menurut konsep Durkheim adalah homodupleks, mengandung

unsur saya dan kita. Ini adalah dua hal yang berbeda, bukan suatu sintesis

yang berakar pada konsepsinya tentang masyarakat dan kekuatan-kekuatan

penggerak yang terdapat di masyarakat tersebut.

Dalam penelitian beliau tentang bunuh diri (Suicide). Durkheim

mengkritik sosiologi ahli statistik asal Belgia Quelete, karena ia

menjelaskan kerutinan perilaku tertentu yang dihubungkan dengan masing-

masing masyarakat dengan mempostulasikan suatu “manusia rata-rata”,

yakni sebuah tipe kepribadian khas setiap masyarakat, dan tipe ini

dijumpai dalam mayoritas individu.

Pengetahuan akan perilaku manusia rata-rata ini didapat dengan membalik

proses yaitu dari mayoritas ke individu sehingga kerutinan diatribusikan

Page 10: Sosiologi pendidikan

dalam bentuk perilaku individu. Tipe kepribadian ini dijumpai dalam rata-

rata individu. Rata-rata dan prototipe adalah satu.

Kalau begitu bagaimanakah pendapat Durkheim sendiri mengenai masalah

keseragaman sosial atau social uniformity dan peranan individu dalam

pembentukan keseragaman tersebut?

Durkheim mengatakan bahwa suatu gejala sosiologis berhubungan

generalitasnya dapat mempunyai dua bentuk. Sesuatu yang umum dalam

seluruh species: yang umum ini dijumpai setidaknya dalam sebagian besar

“individu”. Diantara kedua istilah yang berdekatan ini terdapat beberapa

variasi. Sedang variasi lain adalah perkecualian. Dan bahwa setiap

penyimpangan dari bentuk standart ini akan berbahaya sekali (bisa

menyebabkan kematian). Di sini perilaku yang sering terulang tidak saja

disamakan dengan perilaku normal tetapi juga merupakan pertanda

perilaku yang sehat.

Negarawan sendiri tidak dianjurkan merencenakan sesuatu yang lebih

baik, suatu yang ideal bagi masyarakat di hari mendatang cukuplah

mempertahankan apa adanya saja, jika keadaan ini dipandang sebagai

keadaan masyarakat yang “umum = rata-rata = normal = sehat/ideal”

Ini mirip pendekatan klinis dokter yang dalam hal mendiagnosis keadaan

organisme yang sedang ia tangani ia membandingkan dengan kondisi

organisme yang sedang ditanganinya itu dengan kondisi rata-rata

organisme dari usia dan jenis kelamin yang sama dengan menggunakan

kriteria tingkat frekuensi keadaan rata-rata sebagai tolok ukur normalitas

dan kesehatan.

Jika gejala sosial tertentu adalah normal dan umum bagi masyarakat

tertentu maka mau tidak mau seseorang harus menerima gejala itu dan

tidak dapat menerima gejala lainnya jika ia tidak bersedia merubah sistem

sosial dan kondisi-kondisi eksistensinya. Pada tingkat analisis ini

“desirability” mempunyai konotasi nilai guna yang artinya: “Sesuatu itu

dilakukan dalam masyarakat tertentu karena ada gunanya”

Sintesis tidak saja membebaskan individu dari ikatannya yang telalu dekat

kepada masyarakat tetapi juga membebaskan orang dari fungsi pengaruh

Page 11: Sosiologi pendidikan

dari sebab dan dunia ide dari aspek-aspek materil morfologinya. Kita dapat

mengatakan bahwa kreasi membebaskan kreator dari ciptaannya maupun

ciptaan itu dari ciptaannya jika pencipta dan ciptaannya itu dipandang

sebagai konsep parlementer yang pengertian penuhnya hanya dapat

dipahami bila keduanya dilihat dalam kaitan satu sama lain.

Beberapa contoh yang dikatakan Durkheim sebagai “sifat-sifat kreatif”

yang akan lenyap antara lain krisis besar yang dialami Kristen, Reformasi,

Renaisanse dan Revolusi Perancis, perstiwa-peristiwa tertentu “karena

keadaan yang berbeda-beda” menghidupkan larangan-larangan sosial.

Intensitas kehidupan sosial mengambil bentuk pertemuan privat dan publik

yang berlangsung terus menerus di antara para anggotanya. Semakin besar

intensitas kehidupan sosial maka semakin besarlah kemungkinan bahwa

dari kumpulan ide-ide ini akan muncul ide-ide baru yaitu suatu cerminan

yang dimurnikan dari momen historis yang unik ini.

Menurut Durkheim apa yang dipelajari oleh sosiolog, bukanlah kekuatan-

kekuatan sosial iu sendiri tetapi tanda-tanda eksternal melalui mana

kekuatan sosial tersebut menjadi tampak.

Setelah membaca dan mencoba menelaah ide-ide Durkheim tentang

masyarakat, moral dan religi, dapatlah dikritisi bahwa ide-ide tersebut

memilki kekuatan dan kelemahannya.

Makluk manusia itu mengembangkan aktivitas religi tidak karena ia

kagum terhadap kekuatan-kekuatan alam, juga tidak karena ia mempunyai

perasaan bahwa di belakang kegaiban alam ada suatu kekuatan sakti, juga

tidak karena ia mempunyai di dalam pikirannya bayangan-bayangan

abstrak tentang suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di

dalam alam, tetapi karena suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan yang

timbul di dalam alam jiwa manusia karena pengaruh suatu rasa sentimen

kemasyarakatan.

Sentimen kemasyarakatan itu berupa kompleks perasaan-perasaan yang

mengandung rasa terikat, rasa bakti, rasa cinta dan sebagainya terhadap

masyarakat dan disebabkan karena manusia merasakan kekuasaan dari

padan anggapan-anggapan kolektif kepada segala kelakuan di dalam

Page 12: Sosiologi pendidikan

hidupnya. Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi

keagamaan, yang sebaliknya merupakan pangkal dari segala kelakukan

keagamaan manusia, yaitu tidak selalu berkobar-kobar di dalam alam jiwa

manusia. Apabila tidak dipelihara maka sentimen kemasyarakatan itu

menjadi lemah dan latent.

D. Teori Sosiologi Makro

1. Teori Struktural Fungsional

Melihat masyarakat sebagai sistem yang senantiasa dalam keadaan

seimbang. Proses sosial bersifat kontinew dengan mengembangkan

keselarasan.

Tokoh Talcot Person dan Robert K. Merton

Teori fungsionalisme struktural mengambil basis teoritis dari teori

stratifikasi sosial yang diperkenalkan oleh Kingsley davis dan Wilbert

Moore (1945). Namun dalam perkembangannya teori ini telah mengalami

kemerosotan khususnya pada empat dekade terakhir dan akhirnya hanya

bermakna historis. Teori struktural fungsional Talcot Person dimulai

dengan empat fungsi penting untuk semua sistim ”tindakan” yang disebut

dengan AGIL. 1. Adaptation (adaptasi). 2. Goal attainment (pencapaian

tujuan). 3 Integration (integrasi), 4. Latency (pemeliharaan pola).

Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Postulat tentang kesatuan masyarakat. Postulat ini berpendirian bahwa

semua keyakinan dan praktik kultural dan sosial yang sudah baku adalah

fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk individu

oleh masyarakat. Postulat tentang fungsionalisme universal, bahwa seluruh

bentuk kultur dan sosial dan struktur yang sudah baku mempunyai fungsi

positif. Postulat tentang indispensability, bahwa semua aspek masyarakat

yang sudah baku tidak hanya mempunyai fungsi positif, tetapi juga

mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya

masyarakat sebagai satu kesatuan.

2. Teori Konflik

Page 13: Sosiologi pendidikan

Perbedaan cara pandang dan kepentingan masyarakat yang sangat

kompleks menyebabkan terjadinya pertentangan dan perubahan proses

sosial yang identik dengan proses perjuangan yang terus-menerus menuju

sasaran.

Mengasumsikan sebuah konflik dalam masyarakat tercipta dengan adanya

keinginan-keinginan untuk berkompetisi antar individu dan kelompok.

Konflik merupakan fenomena yang senantiasa ada dalam kehidupan sosial

Hasilnya: masyarakat senantiasa ada dalam perubahan yang terus-menerus.

Konflik terjadi karena sesuatu yang berharga dalam masyarakat tidak

terdistribusi secara merata dan adil. Beberapa ahli berpendapat: sebelum

sistem ekonomi dan politik masyarakat berubah, reformasi pendidikan tidak

akan terwujud. Konflik Menunjuk pada perjuangan yang dilakukan setiap

anggota masyarakat untuk mempertahankan, meningkatkan, dan menjaga

posisi sosial mereka. Konflik bukanlah proses destruktif (merusak).

3. Teori Marxian

Peletak dasar bagi teori konflik pada kesenjangan dan eksploitasi terhadap

kondisi sosial para pakerja. Kelompok “si kaya” dan “si miskin” yang

bersaing dalam masyarakat merupakan situasi ketegangan yang ajeg, yang

dapat mengarah pada kemungkinan adanya perlawanan.

Karl marx merupakan salah satu penganut aliran marxisme. Ia adalah

keturunanYahudi yang dilahirkan di Jerman pada tahun 1818 dan

meninggal dunia pada tahun 1883.

Karl marx mengemukakan pendapatnya tentang manusia, bahwa manusia

baginya adalah seseorang yang tidak berarti apa-apa. Arti manusia

dikaitkan dengan masyarakat. Masyarakat harus berkembang, dan

perkembangan masyarakat disebut sebagai sejarah. Menurut Marx yang

menjadi dorongan perkembangan masyarakat adalah yang menjadi

dorongan jalan sejarah yaitu kekuatan materia yang ada di dalam

masyarakat itu. Konsep ini juga memperjelas bahwa Marx sangat

membedakan antara manusia dengan binatang. Perbedaan ini terletak pada

cara atau usaha dalam mencapai keperluan hidupnya. Manusia dalam

Page 14: Sosiologi pendidikan

mencapai keperluan hidupnya harus mencari dan menggunakan alat

(Poedjawijatna, 1983:168).

Asumsi dasar pemikiran Karl Marx adalah bahwa kepentingan manusia

adalah untuk mempertahankan materi. Pandangan Marx yang agak ekstrem

determinase sosial atas tingkah laku individu, bahwa manusia pada

hakekatnya mengejar kepentingannya sendiri. Marx percaya bahwa

manusia memiliki potensi untuk menjadi egois atau tidak egois bergantung

dari sifat hubungan-hubungan tempat ia lahir atau dimana ia berada (Mof,

1997:1).

Menurut Marx (dalam Lawang, 1986:120) kehidupan individu dan

masyarakat kita didasarkan pada asas ekonomi. Antara lain berarti bahwa

institusi-instritusi politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni,

keluarga, dan sebagainya, bergantung pada tersedianya sumber-sumber

ekonomi. Hal ini berarti juga bahwa institusi-institusi ini tidak dapat

berkembang dengan tuntutan-tuntutan system ekonomi. Pendirian dan

pemeliharaan perpustakaan dan museum sebagai tempat menyimpan

ciptaan-ciptaan budaya, berhasilnya suatu tim atletik, terwujudnya suatu

kebijakan politik, kesenangan keluarga dalam suatu perjalanan liburan,

suatupenelitian seorang ilmuwan, semua ini dan kegiatan lain yang tidak

terbilang jumlahnya tidak dapat dilaksanakan tanpa sumber materiil yang

diperoleh lewat kegiatan ekonomi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi Karl

Marx berorientasi pada materi. Karl marx tidak mengakui adanya

kebebasan individu, tetapi kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite

yang mengatas namakan rakyat banyak. Paham ini menurt saya kurang

cocok apabila dimplikasikan pada pendidikan di Indoneia karena paham

yang dianut Karl Marx berbeda dengan paham yang dianut Indonesia yaitu

pancasila.

Oleh karena itu, pandangan Karl Marx tidak sesuai apabila diterapkan di

Indonesia, karena Indonesia menganut filosofi manusia yang memandang

manusia secara utuh. Bahkan Indonesia telah jelas-jelas menolak

pandangan atau pendirian materialisme. Hal tersebut tertuang dalam

pandangan hidup Pancasila yang dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945,

Page 15: Sosiologi pendidikan

dan GBHN yang dituangkan dalam Tap. No. IV/MPR/1973 dan

IV/MPR/1978 dengan poin-poin pendirian sebagai berikut:

Kita menolak pendirian materialisme, yang menganggap manusia sebagai

materi semata-mata.

Kita juga tidak dapat menerima visi Plato dengan dualismenya.

Pendapat Aristoteles bahwa jiwa manusia akan musnah pada saat kematian

manusia tidak sesuai dengan pendapat kita.

Kita menegaskan bahwa manusia itu makhluk pribadi sekaligus makhluk

sosial, manusia itu makhluk jasmani maupun rohani (Budiman, dkk. 1986:124).

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia sangat menentang

pendapat Karl Marx. Bahkan pendapat Karl Marx apabila diterapkan pada

pendidikan di Indonesia tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang

tertuang di dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

bab II pasal 3.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi

Karl Marx sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia, khususnya dibidang

pendidikan. Sebab, tujuan pendidikan di Indonesia bukan untuk memperoleh

material belaka tetapi untuk membentuk manusia seutuhnya yang bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

E. Metode Penelitian Sosiologi Pendidikan (Teori Mikro)

1. Teori Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata 

pahainomenon (gejala/fenomena). Adapun studi fenomenologi bertujuan

untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman

beserta maknanya.  Sedangkan pengertian fenomena dalam Studi

Fenomenologi sendiri adalah pengalaman/peristiwa yang masuk ke dalam

Page 16: Sosiologi pendidikan

kesadaran subjek. Fenomenologi memiliki peran dan posisi dalam banyak

konteks, diantaranya sebagai sebuah studi filsafat, sebagai sikap hidup dan

sebagai sebuah metode penelitian.

Fokus Penelitian Fenomenologi

Textural description: apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah

fenomena. Structural description: bagaimana subjek mengalami dan

memaknai pengalamannya.

Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi

Teknik “utama” pengumpulan data: wawancara mendalam dengan subjek

penelitian. Kelengkapan data dapat diperdalam dengan : observasi

partisipan, penulusuran dokumen, dan lain-lain.

Tahap-Tahap enelitian Fenomenologi

Pra-penelitian

Menetapkan subjek penelitian dan fenomena yang akan diteliti

Menyusun pertanyaan penelitian pokok penelitian

Proses Penelitian Fenomenologi

Melakukan wawancara dengan subjek penelitian dan merekamnya.

Analisis Data Fenomenologi

a. Mentranskripsikan rekaman hasil wawancara ke dalam tulisan.

b. Bracketing (epoche): membaca seluruh data (deskripsi) tanpa

prakonsepsi.

c. Tahap Horizonalization: menginventarisasi pernyataan-pernyataan

penting yang relevan dengan topik.

d. Tahap Cluster of Meaning: rincian pernyataan penting itu

diformulasikan ke dalam makna, dan dikelompokkan ke dalam tema-

tema tertentu. (Textural description, Structural description)

e. Tahap deskripsi esensi: mengintegrasikan tema-tema ke dalam

deskripsi naratif.

2. Teori Interaksi Simbolis

Teori teraksionisme simbolik mewarisi tradisi dan posisi intelektual yang berkembang di Eropa pada abad 19 kemudian menyeberang ke Amerika terutama di Chicago. Namun sebagian pakar berpendapat, teori interaksi simbolik khusunya George Herbert Mead (1920-1930an), terlebih dahulu dikenal dalam lingkup

Page 17: Sosiologi pendidikan

sosiologi interpretatif yang berada di bawah payung teori tindakan sosial (action theory), yang dikemukakan oleh filosof sekaligus sosiolog besar Max Weber (1864-1920).

Meskipun teori interaksi simbolik tidak sepenuhnya mengadopsi teori Weber namun pengaruh Weber cukup penting. Salah satu pandangan Weber yang dianggap relevan dengan pemikiran Mead, bahwa tindakan sosial bermakna jauh, berdasarkan makna subyektifnya yang diberikan individu-individu. Tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan kerenanya diorientasikan dalam penampilan (Mulyana,2002).

Dalam perkembangan selanjutnya teori interaksionisme simbolik ini dipengaruhi beberapa aliran diantaranya adalah mazhab Chicago, mazhab Iowa, pendekatan dramaturgis dan etnometodologi, diilhami pandangan filsafat, khususnya pragmatisme dan behaviorisme.

Aliran pragmatisme yang dirumuskan oleh John Dewey, Wiiliam James, Charles Peirce dan Josiah Royce mempunyai beberapa pandangan : Pertama, realitas sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan ketika kita bertindak terhadap dunia. Kedua, manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang terbukti berguna bagi mereka. Ketiga, manusia mendefenisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui berdasarkan kegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka. Keempat, bila kita ingin memahami orang yang melakukan tindakan (actor), kita harus berdasarkan pemahaman itu pada apa yang sebenarnya mereka lakukan di dunia. Sementara aliran behaviorisme yang dipelopori Watson berpendapat bahwa manusia harus dipahami berdasarkan apa yang mereka lakukan (Mulyana, 2001: 64).

Jika ilmuwan lain seperti James Mark Baldwin, William James, Charles Horton Chooley , John Dewey, William I. Thomas dikenal sebagai perintis interaksionisme simbolik, maka G. H. Mead dikenal sebagai ilmuwan yang paling populer sebagai peletak dasar teori interaksionisme simbolik ini.

Pada awalnya, Mead Mead memang tidak pernah menerbitkan gagasannya secara sistematis dalam sebuah buku. Para mahasiswanya lah yang setelah kematian Mead kemudian menerbitkan pemikiran Mead tersebut dalam sebuah buku berjudul Mind, Self, and Society. Herbert Blumer, sejawat Mead, kemudian mengembangkan dan menyebutnya sebagai teori interaksionisme simbolik. Sebuah terminologi yang ingin menggeambarkan apa yang dinyatakan oleh Mead bahwa “the most human and humanizing activity that people can engage in—talking to each other.”

Asumsi Teori

Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes (dalam West dan Turner, 2007: 96) mencatat tujuh asumsi yang mendasari teori interaksionisme simbolik, yang memperlihatkan tiga tema besar, yakni: (1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia, (2)

Page 18: Sosiologi pendidikan

Pentingnya konsep mengenai diri, dan (3) Hubungan antara individu dan masyarakat.

Tentang relevansi dan urgensi makna, Blumer (1969) memiliki asumsi bahwa:

- Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka.

- Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia

- Makna dimodifikasi dalam proses interpretif.

Blumer mengemukakan tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yang berhubungan dengan meaning, language, dan thought. Premis ini kemudian mengarah pada kesimpulan tentang pembentukan diri seseorang (person’s self) dan sosialisasinya dalam komunitas (community) yang lebih besar.

1. Meaning (Makna): Konstruksi Realitas Sosial

Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut.

1. Languange (Bahasa): The source of meaning

Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna adalah hasil interaksi sosial. Makna tidak melekat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol. Oleh karena itulah teori ini kemudian disebut sebagai interaksionisme simbolik.

Berdasarkan makna yang dipahaminya, seseorang kemudian dapat memberi nama yang berguna untuk membedakan satu obyek, sifat, atau tindakan dengan obyek, sifat, atau tindakan lainnya. Dengan demikian premis Blumer yang kedua adalah Manusia memiliki kemampuan untuk menamai sesuatu. Simbol, termasuk nama, adalah tanda yang arbitrer. Percakapan adalah sebuah media penciptaan makna dan pengembangan wacana. Pemberian nama secara simbolik adalah basis terbentuknya masyarakat. Para interaksionis meyakini bahwa upaya mengetahui sangat tergantung pada proses pemberian nama, sehingga dikatakan bahwa Interaksionisme simbolik adalah cara kita belajar menginterpretasikan dunia.

1. Thought (Pemikiran): Process of taking the role of the other

Premis ketiga Blumer adalah bahwa, “an individual’s interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes.” Interaksionisme simbolik menjelaskan proses berpikir sebagai inner conversation, Mead menyebut aktivitas ini sebagai minding. Secara sederhana proses

Page 19: Sosiologi pendidikan

menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan harus mampu untuk berinteraksi secara simbolik. Bahasa adalah software untuk bisa mengaktifkan mind.

Kontribusi terbesar Mead untuk memahami proses berpikir adalah pendapatnya yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan yang unik untuk memerankan orang lain (take the role of the other). Sebagai contoh, pada masa kecilnya, anak-anak sering bermain peran sebagai orang tuanya, berbicara dengan teman imajiner, dan secara terus menerus sering menirukan peran-peran orang lain. Pada saat dewasa seseorang akan meneruskan untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan bertindak sebagaimana orang itu akan bertindak.

Penganut interaksionisme simbolik menyatakan bahwa self adalah fungsi dari bahasa. Tanpa pembicaraan tidak akan ada konsep diri, oleh karena itu untuk mengetahui siapa dirinya, seseorang harus menjadi anggota komunitas. Merujuk pada pendapat Mead self (diri) adalah proses mengkombinasikan I dan me. I adalah kekuatan spontan yang tidak dapat diprediksi. Ini adalah bagian dari diri yang tidak terorganisir. Sementara me adalah gambaran diri yang tampak dalam the looking-glass dari reaksi orang lain.

Me tidak pernah dilahirkan. Me hanya dapat dibentuk melalui interaksi simbolik yang terus menerus—mulai dari keluarga, teman bermain, sekolah, dan seterusnya. Oleh karena itulah seseorang membutuhkan komunitas untuk mendapatkan konsep dirinya. Seseorang membutuhkan the generalized other, yaitu berbagai hal (orang, obyek, atau peristiwa) yang mengarahkan bagaimana kita berpikir dan berinteraksi dalam komunitas. Me adalah organized community dalam diri seorang individu.

Interaksi simbolik pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blummer dalamlingkup sosiologi, sebenarnya ide ini telah dikemukakan oleh George Herbert12Mead (gurunya Blummer) yang kemudian di modifikasi oleh Blummer untuktujuan tertentu.Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalahinteraksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik padacara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yangmereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruhyang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihakyang terlibat dalam interaksi sosial. (Mulyana, 2003 : 71)Menurut teoritis interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalahinteraksi manusia dengan menggunakan symbol-simbol . Mereka tertarik padacara manusia menggunakan symbol-simbol yang merepresentasikan apa yangmereka maksudkan untuk sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkanpenafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibatdalam interaksi sosial. Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilakumanusia pada dasarnya adalah produk dari interprestasi mereka atas duniasekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau

Page 20: Sosiologi pendidikan

ditentukan, sebagaimana dianut teori behavioristik atau structural. Alih-alih,perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara individumendefinisikan situasi yang ada.(Mulyana, 2003 :71)Manusia unik karena mereka memiliki kemampuan memanipulasi simbolsimbolberdasarkan kesadaran. Mead menekankan pentingnya komunikasi,khususnya melalui mekanisme isyarat vocal (bahasa), meskipun teorinya bersifatumum. Isyarat vokal yang potensial menjadi seperangkat symbol yang13membentuk bahasa. Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung maknadan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respons manusia terhadap symboladalah dalam pengertian makna dan nilainya alih-alih dalam pengertian stimulasifisik dari alat-alat indranya.Dalam bukunya Deddy Mulyana, dengan judul Metodologi PenelitianKualitatif suatu simbol disebut signifikan atau memiliki makna bila simbol itumembangkitkan pada individu yang menyampaikannya, respons yang samaseperti yang juga akan muncul pada individu yang dituju .Pendekatan interaksi simbolik yang dimaksud Blummer mengacu pada tigapremis utama, yaitu :1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarakana makna-makna yang adapada sesuatu itu bagi mereka.2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain,dan3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang

berlangsung. (Kuswarno, 2008 : 22)

3. Teori Etnografi

F. Penutup

Sosiologi ialah pengetahuan yang mempelajari hubungan sosial antara sesame manusia ( individu dan individu ), antara individu dengan kelompok, serta sifat perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga dan ide-ide sosial.Latar belakang timbulnya sosiologi pendidikan ialah disebabkan karena masyarakat mengalami perubahan sosial yang cepat. Perubahan sosial itu menimbulkan cultural lag. Cultural lag ini merupakan sumber masalah sosial dalam masyarakat. Masalah sosial itu di alami oleh dunia pendidikan. Lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya kemudian ahli sosiologi menyumbangkan pemikiran-pemikirannya untuk memecahkan masalah itu, maka lahirlah sosiologi pendidikan.Aliran-aliran besar dalam sosiologi antara lain yaitu struktural fungsionalis, analitis, modernisasi international, positivistik.

Daftar Pustaka