KULTUR BELAJAR DALAM MEMANFAATKAN LABORATORIUM BAHASA SEBAGAI
SUMBER BELAJAR DI MAN YOGYAKARTA III
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Eko Prasetyo Budhi NIM. 05105244021
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA NOVEMBER 2010
i
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Kultur Belajar Dalam Memanfaatkan
Laboratorium Bahasa Sebagai Sumber Belajar di MAN Yogyakarta III
ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 1
November 2010 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI
Nama
Jabatan
Tanda tangan
Tanggal
Dr. Sugeng Bayu Wahyono Ketua Penguji
.......................... ....................
Suyantiningsih, M. Ed
Sekretaris Penguji
.......................... ....................
Dr. Siti Irine Astuti D.W., M. Si
Penguji Utama
.........................
....................
Pujiriyanto, M. Pd.
Penguji Pendamping ........................
....................
Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta Dekan,
iv
Prof. Dr. Achmad Dardiri, M. Hum NIP. 195502051981031004
MOTTO
Aku berfikir, maka aku ada (Rene Descartes)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya, karya ini kupersembahkankepada: Ayahanda dan Ibunda
tercinta atas segala nikmat dunia yang telah diberikan hingga aku
bisa seperti sekarang DieahNiezorangyangakusayangidan selalu
memotivasi dalam penulisan skripsiini. SeluruhKeluargaku
Almamaterku Yogyakarta Nusa,BangsadanAgama Universitas Negeri
vi
KULTUR BELAJAR DALAM MEMANFAATKAN LABORATORIUM BAHASA SEBAGAI
SUMBER BELAJAR DI MAN YOGYAKARTA III Oleh Eko Prasetyo Budhi NIM.
05105244021
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan kultur
belajar dalam memanfaatkan laboratorium bahasa sebagai sumber
belajar di MAN Yogyakarta III. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekaan kualitatif. Subyek
penelitian ini adalah guru bidang studi bahasa inggris, guru bidang
studi bahasa Indonesia, penegelola laboratorium bahasa, dan 6
siswasiswi dari kelas XI IPA2. Obyek penelitian ini adalah
laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III. Dalam melakukan
penelitian menggunakan metode pengumpulan data dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Adapun metode yang digunakan untuk
menganalisis data adalah reduksi data, display data, mengambil
kesimpulan dengan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bagaimana kultur belajar dalam memanfaatkan laboratorium bahasa
sebagai sumber belajar di MAN Yogyakarta III, menunjukkan bahwa
kebiasaan belajar guru dan siswa dalam memanfaatkan laboratorium
bahasa di MAN Yogyakarta III masih mematuhi tata tertib yang ada di
dalam laboratorium bahasa. Laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta
III masih belum menunjang kegiatan pembelajaran karena sebagian
peralatan yang ada tidak berfungsi, peralatan yang ada di dalam
laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III masih banyak yang rusak
seperti mesin vortable, dan jumlah kursi yang ada di dalam
laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III tidak sesuai dengan
jumlah siswanya.
Kata kunci : kultur belajar, Laboratorium bahasa, sumber
belajar.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Allah SWT telah memberikan kemudahan dan
kelapangan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Laporan ini
disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan. Skripsi yang berjudul Kultur Belajar Dalam
Memanfaatkan Laboratorium Bahasa Sebagai Sumber Belajar di MAN
Yogyakarta III, disusun guna memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Teknologi
Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini, penulis
mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Achmad Dardiri, M.Hum selaku Dekan
FIP UNY yang telah memberikan bantuan fasilitas dalam penyelesaian
studi 2. Bapak Sungkono, M.Pd selaku Ketua Jurusan Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan yang telah memberikan izin dan pengarahan
dalam penyusunan skripsi ini 3. Bapak Dr. Sugeng Bayu Wahyono
selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Pujiriyanto, M.Pd selaku dosen
pembimbing II yang dengan sabar dan teliti telah memberikan arahan,
bimbingan, motivasi, masukan, dan saran- saran dalam pelaksanaan
maupun penulisan skripsi ini. viii
4. Kepala Sekolah MAN Yogyakarta III yang telah memberikan izin
untuk melaksanakan penelitian dan membantu selama penelitian
sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar 5. Ibu Dewi selaku
pengelola Laboratorium Bahasa di MAN Yogyakarta III, Bu. Zahro, dan
Bu. Sukarni, dan siswa- siswi kelas XI IPA2 Udin, Mega, Sepa,
Umairoh, Lia, dan Pandu yang telah memberikan waktunya untuk
melaksanakan penelitian dan membantu selama penelitian sehingga
penelitian ini berjalan dengan lancar. 6. Bapak, Ibu, dan Adikku
tercinta yang selalu memberikan doa, cinta kasih sayang, dukungan,
bantuan material maupun spiritual. 7. Seluruh keluarga besarku,
Kakek- Nenek, Yoga, Cak Dewa, Cak Packy, Cak Ali, Cak Mat, Lek
Yono, Esha, Reva, Gangga, Andini, Ibank, Ika, Yanti yang selalu
memotivasi dan memberi semangat. 8. Untuk orang yang aku cintai dan
aku sayangi yang selalu memotivasi dalam penulisan skripsi ini 9.
Teman-teman Teknologi Pendidikan angkatan 2005 yang sama-sama
berjuang dan saling memberi semangat untuk penulisan skripsi ini
10. Seluruh teman-temanku Black Cat Padang Club Community dan
temantemanku yang tidak aku sebutkan satu persatu yang tanpa mereka
sadari telah membantu memberi semangat dan motivasi untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
ix
11. Seluruh teman-teman penghuni kost Karang malang blok D-16
dan A-44 tahun 2005, dan teman-teman padepokan Klebengan B-17,
terima kasih atas doa dan motivasinya dalam penulisan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang
telah membantu penyusunan skripsi ini
Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, semoga amal dan
kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Penulis berharap, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang berkenan menggunakanya.
Yogyakarta,
Oktober 2010
Penulis,
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul
...............................................................................................
Halaman Persetujuan
....................................................................................
Halaman Pernyataan
.....................................................................................
Halaman Pengesahan
.....................................................................................
Motto
...............................................................................................................
Halaman
Persembahan..................................................................................
Abstrak
............................................................................................................
Kata Pengantar
..............................................................................................
Daftar Isi
.........................................................................................................
Daftar
Tabel....................................................................................................
Daftar Gambar
...............................................................................................
Daftar Lampiran
...........................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii xi xiv xv xvi
BAB I PENDAHULUAN
.............................................................................
A. Latar Belakang
Masalah................................................................
B. Identifikasi Masalah
......................................................................
C. Batasan Masalah
............................................................................
D. Fokus Penelitian
............................................................................
E. Tujuan Penelitian
...........................................................................
F. Manfaat Penelitian
.........................................................................
xi
1 1 4 5 5 5 5
G. Batasan Istilah
...............................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
.......................................................................
A. Tinjauan tentang Kultur Belajar di Sekolah 1. Pengertian
Kultur.....................................................
.............. 2. Kultur
Belajar.........................................................................
3. Kultur Sekolah dan Prestasi Belajar Siswa.........
................... 4. Faktor Pembentuk Kultur Sekolah.........
................................ B. Tinjauan tentang Teknologi
Pendidikan....................................... 1. Definisi
Teknologi Pendidikan .............................................
2. Kawasan Teknologi
Pendidikan............................................ C. Tinjauan
tentang Laboratorium Bahasa........................................
1. Pengertian
Laboratorium.......................................................
2. Pengertian Laboratorium Bahasa..............................
............ 3. Pemanfaatan Laboratorium
Bahasa....................................... D. Tinjauan tentang
Sumber Belajar ................................................ 1.
Pengertian Sumber
Belajar.................................................... 2.
Klasifikasi Sumber
Belajar............................................ ....... 3.
Manfaat Sumber
Belajar..................................................... .. 4.
Prinsip-prinsip Pemilihan Sumber
Belajar............................. 5. Pola Organisasi Sumber
Belajar............................................ E. Hasil
Penelitian Relevan
.............................................................
xii
8
8 9 10 12
13 15
21 22 23
27 28 30 31 32 35
F. Kerangka Berfikir
.......................................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN
.............................................................. A.
Pendekatan Penelitian
...................................................................
B. Sumber Data Penelitian
.................................................................
C. Lokasi, Setting, dan Waktu Penelitian
.......................................... D. Teknik Pengumpulan
Data ............................................................
1. Observasi .. 2. Wawancara ... 3. Dokumentasi . E. Analisis Data
................................................................................
. F. Keabsahan Data .
38 38 39 39 39 40 41 41 42 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN.............................. A. Deskripsi Tempat
Penelitian
......................................................... B. Hasil
Penelitian
.............................................................................
C. Keterbatasan Penelitian
.................................................................
46 46 47 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
......................................................... A.
Kesimpulan
...................................................................................
B. Saran
..............................................................................................
57 57 58
xiii
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................
60
LAMPIRAN
...................................................................................................
61
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Klasifikasi sumber belajar menurut AECT
29
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kawasan Teknologi Pendidikan Gambar 2. Struktur Pola
Organisasi Pusat Sumber Belajar. Gambar. 3 Profil MAN Yogyakarta
III
15 34 47
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman wawancara untuk guru Lampiran 2. Pedoman
wawancara untuk siswa . Lampiran 3. Catatan Lapangan 1 Lampiran 4.
Catatan Lapangan 2 Lampiran 5. Transkrip Wawancara Siswa Lampiran
6. Reduksi, Display, dan Kesimpulan Hasil Wawancara Siswa Lampiran
7. Transkrip Wawancara Guru Lampiran 8.Reduksi , Display, dan
Kesimpulan Hasil Wawancara Guru Lampiran 9. Dokumentasi .. Lampiran
10. Perijinan .
62 63 64 65 67 80 84 93
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan adalah fenomena yang fundamental
atau asasi dalam kehidupan manusia. Driyarkarya, (1980: 32),
berpendapat: dimana ada kehidupan manusia, bagaimanapun juga disitu
pasti ada pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah proses
komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi pengetahuan,
nilai-nilai dan keterampilan di dalam dan diluar sekolah yang
berlangsung sepanjang hayat (life long process) dari generasi ke
generasi. Pendidikan sangat bermakna bagi kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa. Kegiatan belajar mengajar merupakan proses
interaksi yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
akan menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu faktor
yang memberikan banyak andil adalah dengan dimanfaatkanya sumber
belajar yang terdapat disekitar proses pembelajaran, sehingga
kegiatan belajar mengajar lebih menarik, dan menimbulkan motivasi
belajar. Sebagian besar guru cenderung menggunakan buku teks
sebagai pembelajaran dan guru sebagai sumber belajar utama.
Ungkapan ini diperkuat oleh Pacepol Ellington (1984:42), bahwa dari
sekian banyaknya sumber
belajar hanya buku teks yang dimanfaatkan. Kegiatan belajar
hanya bisa berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri
proses belajar. Ada satu
1
2 syarat yang mutlak yang harus dipenuhi agar tejadi kegiatan
belajar. Syarat itu adanya interaksi antara pebelajar dengan sumber
belajar. Menurut C. Asri Budiningsih (1991:2) bahwa peserta didik
dalam menerima pengalaman belajar serta mendalami materi pengajaran
belajar masih banyak membutuhkan hal-hal, kejadian-kejadian,
ataupun benda-benda yang sifatnya kongkrit, mudah diamati langsung
dihadapi, sehingga pengalaman tersebut akan lebih mudah dipahami.
Selanjutnya C. Asri
Budingsih mengungkapkan bahwa: dalam melaksanakan proses belajar
mengajar semua pihak yang terlibat selalu memerlukan sumber atau
potensi agar dapat mendorong kegiatan menjadi lancar dan berhasil.
Salah satu sumber belajar yang dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran adalah laboratorium bahasa. Laboratorium merupakan
sumber belajar yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan tersedianya laboratorium di sekolah, akan
berdampak positif dalam belajar berbahasa terutama bahasa asing
untuk menunjang kemahiran berbahasa di era globalisasi sekarang
ini. Sejalan dengan hal tersebut, Bambang T. Sungkowo (1985:128)
menyebutkan bahwa, apabila laboratorium digunakan untuk tempat
pengembangan potensi siswa secara maksimal maka akan memperoleh
kepuasan kerja sama dan berkembang daya nilainya. Laboratorium
bahasa adalah sebuah laboratorium yang dibuat untuk mempermudah
penyampaian materi apaun di sebuah ruangan, pada umunya diguanakan
untuk materi bahasa, baik bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa
Jepang, bahasa Indonesia, dan bahasa asing lainya
3 Kultur belajar di sekolah sangatlah rendah, hal ini
dikarenakan hubungan antara guru dengan siswa tidak antusias dan
pemanfaatan sumber belajar yang ada di sekolah tidak dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Sehingga proses belajar mengajar tidak efektif.
Pada pemakaian laboratorium bahasa ini, guru masih enggan untuk
memanfaatkan sumber belajar, karena guru masih berpedoman pada
kurikulum. Pemakaian laboratorium bahasa oleh siswa hanya pada jam
tertentu dan telah ditetapkan jadwalnya pada Rancangan Program
Pembelajaran (RPP). Karena guru beranggapan laboratorium bahasa
sangatlah mahal, takut rusak dalam pemakaianya. Guru atau pengelola
laboratorium bahasa masih proteksi ke alat atau media yang ada di
dalam laboratorium bahasa dari pada untuk menunjang keberhasilan
siswanya. Keefektifan laboratorium bahasa di sekolah sangatlah
rendah dan tergantung pada kemampuan dan kepandaian masing-masing
guru serta kepala sekolah. Situasi ini timbul karena model
laboratorium bahasa yang ada dan kebanyakan tidak digunakan serta
penginstalasian laboratorium bahasa di sekolah masih diawasi
kwalitasnya, juga masalah operasional (termasuk pembiayaan yang
pro-aktif dan reaktif), suku cadang pemeliharaan, pelatihan, dan
anggaran peralatan tidak ditujukan secara efektif. Kurniawan (2008:
192). Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa, kultur
sekolah berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan motivasi
siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi guru serta produktivias
dan kepuasan kerja guru. Untuk menciptakan kultur sekolah yang
positif, dibutuhkan adanya kesadaran dan motivasi terutama dari
diri masing-masing warga sekolah.
4 Penelitian serupa juga dilakukan di Amerika Serikat tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kultur sekolah. Ann
Bradley dalam Hardy Working mengemukakan hasil penelitian tersebut
penelitian yang mencakup 1000 siswa di New York City menunjukkan
bahwa para siswa tidak bekerja keras dan mereka menyatakan kalau
dia akan dapat mencapai nilai bagus. Mereka tidak menghendaki ikut
test karena hanya akan membuat mereka harus belajar lebih banyak.
Sekitar 60% menyatakan bahwa mereka malas belajar dikarenakan guru
yang tidak menarik dan tidak antusias dalam mengajar serta tidak
menguasai materi. Disamping itu sebagian besar responden menyatakan
bahwa sekolah tidak disiplin dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Sekitar 80% mau bekerja keras kalau proses belajar
disekolah berjalan secara tepat sebagaimana jadwal yang ditentukan.
Zamroni (2000:150).
B. Identifikasi Masalah 1. Kurangnya pemanfaatan laboratorium
bahasa sebagai sumber belajar secara optimal serta belum dikelola
dengan baik. 2. Guru bahasa dan pengelola laboratorium bahasa belum
banyak berperan penting dalam memanfaatkan laboratorium bahasa. 3.
Kurangnya pengelolaan dan sistem manajemen laboratorium bahasa. 4.
Dalam pengelolaan laboratorium bahasa belum menggunakan teknisi
yang sesuai dengan kompetensinya.
5 C. Batasan Masalah Dari berbagai permasalahan yang berhasil di
permasalahkan dalam penelitian ini dibatasi pada kultur belajar di
sekolah dalam memanfaatkan laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta
III, karena laboratorium bahasa tersebut sebagai pusat sumber
belajar dan digunakan praktek baik listening, converssation,
wrietting dan speaking dalam bidang studi yaitu, pelajaran bahasa
Inggris, dan bahasa Indonesia.
D. Fokus Penelitian
Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan bagaimana kultur belajar dalam memanfaatkan
laboratorium bahasa sebagai sumber belajar di MAN Yogyakarta
III?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti untuk memperoleh
gambaran yang obyektif tentang kultur belajar dalam memanfaatan
laboratorium bahasa sebagai sumber belajar.
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah : Dapat mengkaitkan
perhatian terhadap pentingnya pemanfaatan laboratorium bahasa
sebagai sumber belajar dalam bidang studi bahasa Inggris, dan
bahasa Indonesia.
6 2. Bagi Teknologi Pendidikan : Menjadikan penelitian ini
sebagai pengetahuan untuk mengembangkan lembaga pendidikan
dengan
pemanfaatan laboratorium bahasa sebagai sumber belajar dan
tempat belajar.
G. Batasan Istilah Laboratorium adalah suatu tempat dilakukanya
percobaan penelitian. Tempat ini merupakan ruangan tertutup, kamar
atau ruangan terbuka. Laboratorium adalah suatu ruangan tertutup
dimana percobaan eksperimen dan penelitian dilakukan (Depdikbud :
1985,2003). Pemanfaatan laboratorium adalah perbuatan yang
memberikan pengaruh atau mendatangkan perubahan pada tempat,
ruangan, gedung yang dilengkapi dengan media dan peralatan untuk
melakukan percobaan. Laboratorium bahasa merupakan sebuah
laboratorium yang digunakan untuk mempermudah proses belajar
mengajar berbagai materi bahasa. Banyak sekali peralatan elektronik
yang ada di laboratorium bahasa, seperti PC, kabel, software
laboratorium bahasa, master control, TV, OHP dan lain-lain. Jadi,
pengertian laboratorium bahasa adalah sebuah ruangan yang dibuat
untuk mempermudah penyampaian materi apapun di sebuah ruangan, pada
umumnya digunakan untuk materi bahasa, baik bahasa Inggris, bahasa
Arab, bahasa Jepang, bahasa Indonesia, atau bahasa asing lainya.
Sedangkan menurut artikel pendidikan network sebuah laboratorium
bahasa mengacu kepada seperangkat peralatan elektronik, audio-
video yang terdiri dari
7 instructor console sebagai mesin utama, dilengkapi dengan
repeater language learning machine, tape, recorder, DVD Player,
Video monitor, headset dan student booth yang dipasang dalam satu
ruang kedap suara.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kultur Belajar di Sekolah 1. Pengertian
Kultur Istilah kultur telah dikenal secara luas dan berlangsung
terus menerus mengubah perilakunya yang ditularkan diantara anggota
masyarakatnya. Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama
oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir,
perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun
abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku,
nilai-nialai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan
penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang
persoalan dan memecahkanya. Oleh karena itu, suatu kultur secara
alami akan diwariskan oleh satu generasi ke generasi berikutnya.
Sekolah merupakan lembaga utama yang di desain untuk memperlancar
proses transmisi kultural antar generasi tersebut. (Zamroni,
2000:152). Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting
dalam hal ini adalah Antropolog Clifford Geertz yang mendefinisikan
kultur sebagai suatu pola pemahaman terhadap fenomena sosial, yang
terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Ahli Antropolog
Ruth, berpendapat bahwa kultur itu milik orang bersama. Kultur
merupakan cara berfikir dan bertindak suatu pengetahuan kelompok
dan kebiasaan dalam masyarakat modern, sekolah
8
9 bertindak sebagai instusi utama (selain keluarga) yang harus
dipikirkan oleh generasi masa depan. 2. Kultur Belajar Kebiasaan
belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka
melakukan kegiatan belajar. Sebabnya ialah karena kebiasaan
mengandung motivasi yang kuat. Dalam belajar, perbuatan yang
menimbulkan kesenangan akan diulang. Oleh karena itu, tindakan
berdasarkan kebiasaan bersifat mengukuhkan. Sumadi Suryabrata,
merumuskan cara belajar yang efisien adalah dengan usaha yang
sekecil-kecilnya memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi
perkembangan individu yang belajar. Hal yang terpenting siswa dalam
mempraktekanya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama kelamaan
akan menjadi kebiasaan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar kebiasaan akan
tampak berubah. Menurut Burghart (1973) kebiasaan itu timbul karena
proses penyusunan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulus
yang berulang-ulang. Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan
konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukanya. Kebiasaan
dapat berjalan terus, sedangkan individu memikirkan atau
memperhatikan hal-hal lain. Budaya belajar yang baik adalah sebagai
berikut: 1. Tekun, disiplin, belajar, cerdas 2. Kaizen: selalu
memperbaikiatau meng- update kualitas 3. Mampu bersaing
10 4. Saling asah, asih, dan asuh 5. Cerdas, mampu menyerap
konsep baru tidak mengulang kesalahan, mampu menerapkan konsep
tertentu pada situasi baru 6. Membangun kompetensi optimal secara
kolektif Slamet (2007:73) berpendapat: banyak siswa gagal belajar
akibat mereka tidak mempunyai budaya belajar yang baik. Mereka
kebanyakan menghafal pelajaran, dan belajar dipandang sesuatu yang
tidak penting oleh siswa di zaman sekarang mereka enggan untuk
belajar dan belajar kalau ada test. 3. Kultur Sekolah dan Prestasi
Belajar Siswa Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek
pokok yang sangat berkaitan erat mutu sekolah, yakni: proses
belajar mengajar, kepemimpinan, dan manajemen sekolah. Program aksi
untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional meningkatkan
senantiasa proses menekankan belajar pada aspek pertama, menyentuh
yakni aspek
mengajar,
sedikit
kepemimpinan dan manajemen sekolah. Dan sama sekali tidak
menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang tentu pilihan tersebut
tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling dekat dengan
prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah menunjukkan,
sebagaimana dikemukakan oleh Hanushek diatas, bahwa sasaran
peningkatan kualitas pada aspek proses belajar mengajar saja tidak
cukup. Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan
in-konvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran
mengembangkan kultur sekolah.
11 Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan
kultur sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan
kualitas sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa
pengaruh kultur bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar
yang diduga selama ini. Bukti terakhir, hasil TIMSS (The Third
International Math and Science Study) menunjukkan bahwa siswa dari
Jepang dan Belgia sama-sama menempati pada rangking atas untuk mata
pelajaran matematik, padahal kultur negaranegara tersebut berbeda.
Oleh karena itu, para peneliti pendidikan memfokuskan pada kultur
sekolah, bukanya kultur masyarakat secara umum, sebagai salah satu
faktor penentu kualitas sekolah. Pengaruh kultur sekolah atas
prestasi belajar siswa di Amerika Serikat telah dibuktikan lewat
penelitian empiris. Kultur yang sehat memiliki korelasi yang tinggi
dengan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan
motivasi kerja guru, dan produktivitas kepuasan kerja guru. Namun
demikian, analisis kultur sekolah harus dilihat sebgai bagian suatu
kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu
kultur sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan
dengan aspek yang lain, seperti: 1. Rangsangan untuk berprestasi 2.
Penghargaan yang tinggi terhadap prestasi 3. Komunitas sekolah yang
tertib 4. Pemahaman tujuan sekolah 5. Ideologi organisasi yang kuat
6. Partisipasi orang tua siswa
12 7. Kepemimpinan kepala sekolah, dan 8. Hubungan akrab di
antara guru. Dengan kata lain, dampak kultur sekolah terhadap
prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah bersifat
langsung, melainkan lewat berbagai variabel, antara lain seperti
semangat kerja keras dan kemauan untuk berprestasi. (Zamroni
2000:150) 4. Faktor Pembentuk Kultur Sekolah Nilai, moral, sikap,
dan perilaku siswa tumbuh kembang selama waktu sekolah, dan
perkembangan mereka tidak dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh
struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka dengan
aspekaspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala
sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sendiri. Aturan
sekolah yang ketat dan berlebihan dan ritual sekolah yang
membosankan tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa
maupun antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan ritual sekolah
tidak selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang
oleh siswa diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi
tidak dipaksakan akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat
bagi siswa untuk menjadi dirinya. Di Amerika Serikat pernah
dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya kultur sekolah ini. Ann Bradley dalam Hardy Working
mengemukakan hasil penelitian tersebut. Penelitian yang mencakup
1.000 siswa di New York City menunjukkan bahwa para siswa tidak
bekerja keras dan mereka menyatakan kalau dia mau akan dapat
mencapai nilai yang
13 lebih baik, mereka tidak menghendaki ikut test karena hanya
akan membuat mereka harus belajar lebih banyak. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa siswa tidak khawatir dengan nilai rapor yang
jelek, dan hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR. Sekitar
60% menyatakan mereka malas belajar di karenakan guru yang tidak
menarik dan tidak antusias dalam mengajar, serta tidak menguasai
materi. Disamping itu sebagian besar responden menyatakan bahwa
sekolah tidak disiplin dalam melaksanakan proses belajar mengajar,
sekitar 80% mau belajar keras kalau semua proses belajar disekolah
berjalan secara tepat sebagaimana jadwal yang telah ditentukan.
Sebagian siswa yang lain mengeluh karena guru sering melecehkan
mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai anak yang dewasa
melainkan memperlakukan mereka seperti anak kecil. Oleh karena itu,
sebagai balasan mereka juga tidak menghargai guru. Temuan yang
penting lagi adalah, ternyata para siswa yakin dengan belajar
sebagaimana sekarang ini saja mereka akan lulus mendapatkan
diploma, dan diploma merupakan sesuatu yang penting, tetapi tidak
di perlakukan sebagai simbol ilmu yang telah dikuasai.
B. Tinjaun Tentang Teknologi Pendidikan 1. Definisi Teknologi
Pendidikan Teknologi Pendidikan merupakan cabang disiplin ilmu yang
bertujuan untuk membantu peserta didik memecahkan masalah belajar,
sehingga peserta didik merasa lebih mudah mengikuti proses
pembelajaran. Menurut AECT dalam buku pengantar Teknologi
Pendidikan (1999:11) yang ditulis oleh
14 Barbara B. Seels dan Rita C. Richey ialah: Intructional
Technolgy is a theory and practice of design, development,
utilization, management, and evaluation process and resources of
learning. Definisi tersebut dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai berikut: Teknologi Pendidikan adalah teori dan praktek
desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi proses
sumber untuk belajar. Sedangkan menurut AECT 2004 yang dikutip oleh
Penchenk (2009) Teknologi Pendidikan adalah: Educational Technology
is the study and ethical practice of facilitating learning and
improving performance by creating, using, and managing appropriate
technological processes and resources. (Teknologi pembelajaran
adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan
meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan
proses dan sumber daya teknologi). Berdasarkan definisi- definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa: a. Teknologi pendidikan atau
teknologi pembelajaran adalah suatu bidang disiplin ilmu (field of
study). b. Tujuan utama teknologi pendidikan adalah untuk
memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran, dan
untuk meningkatkan kinerja. c. Kawasan teknologi pendidikan dapat
meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi
baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
15 d. Teknologi pendidikan tidak hanya bergerak di persekolahan,
tetapi juga dalam semua aktivitas manusia (seperti perusahaan,
keluarga, organisasi, masyarakat, dan lain- lain) sejauh berkaitan
dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja. e.
Yang dimaksud dengan teknlogi disini adalah teknologi dalam arti
yang luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tetapi juga
teknologi lunak (softtech). 2. Kawasan Teknologi Pendidikan Bila
mengacu pada definisi diatas, maka teknologi pendidikan adalah
teori dan praktek dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan,
mengelola, dan mengevaluasi proses dan sumber belajar. Oleh karena
itu, kawasan bidang garapan teknologi pendidikan seperti dalam
gambar diagram sebagai berikut:Desain Desain system pembelajaran
Desain pesan Karakteristik pebelajar Strategi pembelajaran
Pengembangan Teknologi cetak Teknologi audiovisual Teknologi
berbasis komputer Teknologi terpadu
Teori dan PraktikEvaluasi Pemanfaatan Analisi masalah Pengukuran
acuan patokan Evaluasi formatif Evaluasi sumatif Pengelolaan
Manajemen proyek Manajemen sumber Manajemen sistem penyampaian
Manajemen informasi Pemanfaatan media Difusi inovasi Implementasi
dan institusionalisasi Kebijakan dan regulasi
Gambar. 1 Kawasan Teknologi Pendidikan (Seels dan Richey,
1994:28)
16
Berdasarkan gambar diatas, maka kawasan teknologi pendidikan
dapat dijelaskan sebagai berikut (menurut seels dan Richey
1994:30-65) a) Kawasan Desain Desain adalah proses untuk menentukan
kondisi belajar. Tujuan kawasan ini adalah menciptakan strategi dan
produk pada level makro seperti pembuatan program dan kurikulum,
dan pada level mikro seperti pada pembuatan satuan pelajaran dan
kurikulum. Kawasan desain meliputi empat bidang garapan yaitu: a.
Desain sistem pembelajaran, adalah proses yang terorganisasi yang
meliputi langkah-langkah penganalisisan, perancangan,
pengembangan, pengaplikasian, dan penilaian pembelajaran. b.
Desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk
merekayasa bentuk fisik dari pesan. c. Strategi pembelajaran,
adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa
belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. d.
Karakteristik pebelajar, adalah segi-segi latar belakang pengalaman
pebelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya.
b) Kawasan Pengembangan Pengembangan adalah kegiatan menerjemahkan
suatu desain ke dalam bentuk fisiknya dengan menerapkan teknologi.
Kawasan ini membidangi tentang bagaimana secara teori maupun
praktek suatu
17 proses dan sumber belajar di kembangkan. Kawasan pengembangan
dapat diorganisasikan : a. Teknologi cetak, adalah cara untuk
memproduksi atau
menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan- bahan visual
yang statis, terutama melalui proses percetakan mekanis atau
fotografis. b. Teknologi Audio Visual, meruapakan cara memproduksi
dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan
elektronis untuk menyajikan pesan- pesan audio dan visual. c.
Teknologi Berbasis Komputer, merupakan cara- cara memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada
mikro prosedur. d. Teknologi Terpadu, merupakan cara untuk
memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis
media yang dikendalikan komputer. c) Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk
belajar. Kategori dalam pemanfaatan adalah sebagai berikut: a.
Pemanfaatan Media, ialah penggunaan yang sistematis dari sumber
untuk belajar. b. Difusi Inovasi, adalah proses berkomunikasi
melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk di adopsi.
18 c. Implementasi dan Pelembagaan, implementasi adalah
penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang
sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan yakni
penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran
dalam suatu struktur atau budaya organisasi. d. Kebijakan dan
Regulasi, adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau
wakilnya) yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan
teknologi pembelajaran. d) Kawasan Pengelolaan Kawasan pengelolaan
melibatkan pengontrolan teknologi
pendidikan melaui perencanaan, organisasi, koordinasi, dan
supervise, kompleksitas sumber daya, personal, desain, dan
upaya
pengembanganya teruntai dalam besarnya intervensi yang tumbuh
dari departemen sebuah sekolah sampai pada intervensi pembelajaran
berskala nasional. Ada empat kategori dalam kawasan pengelolaan: a.
Pengelolaan proyek, pengelolaan proyek meliputi perencanaan,
monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. b.
Pengelolaan sumber, pengelolaan sumber meliputi perencaan,
pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.
c. Pengelolaan sistem penyampaian, pengelolaan sistem penyampaian
meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian cara bagaimana
distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan.
19 d. Pengelolaan informasi, pengelolaan informasi meliputi
perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan,
pengiriman atau pemindahan atau pemprosesan informasi dalam rangka
tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. e) Kawasan Evaluasi
Evaluasi adalah proses penentuan kesesuaian antara pembelajaran dan
belajar. Ada empat sub kawasan dalam evaluasi adalah sebagai
berikut: a. Analisis masalah, mencakup cara penentuan sikap dan
parameter masalah dengan menggunkan strategi pengumpulan informassi
dan pengambilan keputusan. b. Pengukuran Acuan Patokan (PAP),
meliputi teknik- teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar
menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. c. Penilaian
formatif, berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan
dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan
selanjutnya. d. Penilaian sumatif, berkaitan dengan pengumpulan
informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal
pemanfaatan. Berdasarkan kawasan teknoliogi pendidikan tersebut,
peneliti ini berada pada kawasan pemanfaatan, Karena kawasan ini
membidangi suatu teori dan praktek, proses dan sumber belajar.
20 Laboratorium sebagai sumber belajar merupakan ruang lingkup
desain. Sumber belajar yang akan dimanfaatkan dalam pembelajaran
sebaiknya perlu di desain dahulu, sehingga hasil yang akan dicapai
lebih optimal. Desain pesan seagai suatu upaya mendesain sumber
belajar, lebih banyak berhubungan dengan level mikro melalui
unit-unit kecil seperti visual, urutan penyajian, halaman, layer.
Karakteristik lain desain pesan adalah bahwa desain haruslah
berifat spesifik baik dalam medianya ataupun tugas belajarnya.
Semua tergantung pada media yang digunakan. Tugas pembentukan
konsep atau sikap keterampilan atau pengembangan strategi belajar
dan upaya mengingat (AECT, 1994:36) Kawasan pengelolaan berhubungan
dengan perencanaan, monitoring, pengontrolan sistem dukungan sumber
daya dan layanan. Sumber disini termasuk personalia, anggaran,
dana, waktu, fasilitas, dan sumber belajar. Pengelola wajib
melaksanakan penjadwalan dan perencanan. Pemanfaatan laboratorium
sebagai sumber belajar termasuk dalam kawasan pemanfaatan.
Pemanfaatan sebagai tindakan menggunakan sumber belajar. Kegiatan
di laboratorium bahasa merupakan suatu proses pembelajaran yang
berhubungan dengan desain pesan pembelajaran. Seorang pembelajar
memerlukan kemampuan dalam mengelola supaya dapat memanfaatkan
sumber belajar.
21 C. Tinjauan Tentang Laboratorium Bahasa 1.Pengertian
Laboratorium Menurut John Richardo (1984: 2) sebagaimana dikutip
oleh Sukarmi
Hidayat adalah menyangkut tiga komponen yaitu, alat-alat,
sumber, dan peneliti. Sedangkan menurut Muljono Tj, dkk, yang
dikutip oleh Basrowi, (1992: 18-19) Mendefinisikan laboratorium
yaitu ruang, gedung, bangunan, yang dilengkapi alat-alat instrument
untuk melakukan pekerjaan ilmiah untuk melakukan pekerjaan ilmiah
seperti eksperimen, research, demonstarasi, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Subijanto (1988: 80), Laboratorium adalah tempat
digunakan untuk mempersiapkan sesuatu untuk melakukan kegiatan.
Menurut Depdikbud yang dikutip oleh Basrowi (1982:30) laboratorium
dapat diartikan dalam berbagai macam segi, yaitu: a. Laboratorium
merupakan wadah yaitu tempat, gedung, ruang, dan segala macam
peralatan. b. Laboratorium merupakan sarana media dalam kegiatan
pembelajaran c. Laboratorium merupakan tempat dimana dosen/ guru,
mahasiswa atau murid untuk melakasanakan kegiatan kerja dalam
rangka kegiatan belajar. d. Laboratorium sebagai pusat inovasi
dengan sarana dan pra- sarana yang ada untuk kegiatan uji coba. e.
Dilihat dari segi hasil yang diperoleh, maka laboratorium dengan
segala sarana yang dimiliki dapat berfungsi sebagai sumber
belajar.
22 Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
laboratorium adalah merupakan tempat, gedung, ruangan yang
dilengkapi media atau alat untuk melakukan percobaan. 2. Pengertian
Laboratorium Bahasa. Laboratorium bahasa adalah sebuah laboratorium
yang dibuat untuk mempermudah penyampaian materi apaun di sebuah
ruangan, pada umunya diguanakan untuk materi bahasa, baik bahasa
Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang, bahasa Indonesia, dan bahasa
asing lainya. Sedangkan menurut artikel pendidikan network sebuah
laboratorium bahasa mengacu kepada seperangkat peralatan elektronik
audio video yang terdiri atas instructor console sebagai mesin
utama, dilengkapi dengan repeater language learning machine, tape
recorder, DVD Player, video monitor, headset, dan student booth
yang dipasang dalam satu ruang kedap suara. Banyak sekali komponen
yang ada di dalam ruangan laboratorium bahasa, dan sebagian besar
adalah perlengkapan elektronik yang terintegrasi sehingga menjadi
satu kesatuan. Selain itu terdapat juga perlengkapan lain yang
tidak kalah penting, misalnya karpet dan meja laboratorium bahasa.
Laboratorium bahasa merupakan sebuah laboratorium yang digunakan
untuk mempermudah proses belajar mengajar berbagai materi seperti
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jepang dan bahasa asing
lianya. Banyak sekali peralatan elektronik yang ada di sebuah
laboratorium bahasa, seperti PC, kabel, software laboratorium
bahasa, master control, TV, OHP, dan lain-
23 lain. Hal ini menyesuaikan spesifikasi yang dibutuhkan oleh
pelanggan. Semakin lengkap spesifikasinya, harga juga lebih mahal.
3. Pemanfaatan Laboratorium bahasa Pemanfaatan adalah cara, proses,
suatu perbuatan untuk mendayagunakan sesuatu. Sedangkan menurut
Dadang Wibisono (1976: 362) pemanfaatan
adalah perbuatan yang memberi pengaruh atau mendatangkan
perbuatan Jadi pemanfaatan laboratorium bahasa adalah cara, proses,
perbuatan untuk mendayagunakan segala peralatan, media, sarana dan
pra sarana yang ada di dalam laboratorium bahasa. Laboratorium
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berkut: a. Penjadwalan pemakian
laboratorium Penjadwalan pemakaian laboratorium bahasa harus diatur
dengan baik, penanggung jawab laboratorium harus mengadakan kerja
sama dengan para pemakai laboratorium. Para pemakai laboratorium
harus melakukan kegiatan di laboratorium sesuai dengan jadwal yang
ditetatpkan agar tidak saling mengacukan kegiatan masing-masing b
Fungsi Laboratorium Laboratorium harus sering digunakan untuk
melakukan kegiatan ilmiah, sehingga para siswa mengalami proses
belajar mengajar. c. Keberhasilan Laboratorium Laboratorium beserta
seluruh perkasa yang ada selau bersih dan rapi. Keberhasilan dan
kerapian laboratorium merupakan tanggung jawab
24 pengelolaan laboratorium dan pemakainya. Kondisi laboratorium
yang rapi dan bersih akan mempermudah pemakaian laboratorium untuk
kegiatan belajar mengajar dan kondisi laboartorium menjadi nyaman.
d Tata Tertib Laboratorium Pengelolaan dan pemakaian laboratorium
harus benar-benar mentaati tata tertib laboratorium agar fungsi
laboratorium dapat tercapai. Menurut Sri Mulyani, pemanfaatan bisa
dilihat dari intensitasnya, yaitu tingkat keberhasilan pemanfaatan
yang dilakukan yaitu: a) Cara dan lama memanfaatkan b) Kemanfaatan
c) Pemahaman d) Rutinitas yang menyangkut keajegan dalam
pemanfaatan e) Sikap tertarikdan tin tindak lanjut dalam menambah
pengetahuan dan wawasan. Laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III
dimanfaatkan sebagai sumber belajar dalam pelajaran bahasa, yaitu
bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris untuk melakukan kegiatan
percakapan (converssation),menulis (wrietting)dan mendengarkan
(listening). Laboratorium bahasa diharapkan menjadi sarana tempat
diskusi siswa dalam bidang bahasa, baik percakapan (converssation),
menulis (wrietting) dan mendengar (listening) menjadikan sarana
untuk belajar agar siswa bisa berfikir kreatif dn meningkatkan
intelektualitas. Siswa terlibat langsung dalam proses belajar,
pemahaman
25 berbahasa asing, jika sarana laboratorium cukup lengkap, maka
laboratorium akan menjadi lancar dan siswa bisa melakukan
pembelajaran dengan nyaman. Laboratorium bahasa menjadi penting
bagi tiap sekolah, terutama sebuah sekolah yang sudah menyandang
predikat Sekolah Rintisan Internasional. Sebagaimana kita ketahui
sebuah sekolah dengan predikat sekolah internasional memiliki
banyak kelebihan di banding sekolah lain. Sampai saat ini hampir
disemua wilayah dari Pulau Sumatera seperti Aceh, Medan, Jambi,
Padang, Riau, Lampung, dan Palembang. kemudian di pulau Kalimantan
seperti Palangkaraya, Pontianak, Sampit, pulau Sulawesi, Papua, dan
juga Pulau lainya di seluruh Indonesia sudah ada Sekolah Rintisan
Internasional. Penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris
menjadi sangat penting dikuasi setiap siswa, yang ingin
berkompetensi di dunia internasional. Sehingga membutuhkan
keberadaan laboratorium bahasa yang nyaman dan bisa digunakan
setiap saat oleh siswa. Keefektifan laboratorium bahasa di sekolah-
sekolah saat ini sangat rendah dan tergantung pada kemampuan dan
kepandaian masing-masing guru serta kepala sekolah tersebut.
Situasi ini timbul karena model laboratorium bahasa yang ada dan
kebanyakan tidak dipergunakan serta penyelenggaraan penginstalasian
laboratorium bahasa di sekolah tidak diawasi kwalitasnya (tidak
hanya standarisasi kwalitas), juga masalah operasional (termasuk
pembiayaan yang pro-aktif dan reaktif, suku cadang, pemeliharaan,
pelatihan, dan anggaran peralatan) tidak ditujukan secara efektif.
Fokus utama dalam membangun model laboratorium bahasa adalah
kwalitas, dan pertama yang
26 harus diperhatikan adalah ukuran kelas, kegiatan
laboratorium, dengan definisi harus memberi kesempatan untuk
percobaan yang dapat dimonitor dengan bantuan guru yang sesuai
dengan kebutuhan siswa masing-masing. Dibutuhkan usaha yang sangat
besar untuk siswa dalam satu kelas dalam waktu 45 menit kegiatan
mengajar (dikurangi waktu pengenalan pelajaran dan waktu memeriksa
ulang) hal ini sangat tidak realistis. Konsep awal untuk memecahkan
masalah ini berpusat di seputar merubah ruangan kelas (dibagi dua),
serta membagi ruang laboratorium yang ada dengan partisi (dinding)
kaca. pada ruang kedua (berkaca) menjadi ruang Self- Access (SA),
yaitu tempat dimana siswa dapat belajar secara mandiri, di ruang
Self Access terdapat fasilitas seperti kaset rekaman, video, TV,
dan peralatan mendengar, bahan yang berhubungan dengan kurikulum.
Model laboratorium bahasa baru, berdasarkan pelaksanaanya mempunyai
potensi yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kwalitas program
belajar meliputi: 1. Meningkatkan rasio guru/ siswa secara makro
dan pelatihan keterampilan khusus juga untuk penilaian keterampilan
siswa secara perseorangan. 2. Meningkatkan fleksibilitas cara
mengajar. 3. Persiapan untuk role-playing (memainkan peran) dan
berinteraktif secara langsung untuk menambah sesi praktek berbicara
(speaking)/ mendengar (listening) dan membantu meningkatkan rasa
percaya diri siswa.
27 4. Menghilangkan sekat antara para siswa selama waktu praktek
untuk menstimulasi siswa berinteraksi sehingga mendorong
perkembangan rasa percaya diri. 5. Meningkatkan akses guru ke siswa
untuk memonitoring maupun membantu selama latihan menulis dan
mendengar. 6. Meningkatkan pengenalan akan alat bantu mengajar
(papan tulis, OHP, dll) 7. Meningkatkan siswa memakai Self- Access
dan fasilitas perpustkaan.
D. Tinjauan Tentang Sumber Belajar 1. Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk
membantu tiap orang untuk belajar dan menampilkan kompetesinya.
Sumber belajar meliputi pesan, orang, bahan, alat, lingkungan, dan
teknik (AECT 1994). Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar
adalah segala sesuatu dan dengan mana seseorang mempelajari
sesuatu. Pendapat lain tentang sumber belajar di kemukakan oleh
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1989: 70) yang mengatakan bahwa
sumber belajar tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan proses belajar mengajar baik secara langsung maupun
tidak langsung, baik sebagian maupun keseluruhan. Hal ini berarti
sumber belajar adalah segala sesuatu yang berwujud benda dan semua
yang dapat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Sumber
belajar yang beraneka ragam di sekitar kehidupan peserta didik,
baik yang di desain
28 maupun non di desain belum dimanfaatkan secara optimal dalam
pembelajaran. Sebagian besar guru kecenderungan dalam pembelajaran
memanfaatkan buku teks dan guru sebagai sumber belajar utama.
Ungkapan ini diperkuat oleh Parcepal Ellington (1984), bahwa dari
sekian banyaknya sumber belajar hanya buku teks yang dimanfaatkan.
Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika si belajar secara aktif
mengalami sendiri proses belajar. Ada satu syarat mutlak yang harus
dipenuhi agar terjadi kegiatan belajar. Syarat itu adanya interaksi
antara pebelajar dengan sumber belajar. Makin majunya ilmu dan
cakrawala manusia mengakibatkan tiap generasi penerus harus belajar
lebih banyak untuk menjadi manusia terdidik. Agar sistem pendidikan
secara efektif, maka tidak memadai apabila sumber belajar yang
berupa guru, buku, alat audio visual, dan lain-lain. 2. Klasifikasi
Sumber Belajar. Klasifikasi sumber belajar menurut AECT yang
dikutip oleh Arif S Sadiman (1989: 141) meliputi pesan, orang,
bahan, alat, lingkungan, dan teknik. Pengertian dan contoh tiap
unsur komponen tersebut adalah sebagai berikut:
29Tabel. 1 AECT, 1977 yang termuat dalam Materi Dasar Pendidikan
Program Akta Mengajar V, Buku IIIC Teknologi Intruksional, Dirjen
Pendidikan Tinggi Dep. P& K, Proyek Pengemangan Instusi
KOMPONEN Pesan
Orang
Bahan
Alat
Teknik
Lingkungan
PENGERTIAN Pelajaran/ informasi yang diteruskan oleh komponen
lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data. Manusia yang
bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Tidak
termasuk mereka yang menyajikan fungsi pengembangan dan pengolahan
sumber belajar. Sesuatu (bisa juga disebut program / software) yang
mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat atau pun
dirinya sendiri. Sesuatu (bisa juga disebut hardware/ perangkat
keras) yang digunkan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan di
dalam bahan. Prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk
menggunakan bahan, peralatan, orang dan lingkungan untuk
menyampaikan pesan. Situasi dimana pesan diterima.
CONTOH Seperti bidang studi/ mata pelajaran seperti IPS, IPA,
Bahasa, dll.
Guru Pembina, guru tutor, guru pembimbing, murid, teknisi.
Transparansi, slide, film, films trip, audio-tape, video-tape,
buku, modul, majalah.
Proyektor slide, filmstrip, film, pesawat televisi, cassette
recorder.
Pengajaran berprogama, belajar sendiri, simulasi, kuliah,
ceramah.
Lingkungan fisik: gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium,
studio, museum. Lingkungan non fisik: penerangan, sirkulasi
udara.
30 Dilihat dari sudut pandang lain, Nana Sudjana dan Ahmad Rivai
(1987: 78) membedakan antara jenis sumber belajar yang di desain
dan dimanfaatkan. Adapun rincianya sebagai berikut: 1. Sumber
belajar yang di desain, yaitu sumber belajar yang dirancang atau
sengaja dipergunakan untuk keperluan pengajaran atau setelah
diadakan seleksi. 2. Sumber belajar dimanfaatkan, yaitu sumber
belajar yang tidak dirancang untuk kepentingan tujuan pelajaran,
biasanya diambil langsung dari lingkungan sekitar misalnya: tokoh
(orang ahli), museum, pasar, dan lain-lain. Sesuai dengan
klasifikasi sumber belajar tersebut, maka klsifikasi sumber belajar
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Menurut jenisnya, yaitu
pesan, orang, bahan, alat, lingkungan, dan teknik. 2. Menurut segi
pengembanganya, yaitu di desain dan dimanfaatkan. 3. Manfaat Sumber
Belajar Pemanfaatan sumber belajar ditujukan melaui terjadinya
interaksi antara belajar dengan komponen- komponen intruksional,
pemanfaatan sumber belajar akan sangat menetukan keberhasilan dalam
pendidikan. Menurut C. Asri Budiningsih (1991: 7) sumber belajar
dimanfaatkan untuk membantu mengatasi problem belajar dan
memfasilitasi kegiatan intruksional sehingga bermanfaat.
31 a. Memberi pengalaman belajar yang kongkrit dan langsung pada
materi pelajaran. b. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan
dikunjungi atau dilihat secara langsung. c. Menambah dan memperluas
cakrawala sajian yang ada di dalam kelas d. Memberi informasi yang
akurat dan terbaru. e. Membantu memecahkan masalah pendataan
pengajaran yang baik dalam lingkup mikro maupun makro. f.
Meningkatkan motivasi belajar yang positif. g. Merangsang untuk
berfikir menganalisa, bersikap dan berkembang lebih lanjut. 4.
Prinsip- Prinsip Pemilihan Sumber Belajar Sebelum memanfaatkan
sumber belajar dalam proses belajar mengajar, maka harus mengadakan
sumber belajar yang tepat. Secara umum, Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi
(1991: 156-157) mengemukakan bahwa sebelum mengambil keputusan
terhadap penentuan sumber belajar, maka perlu mempertimbangkan
segi- segi: a. Ekonomis, dalam artian murah, disamping harganya
murah, juga dapat saja meskipun dana pengadaanya mahal, namun
pemanfaatanya jangka panjang. b. Teknisi (tenaga) yaitu pengelola
atau pihak lain yang mengoperasikan suatu alat tertentu. c. Praktis
dan sederhana, yaitu mudah dijangkau dan mudah dilaksanakan.
32 d. Fleksibel, mudah untuk dikembangkan. e. Relevan dengan
tujuan pengajaran dan komponen-komponen lain pengajaran. f.
Membentuk efisiensi dan kemudahan pencapaian tujuan pengajaran. g.
Bernialai positif bagi aktifitas pengajaran. h. Sesuai dengan
interaksi dan strategi pengajaran yang telah dirancang dan
dilaksanakan. 5. Pola Organisasi Sumber Belajar Apabila pusat
sumber belajar kita hubungkan dengan kawasan teknologi
intruksional, maka tampak bahwa sebenarnya pusat sumber belajar itu
dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan yang erat hubunganya
dengan kawasan tersebut. Lingkungan yang mempengaruhi tersebut
dapat berupa klien, pengelolaan, staf, politik, fasilitas,
peralatan, dan dana. Klien adalah orang-orang yang menggunakan
pusat sumber belajar. Bila pusat sumber belajar tersebut adalah
perguruan tinggi, klien utamanya adalah mahasiswa dan dosen.
Pengelolaan adalah bagaimana pengelolaan pusat sumber belajar
tersebut. Pengelolaan ini tercermin dalam gambar 2 (halaman27).
Staf (petugas) sangat terpengaruh langsung pusat sumber belajar.
Dalam hal ini dibutuhkan petugas yang banyak dengan mutu pelayanan
yang tinggi.
Politik secara tidak sadar ternyata juga berpengaruh, karena
salah satu fungsi pusat sumber belajar adalah memberikan informasi.
Fasilitas, untuk perpstakaan, studio, laboratorium, dan staf yang
memadai dengan
33 pengaturan ruang yang baik sehingga klien menjadi betah
adalah salah satu faktor yang menentukan keberhsilan pusat sumber
belajar. Peralatan yang memadai berpengaruh langsung dalam
efektvitas pelayanan. Kemajuan dan perkembangan peralatan dan
teknologis sangat cepat, bahkan kadang-kadang lebih cepat dari pada
program kita. Dana berpengaruh, terutama dalam kegiatan
operasional. Walaupun pengadaan peralatan cukup, bila tidak
ditunjang dengan operasional memungkinkan segala sesuatu berjalan
dengan baik, pelayanan yang meningkat, dengan produk-produk yang
bermutu
DIREKTUR/ PRI
34
PIMPINAN PSB SEKRETARIAT
BAGIAN PENGEMBANGAN INTRUKSIONAL
BAGIAN SIRKULASI DAN PELAYANAN
BAGIAN PUSAT INFORMASI
BAGIAN PRODUKSI DAN LATIHAN
PEMINJAMAN, PENYIMPANAN, PERPUSTAKAAN PEMELIHARAAN, &
PERBAIKAN PERALATAN
PERCETA KAN
GRAFIS
AUDIOVISUAL
AUDIO
FOTOGRAFI
TV/ VIDEO
LAB BAHASA
Gambar 2. Struktur pola organisasi Pusat Sumber Belajar
35 E. Hasil Penelitian Relevan Sebelum penelitian kultur belajar
sekolah dalam memanfaatakan laboratorium bahasa sebagai sumber
belajar di MAN Yogyakarta III ini dilakukan. Diketahui telah
terdapat penelitian-penelitian lain yang
mengungkap laboratorium sebagai sumber belajar diantaranya: 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Siti Handayani (2000:61).
Pemanfaatan laboratorium IPA di SLTPN 2 Playen Gunung Kidul
Yogyakarta tahun 2000/2001, menunjukkan bahwa intensitas
pemanfaatan laboratorium kurang optimal. Namun, menurut para siswa
dilihat dari materi dan pelaksanaanya kegiatan siswa lebih mudah
dipahami konsep-konsep IPA yang dipelajari. Siswa lebih kritis,
konsentrasi pada kegiatan dan senang jika melakukan kegiatan
belajar 2. Penelitian yamg dilakukan oleh Ribut Raharjo (2000:38).
Pemanfaatan sumber belajar dalam kegiatan belajar-mengajar di SD
Karangmojo III Gunung Kidul. Menunjukkan bahwa ketersediaan sumber
belajar (orang) di SD Karangmojo III dapat dikatakan cukup memadai,
mengenai sumber belajar di sekolah, khususnya yang berupa bahan,
dan alat tersebut berasal dari Depdikbud, Dirjen Pajak, BOP, IKIP
Yogyakarta, Proyek
Peningkatan Pendidikan Dasar, dan Swadaya Mandiri. 3. Penelitian
yang dilakukan oleh Fuad Afriyandi (2007:55) Pemanfaatan
Laboratorium Teknologi Pendidikan sebagai pusat sumber belajar bagi
mahasiswa Teknologi Pendidikan FIP UNY. Menunjukkan bahwa, pada
aspek pemanfaatan laboratorium teknologi pendidikan baik dosen
atau
36 mahasiswa dapat berperan aktif dalam memanfaatkan
laboratorium teknologi pendidikan untuk kegiatan belajar mengajar.
Alat yang belum ada di laboratorium teknologi pendidikan untuk
kegiatan belajar mengajar sebaiknya ditambah karena untuk
memperlancar proses belajar mengajar dan peralatan media yang ada
di laboratorium teknologi pendidikan masih dicampur. 4. Penelitian
yang dilakukan oleh Resi Darwati (2001:42). Pemanfaatan
laboratorium IPA kelas II di SLTP 2 Banguntapan, menunjukkan bahwa
usaha untuk mengelola dan menggunakan laboratorium IPA secara
maksimal sehingga dapat dikatakan sangat penting karena menggunakan
laboratorium IPA, guru dapat meningkatkan potensi siswa dalam
bidang studi IPA.
F. Kerangka Berfikir Kultur belajar merupakan cara berfikir
untuk menghasilkan perubahan perilaku atau mental yang relative
tetap sebagai bentuk respon terhadap suatu situasi atau sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Kebiasaan belajar
cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka
melakukan kegiatan belajar. Sebabnya adalah karena kebiasaan
mengandung motivasi yang kuat. Sumadi Suryabrata merumuskan cara
belajar yang efisien adalah dengan usaha yang sekecil-kecilnya
memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi perkembangan individu
yang belajar.
37 Kegiatan belajar mengajar merupakan proses interaksi yang
melibatkan banyak faktor. Faktor- faktor tersebut akan menentukan
pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu faktor yang memberikan
banyak andil adalah dengan dimanfaatkanya sumber belajar. Salah
satu sumber belajar yang dimanfaatkan untuk pembelajaran adalah
laboratorium bahasa. Laboratorium bahasa merupakan sebuah
laboratorium yang digunakan untuk mempermudah proses belajar
mengajar berbagai materi seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia,
dan bahasa Asing lainya. Pada pemakaian laboratorium bahasa, guru
masih enggan untuk memanfaatkan sebagai sumber belajar, karena guru
masih berpedoman pada RPP (Rancangan Program Pembelajaran). Karena
guru beranggapan peralatan yang ada di dalam laboratorium bahasa
sangatlah mahal, takut rusak dan sulit untuk mendapatkanya. Guru
atau pengelola laboratorium bahasa masih proteksi ke alat atau
media yang ada di dalam laboratorium bahasa dari pada untuk
menunjang keberhasilan siswanya. Keefektifan laboratorium bahasa di
sekolah sangatlah rendah dan tergantung dari kemampuan
masing-masing guru serta kepala sekolah. Situasi ini timbul karena
model laboratorium bahasa yang ada dan kebanyakan tidak digunakan
serta penginstalasian laboratorium bahasa di sekolah masih diawasi
kwalitasnya, juga masalah operasional (termasuk pembiayaan yang
pro-aktif dan reaktif) suku cadang pemeliharaan, pelatihan, dan
anggaran peralatan tidak ditujukan secara efektif.
BAB III METODE PENELITIAN
A. PendekatanPenelitian Secara umum, metodelogi penelitian
diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan,
suatu pengetahuan tertentu sehingga pada giliranya dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang
pendidikan. Metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Ciri- ciri penelitian
deskriptif yang dikemukakan oleh Kountur (2004: 105-106) adalah
sebagai berikut: 1. Berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat
itu. 2. Menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun
diuraikan satu persatu. 3. Variabel yang diteliti dimanipulasi atau
tidak ada perlakuan (treatment). Berdasarkan uraian diatas,
penelitian ini digolongkan dalam penelitian deskriptif kualitatif,
yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kultur belajar
siswa dan guru dalam memanfaatkan laboratorium bahasa sebagai
sumber belajar di MAN Yogyakarta III.
38
39 B Sumber Data Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah
Bu. Zahro guru mata pelajaran Bahasa Inggris, Bu. Sukarni guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Bu. Dewi sebagai ketua Laboratorium
Bahasa, dan Siswa-siswi kelas XI IPA2 antara lain: Pandu, Lia,
Udin,Umairoh, Mega, dan Sepa.
C. Lokasi, Setting, dan Waktu Penelitian Pada penelitian ini,
lokasi penelitian di MAN Yogyakarta III. Setting yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Laboratorium bahasa MAN Yogyakarta III.
Sedangkan waktu penelitian pada bulan Mei 2010.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini,
pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik observasi, wawancara
dan dokumentasi. Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah
tentang kultur belajar siswa dan guru dalam memanfaatkan
laboratorium bahasa sebagai sumber belajar di MAN Yogyakarta III.
Untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
40 1. Observasi Menurut Margono (2005:158-159) observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sitematik
terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan terhadap obyek ditempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada besama obyek
yang diselidiki disebut observasi langsung, sedangkan observasi
tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat
berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki. Observasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Observasi non
sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrument pengamatan. 2. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh
pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan.
Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung proses
pembelajaran yang sedang terjadi. Hal ini digunakan untuk
memperoleh data yang faktual, cermat dan terperinci mengenai
keadaan di lapangan dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis fenomenafenomena yang diselidiki. Hal ini
dilakukan dalam situasi pembelajaran di kelas maupun diluar kelas.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data yang faktual, cermat
dan terperinci mengenai kebiasaan belajar siswa dan guru dalam
memanfaatkan laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III.
41 2 . Wawancara (interrview) Menurut Narbuko (2007: 83)
wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan. Sedangkan interview menurut Arikunto
(2002:132) sering disebut juga dengan wawancara atau kuisioner
lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewee) Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara tidak
terstruktur agar memperoleh keterangan yang rinci dan mendalam
mengenai kultur belajar dalam memanfaatan laboratorium bahasa
sebagai sumber belajar di MAN Yogyakarta III. Wawancara digunakan
untuk mengumpulkan data lebih lengkap yang belum diperoleh dalam
observasi yang lebih jauh lagi untuk mengungkap permasalahan di
lapangan, terutama data mengenai kebiasaan belajar siswa dan guru
dalam memanfaatkan laboratorium bahasa sebagai sumber belajar di
MAN Yogyakarta III. Proses wawancara dilakukan dengan menyiapkan
pedoman wawancara dengan pertanyaan terbuka disekitar topik
masalah. 3. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yag
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories),
ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
42 Menurut Arikunto (2002: 206) dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transikp, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda,
dan sebagainya. Dokumen menurut Moeloeng (1988: 37) digunakan
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber
data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan. Menurut Bodgan dan Biklen yang dikutip oleh Moeloeng
(1988: 98) foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga
dan sering digunakan untuk menelaah segisegi subyektif dan hasilnya
sering dianalisis secara induktif. Ada dua kategori foto yang dapat
dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif yaitu foto yang dihasilkan
orang, dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri. Dokumentasi
digunakan untuk memperoleh data mengenai kegiatan belajarmengajar.
Dalam penelitan ini, dokumen yang dimaksud adalah dokumendokumen
tentang kegiatan berlangsungnya pembelajaran yang ada di dalam
laboratorium bahasa.
E. Analisis Data Menurut Moeloeng (2005: 280), analisis data
adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori,
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu
analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan
pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.
43 Menurut S. Nasution (2003: 129-130) ada tiga langkah yang
dapat ditempuh untuk melakukan analisis data dalam penelitian,
yaitu: 1. Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh dalam
lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang
terinci. Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih
hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema atau polanya, jadi laporan laporan sebagai bahan mentah
disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis, sehingga lebih
mudah dikendalikanya. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan
dipandu oleh tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama dari
penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau
peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang
dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah
yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi
data. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang
memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang
tinggi. 2. Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi,
maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart, dan sebagainya. Dalam mendisplaykan data, maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
44 3. Conclucion Drawing/ Verification (Mengambil Kesimplan dan
Verifikasi) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukan
masih bersifat sementara, dan mendukung pada tahap pengumpulan data
selanjutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan
yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian
kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan
baru yang sebelumya belum pernah ada. Temuan bisa berbentuk
deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi
jelas.
F. Keabsahan Data Menurut Moeloeng ( 2005: 330) data yang telah
diperoleh dilapangan dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan
penelitian. Data tersebut harus diusahakan kedalaman, kemantapan,
serta kebenaranya. Untuk keabsahan data dalam penelitian ini
digunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik
45 pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini, triangulasi
yang digunakan adalah dengan triangulasi sumber dan metode.
Triangulasi sumber dalam arti data yang sama akan lebih dipercaya
bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan kata
lain apa yang digali dari sumber satu, lebih teruji kebenaranya
jika telah dibandingkan dengan data sejenis dari sumber lain. Dalam
hal ini, peneliti membandingkan informasi dari informasi satu ke
informasi lain. Sedangkan triangulasi metode menekankan pada
penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dari beberapa
sumber. Dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan hasil
wawancara, hasil observasi dan dokumentasi tentang pemanfaatan
laboratorium bahasa sebagai sumber belajar.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tempat Penelitian Sekolah MAN Yogyakarta III
terletak di Jalan Magelang Km. 4 Yogyakarta, dan cukup dikenal oleh
masyarakat luas di Yogyakarta karena prestasi belajar dan prestasi
akademik siswanya baik. Mempunyai banyak kegiatan ekstra kulikuler
seperti Paduan Suara, Musik, Teater, Jurnalistik, Dekorasi,
Pramuka, KIR dan MSSC, MAYOGA English Club, PMR, dan Pecinta Alam.
Fasilitas sekolah yang bersih, rapi, asri, tenang, aman, dan
nyaman, kelas lengkap dan representatife, perpustakaan luas dengan
koleksi buku yang lengkap ber- AC, (Perpustakaan terbaik Nasional
2007), Peralatan Multimedia lengkap: Komputer, OHP, Slide,
Internet, Video dll, Studio musik, Laboratorium Bahasa modern dan
ber-AC, Laboratorium lengkap: Lab. Fisika, Lab. Agama, Lab. Kimia,
Lab. Fisika, Lab. IPS, Lab. Biologi, Lab. Matematika, Laboratorium
Teknologi dan Informasi, Aula yang luas dan memadai, Ruang Audio
Visual, Ruang pelatihan yang luas dan memadai, Kafe dan koperasi
MAYOGA, Lapangan Olahraga, Masjid, Pusat Sumber Belajar (PSB), dan
Ruang UKS. MAN Yogykarta III juga mempunyai guru professional
minimal gelar Sarjana S1. 10 guru telah bergelar Master (S2),
Sedangkan 6 lainyya segera menyusul (tugas belajar S2). Selain itu,
secara rutin semua guru di MAN Yogyakarta III diwajibkan mengikuti
pelatihan guru professional dibawah
46
47 bimbingan pakar-pakar dari UGM, UNY, UIN. Sebagai Madrasah
model (percontohan) MAN Yogyakarta III dikelola dengan
keunggulan.
Gambar. 3 Profil MAN Yogyakarta III
B. Hasil Penelitian
Data-data dalam penelitian diperoleh menggunakan beberapa teknik
yaitu, penelitian dengan melakukan observasi, wawancara siswa
dengan guru, serta melihat dokumen untuk saling melengkapi data
satu dengan yang lain. Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang
bagaimana kultur belajar dalam memanfaatkan laboratorium bahasa
sebagai sumber belajar di MAN Yogyakarta III? Kebiasaan belajar
cenderung menguasai perilaku siswa pada tiap kali melakukan
kegiatan belajar. Kebiasaan belajar merupakan cara atau teknik yang
menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca
buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan
kegiatan. Menurut Burghardt (1973) kebiasaan itu timbul karena
penyusunan kecendrungan respon dengan menggunakan stimulus yang
berulang-ulang.
48 Kegiatan belajar bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan
dengan siapa saja walaupun tidak ada kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan hasil wawancara, mengenai kebiasaan belajarnya seperti
yang diungkapkan oleh seorang siswa (Udin): Karena kebetulan saya
mondok di Pondok Pesantren Al- Ikhlas Sleman, jadi, saat belajar
saya optimalkan menjelang tengah malam. Kalau sesudah magrib sampai
jam 21.00 malam, saya belajar agama. Kalau tidak ada ustadznya,
saya pergunakan untuk belajar pelajaran di sekolah. Kalau di
sekolah sistem belajar saya berlatih dan memperhatikan guru dan
selain itu juga mencari referensi lain di luar.
Dalam hal ini, Slamet (2003:73) berpendapat: banyak siswa gagal
belajar akibat mereka tidak mempunyai budaya belajar yang baik.
Mereka kebanyakan menghafal pelajaran. Dewasa ini, belajar
dipandang sesuatu yang tidak penting sekali oleh siswa-siswi di
zaman sekarang, dan mereka enggan untuk belajar. Belajar kalau ada
PR atau test. Sebgaimana hasil wawancara dengan seorang siswa
(Umairoh): Belajar itu penting, tetapi ya nggak penting-penting
banget. Kalau pentingnya bagi anak SMA itu lulus. Tidak pentingnya
itu, apa yang kita pelajari itu tidak terpakai suatu saat kemudian.
Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap
kali mereka melakukan kegiatan belajar, sebabnya ialah karena
kebiasaan mengandung motivasi yang kuat. Dalam belajar, perbuatan
yang menimbulkan kesenangan akan diulang. Menurut Sumadi Suryabrta
merumuskan cara belajar yang efisien adalah dengan usaha yang
sekecil-kecilnya memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi
perkembangan individu belajar. Dalam hasil
49 wawancaranya dari seorang siswa (Pandu) dalam kebiasaan
belajarnya sebagai berikut: Kalau di sekolah saya fokuskan untuk
mencatat. Sedangkan kalau dirumah saya fokuskan untuk mengulang dan
bayak berlatih. Melatih kebiasaan belajar membantu suasana yang
menyenangkan. Dengan pengertian yang paling sederhana akan melihat
bahwa anak-anak tidak senang diperintah, dipaksa, dibentak, apalagi
di ancam dengan hukuman supaya mau belajar. Siswa lain (Mega) juga
berpendapat lain dengan kebiasaan belajarnya sebagai berikut: Kalau
dirumah tiap hari belajar habis magrib maksimal jam 8 malam. Karena
sudah ada peraturan dari orang tua saya. Kalau di kelas gurunya
mengajar serius saya juga serius, kalau gurunya tidak serius saya
juga tidak serius. Sedangkan siswa lain (Umairoh) menambahkan dalam
wawancaranya: Belajar kalau ada test dan kalau ada PR (Pekerjaan
Rumah) Kebiasaan belajar siswa dalam memanfaatkan laboratorium
bahasa selama berlangsungnya proses belajar mengajar, siswa
mematuhi peraturan atau tata tertib yang telah dibuat oleh sekolah,
seperti setelah pemakian peralatan diletakkan ditempat semula dan
di tata rapi, tidak boleh makan atau membawa makanan selama
berlangsungnya pembelajaran, memasuki ruangan
laboratorium bahasa, sepatu atau alas kaki di lepas, duduk
dengan teratur dan sopan, tidak boleh membuat gaduh dan keributan
selama berlangsungnya pembelajaran, sebelum meninggalkan
laboratorium bahasa, kursi, perangkat elektronik, AC, di tata rapi
dan listriknya dimatikan ( catatan lapangan sabtu, 8 mei 2010).
50 Proses pembelajaran pada materi bahasa yang baik tidak
bersumber dari buku saja. Proses belajar mengajar harus dilengkapi
dengan tempat, alat praktek, media, seperti halnya laboratorium
bahasa. Laboratorium bahasa merupakan tempat yang dibuat untuk
mempermudah penyampaian materi apapun di sebuah ruangan, pada
umumnya untuk materi bahasa yang dilengkapi dengan seperangkat alat
elektronik audio-video, headset, mesin vortable, VCD Player.
Sedangkan pengertian laboratorium bahasa menurut artikel pendidikan
network yaitu sebuah laboratorium bahasa yang mengacu kepada
seperangkat peralatan elektronik audio-video yang terdiri atas
instructor console sebagai mesin utama yang dilengkapi dengan
reparater language learning machine, tape recorder, DVD player,
video monitor, headset, dan student booth yang dipasang dalam satu
rangkap kedap suara. Sebagaimana hasil wawancara siswa (Umairoh)
mengatakan tentang makna laboratorium bahasa: Laboratorium bahasa
suatu tempat yang digunakan untuk mempelajari ilmu bahasa.
Sedangkan guru lain, (Sukarni) menambahkan dalam wawancaranya:
Laboratorium bahasa bagi saya sarana untuk mengantarkan materi
untuk menyimak agar kondusif. Karena menjadi sarana untuk
memperlancar proses belajar mengajar. Hal ini diperkuat oleh
seorang guru (Dewi) mengatakan bahwa: Menurut saya, laboratorium
bahasa itu suatu pengembangan dimana kalau melakukan kegiatan
pembelajaran di dalam laboratorium bahasa, ada listening,
wrietting, conversation. Kondisi laboratorium bahasa di MAN
Yogyakarta III sebenarnya sudah menunjang untuk pelaksanaan proses
belajar mengajar. Tetapi ada beberapa
51 yang kurang fasilitasnya atau medianya. Seperti kurangnya
jumlah kursi dan headset hanya ada 20, sedangkan jumlah siswanya
lebih dari 40. Jadi pelaksanaan pembelajaranya satu tempat harus 2
orang, dan ada beberapa alat perangkat seperti mesin vortable yang
rusak. (catatan lapangan 8 mei 2010). Nampaknya pembelajaran di
dalam laboratorium bahasa dengan di dalam kelas sangat berbeda
suasanya, dan saya sempatkan bertanya kepada seorang siswa, Kenapa
anda senang sekali masuk di dalam laboratorium bahasa? dengan
semangatnya dia menjawab, karena suasanya lain dari pada di kelas.
(catatan lapangan 8 mei 2010). Laboratorium bahasa menjadi penting
bagi tiap sekolah, apalagi disekolah yang ada jurusan bahasa, dan
diharapkan menjadi sarana tempat untuk diskusi siswa dalam materi
bahasa, baik listening, wrietting, dan converssation, menjadi
sarana siswa untuk berfikir kreatif dan meningkatkan
intelektualitas. Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar
mengajar pemahaman berbahasa asing. Jika sarana yang ada lengkap,
maka proses pembelajaran akan berlangsung cepat. Pemanfaatan
laboratorium bahasa merupakan suatu cara, proses, dan perbuatan
untuk mendayagunakan segala peralatan, media, sarana, dan prasarana
yang ada di laboratorium bahasa. Kultur belajar dalam memanfaatkan
laboratorium bahasa sebagai sumber belajar di manfaatkan semaksimal
mungkin selama proses belajar mengajar oleh guru dan siswa. Guru
dan siswa juga mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh sekolah
selama
berlangsungnya proses belajar mengajar. Hasil dari beberapa
wawancara dari
52 guru (Dewi) tentang kebiasaan dalam memanfaatkan laboratorium
bahasa sebagai berikut: Perilaku sewajarnya saja sebagai pendidik,
mematuhi tata tertib, mengembangkan dirinya, mengembangkan kosa
kata. Sedangkan guru lain (Sukarni) menambahkan dalam wawancaranya
sebagai berikut: Saya berusaha mematuhi jadwal, dan saya
mengaturnya. Jika ada jam kosong di laboratorium bahasa saya isi,
dan bagaimanapun saya harus menyiapkan bahan kaitanya dengan materi
yang religi karena kita di sekolah Madrasah, estetika untuk puisi
religi karya Mustofa Bisri. Sedangkan siswa juga berpendapat sama
dalam kebiasaan belajarnya dalam memanfaatkan laboratorium bahasa
selama berlangsungnya proses pembelajaran. Mereka juga berpendapat
bahwa dalam memanfaatkan laboratorium bahasa mematuhi tata tertib
yang telah dibuat. Sebagaimana hasil wawancara dengan seorang siswa
(Lia) sebagai berikut: Sesuai instruksi guru dan sesuai peraturan
tata tertib yang ada di dalam laboratorium bahasa. Siswa lain
(Mega) menambahkan: Kalau misalnya saya memakai headset di dalam
laboratorium bahasa, kalau sudah selesai menggunakan dikembalikan
seperti semula dan kursinya ditata rapi. Hal senada juga
diungkapkan oleh seorang guru (Dewi) dalam wawancaranya sebagai
berikut: Patuh, sopan, dalam pemakaian laboratorium bahasa dan
menaati peraturan yang kami buat. Para guru juga memanfaatkan
laboratorium bahasa sebelum pelajaran dimulai seperti mengecek atau
memeriksa peralatan. Selain itu laboratorium
53 bahasa di MAN Yogyakarta III selain digunakan pada waktu jam
sekolah, juga di gunakan acara-acara tertentu di luar jam
pelajaran. Seperti yang dikemukakan seorang guru (Zahro) dalam
wawancaranya: Ya, kadang-kadang untuk meeting guru bahasa, kemudian
untuk debat anak-anak juga. Kebetulan kami punya team debat. Guru
lain (Sukarni) menambahkan dalam wawancaranya: Setahu saya ada
memakai laboratorium bahasa. Karena MAN Yogyakarta III mendapat
tamu yang mau bertanding untuk team debat dan masing-masing siap.
Hal ini diperkuat oleh seorang guru (Dewi) dalam wawancaranya: Ya,
kadang-kadang dibuat debat spearing partners (team debat sekolah
lain), studi banding sekolah lain karena banyak tamu dari sekolah
lain. Laboratorium bahasa menjadi sangat penting bagi tiap sekolah,
terutama sekolah-sekolah yang menyandang predikat Sekolah Rintisan
Nasional. Keefektifan laboratorium bahasa di sekolah-sekolah saat
ini sangat rendah dan tergantung pada kemampuan dan kepandaian
masing-masing guru serta kepala sekolah. Situasi ini timbul karena
model laboratorium bahasa yang ada kebanyakan tidak dipergunakan
serta penyelenggaraan penginstalasian laboratorium bahasa di
sekolah tidak diawasi kwalitasnya, dan juga masalah operasional,
pembiayaan pemeliharaan suku cadang, anggaran peralatan.
Laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III masih belum menunjang
kegiatan belajar mengajar karena ada sebagian peralatan yang rusak.
Sebagaimana hasil wawancara seorang siswa ( Sepa) dalam
wawancaranya: Belum, karena peralatan yang ada sebagian ada yang
rusak dan kurang.
54 Hal senada juga disampaiakan siswa lain ( Mega) menambahkan
dalam wawancaranya: Belum, soalnya alatnya ada yang rusak dan
peralatan yang ada juga kurang. Ada juga guru lain (Sukarni)
berpendapat: Mesin vortable rusak, fasilitas yang kita miliki masih
memakai speaker aktif.. Laboratorium bahasa merupakan sumber
belajar yang dimanfatkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan
tersedianya laboratorium bahasa di MAN Yogyakarta III ini akan
berdampak positif baik bagi siswa atau guru dalam melakukan proses
belajar mengajar dan menunjang kemahiran berbahasa asing di era
globalisasi ini, dan dalam proses belajar megajar di laboratorium
bahasa dijadikan sebagai faktor penilaian. Sebagaimana data yang
diperoleh dari wawancara dari seorang guru (Zahro) mengatakan
bahwa: Ya, untuk penilaian listening. Hal yang sama juga
disampaikan oleh guru lain (Sukarni) dalam wawancaranya sebagai
berikut: Ya, menjadi salah satu proses pembelajaran. Dan saya juga
mencatat perilaku siswa yang afektif, kognitif, dan
psikomotorik.
Pada pemakaian laboratorium bahasa oleh guru dan siswa hanya
pada jamjam tertentu dan telah ditetapkan jadwalnya sesuai dengan
Rencana Program Pembelajaran (RPP). Karena guru beranggapan bahwa
laboratorium bahasa sangatlah mahal peralatanya, takut rusak dalam
pemakaianya, dan barangnya pun sulit untuk di dapatkan. Guru atau
pengelola laboratorium bahasa masih
55 berproteksi ke media atau peralatan yang ada dari pada untuk
menunjang keberhasilan siswa, dan jadwal dalam pemakaianya pun
telah ditetapkan untuk guru dalam mengajar di dalam laboratorium
bahasa. Dalam satu semester guru menggunakan laboratorium bahasa
untuk proses pembelajaran kurang lebih 5 kali dan minimal 2 kali
(hasil wawancara semua guru). Sedangkan siswa sendiri dalam
pemakaian laboratorium bahasa dalam satu semester mereka
menggunakan laboratorium bahasa dalam pelaksanaan pembelajaran
kurang lebih 12-15 kali dalam satu semester. (hasil wawancara semua
siswa). Hal ini menunjukkan bahwa laboratorium bahasa yang ada di
MAN Yogyakarta III, masih belum menunjang untuk proses
pembelajaran, karena sarana dan peralatan tidak mendukung, seperti
jumlahnya kursi dan headset untuk siswa hanya ada 20, sedangkan
jumlah siswanya kurang lebih 40 siswa, ada sebagian peralatan yang
rusak dan tidak bisa dipakai. Seharusnya pengelola laboratorium
atau kepala sekolah menambah peralatan yang kurang dan mengganti
perlatan yang rusak.
C. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa
dalam melakukan penelitian tentang kultur belajar dalam
memanfaatkan laboratorium bahasa sebagai sumber belajar di MAN
Yogyakarta III masih banyak kekurangan. Subyek dalam penelitian ini
masih terlalu banyak, sehingga data yang diperoleh kurang mendalam.
Selain itu, peneliti tidak memanfaatkan alat perekam, tetapi
peneliti hanya mengandalkan catatan dalam melakukan
56 wawancara. Maka peneliti hanya dapat menyampaikan data
seperti yang ada di dalam lampiran penelitian ini. Seharusnya untuk
penelitian kualitatif peneliti harus benar-benar jeli dalam mencari
data sebanyak mungkin lewat pertanyaan-pertanyaan yang spesifik dan
menarik kepada setiap informan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis yang telah
dipaparkan pada BAB IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa, kultur
belajar siswa dan guru dalam memanfatkan laboratorium bahasa
sebagai sumber belajar di MAN Yogykarta III masih mematuhi tata
tertib dan peraturan yang telah dibuat oleh sekolah. Misalnya guru
atau siswa setelah memakai headset dikembalikan ditempat semula,
memasuki laboratorium bahasa sepatu harus dilepas, setelah
menggunakan listiknya dimatikan. Kebiasaan guru dalam menggunakan
laboratorium bahasa sebelum pelajaran dimulai biasanya mengecek
atau memeriksa peralatan. Laboratorium bahasa yang ada di MAN
Yogyakarta III selain digunakan jam sekolah juga digunakan
acara-acara tertentu di jam pelajaran seperti untuk meeting guru
bahasa, untuk acara debat, dan juga untuk studi banding dengan
sekolah lain. Dalam satu semester siswa dalam menggunakan
laboratorium bahasa sebanyak 12 samapai 15 kali. Laboratorium
bahasa yang ada di MAN Yogyakarta III masih belum menunjang proses
belajar mengajar, karena sebagian peralatan ada yang rusak seperti
headset yang tidak berfungsi, mesin vortable sebagian ada yang
rusak, jumlah kursi tidak sesuai dengan jumlah siswanya, jumlah
kursi yang ada
57
58 hanya 20, sedangkan jumlah siswanya lebih dari 30 sehingga
siswa yang tidak kebagian tempat duduk harus bergabung dengan teman
yang lainnya.
B. SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas,
maka peneliti menyampaikan agar kegiatan pembelajaran di dalam
laboratorium bahasa berlangsung baik, yaitu: 1) Bagi Guru Guru
Bahasa atau pengelola perlu mengupayakan pemanfaatan laboratorium
bahasa secara intensif agar siswa lebih banyak ikut berperan serta
secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar
mengajar di dalam laboratorium bahasa lebih baik, maka guru perlu
mengadakan persiapan dan perencanaan yang baik. Sehingga
pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar. Sebagai pengelola
laboratorium bahasa, guru sebaiknya membuat usulan pemilihan
kebutuhan akan peralatan atau bahan yang dibutuhkan. Sehingga
laboratorium bahasa lebih lengkap peralatanya serta siswa dapat
belajar dengan baik.
2) Bagi Sekolah Sekolah hendaknya memenuhi sarana dan prasarana
yang ada di dalam laboratorium bahasa untuk dapat menunjang
kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat ditempuh dengan menyediakan
anggaran
59 yang lebih baik untuk membeli perlengkapan peralatan
laboratorium bahasa yang masih kurang atau peralatanya yang rusak
Sekolah hendaknya mendukung para pengelola dan guru dalam melakukan
kegiatan pemanfaaan laboratorium bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Asri Budiningsih, C. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rhieneka Cipta. Cholid Narbuko, (2007) Metodelogi Penelitian.
Jakarta: Bumi Aksara. Kountur, Ronny. (2004). Metodelogi Penelitian
Untuk Skripsi dan Tesis. Jakarta : CV. Teruna Grafica. Lexy J.
Moeloeng (2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Bandung: Rosdakarya. ----------, (1998). Metodelogi Penelitian.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan. Mudhofir. (1992). Prinsip- prinsip
Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Penchenk (2009). Definisi AECT 2004- Teknologi Pendidikan adalah.
Diambil http://penchenk.blogspot.com 7 April 2009. 13.00 PM. Philip
Rekarde. Laboratorium Bahasa Keadaan Indonesia. diambil dari P.
[email protected]. S. Margono. (2005). Metodelogi
Penelitian. Jakarta: Rhieneka Cipta. Seels, Barbara B & Richey,
Rita C. (1994). Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasanya
(terjemahan) Jakarta: AECT/ UNJ. Sugiyono. (2007) Metode
Penelitaian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
danR&D. Bandung: Alfabeta. Sumitro. Pengantar Ilmu Pendidikan.
FIP. UNY. Tilaar, H.A.R (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional.
Jakarta: Rhieneka Cipta. Trimo. (2008). Pengelolaan Alat Bermain
dan Sumber Belajar diambil dari artikel pendidikan network. IKIP
PGRI Semarang 3 November 2010. 10:23 PM. Zamroni (2000). Paradigma
Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing. Zamroni
(2007). Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi. Jakarta: PSAP
Muhammadiyah .
60
61
62 PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU DAN PENGELOLA LABORATORIUM
BAHASA
1. Bagaimana pandangan anda terhadap siswa dalam melakukan
kegiatan pembelajaran di dalam laboratorium bahasa? 2. Bagaimana
kebiasaan siswa dalam melakuka