Top Banner
SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL Oleh : Remaja pelajar memiliki potensi yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme, sehingga para pelajar memiliki peran dan posisi strategis dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu pula masyarakat pada umumnya percaya dengan kemampuan mitos pendidikan yang dapat melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang luhur, agung, kreatif, inovatif dan konstruktif. Peranan dan fungsi pendidikan yang demikian mulia dan agung tersebut menjadi tecoreng oleh makin maraknya kasus tawuran pelajar yang muncul di berbagai kota besar di Indonesia. Sehingga banyak pihak semakin menyangksikan fungsi dan peranan pendidikan dalam menyiapkan generasi masa depan yang damai, demokratis, berakhlak, berkeahlian,
15

SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

Aug 02, 2015

Download

Documents

Lebih baik instropeksi dan tidak saling menyalahkan !
Fenomena Tawuran Pelajar merupakan potret diri seluruh elemen masyarakat kita yang semakin kehilangan moral !
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN

HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR

DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA

GENERASI KRIMINAL

Oleh :

Remaja pelajar memiliki potensi yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas,

patriotisme dan idealisme, sehingga para pelajar memiliki peran dan posisi strategis dalam

kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu pula masyarakat pada

umumnya percaya dengan kemampuan mitos pendidikan yang dapat melestarikan dan

mengembangkan nilai-nilai budaya yang luhur, agung, kreatif, inovatif dan konstruktif.

Peranan dan fungsi pendidikan yang demikian mulia dan agung tersebut menjadi

tecoreng oleh makin maraknya kasus tawuran pelajar yang muncul di berbagai kota besar di

Indonesia. Sehingga banyak pihak semakin menyangksikan fungsi dan peranan pendidikan

dalam menyiapkan generasi masa depan yang damai, demokratis, berakhlak, berkeahlian,

Page 2: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 2 P a g e

berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia,

cinta tanah air, berdasarkan hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.

Sungguh memprihatinkan dunia pendidikan kita dan sungguh mencemaskan tradisi

tawuran pelajar begitu membudaya yang berakibat jatuh korban meninggal sia-sia. Kalau

kita simak data jumlah korban meninggal dunia akibat tawuran pelajar yang disampaikan

Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni'am begitu

mencengangkan, di mana setidaknya ada 17 remaja tewas dalam tawuran di wilayah

Jabodetabek sejak 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012.

Dan berita di mass media cetak maupun elektronik yang masih hangat diperbincangkan

sampai saat ini adalah dua kejadian tawuran pelajar di wilayah Jakarta Selatan. Di mana

hanya selang tiga hari, dua pelajar di Jakarta, Alawy Yusianto Putra siswa kelas X SMAN 6 Jakarta ,

meninggal dunia setelah mengalami luka celuritan dan Deny Yanuar pelajar SMK Yayasan Karya

66 (Yake), meninggal dunia akibat mengalami luka celuritan juga.

Dan yang lebih mengagetkan lagi saat tersangka pembunuh Deny Yanuar menyatakan

rasa puas atas perbuatannya yang diungkapkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Muhammad Nuh saat mengunjunginya di Markas Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, pada hari

Rabu tanggal 26 September 2012.

Di samping marak adanya fenomena tawuran, para pelajar juga mengalami perubahan

sikap dan perilaku terhadap Aparat. Tingkat keberanian dan munculnya kecenderungan sikap

melawan bahkan melukai petugas mulai menjadi budaya di kalangan para pelajar. Dulu ....,

jangankan melawan petugas, melihatnya saja takut. Sekarang, melihat Aparat yang

melaksanakan tugaspun disikat. Salah satu contohnya yang pernah menimpa Bripka Parngadi

anggota Unit Lalu Lintas Polres Jakarta Barat, di traffic light Cengkareng, Jalan Daan Mogot,

Jakarta Barat. Di mana saat korban mengamankan pelaku tawuran pelajar dan barang bukti

senjata tajam, tiba-tiba dari belakang korban disabet dengan senjata tajam oleh teman pelaku,

sehingga pelajar tersebut berhasil melarikan diri dan korban mengalami luka bacok pada

lengan kanan di atas pergelangan.

Ada apa gerangan pada diri remaja? Masalah psikologis apa yang terjadi sehingga

banyak pelajar begitu berani, ngawur, beringas, sadis dan tidak santun ; apakah merupakan

gejala deliquensi ? frustasi, gejolak emosi, atau agresi ? Atau masalah psikologis lainnya ?

Hal tersebut tentunya tidak bisa dibiarkan terus dan terus terjadi. Artinya , perlu segera dicari

solusinya agar generasi muda bangsa kita segera kembali pada posisi yang proporsional, yaitu

Page 3: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 3 P a g e

dapat melewati perkembangan psikologisnya secara wajar, sehingga mereka tidak

bereinkarnasi menjadi pelaku-pelaku kriminal.

STOP MENCARI KAMBING HITAM

Sikap yang tidak mau dipersalahkan dan selalu mencari kambing hitam sudah begitu

mengakar di semua lapisan masyarakat kita. Kalau dicermati, hal itu terjadi mungkin karena

sebagian besar dari kita dididik untuk menjadi demikian. Kok bisa ? Dari mulai zaman Adam

dan Hawa di Taman Firdaus pun mereka juga tidak mau dipersalahkan setelah makan buah

terlarang. Coba kita ingat-ingat kembali sewaktu masih kecil, ketika kita menabrak pintu dan

terjatuh, orang tua kita mencoba menghibur kita dengan memukul-mukul pintu sambil

berkata, “ pintu, kamu nakal ya !”

Sikap-sikap yang demikian terjadi pula dalam konteks terhadap fenomena perkelahian

pelajar. Media langsung menuding dan menyalahkan Polisi karena dianggap lemah

menegakkan hukum dan kurang antisipatif melalui kegiatan preventif seperti Patroli. Media

juga begitu mudah menuding terhadap kegagalan dunia pendidikan , dan lain-lain. Bila kita

mau jujur, sebenarnya media pun turut memberikan andil terhadap perubahan perilaku dan

semakin membudayanya aksi kekerasan di kalangan pelajar.

Sikap yang tidak mau dipersalahkan dan cenderung mencari kambing hitam

menjadikan semakin sulit mencari solusi yang integratif dan tepat dalam mengatasi maraknya

perkelahian pelajar.

MULAI MENGIDENTIFIKASI AKAR MASALAH

Secara sosiologis, kekerasan merupakan salah satu indikasi bahwa masyarakat sedang

„sakit‟ dimana faktor non-adaptive lebih berkembang daripada faktor adaptive. Dalam

kondisi demikian, masyarakat dilanda krisis nilai dan norma sosial.

Walaupun bersifat kompleks , namun ada beberapa faktor penyebab dominan timbulnya

budaya kekerasan atau tawuran antar pelajar, antara lain :

1. Faktor Internal :

Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik

batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang

lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat

membutuhkan pengakuan.

Kondisi internal yang cenderung membentuk seorang pelajar mudah melakukan

tindak kekerasan / tawuran disebabkan oleh adanya :

Page 4: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 4 P a g e

a. Kondisi keluarga

Selain faktor genetik , kondisi penyimpangan perilaku orang tua, konflik

perkawinan dan ketidakacuhan orang tua sangat memberikan pengaruh dalam

membentuk sikap agresi dalam kehidupan sosial seorang anak.

Di samping itu, kondisi rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang

tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja,

belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar

kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi

anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak

berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-

temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai

bagian dari identitas yang dibangunnya.

b. Eksistensi individu

Sosok FR pelaku pembunuh Alawy Yusianto Putra siswa kelas X SMAN 6

Jakarta menurut keterangan beberapa saksi yang telah diperiksa, memiliki

perangai buruk, termasuk kerap terlibat tawuran pelajar, bahkan dua kali tak naik

kelas. Kecenderungan pelaku yang memiliki peragai yang buruk ini salah

satunya termotivasi ingin menunjukkan eksistensinya diantara rekan-rekannya.

Karena secara akademis lemah, maka pelaku tersebut ingin mencari

pengakuan diri dengan menunjukkan kemampuan yang ditonjolkan , yaitu suka

berkelahi, sadis dan berani.

c. Gangguan mental akibat menggunakan alkohol

Beberapa gangguan mental organik yang terjadi pada diri seseorang yang

menggunakan alkohol antara lain adalah mudah marah dan tersinggung

(irritabilitas) yang pada akhirnya menjurus pada perkelahian dan tindak

kekerasan.

2. Faktor Eksternal :

a. Faktor Sekolah :

1). Lingkungan dan suasana sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk

belajar (misalnya : suasana kelas yang monoton, lemahnya penegakan

aturan tata tertib sekolah, kurangnya fasilitas sekolah, banyak jam kosong

belajar atau pengajaran tidak terjadual dengan baik, dsb) akan mendorong

siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-

temannya; Lho ... , bukannya SMA 70 Jakarta dan SMA 6 Jakarta

Page 5: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 5 P a g e

merupakan salah satu sekolah favorit ? Pasti fasilitas belajar mengajar

lengkap dan proses belajar mengajar pasti berjalan dengan baik. Kenapa

sering tawuran ?

2). Sering terjadinya tawuran pelajar antara SMA 70 dengan SMA 6 Jakarta

antara lain disebabkan oleh adanya :

a). Kebanggaan terhadap kelompok / almamater yang yang terlalu

berlebihan ;

b). Doktrin dan provokasi pelajar senior/ para alumnus secara turun

temurun untuk menanamkan rasa kebencian dan permusuhan serta

persaingan kepada pelajar yunior terhadap kelompok pelajar yang

lain;

c). Terjadinya proses labeling terhadap keberadaan SMA 70 dan SMA 6

yang selalu bermusuhan dan saling menyerang. Dengan makin sering

dan makin banyaknya orang memberikan label kepada mereka, maka

kelompok siswa dari dua sekolah yang letaknya juga berdekatan itu

menjelma menjadi label yang diberikan kepadanya. Reaksi ini muncul

karena kedua kelompok siswa dari dua sekolah ini merasa terkurung

dalam label yang diberikan kepadanya;

3). Kesenjangan baik kualitas pendidikan maupun kesenjangan sosial yang

terlalu jomplang antar sekolah yang relatif berdekatan sehingga

menimbulkan sikap sensitivitas yang berlebihan (iri) bagi kelompok

sekolah yang dianggap lebih minoritas;

4). Sistem pendidikan yang lebih menonjolkan aspek kognitif dan semakin

mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya;

5). Proses pembelajaran siswa melalui observasi maupun imitasi (social

learning) terhadap metode perploncoan yang mengajarkan kekerasan.

Sehingga menimbulkan keterbangkitan emosional para pelajar secara

agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya.

b. Faktor Lingkungan :

1). Pudarnya kontrol sosial

Semakin lemahnya kohesi sosial khususnya di daerah perkotaan,

membuat kontrol sosial menjadi lemah. Baik kontrol sosial dari sekolah,

keluarga maupun masyarakat dan aparat penegak huklum. Justru para siswa

lebih takut dan lebih patuh terhadap aturan dan sanksi sosial yang berlaku

Page 6: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 6 P a g e

dalam komunitasnya atau kelompoknya sendiri dari pada terhadap aturan

hukum positif yang ada. Sehingga kelompok ataupun gank kumpulan para

pelajar ini semakin berkembang dengan segala aktivitasnya yang cenderung

menyimpang dari norma-norma yang ada.

Bagaimana dengan proses penegakan hukumnya sendiri ? Jujur bisa

dikatakan bahwa proses penegakan hukum masih belum efektif. Belum

efektifnya penegakan hukum sebagai akibat dari belum adanya konsistensi

dan ketegasan aparat karena pengaruh banyaknya intervensi dalam proses

penegakannya serta banyaknya tekanan sosial seperti yang sering dikoar-

koarkan oleh KPAI agar semua kejadian dalam dunia pendidikan tidak

dibawa ke proses hukum, penyelesaian dengan cara mediasi dan korban

diberikan pemulihan serta perlindungan, pelaku menyadari kesalahannya,

minta maaf dan jika sudah ada kesepakatan antara orang tua korban dan

orang tua pelaku, laporan dikepolisian bisa dicabut. Weleh ... weleh ...,

gimana bisa insyaf ? Dan pada akhirnya memunculkan istilah L4 (Lhoe

Lagi ... Lhoe Lagi !).

2). Kekerasan sudah menjadi kultur masyarakat

Proses pembelajaran sosial akan perilaku agresi yang cenderung

brutal dan destruktif langsung bisa dirasakan dan dilihat sehari - hari di

lingkungannya seperti maraknya aksi sweepping dan pengerusakan oleh

ormas-ormas tertentu, perkelahian warga antar kampung, perkelahian gank

motor, tawuran antar supporter dan pengerusakan fasilitas umum, aksi-aksi

unjuk rasa anarkhis, dan lain-lain. Kondisi inilah yang semakin membentuk

watak dan kepribadian pelajar yang mudah emosi serta beringas.

c. Peran Media

Menurut sebuah penelitian, anak dan remaja menghabiskan waktu lebih

banyak dan membentuk interaksi sosial dengan menonton televisi dan

menggunakan media elektronik lainnya seperti internet (Santrock, 2007).

Seringkali media massa justru mempertontonkan aksi –aksi kekerasan dan

brutalitas tanpa sensor yang mudah diakses dan menjadikan asupan informasi

rutin masyarakat .Akibatnya terjadi suatu pembelajaran sosial ataupun proses

imitasi masyarakat khususnya para pelajar terhadap aksi-aksi kekerasan.

Page 7: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 7 P a g e

SOLUSI MENGATASI FENOMENA TAWURAN PELAJAR

Dengan mengetahui akar permasalahan yang begitu kompleks terhadap faktor-faktor

penyebab membudayanya tradisi tawuran di kalangan pelajar seperti yang telah dijelaskan di

atas, maka ada beberapa solusi yang ditawarkan dan menjadi tugas serta peran semua pihak

untuk segera melaksanakannya jika tidak ingin melihat generasi bangsa yang akan datang

menjadi generasi kriminal. Solusi tersebut antara lain :

1. Meningkatkan Peran Orang Tua

a. Selalu memberikan suri tauladan yang baik terhadap anak ;

b. Meningkatkan komunikasi secara intens dan menjaga keharmonisan serta

memberikan waktu yang berkualitas terhadap anak;

c. Turut membimbing/mendidik , mensupport dan mengawasi perkembangan anak

secara langsung untuk disiapkan menjadi pribadi-pribadi yang santun dan

bertanggungjawab;

d. Meningkatkan komunikasi dengan pihak sekolah / guru dalam mengawasi

perkembangan kepribadian dan prestasi anak.

2. Peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

a. Mengevaluasi kembali kurikulum pendidikan yang hanya fokus pada

pembelajaran kognitif saja namun perlu adanya keseimbangan dalam

pembangunan karakter dan kepribadian para siswa termasuk merubah model

penilaian di raport para siswa dengan memasukkan penilaian tentang

perkembangan kepribadian siswa ;

b. Memberikan program pelatihan secara kontinu dan terprogram terhadap para guru

guna meningkatkan kepekaan dan inovasi seorang guru dalam proses

pembelajaran untuk melihat karakter apa yang bisa dikembangkan dari siswanya

secara positif ;

c. Mengevaluasi , menetapkan standar dan meningkatkan ketersediaan layanan

pendidikan sebagai upaya menyediakan sarana-prasarana dan infrastruktur satuan

pendidikan (sekolah) dan penunjang lainnya;

d. Memberikan instruksi ataupun direktif kepada seluruh Dinas Pendidikan guna

melarang dan menghentikan seluruh aktivitas berbau kekerasan seperti program

perploncoan yang selama ini pelaksanaannya diserahkan penuh kepada siswa

senior serta memberikan sanksi tegas terhadap para Kepala sekolah yang masih

melaksanakannya;

Page 8: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 8 P a g e

3. Peran Dinas Pendidikan Provinsi / Kabupaten maupun Kota

a. Mengevaluasi secara periodik terhadap kualitas / mutu pendidikan dari masing-

masing sekolah serta memberikan reward dan punishment baik terhadap para

Kepala Sekolah maupun tenaga pendidik secara tegas, konsisten dan adil.

Adapun penilaian tersebut didasarkan atas :

1). Kemampuan dan inovasi guru dan kepala sekolah dalam membangun

karakter dan kepribadian para siswanya;

2). Sering tidaknya para siswanya terlibat dalam kekerasan / tawuran;

3). Upaya-upaya sekolah dalam menjaga dan meningkatkan keharmonisan

siswanya dengan siswa dari sekolah lainnya;

4). Ada tidaknya budaya kekerasan baik dalam proses belajar mengajar

maupun saat dilakukannya perploncoan;

5). Intensitas pertemuan guru atau wali kelas dengan para orang tua atau wali

murid dalam membahas serta konsultasi berkaitan perkembangan

kepribadian dan perilaku serta prestasi siswa;

6). Ketegasan penegakan aturan dan tata tertib sekolah.

b. Turut memberikan program pelatihan secara kontinu dan terprogram terhadap

para guru guna meningkatkan kepekaan dan inovasi seorang guru dalam proses

pembelajaran untuk melihat karakter apa yang bisa dikembangkan dari siswanya

secara positif ;

c. Mengevaluasi dan meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan sebagai upaya

menyediakan sarana-prasarana dan infrastruktur satuan pendidikan (sekolah) dan

penunjang lainnya;

d. Bekerja sama dengan pihak-pihak swasta atau perusahaan-perusahaan untuk turut

mengarahkan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social

Responsibility (CSR) dalam membangun dunia pendidikan seperti memberikan

pelatihan kepada para tenaga pendidik guna meningkatkan kepekaan dan inovasi

seorang guru dalam proses pembelajaran untuk melihat karakter apa yang bisa

dikembangkan dari siswanya secara positif, pelatihan dan penyaluran bakat dari

para siswa sekolah (musik, olah raga, science dan lain-lain), menggandeng semua

pihak untuk aktif dalam melakukan Campaign “Anti Kekerasan”.

Page 9: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 9 P a g e

4. Peran Kepala Sekolah dan Tenaga Pendidik

a. Terus meningkatkan kualitas pendidikan dan inovasi membangun karakter dan

kepribadian siswanya menjadi manusia yang berakhlak, santun, disiplin, dan

tanggungjawab serta berprestasi;

b. Membangun komunikasi aktif dengan para siswa dan memberikan suri tauladan

yang baik;

c. Aktif mengawasi dan memberikan penilaian secara obyektif terhadap

perkembangan kepribadian para siswanya;

d. Menegakkan aturan dan tata tertib sekolah secara tegas , konsisten dan adil;

e. Meningkatkan intensitas pertemuan dengan para orang tua atau wali murid guna

konsultasi tentang perkembangan perilaku atau kepribadian siswa serta

prestasinya;

f. Mencegah dan melarang adanya praktek kekerasan, antara lain :

1). Pelaksanaan Perploncoan tidak diserahkan kepada siswa senior yang

cenderung balas dendam atau pelampiasan dan mencontoh pola-pola

perploncoan yang sarat dengan kekerasan sesuai dengan apa yang pernah

dialaminya . Materi perploncoan sebaiknya diarahkan pada pembentukan

karakter kepribadian yang disiplin, tanggung jawab, santun, empati,

membangun kerjasama tim dan kepedulian sosial;

2). Menghilangkan dan melarang adanya doktrin-doktrin menyesatkan dalam

rangka menanamkan rasa kebencian dan permusuhan dengan pihak lain;

g. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan pihak Polri dalam rangka

memberikan pemahaman tentang hukum dan secara periodik melakukan razia

terhadap para pelajar yang disinyalir membawa barang-barang berbahaya atau

terlarang baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah (seperti di

lokasi-lokasi berkumpulnya para siswa : warung/kios/pos pengamanan sekolah

dan lain-lain);

h. Mengikis seluruh rasa permusuhan/kebencian para siswanya dengan siswa dari

sekolah yang lain melalui kegiatan integratif dan asimilasi (pembauran) seperti :

1). Kerja bhakti sekolah A ke sekolah B ;

2). Pertandingan Tim Olah Raga campuran sekolah A dan B dari IPA melawan

Tim Olah Raga Campuran sekolah A dan B dari IPS;

3). Kegiatan Pramuka, Wisata maupun Ekstra kurikuler yang lainnya yang

dilaksanakan secara bersama-sama;

Page 10: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 10 P a g e

4). Membangun komunikasi dan komitmen kedamaian diantara para tenaga

pendidik, Kepala Sekolah dan para siswa.

Langkah ini tentunya lebih efektif dan lebih murah dari pada dengan cara

melakukan relokasi sekolah.

5. Peran Polri

Mengoptimalkan manajemen operasional rutin kepolisian dan operasi khusus

kepolisian dengan fokus sasaran ataupun target operasi untuk melakukan upaya-upaya

pencegahan terjadinya aksi tawuran pelajar melalui beberapa kegiatan operasional

kepolisian seperti :

a. Tindakan Pre Emtif

1). Menggiatkan Community Policing (Polmas) dari tingkat Polda sampai

dengan Pol Pos guna membangun komunitas-komunitas anti kekerasan baik

dari komunitas tenaga pendidik, OSIS , Organisasi / perkumpulan pelajar

lainnya, petugas pengamanan sekolah, Organda, penyelenggara angkutan

umum, instansi terkait, dan lain-lain guna kecepatan tukar menukar

informasi dan sekaligus menumbuhkan kepedulian dalam mendeteksi

gejala-gejala awal serta mencari solusi bersama dalam pencegahan dan

penyelesaian permasalahan tawuran pelajar sebelum menjelma menjadi

permusuhan atau konflik yang abadi yang menimbulkan korban sia-sia di

kalangan pelajar;

2). Proaktif melakukan komunikasi, koordinasi dan kerja sama baik dengan

pihak sekolah, organisasi siswa/pelajar, media dan lain-lain untuk

melakukan sosialisasi hukum, sosialisasi dampak tawuran pelajar dan

Campaign “Anti Kekerasan”.

b. Tindakan Preventif

1). Update peta kerawanan tawuran pelajar di wilayah tugasnya (baik

kerawanan berdasarkan lokasi, waktu terjadinya, pelaku dan modus

operandinya);

2). Strong point patroli diarahkan pada lokasi-lokasi dan jam-jam rawan

terjadinya tawuran pelajar di wilayah tugasnya;

3). Bekerja sama dengan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan untuk melakukan

sidak ataupun razia terhadap para siswa dan barang bawaan yang dilakukan

di dalam sekolah secara kontinu;

Page 11: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 11 P a g e

c. Tindakan Represif

1). Bersama Satpol PP menggiatkan pelaksanaan operasi Miras (Minuman

Keras) yang diperjual belikan secara bebas baik di warung, kios maupun

toko dan swalayan;

2). Bekerja sama dengan pihak sekolah, Dinas Pendidikan dan pihak terkait

lainnya untuk melaksanakan razia terhadap para siswa dan barang bawaan

serta tempat-tempat yang biasa digunakan para siswa untuk menyimpan

senjata tajam dan barang-barang berbahaya lainnya (warung/kios/dan lain-

lain);

3). Melaksanakan penegakan hukum yang proporsional dan profesional, tegas,

konsisten dan adil serta tidak mudah diintervensi oleh pihak manapun bagi

para pelajar yang melakukan pelanggaran hukum.

6. Stop Pembelajaran Sosial Tentang Kekerasan

a. Media dan Lembaga Penyiaran Publik maupun Swasta

Siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan

bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan

perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab

dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa

yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang

Adil dan Beradab;

Untuk itulah peran Media dan Lembaga Penyiaran dalam siaran untuk tidak

lagi menyiarkan dan mempertontonkan secara visual tentang aksi kekerasan,

sadisme, brutalitas dan destruktif kepada masyarakat.

b. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) :

Segera menetapkan standar program siaran , menyusun dan menetapkan

pedoman perilaku penyiaran (melarang siaran-siaran yang mempertontonkan

secara visual tentang aksi kekerasan, sadisme, brutalitas dan destruktif kepada

masyarakat), aktif mengawasi dan memberikan sanksi tegas/konsisten dan adil

terhadap setiap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta

standar program siaran yang sudah ditetapkan (salah satunya adalah larangan

siaran visual aksi kekerasan)

c. Peran Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Ormas, Pejabat Negara dan lain-lain

Ada pepatah kuno yang mengatakan bahwa , “ Guru kencing berdiri,

Murid kencing berlari”. Artinya bahwa apa yang dilakukan orang-orang yang

Page 12: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 12 P a g e

seharusnya menjadi tauladan, akan diikuti pula dengan minimal pola yang sama

bahkan lebih buruk oleh masyarakat (para pelajar).

Untuk itulah, alangkah lebih bijak tidak banyak berkomentar dan saling

menyalahkan yang lain, namun instropeksi diri apakah selama ini sudah bisa

dijadikan tauladan yang baik ?

Kemerosotan moral para pelajar salah satunya diakibatkan oleh contoh-

contoh perilaku orang-orang yang seharusnya dijadikan panutan yang tidak lagi

bisa menunjukkan jati diri bangsa yang lebih mendahulukan musyawarah untuk

mufakat dari pada emosi dan sikap egoistis dalam menyelesaikan beda pendapat

ataupun permasalahan.

7. Proses Diversi Vs Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Masalah Tawuran

Pelajar

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

telah diatur tentang Diversi. Diversi di sini merupakan salah satu bentuk pengalihan

penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan

pidana.

Proses diversi inilah yang sering kali disalah artikan sehingga sering

mengintervensi proses penyidikan atau proses penegakan hukum terhadap anak yang

berkonflik dengan hukum (pelajar selaku pelaku tindak pidana) yang pada akhirnya

terkesan memproteksi anak dengan alasan perlindungan khusus anak dan tidak

berjalannya proses penegakan hukum. Selain itu, banyak pula proses penegakan

hukum terhadap anak kurang mengindahkan proses diversi yang telah diatur Undang-

Undang dalam penyelesaian perkara yang dilakukan pelajar.

a. Diversi

Diversi sebagai salah satu wujud dari perlindungan anak yang berkonflik

dengan hukum bertujuan untuk menghindarkan anak dari perampasan

kemerdekaan dengan menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan

orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing

kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan

restoratif.

Dari mulai tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak

di Pengadilan Negeri memang diwajibkan diupayakan Diversi, namun para

Page 13: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 13 P a g e

Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam melakukan Diversi antara lain harus

mempertimbangkan :

1). Kategori Tindak Pidana :

Dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana di

bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

2). Umur Anak :

Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak

adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur

18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

b. Penegakan Hukum :

Penegakan hukum merupakan salah satu bentuk kontrol sosial yang

bertujuan untuk menjaga ketertiban masyarakat dan sebagai salah satu upaya

terakhir dalam menyelesaiakan permasalahan hukum.

Penyelesaian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum harus

tetap memedomani per Undang-Undangan yang ada.

Kategori tindak pidana (kekerasan/tawuran pelajar) yang bisa dilakukan

proses hukum ke Pengadilan dan penjatuhan sanksi pidana harus merupakan

suatu bentuk tindak pidana yang diancam dengan pidana 7 (tujuh) tahun ke atas

ataupun juga tindak pidana yang diancam di bawah 7 (tujuh) tahun namun

dilakukan secara berulang oleh pelaku.

Beberapa contoh tindak pidana yang dilakukan pelajar yang berusia di atas

12 tahun s/d 18 tahun yang diselesaikan melalui proses peradilan pidana antara

lain :

1). Pasal 170 ayat (2) 1e KUHP :

Sengaja merusak barang atau jika kekerasan yang dilakukannya bersama-

sama di muka umum itu menyebabkan sesuatu luka (ancaman penjara

selama lamanya 7 tahun);

2). Pasal 170 ayat (2) 2e KUHP :

Jika kekerasan yang dilakukannya bersama-sama di muka umum itu

menyebabkan luka berat pada tubuh (ancaman penjara selama lamanya 9

tahun);

3). Pasal 170 ayat (2) 2e KUHP :

Jika kekerasan yang dilakukannya bersama-sama di muka umum itu

menyebabkan matinya orang (ancaman penjara selama lamanya 12 tahun);

Page 14: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 14 P a g e

4). Pasal 338 KUHP :

Dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena makar mati, dengan

hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun;

5). Pasal 340 KUHP :

Dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan

jiwa orang lain (ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau

penjara selama-lamanya 20 tahun);

6). Pasal 351 ayat (3) KUHP :

Penganiayaan yang mengakibatkan orang lain mati (ancaman hukuman

penjara selama-lamanya 7 tahun);

7). Pasal 12 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 :

Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,

menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya

atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia

sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-,

steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-

tingginya 10 tahun.

Dalam proses penegakan hukum terhadap pelajar yang terlibat

tawuran/melakukan tindak kekerasan ataupun tindak pidana lain, maka perlu

adanya perlindungan khusus yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-

hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia

yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera dengan memedomani antara lain

sebagai berikut :

1). Mendapatkan perlakuan secara manusiawi :

- penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

- penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;

- perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa guna

menghindari labelisasi ;

- penyediaan sarana dan prasarana khusus;

Page 15: SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN HUKUM KASUS TAWURAN PELAJAR DALAM RANGKA MENGURANGI LAHIRNYA GENERASI KRIMINAL

| 15 P a g e

- penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini atau pun juga

memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;

- pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak;

- dalam menangani perkara anak, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja

Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi

bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi

anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.

2). Pemenuhan hak-hak anak :

- hak membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak

yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum;

- pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua

atau keluarga;

- mendapatkan perlindungan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial

sesuai dengan prinsip-prinsip Konvensi Hak-Hak Anak dan Undang

Undang Perlindungan Anak;

- Hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan

tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya).

Dengan pola penegakan hukum yang demikian terhadap para pelajar yang

yang berkonflik dengan hukum, diharapkan selesai dari menjalani proses hukum

tidak malah menjadi monster-monster pelaku kriminal baru yang lebih

profesional dan sadis. Namun diharapkan dengan proses hukum yang berorientasi

terhadap perlindungan anak justru bisa menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang

serta siap hadir di tengah masyarakat menjadi generasi unggulan.