ix SARI Eris Khamdanah. 2005. Ketrampilan Guru dalam Mengelola Kelas pada Pembelajaran Matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing I : Drs. Sutomo, M.Pd. Dosen Pembimbing II : Dra. Nurussa’adah, M.Si. Kata Kunci : Mengelola Kelas, Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan, karena pada umumnya orang berpendapat bahwa pelajaran matematika itu sulit. Dalam proses belajar dan mengajar matematika terjadi aktivitas pembelajaran dimana peran guru sangat penting. Guru dan siswa berinteraksi dan berpadu dalam menciptakan suasana belajar yang efektif. Guru memotivasi siswa agar belajar dengan baik. Untuk itu kelas harus dikelola secara professional agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana Ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, (2) Faktor-faktor apa yang menghambat guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, (3) Bagaimana cara mengatasi hambatan yang dihadapi guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Dengan tujuan penelitian ingin memperoleh informasi tentang ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika, ingin mengetahui faktor-faktor penghambat guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika dan cara mengatasinya di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga sebagai upaya peningkatan pengelolaan kelas yang efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, dapat dijadikan sumber bahan penting bagi para peneliti di bidang pendidikan, dapat dijadikan tolak ukur dan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan pembenahan terhadap berbagai kekurangan bagi guru SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskripsi, dengan alasan karena peneliti tidak melakukan pengujian hipotesis. Subyek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan siswa. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan menyimpulkan. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik keikutsertaan di lapangan dalam rentang waktu yang panjang, triangulasi dan pengecekan anggota. viii
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ix
SARI
Eris Khamdanah. 2005. Ketrampilan Guru dalam Mengelola Kelas pada
Pembelajaran Matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten
Wonosobo. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing I : Drs. Sutomo, M.Pd. Dosen
Pembimbing II : Dra. Nurussa’adah, M.Si.
Kata Kunci : Mengelola Kelas, Pembelajaran Matematika Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan, karena pada umumnya
orang berpendapat bahwa pelajaran matematika itu sulit. Dalam proses belajar dan
mengajar matematika terjadi aktivitas pembelajaran dimana peran guru sangat
penting. Guru dan siswa berinteraksi dan berpadu dalam menciptakan suasana belajar
yang efektif. Guru memotivasi siswa agar belajar dengan baik. Untuk itu kelas harus
dikelola secara professional agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana
Ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di SD
Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, (2) Faktor-faktor apa yang
menghambat guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di SD
Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, (3) Bagaimana cara
mengatasi hambatan yang dihadapi guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran
matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Dengan
tujuan penelitian ingin memperoleh informasi tentang ketrampilan guru dalam
mengelola kelas pada pembelajaran matematika, ingin mengetahui faktor-faktor
penghambat guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika dan cara
mengatasinya di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga sebagai upaya
peningkatan pengelolaan kelas yang efektif dan efisien guna mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal, dapat dijadikan sumber bahan penting bagi para peneliti
di bidang pendidikan, dapat dijadikan tolak ukur dan merupakan bahan pertimbangan
untuk melakukan pembenahan terhadap berbagai kekurangan bagi guru SD Negeri I
Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskripsi,
dengan alasan karena peneliti tidak melakukan pengujian hipotesis. Subyek penelitian
ini adalah kepala sekolah, guru dan siswa. Pengumpulan data menggunakan teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri. Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data
dan menyimpulkan. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik keikutsertaan
di lapangan dalam rentang waktu yang panjang, triangulasi dan pengecekan anggota.
viii
ix
Berdasarkan hasil penelitian ketrampilan guru dalam mengelola kelas di SD
Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo dapat dikatakan baik. Hal
ini terlihat dari usaha guru dalam mengatur kegiatan belajar dan mengajar, sehingga
terwujud suasana yang efektif dan menyenangkan serta memotivasi siswa untuk
belajar dengan baik. Faktor yang menghambat guru dalam mengelola kelas pada
pembelajaran matematika adalah masalah siswa dan fasilitas. Masalah siswa yaitu
kekurangsadaran siswa dalam memenuhi tugas dan haknya di kelas atau di sekolah.
Sedangkan masalah fasilitas yaitu ketersediaan alat peraga yang belum lengkap. Cara
mengatasi masalah tersebut adalah guru memberikan penjelasan dan kesadaran pada
siswa tentang hak kewajiban dan keharusan menghormati orang lain yaitu teman
sekelasnya. Siswa harus sadar bahwa kalau mereka menganggu temannya yang
sedang belajar berarti tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota satu masyarakat
kelas dan tidak menghormati hak siswa lain untuk mendapatkan manfaat dari
kegiatan belajar dan mengajar. Untuk ketersediaan alat peraga yang belum lengkap,
guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat alat-alat sederhana yang dapat
digunakan sebagai peraga dalam pembelajaran matematika. Saran yang diberikan
penulis yaitu guru harus mampu mengenali secara tepat berbagai masalah dalam
pengelolaan kelas baik bersifat perorangan maupun kelompok, memahami
pendekatan mana yang cocok untuk jenis masalah tertentu, guru harus memilih dan
menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah, dan dalam
mempersiapkan serta menyajikan pelajaran hendaknya menyesuaikan perbedaan
karakteristik siswa.
ix
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….. iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………….. v
KATA PENGANTAR…………………………………………………. vi
SARI…………………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xiii
DAFTAR TABEL……………………………………………………… xiv
DAFTAR BAGAN…………………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………... 1
A. Latar Belakang……………………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah………………………………………… 6
C. Fokus Permasalahan………………………………………… 7
D. Tujuan Penelitian…………………………………………… 8
E. Manfaat Penelitian………………………………………….. 8
F. Penegasan Istilah……………………………………………. 9
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………. 11
A. Pembelajaran………………………………………………... 11
a. Pengertian Pembelajaran……………………………….. 11
1. Pembelajaran menurut aliran Behavioristik………… 12
2. Pembelajaran menurut aliran Kognitif……………… 13
3. Pembelajaran menurut aliran Humanistik………….. 20
4. Pembelajaran menurut aliran Kontemporer………… 21
x
ix
b. Pembelajaran Matematika di SD……………………….. 21
1. Tujuan dan Proses Belajar Matematika…………….. 21
2. Proses Pembelajaran Matematika………………….. 25
3. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar………….. 32
B. Pengelolaan Kelas………………………………………….. 35
a. Pengertian Pengelolaan Kelas………………………….. 35
b. Tujuan Pengelolaan Kelas……………………………… 36
c. Hambatan Pengelolaan Kelas………………………….. 38
d. Masalah-Masalah Pengelolaan Kelas………………….. 40
e. Prosedur Pengelolaan Kelas…………………………… 42
f. Pendekatan Pengelolan Kelas………………………….. 45
g. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar…………………… 48
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………. 66
A. Pendekatan Penelitian………………………………….. ... 66
B. Lokasi Penelitian…………………………………………. 67
C. Subyek Penelitian………………………………………… 67
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………….. 70
E. Instrumen Penelitian……………………………………… 70
F. Teknik Analisis Data……………………………………... 70
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……………………. 71
H. Penulisan Laporan………………………………………... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………. 78
A. Deskripsi Umum SD Negeri I Kertek
Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo……………… 78
B. Deskripsi tentang Ketrampilan Guru dalam
Mengelola Kelas pada Pembelajaran Matematika di
SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek
Kabupaten Wonosobo………………………………… 81
a. Hasil Observasi…………………………………… 82
xi
ix
b. Hasil Wawancara…………………………………. 82
C. Reduksi Data…………………………………………. 92
a. Kertampilan Guru dalam Mengelola Kelas pada
Pembelajaran Matematika di SD Negeri I Kertek
Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo………. 92
b. Faktor-faktor yang Menghambat Guru dalam
Mengelola Kelas pada Pembelajaran Matematika
di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek
Kabupaten Wonosobo…………………………… 104
c. Cara Mengatasi Hambatan dalam
Mengelola Kelas pada Pembelajaran Matematika
di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek
Kabupaten Wonosobo……………………………. 105
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………………………………… 107
A. Simpulan ………………………………………………… 107
B. Saran……………………………………………………... 108
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….. 109
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………….. 111
xii
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Design Instrumen……………………………………. 111
Lampiran 2 Panduan Wawancara untuk Guru……………………. 112
Lampiran 3 Panduan Wawancara untuk Kepala Sekolah………… 115
Lampiran 4 Panduan Wawacara untuk Siswa…………………….. 116
Lampiran 5 Lembar Observasi……………………………………. 118
Lampiran 6 Hasil Wawancara…………………………………….. 120
Lampiran 7 Hasil Observasi………………………………………. 149
Lampiran 8 Hasil Dokumentasi…………………………………… 161
Lampiran 9 Surat Penelitian………………………………………. 165
xiii
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Sarana dan Prasarana SD Negeri I Kertek………………………. 79
Tabel 2 Tenaga Pendukung SD Negeri I Kertek………………………… 79
Tabel 3 Jumlah Siswa SD Negeri I Kertek………………………………. 80
xiv
ix
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 4.1. Struktur SD Negeri I Kertek ………………………………. 80
Bagan 4.2. Struktur Organisasi Siswa…………………………………. 100
ix
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2005
Eris Khamdanah
NIM. 1102401006
iv
ix
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 25 Agustus 2005
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Siswanto, M.M. Dra. Nurussa’adah. M. Si.
NIP. 130515769 NIP. 131469642
Tim Penguji
Penguji I
Drs. Haryanto
NIP. 131404301
Penguji II
Drs. Sutomo, M.Pd.
NIP. 131125641
Penguji III
Drs. Nurussa’adah, M.Si.
NIP. 131469642
iii
ix
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Barang siapa menginginkan kebaikan di dunia, hendaknya mencari ilmu dan barang
siapa menginginkan kebaikan di akhirat, hendaknya mencari ilmu dan barang siapa
menginginkan kedua-duanya, hendaknya mencari ilmu.
(Hadis Nabi)
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah SWT akan
memudahkan bagi orang itu karena ilmu tersebut jalan menuju ke surga.
(H.R. Muslim)
Guru adalah ujung tombak penentu keberhasilan pendidikan di sekolah.
(Zacharie)
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendo’akanku
2. Adikku “Ervin dan Ayu” yang selalu menjadi
semangatku
3. Mas Iwan yang selalu memotivasiku
4. Keluarga besar H. Budi Wicahyo yang telah memberikan
dukungan
5. Rekan-rekan angkatan 2001 Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan
v
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini
berpengaruh disegala dimensi kehidupan, termasuk bidang pendidikan lebih khusus
lagi pengajaran matematika. Menurut Paling (1982:1) Matematika merupakan salah
satu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu
cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran,
menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan
hubungan-hubungan.
Bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang, yaitu
aritmetika, aljabar dan geometri. Menurut Dali S. Naga (1980:1), aritmatika atau
berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-
hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan terutama menyangkut
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Secara singkat aritmetika atau
berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan.
Dalam konteks yang aplikatif, proses belajar - mengajar merupakan inti dari
proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru dan siswa pemegang peranan
penting. Usman menyatakan bahwa proses belajar - mengajar merupakan suatu proses
yang mengandung serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
ix
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (2000:4).
Suryosubronto menyatakan bahwa proses belajar-mengajar meliputi kegiatan-
kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai
evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran (1997:19).
Lebih lanjut S. Bloom dalam Hamalik (1995:19) merintis tujuan pembelajaran
mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam hal ini mengarah pada
kognitifnya yang mempunyai enam kegiatan yaitu:
a. Knowledge/pengetahuan, contoh tujuan yang terkait dengan kemampuan
mengingat, menghafal, menyebut ulang dan meniru.
b. Comprehention/pemahaman, contoh tujuan yang berkait dengan tujuan untuk
mengerti, menyatakan kembali bentuk lain dan menginterpretasi.
c. Aplication/penerapan, contoh tujuan yang terkait dengan penerapan teori, prinsip
dan informasi.
d. Analize/analisis, contoh tujuan yang terkait dengan analisis masalah.
e. Synthesa/sintesis, contoh tujuan yang terkait dengan penggabungan bagian-
bagian dalam wadah.
f. Evaluation/evaluasi, contoh tujuan yang terkait dengan menentukan suatu kriteria
tertentu pada suatu kegiatan (Hamalik, 1995:19).
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa proses pembelajaran bertujuan untuk
melatih manusia agar menjadi lebih bisa dan menjadi lebih baik, sehingga guru harus
ix
dapat sedemikian rupa menciptakan situasi belajar yang menyenangkan sehingga
siswa dapat memahami materi pelajaran. Agar guru dapat melaksanakan proses
pembelajaran dengan lebih baik, ia harus mempunyai kesiapan baik mental, personal
dan sosial.
Gejolak kehidupan dan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara serta
bahkan kehidupan dunia pada umumnya menjadikan matematika sarat akan materi
sehingga diperlukan keterkaitan dengan komponen dalam proses pembelajaran.
Sugito menyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat komponen-
komponen yang saling terkait yang meliputi tujuan pengajaran, guru dan peserta
didik, bahan pelajaran, metode/strategi belajar mengajar, alat/media, sumber
pelajaran dan evaluasi (1994:3).
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa proses belajar-mengajar akan
dapat terselenggara secara efektif manakala peran guru berjalan secara baik, sebagai
pengajar maupun sebagai pendidik. Dalam hal ini berkaitan dengan pengelolaan
kelas, melalui guru yang benar-benar profesional dalam mengelola kelas diharapkan
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal serta dapat mengkontribusi
keluaran yang berkualitas.
Telah menjadi pendapat umum, bahwa matematika adalah mata pelajaran yang
sulit dipelajari, seperti yang dikemukakan oleh Tiro (1996:78) “Pengajaran tanpa
dikaitkan dengan ilmu lain bisa mengakibatkan siswa merasa dan mengganggap
matematika sebagai pelajaran yang kering, tidak menarik dan membosankan”.
Penanaman konsep matematika perlu diberikan pada anak sedini mungkin dalam
ix
pendidikan formal, mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari,
karena hampir semua cabang ilmu pengetahuan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi menggunakan matematika didalam pelajarannya.
Setiap teori matematika harus memperhitungkan kekuatan matematika, yaitu
aplikasinya kedalam ilmu lain terutama sain (IPA) dan keindahan matematika,
matematika bukanlah untuk keperluan dirinya sendiri, tapi bermanfaat untuk sebagian
besar ilmu lain. Dengan kata lain matematika mempunyai peranan yang sangat
esensial untuk ilmu lain terutama sain dan teknologi (Hudoyo, 1988:74).
Oleh sebab itu salah satu cara untuk mengenalkan matematika adalah dengan
jalan peran serta aktif guru untuk menumbuhkan kesadaran dan membangkitkan
minat serta memiliki sikap kreatif dan inovatif kepada siswa. Guru SD merupakan
guru kelas, bukannya guru mata pelajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut
untuk menguasai seluruh mata pelajaran yang diajarkan di SD. Selain penguasaan
materi dan metode mengajar seorang guru juga memerlukan kesabaran dalam
membimbing dan mengarahkan murid dalam proses belajar-mengajar.
Menurut Supartinah (1990: 9) kesulitan siswa dalam belajar matematika
disebabkan karena banyak guru yang kurang menguasai materi pelajaran matematika
dan tidak kreatif dalam menyajikannya. Seorang guru pada saat memberikan materi
melaksanakan pengorganisasian isi pelajaran dalam urutan yang terencana dan mudah
dipahami siswa sehingga pada saat menjelaskan seorang guru dapat menunjukkan
hubungan antara sebab dan akibat, antara yang diketahui atau antara hukum yang
berlaku umum dengan bukti atau contoh sehari-hari. Penyajian yang menarik dan
ix
bervariasi akan menghindarkan tekanan dan ketegangan pada diri anak, sehingga
akan melahirkan sikap suka atau gemar matematika.
Oleh karenanya tidak mengherankan apabila nilai rata-rata pelajaran
matematika pada Ujian Akhir Nasional Tahun Ajaran 2003/2004 di SD Negeri I
Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo menduduki tempat terakhir dari
lima bidang studi yang diujikan. Dengan nilai rata-rata sebagai berikut: PPKn 80,81;
IPS 68,75; Bahasa Indonesia 66,38; IPA 63,64; Matematika 57,14.
Pengelolaan kelas merupakan segala usaha yang diharapkan untuk mewujudkan
suasana belajar-mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi
siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan (Ahmad Djauzah,
1994:1)
Di kelaslah aspek pendidikan dan pengajaran bertemu dan berproses.
Terlaksananya aktifitas pengajaran di kelas peran guru sangatlah strategis (Tim
Pengelola MKDK, 1997:1). Guru dengan segala kemampuan-kemampuannya siswa
dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya, kurikulum dengan segala
komponennya dan materi serta sumber pengajaran dengan segala sumber pokok
bahasan bertemu, berpadu dan berinteraksi di kelas. Oleh sebab itu, sudah selayaknya
kelas dikelola secara baik, professional dan terus menerus (Ahmad Djauzak, 1994:1).
Berdasarkan pada uraian di atas maka seorang guru dituntut mampu dan
terampil secara profesional dalam mengelola kelas atau manajemen kelas, mulai dari
penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,
mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar-mengajar dan pengaturan waktu,
ix
sehingga proses belajar-mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat
tercapai. Karena kenyataannya, seperti yang dikemukakan oleh Tiro (1996:78) dan
Supartinah (1990:9) bahwa siswa beranggapan bahwa matematika merupakan
pelajaran yang sulit dan menakutkan sehingga siswa kurang menyadari kewajibannya
dalam proses pembelajaran, sehingga muncul tindakan-tindakan yang tidak
diinginkan misal anak bicara sendiri, anak melamun dan anak yang menganggu
temannya. Dan guru yang tidak profesional dan berkompeten di bidang matematika
sehingga kurang mempersiapkan dan memperhatikan hal-hal yang dilakukan dalam
pembelajaran matematika. Hal ini mendorong penulis untuk mengadakan penelitian
mengenai ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di
SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas ternyata memunculkan
aspek-aspek penelitian yang cukup komplek. Oleh karena itu perlu adanya
identifikasi terhadap masalah-masalah secara umum sebelum menetapkan
permasalahan pokok penelitian.
Masalah-masalah yang muncul secara umum yang diperoleh melalui
pengamatan dan analisis sehingga dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
Matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga siswa malas untuk belajar,
bagaimanakah cara guru untuk memberi motivasi agar siswa menjadi gemar
dengan pelajaran matematika?
ix
Bagaimana ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada proses pembelajaran
matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo?
Hal-hal apa yang mendukung guru dalam mengelola kelas sehingga tujuan
pembelajaran matematika dapat tercapai?
Metode apakah yang digunakan guru dalam proses pembelajaran matematika?
Faktor- faktor apa yang menghambat guru dalam mengelola kelas pada proses
pembelajaran matematika?
Bagaimana cara mengatasi hambatan yang dihadapi guru dalam mengelola kelas
pada proses pembelajaran matematika?
Adakah pengaruh antara pengelolaan kelas dengan prestasi belajar matematika di SD
Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo?
C. Fokus Permasalahan
Mengingat keterbatasan waktu dan keterbatasan kemampuan peneliti dalam
melakukan penelitian ini, maka aspek-aspek permasalahan yang diajukan dalam
identifikasi masalah di atas tidak mungkin semuanya diteliti, sehingga perlu dipilih
masalah yang paling sesuai dan tepat untuk diteliti sebagai masalah pokok yang akan
dikaji:
Bagaimana ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada proses pembelajaran
matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo?
ix
Faktor- faktor apa yang menghambat guru dalam mengelola kelas pada proses
pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten
Wonosobo?
Bagaimana cara mengatasi hambatan yang dihadapi guru dalam mengelola kelas pada
proses pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek
Kabupaten Wonosobo?
D. Tujuan Penelitian
Ingin memperoleh informasi tentang ketrampialn guru dalam mengelola kelas pada
proses pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek
Kabupaten Wonosobo.
Ingin mengetahui faktor- faktor penghambat guru dalam mengelola kelas pada proses
pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten
Wonosobo.
Ingin mengetahui cara mengatasi hambatan yang dihadapi guru dalam mengelola
kelas pada proses pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan
Kertek Kabupaten Wonosobo.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan:
ix
Memberikan masukan yang berharga sebagai upaya peningkatan pengelolaan kelas
yang efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.
Dapat dijadikan sumber bahan yang penting bagi para peneliti di bidang pendidikan.
Dapat dijadikan tolak ukur dan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan
pembenahan terhadap berbagai kekurangan bagi guru SD Negeri I Kertek
Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo dalam melaksanakan tugas profesinya,
khususnya dalam mengelola kelas.
F. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah dalam membaca dan menangkap arti serta mendapatkan
gambaran yang utuh akan isi dan jalannya penelitian, maka perlu dijelaskan beberapa
istilah sebagai berikut:
a. Ketrampilan guru
Ketrampilan adalah Kecekatan; kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
sesuatu dengan baik dan cermat (W.J. Purwadarminta, 2003:628). Guru sebagai
tenaga pengajar merupakan tenaga pendidikan yang khusus diangkat dengan tugas
utama mengajar (Tim Pengelola MKDK, 1997:2). Dengan demikian yang dimaksud
dengan ketrampilan guru adalah kecakapan untuk melakukan tugas-tugas dalam
mengajar.
b. Mengelola kelas
Drs. Winarno mengatakan bahwa mengelola berarti suatu tindakan yang dimulai
dari penyusunan data, merencana, mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan
pengawasan dan penilaian (dalam Suharsimi Arikunto,1987:8). Yang dimaksud
ix
dengan kelas adalah ruangan belajar atau rombongan belajar (Djauzak
Ahmad,1994:1). Jadi yang dimaksud mengelola kelas adalah suatu usaha untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal.
c. Proses pembelajaran matematika
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk
membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan
kebutuhan dan minatnya. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan
prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai
bilangan (Tim Penyusunan KBBI, 1993: 566). Jadi yang dimaksud dengan proses
pembelajaran matematika adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam mengajarkan
ilmu tentang bilangan.
d. SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo adalah tempat
terjadinya proses belajar-mengajar, dimana penelitian ini akan dilakukan.
ix
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Penggunaan istilah pembelajaran sebagai pengganti istilah mengajar yang cukup
lama dipakai didalam dunia pendidikan. Menurut para pakar pendidikan, praktek
mengajar di sekolah-sekolah pada umumnya lebih banyak berpusat pada guru.
Artinya bila guru mengajar ia lebih mempersiapkan dirinya supaya berhasil dalam
menyampaikan materi pelajaran. Ia harus menguasi materi, harus menguasai metode
mengajar, mampu melakukan evaluasi belajar dan lain-lain, tanpa memperhatikan
bahwa siswa-siswanya dapat belajar atau tidak. Jadi siswa hanya sebagai obyek,
padahal siswa adalah subyek pendidikan. Oleh karena itu istilah mengajar yang
dianggap berkonotasi teacher centered diganti dengan istilah pembelajaran,
diharapkan guru selalu ingat bahwa tugasnya adalah membelajarkan siswa dengan
kata lain membuat siswa dapat belajar untuk mencapai hasil yang optimal.
Menggunakan istilah mengajar pada saat ini tentu saja tidak dilarang, asal dalam
pengertian yang terkandung dalam pembelajaran.
ix
Sesuai dengan pengertian belajar secara umum, yaitu bahwa belajar
merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku,
maka pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikia rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.
Secara khusus pembelajaran diartikan sebagai berikut:
Pembelajaran menurut aliran behavioristik
Pembelajaran adalah usaha membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan
menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan lingkungan dengan tingkah laku si
belajar, karena itu juga disebut pembelajaran perilaku.
Dalam pembelajaran perilaku tidak lepas dari prinsip bahwa perilaku berubah
menurut konsekuensi-konsekuensi langsung. Konsekuensi itu bisa menyenangkan
(reinforcement) dan bisa juga tidak menyenangkan (punishment). Pembelajaran yang
menyenangkan akan memperkuat perilaku, sebaliknya pembelajaran yang kurang
menyenangkan akan memperlemah perilaku.
1. Perlu diberikan reinforcement (penguatan) untuk meningkatkan motivasi kegiatan
belajar.
2. Pemberian penguatan itu dapat berupa reinforcer social (senyuman, pujian),
reinforcer aktivitas (pemberian mainan) dan reinforcer simbolik (uang, nilai).
3. Hukuman (punishment) dapat digunakan sebagai alat pembelajaran, tetapi perlu
hati-hati. Hukuman dapat dipikirkan sebagai alat pendidikan terakhir setelah anak
11
ix
melakukan kesalahan, kemalasan dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya guru
tidak boleeh sambil marah atau karena dendam.
4. Kesegeraan konsekuensi (immediacy), perilaku belajar yang segera diikuti
konsekuensi akan lebih berpengaruh dari perilaku yang disertai konsekuensi yang
lambat. Maka hendaknya dalam pembelajaran terutama untuk anak Sekolah Dasar
guru segera memberikan pujian atau teguran setelah anak berhasil atau tidak
berhasil melakukan kegiatan belajar.
5. Pembentukan (shaping), dalam upaya mencapai tujuan disamping guru
memberikan pengajaran juga memberikan penguatan agar tujuan dapat tercapai.
Misalnya dalam pembelajaran matematika siswa berlatih mengerjakan soal-soal
tentang bangun ruang, pada saat melakukan latihan guru memberikan penguatan
sehingga TIK dan TIU yang diharapkan dapat terwujud. Guru tersebut dikatakan
telah melakukan pembentukan (shaping).
Menurut Prasetya Irawan (1994) secara umum penerapan prinsip belajar
perilaku, nampak dalam langkah-langkah pembelajaran berikut:
1. Menentukan tujuan instraksional.
2. Menganalisis lingkungan kelas termasuk identifikasi ”entry behaviour” siswa
3. Menentukan materi pelajaran
4. Memecahkan materi pelajaran menjadi bagian -bagian kecil
5. Menyajikan materi pelajaran
6. Memberikan stimulus yang mungkin berupa pertanyaan, latihan dan tugas-tugas
ix
7. Mengamati dan mengkaji respon siswa
8. Memberikan penguatan (positif atau negatif)
9. Memberikan stimulus baru
10. Dan seterusnya
Pembelajaran menurut aliran kognitif
Tiga tokoh penting dalam pengembangan pembelajaran menurut aliran kognitif
adalah Piaget, Bruner dan Ausubel.
1. Jean Piaget
Piaget mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran yaitu:
a. Belajar Aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari
dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya
perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri,
misalnya melakukan percobaan, manipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan
dan mencari jawab sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan
temannya.
b. Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya
interaksi di antara subyek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik di
antar sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu
perkembangan kognitif mereka. Tanpa interaksi sosial perkembangan kognitif anak
ix
akan tetap bersifat egosentris. Sebaliknya lewat interaksi sosial, perkembangan
kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan artinya khasanah kognitif anak
akan diperkaya dengan bermacam-macam sudut pandang dan alternatif tindakan.
c. Belajar lewat pengalaman sendiri
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila di dasarkan pada
pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan berkomunikasi. Bahasa memang
memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun bila menggunakan
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tanpa pernah karena pengalaman
sendiri, maka perkembangan anak cenderung mengarah ke verbalisme. Pembelajaran
di sekolah hendaknya dimulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman nyata
dari pada dengan pemberitahuan-pemberitahuan, atau pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya harus persis seperti yang dimaui guru. Disamping akan membelenggu
anak dan tidak adanya interaksi sosial, belajar verbal tidak menunjang perkembangan
kognitif anak yang lebih bermakna. Oleh karena itu Piaget sependapat dengan prinsip
pendidikan dari kongrit ke abstrak dari khusus ke umum.
2. Bruner
Bruner menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok penting yang
perlu diperhatikan yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan
mempelajari sesuatu, intuisi dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka dengan
pengajaran di sekolah Bruner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya
mencakup :
a. Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar
ix
Pembelajaran dari segi siswa adalah membantu siswa dalam hal mencari
alternatif pemecahan masalah. Dalam mencari masalah melalui penyelidikan dan
penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan
pengarahan. Artinya bahwa penyelidikan alternatif-alternatif dan cara pemecahannya
membutuhkan pengalaman melakukan sesuatu dan kemudian pengalaman yang
positif perlu dipelihara dan dipertahankan. Untuk itu diperlukan arahan guru agar apa
yang telah dilakukan siswa tidak banyak kesalahan. Maka guru hendaknya memberi
kesempatan sebaik-baiknya agar siswa memperoleh pengalaman optimal dalam
proses belajar dan meningkatkan kemauan belajar.
b. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu
pengetahuan yang dipelajari anak-anak. Struktur pengetahuan mempunyai tiga ciri,
yang mempengaruhi kemampuan untuk menguasainya. Ketiga cara itu ialah
penyajian, ekonomi dan kuasa (Ratna Willis Dahar, 1996).
1) Penyajian
Penyajian dilakukan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Cara penyajian
enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara enaktif
seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau
kata-kata, jadi berupa penyajian kejadian-kejadian lampau melalui respon-respon
motorik. Penyajian anaktif didasarkan pada belajar tentang respon-respon dan bentuk-
bentuk kebiasaan.
ix
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan
oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak
mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep
kesegitigaan. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-prinsip organisasi
perseptual dan oleh transformasi-transformasi secara ekonomis dalam organisasi
perseptual.
Cara penyajian simbolik yaitu dengan mendekati masa adolesi, bagi
seseorang sebab bahasa menjadi penting sebagai suatu media berfikir. Maka orang
mencapai suatu transisi dari penggunaan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian
simbolik yang didasarkan pada sistem berfikir abstrak, arbriter dan lebih fleksibel.
Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemauan seseorang lebih memperhatikan
proposisi atau pernyataan dari pada obyek- obyek, memberikan struktur hirarkis pada
konsep-konsep dan kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
2) Ekonomi
Dalam penyajian suatu pengetahaun akan dihubungkan dengan sejumlah
informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai
pemahaman. Makin banyak jumlah informasi yang harus dipelajari siswa untuk
memahami sesuatu, makin banyak langkah-langkah yang harus ditempuh. Misalnya
merangkum deskripsi hubungan antara panjang dan tinggi persegi panjang dengan
rumus, akan lebih ekonomis dibandingkan dengan penyajian tabel tentang hasil
pengamatan mengenai hubungan panjang dan tinggi persegi panjang.
3) Kuasa kekuatan
ix
Kuasa dari suatu penyajian dapat juga diartikan sebagai kemampuan
penyajian untuk menghubung-hubungkan hal-hal yang kelihatannya sangat terpisah-
pisah.
c. Perincian urutan penyajian materi pelajaran
Pendekatan pembelajaran dilakuakn dengan siswa dibimbing melalui urutan
masalah, sekumpulan materi pelajaran yang logis dan sistematis untuk meningkatkan
kemampuan dalam menerima, mengubah dan menstranfer apa yang telah dipelajari.
Urutan materi pelajaran dalam suatu ranah pengetahuan mempengaruhi kesulitan
siswa dalam mencapai penguasaan tertentu. Urutan yang optimal dalam penyajian
materi pelajaran dipengaruhi faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak,
sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
d. Cara pemberian reinforcement
Dalam teorinya Brunner mengemukakan bentuk hadiah atau pujian, dan
hukuman perlu dipikirkan cara penggunaannya dalam proses belajar-mengajar. Sebab
ia mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrensik, bisa berubah menjadi dorongan
bersifat instrinsik. Dengan demikian juga pujian dari guru dapat menjadi pendorong
yang bersifat instrinsik. Tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa merasa puas.
3. Ausubel
Ausabel mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning).
Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep
yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran dapat
menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasyarat yaitu (1) materi yang akan
ix
dipelajari bermakna secara potensial, (2) anak yang belajar bertujuan melaksanakan
kegiatan bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari
materi itu memiliki kebermaknaan logis dan potensial tergantung dari materi itu
memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat
dalam struktur kognitif siswa. Berdasarkan pandangannya tentang belajar bermakna,
maka Ausebel mengajukan empat prinsip pembelajaran yaitu:
a. Pengaturan awal
Pengaturan awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu
mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
Penggunaan pengaturan awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai
macam materi pelajaran, terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur
yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok
bahasan sebaiknya pengaturan awal itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna.
b. Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu
kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran itu dari umum ke
khusus.
c. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami
pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan
ix
dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus
berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru belajar superordinat akan
terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur
dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.
1) Penyesuaian integratif
Pada suatu saat siswa kemumgkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua
atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila
nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan
kognitif itu Ausubel maengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif.
Caranya, materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat
menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan.
3. Pembelajaran menurut aliran humanistik
Pembelajaran humanistik sebenarnya lebih dipengaruhi oleh pandangan filsafat
pendidikan humanisme. Filsafat pendidikan humanistic sangat mementingkan adanya
rasa kemerdekaan dan tanggung jawab. Bila seseorang mampu mengaktualisasikan
dirinya dengan bebas tanpa karena tekanan lingkungan, ia akan mencapai
kesejahteraan. Maka tujuan pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia, agar
manusia mampu mengaktualisasikan diri sebaik-baiknya. Untuk pembelajaran
hendaknya menjadikan si belajar itu dapat memahami lingkungan dan dirinya sendiri.
Prinsip yang tampak dalam kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran humanistic
ix
cenderung mendorong anak untuk berfikir induktif, karena mementingkan faktor
pengalaman dan keterlibatan aktif dalam proses belajar.
Belajar akan membawa perubahan bila orang yang belajar bebas menentukan
bahan pelajaran dan cara yang dipakai untuk mempelajarinya. Dengan demikian
pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan
pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. Tentu
saja kebebasan yang dimaksud tidak keluar dari kerangka belajar. Pembelajaran yang
bersifat humanistik ini mungkin sukar menerapkannya secara penuh, mengingat
kondisi sosial dan budaya yang tidak menunjang.
Setidaknya guru yang humanis atau siapapun guru tersebut dengan konsep
humanistik dapat memberikan layanan belajar tetap berasal dari kurikulum yang
berlaku, hanya gaya-gaya mengajar dengan penuh tekanan dan ancaman dapat
dikurangi bahkan dihilangkan.
4. Pembelajaran berdasarkan teori kontemporer
Pembelajaran teori kontemporer adalah pembelajaran berdasar teori belajar
konstruktivisme. Pembelajaran berfungsi membekali kemampuan siswa mengakses
berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Sesuai dengan pinsip belajar teori
konstruktivisme maka dalam pembelajarannya nampak ada pergeseran fungsi guru
dan buku sumber sebagai buku informasi. Dalam kaitan perolehan informasi siswa
mempunyai kemampuan mengakses beragam informasi yang dapat digunakan untuk
belajar. Maka guru lebih berfungsi membekali kemamapuan siswa daalm menyeleksi
informasi informasi yang dibutuhkan. Informasi tidak memuat satu-satunya
ix
kebenaran, tetapi informasi hanya memiliki makna dala konteks waktu, tempat,
permasalahan dan bidang tertentu.
b. Pembelajaran Matematika di SD
1. Tujuan dan Proses Belajar Matematika
Menurut Hudojo (1988:5) sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-
hubungannya sangatlah memerlukan simbol-simbol. Simbol diperlukan untuk
membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi
mengenai adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk
suatu konsep dan konsep baru. Konsep baru tersebut karena adanya pemahaman
terhadap konsep sebelumnya, sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun
secara hirarkis.
Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol maka
konsepnya harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.
Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu telah didasari pada
apa yang telah dipelajari oleh orang itu. Karena untuk mempelajari suatu materi
matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.
Tujuan umum pengajaran matematika di pendidikan dasar adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran logis, rasional kritis, cermat, jujur dan efektif.
ix
2. Mempersiapkan siswa dapat menggunakan matematika dengan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu
pengetahuan.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Dasar adalah:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai alat dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut
di SMP
4. Membentuk sikap jujur, kritis, cermat dan disiplin.
Mengingat matematika merupakan materi yang berupa simbol abstrak, tetapi
harus dikuasai oleh anak manusia sejak kanak-kanak maka kegiatan ini perlu
direncanakan. Maka dalam menggunakan rumus matematika tanpa pengertian yang
mendalam akan menjadi hafalan, namun menghafal dalam pengajaran matematika
harus disadari pengertian terlebih dahulu karena tidak ada konsep atau teori
matematika yang perlu dihafal tanpa pengertian (Hudojo, 1988:95).
Disampig itu pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mengacu pada
beberapa alasan yang berkaitan dengan teknologi, karena matematika merupakan
salah satu bidang studi di SD yang digunakan untuk menumbuh kembangkan
kemampuan dan membentuk pribadi siswa yang bersumber pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Adapun alasan-alasan tersebut antara lain: (1) Dengan
ix
matematika manusia dapat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti
berhitung, mencari luas volume benda dan sebagainya, (2) Matematika dapat
dimanfaatkan untuk melayani disiplin ilmu lain seperti fisika, kimia, ekonomi dan
sebagainya, (3) Dengan matematika dapat dipakai sebagai alat prediksi seperti dalam
perkiraan cuaca, pertumbuhan penduduk dan sebagainya.
Tujuan intern pendidikan matematika di SD menurut Wirasto yang dikutip oleh
Ramelan (1985:80) adalah:
1. Penanaman pengertian pada peserta didik harus mengetahui dengan jelas, arti
setiap kata yang dipakai.
2. Penyusunan logis, setiap dalil harus diketahui bagaimana cara mendapatnya.
3. Kecakapan menggunakan matematika, para siswa diusahakan menghadapi soal-
soal yang berarti sehingga anak merasa bahwa kemampuan mereka bertambah.
Lebih lanjut Hudojo menyatakan bahwa ditinjau dari ranah kognitif sebenarnya
tujuan utama pengajaran matematika itu adalah pencapaian transfer belajar. Segala
usaha dikerahkan, agar peserta didik berhasil menguasai ketrampilan dalam
pengetahuan matematika untuk dapat memecahkan masalah-masalah, baik dalam
matematika itu sendiri maupun di dalam ilmu lain (1989:102).
Proses belajar matematika sangatlah mementingkan penanaman konsep,
sehingga memudahkan siswa untuk mengerjakan soal- soal yang diberikan. Hal ini
dapat dilakukan dengan menanamkan pengertian- pengertian melalui pengalaman
anak dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam permainan, baik di sekolah
maupun di rumah yang dapat dijadikan unsur dalam pengajaran matematika kegiatan
ix
tersebut dilakukan karena matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep abstrak,
yang disusun secara hirarkis dan penelaahannya deduktif. Hal ini tentu saja membawa
akibat pada bagaimana terjadinya proses belajar matematika itu.
Berdasarkan pengalaman kegiatan belajar-mengajar yang sangat rinci tersebut,
mengakibatkan pemahaman dan penguasaan konsep-konsep matematika menjadi
sangat dangkal karena mementingkan hasil belajar yang terisolasi dengan
mengabaikan proses belajarnya (Hudojo, 1988:92). Lebih lanjut Hudojo mengatakan,
karena kehirarkisan matematika itu belajar matematika yang terputus-putus akan
memgganggu terjadinya proses belajar mengajar. Berarti proses belajar matematika
akan terjadi dengan lancar bila belajar matematika dilakukan secara kontinu. Karena
dalam proses belajar matematika terjadi juga proses berfikir, sebab orang dikatakan
berfikir bila seseorang itu melakukan kegiatan mental. Di dalam berfikir, orang itu
menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam
dalam pikirannya sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian tersebut
terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditarik kesimpulan. Tentunya kemampuan
berfikir seseorang tersebut dipengaruhi oleh intelegensinya dengan demikian terlihat
adanya kaitan antara intelegensi dengan proses belajar matematika.
2. Proses Pembelajaran Matematika
Muhibbin Syah (1995:111) proses adalah suatu perubahan yang menyangkut
tingkah laku atau kejiwaan. Sedangkan proses belajar adalah suatu tahapan perubahan
perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan
tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada
ix
keadaan sebelumnya. Hal ini berarti dikatakan terjadi proses belajar bila seseorang
menunjukkan tingkah laku yang tidak sama. Perubahan-perubahan yang terjadi ini
bertahap dan timbul melalui fase-fase antara yang satu dengan yang lainnya bertalian
secara berurutan dan fungsional.
Syah (1995:112) mengemukakan bahwa setiap proses belajar selalu
berlangsung dalam tiga tahapan sebagai berikut:
1) Acquation (tahap perolehan atau penerimaan informasi)
Pada tingkatan ini seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus
dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan aktivitas
baru.
2) Strorege (tahap menyimpan informasi )
Pada tingkatan ini seorang siswa akan mengaktifkan fungsi-fungsi memorinya,
misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses retrieval
pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan
mereduksi kembali apa yang tersimpan dalam materi.
3) Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Pada tingkatan ini seseorang siswa akan mengaktifkan fungsi-fungsi
memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.
Pross retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam
mengungkapkan dan memproduksi kembali apa yang tersimpan dalam memori.
Dalam peroses pembelajaran matematika selain memerlukan tiga tahap proses
belajar juga untuk mencapai hasil belajar yang optimal harus didukung oleh teori-
teori belajar matematika yang dapat mengenai sasaran pembelajran matematika
ix
tersebut (Dienes, 1988:115). Sistem pengajaran dibuat dalam usaha peningkatan
pengajaran matematika agar lebih mudah dipelajari dan lebih menarik. Menurut
pengamatan dan pengalaman, anak-anak menyenangi pelajaran matematika pada
permulaan berkenalan dengan matematika yang sederhana, tetapi apabila anak sudah
mulai menghadapi materi yang lebih sukar minat makin berkurang. Kesulitan yang
mereka hadapi dikarenakan kekeliruan dalam menghadapi konsep mengenai
pendekatan dalam pembelajaran matematika. Dienes berpandangan bahwa
pendekatan itu semestinya harus dilakukan: (1) Terdapat proses wajar yang pasti
harus dialami agar ia dapat memahami konsep matematika yaitu: tahap bermain
dengan benda-benda kongkrit, tahap mengurutkan pengalaman sehingga menjadi
kebulatan yang bermakna, tahap pemahaman konsep dan tahap mengaplikasikannya,
(2) Matematika adalah ilmu kreatif karena itu harus dipelajari dan diajarkan sebagai
ilmu seni, (3) Konsep yang harus diajarkan berhubungan dengan konsep yang sudah
dipahami, dan (4) Agar siswa memperoleh sesuatu dari pelajaran matematika maka
siswa harus mampu merubah suasana kongkrit dalam perumusan abstrak dengan
menggunakan simbol-simbol.
Belajar menurut Piaget, seorang ilmuwan yang mempelajari cara berfikir anak.
Ruang lingkup teori Piaget antara lain mencakup perkembangan anak intelekual,
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan intelektual dan konstruksi
pengetahuan. Menurut Piaget setiap individu mengalami tingkatan perkembangan
intelektual. Semua anak melalui setiap tingkatan, tetapi dengan kecepatan yang
berbeda.. Urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak. Tingkatan
ix
tersebut adalah: (1) Sensori motor (0-2 tahun), (2) Pra-operasional (2-7 tahun), (3)
Operasional Kongkrit (7-11 tahun), (4) Operasional Normal (11- keatas).
Pemanfaatan teori Piaget dalam pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan di
bawah ini:
1. Memusatkan pada proses berfikir atau proses mental dan bukan sekedar pada
hasilnya. Di samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang
digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.
2. Mengutamakan pearn siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi tidak
mendapat tekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu
melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung
pada kecepatan berbeda.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran itu
memusatkan kepada berpikir atau proses mental anak yang tidak sekedar kepada
hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran dan memaklumi
perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangannya.
Bagi guru matematika, teori Piaget jelas sangat relevan karena dengan
menggunakan teori itu guru akan bias mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan
tertentu pada kemampuan berfikir anak-anak di kelas atau di sekolahnya. Dengan
ix
demikian guru bias memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya, missal
dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan
sebagainya sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berfikir yang dimiliki
oleh masing-masing siswa.
Belajar menurut Ausabel, mengandung pengertian: (1) Belajar merupakan cara
informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau
penemuan (2) Belajar merupakan cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi
itu pada struktur kognitif yang ada.
Bentuk belajar matematika dapat berupa terapan belajar bermakna dimana
siswa pada tingkat belajar pertama, berusaha menemukan sendiri sebagian atau
seluruh materi yang diajarkan. Pada tingkat belajar kedua, siswa sudah berusaha
menghubungkan atau mengaitkan informasi.
Bruner mengungkapkan bahwa belajar suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada
dirinya. Sebagai contoh, seseorang siswa yang mempelajari bilangan prima akan bias
menemukan berbagai hal penting dan menarik tentang bilangan prima, sekalipun pada
awal guru hanya memberikan sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa
tersebut. Teori Bruner tentang kegiatan belajar manusia tidak terkait dengan umur
atau tahap perkembangan.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses
pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, kemudian jika tahap belajar yang pertama
ix
ini dirasa cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar yang kedua, yaitu tahap belajra
dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya tahap belajar itu
diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan
menggunakan modus representasi simbolik. Sebagai contoh, dalam mempelajari
penjumlahan bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-
mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya
menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng dan kemudian menghitung banyaknya
kelereng semuanya). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan
gambar atau diagram tersebut). Pada tahap yang kedua siswa bias menggunakan
penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual dari kelereng tersebut.
Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan
menggunakan lambang-lambang bilangan, yaitu; 3 + 2 = 5.
Pembelajaran menurut Bruner adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif
dengan lonsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru
berfungsi sebagai motivator bagi siswqa dalam mendapatkan pengalaman yang
memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah.
Belajar menurut Robert M. Gagne, yaitu kemampuan-kemampuan atau
(capabilies) adalah sebagai hasil-hasil belajar. Hasil belajar matematika dapat berupa
ketrampilan intelektual dan mampu melakukan strategi kognitif. Belajar oleh Gagne
dikelompokkan ke dalam tipe yaitu:
ix
• Isyarat adalah kegiatan yang terjadi secara tidak disadari. Sebagai akibat dari
adanya suatu stimulus tertentu. Sebagai contoh, jika seseorang mendapatkan
komentar bernada positif dari guru matematika. Sebaliknya, jika seseorang siswa
mendapat sesuatu komentar yang bernada negatif dari seorang guru, secara tidak
sadar siswa akan cenderung tidak menyukai pelajaran yang dipegang oleh guru
tersebut.
• Stimulus respon adalah kegiatan belajar yang terjadi secara disadari yang berupa
dilakukannya sesuatu kegiatan fisik sebagai suatau reaksi atas adanya suatu
stimulus tertentu. Sebagai contoh, pada waktu para siswa diberi tugas dari guru
yang hasilnya harus dikumpulkan, seseorang siswa mungkin secara sadar
berusaha untuk menuliskan hasil pelaksanaan tugas itu dengan rapi, sebab
menurut pengalaman yang ia miliki di mas lalu, suatu pekerjaan yang ditulis secar
rapi cenderung mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pekerjaan yang tidak ditulis dengan rapi sekalipun isi kedua pekerjaan itu sama.
• Rangkaian gerak merupakan kegiatan yang terdiri atas dua gerakan fisik atau
lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan dalam upaya untuk mencapai
sesuatu tujuan tertentu. Sebagai contoh, kegiatan melukis garis bagi pada suatu
sudut merupakan suatu kegiatan yang terdiri atas beberapa gerakan fisik yang
dilakukan secara berurutan, sejak dari pembuatan suatu busur lingkaran yang
terpusat di titik tersebut sampai pembuatan suatu busur lingkaran yang terpusat di
titik tersebut sampai pembuatan garis bagi yang dimaksud.
ix
• Rangkian verbal merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau kalimat-kalimat
secara bermakna, termasuk menghubungkan kata-kata atau kalimat-kalimat
dengan objek-objek tertentu. Misalnya, kegiatan mendeskripsikan sifat-sifat suatu
bangun geometri (persegi panjang, belah ketupat dan lain-lain) kegiatan
menyebutkan nama benda-benda tertentu dan sebagainya.
• Membedakan merupakankegiatan mengamati perbedaan antara sesuatu objek
yang satu dengan sesuatu objek yang lain, misalnya membedakan lambing 2
dengan lambing 5, membedakan bilangan built dengan bilangan cacah,
mencermati perbedaan antara prosedur mencari FPB dengan prosedur mencari
KPK dan sebagainya.
• Pembentukan aturan adalah pernyataan yang memberikan petunjuk kepada
individu bagaimana harus bertindak dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Belajar atauran adalah kegiatan memehami pernyataan-pernyataan dan sekaligus
menggunakannya pada situasi-situasi yang sesuai. Contohnya untuk sebaran dua
real a dan b berlaku: ax b = b x a.
• Pemecahan masalah merupakan kegiatan belajar yang paling kompleks. Suatu
soal dikatakan merupakan masalah bagi seseorang apabila orang itu memahami
soal tersebut, dalam arti mengetahui apa yang diketahui dan apa yang diminta
dalam soal itu dan belum mendapatkan suatu cara untuk memecahkan soal itu.
Berdasarkan teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
ix
1. Belajar matematika pada siswa SD berada pada tahapan operasional konkrit
dimana siswa belajar dengan berpikir rasional dan mampu menetatpkan operasi-
operasi logis pada masalah kongkrit yang terikat pengalaman, karena anak
belum mampu berpikir secara abstrak. Keunggulan pada tahap ini anak
mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu untuk memecahkan masalah-masah
yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan secara benar.
2. Teori-teori tersebut sama menekankan pada proses belajar penemuan. Piaget
menyebutnya sebagai tahapan serasi, yaitu siswa belajar matematika maka siswa
harus menemukan sendiri seluruh atau sebagian materi yaitu mengaitkannya
dengan materi pelajaran matematika yang lain untuk membentuk materi
pelajaran baru.
3. Belajar matematika dengan cara mencoba-coba dan hafalan informasi baru
tanpa mengaitkan informasi atau konsep yang ada ke dalam struktur kognitifnya
kurang berhasil manfaatnya.
4. Belajar matematika akan menarik dan diperhatikan jika penanaman konsep pada
siswa tidak mengalami kekeliruan. Pada langkah-langkah permulaan belajar
konsep pengertian akan lebih melekat apabila kegiatan yang menunjukkan
representrasi konsep itu dilakukan siswa sendiri untuk menghindri distorsi.
Misalnya apabila guru atau siswa ingin menunjukkan arti 2, siswa sendiri supaya
menyajikan sebuah himpunan dengan dua anggota.
3. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
ix
Menurut Harry Sukarman (1996:4) dalam pembelajaran matemtika adalah
sebagai berikut:
1. Dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara
mental, fisik maupun sosial.
2. Pengajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan kekhasan pokok/sub
pokok bahasan dan perkembangan berfikir siswa. Dengan demikian diharapkan
akan terdapat kesesuaian antara pengajaran yang menekankan pemahaman konsep
dan pengajaran, yang menekankan pada ketrampilan menyelesaikan soal dan
memecahkan masalah pengajaran dimulai dari hal yang konktit ke abstrak dan
dari yang mudah ke hal yang sulit.
3. Pengajaran matematika di kelas-kelas rendah SD diarahkan agar siswa memiliki
ketampilan dalam berhitung, melalui kegiatan praktis yang dilakukan sendiri oleh
siswa, namun pemahaman tentang konsep tertentu juga diperlukan dan
diharapkan terpupuk melalui kegiatan tersebut.
4. Untuk membantu pemahaman siswa dalam mata pelajaran matematika guru
hendaknya memilih sarana yang sesuai dengan bahan pengajaran dengan
menggunakan bahan yang sederhana atau yang mudah didapat disekitar siswa.
Mengajar matematika di SD akan berhasil jika proses pembelajaran diarahkan
kepada konsep atau struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan
disamping hubungan yang terkait antara konsep-knsep dan struktur. Sedangkan
menurut Ahmad Arifin yang dikutip oleh Durrori (1994:6) pengajar matematika di
ix
SD pada hakikatnya berkaitan langsung dengan usaha menumbuhkan dan melatih
kemampuan dasar seorang anak yaitu kemampuan perkembangan menjelang dewasa
maupun sesudahnya, Untuk anak pada tingkat Sekolah Dasar ini penanaman konsep
tersebut akan berhasil apabila pengajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan
berfikir. Disini peranan guru dalam pembelajaran sangat menentukan, karena dia
harus menguasai materi yang akan diajarkan, agar tidak terjadi kesalahan konsep
ataupun kesalahan teori, yang nantinya dapat menyebabkan pemahaman yang salah
dan tentu saja akan dapat menyebabkan kesalahan yang berarti bagi siswa karena sifat
matematika yang merupakan suatu struktur, sehingga kesalahan pada satu bagian
akan menyebabkan kesalahan pada bagian lain.
Pembelajaran matematika mengenal berbagai materi mengajar dan berbagai
teknik mengajar bagi setiap pokok bahasan, sehingga guru harus mengajar dengan
metode dan teknik mengajar yang tepat bagi setiap penyampaiannya merupakan
syarat yang tidak dapat ditawar lagi bagi pengajar matematika. Seorang pengajar
matematika yang tidak menguasai matematika yang diajarkan tidak mungkin ia dapat
mengajar matematika dengan baik.
Kemampuan pengajar dalam menyampaikan materi matematika sekaligus
penguasaan materi yang akan diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses
belajar. Kepribadian pengalaman dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika
juga berpengaruh tehadap efektifitas proses belajar (Hudojo, 1988:70).
Demikian pula seorang pengajar yang tidak menguasai berbagai cara
penyampaian ia hanya mengejar terselesainya bahan bahan yang diajarkan tanpa
memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik. Hal ini menurut Hudojo akan
ix
mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran matematika, yang kedua dapat
menimbulkan keengganan untuk belajar matematika, bahkan mungkin menjadi
frustasi.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar dan mengajar
matematika akan berhasil secara maksimal jika guru berperan dengan aktif. Proses
belajar dan mengajar itu berkaitan dengan pengelolaan kelas. Melalui guru yang
professional dalam mengelola kelas diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
B. Pengelolaan Kelas
a. Pengertian Pengelolaan kelas
Menurut Drs. Winarno Hamiseno (dalam Suharsimi Arikunto, 1987:8)
pengelolaan adalah substantif dari mengelola. Sedangkan mengelola berarti suatu
tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencana, mengorganisir,
melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penilaian. Dijelaskan selanjutnya
bahwa pengelolaan menghasilkan sesuatu dan sesuatu itu dapat merupakan sumber
penyempurnaan dan peningkatan pengelolaan selanjutnya.
Istilah pengelolaan sama pengertiannya dengan istilah manajemen.
Sebagaimana disebutkan Siagian (dalam Soekarto Indrafachrudi, 1989: 52) istilah
manajemen kemudian tergeser oleh istilah pengelolaan. Pengelolaan merupakan daya
upaya dalam usaha mencapai tujuan. Selanjutnya pengertian pengelolaan terbatas
pada kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian
tujuan melalui kegiatan orang lain.
ix
Dalam bahasa Indonesia istilah manajemen sering diterjemahkan dengan
kepemimpinan, ketatalaksanaan, pembinan, penguasaan dan pengurusan (The Liang
Gie, dalam Soekarto Indrafachrudi, 1989:53).
Manajemen didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang direncanakan untuk
menjamin kerjasama, partisipasi, intervensi dan keterlibatan orang lain dalam
mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan dengan efektif (Iwa Sukiswa,
1986:1).
Yang dimaksud dengan kelas adalah ruangan belajar dan atau rombongan
belajar (Djauzak Ahmad, 1984: 68). Kelas artinya pangkat, tingkat atau rombongan
belajar antara pasang surut (W.J.S.Poerwadarminta, 1984:465).
Pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diharapkan untuk mewujudkan
suasana belajar-mengajar seperti yang diharapkan (Suharsimi Arikunto, 1987:68).
Pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diharapkan untuk mewujudkan suasana
belajar-mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk
belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan (Djauzah Ahmad,1994:1).
Dengan demikian pengelolaan kelas adalah usaha sadar untuk mengatur
kegiatan belajar-mengajar. Usaha sadar itu mengarah pada penyiapan bahan
belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan
situasi/kondisi proses belajar-mengajar dan pengaturan waktu, sehingga proses
belajar-mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
b. Tujuan Pengelolaan kelas
ix
Tujuan pengelolaan kelas agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja dengan
tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif (Suharsimi Arikunto,
198:68).
Menurut Ahmad Djauzak (1994:2) tujuan pengelolaan kelas adalah:
a. Merupakan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun
sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
b. Mehilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi
belajar-mengajar.
c. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkunagn sosial, emosional, dan
intelektual siswa dalam kelas.
d. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya serta sifat-sifat individunya.
Tujuan pengelolaan kelas menurut Ahmad Rohani (1991:117) pengelolaan
kelas menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut diatas bahwa tujuan pengelolaan
kelas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Mewujudkan situasi dan kondisi kelas sebagai lingkungan belajar yang tertib,
dapat mengembangkan kemampuan yang maksimal, menghilangkan berbagai
ix
hambatan, membina siswa dan menciptakan serta mempertahankan kondisi yang
optimal sehingga segera terdapat tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
c. Hambatan Pengelolaan Kelas
Rudolf Draikurs dan Pearl Cassel (dalam Ahmad Rohani, 197:120)
mengemukakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang
didasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individual merupakan upaya
pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan
untuk mencapai harga diri:
a. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain (attention getting
behaviors)
b. Tingkah laku yang ingin menujukkan kekuatan (power seeking behavior)
c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors)
d. Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk
mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang
menjadi bagiannya.
Lois V. Johnson dan Mary Bany (dalam Ahmad Rohani, 197:120)
mengemukakan enam kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas:
a. Kelas kurang kohesif.
b. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
c. Membesarkan hati anggota yang justru melanggar norma kelompok.
ix
d. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah
digarap
e. Semangat kerja rendah
f. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Menurut Suharsimi Arikunto (1987:70-71) sebab musabab sumber kesulitan
yang timbul dari keributan ada enam hal yaitu:
a. Siswa tidak tau apa yang harus mereka perbuat
b. Siswa sudah diberitahu oleh guru tentang tugas-tugas yang harus mereka lakukan
serta mereka sudah tahu, akan tetapi setelah beberapa lama kemudian menjadi
lupa akan tugasnya.
c. Siswa sudah mengetahui apa yang harus mereka perbuat dan mereka ini tidak
lupa akan tetapi tidak tahu bagaimana cara melakukan.
d. Ada beberapa atau sebagian besar siswa yang sudah selesai melaksanakan tugas
sebelum waktunya habis sehingga siswa tersebut membuat keributan.
e. Ada diantara siswa di kelas itu merupakan anak yang malas, tidak bergairah atau
mengganggu, sehingga walaupun mereka melakukan tugas tetapi tidak dengan
kesungguhan hati. Kadang-kadang mereka berhenti bekerja lalu bermain atau
mengganggu kawan lainnya.
f. Adanya anak yang tidak tahu bagaimana menghargai waktu. Anak-anak ini tahu
bagaimana melaksanakan tugas, serta mereka tidak malas akan tetapi cara yang
diambilnya kurang efisien, sehingga karena ia risau atau takut tidak selesai
pekerjaannya, lalu menjadi gugup dan gaduh.
ix
Dari pendapat beberapa ahli tersebut tentang hambatan dalam pengelolaan
kelas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Adanya tingkah laku untuk mendapatkan perhatian, ingin menunjukkan
kekuatan, menyakiti orang lain. Perasaan tidak mampu dan menolak untuk mencoba
karena yakin kegagalan yang diterimanya. Kelas kurang kohesif, bereaksi negatif,
membanggakan anggota dengan melanggar norma dan tidak mampu menyesuaikan
diri. Siswa menyelesaikan tugas tidak sesuai waktu, tidak tahu apa yang harus
diperbuat atau tahu yang diperbuat tetapi tidak dapat melakukannya. Malas tidak
bergairah dalam mengerjakan tugas.
d. Masalah-masalah Pengelolaan Kelas
Pada dasarnya kegiatan guru di kelas mencakup dua aspek utama yaitu
masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Kedua jenis masalah tersebut
tidak untuk dibedakan, tapi guru harus secara jeli dan sistematis bias
mengidentifikasinya secara tepat. Dengan demikian tidak akan terjadi malpractice,
yaitu munculnya masalah pembelajaran, namun melakukan terapi dengan cara terapi
pengelolaan kelas dan sebaliknya.
Berdasarkan definisi di atas maka seorang guru akan berhadapan dengan
masalah individu dan kelompok. Untuk dapat menyelesaikan masalah pengelolaan
kelas secara efektif, maka guru harus mengidentifikasi masalah yang bersifat individu
dan kelompok, memahami pendekatan untuk menyelesaikan masalah dan memilih
pendekatan yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
- Masalah Individu
ix
Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya berguna dan dibutuhkan. Jika
individu gagal mendapatkannya maka ia akan bertingkah laku secara berurutan dari
yang paling ringan sampai yang paling berat, yaitu tingkah laku menarik perhatian
orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan
ketidakmampuan.
Seseorang yang gagal menemukan posisinya secara wajar dalam hubungan
social yang saling menerima, bisanya bertingkah laku mencari perhatian orang lain
secara destruktif, misal pamer, melawak, memperolok, membikin onar, terus menerus
bertanya atau minta bantuan terus menerus. Tingkah laku mencari kekuasaan sama
dengan mencari perhatian destruktif tapi lebih mendalam, misalnya berbohong,
menunjukkan sikap pertentangan pendapat, tidak melakuakan perintah guru,
menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Bila secara pasif biasanya ia
menonjolkan kemalasan dan ketidak patuhan secara pasif. Gejala menuntut balas
dapat dilihat bila seseorang merasa frustasi dalam mendapatkan kedudukan sosialnya
dan mereka merasa sakit dikalahkan. Seseorang yang memperlihatkan
ketidakmampuannya pada dasarnya merasa tidak mampu mendapatkan apa yang
dikehendaki dan merasa selalu gagal.
- Masalah Kelompok
Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan dengan pengelolaan kelas,
yaitu :
• Hubungan tidak harmonis ( Kekurangkompakan)
ix
• Kekurangmampuan mengikuti kesepakatan (peraturan) kelompok
• Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
• Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang
• Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan atau mengikuti
atauran kelompok lain
• Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, bertingakh laku agresif dan protes
• Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Kekurangkompakan kelompok ditandai dengan konflik di antara para anggota
kelompok suatu kelas. Kelas yang tidak kompak akan diwarnai ketegangan dan
kekerasan. Seorang siswa kadang-kadang tidak mematuhi aturan-aturan yang
ditetapkan kelompok, misalnya gaduh, bersuara keras, menganggu temannya pada
waktu pelajaran berlangsung. Masalah penerimaan kelompok atas tingkah laku yang
menyimpang terjadi bila kelompok telah mendorong timbulnya tingkah laku yang
menyimpang, misalnya memperolok guru. Masalah kelompok timbul bila anggota
kelompok kelompok mulai menunjukkan reaksi yang berlebihan terhadap hal yang
sederhana saja, misalnya para siswa menolak untuk melakukan sesuatu karena
menganggap guru tidak adil. Masalah kelompok yang paling rumit adalah bila
kelompok tersebut melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan baik secara
terbuka maupun secara terselubung. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan terjadi bila kelompok melakukan reaksi secara tidak wajar terhadap
peraturan baru, misalnya perubahn jadwal pelajaran dan sebaginya.
ix
e. Prosedur Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas adalah suatu aspek dari pengelolaan hasil belajar dan
mengajar yang paling rumit. Rumit karena memerlukan berbagai kriteria ketrampilan,
pengalaman dan bahkan kepribadian dan sikap dan nili yang berpengaruh terhadap
hasil pengelolaan kelas. Tindakan pengelolaan kelas yang dilakukan dapat berupa
tindakan preventif atau tindakan kuratif.
1. Tindakan Preventif
a) Peningkatan kesadaran diri
Langkah peningkatan diri dari guru adalah sangat strategis dan mendasar,
karena dengan ini mak meningkat rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang
merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
b) Peningkatan kesadaran siswa
Banyak sekali tindakan siswa yang dilakukan tanpa kesadaran diri. Kurangnya
kesadaran ini akan menyebabkan siswa lekas marah, mudah tersinggung yang
akhirnya akan melakukan tindakan yang menyimpang. Untuk meningkatkan
kesadaran ini, guru hendaknya memberikan penjelasan tentang hak dan kewajiban
siswa sebagai anggota kelas.
c) Inisialisasi sikap tulus dari guru
Guru hendaknya bersikap tulus kepada siswanya dengan tanpa berpura-pura.
Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi kondisi lingkungan
ix
belajar, karena tingkah laku, tindakan dan cara guru menyikapi sesuatu merupakan
stimulus yang akan mendapat respons atau reaksi dari siswa.
d) Mengenal dan menemukan alternatif
Guru mengidentifikasi jenis tingkah laku siswa yang disengaja, apakah hanya
untuk menarik perhatian ataukah merupakan respons negatif terhadap keseluruhan
siswa dalam mereaksi tingkah laku seseorang. Guru dituntut mengenal berbagai cara
pendekatan pengelolaan kelas agar dapat mengelola kelas dengan baik. Di samping
itu juga bisa mempelajari pengalaman orang laindalam mengelola kelas.
2. Tindakan Kuratif
1. Pengidentifikasian
Guru mengidentifikasi para siswa yang melakukan pelanggaran atau para
siswa yang memperoleh kesulitan akibat pelanggaran yang dilakukan siswa yang lain.
2. Membuat rencana
Data yang diperoleh dari langkah butir (a) di atas, merupakan dasar untuk
melakukan perencanaan tindakan selanjutnya. Dengan demikian, rencana yang dibuat
berdasarkan data yang akurat, sehingga langkah tindakan berikutnya akan sesuai
dengan sasaran dan tidak menimbulkan gejolak baru atau bahkan menambah masalah
yang lebih kompleks.
3. Menetapkan waktu pertemuan
Penentuan waktu pertemuan harus disetujuai bersama oleh guru dan siswa
yang bersangkutan. Kesadaran akan pentingnya pertemuan itu oleh siswa yang
ix
bersangkutan merupakan suatu permulaan yang baik untuk berhasilnya langkah
kuratif ini.
4. Menjelaskan waktu pertemuan
Bila tiba saatnya waktu pertemuan, mak jelaskan maksud pertemuan itu dan
jelaskan kepada siswa agar siswa menyadari bahwa pertemuan itu diusahakan dengan
penuh ketulusan semata-mata untuk perbaikan.
5. Menunjukkan bahwa gurupun bisa berbuat salah
Tunjukkan bahwa guru bukan orang sempurna dan tidak bebas dari
kelemahan. Akan tetapi, yang paling penting antara guru dan siswa harus ada
kesadaran untuk bersama-sama belajar saling memperbaiki diri, saling mengingatkan
untuk kepentingan bersama.
6. Guru berusaha membawa siswa kepada masalahnya
Seseorang memiliki rasa harga diri, oleh karena itu akan sukar bagi siswa
untuk secar langsung mengatakan kesalahannya. Hanya dengan sikap yang sabar
siswa akan secara perlahan-lahan muncul kesadaran untuk melihat kesalahannya,
sehingga secar total dia akan menghadapi masalahnya. Guru harus bertindak
bijaksana, sehingga sikap dan tindakannya akan mendorong siswa ke arah kesadaran
akan kesalahannya dan akhirnya memberi motivasi ke arah perbaikan.
7. Bila pada pertemuan yang diadakan ternyata siswa tidak responsive, guru dapat
mengajak siswa untuk berdiskusi. Langkah ini lebih memberikan kesempatan
untuk berdialog langsung, tanpa tekanan sehingga masing-masing dapat
ix
memberikan argumentasi. Pada akhirnya akan dapat disimpulkan kesepakatan
bersama yang harus ditaati oleh guru maupun siswa.
8. Melakukan tindak lanjut
Setelah pemecahan masalah sudah tercapai, mak harus diikuti dengan
pemantauan terhadap masalah yang sudah terpecahkan tadi. Hal ini berguna agar jika
terjadi penyimpangan-penyimpangan dapat segera ditanggulangi.
f. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Menurut Ahmad Rohani (1997:143-148) pendekatan dalam pengelolaan kelas
meliputi :
Behavior-Modification Approach
Pendekatan ini bertolak dari psikologi behavioral yang mengemukakan
asumsi bahwa (1) semua tingkah laku yang baik maupun yang kurang baik
merupakan hasil proses belajar dan (2) ada sejumlah kecil proses psikologis yang
fundamental yang dapat digunakan untuk dapat menjelaskan terjadinya proses belajar
yang dimaksud. Adapun proses psiologi yang dimaksud adalah penguatan positif,
hukuman, penghapusan dan penguatan negatif.
Untuk membina tingkah laku yang dikehendaki guru harus memberi
penguatan positif (memberi stimulus positif sebagai ganjaran) atau penguatan negatif
(menghilangkan hukuman, suatu stimulus negatif). Sedangkan untuk mengurangi
tingkah laku yang tidak dikehendaki, guru menggunakan hukuman (memberi
stimulus negatif), penghapusan (pembatalan pemberian ganjaran yang sebenarnya
diharapkan murid) atau time out (membatalkan kesempatan murid untuk
ix
mendapatkan ganjaran, baik yang berupa barang maupun berupa kegiatan yang
disenangi).
Penguatan ini sendiri ada dua macam, yaitu penguatan primer (primary or
unconditioned reinforcers) yang menjadi penguatan sebagai hasil proses belajar) dan
penguatan sekunder (secondary or conditioned reinforcers) yang menjadi penguatan
sebagai hasil dari proes belajar. Penguatan sekunder ini ada yang mengatakan
penguatan sosial (perhatian, pujian dan sebagainya) dan ada pula yang menamakan
penguatan simbelik (nilai, biji atau tanda-tanda lainnya) di samping itu ada pula yang
dinamakan penguatan dalam bentuk kegiatan (permainan atau kegiatan lain yang
disenangi murid).
Socio-Emotional-Climate Approach
Dengan berlandaskan Psikologi Klinis dan Konseling, pendekatan
pengelolaan kelas ini mengasumsikan bahwa (1) proses belajar yang efektif
mensyaratkan iklim sosio-personal yang baik dalam arti terdapat hubungan inter-
pesrsonal yang baik antara guru dan murid dan (2) guru menduduki posisi terpenting
bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
Carl A. Rogers menekankan pentingnya guru bersikap tulus yang dihadapi
siswa; menerima dan menghadapi murid sebagi manusia; dan mengerti murid dari
sudut pandang murid itu sendiri. Selanjutnya C. Ginott menganggap sangat penting
kemampuan guru melakukan komunikasi yang efektif dengan murid dalam
mengusahakan pemecahan masalah, guru membicarakan situasi dan bukan pribadi
pelaku pelanggaran, mendiskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan dan apa yang
ix
perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian. Dengan perkataan lain, William
Glasser memusatkan perhatiannya pada pentingnya guru membina rasa tanggung
jawab sosial dan harga diri murid dengan cara seringkali mengarahkan murid untuk
mndiskripsikan masalah yang dihadapi.
Group-Procesess Approach
Pendekatan ini didasarkan pada Psikologo Sosial dan Dinamika Kelompok.
Oleh karena itu maka asumsi pokoknya adalah (1) pengalaman belajar sekolah
berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan (2) tugas guru yang utama dalam
pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan
kohesif.
Menurut Richard A. Schmuck dan Patricia A. Schmuck unsur-unsur
pengelolaan kelas dalam rangka pendekatan group process adalah (1) harapan timbal
balik tingkah laku guru-murid dan antara murid sendiri. Kelas yang baik ditandai oleh
dimilikinya harapan yang realistik dan jelas bagi semua pihak (2) kepemimpinan baik
dari guru maupun dari murid yang mengarahkan kegiatan kelompok ke arah
pencapaian tujuan –tujuan yang telah ditetapkan (3) pola persahabatan antara anggota
kelas semakin baik ikatan persahabatan yang dimaksud semakin besar peluang
kelompok menjadi produktif (4) norma, dalam arti dimiliki serta dipertahankan norma
kelompok yang produktif serta dirubah serta digantinya norma yang kurang produktif
(5) terjadinya komunikasi yang efektif dalam arti si penerima pesan
menginterpretasikan secara benar pesan yang akan disampaikan oleh si pengirim
pesan dengan dipakainya ketrampilan komunikasi interpersonal (6) cohesivenness,
ix
yaitu perasaan keterikatan masing-masing anggota terhadap kelompok secara
keseluruhan derajat perasaan keterikatan semakin tinggi anggota memperoleh
kepuasaan sebagai hasil dari anggotanya dalam kelompok yang bersangkutan.
Eelectic Approach
Guru menguasai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang potensial,
dalam hal ini pendekatan tingkah laku penciptaan iklim sosio-emosional dan proses
kelompok dan guru dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur
yang sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.
g. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar
Siapapun guru yang mengajar di kelas, ketrampilan mengelola kelas
hendaknya dikuasai sebelum seorang guru mengajar, menurut Michael Marland
(1991:15) ada lima persiapan utama yaitu:
a. Mengenali stuktur dan prosedur sekolah, bidang ajar serta silabusnya
b. Mengenali murid-murid yang akan diajar
c. Menyiapkan ruang kelas
d. Mempersiapkan catatan-catatan
e. Mempersiapkan buku-buku beserta perlengkapan mengajar
Pengelolaan kelas pada Sekolah Dasar yang ideal menurut Ahmad Djauzah
dan kawan-kawan sebagai berikut:
Peran Guru
Dalam kaitannya dangan tugas pengelolaan kelas ada beberapa peran guru
yang harus dilakukan sebagai berikut:
ix
Peran sebagai Pengajar (Instructional)
a. Menyusun program pengajaran selama kurun waktu tertentu secara
berkelanjutan
b. Membuat persiapan mengajar dan rencana kegiatan belajar mengajar untuk
setiap bahan yang akan diajarkan berkaitan dengan menggunakan metode
tertentu
c. Menyiapkan alat peraga yang dapat membantu terlaksananya kegiatan belajar-
mengajar yang efektif
d. Merencanakan dan menyiapkan alat evaluasi belajar
e. Menyiapkan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelajaran yang merupakan
program sekolah
Peran sebagai Pendidik (Education)
Tugas guru bukan saja mengajar, tetapi lebih dari itu mengantar siswa menjadi
manusia yang dewasa yang cakap dan berbudi luhur.
Peran sebagai Pemimpin (Managerial)
Peran ini bukan saja terbatas pada kelas namun juga diluar kelas, bukan saja
pada saat pelajaran berlangsung tapi juga sebelum dan seudah pelajaran berlangsung.
Seorang guru setidaknya harus memiliki kemampuan dan sikap sebagai berikut
:
1. Menguasai Kurikulum
ix
Kurikulum sebagai program pendidikan secara utuh, mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam keseluruhan program pendidikan dan pengajaran.
2. Menguasai materi setiap pelajaran
Guru SD adalah guru kelas artinya guru harus dapat mengajarkan berbagai
materi pelajaran.
3. Menguasai metode dan evaluasi belajar
Salah satu kelemahan mendasar yang biasanya terjadi dalam kegiatan belajar-
mengajar terletak pada inti aktivitas pendidikan itu, yaitu pelaksanaannya melibatkan
guru dan siswa serta interaksinya satu sama lain.
4. Setia terhadap tugas
Guru- guru yang berhasi pada dasarnya adalah guru-guru yang mencintai
tugasnya dan guru-guru yang setia terhadap tugasnya.
5. Disiplin
Pendidikan adalah suatu proses, dimana anak tumbuh dan berkembang dalam
belajar. Di kelas guru yang menjadi tauladan dan panutan, oleh karena itu disiplin
merupakan bagian yang terpenting dari pendidikan.
Guru dan Disiplin Kelas
Pengertian disiplin kelas
Disiplin kelas adalah keadaan tertib dalam suatu kelas yang didalamnya
tergabung guru dan siswa taat kepada peraturan yang berlaku.
Cara/ teknik membina disiplin kelas
a. Pendekatan yang digunakan
ix
Pemberian bimbingan
Dalam hubungan ini siswa perlu diberi bimbingan dan penyuluhan untuk
memahami dan mengenali diri sendiri.
Evaluasi pada diri pribadi
Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi
diri terutama tingkah lakunya berdasarkan peraturan tata tertib yang telah ditetapkan.
Teknik yang digunakan
1. Teknik keteladanan guru
Guru hendaknya memberikan contoh teladan sikap dan perilaku yang baik
kepada siswanya.
2. Teknik bimbingan guru
Guru hendaknya senantiasa memberikan bimbingan dan penyuluhan untuk
meningkatkan kedisiplinan para siswa.
3. Teknik pengawasan bersama
Dalam mewujudkan tujuan bersama beberapa upaya yang dapat dilakukan
dalam pembinaan disipilin di kelas adalah:
Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa
Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa
Membina organisasi kelas secara demokratis
Membiasakan siswa untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampannya
Memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan
ix
4. Tahap-tahap pengelolaan kelas
Pada dasarnya tahap-tahap pengelolaan kelas yang merupakan satu proses
dapat ditempuh dalam empat tahap :
Memberi kondisi kelas yang dikehendaki
Mengamati kondisi kelas yang ada atau nyata
Menentukan cara pengelolaan kelas yang tepat
Menilai dan memilih hasil pelaksanaan pengelolaan kelas
Aspek-aspek Pengelolaan Kelas
Kegiatan yang dilakukan dalam pemgelolan kelas antara lain:
Mengecek kehadiran siswa
Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa dan menilai hasil pekerjaan
tersebut
Pendistribusiaan bahan dan alat
Mengumpulkan hasil informasi dari siswa
Mencatat data
Pemeliharaan arsip
Menyampaikan materi pelajaran
Memberikan tugas/PR
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru, khususnya guru baru dalam
pertemuan pertama dengan siswa di kelas adalah:
1) Ketika bertemu dengan siswa, guru harus:
a. Bersikap tenang dan percaya pada diri sendiri
ix
b. Tidak menunjukkan rasa cemas
c. Memberikan salam lalu memperkenalkan diri
d. Memberikan format isian tentang data pribadi siswa atau guru menyuruh siswa
menulis riwayat hidupnya secara singkat
2) Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tertib dan lancar
3) Mengatur tempat duduk siswa secara tertib dan teratur
4) Menentukan tata cara berbicara dan tanya jawab
5) Membuat denah kelas (Tempat duduk siswa)
6) Bertindak disiplin baik terhadap siswa maupun terhadap diri sendiri
Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
Pendekatan Komando Perintah
Pendekatan ini dilakukan dengan:
a. Menetapkan dan menegakkan peraturan kelas
b. Bersikap tegas dan bijaksana/ yang terkendali
c. Menggunakan perintah dan larangan
Pendekatan Pemberian Sanksi (Intimidasi)
Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan komando. Namun tindakan
guru dalam pendekatan intimidasi adalah keras dan menyinggung perasaan.
Pendekatan demokratif (Permisif)
Pendekatan ini menekankan pada pemberian kebebasan siswa secara
maksimal.
Pendekatan Akal Sehat
ix
Pendekatan ini guru berpedoman pada suatu ketentuan hal-hal dalam
menghadapi berbagai jenis masalah dalam pengelolaan kelas.
Pendekatan Instruksional
Pendekatan ini memandang bahwa pengajaran yang dirancang dan
dilaksanakan dengan cermat untuk mencegah timbulnya masalah-masalah yang tidak
dapat dicegah dengan pendekatan lain.
Pendekatan Motivasi
Peranan guru dalam pendekatan ini adalah mendorong tingkah laku siswa
yang positif dan mencegah/mengurangi tingkah laku negatif.
Pendekatan Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secara maksimal apabila hubungan
antar pribadi yang baik akan berkembang di dalam kelas.
Pendekatan Kerja Kelompok
Pendekatan ini peranan guru adalah mendorong perkembangan dan kerjasama
kelompok.
Kelas yang Nyaman dan Menyenangkan
Kelas merupakan taman belajar bagi siswa dan menjadi tempat mereka
tumbuh dan berkembang baik secara fisik, intelektual dan emosional.
Adapun syarat-syarat kelas yang baik adalah:
Rapi, bersih, sehat dan tidak lembab
Cukup cahaya yang meneranginya
ix
Sirkulasi udara cukup
Perabot dalam keadaan baik, cukup jumlahnya dan ditata rapi
Jumlah siswa tidak lebih dari 40 orang
1. Tata Ruang Kelas
Pengaturan tempat perabot kelas dapat dipindahkan sesuai dengan
keadaan/kondisi setempat
2. Menata Perabot Kelas
Perabot kelas adalah segala sesuatu perlengkapan yang harus ada dan
diperlukan di kelas.
a. Papan tulis
Papan tulis harus ditempatkan didepan dan cukup cahaya. Penempatannya tidak
terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
b. Meja kursi guru
Meja kursi guru ditempatkan didepan sebelah kanan atau kiri, supaya tidak
menghalangi pandangan ke papan tulis.
c. Almari kelas
Almari kelas dapat ditempatkan disamping papan tulis atau sebelah dinding,
samping depan sebelah meja guru.
d. Meja kursi siswa
ix
Meja kursi siswa dengan dua orang siswa. Kursi siswa harus cukup sesuai
dengan jumlah siswa.
Gambar Presiden, Wakil Presiden dan Lambang Garuda Pancasila,
ditempatkandidepan kelas diatas papan tulis. Posisi penempatannya disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku.
e. Papan absensi
Papan absensi ditempatkan didepan sebelah papan tulis atau didinding
samping kelas.
f. Daftar jaga
Daftar jaga/piket siswa ditempatkan disamping papan absensi.
g. Jadwal Pelajaran
Jadwal pelajaran ditempatkan di tempat yang mudah dilihat.
h. Kalender Pendidikan
Kalender pendidikan ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat.
i. Tempat cuci tangan dan lap tangan
Tempat cuci tangan dan lap diletakkan di depan dekat pintu masuk.
j. Tempat sampah
Tempat sampah diletakkan di sudut kelas. Besar kecilnya tempat sampah
disesuaikan dengan kebutuhan.
k. Sapu dan alat pembersih yang lain
Sapu dan alat pembersih lain juga harus tersedia untuk menjaga kebersihan
kelas, seperti lap meja, sapu dan lain- lain dan diletakkan pada tempat tersembunyi.
ix
l. Gambar- gambar alat peraga
Penempatan dan pemasangannya disesuaikan dengan kebutuhan pelajaran
yang sedang diajarkan.
Pengorganisasaian Kelas/Siswa
Tempat Duduk Siswa
Pada dasarnya penempatan siswa di kelas harus memperhatikan beberapa
prinsip yaitu:
a. Siswa tidak terus-menerus menempati tempat duduk yang sama sepanjang tahun,
harus ada perubahn. Pengeseran setidaknya setiap semester, demikian pula
pasangan tempat duduknya.
b. Diusahakan tidak ada siswa yang duduk sendirian tidak ada pasangannya, kalau
terpaksa ia harus di depan bukan di belakang dan tidak terus menerus sendiri
dalam arti yang sendiri bergantian.
c. Siswa lebih pendek, mempunyai kekurangan pandangan dan kurang
pendengarannya harus diutamkan duduk di depan.
d. Siswa yang sering membuat kegaduhan, suka menganggu temannya dijauhkan
dengan anak yang sejenis itu dan jangan ditempatkan terlalu jauh dari guru.
e. Siswa suka merenung, melamun, kurang memperhatikan penjelasan guru jangan
ditempatkan di belakang.
Mengenal Sifat dan Tingkah Laku Siswa Di Kelas
Guru harus mengenal sikap, sifat dan tingkah laku siswa dikelas supaya dapat
memberikan bimbingan dan penanggulangan masalah jika diperlukan.
ix
Belajar Secara Klasikal dan Individual
Pada waktu guru memberikan tugas-tugas secara klasikal guru dapat berkeliling
kelas dan menandatangani siswa untuk memberikan bimbingan dan arahan secara
individual.
Belajar Kelompok
Belajar kelompok ini bertujuan untuk melatih siswa dalam bekerjasama,
berdiskusi, keberanian menyampaikan pendapat, menghargai pendapat orang lain dan
memecahkan masalah secara bersama-sama.
Administrasi kelas
Administrasi dilaksanakan dalam rangka menunjang pelaksanaan kurikulum
yang berlaku. Agar pelaksanana proses belajar- mengajar berhasil dengan baik maka
administrasi kelas perlu dikelola dengan baik. Administrasi kelas yang diperlukan
antara lain:
Buku Supervisi
Daftar Kelas
Dafar Hadir
Grafik Absen
Papan Absen Harian
Buku Penilaian
Buku Mutasi Siswa
Buku Keuangan
ix
Buku Tamu
Buku Bimbingan dan Penyuluhan
Buku Penerimaan dan Pengembalian raport
Daftar Inventaris Kelas Program Pengajaran Semesteran
Persiapan Mengajar
Jadwal Pelajaran
Kalender Pendidikan
Denah Kelas
Buku Notulen Rapat Buku Perkembangan
Peranan Siswa dalam Pengelolaan Kelas
Kelas dalam arti luas meliputi beberapa unsur seperti guru, siswa, sarana serta
aturan-aturan yang telah disepakati, masing-masing mendukung serta saling
memerlukan. Dengan kata lain siapa saja yang ada menjadi anggota kelas terhimpun
dalam satu keluarga kelas, yang masing-masing mempunyai peranan berbeda. Untuk
itu perlu dibentuk suatu organisasi kelas.
Kelompok Siswa
Siswa seyogyanya dibagi dalam beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 4 – 5 orang atau sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang diketuai oleh seorang
ketua kelompok. Kelompok ini dibentuk untuk keperluan kebersihan kelas dan belajar
bersama. Tujuan dari kelompok ini adalah untuk melatih bekerjasama dengan orang
lain, berlatih disiplin dan adanya persaingan yang sehat dalam memajukan kelompok.
Program Kegiatan Kelas
ix
Untuk dapat mengembangkan kreativitas serta ide dan gagasan baru dari
siswa, tiap kelas harus memiliki program kegiatan tahunan. Program kelas tersebut
direncanakan sendiri oleh siswa setiap tahun ajaran, terutama bagi siswa kelas IV, V
dan VI. Sebagai anggota kelas, siswa harus diberi kesempatan dan diarahkan untuk
memberikan perannya dalam rangka pengelolaan kelas.
Tata Tertib Kelas
Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada siswa di sekolah
sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatih dan memahami
pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Tata tertib kelas dilaksanakan
sebagai berikut:
Pada waktu masuk sekolah
a. Siswa harus datang 10 menit sebelum pelajaran dimulai
b. Menaruh tas di laci meja masing masing kemudian keluar kelas
c. Siswa yang mendapat tugas piket harus datang lebih awal
d. Siswa yang terlambat diberi teguran
e. Siswa yang tidak masuk harus memberi izin
f. Guru datang di kelas tepat waktu
Pada waktu masuk kelas
a. Siswa segera berbaris di depan kelas ketika bel berbunyi
b. Ketua kelas menyiapkan barisan siswa masuk kelas satu persatu dengan tertib dan
duduk ditempatnya masing-masing
ix
c. Guru memeriksa kerapian, kebersihan dan kesehatan siswa persatu: kuku, rambut,
kerapian dan kebersihan baju dan sebagainya.
Pada waktu di dalam kelas
a. Berdo’a bersama dipimpin ketua kelas
b. Memberi salam kepada guru
c. Guru mengabsen siswa
d. Pada saat pelajaran berlangsung siswa harus tetap tertib
e. Siswa tidak boleh meninggalkan kelas tanpa alasan tertentu
Pada waktu istirahat
a. Pada saat bel istirahat berbunyi siswa keluar kelas dengan tertib
b. Guru keluar kelas setelah semua siswa keluar
c. Siswa tidak boleh berada di kelas ketika istirahat Selama istirahat siswa tidak
diperkenankan meninggalkan sekolah tanpa ijin
d. Pada saat bel masuk berbunyi siswa masuk kelas dengan tertib dan duduk dengan
tertib siap menerima pelajaran
e. Sebaiknya guru sudah berada di kelas dahulu menjelang bel masuk berbunyi
Pada waktu pulang sekolah
a. Ketika bel pulang berbunyi, pelajaran berakhir ditutup dengan do’a dan salam
kepada guru
b. Guru memberikan nasehat, mengingatkan tentang tugas/ PR dan lain-lain
c. Siswa keluar kelas dengan tertib
Prosedur Pengelolaan Kelas
ix
Pengelolaan kelas adalah salah satu aspek dari pengelolaan proses belajar dan
mengajar yang paling rumit, tapi menarik. Rumit karena memerlukan berbagai
criteria ketrampilan, pengalaman dan bahkan kepribadian, sikap dan nilai sangat
berpengaruh terhadap hasil pengelolaan kelas. Dua guru yang sama-sama pandai dan
berpengalaman tapi berbeda kepribadian dan sikap, termasuk cara menyikapi siswa
akan menghasilkan iklim belajar yang berbeda. Tindakan pengelolaan kelas yang
dilakukan dapat berupa tindakan preventif atau tindakan kuratif.
a) Tindakan Preventif
- Peningkatan kesadaran diri
Langkah peningkatan diri dari guru adalah sangat strategis dan mendasar,
karena dengan ini mak akan meningkat rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang
merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
- Peningkatan kesadaran siswa
Banyak sekali tindakan siswa yang dilakukan tanpa kesadaran diri. Kurang
kesadaran ini akan menyebabkan siswa lekas marah, mudah tersinggung yang
akhirnya akan melakukan tindakan yang menyimpang. Untuk melaksanakan
kesadaran ini, guru hendaknya memberikan penjelasan tentang hak dan kewajiban
siswa sebagai anggota kelompok kelas.
- Inisialisasi sikap tulus dari guru
Guru hendaknya bersikap tulus kepada siswanya dengan tanpa berpura-pura.
Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi kondisi lingkungan
ix
belajar, karena tingkah laku, tindakan dan cara guru menyikapi sesuatu merupakan
stimulus yang akan mendapat respons atau reaksi dari siswa.
- Mengenal dan menemukan alternatif
Guru mengidentifikasi jenis tingkah laku siswa yang disengaja, apakah hanya
untuk menarik perhatian ataukah merupakan respons negatif terhadap keseluruhan
siswa dalam mereaksi tingkah laku seseorang. Guru dituntut mengenal berbagai cara
pendekatan pengelolaan kelas agar dapat mengelola kelas dengan baik. Disamping itu
juga biasa mempelajari pengalaman orang lain dalam mengelola kelas.
b) Tindakan Kuratif
- Pengidentifikasian
Guru mengidentifikasi para siswa yang melakukan pelanggaran atau para
siswa yang memperoleh kesulitan akibat pelanggaran yang dilakukan siswa, sehingga
guru dapat melakukan penyembuhan secara tepat.
- Membuat rencana
Data yang diperoleh dari langkah di atas merupakan dasar untuk melakukan
perencanaan tindakan selanjutnya. Dengan demikian, rencana yang dibuat
berdasarkan data yang akurat sehingga langkah tindakan berikutnya akan sesuai
dengan sasaran dan tidak menimbulkan gejolak baru atau bahkan menambah masalah
yang lebih kompleks.
- Menetapkan waktu pertemuan
ix
Perencanaan waktu pertemuan harus disetujui bersama-sama oleh guru dan
siswa yang bersangkutan merupakan suatu permulaan yang baik untuk berhasilnya
langkah kuratif ini.
- Menetapkan maksud pertemuan
Penentuan waktu pertemuan haeus disetujui bersama oleh guru dan siswa
yang bersangkutan merupakan suatu permulaan yang baik untuk berhasilnya langkah
kuratif ini.
- Menjelaskan maksud pertemuan
Bila tiba saatnya waktu prtemuan, mak jelaskan maksud pertemuan itu dan
jelaskan kepada siswa agar siswa menyadari bahwa pertemuan itu diusahakan dengan
penuh ketulusan semata-mata untuk perbaikan. Di samping itu perlu diperhatikan cara
guru menyikapi siswa waktu pertemuan berlangsung.
- Menunjukakkan bahwa gurupun bisa berbuat salah
Tunjukkan bahwa guru pun bukan orang yang sempurna dan tidak bebas dari
kelemahan. Akan tetapi yang penting antara guru dan siswa haeus ada kesadaran
untuk bersama-sama belajar saling memperbaiki diri, saling mengingatkan untuk
kepentingan bersama. Seseorang yang kurang mengenali diri akan menyebabkan dia
salah menilai dirinya.
- Guru berusaha membawa siswa kepada masalahnya
Seseorang memiliki rasa harga diri, oleh karena itu kan sukar bagi siswa
untuk langsung mengatakan atau mengakui kesalahannya. Hanya dengan sikap yang
ix
sabar siswa akan secara perlahan-lahan muncul kesadaran untuk melihat
kesalahannya, sehingga sikap dan tindakannya akan mendorong siswa ke arah
kesadaran akan kesalahannya dan akhirnya memberi motivasi ke arah perbaikan.
- Bila pada pertemuan yang diadakan ternyata siswa tidak responsive.
Guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi. Langkah ini bersifat persuasive,
yang secara formal lebih memberikan kesempatan untuk berdialog langsung tanpa
ada tekanan, sehingga masing-masing dapat memberi argumentasi. Pada akhirnya,
akan disimpulkan kesepakatan bersama yang harus ditaati oleh guru maupun siswa.
Tentu saja guru mempunyai jurus-jurus dan misi diplomasi untuk mencapai tujuan.
- Melakukan tindak lanjut
Setelah pemecahan masalah sudah tercapai, mak harus diikuti dengan
pemantauan terhadp masalah yang sudah dipecahkan tadi. Hal ini berguna agar jika
terjadi penyimpangan-penyimpangan dapat segera ditanggulangi.
ix
BAB III
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitataif
dengan metode deskripsi, yaitu dengan menggambarkan keadaan dan memecahkan
masalah yang sedang berlangsung. Dengan pendekatan ini diharapkan peneliti dapat
menghasilkan data yang deskriptif yang nantinya dapat dituangkan dalam bentuk
laporan dan uraian, jadi tidak diutamakan angka-angka statistik.
Istilah penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975:25) yang
dikutip oleh Moleong (2000:3) metodologi kualitatif sebagai prosedur pemilihan
ix
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.
Alasan digunakannya pendekatan ini karena peneliti tidak melakukan
pengetesan atau pengujian hipotesis, melainkan berusaha menelusuri, memahami,
menjelaskan gejala, kaitan hubungan antara segala sesuatu yang diteliti, dalam hal ini
mendeskripsikan ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada proses pembelajaran
matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah SD Negeri I Kertek
Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo, yang beralamat di jalan Raya Parakan No.
285 A Kertek. Alasan dipilihnya lokasi tersebut didasarkan atas keingintahuan
peneliti tentang ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada proses pembelajaran
matematika dari kelas I sampai kelas VI, serta lokasi penelitian dekat dengan tempat
tinggal peneliti sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya. Dengan demikian,
hambatan-hambatan yang ditimbulkan dari faktor ini dapat dikendalikan.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah kepala sekolah, wali kelas sebagai guru kelas dan
siswa.
66
ix
Dari kepala sekolah selaku penanggung jawab pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
sekolah dapat dimintai keterangan tentang pelaksanaan pengelolaan kelas di
sekolahnya serta berbagai macam sarana dan prasarana yang digunakan sebagai
penunjang pelaksanaan pengelolaan kelas yang efektif.
Wali kelas sebagai pelaksana proses pembelajaran, pengelola kelas sekaligus juga
mengampu semua mata pelajaran. Diperoleh informasi tentang pengelolaan kelas
pada pembelajaran matematika.
Siswa sebagai anak didik dapat memberikan informasi tentang perannya dalam
pengelolaan kelas, khususnya dalam pembelajaran matematika.
Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh
peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti
menggunakan teknik:
1. Observasi
Menurut Marzuki (2001:58) dengan metode observasi orang melakukan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang
diselidiki. Metode ini memiliki kebaikan sebagai berikut :
Pencatatan dapat dilakukan pada waktu terjadinya peristiwa atau terlihatnya gejala
tertentu.
Tidak tergantung pada jawaban responden, maka lebih objektif dan lebih teliti.
ix
Observasi yang dilakukan yaitu melalui cara pengamatan yang tidak berperan
serta. Artinya peneliti hanya mengadakan pengamatan saja tanpa menjadi anggota
kelompok yang diamatinya. Pengamatannyapun dilakukan secara terbuka dengan
diketahui oleh subyek, sedangkan sebaliknya para subyek dengan suka rela
memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi.
Dan mereka juga menyadari ada orang yang sedang mengamati hal-hal yang
dilakukan mereka.
Alat yang digunakan dalam metode observasi ini adalah catatan lapangan
karena pengamat dalam situasi pengamatan tidak berperan serta. Pengamatan dalam
hal ini relatif bebas membuat catatan apa saja yang dikehendaki. Catatan yang dibuat
dalam pengamatan berupa laporan langkah-langkah peristiwa dan catatan tentang
gambaran umum yang singkat.
Metode observasi digunakan untuk memperoleh data tentang ketrampilan
guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika di SD Negeri I Kertek
Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
yang memberikan jawaban (Moleong, 2001:63).
Dalam wawancara ini penulis menggunkan jenis wawancara bebas terpimpin
atau wawancara terkontrol, artinya wawancara berjalan dengan bebas tapi masih
terpenuhi komparabilitas dan reliabilitas terhadap persoalan penelitian.
ix
Melalui wawancara ini diharapkan data yang diungkap lebih mendalam.
Wawancara dilakukan secara terbuka, artinya para subyek tahu bahwa mereka sedang
diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut.
Selama wawancara pencatatan data adalah hal penting yang harus dilakukan
peneliti. Pencatatan data tersebut merupakan dasar yang akan dianalisis dari hasil
wawancara. Pencatatan data dilakukan melalui tape recorde dan melalui pencatatan
pewawancara sendiri.
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang bagaimana
ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran matematika.
3. Dokumentasi
Mengenai teknik dokumentasi Lincon dan Guba (dalam Moehadjir, 1989:105)
menyatakan bahwa dokumentasi adalah setiap bahan tertulis maupun film yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik, yang digunakan sebagai
sumber data, karena dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan.
Dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto proses belajar-mengajar
matematika pada kelas I sampai kelas VI SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek
Kabupaten Wonosobo. Dari foto tersebut peneliti dapat memperoleh data yang
diperlukan. Selain itu, peneliti juga memperoleh data berupa daftar murid kelas I
sampai kelas VI, kurikulum dan satpel matematika.
ix
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data utama (Moleong, 2000:4). Peneliti berperan serta
dalam kegiatan kemasyarakat, arinya dalam pengumpulan data ini peneliti melakukan
kegiatan pengamatan berperan serta.
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai
instrumen terjun langsung dalam pengambilan data dengan alat bantu berupa lembar
observasi, pedoman wawancara dan catatan-catatan dokumen yang ada di sekolah.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti akan mendapatkan data beranekaragam
yang berasal dari berbagai macam sumber, yaitu: observasi, wawancara ataupun
dokumen. Agar hasil penelitian sesuai yang diharapkan dan cocok dengan pendekatan
kualitatif, maka teknik analisis data yang digunakan adalah pendekatan induktif
artinya pemecahan masalah didasarkan atas berfikir empiris melalui data dan fakta
yang diperoleh di lapangan.
Secara rinci analisis data akan dilakukan sebagai berikut :
Reduksi data
ix
Data mentah yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi
kemudian diproses dan disusun dalam bentuk uraian yang kemudian direduksi,
dirangkum, diseleksi atau dipilih yang penting, kemudian dicari polanya.
Reduksi data dilakukan dengan menyingkat, mereduksi, menyusun data mentah
secara sistematis agar dapat dikendalikan dan memberikan gambaran secara jelas.
Penyajian data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dituangkan dalam bentuk uraian
deskriptif sehingga data tersebut dapat menjadi laporan yang mempunyai hubungan
secara menyeluruh.
Menyimpulkan
Penarikan kesimpulan ini dilakukan setelah didapatkan laporan secara
menyeluruh pada tahap penyajian data. Penarikan kesimpulan dengan melihat dan
mempertimbangkan seluruh data yang ada secara induktif untuk mendapatkan
kesimpulan tentang ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada pembelajaran
matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo.
Teknik Pemeriksaaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini pemeriksaan keabsahan data menggunkan teknik :
Keikutsertaan di lapangandalam rentang waktu yang panjang
ix
Dalam penelitian ini untuk menguji kepercayaan terhadap data yang telah
dikumpulkan dari informan, mak perlu mengadakan keikutsertaan dalam rentang
waktu yang panjang.
Kehadiran peneliti ke lokasi penelitian sangatlah mudah karena lokasi sekolah
dekat dengan rumah peneliti, sehingga sewaktu-waktu peneliti dapat dating untuk
mengadakan pengujian dari hasil wawancar yng telah dilakukan peneliti dengan
informan.
Sebagai langkah untuk mendukung kebenaran data secar akurat maka peneliti
juga mengadakan pemrotetan terhadap lokasi sekolah, proses belajar dan mengajar
matematika. Selain itu peneliti juga mengadakan pengamatan terhadap sarana dan
prasarana yang mendukung terciptanya pengelolaan kelas serta proses pembelajran
matematika.
Foto-foto terhadap objek ketrampilan guru dalam mengelola kelas dan observasi
terhadap data-data ini dimaksudkan untuk mendukung kebenarannya antara hasil
wawancar dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan.
Triangulasi
Teknik triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding data. Teknik triangulasi yang akan dilakukan yaitu pemeriksaan
melalui sumber lainnya.
ix
Menurut Patton dan Moleong (2000:178) triangulasi dengan sumber lain berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat
dicapai dengan jalan (1) membandingkan data dan hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan
orang-arang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu,
(4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang pendidikan, orang berada dan orang
pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
terkait.
Pengecekan anggota
Peneliti mengadakan pengecekan anggota dengan tujuan untuk menguji
terhadap derajat kepercayaan tentang data-data yang diperoleh dari informan.
Pelaksanaan pengecekan anggota dengan tujuan untukmenguji terhadap derajat
kepercayaan tentang data-data yang diperoleh dari informan, karena anggota yang
dimaksud adalah kepala sekolah, guru-guru maupunsiswa SD Negeri I Kertek,
sebagai latar dalam penelitian ini.
Dari kegiatan pengecekan anggota ini, peneliti telah memperoleh kelengkapan
data dan akurasi data tentang ketrampilan guru dalam mengelola kelas pada
ix
pembelajran matematika di SD Negeri I Kertek Kecamatan Kertek Kabupaten
Wonosobo.
Penulisan Laporan
Teknik Penulisan
Dalam penulisan laporan penelitian ini mencakup 3 hal yaitu penulisan, gaya
penulisan dan petunjuk umum penulisan. Menurut Bogdan dan Biklen (1982:172-
175) yang dikutip Moleong (2000:228) menyebutkan :
a. Cara penulisan laporan penelitian biasanya diarahkan oleh siatu fokus yang
berarti bahwa penulis memutuskan untuk memberitahu keinginannya kepada para
pembaca.
b. Gaya penulisan adalah menyajikan laporan penemuan pandangan didaktis, yaitu
menyatakan isinya akan berargumentasi, menyajikan aspek-aspek kunci
perspektifnya dan menyajikan contoh - contoh data. Data ditemukan secara
induktif dan penyajiannya dilakukan secara deduktif.
c. Petunjuk penulisan laporan dimanfaatkan oleh peneliti sewaktu akan memulai
penulisan laporan.
Tahapan Penulisan Laporan (Moleong, 200:227-228)
Menyusun materi data sehingga bahan - bahan itu dapat secepatnya tersedia apabila
diperlukan.
ix
Penyusunan kerangka laporan
Mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka yang baru disusun
Tahap penulisan sebenarnya
Tahap penulisan ini perlu disertai penjajagan audit. Hal ini memungkinkan
penulis untuk melaporkan fakta yang benar-benar fakta untuk membuat pertanyaan
yang senantiasa didukung oleh data.
Tahapan-tahapan Penelitian
Tahap Pra Lapangan
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian / usul penelitian berisi: (1) Latar belakang masalah dan
alasan pelaksanaan penelitian; (2) Kajian kepustakaan; (3) Pemilihan lapangan
penelitian; (4) Penentuan jadwal penelitian; (5) Pemilihan alat penelitian; (6)
Rancangan pengumpulan data; (7) Rancangan prosedur analisis data; (8) Rancangan
perlengkapan; (9) Rancangan pengecekan keabsahan data.
2) Memilih Lapangan Penelitian
Dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan
teori substantif; pergilah dan jajagilah lapangan untuk melihat apakah terdapat
kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan. Keterbatasan geografis dan
praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu pula dijadikan pertimbangan dalam
penentuan lokasi penelitian (Moleong, 2000:86).
3) Mengurus Perizinan
ix
Pada langkah ini mencakup: (1) Mengetahui siapa saja yang berkuasa dan
berwenang memberi izin bagi pelaksanaan penelitian; (2) Mengetahui persyaratan
yang diperlukan; (3) Mengetahui tentang apa yang harus dikemukakan kepada
pemberi izin, yaitu mencari sikap, perilaku, kegemaran dan latar belakang
pendidikannya kepada pemberi izin; (4) Setelah izin diberikan, jangan lupa senantiasa
menjaga hubungan baik dengan yang memberi izin.
4) Menjajagi dan Menilai Keadaan Lapangan
Tahap ini merupakan orientasi lapangan, namun dalam hal-hal tertentu telah
menilai keadaan lapangan. Maksud dan tujuan penjajagan lapangan adalah berusaha;
(1) Mengenal segala unsur lingkngan sosial, baik fisik dan keadaan alam; (2) Untuk
membuat persiapan dan perlengkapan yang diperlukan; (3) Menilai keadaan, situasi,
latar dan konteksnya.
5) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Memilih informan yang dapat memberikan informasi-informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian. Agar peneliti memperoleh informasi yang benar
dan memenuhi syarat, seyogyanya peneliti menyelidiki motivasinya dan