Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO dan ISH (International Society of Hypertension), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, 3 juta diantaranya meninggal setiap tahun. Berdasarkan Riskesdes Nasional tahun 2007, di Indonesia hipertensi berada di urutan ketiga penyebab kematian semua umur, setelah Stroke dan TB, dengan proporsi kematian sebesar 6,8%. Di Indonesia prevalensi hipertensi pada usia >18 tahun adalah sebesar 31,7%. Untuk Sulawesi Selatan prevalensi hipertensi mencapai 29,0%, lebih rendah dari angka nasional. Di Sulawesi Selatan ada 3 tempat prevalensi hipertensi terbanyak yakni, Soppeng (40,6%), Sidenreng Rappang (23,3%) dan kota Makassar (23,5%). Proporsi kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua prevalensinya selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi. 1, 2 Studi Framingham disebutkan bahwa hipertensi essensial, 65% pada wanita dan 78% pada pria berhubungan langsung dengan peningkatan berat badan dan obesitas. Hipertensi dapat diprediksi dengan mengukur tekanan darah seseorang. Tekanan darah seseorang berhubungan dengan rasio lingkar pinggang-pinggul dan asupan natrium. Obesitas android berkaitan erat dengan hipertensi. Indikator adanya obesitas android dapat dinilai berdasarkan besarnya rasio lingkar pinggang-pinggul. 3 Obesitas merupakan salah satu permasalahan di seluruh dunia, ini dikarenakan prevalensinya yang cukup tinggi dan terus meningkat pada orang dewasa maupun remaja. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obesitas. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4%
49

skripsi suprapto

Jan 19, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: skripsi suprapto

  1  

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO dan ISH (International Society of Hypertension), saat ini terdapat

600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, 3 juta diantaranya meninggal setiap tahun.

Berdasarkan Riskesdes Nasional tahun 2007, di Indonesia hipertensi berada di urutan

ketiga penyebab kematian semua umur, setelah Stroke dan TB, dengan proporsi kematian

sebesar 6,8%. Di Indonesia prevalensi hipertensi pada usia >18 tahun adalah sebesar

31,7%. Untuk Sulawesi Selatan prevalensi hipertensi mencapai 29,0%, lebih rendah dari

angka nasional. Di Sulawesi Selatan ada 3 tempat prevalensi hipertensi terbanyak yakni,

Soppeng (40,6%), Sidenreng Rappang (23,3%) dan kota Makassar (23,5%). Proporsi

kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua prevalensinya selalu lebih tinggi pada

kelompok hipertensi.1, 2

Studi Framingham disebutkan bahwa hipertensi essensial, 65% pada wanita dan

78% pada pria berhubungan langsung dengan peningkatan berat badan dan obesitas.

Hipertensi dapat diprediksi dengan mengukur tekanan darah seseorang. Tekanan darah

seseorang berhubungan dengan rasio lingkar pinggang-pinggul dan asupan natrium.

Obesitas android berkaitan erat dengan hipertensi. Indikator adanya obesitas android

dapat dinilai berdasarkan besarnya rasio lingkar pinggang-pinggul. 3

Obesitas merupakan salah satu permasalahan di seluruh dunia, ini dikarenakan

prevalensinya yang cukup tinggi dan terus meningkat pada orang dewasa maupun

remaja. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia

Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan

1,5% tergolong obesitas. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4%

Page 2: skripsi suprapto

  2  

mengalami obesitas. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada

laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight

pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8%. 4

Data riskesdas pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas pada remaja

usia 15 tahun keatas sebesar 19,1%, prevalensi obesitas untuk jenis kelamin laki-laki usia

6-14 tahun sebesar 9,5% dan untuk jenis kelamin perempuan usia 6-14 tahun sebesar

6,4%. Data Riskesdas pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan di Indonesia

pada remaja usia 13 – 15 tahun yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 2,9% dan

perempuan 2,0%, sedangkan untuk usia 16-18 tahun masing-masing sebesar 1,3% dan

1,5%. (Depkes RI, 2011). 5

Metode pengukuran antropometri tubuh dapat digunakan sebagai skreening

obesitas. Terdapat berbagai macam metode pengukuran tubuh, antara lain pengukuran

indeks massa tubuh, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan, serta

perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul. Lingkar pinggang merupakan

pengukur distribusi lemak abdominal yang mempunyai hubungan erat dengan indeks

massa tubuh. Dalam Studi Framingham pada tahun 2007 disebutkan peningkatan lingkar

pinggang merupakan indikator sindroma metabolik yang lebih baik jika dibandingkan

dengan indeks massa tubuh. 6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah hubungan ukuran lingkar leher dengan resiko terjadinya

hipertensi.

2. Bagaimanakah hubungan ukuran lingkar pinggang dengan resiko terjadinya

hipertensi.

Page 3: skripsi suprapto

  3  

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui proporsi hipertensi di rumah Sakit Pelamonia

2. Mengetahui distribusi lingkar leher di rumah Sakit Pelamonia

3. Mengetahui distribusi lingkar pinggang di rumah Sakit Pelamonia

4. Mengetahui Hubungan lingkar leher dengan hipertensi

5. Mengetahui hubungan lingkar pinggang dengan hipertensi

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan masukan untuk menentukan kebijakan dan

proritas dalam menggunakan metode pengukuran lingkar leher dan lingkar

pinggang untuk menentukan obesitas

2. Mempermudah bagi para akademisi dalam penelitian untuk menentukan metode

pengukuran antropometri tubuh yang paling baik sebagai skreening sindroma

metabolik dengan faktor risiko obesitas

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar masyarakat bisa lebih mengetahui

lagi akan resiko akan obesitas.

Page 4: skripsi suprapto

  4  

11  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Defenisi

Menurut Kaplan, hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan Organisasi Kesehatan

Dunia hipertensi yaitu sistolik atau diastolik. Dikatakan hipertensi sistolik jika tekanan

sitolik lebih dari 140 mmHg. Hipertensi diastolik didefenisikan pada suatu rentang

tekanan, tapi nilai yang lebih dari 90mmHg.(7) Menurut the Seventh Report of the joint

National Comittee on Prevention , Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2.8

Berdasarkan analisis yang dilakukan Ekowati dkk, faktor umur berperan penting

tehadap resiko hipertensi seseorang. Semakin meningkat umur responden semakin tinggi

resiko hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Zamhir dimana

prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada usia 25-44

tahun Prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 tahun prevalensi hipertensi

sebesar 51% sedangkan pada usia ≥ 65 tahun sebesar 65%. Tingkat kejadian hipertensi

sejalan dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena perubahan struktur pada

pembuluh darah besar, menyebabkan lumen pembuluuh darah besar menjadi lebih sempit

dan diding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sehingga jantung memberikan respon

yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik.9,10

2. Klasifikasi

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan tekanan

darah. Berdasarkan etiologi hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu hipertensi

Page 5: skripsi suprapto

  5  

primer atau hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Adapun hipertensi primer

penyebabnya berupa multifaktorial yang meliputi faktor genetik dan faktor lingkungan,

yang dapat mempengaruhi faktor genetik yaitu kepekaan terhadap sodium, kepekaan

terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin

dan lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, strok

emosis, obesitas, dan lain-lain. Hipertensi sekunder dapat di akibatkan karena penyakit

ginnjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-

lain. Lebih dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial/ hipertensi primer,

Sedangkan hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. 11

Seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Untuk

pembagian yang lebih rinci, JNC, membuat klasifikasi yang mengalami perubahaan dari

waktu kewaktu. Pada JNC V (1992) hipertensi dibagi dalam 4 tingkat: ringan, sedang,

berat, dan sangat berat. Pada JNC VI (1997) hipertensi dibagi menjadi tingkat 1, tingkat

2, dan tingkat 3 ditambah satu kelompok hipertensi sistolik terisolasi; sedangkan

klasifikasi terbaru (JNC VII, 2003) hanya membagi hipertensi menjadi tingkat 1 dan

tingkat 2 dan menghilangkan kelompok hipertensi sistolik terisolasi. 12

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Berdasarkan JNC VII

Klasifikasi Tekanan Darah

(TD)

Tekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah diastolik

(mmHg)

Normal < 120 < 80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Derajat 1 140-159 90-99

Derajat 2 > 160 > 100

Sumber: U.S. Department Of Health and Human Services

National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute8

Page 6: skripsi suprapto

  6  

3. Fisiologi Tekanan Darah

Darah harus mengalami tekanan agar dapat dialirkan keseluruh bagian dari tubuh.

Jika aliran darah menurun maka sel-sel tubuh akan mengalami kekurangan oksigen

nutrisi dan sebagainya yang jika tidak ditanggulangi dapat berdampak pada kematian.

Tekanan darah bergantung kepada:13

a. Curah jantung

b. Tahanan perfier pada pembuluh darah

c. Volume atau isi darah yang bersirkulasi

Faktor utama (mayor) dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan

tahanan perifer total. Bila output jantung (curah jantung) meningkat, maka tekanan darah

arterial akan meningkat, kecuali jika jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer

menurun.13

a. Curah jantung bergantung pada:

• Baliknya aliran darah vena

• Kontrol otonom irama jantung dan kontraktilitas jantung

• Kemampuan otot jantung berespon dengan wajar

b. Tahanan perifer

• Tonus intrinsik arteriola

• Regulasi otonom

• Hormon yang bersirkulasi, diantaranya dapat disebut:

i. Angiotensin II

ii. Katekolamin

Page 7: skripsi suprapto

  7  

Sebagian besar tahanan perifer terjadi di arteriola (urat nadi kecil) dan diatur oleh

kontraksi otot dindingnya. Pada kebanyakan kasus hipertensi, baik yang eksperimental

maupun pada manusia, hal yang tetap dijumpai ialah peningkatan tahanan perifer. Curah

jantung pada sebagian besar kasus hipertensi pada manusia dalam batas normal.7

c. Volume dan kontrol volume darah

Ini dapat dimediasi melalui aldosteron, hormon antidiuretik, dan aliran darah ginjal.

Retensi natrium dan peningkatan volume darah dapat memainkan peranan dalam

mengatur tekanan darah. Faktor penting (mayor) yang dicetus untuk menurunkan tekanan

darah berbeda sesuai kebutuhan cepatnya penurunan dibutuhkan.13

• Restorasi (pembetulan) cepat, (beberapa detik sampai 12 jam)

i. Baroreseptor

ii. Kemoreseptor

iii. Iskemia otak (mengakibatkan stimulasi pusat vasomotor)

• Restorasi kurang cepat (30 menit sampai 2 hari), stimulasi

renin/angiotensin (melalui efek langsung pada pembuluh darah)

• Restorasi lambat (lebih lama dari 2 hari), stimulasi renin/angiotensin

(melalui produksi aldosteron dan retensi garam. Kontrol langsungg ginjal,

melalui ekskresi garam.

4. Patogenesis

3.1 Hipertensi primer

Berbagai faktor seperti genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan

membran sel, aktifitas saraf simpatis dan sitem renin-angiotensin yang mempengaruhi

Page 8: skripsi suprapto

  8  

keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal, serta

obesitas dan faktor endotel mempunyai peranan dalam peningkatan tekanan darah pada

hipertensi primer.7

Pada tahap awal hipertensi esensial, curah jantung meningkat namun tahanan

perifer dalam keadaan normal. Hal ini disebabkan karena peningkatan aktifitas tonus

simpatis. Tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer

meningkat, akibat terjadinya fefleks autoregulasi. Oleh karena curah jantung meningkat

maka terjadi kontraksi otot sfingter prekapiler, sehingga tahanan perifer meningkat.

Selain perubahan hemodinamik tersebut, terjadi pula perubahan struktur, berupa

hipertrofi dinding pembuluh darah dan penebalan dinding intraventrikuler. Diduga ada

faktor lain yang bekerja dalam mekanisme ini selain faktor hemodinamik. Apakah faktor

hormonal atau perubahan anatomis pembuluh darah yang mempenngaruhi hipertensi

esensial, belum diketahui secara pasti.7

Natrium (garam) menjadi hal yang sangat penting dalam patofisiologi hipertensi.

Hipertensi hampir tidak ditemukan pada kelompook suku dengan asupan garam yang

sangat rendah. Asupan natrium menyebabkan peningkatan volume plasma, akibatnya

terjadi peningkatan curah jantung, sehingga terjadilah hipertensi.9

Sistem renin-angiotensin dan aldosteron juga dapat menimbulkan hipertensi.

Produksi renin diantaranya dipengaruhi oleh stimulasi saraf simpatis. Renin berperan

dalam proses konnversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang memiliki efek

Vasokontriksi. Adanya angiotensin II juga meningkatkan sekresi aldosteron, dan

mengakibatkan retensi natrium dan air, sehingga terjadi hipertensi.9

Disamping itu pula terdapat faktor lingkungan, seperti stress psikososial, obesitas

dan kurang olah raga yang mempengaruhi timbulnya hipertensi esensial. Pada penderita

Page 9: skripsi suprapto

  9  

obesitas dengan hipertensi diketahui curah jantung dan volume sirkulasi lebih tinggi

daripada penderita dengan berat badan normal. Pada obesitas tahanan perifer berkurang

atau normal, sedangkan aktifitas saraf simpatis meninggi, dengan aktifitas renin plasma

yang rendah.7

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf simpatis,

yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Bila stress berkepanjangan

maka tekanan darah akan menetap tinggi.7

3.2 Hipertensi sekunder

Patofisiologi hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit yang mendasari,

sebagai contoh :14

a. Penyebab hipertensi sekunder yang paling sekunder yang paling sering adalah

penyakit ginjal kronis. Serangan pada ginjal akibat glomerulonefritis kronis atau

stenosis arteri renalis akan mengganggu ekskresi natrium sistem renin-

angiotensin-aldosteron atau perfusi renal sehingga tekanan darah meningkat.

b. Pada sindrom cushing, peningkatan kadar kortisol akan menaikan tekanan darah

melalui peningkatan retensi natrium renal, kadar angiotensin II, dan respon

vaskuler terhadap norepinefrin.

c. Pada aldosteronisme primer, penambahan volume intravaskuler, perubahan

konsentrasi natrium dalam dinding pembuluh darah, atau kadar aldosteron yang

terlampau tinggi menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan retensi.

d. Feokromositoma merupakan tumor sel kromatin medulla adrenal yang

menyekresi epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin meningkatkan kontraktilitas dan

frekuensi jantung, sementara norepinefrin meningkatkan resistensi vaskuler

perifer.

Page 10: skripsi suprapto

  10  

5. Faktor Risiko

a. Usia

Berbagai kelainan hemodinamik yang mendasari berlakunya hipertensi pada

individu dari usia yang berbeda. Pada pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang

mengalami hipertensi, secara tipikal mengalami hipertensi kombinasi sistolik dan

diastolik, yaitu tekanan sistolik > 140mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. Pada

hipertensi tipe ini, kelainan hemodinamik terutama adalah vasokontriksi pada arteriole.

Tetapi pada penderita hipertensi usia lebih dari 50 tahun biasanya mengalami hipertensi

sistolik saja yaitu, tekanan sistolik > 140mmHg dan tekanan diastolik <90 mmHg. Risiko

kardiovaskuler meningkat secara kurviliniear dengan peningkatan tekanan sistolik tetapi

berhubung terbalik dengan tekanan diastolik pada penderita hipertensi yang lebih lanjut

usianya. Contohnya tekanan darah 170/70 mmHg membawa risiko penyakit jantung

koronerr dua kali dibanding dengan tekanan darah 170/110 mmHg. Kelainan

hemodinamik yang berlaku pada kondisi ini adalah penurunan disensibilitas arteri-arteri

besar. Hal ini timbul karena terjadinya penggantian serabut elastin dengan serabut

kolagen dan deposit jarinngan ikat pada lamina elastik aorta.15

b. Faktor Keturunan atau Gen

Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Dugaan

hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita

hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderrita

hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi.16

c. Etnik

Di Amerika serikat, prevalensi hipertensi menunjukan varisai yang jelas pada

perbedaan etnik dimana hipertensi didapati pada satu kasus pada setiap tiga orang kulit

hitam (African American) dibanding dengan satu satu kasus setiap empat atau lima orang

Page 11: skripsi suprapto

  11  

kulit putih atau Mexican American. Selain dari prevalensinya, didapati juga hipertensi

pada orang kuling hitam Amerika muncul pada usia yang lebih muda dan menyebabkan

kerusakan organ yang bermakna.15

d. Kebiasaan Merokok

Menurut Kaplan, efek kenaikan tekanan darah oleh ying disebabkan karena

nikotin pada rokok berlangsung akut, bahkan pada pecandu rokok sekalipun. Jika masih

mengkonsumsi rokok maka tekanan darah akan meningkat, dan tidak ada batas

toleransinya. Salah satu perkiraan hubungan merokok dengan peningkatan tekanan darah

yaitu resistensi insulin, melemahnya relaksasi bergantung endothelium dan peningkatan

level endotel.(17) Merokok menurunkan komplians dinding arteri, meningkatkan agregasi

platelet, meningkatkan fibrinogen, dan menurunkaan HDL kolestrol.18

e. Kebiasaan aktivitas fisik

Aktifitas fisik secara umum dibagi berupaa kegiatan rumah tangga dan olahraga.

Berdasarkan penelitian yangg dipublikasikan oleh American Journal of Public Health

April 2007 didapati bahwa orang dewasa muda yang berolahraga rata-rata 5 kali

seminggu dan kira-kira terjadi pembakaran 300 kalori per sesi olahraga mengalami risiko

hipertensi sebanyak 17%.19

f. Stres Pekerjaan

Setiap orang pasti tidak ada yang tidak pernah mengalami stres karena

kegiatannya. Stres yang besar dan menahun akan memicu timbulnnya berbagai keluhan

dan penyakit, misal salah satunya akan beresiko mengalami hipertensi.16

g. Faktor Obesitas

Semakin gemuk tubuh seseorang maka kerja kerja jantung akan semakin

memperberat untuk memompa darah. Obesitas menyebabkan perubahan pada

hemodinamika dan sistem kardiovaskuler pada tubuh manusia. Penambahan berat badan

Page 12: skripsi suprapto

  12  

yang cepat meningkatkan aliran darah regional, kadar curah jantung, dan denyut jantung

berdasarkan studi eksperimental pada hewan dan manusia. Peningkatan denyut jantung

saat istrahat pada obesitas kronis disebabkan terutamanya karena pertambahan tonus

parasimpatetik berbanding dengan peningkatan aktivitas simpatetik atau peningkatan

denyut jantung intrinsik. Orang yang mengalami obesitas disertai hipertensi pada

umumnya karena resistensi insulin dan hiperlipidemia hasil dari peningkataan masa

lemak, Namun resistensi insulin dapat terjadi juga pada orang yang tidak mengalami

obesitas.16

h. Jenis Kelamin

Pada wanita yang telah telah masuk usia menopause risiko untuk kejadian atau

prevalensi hipertensi meninngkat dengan cepat.15,20Pada pria umumnya hipertensi

disebabkan karena pekerjaan, pekerjaan disini mungkin dapat dikarenakan perasaan

kurang nyaman terhadap pekerjaannya. Sampai usia 55 tahun pria lebih beresiko untuk

terkena hipertensi dibandingkan dengan wanita. Menurut Edward D. Frohlich, satu

diantara lima pria dewasa akan mempunyai peluang untuk terkena hipertensi.21

i. Kebiasaan Minum Kopi

Kafein adalah sejenis komposisi alkaloid xanthine, yang merupakan kandungan

utama yang berada pada kopi. Metabolisme kafein terjadi di dalam hepar oleh enzim

sitokrom oksida P450, yang menghasilkan 3 metabolik dimetilxantin yaitu paraxanthine

(84%), theobromine (12%), dan theophyline (4%). Theobromine dapat menyebabkan

terjadinya dilatasi pembuluh darah dan peningkatan jumlah urin. Paraxanthine bekerja

sebagai non-selektif kompetitif inhibitor pada reseptor adenosine sehingga menyebabkan

peninngkatan tekanan darah diastolik dan peningkatan kadar epinefrin di dalam plasma.

Theophyline menyebabkan relaksasi otot polos bronkhial,untuk di jantung memberikan

efek inotropik positif dengan meningkatkan kontraktilitas dan efisiensi otot jantung, serta

Page 13: skripsi suprapto

  13  

bersifat kronotropik positif dengan meningkatkan denyut jantung, sehingga

meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah ginjal. Studi kontrol plasebo

telah menunjukan bahwa kafein menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan

darah dan meningkatkan katekolamin dan asam lemak bebas dalam plasma. Kafein

bekerja sebagai antagonis pada reseptor adenosine di dalam otak. Pengurangan aktivitas

dari neurotransmitter dopamine. Kafein dapat juga menyebabkan peningkatan epinefrin/

adrenalin.

6. Epidemiologi

Menurut WHO jika penyakit kardiovaskuler (PKV) dikaitkan dengan hipertensi,

maka hipertensi menjadi pembunuh nomor satu di dunia dengan korban sebesar

12juta/pertahun atau 20%-50% dari seluruh kematian. Berdasarkan Riskesdas Nasional

tahun 2007, hipertensi berada di urutan ketiga penyebab kematian semua umur, setelah

stroke dan TB, dengan proporsi kematian sebesar 6,8%. Adapun prevalensi nasional

hipertensi pada penduduk umur >18 tahun adalah sebesar 31,7% (berdasarkan

pengukuran). Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan 29,0%, lebih rendah dari angka

nasional. Menurut kabupaten, prevalensi hipertensi tertinggi adalah di Soppeng (40,6%)

dan Sidenreng Rappang (23,3%) serta kota Makassar (23,5%).1

7. Patofisiologi

Di dalam tubuh terdapat system yamg mencegah perubahan tekanan darah secara

akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan

kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinnya,

system control tersebut dibedakan dalam system yang bereaksi segera, yang bereaksi

kurang cepat dan yang bereaksi dalam jangka panjang

Page 14: skripsi suprapto

  14  

Refleks kardiovaskuler melalui system saraf termasuk systemcontrol yang

bereaksi segera. Sebagai contoh baroreseptor yang terletak pada sinus carotis dan arkus

aorta berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain system kontrol saraf

terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon

iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan

otot polos.

Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang dikontrol

oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk system control yang bereaksi kurang

cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh system yang

mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.22

Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan berbagai fakta yang

dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien

kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya menderita hipertensi,

menyokong pendapat bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap timbulnya

hipertensi.22

Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meninggi sedangkan tahanan

perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap

selanjutnya curah jantung kembali normal, sedangkan tahanan perifer meningkat yang

disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi ialah

mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh

karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningggian tahanan perifer.

Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam

waktu yang lama, sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh

karena itu diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada

Page 15: skripsi suprapto

  15  

hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi

yangg terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan

hemodinamik tersebut diikuti pula dengan kelainan struktural pada pembuluh darah dan

jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding sedangkan pada jantung terjadi

penebalan dinding ventrikel.

Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari

angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen

yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon renin yang diproduksi di diginjal akan diubah menjadi

angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II inilah yang berperan kunci dalam menaikan tekanan darah

melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa

haus. Hormon ADH dihasilkan di kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Jika ADH meningkat maka urin yang akan

dikeluarkan dari tubuh menjadi sedikit sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya.

Untuk mengencerkannya, volume cairan akan ditingkatkan dalam hal ini cairan

ekstraselular dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume

darah meningkat, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

darah.22

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl

Page 16: skripsi suprapto

  16  

(garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada

gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pada tahun 1996, Welbourn dkk, menunjukan adanya peninggian kadar glukosa

darah dan insulin pada pasien hipertensi yang menjalani tes pembebanan. Study pasien

framingham juga melaporkan adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dan

hipertensi. Intoleransi glukosa terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar insulin dalam

plasma yang disebut sebagai hiperinsulinemia.22

8. Diagnosis Hipertensi

Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan :5

a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya

penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

c. Mengidentifikasi adanya faktor resiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit

penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan

pengobatan.

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian

tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga

diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi

hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.5

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,

riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,

Page 17: skripsi suprapto

  17  

penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,

gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan

(seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan

keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran

tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang

dengan kontralatera.10

9. Penatalaksanaan Hipertensi

9.1Penatalaksanaan Non Farmakologis

Langkah awal pengobatan hipertensi secara non farmakologis adalah dengan menjalani

gaya hidup sehat yaitu : 23,24

1. Menghentikan kebiasaan merokok.

2. Menurunkan berat badan berlebih.

3. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih.

4. Latihan fisik yang tidak terlalu berat secara teratur.

5. Menurunkan asupan garam.

6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.

9.2 Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang di anjurkan oleh JNC VII :8

1. Diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonist (Aldo Ant)

2. Beta Blocker (BB)

3. Calcium Chanel blocker atau calcium antagonist (CCB)

4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

5. Angiotensin II Receptor Blocker atau ATI receptor antagonist blocker (ARB)

Page 18: skripsi suprapto

  18  

B. Obesitas

1. Defenisi

Obesitas atau istilah yang sering digunakan masyarakat berupa kegemukan,

merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja.Obesitas atau

kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk atau terlalu besar yang disebabkan

penumpukan jaringan adipose secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana

seseorang memiliki berat badan yang lebih berat jika dibandingkan dengan berat badan

idealnya, ini dikarenakan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya.25 Seseorang

dikatakan overweight jika perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar

yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh

tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Apabila ditemukan total lemak

tubuh >25% pada pria dan >33% pada wanita maka di interpretasikan sebagai obesitas. 26

Obesitas terjadi jika dalam satu periode waktu, kilokalori yang masuk melalui

makanan lebih banyak dibandingkan dengan yang digunakan untuk menunjang

kebutuhan energi tubuh, sehingga yang tidak digunakan untuk energi tubuh disimpan

dalam bentuk trigliserida di jaringan lemak. 27

Obesitas pada bagian tubuh bawah adalah suatu keadaan dimana tingginya

akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini berhubungan erat

dengan terjadinya gangguan menstruasi pada wanita. Sehingga obesitas tipe ini lebih

sering terjadi pada wanita atau disebut “ gynecoid obesity ”. 28

Dari tahun ke tahun terus terjadi peningkatan angka obesitas pada penduduk

Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas dan

gizi lebih pada penduduk Indonesia usia 15 tahun keatas secara nasional adalah 19,1%.

Di Jawa Timur, prevalensi obesitas dan gizi lebih telah melampaui angka nasional, yaitu

20,4%. 29

Page 19: skripsi suprapto

  19  

pada remaja angka kejadian obesitas mencapai 80%, sehingga penting untuk di

perhatikan penting untuk diperhatikan, karena remaja yang mengalami obesitas 80%

beresiko untuk mendapatkan obesitas pada saat dewasa. Selain itu, remaja yang

mengalami obesitas sering didapatkan diagnosis dengan kondisi penyakit yang biasa

dialami orang dewasa, seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi. Remaja yang mengalami

obesitas sepanjang hidupnya berisiko lebih tinggi bila di bandingkan dengan orang yang

berat badannya normal untuk menderita berbagai masalah kesehatan yang serius, seperti

penyakit jantung, stroke, diabetes, asma, dan beberapa jenis kanker. Cenderung orang

yang mengalami obesitas mendapatkan masalah psikologis dan sosial pada remaja,

termasuk peningkatan risiko depresi karena sering ditolak oleh teman temannya serta

digoda dan dikucilkan karena berat badan mereka. 29

2. Etiologi Obesitas

Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat kalori yang dikonsumsi lebih banyak daripada

yang diperlukan oleh tubuh. Meskipun penyebab utamanya belum diketahui, namun

obesitas pada remaja terlihat cenderung lebih kompleks, multifaktorial, dan berperan

sebagai pencetus terjadinya penyakit kronis dan degeneratif. 25 Faktor resiko yang

berperan terhadap terjadinya obesitas antara lain:

a. Faktor Genetik. Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas, namun

sangat jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan

dengan kelainan pada banyak gen. Setiap peptida/ neurotransmiter yang

merupakan sinyal neural dan humoral yang mempengaruhi otak memiliki gen

tersendiri yang mengkodenya. Setiap Mutasi pada gen-gen tersebut akan

menyebabkan kelainan pada produksi neuropeptida/ neurotransmiter yang

mempengaruhi otakyang mempengaruhi otak sehingga juga akan mempengaruhi

respon otak untuk meningkatkan asupan makanan ataupun menghambat asupan

Page 20: skripsi suprapto

  20  

makanan. Demikian pula faktor transkripsi yang mempengaruhi pembentukan sel

lemak yaitu PPAR-γ memiliki gen yang mengkodenya. Kelainan pada gen ini,

akan pula menyebabkan kelainan pada nasib zat gizi. Mutasi pada gen PPAR-γ

menyebabkan PPAR-γ tidak aktif. Pada penyebab gen tunggal yang diantaranya

sudah diketahui adalah adanya mutasi pada gen leptin, reseptor leptin, reseptor

melanocortin-4, pro-opiomelanocortin dan pada gen PPAR-gamma. Adanya

mutasi multigen penyebab obesitas saat ini masih terus diteliti. 30

b. Faktor lingkungan. Gen memang merupakan faktor penting dalam timbulnya

obesitas, namun lingkungan seseorang memiliki peranan penting dalam

timbulnya obesitas.Lingkungan dalam hal ini adalah perilaku atau pola gaya

hidup, misalnya apa yang dimakan dan berapa kali dalam sehari orang tersebut

makan, serta bagaimana aktifitasnya setiap hari. Seseorang tidak dapat mengubah

pola genetiknya namun untuk mengubah pola makan dan aktifitasnya itu dapat

dirubah.25

c. Faktor Psikososial. Apa yang ada dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi

kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya

dengan makan. Gangguan emosi ini merupakan masalah serius dan dapat

menimbulkan kesadaran berlebih tentang kegemukannya serta rasa tidak percaya

diri dalam pergaulan bersosial.

d. Faktor kesehatan. Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya

obesitas antara lain, hipothyroidisme, sindroma cushing, sindroma prader-willi,

3. Pengukuran Lingkar Pinggang dan Lingkar Leher sebagai skreening obesitas

1. Lingkar Pinggang

IMT merupakan salah satu cara untuk menentukan total lemak tubuh, tetapi IMT

indikator terbaik untuk obesitas. Selain IMT, ada metode lain untuk pengukuran

Page 21: skripsi suprapto

  21  

antropometri tubuh yaitu dengan cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan

obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap

etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehinggga IDF ( Internasional Diabetes

Federation ) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis.

Tabel 2.2 Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis (IDF, 2005).

Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas

Eropa Pria >94

Wanita >80

Asia Selatan

Populasi China, Melayu, dan Asia-India

Pria >90

Wanita >80

China Pria >90

Wanita >80

Jepang Pria >85

Wanita >90

Amerika Tengah dan Selatan Gunakan rekomendasi Asia Selatan

hingga tersedia data spesifik

Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga

tersedia data spesifik

Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga

tersedia data spesifik

Sumber: Tjokroprawiro, 2006

2. Lingkar Leher

IMT merupakan alat antropometri yang sering digunakan untuk menentukan berat

badan seseorang apakah dalam batas normal, overweight dan apakah masuk dalam

Page 22: skripsi suprapto

  22  

kategori obesitas. Banyak penelitian telah menunjukkan nilai lingkar pinggang sebagai

indeks dari pusat obesity. Peneliti lain menunjukkan bahwa nilai lingkar pinggang , baik

sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan IMT, diperkirakan memiliki hubungan yang

lebih kuat untuk beberapa hasil kesehatan daripada BMI. Lingkar leher juga telah

digunakan sebagai proxy potensi obesitas dan penyakit kardiovaskular pada penderita

dewasa. Pengukuran lingkar leher merupakan indikator yang lebih baik untuk lemak

tubuh bagian atas, jika dibandingkan dengan BMI. Pengukuran lemak tubuh bagian atas

dapat membantu untuk memprediksi obesitas yang behubungan dengan komplikasi

seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, dan apnea tidur obstruktif. 31

C. Kerangka Teori

Sumber: dikutip dari pustaka no.32.

Gambar 2.1 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Page 23: skripsi suprapto

  23  

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Independent variabel Dependent

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, dipilh salah satu variabel risiko

untuk diteliti yaitu obesitas. Namun penentuan obesitas dipenilitian ini lebih ditekankan

pada pengukuran lingkar leher dan lingkar pinggang, karena masih jarang penelitian yang

menggunakan pengukuran lingkar leher dan lingkar pinggang sehingga judul penelitian

ini yaitu hubungan antara lingkar leher dan lingkar pinggang dengan kejadian hipertensi.

Beberapa faktor risiko lain tidak dilakukan dalam penelitian ini karena keterbatasan

tenaga dan waktu serta tempat yang khusus, misalnya seperti pemeriksaan konsumsi

natrium berupa garam karena sulit untuk mengukur jumlah konsumsi garam tiap hari tiap

individu.

B. Definisi Operasional

1. Variabel dependen : Hipertensi

Definisi : Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg sesuai dengan

kesepakatan dalam JNC VII.

Ukuran Lingkar Leher

Hipertensi

Ukuran Lingkar Pinggang

Page 24: skripsi suprapto

  24  

Alat ukur :

a. Spygmomanometer

Sphygmomanometer yang dipakai adalah jenis sphygmomanometer raksa

merk ABN dan sphygmomanometer aneroid, dengan ketelitian 1 mmHg.

b. Stetoskop

Stetoskop yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop merk

ABN.

Cara Ukur :Pasien disuruh istrahat 5 menit sebelum pemeriksaan,

istrahat bisa posisi duduk atau berbaring. Kemudian diukur dalam posisi duduk

atau berbaring pada lengan kanan. Lengan kanan sedikit flexi, lengan atas

setinggi jantung. Lengan baju disingkirkan kemudian pasang manset yang

lebarnya dapat melingkari sekurang-kurangnya 2/3 panjang lengan atas dan tidak

boleh menempel baju. Lakukan palpasi anteri untuk mendapatkan posisi

stetoskop yang tepat, kurang lebih stetoskop diletekan di fossa cubiti.Pemompaan

dilakukan hingga 20-30 mmHg di atas tekanan waktu denyut arteri radialis tidak

teraba. Pengempesan dilakukan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap detik. Tekanan

sistolik dinyatakan dengan korotkoff I dan tekanan diastolik dengan korotkoff V.

Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali untuk mengambil rata-ratanya dengan

selisih waktu pengukuran 5 menit.

Hasil ukur: Berdasarkan hasil yang didapatkan selama pengukuran dan dinilai

berdasarkan klasifikasi tekanan darah menurut kriteria JNC VII, maka ditetapkan

menjadi dua kelompok hasil yaitu:

1. Normotensi yaitu ≤  120-139/80-89

2. Hipertensi yaitu ≥ 140/90

Page 25: skripsi suprapto

  25  

Skala : Numerik

2. Variabel independen : Lingkar Leher

Definisi : Hasil ukur antropometri pada leher, yang diukur dengan

pita pengukur pada bagian tengah leher dengan posisi badan berdiri tegak dan

kepala tegak menghadap ke depan yang diukur dalam cm.

Alat ukur : Tape measuring /metline

Metline yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis plastic tape measuring

merk butterfly, dengan ketelitian 1 mm.

Cara ukur : Diukur pada posisi berdiri tegak, tenang, dan kepala

menghadap lurus ke depan. Pada pria dengan prominentia laryngeal (adam’s

apple), lingkar leher diukur tepat di bawah adam’s apple. Sedangkan pada wanita,

lingkar leher diukur pada bagian tengah leher, yaitu di antara spina midcervicalis

dan midanterior leher, pastikan pita pengukur tidak menekan leher terlalu ketat.

Nyatakan lingkar leher dalam cm.

Hasil ukur : Pria ≥  39,5 (obesitas)

Wanita ≥  36,5 (obesitas)

Skala : Ordinal

3. Variabel independen : Lingkar pinggang

Definisi : Hasil ukur antropometri pada pinggang yang diukur

dengan pita pengukur /metline dalam cm.

Alat ukur : Tape measuring /metline

Page 26: skripsi suprapto

  26  

Metline yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis plastic tape measuring

merk butterfly, dengan ketelitian 1 mm.

Cara ukur : Diukur dalam posisi berdiri tegak dan tenang. Baju atau

penghalang pengukuran disingkirkan. Letakkan pita pengukur di tepi atas crista

illiaca dextra. Kemudian pita pengukur dilingkarkan ke sekeliling dinding perut

setinggi crista illiaca. Yakinkan bahwa pita pengukur tidak menekan kulit terlalu

ketat dan sejajar dengan lantai. Pengukuran dilakukan saat akhir dari ekspirasi

normal. Nyatakan lingkar pinggang dalam cm.

Hasil ukur : Pria >90 (obesitas)

Wanita >80 (obesitas)

Skala : Ordinal

C. Hipotesis

1. Hipotesis Nol

• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit

Pelamonia

• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah

sakit Pelamonia

2. Hipotesis Alternatif

• Adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit

pelamonia

• Adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah sakit

pelamonia

Page 27: skripsi suprapto

  27  

11  

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian analitik dengan

menggunakan desain kuantitatif jenis Cross sectional. Cross sectional adalah suatu

rancangan penelitian observational yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen dengan variabel dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat

(serentak). 33Tempat yang diambil dipilih secara acak menggunakan metode Cluster

Sampling.34

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Januari

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah sakit pendidikan Pelamonia

C. Subjek Penelitian

1. Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah pasien rumah sakit Pelamonia, yang

memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

2. Kriteria inklusi

Menurut Nursalam kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.

Page 28: skripsi suprapto

  28  

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

• Pasien poli interna

• Umur diatas 40 tahun

• Bersedia informed consent

3. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

• Pasien dengan struma / goiter

• Pasien yang sedang hamil

• Pasien dengan decompensasio cordis

• Pasien yang menderita gangguan anatomi sehingga tidak dapat diukur

antropometrinya.

D. Teknik pengumpulan Data

• Jenis data : data yang dikumpul berupa data primer dengan mengukur

lingkar leher, lingkar pinggang seseorang secara langsung

dan mengukur tekanan darah berdasarkan pemeriksaan

secara langsung serta menggunakan kuisioner kepada

semua pasien yang berobat pada saat itu juga.

• Instrument penelitian: Dalam penelitian ini instrument yang digunnakaan yaitu

stetoskop, tensimeter, kuisioner.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan besar sampel dalam peneliian ini ditentukan berdasarkan rumus

(Lemeshowb dkk, 1997) :

Page 29: skripsi suprapto

  29  

𝑛 =𝑧!!  𝑝  𝑞𝑑! =

𝑧!!  𝑝  (1− 𝑝)𝑑!

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal

α = Kesalahan tipe I

Z = derajat kemaknaan

P = Proporsi pasien

q = 1 – p

d = Presisi

Zα pada α 0,05 dua arah = 1,96 dan satu arah = 1,64

Berdasarkan data dari dinas kesehatan Sulawesi selatan prevalensi hipertensi

di kota Makassar Ini berarti nilai p = 0,235. 1,2 nilai q = 1 – p. Dengan limit dari

error (d) di tetapkan 0,1 dan nilai α = 0,05, maka jumlah sampel yang di butuhkan

sebesar :

n =1,96!. 0,235.0,765

0,1! = 69,06

Jadi, jumlah sampel minimal adalah 70 orang.

F. Manajemen Data

1.Editing

Memeriksa kembali kelengkapan data, memperjelas serta melakukan pengolahan

terhadap data yang dikumpulkan. Editing dilakukan di lapangan bila terjadi kekurangan

atau ketidaksengajaan pengisian agar dapat segera dilengkapi.

Page 30: skripsi suprapto

  30  

2. Coding

Coding dilakukan untuk Menyederhanakan data yang terkumpul dengan cara memberi

kode atau simbol tertentu.

3.Tabulating

Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan pengorganisasian data

sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan

dan dianalisis.

4.Transfering

Pemindahan data yaitu memindahkan data dalam media tertentu pada master tabel.

G. Teknik Analisis Data

1.Univariat

Analisis univariat ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik pasien,

dilakukan dengan menyajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengetahui proporsi

masing-masing variabel.

2. Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas

(lingkar leher dan lingkar pinggang) dan variabel terikat (tekanan darah sistolik dan

tekanan darah diastolik) dilakukan dengan analisis Chi-Square. Analisis data dilakukan

dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) for MS

Windows versi 17.0.

Adapun hipotesis hubungan terdiri dari:

Ho :

• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit

Pelamonia.

Page 31: skripsi suprapto

  31  

• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah

sakit Pelamonia.

Ha :

• Adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit

pelamonia.

• Adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah sakit

pelamonia.

Kriteria penerimaan hipotesis:

Bila nilai p ≤ 0,05 berarti Ha diterima (ada hubungan).

Bila nilai p > 0,05 berarti Ho ditolak (tidak ada hubungan).

Adapun rumus dari chi-square yaitu:

X2 = ∑ (!!!)!

!

Keterangan:

O = Frekuensi nilai yang diamati (Observed value)

E = Frekuensi nilai yang diharapkan (Expected value)

Pada uji chi-square frekuensi responden atau sampel yang digunakan besar, sebab

ada beberapa syarat untuk menggunakan chi square yaitu:

Exposure Outcome Total

D+ D-

E+ a b a+b

E- c d c+d

Total a+c b+d n

Page 32: skripsi suprapto

  32  

1. tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual Count

(FO) sebesar 0 (nol).

2. Apabila bentuk tabel kontingensi 2x2 , maka tidak boleh ada 1 cell saja yang

memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (“Fh’’) kurang dari

5.

3. Apabila bentuk tabel lebih dari 2x2, misal 2x3, maka jumlah cell dengan

frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.

Apabila tabel kontingensi 2x2 seperti diatas, tetapi tidak memenuhi syarat seperti di

atas, yaitu ada cell dengan frekuensi harapan kurang dari 5, maka rumus harus diganti

dengan rumus “Fisher Exact Test”.34

Dalam studi cross sectional , estimasi risiko relative dinyatakan dengan rasio

prevalensi (RP), yakni perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan

baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada RP dihitung dengan cara sederhana,

yakni dengan cara menggunakan tabel 2x2 seperti pada rumus chi-square , maka dapat

dihitung dengan menggunakan RP yaitu:

RP = a/(a+b):c/(c+d)

Keterangan:

a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai factor risiko yang mengalami

efek.

c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa factor risiko yang mengalami efek.

Adapun penerapan rasio prevalensi pada lingkar leher dan lingkar pinggang sebagai

berikut:

Page 33: skripsi suprapto

  33  

Lingkar leher /

Lingkar pinggang

𝑃𝑂𝑅 =𝑎𝑑𝑏𝑐

Keterangan:

a : Subjek dengan faktor risiko mengalami hipertensi

b : Subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami hipertensi

c : Subjek tanpa faktor risiko mengalami hipertensi

d : Subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami hipertensi

Interpretasi hasil:

a. Bila nilai rasio prevalensi = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko

tidak ada pengaruhnya terhadap terjadinya efek atau bersifat netral

b. Bila rasio prevalensi > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka

1, berarti faktor tersebut merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit

c. Bila rasio prevalensi < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka

1, berarti faktor yang diteliti merupakan factor protektif

+ -

A B

C D

Page 34: skripsi suprapto

  34  

d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalensi mencakuo angka 1, maka berarti

populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai rasio

prevalensinya = 1.

H. Etika Penelitian

a. Menyertakan surat izin meneliti di RSUD dari Dinas Kesehatan Makassar.

b. Meminta dengan baik data rekam medik di Rumah Sakit Pelamonia yang

bersangkutan.

c. Melakukan pengukuran atau pemeriksaan di Sakit Pelamonia

d. Catatan medik pasien dijaga kerahasiannya dan sudah disetujui sebagai data

penelitian yang dilakukan.

 

 

 

 

 

 

Page 35: skripsi suprapto

  35  

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSU Tk.II Pelamonia adalah sebuah Rumah Sakit Umum Tingkat II yang terletak

di Sulawei Selatan, kota Makassar, Jl.Jendral Sudirman No. 27. Rumah Sakit Umum

Tingkat II pelamonia adalah rumah sakit umum type B. Penelitian ini dilakukan di Poli

interna. Tenaga kesehatan yang ada di Poli Interna Pelamonia berupa dokter dan perawat,

dengan jumlah dokter tiga orang yang terdiri dari dua dokter Spesialis Penyakit Dalam

dan satu dokter Umum. Poli Interna Pelamonia Makassar menerima pasien mulai pukul

delapan pagi sampai jam 12 siang dan tidak menerima pasien pada hari sabtu sampai

minggu.

B.Analisis Univariat

Berdasarkan rumus besar pengambilan sampel diperoleh 70 orang responden yang

memenuhi kriteria inklusi, adapun hasilnya sebagai berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Kategori Tekanan Darah, Umur, Jenis Kelamin, Lingkar

Leher, Lingkar Pinggang

Variabel Kategori Frekuensi (n) Presentase (%)

Tekanan Normotensi Darah Hipertensi

37 33

52,9 47,1

40-50 tahun 51-60 tahun Umur 61-70 tahun 71-80 tahun 81-90 tahun

21 22 11 12 4

30,0 31,4 15,7 17,1 5,7

Jenis Pria 16 22,9 Kelamin Wanita 54 77,1 Lingkar LL Normal Leher LL Obesitas

32 38

45,7 54,3

Lingkar LP Normal Pinggang LP Obesitas

16 54

22,9 77,1

Sumber: Data Primer    

Page 36: skripsi suprapto

  36  

Dari hasil penelitian diperoleh tekanan darah tertinggi 200/130 mmHg dan

tekanan darah terendah 100/60 mmHg. Umur dari 70 pasien yang diteliti, diperoleh hasil

rata-rata (mean) umur pasien 58 tahun. Umur pasien yang diperiksa paling tua 90 tahun

dan paling muda 40 tahun. Jumlah pasien wanita jauh lebih banyak dari pria. Rata-rata

lingkar leher pasien yang diperiksa 36,9 cm dengan lingkar leher paling rendah sebesar

29 cm dan yang paling tinggi 45 cm. Rata-rata lingkar pinggang pasien yang diperiksa

96,24 cm dengan lingkar pinggan paling tinggi 121 cm dan paling rendah 77 cm.

C. Analisis Bivariat

Hubungan Antara Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang dengan Hipertensi

Hubungan antara lingkar leher dan lingkar pinggang dengan hipertensi pada

pasien Poli Interna RSUP Pelamonia kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2 Hubungan Antara Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang dengan

Hipertensi

Variabel

Derajat Tekanan Darah Nilai p OR IK 95% Normotensi Hipertensi

n % N % LL Normal LL Obesitas

21 16

56,8 43,2

11 22

33,3 66,7

0,050 2,62 0,992-6,946

LP Normal LP Obesitas

13 24

35,1 64,9

3 30

9,1 90,9

0,010 5,42 1,383-21,217

Sumber: Data Primer Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,050 yang menunjukan p ≤ 0,05

namun dari nilai OR sebesar 2,625 dengan batas bawah 0,992 dan batas atas 6,946 yang

menunjukan tidak adanya hubungan secara signifikan antara lingkar leher dengan

hipertensi berdasarkan hasil uji statistik, adapun hubungan lingkar pinggang dengan

hipertensi diperoleh nilai p =0,010 yang menunjukan nilai p ≤ 0,05 dan dari hasil analisis

diperoleh nilai OR sebesar 5,417 dengan batas bawah 1,383 dan batas atas 21,217 pada

interval confidence 95%, hasil ini menunjukan adanya hubungan secara signifikan antara

lingkar pinggang dengan hipertensi berdasarkan hasil uji statistik. Nilai OR sebesar 5,42

Page 37: skripsi suprapto

  37  

tersebut menunjukkan bahwa pasien rawat jalan poli interna di RSUP Pelamonia yang

hasil ukuran lingkar pinggangnya masuk dalam kategori obesitas memiliki risiko

kejadian hipertensi 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang ukuran lingkar

pinggangnya normal.

Page 38: skripsi suprapto

  38  

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien Poli Interna dan tidak dilakukan pada

pasien rawat inap serta tidak dilakukan pada orang yang tidak memeriksakan

kesehatannya di Poli Interna. Pada penelitian ini juga pasien yang diperiksa paling

rendah berumur 40 tahun.

B. Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan judul penelitian yakni hubungan lingkar leher dan lingkar pinggang

dengan hipertensi, terdapat 2 (dua) variabel dalam penelitian ini. Dari kedua variabel

tersebut, berdasarkan analisis bivariat keduanya berhubungan secara signifikan terhadap

kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan jalan poli interna di rumah sakit Pelamonia.

B.1 Hubungan antara lingkar leher dengan Hipertensi

Hipertensi yang terjadi pada seseorang, salah satu penyebabnya berupa

kegemukan atau obesitas. Obesitas seseorang dapat diukur dengan mengggunakan

ukuran lingkar leher, hal ini dapat dibuktikan dari beberapa hasil penelitian yang

dilakukan oleh Guang-ran, dkk dan Liubov, dkk.35,36 Pada penelitian Guang-ran, dkk

dengan menggunakan operasi analisis karakteristik Receiver menunjukkan bahwa daerah

di bawah kurva untuk lingkar leher dan obesitas sentral pada wanita memiliki hubungan

yang signifikan.35 Penelitian Liubov, dkk juga menunjukkan hubungan yang signifikan

antara lingkar leher BMI dengan menggunakan Koefisien Korelasi Pearson.36 Adanya

hubungan antara ukuran lingkar leher seseorang dengan kejadian hipertensi sangat

Page 39: skripsi suprapto

  39  

beralasan, Pada penderita obesitas dengan hipertensi diketahui curah jantung dan volume

sirkulasi lebih tinggi daripada penderita dengan berat badan normal, Selain itu, obesitas

yang diikuti dengan peningkatan metabolisme lemak, akan menyebabkan terjadinya

peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) di sirkulasi darah maupun di sel

adipose sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan ROS di dalam sel adipose yang

akan menyebabkan gangguan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi, sehingga terjadi

penurunan enzim antioksidan dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut stres oksidatif. Stres

oksidatif diperkirakan memiliki peran penting pada patofisiologi terjadinya hipertensi,

sindroma metabolik, maupun aterosklesrosis. Stres oksidatif juga dapat menyebabkan

terjadinya disfungsi endotel dan hipertensi, melalui mekanisme perangsangan inaktivasi

Nictric oxide (NO) yang merupakan senyawa endothelium derived relaxing factor yang

berperan penting dalam pengaturan homeostasis vaskular sehingga menyebabkan

penurunan NO yang dimediasi oleh ROS. 37

Pada obesitas juga terjadi beberapa peningkatan seperti peningkatan Free Fatty

Acid (FFA), peningkatan insulin, peningkatan leptin, aldosteron dan peningkatan

aktivitas renin angiotensin yang akan menstimulasi peningkatan aktivitas system saraf

simpatis. Peningkatan sistem saraf simpatis, leptin, aldosteron, aktivitas Sistim Renin

Angiotensin (RAS) kemudian akan menyebabkan terjadinya retensi cairan dan natrium

yang pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Peningkatan aldosteron dan aktivasi Renin

Angiotensin (RA), serta peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas NO akan

menimbulkan vasokontriksi yang kemudian akan memicu terjadinya hipertensi.37

Pada penelitian ini diperoleh hasil tidak adanya hubungan antara lingkar leher

dengan hipertensi secara signifikan berdasarkan uji statistik, hasil ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rahmawati, Liubov,dkk dan Nasrollah,

dkk.38-40 Penelitian yang dilakukan Rahmawati dengan menggunakan Uji Chi Square

Page 40: skripsi suprapto

  40  

menunjukan hubungan yang signifikan antara lingkar leher dan hipertensi pada pasien

Poli Interna, namun pada penelitiannya tidak memasukan batasan umur responden.38

Penelitian Liubov,dkk menunjukan hasil adanya hubungan secara signifikan antara

perubahan tekanan darah diastolik dan perubahan lingkar leher, namun penelitian ini

tidak mengelompokan responden hipertensi dengan yang tidak hipertensi.39 Begitu pula

penelitian yang dilakukan Nasrollah, dkk menunjukan hasil yang signifikan antara

lingkar leher dengan darah tinggi, penelitian Nasrollah, dkk ini hanya memasukan

responden wanita.40 Meskipun penelitian sebelumnya menunjukan hubungan, mungkin

disebabkan adanya perbedaan metode ukur ataupun alat ukur yang digunakan serta

perbedaan responden yang digunakan.

B.2 Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan hipertensi

Lingkar   pinggang   merupakan   pengukuran   antropometri   yang   sudah   sering  

digunakan   sebagai   indikator   penentuan   obesitas.  Hipertensi   yang   terjadi   pada   seseorang,  

salah   satunya   penyebabnya   berupa   kegemukan   atau   obesitas.   Obesitas   seseorang   dapat  

diukur  dengan  mengggunakan  ukuran   lingkar  pinggang.  Adanya  hubungan  antara  ukuran  

lingkar   pinggang   seseorang   dengan   kejadian   hipertensi   sangat   beralasan,   karena  

kegemukan  atau  obesitas  yang  terjadi  pada  seseorang  akan  dibarengi  dengan  pembesaran  

ukuran   lingkar   pinggang.   Pada   penderita   obesitas   dengan   hipertensi   diketahui   curah  

jantung  dan  volume  sirkulasi   lebih   tinggi  daripada  penderita  dengan  berat  badan  normal,  

Selain itu, obesitas yang diikuti dengan peningkatan metabolisme lemak, akan

menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) di sirkulasi

darah maupun di sel adipose sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan ROS di

dalam sel adipose yang akan menyebabkan gangguan keseimbangan reaksi reduksi

oksidasi, sehingga terjadi penurunan enzim antioksidan dalam sirkulasi. Keadaan ini

disebut stres oksidatif. Stres oksidatif diperkirakan memiliki peran penting pada

Page 41: skripsi suprapto

  41  

patofisiologi terjadinya hipertensi, sindroma metabolik, maupun aterosklesrosis. Stres

oksidatif juga dapat menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan hipertensi, melalui

mekanisme perangsangan inaktivasi Nictric oxide (NO) yang merupakan senyawa

endothelium derived relaxing factor yang berperan penting dalam pengaturan

homeostasis vaskular sehingga menyebabkan penurunan NO yang dimediasi oleh ROS. 37

Pada obesitas juga terjadi beberap peningkatan seperti peningkatan Free Fatty

Acid (FFA), peningkatan insulin, peningkatan leptin, aldosteron dan peningkatan

aktivitas renin angiotensin yang akan menstimulasi peningkatan aktivitas system saraf

simpatis. Peningkatan sistem saraf simpatis, leptin, aldosteron, aktivitas Sistim Renin

Angiotensin (RAS) kemudian akan menyebabkan terjadinya retensi cairan dan natrium

yang pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Peningkatan aldosteron dan aktivasi Renin

Angiotensin (RA), serta peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas NO akan

menimbulkan vasokontriksi yang kemudian akan memicu terjadinya hipertensi.37

Pada penelitian ini diperoleh hasil adanya hubungan antara lingkar pinggang

dengan hipertensi secara signifikan berdasarkan uji statistik, hasil ini sama dengan

penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Syarifudin, penelitian Rahmawati dan juga

penelitian Widyastuti.38,41,42 Penelitian yang dilakukan oleh Syarifudin menunjukan

hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan hipertensi, namun pada

penelitian ini hanya melibatkan Polisi laki-laki.41 Pada peneltian yang dilakukan

Rahmawati diperoleh hasil adanya hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang

dengan hipertensi.38 Penelitain yang dilakukan Widyastuti juga menunjukan hasil adanya

hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan hipertensi.42 Penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Syarifudin, Rahmawati dan Widyastuti, memperkuat

hasil penelitian saya berupa adanya hubungan secara signifikan antara lingkar pinggang

dengan hipertensi.

Page 42: skripsi suprapto

  42  

BAB VII

TINJAUAN KEISLAMAN

Setiap orang pasti menginginkan tubuh yang sehat, terhindar dari penyakit,

bahkan tidak ada orang mungkin yang menginginkan dirinya sakit. Namun tidak semua

orang mampu untuk menjauhkan dirinya dari hal-hal yang justru dapat mendatangkan

penyakit bagi dirinya. Segala aktifitas yang kita lakukan pastinya dibarengi dengan

jasmani yang sehat.

Pada saat sekarang ini banyak orang makan tanpa memperhatikan batasan,

sampai kapan berhenti makan. Beberapa kelompok orang makan sebanyak mungkin

tanpa memandang dampak apa yang akan ditibulkan nantinya bila makan terlalu

berlebihan yang dapat menyebabkan kegemukan pada dirinya, atau disebut dengan istilah

obesitas. Islam menyinggung akan hal kegemukan ini, seperti beberapa sabda Nabi

Muhammad SAW:

Dalam riwayat sahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ثم » لف يیخ قومم ونن ب يیح نة٬، ما االس وونن د شهھ يی بل ق أأنن وواا هھد تش يیس »

"Kemudian datang kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum

diminta bersaksi."

Imam Qurthubi (671H) rahimahullah berkata: Hadits ini adalah celaan bagi orang

gemuk, karena gemuk yang disengaja disebabkan karena banyak makan, minum, santai,

foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu. Ia adalah hamba bagi dirinya

sendiri dan bukan hamba bagi Tuhannya, orang yang hidupnya seperti ini pasti akan

terjerumus kepada yang haram, dan semua daging yang tumbuh di badannya dari yang

haram maka neraka adalah tempat yang tepat yang layak baginya.

Page 43: skripsi suprapto

  43  

Ja'dah Al-Jusyamy radhiyallahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam menunjuk perut seorang yang gemuk dan berkata:

لو " انن ك هھھھذاا يیر في غ اا٬، هھھھذ انن ك يیراا خ لك "

"Seandainya ini bukan di sini, pasti akan lebih baik". [Mustadrak Al-Hakim: Sanadnya

bagus].

Dalam hadits lain dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam bersabda:

نهھ " إإ ليیأتي االرجل يیم ظ االع يین م االس يیومم يیامة٬، االق يیزنن ال ند ع احح هللا جن عوضة٬، ب الل ووق وواا : رء ااق فال } يیم ق ن لهھم يیومم يیامة ق اال

ووززنا . " [ 105 : االلككههفف ] {

Sesungguhnya akan didatangkan seseorang yang sangat gemuk pada hari kiamat, akan

tetapi timbangannya disisi Allah tidak seberat sayap lalat. Bacalah firman Allah: "Dan

kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat". (Sahih

Bukhari dan Muslim)

Imam An-Nawawi (676H) rahimahullah mengatakan: Hadits ini adalah celaan bagi

orang yang gemuk. (Syarah sahih Muslim 17/129)

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:

“Tidak ada seorang yang memenuhi satu bejana yang lebih buruk dari pada perutnya.

Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya.

Kalau harus memenuhinya maka hendaknya yang sepertiga untuk makanan, sepertiga

untuk minuman dan sepertiganya untuk nafas.” (HR. Ahmad, Tirmizi dan lainnya) .

Imam Syafi'iy (204H) rahimahullah berkata: Sama sekali tidak akan beruntung

orang yang gemuk, kecuali Muhammad bin Hasan Asy-Syaibany (189H).

Imam Syafi'iy ditanya: Kenapa demikian?

Beliau menjawab: Karena seorang yang berakal tidak lepas dari dua hal; sibuk

Page 44: skripsi suprapto

  44  

memikirkan urusan akhiratnya atau urusan dunianya, sedangkan kegemukan tidak terjadi

jika banyak pikiran. Jika seseorang tidak memikirkan akhiratnya atau dunianya berarti ia

sama saja dengan hewan.

“Wahai anak Adam, gunakanlah perhiasanmu pada setiap masjid, makanlah,

minumlah dan jangan berlebih-lebihan sesungguhnya dia tidak menyukai orang yang

berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf:31).

Dengan demikian Islam telah mendahului ilmu barat modern sejak lebih dari 14

abad yang lalu dalam menganjurkan pentingnya keseimbangan dalam makan minum dan

memperingatkan bahaya berlebih-lebihan dalam hal diatas.

Rasulullah bersabda: “Asal segala penyakit adalah kekenyangan.”

(Hadits ini disebutkan oleh Suyuthi dalam kitab Jami’us Soghir).

Hadits ini termasuk petunjuk yang jelas dalam menjaga kesehatan alat

pencernaan, yang berarti menjaga badan secara keseluruhan dari bahaya keracunan yang

ditimbulkan akibat kekenyangan; akibat perut besar karena makanan yang melibihi

kapasitas kerjanya. Juga yang ditimbulkan oleh keharusan mencerna makanan baru

sebelum yang pertama selesai dicerna. Semua itu mengakibatkan sulitnya pencernaan

dan pengasaman lambung.

Sungguh benar sabda Rasulullah yang mewanti-wanti akan kegemukan dan

kolesterol. Beliau bersabda , “Perut besar adalah sarang penyakit.”

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu penyebab timbulnya penyakit

adalah makan yang berlebih-lebihan sehingga menjadi kekenyangan yang mengakibatkan

adanya banyak penyakit sebagaimana yang dinyatakan penelitian ilmu kedokteran

modern.

Page 45: skripsi suprapto

  45  

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Prevalensi hipertensi sebesar 47,1% pada pasien  rawat  jalan  Poli  Interna  di  RSUP  

Pelamonia  kota  Makassar.

2. Distribusi lingkar leher normal 45,7% dan distribusi lingkar leher kategori

obesitas sebesar 54,3% pada pasien   rawat   jalan   Poli   Interna   di   RSUP   Pelamonia  

kota  Makassar.

3. Distribusi lingkar pinggang normal 22,9% dan distribusi lingkar pinggang

kategori obesitas sebesar 77,1% pada pasien   rawat   jalan   Poli   Interna   di   RSUP  

Pelamonia  kota  Makassar.

4. Ukuran lingkar leher bukan merupakan faktor risiko bagi kejadian hipertensi pada

pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP Pelamonia kota Makassar.

5. Ukuran lingkar pinggang merupakan faktor risiko bagi kejadian hipertensi pada

pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP Pelamonia kota Makassar.

B. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat

diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

terkait dalam proses penelitian dan bagi masyarakat yang membaca penelitian ini.

Adapun saran-saran tersebut:

1. Untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaklah meningkatkan aktifitas olahraga

dan mengamalkan gaya hidup sehat.

Page 46: skripsi suprapto

  46  

2. Perlu peningkatan kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya mengatur pola

makan dengan baik agar dapat terhindar dari obesitas, dimana obesitas telah

diketahui merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi.

3. Diharapkan ada penelitian selanjutnya yang dapat meneruskan penelitian ini

dengan responden bukan pasien Poli Interna.

Page 47: skripsi suprapto

  47  

Daftar Pustaka

1. Muliyati H, Syam A, Sirajuddi S. Hubungan pola Konsumsi Natrium dan Kalium

serta Aktifitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Vol.1,No.1,Agustus 2011, hal.46-51.

2. Rahajeng E, Tuminah S.2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia.

3. Puspita S, Wirawanni Y.2010. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul dan

Asupan Natrium Dari Western Fast Food Dengan Tekanan Darah Pada Remaja

4. Nurpudji A.T, Iriyani H, Hadju V. 2012. Obesity and HsCRP Content Among

New Students Adolescent At Hasanuddin University I

5. Depkes RI, (2011). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset

Kesehatan Dasar 2011. Jakarta: Balitbangkes

6. Bell, Ge K, Popkin B.M. 2001. Weight gain and its predictors in Chinese adults.

Int J nationed Metabolism Disorder . 25:1079-1086

7. Guyton and Hall.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC, hal.231,

239.

8. National Hert, Lung and Blood Institute, The Seventh Report of the Joint

National Commite on prevention, Detection, Evaluation and Treatmeant of High

Blood Pressure (JNC VII).NIH Publication.2003.

9. Oparil S. Arterial hypertension. In: Goldman L, Bennet JC, editors. Cecil

Textbook of Medicine. 21st ed. Philadelphia: Saunders Company; 2000, pp.258-

65.

10. Mansjoer-Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media

Aesculapius,FKUI, 2001, hal. 520.

11. Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi kardiovaskuler dan renal. Jakarta:

Salemba Medika.

12. Rianto S.2011. Farmakologi dan Terapi.jakarta:badan penerbit FKUI, hal. 342.

13. Lumbantobing. 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

14. Kowalak, dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, hal. 934.

15. Brodish P. H. The Irreversible Health Effects of Cigarette Smoking, American

Council and Health website. Available at :

http://www.acsh.org/publications/pubID.377/pub_detail.asp.

16. Yudi G.2011.Hidup Nyamandenggan Hipertensi. Jakarta: Gramedia.

Page 48: skripsi suprapto

  48  

17. Kaplan NM, Liebermann E, Neal W, editors. Kaplan’s Clinical Hypertension. 8th

ed. Philadelphia: lippincott Williams and Wilkins; 2002.

18. Yoga A.T.2006. Tuberkulosis, Rokok, Dan Perempuan. Jakarta: FKUI.

19. Fisch R., Frank J., Oral Contraceptiives and Blood Pressure, Vol.237 No. 23,

June 6, 1997. The Journal of The American Medical Association website.

Available at: http://jama.ama-assn.org/cgi/content/abstract/237/23/2499.

20. Harrison’s.Principles of Medicine 15th Edition [ CD-ROM]. New York: McGraw-

hill;2002.

21. Sustrani L, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

22. Arnilawaty. Amalia H., Amiruddin R., Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam

Kajian Epidemiologi. [online] New Paradgm Public Health. Posted 08 Dec 2007.

Available: http://ridwanmiruddin.wordpress.com/2007/12/08-hipertensi-dan-

faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi.

23. Yogiantoro M. 2009. Patofisiologi Jilid II edisi 5. Jakarta: EGC

24. Junaidi I. 2010. Hipertensi. Jakarta: Gramedia.

25. Proverawati A.2010.Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan Pada

Remaja.yogyakarta: Nuha Medika.

26. Mahan, Adair, Popkin B.M. 2002. Ethnic differences in the association betwen

body mass index and hypertension. Am J Epidemiology . 155:346-353

27. Sherwood L.2011.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta: EGC, hal. 708.

28. Bergman, Van C., Mittelman S.D. 2001. Central role of adipocytes in metabolic

syndrome. J Investig Med . 49:119-126

29. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Timur 2007. Jakarta.

30. Soegih R, Kunkun K. Wiramihardja.2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi

Praktis. Jakarta:Sagung Seto, hal. 18.

31. GrowUp Clinic. 6 September 2012. Ukuran Leher Lebih baik Dibanding BMI

untuk Parameter Obesitas Anak.

32. Kaplan M. Norman, Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension:

Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland

USA: Williams & Wilkins, 1998, pp. 28-46.

33. Budiman. Penelitian Kesehatan buku pertama. Bandung: PT RefikaAditama;

2011.

Page 49: skripsi suprapto

  49  

34. Sastroasmoro S,Ismael S.2011.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta:

sagung Seto, hal. 133-158.

35. Guang-ran Y, MM.2010. Circumference Positively Related With Central Obesity,

Overweight, and Metabolic Syndrome in Chinese Subjects With Type 2 Diabetes:

Beijing Community Diabetes Study 4.

36. Liubov,dkk.2001. Neck Circumference as a Simple Screening Measure for

Identifying Overweight and Obese Patients.

37. Lilyasari O.2007. Hipertensi dengan Obesitas: Adakah Peran Endotelin-1.

38. Rahmawati.2010.Hubungan Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang dengan

Hipertensi Pada Penderita Obesitas Di Poliklinik Interna RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru.

39. Liubov,dkk.2004Relationship between changes in neck circumference and

changes in blood pressure.

40. Nasrollah S,dkk.2006.Relationship Between Higher-Standard Neck

Circumference In Women And Risk Factors Of Coronary Artery Disease.

41. Syarifudin A.2012.Hubungan Antara Faktor Sosiodemografik dan Gaya Hidup

dengan Kejadian Hipertensi Pada Polisi Laki-Laki Di Kabupaten Purworejo,

Jawa Tengah.

42. Widyastuti N.2005.Hubungan Beberapa Indikator Obesitas dengan Hipertensi

Pada Perempuan.