Top Banner
REFERAT GANGGUAN SOMATOFORM PEMBIMBING: dr. Soehendro, Sp.KJ Disusun Oleh: Andi Diyanti Y.S. [07120070050] KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA I KRAMAT JATI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN Maret 2011
42

Somatoform Disorder

Jul 25, 2015

Download

Documents

diyantia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Somatoform Disorder

REFERAT

GANGGUAN SOMATOFORM

PEMBIMBING:

dr. Soehendro, Sp.KJ

Disusun Oleh:

Andi Diyanti Y.S. [07120070050]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT BHAYANGKARA I KRAMAT JATI JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPANMaret 2011

Page 2: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Gangguan Somatoform.” Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1) dr. Soehendro, Sp.KJ selaku pembimbing dalam penulisan referat ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2) dr. Henny Riana, Sp.KJ sebagai dosen pembimbing.3) Rekan-rekan Co Assisten yang turut memberikan saran dan kritik dalam penyelesaian

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini ada banyak kekurangan, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan memperluas wawasan penulis. Semoga referat ini dapat member tambahan pengetahuan bagi penulis khususnya, dan manfaat bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Maret 2011

Penulis

i

Page 3: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang............................................................................................................................1

1.2. Tujuan.........................................................................................................................................1

1.2.1. Tujuan Umum:.....................................................................................................................1

1.2.2. Tujuan Khusus:.....................................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................3

2.1. Definisi........................................................................................................................................3

2.2. Epidemiologi...............................................................................................................................3

2.3. Etiologi........................................................................................................................................4

2.4. Patofisiologi................................................................................................................................5

2.5. Klasifikasi...................................................................................................................................5

2.5.1. Gangguan Somatisasi...........................................................................................................8

2.5.2. Gangguan Konversi............................................................................................................11

2.5.3. Hipokondriasis...................................................................................................................15

2.5.4. Gangguan Tubuh Dismorfik...............................................................................................18

2.5.5. Gangguan Nyeri.................................................................................................................20

2.5.6. Gangguan Somatoform yang tidak terdiferensiasi.............................................................22

2.5.7. Gangguan Somatoform yang tidak terperinci....................................................................23

BAB 3 KESIMPULAN.............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26

ii

Page 4: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik

(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan

medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan

penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien

untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan

somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu

penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah

tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan1.

Seandainya pun ada gangguan fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan gejala

atau distress dan preokupasi yang dikemukakan oleh pasien. Selain itu, walaupun diketahui

bahwa terdapat asosiasi antara gejala-gejala yang dimiliki pasien dengan periwtiwa

kehidupan yang tidak menyenangkan ataupun konflik, pasien biasanya menolak upaya-upaya

untuk membahas kemungkinan adanya penyebab psikologis. Gangguan somatoform sering

kali berkomorbid dengan gejala-gejala kecemasan (anxietas) dan depresi yang nnyata. Taraf

penegtian, baik fisik maupun psikologis, yang dapat dicapai perihal kemungkinan penyebab

gejala-gejalanya sering kali mengecewakan dan menimbulkan frustasi pada kedua belah

pihak, pasien dan dokter. Sering kali, pasien dengan gangguan ini juga memiliki perilaku

mencari perhatian atau histrionik. Hal ini umumnya terjadi pada pasien yang kesal karena

tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhan yang diutarakannya

adalah benar penyakit fisik2.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum:

Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan klinik

kesehatan jiwa di RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta.

1 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 5: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

1.2.2. Tujuan Khusus:

Untuk mengetahui dan memahami dengan baik penjelasan mengenai gangguan somatoform

berikut dengan subtipenya.

2 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 6: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan yang

ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh

penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Gangguan somatoform berasal dari kata

“soma” yang berarti tubuh dalam bahasa Yunani. Pada gangguan somatoform, penderita

hadir dengan berbagai gejala yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada

abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebab gangguan tersebut1.

Gejala-gejala fisik pada gangguan somatoform ini cukup serius untuk menyebabkan

penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien

untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan

somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu

penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala3.

Gangguan somatoform berbeda dengan gangguan-gangguan lain yang disebabkan

oleh kepura-puraan yang disadari ataupun gangguan buatan. Sebagai contoh, gangguan

somatoform berbeda dengan malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk

mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu

suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja

tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda dengan sindrom

Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai

keluhan-keluhan medis1.

2.2. Epidemiologi

Epidemiologi dari gangguan somatoform bervariasi menurut jenis gangguannya.

Prevalensi gangguan somatisasi sepanjang hidup adalah 0.2-2% pada perempuan dan 0.2%

pada laki-laki. Perempuan lebih banyak menderita gangguan somatisasi dibandingkan laki-

laki dengan rasio 5 berbanding 1. Onset dari gangguan somatisasi adalah sebelum usia 30

3 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 7: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

tahun dan berawal mula pada masa remaja. Sementara itu, pada gangguan konversi, rasio

perempuan dibanding laki-laki adalah 2 berbanding 1, dengan onset yang dapat terjadi kapan

pun, baik pada usia kanak-kanak hingga usia tua.

Hingga saat ini, belum banyak terdapat data bagi pasien dengan gangguan dismorfik

tubuh karena minimnya jumlah pasien yang mengunjungi psikiater dalam menangani

gangguan ini. Para pasien umumnya lebih cenderung mengunjungi dermatologis, internis,

ataupun ahli bedah plastik. Walaupun demikian, suatu penelitian menyatakan 90& pasien

dengan gangguan ini pernah mengalami satu episode depresi berat dalam hidupnya, 70%

mengalami gangguan cemas, dan 30% mengalami gangguan psikotik4.

2.3. Etiologi

Etiologi dari gangguan somatoform melibatkan faktor-faktor psikososial berupa

konflik psikis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Faktor genetik juga dapat

ditemukan pada transmisi gangguan ini. Selain itu, gangguan somatoform juga dapat

dihubungkan dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di

lobus frontalis dan hemisfer non-dominan dari otak manusia5.

Secara umum, faktor-faktor penyebab gangguan somatoform dapat dikelompokkan

sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005):

1. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan adanya pengaruh genetik (biasanya

pada gangguan somatisasi)

2. Faktor Lingkungan Sosial

Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit”

yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

3. Faktor Perilaku

Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari

situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan

sekunder).

Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”

4 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 8: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan

dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang

diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatanatau

kerusakan fisik yang dipersepsikan.

4. Faktor Emosi dan Kognitif

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda

yang terlibat adalah sebagai berikut:

Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau gejala fisik sebagai tanda dari

adanya penyakit serius (hipokondriasis).

Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-

impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik

(gangguan konversi).

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan

suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

2.4. Patofisiologi

Sebenarnya, patofisiologi dari gangguan somatoform masih belum diketahui dengan

jelas hingga saat ini. Namun, gangguan somatoform primer dapat diasosiasikan dengan

peningkatan rasa awas terhadap sensasi-sensasi tubuh yang normal. Peningkatan ini dapat

diikuti dengan bias kognitif dalam menginterpretasikan berbagai gejala fisik sebagai indikasi

penyakit medis. Pada penderita gangguan somatoform biasanya ditemukan juga gejala-gejala

otonom yang meningkat seperti takikardia dan hipermotilitas gaster. Peningkatan gejala

otonom tersebut adalah sebagai efek-efek fisiologis dari komponen-komponen noradrenergik

endogen. Sebagai tambahan, peningkatan gejala otonom dapat pula berujung pada rasa nyeri

akibat hiperaktivitas otot dan ketegangan otot seperti pada pasien dengan muscle tension

headache6.

2.5. Klasifikasi

Dalam membedakan keluhan-keluhan pasien, secara garis besar gangguan

somatoform diklasifikasikan menjadi lima subtipe sebagai berikut:

5 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 9: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

1) Gangguan somatisasi; ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak

sistem organ.

2) Gangguan konversi ; ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.

3) Hipokondriasis ; ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan

pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.

4) Gangguan dismorfik tubuh; ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang

berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.

5) Gangguan nyeri; ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan

faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

Selain itu, DSM IV juga memiliki dua kategori residual untuk diagnostik gangguan

somatoform, yaitu:

6) Undiferrentiated somatoform; gangguan somatoform yang tidak tidak termasuk

pada salah satu penggolongan diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

7) Golongan somatoform yang tidak terperinci (NOS : not otherwise specified)

adalah kategori untuk gejala somatoform yang tidak memenuhi diagnosis gangguan

somatoform yang disebutkan salah satu diatas3.

6 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 10: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

3

7 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 11: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.1. Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi atau yang juga dikenal sebagai Briquet’s Syndrome dicirikan

dengan berbagai gejala somatik yang bermacam-macam (multipel), berulang dan sering

berubah-ubah yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.

Gejala-gejala fisik tersebut umumnya telah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien

datang ke psikiater. Keluhan yang diutarakan pasien dapat meliputi berbagai sistem organ

seperti gastrointestinal, seksual, saraf, dan bercampur dengan keluhan nyeri4.

Gangguan ini bersifat kronis dan berkaitan dengan stressor psikologis yang bermakna,

sehingga menimbulkan hendaya di bidang sosial dan okupasi serta adanya perilaku mencari

pertolongan medis yang berlebihan.

2.5.1.1. Etiologi

Faktor Psikososial

Secara psikososial, gejala-gejala pada gangguan somatisasi adalah bentuk

komunikasi sosial yang bertujuan menghindarkan diri dari kewajiban,

mengekspresikan emosi, atau menyimbolkan perasaan.

Faktor Biologis

Data genetik mengindikasikan adanya transmisi genetik pada gangguan somatisasi

dengan prevalensi 10-20% pada perempuan turunan pertama, sedangkan saudara

laki-lakinya cenderung terlibat pada penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian

antisosial. Prevalensi pada kembar monozigot adalah 29% dan pada kembar dizigot

10%7.

2.5.1.2. Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi umumnya hadir dengan riwayat medik yang panjang

dan rumit. Gejala-gejala somatik yang sering dikeluhkan antara lain4:

Mual

Muntah

Sulit menelan

Sakit pada lengan dan tungkai

Nafas pendek (tidak disebabkan oleh olah raga)

Amnesia

Komplikasi kehamilan dan menstruasi

8 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 12: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

Retensi urin

Penglihatan kabur, dll.

Pada gangguan ini sering kali terdapat penderitaan psikologik dan masalah

interpersonal yang menonjol, seperti depresi atau cemas, yang memerlukan terapi khusus.

Ancaman akan bunuh diri sering dilakukan, namun bunuh diri aktual sangat jarang terjadi.

Pasien biasanya akan mengungkapkan keluhan dengan emosi yang berlebihan dan dramatis.

Pasien dengan gangguan somatisasi biasanya tampak mandiri, terpusat pada dirinya, haus

penghargaan dan pujian, serta manipulatif.

2.5.1.3. Pedoman Diagnostik

Berdasarkan DSM-IV-TR, diagnosis gangguan somatisasi terpenuhi apabila gejala

diawali sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan pasien harus

memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual, dan 1 gejala

pseudoneurologik, serta tidak satu pun yang dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Berikut kriteria gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR4:

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama

periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan

bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada

sembarang waktu selama perjalanan gangguan:

1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya

empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,

sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan

seksual, atau selama miksi)

2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal

selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,

diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif

selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,

menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang

kehamilan).

9 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 13: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit

yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri

(gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau

kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia,

retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda,

kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya

kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1)atau (2):

1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau

efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau

alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau

pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan

riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan

atau pura-pura).

Sedangkan menurut PPDGJ III, diagnosis pasti dari gangguan somatisasi memerlukan

semua hal berikut2:

A. Adanya banyak keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas

adanya dasar kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun.

B. Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada

kelainan fisik yang dapat menjelaskan kelainan-kelainannya.

C. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan

dengan keluhan keluhan nya dan dampak dari perilakunya.

2.5.1.4. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Pada umumnya, perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik dengan

diagnosis ditegakkan sebelum usia 25 tahun. Namun, gejala-gejala awal dari gangguan ini

terlah berlangsung sejak masa remaja seperti masalah menstruasi pada remaja perempuan.

10 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 14: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

Keluhan-keluhan seksual yang terdapat pada gangguan ini biasanya disebabkan oleh masalah

yang terjadi di dalam hubungan rumah tangga pasangan suami istri.

Periode keluhan yang ringan berlangsung 9 hingga 12 bulan lamanya, sedangkan

gejala yang berat dan pengembangan dari keluhan-keluhan baru berlangsung selama 6 sampai

9 bulan. Kebanyakan pasien akan mulai mencari pertolongan medis sebelum gejala

berlangsung hingga 1 tahun. Eksaserbasi dari gejala-gejala somatik pada gangguan

somatisasi dapat terjadi apabila terdapat peningkatan tekanan kehidupan4.

2.5.1.5. Terapi

Penanganan gangguan somatisasi sebaiknya dilakukan oleh seorang dokter saja. Hal

ini dipertimbangkan sebagai cara yang terbaik untuk menangani pasien dengan gangguan

somatisasi karena dengan demikian, pasien akan mendapatkan lebih sedikit kesempatan

untuk mengungkapkan keluhan somatiknya. Pertemuan sebaiknya dilaksanakan dengan

reguler yaitu sekali sebulan dan dilakukan secara singkat. Pada saat pertemuan, walaupun

akan selalu ada kemungkinan bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap

keluhan somatik baru pasien, dokter disarankan untuk mendengarkan keluhan somatik

sebagai ekspresi emosional dan bukan sebagai keluhan medis. Oleh karena itu, dokter

pemeriksa harus memiliki kemampuan untuk menilai antara keluhan yang harus ditanggapi

secara medis dengan keluhan yang tidak.

Pemeriksaan penunjang dan laboratorium sebaiknya dihindari pada pasien dengan

gangguan somatisasi. Psikoterapi individual dan psikoterapi kelompok adalah jenis terapi

yang disarankan agar pasien dapat mengatasi gejala-gejala yang dialaminya,

mengekspresikan emosi yang mendasari, dan mengembangkan strategi alternative untuk

mengungkapkan perasaannya.

Terapi psikofarmaka dapat diberikan apabila terdapat gangguan lain (komorbid)

seperti gangguan cemas dan depresi. Namun, pemberian psikofarmaka harus disertai dengan

pengawasan ketat terhadap pemberian obat sebab pasien dengan gangguan somatisasi

cenderung menggunakan obat-obatan secara irrasional dan berganti-ganti7.

11 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 15: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.2. Gangguan Konversi

Gangguan konversi mencakup gejala-gejala yang menandakan adanya gangguan

ataupun defisit pada fungsi sensorik dan fungsi motorik voluntary yang dinilai telah

diakibatkan oleh faktor-faktor psikologis karena telah didahului dengan konflik ataupun

stressor-stresor kehidupan lainnya. Kumpulan gejala ini dikenal dengan sebutan hysteria,

reaksi konversi atau reaksi disosiatif.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio perempuan dibandingkan dengan laki-

laki dapat bervariasi dari 2:1 hingga 10:1 pada gangguan konversi. Gangguan ini banyak

terjadi pada populasi pedesaan, individu dengan pendidikan rendah, kelompok sosioekonomi

rendah, dan anggota militer yang pernah terpapar dengan situasi peperangan. Gangguan ini

juga sering disertai dengan gangguan depresi, cemas, skizofrenia, dan frekuensi gangguannya

meningkat pada seseorang dengan anggota keluarga yang memiliki gangguan konversi juga4.

2.5.2.1. Etiologi

Faktor Psikoanalitik

Menurut teori ini, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik-konflik

intrapsikik yang tidak disadari dan konversi dari kecemasan ke dalam gejala fisik.

Gejala-gejala pada gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik

yang tidak disadari oleh pasien. Berbagai gejala ini juga memberikan peluang bagi

pasien untuk menunjukkan bahwa mereka membutuhkan perhatian dan penanganan

yang khusus. Dengan begitu, gejala-gejala tersebut telah berfungsi sebagai

pemberitahuan secara nonverbal bahwa pasien memiliki control dan manipulasi

terhadap orang lain.

Teori Pembelajaran

Di dalam teori ini, gejala-gejala pada gangguan konversi diyakini berasal dari perilaku

yang dipelajari sejak kecil. Sebagai contoh, gejala fisik dari penyakit yang dialami

pasien sewaktu kecil dapat digunakan sebagai coping mechanism dalam situasi-situasi

sulit yang dihadapinya ketika sudah dewasa.

Faktor Biologis

Pemeriksaan pencitraan otak menunjukkan adanya hipometabolisme pada daerah

hemisfer otak yang dominan dan hipermetabolisme pada daerah hemisfer yang non-

dominan. Hal ini dapat mengganggu komunikasi antara kedua hemisfer otak dan

berujung pada gejala konversi. Rangsangan kortikal yang berlebih dapat

12 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 16: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

mengakibatkan timbulnya umpan balik negatif antara korteks dan formasi retikuler

batang otak sehingga menimbulkan gejala konversi. Sebaliknya, output kortikofugal

yang meningkat justru akan menghambat kesadaran pasien akan sensasi-sensasi yang

terjadi di tubuhnya. Tes neuropsikologis terkadang menunjukkan gangguan serebral

ringan pada daya ingat, kewaspadaan, afek, dan atensi di pasien dengan gangguan

konversi.

2.5.2.2. Gambaran Klinis

Pada gangguan konversi, gejala yang paling sering terlihat adalah paralisis, buta, dan

mutisme. Gejala-gejala ini juga tidak jarang disertai dengan gejala depresi dan cemas,

dengan resiko tinggi pasien mengalami bunuh diri. Gangguan konversi umumnya berkaitan

dengan gangguan kepribadian pasif-agressif, dependen, antisocial, dan histrionik.

a. Gejala Sensorik

Contoh dari gejala ini adalah anastesi dan parestesi terutama bagian ekstrimitas.

Gejala-gejala ini tidak sesuai dengan penyakit saraf pusat maupun tepi. Gejala yang

melibatkan organ sensorik khusus dapat menimbulkan ketulian, kebutaan, dan tunnel

vision walaupun evaluasi neurologis menunjukkan jaras sensorik yang intact ataupun

pupil yang bereaksi terhadap cahaya.

b. Gejala Motorik

Gejala ini terdiri dari gerakan abnormal, gangguan gaya berjalan (cth: astasia abasia),

kelemahan dan paralisis. Dapat juga ditemukan tremor ritmik kasar, gerak koreoform,

tik, dan menghentak-hentak yang memburuk bila pasien mendapat perhatian.

c. Gejala Bangkitan

Pseudo-seizures merupakan gejala yang dapat terlihat pada gangguan konversi.

Namun, hanya sekitar 1/3 pasien dengan gejala tersebut yang disertai dengan

gangguan epilepsy.

d. Gambaran klinis lainnya:

Keuntungan primer : pasien memperoleh keuntungan primer dengan

mempertahankan konflik internal di luar kesadarannya.

Keuntungan sekunder: keuntungan nyata yang diperoleh pasien dengan

menjadi sakit misalna dibebaskan dari kewajiban kehidupan yang sulit,

bimbingan yang tak akan didapatkannya dalam situasi normal, dsb.

13 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 17: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

La belle indifference: merupakan sikap angkuh yang tak sesuai terhadap gejala

serius yang dialaminya. Pasien tampak tak peduli dengan hendaya berat yang

dialaminya. Walaupun begitu, ada tidaknya la belle indifference bukan dasar

penilaian yang akurat untuk menegakkan gangguan konversi.

Identifikasi: pasien secara tidak sadar meniru gejalanya dari seseorang yang

bermakna bagi dirinya seperti orangtua atau seseorang yang menjadi model

bagi pasien7.

2.5.2.3. Pedoman Diagnosis

Pedoman diagnosis gangguan konversi menurut DSM IV-TR adalah sebagai berikut:

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau

sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena

awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor

lain.

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura).

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan

sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai

perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan

pemeriksaan medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi

semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan

dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit:

Dengan gejata atau defisit motorik

Dengan gejala atau defisit sensorik

14 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 18: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

Dengan kejang atau konvulsi

Dengan gambaran campuran4

Sementara menurut PPDGJ III, pedoman diagnostik pasti dari gangguan konversi

adalah sebagai berikut:

A. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum pada

F44.

B. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut.

C. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan waktu yang jelas dengan

masalah dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu

(meskipun hal tersebut disangkal oleh pasien)2.

2.5.2.4. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Lebih dari 90% gejala awal pada pasien dengan gangguan konversi membaik dalam

waktu beberapa hari hingga hampir satu bulan. Sebanyak 75% pasien tidak pernah

mengalami gangguan ini lagi, namun 25% mengalami episode tambahan pada saat

mengalami tekanan. Semakin lama gejala gangguan konversi ini berjalan, maka semakin

buruk juga prognosisnya. Sebanyak 25-50% pasien akan mempunyai gangguan neurologis

ataupun kondisi non-psikiatrik lain yang akan mempengaruhi sistem persarafan di kemudian

harinya. Oleh karena itu, pasien dengan gangguan tersebut harus segera dievaluasi secara

neurologis pada saat diagnosis ditegakkan.

2.5.2.5. Terapi

Resolusi gejala gangguan konversi biasanya berlangsung spontan. Pasien dengan

gangguan ini dapat diberikan psikoterapi suportif berorientasi tilikan atau terapi perilaku.

Terapi hypnosis, anticemas, dan relaksasi sangat efektif dalam beberapa kasus. Pemberian

amobarbital atau lorazepam parenteral dapat membantu memperoleh riwayat penyakit,

terutama ketika pasien baru saja mengalami peristiwa yang traumatis.

Pendekatan psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan dapat menuntun pasien

menahami konflik intrapsikik dan symbol dari gejala-gejala yang dimilikinya. Semakin lama

pasien menghayati peran sakit, maka pasien semakin regresi, sehingga pengobatan akan

semakin sulit7.

15 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 19: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.3. Hipokondriasis

Hipokondriasis didefinisikan sebagai seseorang yang ter preokupasi dengan ketakutan

atau keyakinan menderita penyakit yang serius. Pasien memiliki interpretasi yang tidak

realistis ataupun akurat terhadap gejala atau sensasi fisik, meskipun tidak ditemukan

penyebab medis. Ketakutan dan keyakinannya menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri

dan menganggu kemampuannya untuk berfungsi secara baik di bidan sosial, interpersonal

dan pekerjaan. Prevalensi pasien dengan hipokondriasis adalah 4-6% dari populasi pasien

medik umum. Gejala-gejala dapat timbul di usia berapapun, namun paling sering di antara

usia 20-30 tahun.

2.5.3.1. Etiologi

Pasien hipokondriasis memiliki skema kognitif yang salah yang menyebabkan mereka

salah menginterpretasikan sensasi fisik. Pasien menambah dan memperbesar sensasi somatik

yang dialaminya karena rasa tidak nyaman secara fisik dan memiliki ambang toleransi yang

rendah.

Selain itu, gejala-gejala hipokondriasis dapat dipandang sebagai permintaan untuk

mendapatkan peran sakit pada seseorang yang mengahadapi masalah berat yang tak dapat

diselesaikannya. Teori lain juga memandang gangguan ini sebagai bentuk varian dari

gangguan mental lainnya seperti depresi dan cemas. Sedangkan menurut teori psikodinamik,

dorongan agresivitas dan permusuhan yang ditujukan kepada orang lain dipindahkan ke

dalam gangguan-gangguan somatik, seperti kemarahan, ketidakpuasan, atau penolakan dan

kehilangan di masa lalu. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa

bersalah, tanda dari kepedulian berlebihan terhadap diri sendiri, ataupun sebagai hukuman di

masa lalu dari perasaaan bahwa dirinya jahat serta berdosa4.

2.5.3.2. Gambaran Klinis

Pasien dengan hipokondriasis yakin bahwa mereka menderita penyakit serius yang

belum dapat terdeteksi dan sangat sulit diyakinkan sebaliknya. Dengan berjalannya waktu,

keyakinannya pun akan beralih ke penyakit lain.

Meskipun DSM IV-TR menyatakan bahwa gangguan ini harus sudah berlangsung

selama 6 bulan, keadaan hipokondriakal sesaat dapat saja terjadi setelah sdanya tekanan yang

berat seperti kematian atau penyakit serius yang diderita oleh orang yang bermakna bagi

16 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 20: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

pasien. Keadaan ini harus didiagnosisi sebagai gangguan somatoform yang tak

tergolongkan7.

2.5.3.3. Pedoman Diagnostik

Berdasarkan DSM IV-TR kriteria hipokondriasis adalah sbb:

A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit

serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

B. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan

penentraman.

C. Keyakinan dalam criteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan

delusional, tipe somatic) dan tidak terbatas pada kekawatiran tentang penampilan

(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,

gangguan obsesif kompulsif, gangguan panic, gangguan depresi berat, cemas

perpisahan, atau gangguan somatoform lain4.

Sedangkan berdasarkan PPDGJ III, untuk menentukan diagnosis pasti kedua hal

dibawah ini harus ada :

A. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius

yang melandasi keluhan-keluhan nya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang

tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang

menetap kemungkinan deformitas atau perubahan penampakan fisik nya (tidak

sampai waham);

B. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa

tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhan

nya2.

17 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 21: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.3.4. Perjalanan Penyakit

Penyakit hipokondriasis memiliki perjalanan penyakit yang episodik, dimana setiap

episode dapat berlangsung berbulan-bulan hingga tahunan dan dipisahkan oleh periode

tenang yang sama lamanya. Kurang lebih sepertiga hingga setengah dari pasien

hipokondriasis mengalami perbaikan yang bermakna.

2.5.3.5. Terapi

Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatrik. Psikoterapi kelompok

bermanfaat bagi pasien hipokondriasis karena menyediakan dukungan sosial dan interaksi

sosial sehingga menurunkan kecemasan. Psikoterapi individual berorientasi tilikan, terapi

perilaku, terapi kognitif, dan hypnosis juga dapat bermanfaat. Pemeriksaan fisik yang

terjadwal juga akan membuat pasien merasa tenang dan tahu bahwa dokternya tak

meninggalkannya dan menangani keluhannyaa dengan serius. Farmakoterapi diberikan

apabila pasien juga memiliki gangguan cemas atau depresi7.

2.5.4. Gangguan Tubuh Dismorfik

Pasien dengan gangguan ini memiliki perasaan subyektif yang meliputi dirinya bahwa

beberapa aspek dari penampilannya buruk padahal pada kenyataannya normal atau nyaris

baik. Inti dari gangguan ini adalah pasien berkeyakinan kuat atau takt apabila dirinya tidak

menarik atau bahkan menjijikan. Pasien dengan gangguan tubuh dismorfik umumnya tidak

mengunjungi psikiater melainkan dermatologis atau dokter bedah plastik. Pasien biasanya

berumur 15-30 tahun dan tidak menikah.

2.5.4.1. Etiologi

Etiologi dari gangguan ini tidak dikterhui, tapi diyakini berasosiasi dengan gangguan

depresi. Selain itu, konsep stereotipik tentang kecantikan atau keindahan yang dianut dalam

keluarga atau budaya tertentu akan berpengaruh besar pada pasien dengan gangguan tubuh

dismorfik.

2.5.4.2. Gambaran Klinis

Biasanya, bagian tubuh yang menjadi keprihatinan adalah kekurangan pada wajah

khususnya pada bagian-bagian tertentu seperti hidung atau mata. Selain itu, rambut, buah

dada, dan genitalia juga merupakan bagian tubuh lain yang sering diprihatinkan. Pada pria

biasanya yang menjadi pusat pikirannya adalah otot-ototnya. Pasien dengan gangguan ini

18 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 22: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

sering merasa orang lain memperhatikan bagian cacat/kekurangan di tubuhnya, sering

bercermin, atau bahkan menghindari benda yang dapat memantulkan seperti cermin dan

adanya usaha untuk menyembunikan bagian tubuh yang dianggap mempunayi deformitas

dengan pakaian atau riasan. Gangguan ini berpengaruh apada kehidupan pasien, seperti

penghindaran kontak sosial dan pekerjaan. Pasien juga memiliki cirri kepribadian obsesif-

kompulsif, schizoid, dan narsisistik.

2.5.4.3. Pedoman Diagnostik

Berdasarkan DSM IV-TR, adalah sebagai berikut:

A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit

anomaly tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.

B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,

ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)7

Sementara, berdasarkan PPDGJ III, untuk diagnostik pasti harus dipenuhi kedua hal

berikut ini:

A. Keyakinan yang menetap perihal adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang

serius yang melandasi keluhan atau keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang

berulang tidak menujnang adanya alas an fisik yang memadai, ataupun adanya

preokupasi yang menetap terhadap adanya deformitas atau perubahan

bentuk/penampakan.

B. Penolakan yang menetap dan tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan

dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang

melandasi keluhan-keluhannya2.

2.5.4.4. Perjalanan Penyakit

Munculnya gejala dari gangguan ini biasanya bertahap. Kepedulian penderita

gangguan tubuh dismorfik terhadap bagian tubuh tertentu akan semakin menjadi-jadi

sehingga berujung pada permintaan untuk operasi atau bantuan medis lainnya. Gangguan ini

bersifat kronik.

19 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 23: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.4.5. Terapi

Pada pasien dengan gangguan tubuh dismorfik, terapi dengan prosedur medic

pembedahan, dermatologis, kedokteran gigi, dan yang lainnya biasanya tidak berhasil

mengatasi keluhannya. Obat-obat SSRI seperti fluoxetine dan klomipramin dapat

mengurangi gejala yang dikeluhkan minimal 50%. Bila terdapat gangguan mental lain yang

menyertai maka pemberian psikoterapi dan farmakoterapi yang adekuat sebaiknya diberikan7.

2.5.5. Gangguan Nyeri

Pada gangguan ini, nyeri merupakan keluhan utama yang menjadi focus perhatian

klinis. Nyeri dapat terjadi pada lebih dari satu tempat dan tidak dapat dimasukkan secara

penuh sebagai kondisi medic nonpsikiatrik maupun neurologic. Gangguan ini berkaitan

dengan penderitaan emosional dan hambatan dalam fungsi kehidupan. Gangguan nyeri

merupakan keluhan tersering dalam praktek kedokteran, lebih banyak pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki4.

2.5.5.1. Etiologi

1. Faktor psikodinamik

Pasien mungkin mengekspresikan konflik intrapsikik secara simbolik lewat tubuh.

Pasien lain secara tak sadar menganggap luka emosional sebagai suatu kelemahan dan

tak diperbolehkan secara sosial sehingga memindahkan masalah pada tubuhnya.

Nyeri dapat berfungsi sebagai cara untuk memperoleh cinta, hukuman terhadap

kesalahan, dan menebus rasa bersalah atau perasaan bahwa dirinya jahat.

2. Faktor perilaku

Perilaku nyeri diperkuat apabila dihargai dan dihambat apabila diabaikan atau diberi

hukuman.

3. Faktor Interpersonal

Nyeri yang sulit diobati telah diketahui sebagai sarana untuk memanipulasi dan

memperoleh keuntungan dalam hubungan interpersonal, misalnya untuk memastikan

kesetiaan anggota keluarga, dsb.

4. Faktor biologis

Defisiensi endorphin berhubungan dengan peningkatan stimulus sensorik yang

datang.

20 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 24: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.5.2. Gambaran Klinis

Pasien biasanya sekumpulan orang yang bersifat heterogen dengan nyeri pinggang

bawah, sakit kepala, nyeri fasial atipikal, nyeri pelvic kronik, dan nyeri lainnya yang dapat

terjadi setelah trauma,, neuropatik, neurologik, iatrogenic atau muskulaoskeletal. Pasien

biasanya meimiliki riwayat prawatan medis dan pembedahan yang panjang. Gejala depresi

berat terjadi pada 25-50% dari pasien gangguan nyeri.

2.5.5.3. Pedoman Diagnostik

Berdasarkan DSM-IV-TR:

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan

cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C. Factor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,

eksaserbasi atau bertahannya nyeri.

D. Gejala atau deficit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura).

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau

gangguan psikotik dan tidak memenuhi criteria dipareunia.

Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut:

A. Keluhan utama adalah nyeri berat menyiksa dan menetap, yang tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun gangguan fisik.

B. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau masalah

psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadika alasan dalam mempengaruhi adanya

gangguan tersebut.

C. Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan baik personal maupun

medis untuk yang bersangkutan2.

21 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 25: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

2.5.5.4. Perjalanan Penyakit

Nyeri umumnya muncul secara tiba-tiba dengan derajat keparahan meningkat dalam

hitungan minggu atau bulan. Prognosis bervariasi, akan tetapi biasanya akan menjadi

gangguan kronik dan menimbulkan penderitaaan dan ketidak-berdayaan yang parah.

2.5.5.5. Terapi

Rehabilitasi harus disertakan ke dalam terapi pasien dengan gangguan ini.

Farmakoterapi yang digunakan antara lain SSRI, antidepresan trisiklik, dan amfetamin.

Sedangkan psikoterapi yang dipilih adalah terapi kognitif untuk mengubah pikiran negative

dan mengembangkan sikap positif.

2.5.6. Gangguan Somatoform yang tidak terdiferensiasi

Gangguan somatoform yang tidak terdiferensiasi diciri-cirikan dengan satu atau lebih

gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan yang berlangsung selama paling sedikit 6 bulan.

Terdapat dua pola gejala yang dapat terlihat pada pasien golongan ini yaitu gangguan yang

terkait dengan sistem saraf otonom dan gangguan yang terkait dengan sensasi rasa fatigue

ataupun kelemahan. Pada Autonomic arousal disorder, pasien terpengaruh dengan gejala-

gejala gangguan somatoform yang terbatas pada gangguan fungsi saraf otonom saja. Gejala-

gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien tersebut antara lain keluhan sistem

kardiovaskular, respiratori, gastrointestinal, urogenital, dan dermatologikal. Beberapa pasien

lainnya mengeluh akan kelemahan dan ketidak berdayaan melakukan pekerjaan sehari-hari

oleh karenanya7.

Keriteria Diagnosis untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan :

Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan

gastrointestinal atau saluran kemih)

A. Salah satu (1)atau (2)

a. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh

kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat

(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

b. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau

gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa

yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan

laboratonium.

22 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 26: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

B. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

D. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya

gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,

gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

E. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan

buatan atau berpura-pura)

2.5.7. Gangguan Somatoform yang tidak terperinci

Diagnosis ini digunakan apabila keluhan fisik bersifat multiple, bervariasi dan

menetap, tetapi tidak disertai dengan gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan

somatisasi. Sebagai contoh, pasien mengemukakan keluhan-keluhan tidak dramatis dan tidak

kuat, keluhan yang diutarakan tidak terlalu banyak, atau tidak ada gangguan pada fungsi

sosial dan keluarga. Pada diagnosa ini, belum dapat diketahui pasti ada tidaknya faktor

psikologis yang mendasari, namun tidak boleh ditemukan adanya faktor fisik yang mendasari

keluhan-keluhan pasien2.

Pedoman diagnosis untuk gangguan somatoform yang tidak terperinci adalah sebagai

berikut:

A. Pseudokiesis : keyakinan palsu sedang hamil, yang disertai dengan tanda objektif

kehamilan, yang dapat berupa pembesaran perut (walaupun umbilicus tidak menjadi

menonjol), penurunan aliran menstruasi, amenorea, sensasi subjektif gerakan janin,

dan nyeri persalinan pada tanggal yang diperkirakan terjadinya persalinan.

Perubahan endokrin mungkin ditemukan tetapi sindroma tidak dapat dijelaskan oleh

suatu kondisi medis umum yang menyebabkan perubahan endokrin (misalnya, tumor

yang mensekresikan hormone).

B. Suatu gangguan yang melibatkan gejala hipokondriasis non psikiatrik dengan lama

kurang dari 6 bulan

C. Suatu gangguan yang melibatkan keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan

(misalnya. Kelelahan atau kelemahan tubuh) dengan lama kurang dari 6 bulan yang

tidak karena gangguan mental lain7.

23 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 27: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

BAB 3

KESIMPULAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan dengan karakteristik gejala

fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) yang tidak dapat ditemukan penjelasannya

secara medis. Gejala dan keluhan somatik diyakini cukup serius untuk menyebabkan

penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien

untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan

somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu

penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah

gangguan psikik yang tidak disebabkan oleh kepura-puraan yang disadari atau gangguan

buatan.

Gangguan ini diklasifikan sebagai berikut:

1) Gangguan somatisasi; ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak

sistem organ.

2) Gangguan konversi ; ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.

3) Hipokondriasis ; ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan

pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.

4) Gangguan dismorfik tubuh; ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang

berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.

5) Gangguan nyeri; ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan

faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

Selain itu, DSM IV juga memiliki dua kategori residual untuk diagnostik gangguan

somatoform, yaitu:

6) Undiferrentiated somatoform; gangguan somatoform yang tidak tidak termasuk

pada salah satu penggolongan diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

24 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 28: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

7) Golongan somatoform yang tidak terperinci (NOS : not otherwise specified)

adalah kategori untuk gejala somatoform yang tidak memenuhi diagnosis gangguan

somatoform yang disebutkan salah satu diatas2.

Terapi yang dianjurkan dalam penanganan gangguan somatoform lebih banyak

terfokus kepada psikoterapi suportif dan pembinaan hubungan yang baik antar dokter dan

pasiennya. Akan tetapi, penggunaan psikofarmaka juga dapat dilaksanakan apabila terdapat

gejala-gejala atau gangguan depresi ataupun cemas. Penggunaan psikofarmaka pada

gangguan nyeri juga meliputi penggunaan antidepresan trisiklik dan golongan SSRI.

25 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 29: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardi. Gangguan Somatoform dan Disosiatif. Diunduh dari :

http://www.psikologimania.co.cc/2010/04/gangguan-somatoform-dan-disosiatif.html

pada tanggal : 25 Maret 2011

2. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa di Indonesia III. Cetakan pertama. Direktorat Jendral Pelayanan Medik

Departemen Kesehatan RI. Jakarta

3. Pardamean Engelberta, Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka

Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Diunduh dari :

http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan_somatoform.htm. Pada tanggal : 25

Maret 2011

4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Cetakan

pertama. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

5. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Media Aeusculapicus : FAkultas kedokteran UI.

Jakarta. Hal : 216 – 217

6. Yates William R,etc. Somatoform Disorder. Jul 15th 2010. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/294908 . Pada tanggal : 25 Maret 2011

7. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry

Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition.

26 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta

Page 30: Somatoform Disorder

Referat Gangguan Somatoform 2011

27 Andi Diyanti Y.S. (FK UPH)Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara I Kramat Jati Jakarta