PENGARUH FERMENTASI PAKAN LENGKAP BERBASIS KULIT BUAH KAKAO TERHADAP KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN PADA DOMBA oleh Astuti Tri Suryani 2008/272997/PT/05604 SKRIPSI Diserahkan guna memenuhi sebagian syarat yang diperlukan untuk mendapatkan gelar SARJANA PETERNAKAN pada FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013
Pengaruh Fermentasi Pakan Lengkap Berbasis Kulit Buah Kakao terhadap Konsumsi dan Kecernaan Pakan pada Domba Ekor Tipis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENGARUH FERMENTASI PAKAN LENGKAP BERBASIS KULIT BUAH KAKAO TERHADAP
KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN PADA DOMBA
oleh
Astuti Tri Suryani 2008/272997/PT/05604
SKRIPSI
Diserahkan guna memenuhi sebagian syarat yang diperlukan untuk mendapatkan gelar
SARJANA PETERNAKAN
pada
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
ii
iii
iv
PENGARUH FERMENTASI PAKAN LENGKAP BERBASIS KULIT BUAH KAKAO TERHADAP KONSUMSI DAN
KECERNAAN NUTRIEN PADA DOMBA
Astuti Tri Suryani 08/272997/PT/05604
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi
pakan lengkap berbasis kulit buah kakao terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien pada Domba Ekor Tipis. Lima belas Domba Ekor Tipis jantan terbagi atas kelompok kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi sejak Desember 2011 sampai Februari 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi dan kecernaan nutrien pakan dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01 atau P<0,05). Rerata konsumsi BK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 33,00±7,26, 37,03±9,04, dan 53,69±9,40 g/kg BB/hari. Rerata konsumsi BO pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 31,14±6,46, 34,06±8,07, dan 47,87±8,15 g/kg BB/hari. Rerata konsumsi PK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 3,25±0,54, 4,45±0,99, dan 6,45±1,06 g/kg BB/hari. Rerata konsumsi SK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 7,41±1,45, 9,05±1,63, dan 12,25±1,68 g/kg BB/hari. Rerata kecernaan BK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 57,59±11,78, 45,12±12,95 dan 70,94±5,71 %. Rerata kecernaan BO pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 63,61±6,70, 46,25±11,74 dan 66,33±8,00 %. Rerata kecernaan PK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 56,54±9,57, 45,97±10,40 dan 67,77±8,7 %. Rerata kecernaan SK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 55,28±8,38, 42,57±4,26 dan 54,14±7,09 %. Fermentasi pakan lengkap berbasis kulit buah kakao dapat menaikkan konsumsi dan kecernaan nutrien pada Domba Ekor Tipis.
(Kata Kunci : Domba, Pakan Lengkap, Kulit Buah Kakao, Konsumsi
Nutrien, Kecernaan Nutrien)
v
EFFECT OF FERMENTED COMPLETE FEED BASED COCOA POD ON NUTRIENT INTAKES AND DIGESTIBILITY IN SHEEP
Astuti Tri Suryani
08/272997/PT/05604
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the effect of fermented complete feed based cocoa pod on nutrient intakes and digestibility of thin-tailed sheep. This research was carried using 15 male sheep. There were three groups in this research as control, non-fermented complete feed, and fermented complete feed. The research was conducted from December 2011 until February 2012. Nutrient intakes and digestibility were affected by feed treatments (P<0.01 or P<0.05). The intake rate of dry matter (DM) at control, non-fermented complete feed, and fermented complete feed were 33.00±7.26, 37.03±9.04, and 53.69±9.40 g/kg BW/day. Respectively, the intakes rate of organic matter (OM) for each treatment was 31.14±6.46, 34.06±8.07, and 47.87±8.15 g/kg BW/day. The intakes rate of crude protein (CP) for each treatment was 3.25±0.54, 4.45±0.99, and 6.45±1.06 g/kg BW/day. The intakes rate of crude fiber (CF) for each treatment was 7.41±1.45, 9.05±1.63, and 12.25±1.68 g/kg BW/day. Digestibility rate of DM for each treatment was 57.59±11.78, 45.12±12.95 and 70.94±5.71 %. Digestibility rate of OM for each treatment was 63.61±6.70, 46.25±11.74 and 66.33±8.00 %. Digestibility rate of CP for each treatment was 56.54±9.57, 45.97±10.40 and 67.77±8.70 %. Digestibility rate of CF for each treatment was 55.28±8.38, 42.57±4.26 and 54.14±7.09 %. It is concluded that fermented complete feed based cocoa pod can increase nutrient intakes and digestibility of thin-tailed sheep.
DAFTAR ISI ..........................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................... Latar Belakang ........................................................................... Tujuan Penelitian........................................................................ Manfaat Penelitian......................................................................
Kulit Buah Kakao ........................................................................ Pakan Lengkap (Complete Feed)............................................... Peningkatan Kualitas Pakan melalui Teknologi Fermentasi .......
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS .................................................. Landasan Teori .......................................................................... Hipotesis ....................................................................................
MATERI DAN METODE........................................................................ Materi .........................................................................................
Lokasi dan waktu penelitian................................................. Ternak ................................................................................. Kandang .............................................................................. Pakan penelitian .................................................................. Peralatan .............................................................................
Metode ....................................................................................... Tahap pendahuluan ............................................................. Tahap adaptasi .................................................................... Tahap pemeliharaan dan koleksi ......................................... Analisis sampel .................................................................... Variabel yang diamati ..........................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
1 1 4 4
5 5 5 6 6
10 12 13 14 15
18 18 20
21 21 21 21 21 22 23 23 24 24 25 26 26
vii
Analisis data ........................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. Konsumsi Nutrien ....................................................................... Kecernaan Nutrien .....................................................................
Kecernaan bahan kering ..................................................... Kecernaan bahan organik ................................................... Kecernaan protein kasar ..................................................... Kecernaan serat kasar ........................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. Kesimpulan ................................................................................ Saran ..........................................................................................
12 Analisis Anova kecernaan bahan kering pada Domba Ekor Tipis ..
13 Analisis Anova kecernaan bahan organik pada Domba Ekor Tipis................................................................................................
14 Analisis Anova kecernaan protein kasar pada Domba Ekor Tipis ..
15 Analisis Anova kecernaan protein kasar pada Domba Ekor Tipis ..
57
58
59
61
63
65
67
69
70
71
72
73
74
75
76
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak
dipelihara di Indonesia dengan sistem pemeliharaan tradisional. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat produktivitas ternak
domba yang dipelihara secara tradisional masih rendah karena
manajemen pemberian pakannya tidak memperhatikan kesesuaian antara
pakan yang diberikan dan pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Domba
yang dipelihara secara tradisional hanya diberi pakan hijauan saja tanpa
diberi pakan tambahan berupa konsentrat sehingga produksinya tidak bisa
optimal. Wodzicka-Tomaszewska et al. (1993) mengemukakan bahwa
efisiensi produksi domba sebagian besar tergantung pada cara pemberian
pakan, tingkat manajemen pemberian pakan, dan ketersediaan gizi untuk
mendapatkan produksi yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pakan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan suatu
usaha peternakan.
Bahan pakan utama yang diberikan pada ternak domba adalah
pakan hijauan. Dewasa ini, ketersediaan hijauan sebagai bahan pakan
sumber serat semakin terbatas karena semakin sempitnya lahan yang
tersedia untuk penanaman hijauan pakan ternak. Oleh karena itu,
penyediaan pakan sumber serat bagi ternak ruminansia tidak lagi dapat
mengandalkan pakan hijauan saja, sehingga perlu dicarikan bahan pakan
2
alternatif lainnya. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan memanfaatkan bahan baku lokal berupa limbah
pertanian/perkebunan dan agroindustri.
Potensi bahan baku lokal berupa limbah pertanian, perkebunan dan
agroindustri sangat besar, namun hanya sebagian kecil yang digunakan
sebagai pakan. Salah satunya adalah kulit buah kakao (Theobroma
cacao). Limbah ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber
serat pengganti hijauan dalam pembuatan pakan lengkap. Menurut
Hardianto dan Sunandar (2009), teknologi pakan lengkap (complete feed)
merupakan salah satu metode pembuatan pakan yang digunakan untuk
meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan dan limbah
agroindustri melalui proses pengolahan dengan perlakuan fisik dan
suplementasi untuk produksi pakan ternak ruminansia.
Limbah kulit buah kakao (KBK) merupakan hasil samping
pemrosesan biji kakao yang sangat potensial untuk dijadikan sebagai
pakan ternak. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2011) menunjukkan
bahwa produksi kakao di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 70.919
ton. Guntoro (2008) menyebutkan komposisi KBK bisa mencapai 74
hingga 75% dari berat total buah dan masih mengandung daging buah
(flacenta) sekitar 2,5%. Kulit buah kakao memiliki kandungan serat yang
tinggi, protein yang rendah, serta mengandung alkaloid theobromine dan
asam fitat (Munier dan Raharjo, 2008). Pemberian limbah KBK secara
langsung justru akan menurunkan berat badan ternak sehingga perlu
3
dicarikan alternatif pemecahannya. Salah satu alternatif dari
permasalahan tersebut yaitu dengan proses fermentasi. Fermentasi
merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kandungan nutrien
pakan yang berserat tinggi. Fermentasi dapat menghidrolisis protein,
lemak, selulosa, hemiselulosa, lignin dan polisakarida lain sehingga bahan
yang difermentasi akan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi dan nilai
gizinya juga meningkat. Fermentasi pakan dapat dilakukan dengan
menggunakan Bio-fit®.
Bio-fit® merupakan campuran berbagai macam bakteri/mikrobia
yang didominasi oleh bakteri selulolitik, amilolitik, xilanolitik, lignolitik, dan
bakteri asam laktat. Bakteri yang terkandung dalam inokulum ini mampu
mendegradasi serat sehingga dapat meningkatkan nilai cerna dari bahan
pakan berserat tinggi (Agus, personal communication, 2012). Hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jatmika (2011) menunjukkan
bahwa fermentasi tongkol jagung dengan menggunakan Bio-fit® dapat
meningkatkan nilai kecernaan tongkol jagung secara in vitro. Oleh karena
itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh fermentasi
pakan lengkap menggunakan Bio-fit® dengan limbah KBK sebagai bahan
pakan sumber serat pengganti hijauan terhadap konsumsi pakan dan
kecernaan nutrien pada ternak Domba Ekor Tipis.
4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi
pakan lengkap menggunakan Bio-fit ® dengan limbah KBK sebagai bahan
pakan sumber serat pengganti hijauan terhadap konsumsi dan kecernaan
nutrien pada Domba Ekor Tipis.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi
kepada petani maupun peternak mengenai potensi kulit buah kakao
(Theobroma cocoa L.) sebagai salah satu bahan pakan alternatif yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan sumber serat pengganti hijauan atau
rumput dalam pembuatan pakan lengkap untuk ternak ruminansia melalui
proses fermentasi.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Ekor Tipis
Jenis domba yang banyak dijumpai di Indonesia adalah Domba
Ekor Tipis. Domba Ekor Tipis termasuk golongan domba kecil. Mathius et
al. (1989a) mengemukakan bahwa Domba Ekor Tipis mempunyai tubuh
dan ekor yang relatif kecil, tidak ada tanda-tanda berlemak. Bulu badan
biasanya berwarna putih dan banyak belang-belang hitam di sekitar mata,
hidung, dan bagian-bagian lainnya. Ternak betina biasanya tidak
bertanduk, tetapi yang jantan mempunyai tanduk yang melingkar.
Umumnya telinganya medium sampai kecil dan sebagian berposisi
menggantung. Rerata berat badan dewasa ternak ini adalah 40 kg untuk
ternak jantan dan 30 kg untuk ternak betina.
Pakan Domba
Domba sebagai ternak hidup membutuhkan pakan setiap harinya.
Pakan tersebut diperlukan untuk kebutuhan harian agar dapat hidup,
untuk produksi, dan untuk reproduksi (Mathius et al., 1989b). Jumlah dan
kebutuhan pakan bervariasi dan tergantung status fisiologis domba.
Namun demikian, sebagai patokan umum, bahan pakan yang diperlukan
adalah 10 % dari berat badan domba (Mathius et al., 1989b; Widi, 2007).
Bahan baku pakan yang dapat diberikan untuk domba menurut
Widi (2007) terdiri dari dua jenis yaitu hijauan pakan dan konsentrat.
6
Hijauan pakan merupakan pakan kasar yang berupa rumput, dedaunan,
dan limbah hasil pertanian, sedangkan konsentrat merupakan pakan
penguat yang kaya karbohidrat dan protein.
Hijauan pakan
Rumput raja. Menurut Wibisono (2010), rumput raja adalah salah
satu jenis dari rumput gajah (Pennisettum purpureum Schumach) yang
ada di Indonesia. Rumput ini merupakan hasil persilangan antara
Pennisettum purpureum (rumput gajah) dengan Pennisettum tydoides.
Rumput ini mengandung 13,5% protein kasar, 3,5% lemak, 59,7% NDF,
18,6% abu, 0,37% kalsium, dan 0,35% fosfor. Batang dan daunnya
berukuran paling besar dibandingkan dengan rumput lainnya sehingga
disebut sebagai rumput raja (king grass). Rumput raja memiliki batang
yang keras dengan daun berbulu kasar serta memiliki bercak berwarna
hijau muda. Produktivitas rumput ini jauh lebih tinggi dari rumput-rumput
unggulan lainnya, serta mempunyai kandungan zat makanan yang cukup
bergizi. Produksi hijauan segarnya mencapai 1076 ton per hektar per
tahun, sedangkan produksi bahan keringnya mencapai 110 ton per hektar
per tahun.
Konsentrat
Bagi ternak ruminansia, konsentrat termasuk pakan tambahan yang
berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan atau produksi (Guntoro, 2008).
7
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa bahan pakan yang termasuk
konsentrat memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan TDN
lebih dari 70%. Konsentrat dapat dibedakan menjadi konsentrat sumber
energi dan konsentrat sumber protein. Konsentrat yang berkadar protein
lebih dari 20% digolongkan sebagai konsentrat sumber protein,
sedangkan yang proteinnya kurang dari 20% digolongkan sebagai
konsentrat sumber energi (Hartadi et al., 2005). Bahan penyusun
konsentrat yang digunakan pada penelitian ini meliputi bekatul, bungkil
kedelai, kleci, molasses, dan onggok.
Bekatul. Bekatul merupakan limbah dari hasil proses pengolahan
gabah menjadi beras. Kandungan nutrisi bekatul di antaranya protein
serta vitamin B dan E. Untuk menghindari serangan serangga dan bau
tengik sehingga kualitas bekatul tidak berkurang sebaiknya bekatul
dijemur terlebih dahulu selama 3 sampai 4 jam/hari selama 3 hari.
Penjemuran ini dilakukan sebelum bekatul disimpan atau digunakan
sebagai bahan baku pakan. Penjemuran ini akan memperpanjang lama
penyimpanan (Rasidi, 2000).
Menurut Agus (2008), 8-8,5% berat padi adalah bekatul. Nutrien
yang terdapat dalam bekatul adalah protein kasar 9-12 %, pati 15-35%,
lemak 8-12%, serta serat kasar 8-12%. Bekatul mempunyai kandungan
serat kasar yang lebih tinggi daripada jagung dan sumber energi lain
sehingga bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas, tergantung pada
jenis ternaknya.
8
Bungkil kedelai. Definisi bungkil kedelai menurut SNI (1996)
adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah ekstraksi
minyaknya secara mekanis (expeller) atau secara kimia (solvent). Menurut
Lubis (1992), bungkil kedelai merupakan konsentrat sumber protein yang
cepat terdegradasi dalam rumen. Kandungan nutrien bungkil kedelai
adalah bahan kering 88,48%, protein kasar 42,7%, serat kasar 10,4%,
lemak kasar 9,0%, abu 9,4%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen 16,9%.
Rasyaf (1999) menyatakan, kandungan protein kasar bungkil kacang
kedelai antara 44% sampai 51%. Kandungan energi metabolisnya
sebesar 2240 kcal/kg, tetapi kandungan serat kasarnya cukup tinggi yaitu
sebesar 6%.
Kleci (kulit kacang kedelai). Murni et al. (2008) menyebutkan
bahwa kulit kacang kedelai merupakan limbah dari industri pengolahan biji
kedelai. Komposisi kimia kulit kacang kedelai terdiri dari bahan kering
91,0%, protein kasar 11,0%, lemak kasar 1,9%, abu 4,6%, serat kasar
36,4%, dinding sel 61,0%, hemiselulosa 16,0%, selulosa 42,0%, lignin
2,0% dan ADF 45,0%. Menurut Tisch (2006), kulit kedelai mentah
mengandung enzim urease sehingga sebaiknya bahan pakan ini tidak
diberikan bersama dengan urea karena enzim tersebut akan
mempercepat proses konversi urea menjadi ammonia. Jika ammonia
tersebut diserap, ternak tersebut mungkin akan menunjukkan gejala
kesulitan bernafas, inkoordinasi, tetanus, dan kematian. Murni et al.
(2008) menyebutkan bahwa aktivitas urease akan rusak melalui perlakuan
9
pemanasan. Perlakuan pemanasan tersebut akan dapat meningkatkan
kualitas pakan (Tisch, 2006).
Molasses/tetes tebu. Agus (2008) menyatakan bahwa molasses
berasal dari hasil ikutan dari proses penggilingan tebu untuk dijadikan
gula. Kandungan gula dalam molasses mencapai 77% serta mengandung
protein kasar sebesar 3,5%. Kandungan bahan pakan ini menurut Kamal
(1998) yaitu bahan kering 70 hingga 80%, abu 8 hingga 10%, dan TDN 55
hingga 75%. Lebih lanjut Agus (2008) menyebutkan bahwa molasses
berwarna cokelat kemerahan. Bahan ini banyak digunakan untuk pakan
sapi untuk menambah nafsu makan ternak. Menurut Tisch (2006),
rasanya yang manis membuat bahan pakan ini menjadi disukai oleh
hampir semua jenis ternak. Selain itu, molasses juga dapat mengurangi
debu, menambah kualitas pellet, sebagai senyawa karier (pembawa) bagi
obat-obatan atau aditif lainnya, dan sebagai komponen dari campuran
suplemen cair.
Onggok. Onggok merupakan ampas dari pembuatan tapioka.
Bahan ini masih cukup baik untuk digunakan sebagai bahan pakan
sumber energi, terutama bagi ternak ruminansia. Hal ini disebabkan masih
cukup tingginya kandungan karbohidrat mudah larut (ekstrak tanpa
nitrogen) yang berupa pati. Bahan pakan ini umumnya disimpan dalam
keadaan kering dan diberikan kepada ternak dalam bentuk tepung
kasar/giling kasar (Kamal,1998).
10
Kulit Buah Kakao
Kulit buah kakao (shell fod husk) merupakan limbah agroindustri
tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dari buah segar akan dihasilkan
limbah KBK sebesar 75% (Siregar, 2009). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) (2010) menyatakan kulit buah kakao segar memiliki
kandungan nutrisi terdiri dari bahan kering (BK) 88 %, protein kasar (PK) 8
%, serat kasar (SK) 40,1 % dan total digestible nutrients (TDN) 50,8 %.
Pendapat lain diungkapkan oleh Murni et al. (2008) bahwa KBK
mengandung BK 91,33%, abu 14,80%, protein 9,71%, lemak 0,90%, SK
40,03%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 34,26%, dan TDN 46,0%.
Pemanfaatan KBK untuk usaha pembibitan domba dapat mencapai 20%
dalam konsentrat komersial (Mariyono dan Romjali, 2007).
Kulit buah kakao memiliki kandungan SK yang tinggi dan PK yang
rendah. Kulit buah kakao mengandung serat kasar yang tinggi (55,67%)
dan protein yang rendah (8,35%) (Laconi, 1998). Hasil penelitian Sutikno
et al. (1994) menunjukkan bahwa KBK mengandung 31,0% selulosa,
12,87% hemiselulosa, dan 19,40% lignin. Lignin yang berikatan dengan
selulosa (lignoselulosa) menyebabkan kecernaan KBK rendah sehingga
selulosa pada KBK tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak.
Kelemahan lain yang terdapat pada KBK adalah adanya
kandungan anti nutrien. Kulit buah kakao mengandung theobromine dan
asam fitat (Munier dan Raharjo, 2008). Van Soest dan Robertson (1979)
11
menyebutkan bahwa KBK mengandung theobromine sebesar 0,17 hingga
0,2%. Tarka et al. (1978) melaporkan bahwa ransum yang mengandung
theobromine murni sampai 0,1% dapat merangsang konsumsi pakan pada
domba, tetapi kadar di atas 0,15% menyebabkan berkurangnya konsumsi
pakan yang disertai dengan penurunan berat badan. Tarka et al. (1978)
menyatakan bahwa theobromine dapat dirusak dengan pemanasan atau
pengeringan. Kadar theobromine dapat dikurangi melalui proses
fermentasi karena adanya panas yang dihasilkan selama proses
fermentasi.
Selain itu, KBK juga mengandung antinutrien berupa tannin.
Menurut Figuera et al. (1993), jenis tannin yang terdapat dalam KBK
merupakan tannin kondensasi yaitu anthocyanidin, catekin, dan
leukoanthocyanidin. Kelompok tannin ini dapat mempengaruhi konsumsi
pakan, palatabilitas, dan kecernaan pakan serta dapat bersifat toksik pada
level 5% dalam ransum (Cannas, 2001). Keberadaan tannin dalam kakao
dapat mengurangi manfaatnya sebagai pakan karena kemampuannya
dalam mengendapkan protein (Cheeke dan Shull, 1985).
Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi pakan serat hasil ikutan
perkebunan yang berkualitas rendah seperti KBK merupakan upaya
strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan. Laconi (1998)
menyatakan peningkatan nilai gizi KBK dapat dilakukan dengan perlakuan
pengolahan, sehingga KBK dapat digunakan sebagai substitusi pakan
12
hijauan untuk ruminansia. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah
pengolahan pakan secara biologis dengan fermentasi.
Pakan Lengkap (Complete Feed)
Salah satu cara pemberian pakan pada ternak potong adalah
dengan memberikan bahan pakan sumber serat dan konsentrat dalam
bentuk campuran atau lebih dikenal dengan pakan lengkap. Mariyono dan
Rojali (2007) menyatakan, pakan lengkap merupakan salah satu
pengembangan teknologi formulasi pakan, yaitu semua bahan pakan yang
terdiri atas hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat dicampur menjadi
satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-
satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Pakan lengkap mudah
diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi
bahan pakan lokal dengan menggunakan mesin pencampur sederhana
serta ramah lingkungan sehingga harganya sangat murah.
Mahaputra et al. (2003) menyatakan, complete feed diformulasikan
sedemikian rupa sehingga semua kebutuhan nutrien ternak domba dapat
terpenuhi. Komposisi nutrien pakan lengkap untuk keperluan pembibitan
dan penggemukan berbeda, terutama pada kandungan protein kasar dan
energi. Pakan penggemukan memiliki kandungan protein kasar dan energi
yang lebih tinggi daripada pakan pembibitan. Komposisi nutrien
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing ternak dan juga
pertimbangan harga.
13
Peningkatan Kualitas Pakan melalui Teknologi Fermentasi
Pujaningsih (2005a) mendefinisikan fermentasi sebagai proses
pemecahan senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana yang
melibatkan mikroorganisme. Pendapat yang hampir serupa dinyatakan
oleh Hanafi (2008) bahwa fermentasi merupakan proses perombakan dari
struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari
struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi
lebih efisien. Peningkatan kualitas pakan melalui teknologi fermentasi
dapat menurunkan kadar serat dan meningkatkan kadar protein, merubah
struktur kimia substrat dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang
lebih sederhana, serta mengeliminasi zat antinutrisi sekaligus
meningkatkan kualitas substrat (Pujaningsih, 2005b). Pendapat lain
diungkapkan oleh BPTP (2010) bahwa fermentasi dapat mempertinggi
daya cerna, menurunkan kandungan lignin, meningkatkan kadar protein,
menekan efek buruk racun theobromine dan meningkatkan produktivitas
ternak.
Proses fermentasi pakan ini pada umumnya terjadi karena adanya
penambahan inokulum ke dalam bahan pakan. Kurniawati (2003)
mendefinisikan inokulum sebagai kumpulan hasil seleksi mikrobia
proteolitik, lignolitik, selulolitik, dan lipolitik yang mampu mengurai
senyawa organik kompleks dalam suatu bahan pakan menjadi senyawa
organik sederhana yang mudah diserap oleh alat pencernaan ternak.
Salah satu contoh inokulum yang dapat digunakan adalah Bio-fit® yang
14
diproduksi oleh CV. Persada Mitra Mulia Yogyakarta namun belum
dipasarkan secara bebas.
Bio-fit® merupakan campuran mikrobia selulolitik, amilolitik,
xilanolitik, lignolitik, proteolitik, lipolitik, dan bakteri asam laktat (BAL).
Mikrobia yang paling dominan di dalam inokulum tersebut adalah mikrobia
selulolitik, amilolitik, xilanolitik, lignolitik, dan BAL. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Jatmika (2011) dengan menggunakan tongkol jagung
menunjukkan bahwa hasil fermentasi dengan menggunakan Bio-fit® dapat
meningkatkan nilai kecernaan tongkol jagung secara in vitro.
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan adalah sejumlah pakan yang dapat dikonsumsi
ternak pada periode waktu tertentu. Jumlah konsumsi pakan merupakan
faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah nutrien yang
didapat oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi/menentukan tingkat
produksi ternak tersebut (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1993). Tingkat
konsumsi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks
meliputi faktor hewan, pakan, dan lingkungan. Tillman et al. (1991)
berpendapat bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh bentuk dan sifat
fisik pakan, komposisi kimia ransum, frekuensi pemberian, dan anti nutrisi
dalam pakan.
Pakan yang difermentasi umumnya akan mengalami perubahan
kandungan nutrien yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi nutrien
15
pada ternak ruminansia. Hasil penelitian Suparjo et al. (2011)
menunjukkan bahwa penggunaan KBK fermentasi dalam pakan dapat
meningkatkan konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan
protein kasar (PK), namun menurunkan konsumsi serta kasar (SK) pada
kambing. Lebih lanjut Suparjo et al. (2011) menyebutkan bahwa konsumsi
BK meningkat dari 538 menjadi 560 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi BO
meningkat dari 467 menjadi 42 g/ekor/hari. Konsumsi PK juga meningkat
dari 63 menjadi 72 g/ekor/hari. Konsumsi SK menurun dari 154 menjadi
130 g/ekor/hari.
Kecernaan pakan
McDonald et al. (2002) mendefinisikan kecernaan sebagai bagian
dari nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dan diabsorbsi oleh
ternak. Kecernaan suatu bahan pakan biasanya dinyatakan dalam dasar
BK dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut koefisien cerna.
Kecernaan dapat diketahui dari persentase nutrien yang terdapat dalam
bahan makanan diukur dengan analisis proksimat. Kamal (1994)
menyatakan bahwa untuk penentuan kecernaan dari suatu pakan maka
harus diketahui terlebih dahulu jumlah nutrien yang terdapat di dalam
pakan dan jumlah nutrien yang dapat dicerna. Jumlah nutrien yang
didapat di dalam pakan dapat dicari dengan analisis kimia, sedangkan
jumlah nutrien yang dicerna dapat dicari bila pakan telah melalui proses
pencernaan.
16
Dalam pengukuran kecernaan suatu bahan pakan dapat ditentukan
dengan metode in vivo, in vitro atau in sacco. Metode in vivo merupakan
suatu metode pendugaan kecernaan secara langsung dengan
menggunakan ternak percobaan. Percobaan dengan metode in vivo
dikerjakan dengan mencatat pakan yang dikonsumsi dan feses yang
dikeluarkan dalam satuan hari (Tillman et al., 1991). Hasil pengujian teknik
in vivo mempunyai tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding teknik lain
karena sifat aplikatifnya pada ternak secara langsung, namun yang
menjadi kelemahan dari teknik ini adalah pelaksanaannya menggunakan
sejumlah ternak sehingga banyak biaya yang dibutuhkan, tenaga dan
pemeliharaan ternak.
Kecernaan suatu bahan pakan umumnya dipengaruhi oleh
Hasil analisis Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM (2011) 2 Hasil perhitungan berdasarkan komposisi kimia menurut Hartadi et al. (2005)
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
merk Camry yang mempunyai kapasitas 5 kg dan kepekaan 2 g untuk
menimbang pakan yang diberikan, sisa pakan dan berat feses ternak,
timbangan ternak yang mempunyai kapasitas 100 kg dan kepekaan 1 g
untuk menimbang berat badan ternak, dan timbangan analitik yang
mempunyai kapasitas 210 g dan kepekaan 0,0001 g untuk menimbang
sampel pakan dan feses yang akan dianalisis, oven pengering 55oC, alat
penggiling Wiley Mill dan Hammer Mill serta seperangkat alat proksimat
untuk analisis kandungan nutrien.
Metode
Pelaksanaan penelitian dibagi dalam beberapa tahap yaitu :
24
Tahap pendahuluan
Kulit buah kakao dicacah dengan ukuran sekitar 1x1 cm. Masing-
masing bahan pakan yang digunakan pada penelitian ini ditimbang dan
dicampur sesuai dengan formulasi pakan pada masing-masing perlakuan.
Pakan perlakuan kontrol diberikan pada ternak dengan cara pemberian
pakan hijauan dan konsentrat secara terpisah. Pakan lengkap non
fermentasi diberikan dalam bentuk pakan campuran antara kulit buah
kakao dan pakan konsentratnya. Pakan lengkap fermentasi diberikan
dalam bentuk campuran antara kulit buah kakao dan pakan konsentrat
yang telah difermentasi dengan menggunakan Bio-fit® sebanyak 0,20%
dari BK total pakan dan diperam selama 4 hari. Semua pakan perlakuan
yang digunakan dalam penelitian ini lalu diambil sampelnya dan dianalisis
kandungan nutriennya. Ternak domba penelitian ditimbang, lalu
dikelompokkan berdasarkan berat badannya yang kemudian ditempatkan
pada masing-masing kandang untuk dilakukan adaptasi terhadap pakan
dan kondisi lingkungan. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor ternak dengan
berat badan yang hampir sama dan mendapatkan perlakuan jenis pakan
yang berbeda.
Tahap adaptasi
Tahap adaptasi dilakukan selama 2 minggu untuk
mengadaptasikan ternak dengan kondisi lingkungan dan pakan
25
percobaan. Pakan diberikan secara bertahap sampai tingkat konsumsi
ternak percobaan berada pada kondisi stabil.
Tahap pemeliharaan dan koleksi
Tahap pemeliharaan dilaksanakan selama 8 minggu yang terdiri
dari dua kegiatan yaitu pemeliharaan dan koleksi. Masa pemeliharaan
adalah masa pemeliharaan ternak untuk melihat tingkat konsumsi dan
pertambahan berat badan. Penimbangan berat badan dilakukan pada
masa akhir adaptasi untuk data berat badan awal dan penimbangan berat
badan selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu sekali, sedangkan masa
koleksi dilakukan untuk mengambil sampel pakan dan sampel feses yang
akan digunakan untuk menghitung kecernaan pakan. Tahap koleksi
dilakukan pada minggu terakhir pemeliharaan yaitu pada minggu ke-8.
Data yang diambil selama tahap ini terdiri dari : (1) Jumlah pakan
yang diberi (kg/ekor/hari); (2) Jumlah pakan sisa (kg/ekor/hari); dan (3)
Jumlah feses (kg/ekor/hari). Pakan diberikan pada pagi hari, sisa pakan
diambil dan ditimbang pada hari berikutnya. Sampel pakan dan feses
dikumpulkan pada minggu ke-8 selama 7 hari. Pengumpulan dilakukan
setiap hari dan diambil sebanyak 10% dari total sisa pakan/feses,
dikompositkan selama satu minggu dan diambil 10% untuk dianalisis.
26
Analisis sampel
Sampel pakan, sisa pakan dan feses dianalisis kandungan bahan
kering (BK), bahan organik (BO), dan protein kasar (PK) dengan analisis
proksimat sesuai dengan petunjuk AOAC (2005).
Variabel yang diamati
Konsumsi nutrien. Konsumsi nutrien pakan yang diamati meliputi
konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan protein kasar (PK).
Konsumsi nutrien dihitung sebagai jumlah total pakan yang dikonsumsi
dikalikan dengan kandungan nutrien dari pakan tersebut. Jumlah pakan
total dihitung sebagai selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan
sisa pakan pada keesokan harinya. Rumus konsumsi nutrien yaitu :
Konsumsi pakan (kg) = total pakan yang diberikan (kg) – sisa pakan (kg)
Konsumsi BK (kg) = konsumsi pakan (kg) x BK pakan (%)
Konsumsi BO (kg) = konsumsi BK (kg) x BO pakan (%)
Konsumsi PK (kg) = konsumsi BK (kg) x PK pakan (%)
Kecernaan nutrien. Untuk mengetahui kecernaan nutrien pakan
terlebih dahulu diketahui jumlah nutrien pakan yang dikonsumsi dan
jumlah nutrien pakan yang dikeluarkan. Kecernaan nutrien pakan adalah
banyaknya nutrien yang mampu dicerna (diserap) dalam saluran
pencernaan ternak. Kecernaan nutrien yang diamati meliputi kecernaan
BK, BO, dan PK. Kecernaan nutrien pakan dinyatakan sebagai koefisien
cerna. Rumus kecernaan nutrien menurut McDonald et al. (2002) yaitu :
27
Berdasarkan rumus di atas, maka nilai kecernaan BK, BO, dan PK
pakan pada penelitian ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : FI = feed intake (konsumsi pakan)
Analisis data
Data konsumsi dan kecernaan nutrien pakan dianalisis dengan
menggunakan rancangan acak lengkap pola searah (One Way Anova)
(Astuti, 1981). Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS
(Statistical Product and Service Solution) 16 for Windows. Apabila
terdapat perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Duncans’
New Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar
mean.
28
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Nutrien
Pemberian pakan dilakukan agar kebutuhan ternak akan nutrien
dapat terpenuhi. Kebutuhan nutrien pakan pada masing-masing ternak
berbeda-beda, tergantung pada umur, periode fisiologi dan tingkat
produktivitas ternak tersebut. Parakkasi (1999) mendefinisikan tingkat
konsumsi (voluntary feed intake) sebagai jumlah pakan yang terkonsumsi
oleh ternak bila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum.
Konsumsi pakan harian pada penelitian ini dihitung sebagai rerata
jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak selama pemeliharaan.
Konsumsi pakan tidak dapat menggambarkan jumlah nutrien pakan yang
dikonsumsi oleh ternak sehingga perlu dilakukan perhitungan konsumsi
nutrien. Konsumsi nutrien per hari adalah konsumsi bahan kering pakan
dikalikan dengan kandungan nutriennya. Konsumsi nutrien pada penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rerata konsumsi nutrien (g/kg BB/hari)
Nutrien Perlakuan
Kontrol Pakan lengkap non fermentasi
Pakan lengkap fermentasi
Bahan kering 33,00±7,26a 37,03±9,04a 53,69±9,40b Bahan organik 31,14±6,46a 34,06±8,07a 47,87±8,15b Protein kasar 3,25±0,54a 4,45±0,99a 6,45±1,06b Serat kasar 7,41±1,45a 9,05±1,63a 12,25±1,68b
a,b : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01)
Hasil analisis statistik yang terlihat pada Lampiran 7, 8, 9, dan 10
menunjukkan bahwa konsumsi BK, BO, PK, dan SK pada kontrol dan
29
pakan lengkap non fermentasi berbeda sangat nyata dengan pakan
lengkap fermentasi, sedangkan konsumsi BK, BO, PK, dan SK pada
kontrol tidak berbeda nyata dengan pakan lengkap fermentasi. Domba
pada perlakuan pakan lengkap non fermentasi secara nyata
mengkonsumsi BK, BO, PK, dan SK yang lebih tinggi daripada kontrol dan
pakan lengkap non fermentasi, sedangkan konsumsi BK, BO, PK, dan SK
pada kontrol dan pakan lengkap non fermentasi tidak berbeda. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi pada pakan lengkap
dapat menyebabkan peningkatan konsumsi pakan. Menurut Nirwana
(2005), fermentasi KBK pakan lengkap memberikan respon yang baik
terhadap konsumsi pakan domba.
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa konsumsi nutrien pada
masing-masing perlakuan berbeda-beda. Perbedaan tersebut umumnya
dipengaruhi oleh perbedaan tingkat konsumsi pakan dan perbedaan
komposisi nutrien pakan. Jika tingkat konsumsi pakan dan kandungan
nutrien pakan meningkat, maka tingkat konsumsi nutriennya pun akan
meningkat.
Konsumsi nutrien yang paling tinggi pada pakan lengkap fermentasi
dimungkinkan karena adanya perlakuan fermentasi yang menyebabkan
terjadinya perubahan bentuk fisik pakan sehingga pakan tersebut menjadi
lebih mudah dicerna. Konsumsi nutrien pada pakan lengkap fermentasi
lebih tinggi daripada pakan lengkap non fermentasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi pada pakan lengkap tersebut
30
dapat menaikkan konsumsi BK, BO, PK, dan SK masing-masing sebesar
31,03%, 28,85%, 31,01%, dan 26,12%. Parakkasi (1999) menyebutkan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan pada
ternak ruminansia adalah sifat fisik pakan itu sendiri. Pakan yang mudah
dicerna umumnya memiliki laju aliran (rate of passage) yang lebih cepat
sehingga pakan lebih cepat meninggalkan rumen. Hal ini menyebabkan
rumen cepat kosong sehingga domba akan mengkonsumsi pakan dalam
jumlah yang lebih banyak. Yansari et al. (2004) menyebutkan bahwa
konsumsi pakan dipengaruhi oleh kapasitas rumen dan lama pengeluaran
digesta dari rumen.
Kenaikan konsumsi nutrien pada pakan lengkap fermentasi juga
dapat disebabkan oleh tingkat palatabilitas pakan lengkap fermentasi yang
lebih tinggi daripada kontrol dan pakan lengkap non fermentasi. Forbes
(1986) menyatakan bahwa palatabilitas pakan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Pakan yang
difermentasi umumnya memiliki tingkat palatabilitas yang lebih tinggi
daripada pakan yang tidak difermentasi.
Proses fermentasi pakan akan merombak senyawa karbohidrat
menjadi senyawa-senyawa asam yang dapat menimbulkan bau asam
segar. Hasil penelitian Jatmika (2011) menunjukkan bahwa perlakuan
fermentasi tongkol jagung dengan penambahan Bio-fit® menghasilkan bau
asam. Bau asam tersebut disebabkan oleh adanya akumulasi asam laktat
akibat terkonversinya karbohidrat terlarut menjadi asam piruvat yang
31
selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Bau asam segar pada pakan
fermentasi ini pada umumnya disukai oleh ternak sehingga palatabilitas
pakan meningkat dan konsumsi pakan domba juga akan meningkat.
Konsumsi pakan yang meningkat akan meningkatkan konsumsi nutrien
ternak tersebut karena ketersediaan nutrien pakan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya konsumsi pakan domba.
Tingkat konsumsi nutrien pakan juga dapat dipengaruhi oleh
adanya kandungan antinutrien di dalam pakan. Tillman et al. (1991)
menyatakan bahwa antinutrien merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konsumsi pakan. Salah satu bahan pakan yang digunakan
pada penelitian ini adalah kulit buah kakao. Bahan pakan tersebut
mengandung antinutrien yang berupa theobromine (Munier dan Raharjo,
2008). Menurut Tarka et al. (1978), ransum yang mengandung
theobromine murni sampai 0,1% dapat merangsang konsumsi pakan pada
domba, tetapi kadar di atas 0,15% menyebabkan berkurangnya konsumsi
pakan.
Proses fermentasi dapat mengeliminasi zat antinutrisi (Pujaningsih,
2005b) sehingga kadarnya dalam pakan dapat berkurang. Berkurangnya
kandungan theobromine dalam pakan akan menekan efek buruk
theobromine terhadap domba. Penurunan kandungan theobromine dapat
terjadi karena adanya proses fermentasi yang menghasilkan panas. Tarka
et al. (1978) menyatakan bahwa theobromine dapat dirusak dengan
pemanasan atau pengeringan. Hasil penelitian Munier (2012)
32
menunjukkan bahwa kandungan theobromine pada kulit buah kakao yang
difermentasi dengan Aspergillus spp lebih rendah daripada kulit buah
kakao segar. Kandungan theobromine pada kulit buah kakao segar
berkisar 0,17 hingga 0,20% atau 1700 hingga 2000 mg/kg (Wong dan
Hassan, 1988). Hasil penelitian Munier (2012) menunjukkan kandungan
theobromine pada kulit buah kakao yang difermentasi sebesar 0,0039%
atau 39,685 ppm (39,685 mg/kg).
Kecernaan Nutrien
Kecernaan nutrien dapat menggambarkan jumlah nutrien pakan
yang dapat dicerna oleh ternak. Orskov (1982) mendefinisikan kecernaan
sebagai banyaknya pakan yang dapat dicerna di dalam alat pencernaan.
Kecernaan atau daya cerna merupakan bagian dari nutrien pakan yang
tidak diekskresikan dalam feses dan yang diasumsikan sebagai bagian
yang diabsorpsi oleh ternak (Chuzaemi dan Bruchem, 1991). Kecernaan
nutrien pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata kecernaan nutrien (% bahan kering)
Nutrien
Perlakuan
Kontrol Pakan lengkap non fermentasi
Pakan lengkap fermentasi
Bahan kering 57,59±11,78ab 45,12±12,95a 70,94±5,71b Bahan organik 63,61±6,70b 46,25±11,74a 66,33±8,00b Protein kasar 56,54±9,57cd 45,97±10,40c 67,77±8,72d Serat kasar 55,28±8,38d 42,57±4,26c 54,14±7,09d
a,b : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,01)
c,d : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)
Hasil analisis statistik pada Lampiran 11, 12, 13, dan 14
menunjukkan bahwa rerata nilai kecernaan pakan secara nyata
33
dipengaruhi oleh perlakuan pakan. Pakan lengkap non fermentasi memiliki
nilai kecernaan yang paling rendah, sedangkan pakan lengkap fermentasi
memiliki nilai kecernaan yang paling tinggi. Rendahnya nilai kecernaan
pakan lengkap non fermentasi tersebut disebabkan oleh rendahnya
kualitas pakan karena adanya penambahan KBK ke dalam pakan lengkap
non fermentasi. Alemawor et al. (2009) berpendapat bahwa efektivitas
pemanfaatan KBK dibatasi oleh komposisi nutrisi yang kurang baik,
terutama kandungan protein yang rendah dan komponen lignoselulosa
yang tinggi sehingga diperlukan perlakuan pendahuluan untuk
memperbaiki nilai nutrisinya.
Nilai kecernaan pakan lengkap fermentasi paling tinggi karena
adanya perlakuan fermentasi yang dapat memperbaiki nilai nutrisi pakan
sehingga pakan tersebut menjadi lebih mudah dicerna. Hal ini
menunjukkan bahwa proses fermentasi tersebut dapat meningkatkan
kecernaan pakan. Menurut Hanafi (2008), fermentasi merupakan proses
perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga
bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga senyawa
tersebut menjadi lebih mudah dicerna. Dengan meningkatnya jumlah
pakan yang dapat dicerna, maka nilai kecernaan pakan tersebut akan
meningkat.
34
Kecernaan bahan kering
Hasil analisis statistik pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa
kecernaan BK pada pakan lengkap non fermentasi berbeda sangat nyata
dengan pakan lengkap fermentasi, akan tetapi kecernaan BK pada kontrol
tidak berbeda nyata dengan pakan lengkap non fermentasi maupun pakan
lengkap fermentasi. Nilai kecernaan pakan lengkap fermentasi lebih tinggi
daripada pakan lengkap non fermentasi. Hal tersebut membuktikan bahwa
proses fermentasi pada pakan lengkap fermentasi sangat berpengaruh
positif terhadap nilai kecernaan BK pakan.
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa pakan lengkap
fermentasi memiliki nilai kecernaan BK yang paling tinggi, sedangkan
pakan lengkap non fermentasi memiliki nilai kecernaan BK yang paling
rendah. Dari Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa kecernaan BK pakan kontrol
lebih tinggi daripada pakan lengkap non fermentasi. Perbedaan nilai
kecernaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia
bahan pakan. Menurut McDonald et al. (2002), komposisi kimia bahan
pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat degradasi
dan kecernaan bahan pakan dalam rumen. Pendapat yang hampir serupa
dikemukakan oleh Petterson (2005) bahwa daya cerna pakan dipengaruhi
oleh jenis ternak, umur ternak, jenis bahan pakan dan susunan kimia
pakan.
Salah satu komposisi kimia pakan yang menentukan daya cerna
pakan tersebut adalah kandungan serat kasar (SK) yang meliputi selulosa,
35
hemiselulosa, dan lignin. Sumber serat pada pakan kontrol berupa rumput
raja, sedangkan sumber serat pada pakan lengkap non fermentasi dan
pakan lengkap fermentasi berupa KBK. Rumput raja memiliki nilai
kecernaan yang lebih tinggi daripada KBK. Nilai kecernaan BK rumput raja
sebesar 60,1±9,2% (Ginting et al., 2005), sedangkan nilai kecernaan BK
KBK sebesar 42,7% (Sutikno et al., 1994).
Nilai kecernaan BK pakan juga ditentukan oleh nilai kecernaan SK
pakan. Pakan yang memiliki nilai kecernaan SK lebih tinggi cenderung
memiliki nilai kecernaan BK yang lebih tinggi pula. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kecernaan SK pakan kontrol dan pakan lengkap
fermentasi lebih tinggi daripada pakan lengkap non fermentasi. Nilai
kecernaan SK pakan kontrol sebesar 55,28% dan kecernaan SK pakan
lengkap fermentasi sebesar 54,14%, sedangkan kecernaan SK pakan
lengkap non fermentasi sebesar 42,57%.
Rumput raja umumnya lebih mudah dicerna daripada KBK karena
kandungan ligninnya yang rendah, sedangkan KBK lebih sulit dicerna
karena kandungan ligninnya yang tinggi. Sutikno et al. (1994) melaporkan
bahwa KBK mengandung lignin sebesar 19,40%. Jafar dan Hassan (1990)
berpendapat bahwa kandungan lignin, selulosa, dan hemiselulosa
mempengaruhi kecernaan pakan sehingga kecernaan BK berhubungan
sangat erat dengan kandungan lignin dalam pakan. Lignin yang berikatan
dengan selulosa (lignoselulosa) menyebabkan kecernaan KBK rendah
sehingga selulosa pada KBK tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak. Hal
36
inilah yang menyebabkan rendahnya kecernaan pakan lengkap non
fermentasi. Hal tersebut membuktikan bahwa rumput raja tidak dapat
disubstitusi oleh KBK tanpa ada perlakuan pendahuluan yang dapat
memperbaiki kualitas KBK.
Pakan lengkap fermentasi memiliki nilai kecernaan yang lebih baik
daripada kontrol dan pakan lengkap non fermentasi. Nilai kecernaan
pakan lengkap fermentasi yang tinggi ini disebabkan oleh adanya
perlakuan pendahuluan berupa proses fermentasi. Perlakuan fermentasi
pada pakan lengkap tersebut dapat menaikkan kecernaan BK sebesar
25,82%. Suparjo et al. (2011) menyebutkan bahwa perlakuan
pendahuluan diperlukan untuk menghilangkan, memutus atau mengurangi
keeratan ikatan antara selulosa dan hemiselulosa dengan lignin.
Fermentasi pakan lengkap pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan mikrobia starter berupa Bio-fit® yang didominasi oleh
mikrobia selulolitik, amilolitik, dan lignolitik. Mikrobia lignolitik ini dapat
menghasilkan enzim ligninase. Takano et al. (2004) menyatakan bahwa
ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa dapat diputus oleh ligninase
seperti lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Enzim
tersebut mampu memutus ikatan lignin pada selulosa dan hemiselulosa
sehingga selulosa dan hemiselulosa pada pakan dapat dimanfaatkan oleh
ternak. Selulosa dan hemiselulosa yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
ini akan menaikkan jumlah bahan kering yang dapat dicerna oleh ternak
37
sehingga kecernaan BK pakan meningkat. Hal ini membuktikan bahwa
fermentasi dapat meningkatkan kecernaan pakan.
Kecernaan bahan organik
Hasil analisis statistik pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa nilai
kecernaan BO pada pakan lengkap non fermentasi berbeda sangat nyata
dengan kontrol dan pakan lengkap fermentasi, tetapi nilai kecernaan BO
pada kontrol tidak berbeda nyata dengan pakan lengkap fermentasi. Nilai
kecernaan BO pada pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada pakan
lengkap non fermentasi, sedangkan nilai kecernaan BO pada pakan
lengkap fermentasi tidak berbeda jauh dengan kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan pakan lengkap fermentasi lebih baik
daripada pakan lengkap non fermentasi. Penggunaan pakan lengkap
fermentasi ini dapat menggantikan pakan kontrol berupa rumput raja dan
konsentrat.
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa kecernaan BO pada
pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada pakan lengkap non
fermentasi dan kecernaan BO pada kontrol tidak berbeda jauh dengan
pakan lengkap fermentasi. Kecernaan BO pada pakan lengkap fermentasi
dapat menyaingi kecernaan BO pada kontrol, sedangkan kecernaan BO
pada pakan lengkap non fermentasi tidak dapat menyaingi kecernaan BO
pada kontrol. Hal tersebut dipengaruhi oleh kecernaan bahan pakan
sumber serat yang digunakan pada masing-masing perlakuan. Nilai
38
kecernaan BO rumput raja sebesar 63,6±8,8% (Ginting et al., 2005),
sedangkan nilai kecernaan BO KBK sebesar 38,0% (Sutikno et al., 1994).
Kecernaan BO rumput raja lebih tinggi daripada KBK sehingga kecernaan
BO pada kontrol menjadi lebih tinggi.
Perlakuan fermentasi pada pakan lengkap dapat menaikkan nilai
kecernaan BO. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nilai kecernaan
BO pada pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada pakan lengkap
non fermentasi. Perlakuan fermentasi pakan lengkap pada penelitian ini
mampu menaikkan nilai kecernaan BO sebesar 20,08%. Kenaikan
kecernaan tersebut terjadi karena adanya proses fermentasi pakan.
Proses fermentasi tersebut berfungsi untuk memecah senyawa-senyawa
organik kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
sehingga senyawa organik tersebut menjadi lebih mudah dicerna. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kecernaan BO. Kecernaan
BO ini juga berkaitan erat dengan kecernaan BK. Menurut Tillman et al.
(1991), sebagian besar BO merupakan komponen BK sehingga kenaikan
kecernaan BK juga akan menaikkan kecernaan BO.
Kecernaan protein kasar
Hasil analisis statistik pada Lampiran 13 menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada kecernaan PK. Kecernaan PK pada kontrol
tidak berbeda nyata dengan pakan lengkap non fermentasi dan pakan
lengkap fermentasi, namun kecernaan PK pada pakan lengkap fermentasi
39
berbeda nyata dengan pakan lengkap non fermentasi. Pakan lengkap
fermentasi memiliki nilai kecernaan PK yang lebih tinggi daripada pakan
lengkap non fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi
pakan dapat meningkatkan nilai kecernaan PK.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pakan lengkap non fermentasi
memiliki nilai kecernaan PK yang terendah dan pakan lengkap fermentasi
memiliki nilai kecernaan PK yang tertinggi. Rendahnya nilai kecernaan
pada pakan lengkap non fermentasi diduga akibat adanya kandungan
tannin di dalam KBK. Menurut Figuera et al. (1993), KBK mengandung
tannin kondensasi. Awadalkareem (2008) menyebutkan bahwa tannin
dapat membentuk kompleks terlarut dan tidak terlarut dengan protein dan
ini berpengaruh terhadap rendahnya daya cerna protein. Pendapat yang
serupa juga diungkapkan oleh Putra (2009) yang menyatakan bahwa
tannin dapat menurunkan kualitas pakan melalui pembentukan ikatan
kompleks dengan protein sehingga protein tidak mampu dicerna oleh sel
tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa rumput raja tidak dapat disubstitusi
oleh KBK tanpa ada perlakuan pendahuluan yang dapat menurunkan
kandungan antinutrien di dalam KBK.
Kecernaan PK pada pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada
pakan lengkap non fermentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
fermentasi pakan lengkap dapat menaikkan nilai kecernaan PK sebesar
21,80%. Peningkatan nilai kecernaan PK pada pakan lengkap fermentasi
dapat terjadi akibat adanya proses fermentasi. Fermentasi ini diduga
40
dapat menurunkan kadar tannin. Linmuller et al. (1991) melaporkan
bahwa tannin dapat didegradasi secara mikrobial. Penurunan kandungan
tannin selama proses fermentasi diduga dipengaruhi oleh adanya aktivitas
mikroba-mikroba seperti khamir dan BAL yang tumbuh selama fermentasi
seperti yang telah dilaporkan oleh Utami (2008).
Ramayanti (2004) menyebutkan bahwa peningkatan kadar PK pada
pakan dapat terjadi karena lepasnya ikatan tannin-protein pada KBK
setelah pakan tersebut difermentasi. Peningkatan kadar PK juga dapat
disebabkan oleh adanya mikrobia dan enzim-enzim yang disekresikan
oleh mikrobia tersebut. Enzim tersebut umumnya terdiri dari protein,
sedangkan mikrobia itu sendiri merupakan protein sel tunggal.
Peningkatan kadar PK ini akan menambah jumlah protein yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak sehingga kecernaan PK pakan meningkat.
Peningkatan kecernaan PK pada pakan lengkap fermentasi akan
berefek pada pertambahan berat badan harian (PBBH) ternak. Wahyudi
(2012) menyebutkan bahwa PBBH domba yang diberi pakan kontrol dan
pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada PBBH domba yang diberi
pakan lengkap non fermentasi. PBBH domba yang diberi pakan kontrol
sebesar 120,29 g/ekor/hari dan PBBH domba yang diberi pakan lengkap
fermentasi sebesar 128,67 g/ekor/hari, sedangkan PBBH domba yang
diberi pakan lengkap non fermentasi sebesar 114,48 g/ekor/hari.
Lebih lanjut Wahyudi (2012) menyebutkan bahwa biaya pakan yang
dibutuhkan untuk kenaikan 1 kg berat badan (feed cost per gain) domba
41
yang diberi pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada domba yang
diberi pakan lengkap non fermentasi dan pakan kontrol. Feed cost per
gain domba yang diberi pakan lengkap fermentasi sebesar Rp. 11.036,11,
sedangkan feed cost per gain domba yang diberi pakan lengkap non
fermentasi sebesar Rp. 9.153,43 dan feed cost per gain domba yang
diberi pakan kontrol sebesar Rp. 9.165,00. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pemberian pakan kontrol pada Domba Ekor Tipis lebih efisien
daripada pakan lengkap fermentasi karena dengan biaya pakan yang
lebih murah atau hampir sama dengan harga pakan lengkap non
fermentasi, PBBH yang dicapai dapat lebih tinggi daripada pakan non
fermentasi.
Kecernaan serat kasar
Hasil analisis statistik pada Lampiran 14 menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada kecernaan SK. Hasil analisis menunjukkan
bahwa nilai kecernaan SK pada pakan lengkap non fermentasi berbeda
nyata dengan pakan kontrol dan pakan lengkap fermentasi. Nilai
kecernaan SK pakan lengkap non fermentasi lebih rendah daripada pakan
kontrol dan pakan lengkap fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan fermentasi pakan dapat meningkatkan nilai kecernaan SK.
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kecernaan pakan lengkap
fermentasi lebih tinggi daripada pakan lengkap non fermentasi..
Rendahnya nilai kecernaan SK pada pakan lengkap non fermentasi
42
diduga akibat tingginya kadar lignin di dalam KBK mentah. Hasil penelitian
Sutikno et al. (1994) menunjukkan bahwa KBK mengandung 31,0%
selulosa, 12,87% hemiselulosa, dan 19,40% lignin. Lignin yang berikatan
dengan selulosa (lignoselulosa) menyebabkan kecernaan KBK rendah
sehingga selulosa pada KBK tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak.
Kecernaan SK pada pakan lengkap fermentasi lebih tinggi daripada
pakan lengkap non fermentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
fermentasi pada pakan lengkap dapat menaikkan nilai kecernaan SK
sebesar 11,57%. Peningkatan nilai kecernaan SK terjadi karena adanya
aktivitas mikrobia selulolitik, amilolitik, dan lignolitik yang menyebabkan
terjadinya degradasi selulosa, amilum, dan lignin. Mikrobia selulolitik
menghasilkan enzim selulose, mikrobia amilolitik menghasilkan enzim
amilase, dan mikrobia lignolitik ini dapat menghasilkan enzim ligninase.
Takano et al. (2004) menyatakan bahwa ikatan lignoselulosa dan
lignohemiselulosa dapat diputus oleh enzim ligninase seperti lignin
peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Enzim tersebut
mampu memutus ikatan lignin pada selulosa dan hemiselulosa sehingga
selulosa dan hemiselulosa pada pakan dapat dimanfaatkan oleh ternak.
Peningkatan jumlah selulosa dan hemiselulosa pada pakan yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan
nilai kecernaan SK pakan.
43
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa fermentasi pakan lengkap menggunakan Bio-fit® dengan limbah
KBK sebagai sumber serat pengganti hijauan dapat menaikkan konsumsi
dan kecernaan nutrien pakan pada Domba Ekor Tipis.
Saran
Pemanfaatan pakan lengkap berbasis kulit buah kakao yang
difermentasi untuk pakan domba ini perlu diteliti lebih lanjut dengan
menggunakan bahan penyusun konsentrat lainnya yang harganya lebih
murah sehingga diharapkan dapat mencapai tingkat produksi yang lebih
tinggi dengan harga pakan yang lebih murah.
44
RINGKASAN
Domba Ekor Tipis merupakan salah satu ternak ruminansia kecil
yang banyak dipelihara di Indonesia dan hingga saat ini pemeliharaannya
sebagian besar masih bersifat tradisional. Ternak domba tersebut pada
umumnya memiliki tingkat produktivitas yang rendah karena kurangnya
asupan nutrien. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan pemberian pakan lengkap fermentasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi pakan lengkap
(complete feed) terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien pada DOmba
Ekor Tipis.
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Desember 2011 sampai
dengan Februari 2012. Penelitian dilakukan di kandang bagian Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM. Penelitian ini menggunakan
15 ternak Domba Ekor Tipis jantan dengan rata-rata umur 1,5 sampai 2
tahun yang memiliki berat badan rata-rata 16 sampai 20 kg. Ternak dibagi
secara acak menjadi tiga kelompok sesuai perlakuan dengan jumlah
ulangan ternak tiap perlakuan adalah lima ekor.
Bahan pakan yang digunakan adalah rumput raja (Pennisetum
purpuphoides) dan kulit buah kakao sebagai sumber serat, bekatul dan
onggok sebagai sumber energi, kulit kedelai dan bungkil kedelai sebagai
sumber protein, serta mineral, molasses dan Bio-fit®. Jenis perlakuan yang
digunakan adalah pakan kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan
45
pakan lengkap fermentasi. Pakan lengkap fermentasi dibuat dengan
menggunakan inokulum mikrobia berupa Bio-fit® sebanyak 0,20% dan
diperam selama 4 hari.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu konsumsi dan
kecernaan nutrien pakan meliputi BK, BO, PK, dan SK. Konsumsi pakan
diukur dengan menghitung selisih pakan yang diberikan dikurangi sisa
pakan yang tidak dikonsumsi. Dari hasil pengamatan konsumsi pakan,
kemudian dilakukan perhitungan konsumsi nutrien, yang meliputi BK, BO,
PK, dan SK pakan. Kecernaan pakan diukur dengan cara menghitung
selisih antara jumlah nutrien pakan yang dikonsumsi dan jumlah nutrien
pakan yang dikeluarkan, dibagi dengan jumlah nutrien pakan yang
dikonsumsi dan dikalikan 100%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi nutrien pakan
sangat dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01). Konsumsi BK, BO,
PK, dan SK pada pakan lengkap fermentasi berbeda sangat nyata dengan
pakan kontrol dan pakan lengkap non fermentasi. Rerata konsumsi BK
pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap
fermentasi adalah 33,00±7,26, 37,03±9,04, dan 53,69±9,40 g/kg BB/hari.
Rerata konsumsi BO pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan
pakan lengkap fermentasi adalah 31,14±6,46, 34,06±8,07, dan 47,87±8,15
g/kg BB/hari. Rerata konsumsi PK pada kontrol, pakan lengkap non
fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 3,25±0,54, 4,45±0,99,
dan 6,45±1,06 g/kg BB/hari. Rerata konsumsi SK pada kontrol, pakan
46
lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 7,41±1,45,
9,05±1,63, dan 12,25±1,68 g/kg BB/hari.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kecernaan nutrien
pakan dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,05 atau P<0,01).
Kecernaan BK, BO, PK, dan SK pada pakan lengkap fermentasi lebih
tinggi daripada pakan kontrol dan pakan lengkap non fermentasi. Rerata
kecernaan BK pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan pakan
lengkap fermentasi adalah 57,59±11,78, 45,12±12,95 dan 70,94±5,71%.
Rerata kecernaan BO pada kontrol, pakan lengkap non fermentasi, dan
pakan lengkap fermentasi adalah 63,61±6,70, 46,25±11,74 dan
66,33±8,00%. Rerata kecernaan PK pada kontrol, pakan lengkap non
fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah 56,54±9,57,
45,97±10,40 dan 67,77±8,7%. Rerata kecernaan SK pada kontrol, pakan
lengkap non fermentasi, dan pakan lengkap fermentasi adalah
55,28±8,38, 42,57±4,26 dan 54,14±7,09 %.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Ardana Media, Yogyakarta.
Alemawor, F., V. P. Dzogbefia, E. O. K. Oddoye, and J. H. Oidham. 2009. Effect of Pleurotus ostreatus fermentation on cocoa pod husk composition: Influence of fermentation period and Mn2+ supplementation on the fermentation process. Afr. J. Biotechnol. 8 (9) : 1950-1958.
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
AOAC. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. The Association of Official Analytical Chemists, Maryland.
Astuti, M. 1981. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistika. Bagian Ilmu Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Awadalkareem, W. A. 2008. Protein, mineral content and amino acid profile of sorghum flour as influenced by soybean protein concentrate supplementation. Pakistan Journal of Nutrition 7 (3): 475-479.
BPS. 2011. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (ton), 1995 – 2010. Available at http://www.bps.go.id/. Accession date 27rd October 2011.
BPTP. 2010. Fermentasi Kulit Buah Kakao untuk Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatra Barat.
Cannas, A. 2001. Tannins. Cornell University, United States.
Cheeke, P. R., and L. R. Shull. 1985. Natural Toxicants in Feed and Poisonous Plant. AVI Publishing Company Inc., Connecticut, Washington.
Chuzaemi, S., dan J. V. Bruchem. 1991. Fisiologi Nutrisi Ruminansia. Animal Husbandry Project. LUW-Universitas Brawijaya, Malang.
Figueira, A., J. Janick and J. N BeMiller. 1993. New Products from Theobroma cacao: Seed Pulp and Pod Gum. In: Janick, J and J. E. Simon (Eds). New Crops, Wiley, New York.
Forbes, J. M. 1986. The Voluntary Food Intake of Farm Animals. Butterworths and Co. (Publishers) Ltd, London.
Ginting, S. P., R. Krisnan, dan A. Tarigan. 2005. Substitusi hijauan dengan limbah nenas dalam pakan komplit pada kambing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 604-610.
Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Cetakan ke-1. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hardianto, R., dan N. Sunandar. 2009. Petunjuk Teknis Pembuatan Pakan Lengkap untuk Ternak Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Barat.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Jafar, M. D. dan A. O. Hassan. 1990. Optimum steaming condition of OPF for feed utilization: Processing and utilization of oil palm by products for ruminant. Mardi-Tare Collaborative Study, Malaysia.
Jatmika, M. B. 2011. Pengaruh lama fermentasi tongkol jagung terhadap komposisi kimia dan kecernaan in vitro. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
49
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kurniawati, E. 2003. Pengaruh pemberian pakan jerami padi fermentasi atau rumput raja sebagai pakan basal terhadap pertambahan berat badan domba jantan lokal. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Laconi, E. B. 1998. Peningkatan mutu kulit buah kakao melalui amoniasi dengan urea dan biofermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta penjabarannya ke dalam formulasi ransum ruminansia. Thesis. Program Pascasarjana, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Linmuller, E., H. Steingass, and K. H. Menke. 1991. Tannin in Ruminant Feed Stuffs. Animal Research and Development, Institute for Scientific Co-Operation Tubigen, Germany.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Ulang. PT Pembangunan. Jakarta.
Mahaputra, S., P. Kurniadhi, Rokhman, dan Kadiran. 2003. Analisis biaya pemeliharaan domba dengan complete feed. Buletin Teknik Pertanian 8 (2) : 47-48.
Mariyono dan E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Pasuruan.
Mathius, I. W., B. Setiadi, T. D. Soedjana, I. Inounu, M. Martawidjaya, H. Pulungan, B. Haryanto, M. E. Siregar, Ng. Ginting, dan Sutiyono. 1989a. Pedoman Praktis Beternak Kambing – Domba sebagai Ternak Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
50
Mathius, I. W., D. Yulistiani, dan A. Wilson. 1989b. Kumpulan Peragaan dalam Rangka Penelitian Ternak Kambing dan Domba di Pedesaan. P. J. Ludgate (ed). Cetakan ke-2. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, dan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Ciawi, Jawa Barat.
Mc.Donald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Ashford Colour Press Ltd., Gosport, London.
Munier, F. F. dan Y. P. Raharjo. 2008. Petunjuk Teknis : Pengolahan Limbah Kakao untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah.
Munier, F. F. 2012. Kajian fermentasi kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) menggunakan Aspergillus spp. terhadap kecernaan dan konsumsi pada kambing peranakan etawah jantan. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi, Jambi.
Nirwana. 2005. Pengaruh penggunaan fermentasi kulit buah kakao dalam konsentrat terhadap pertambahan bobot badan Domba Lokal. J. Agrisains 6 (3) : 177-183.
Orskov, E. R. 1982. Protein Nutrition in Ruminants. Academic Press, London.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Cetakan ke-1. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Petterson, P. R. 2005. Forage for Goat Production. Dept. Virginia Tech
University, Blacksburg.
51
Pujaningsih, R. I. 2005a. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Pujaningsih, R. I. 2005b. Bioteknologi Pakan : Peningkatan Kualitas Pakan Melalui Teknologi Fermentasi. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Putra, R. A. 2009. Total Produksi Gas dan Degradasi Bahan Kering Hijauan Tropis pada Media Cairan Rumen Domba yang Diberi Pakan Mengandung Tannin Kajian In Vitro dan In Sacco. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ramayanti, N. 2004. Kajian Fermentasi dan Kecernaan In Vitro Kulit Buah Kakao (Theobroma cocoa L.) yang Difermentasi dengan Isolat Kapang Pestalotiopsis guepinii. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rasidi. 2000. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Cetakan ke-3. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, Z. 2009. Percepatan Swasembada Protein Hewani Asal Domba: Pemanfaatan Hasil Samping Perkebunan dengan Penambahan Mineral dan Hidrolisat Bulu Ayam. Universitas Sumatra Utara, Medan.
SNI. 1996. Bungkil Kedelai Bahan Baku Pakan SNI 01-4227-1996. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Suparjo, K. G. Wiryawan, E. B. Laconi, dan D. Mangunwidjaja. 2011. Performa kambing yang diberi kulit buah kakao terfermentasi. Media Peternakan Edisi April 2011 34(1) : 35-41.
52
Sutikno, A. I., T. Haryati, dan J. Darma. 1994. Perbaikan Kualitas Gizi Pod Coklat Melalui Proses Fermentasi. Prosidings Seminar Nasional Sains dan Teknologi Pertanian. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Takano, M., M. Nakamura, A. Nishida, and M. Ishihara. 2004. Manganase peroxidase from Phanerochaete crassa WD1694. Bull. FFPRI 3(1):7-13.
Tarka, S. M., B. L. Zounas, and G. A. Trout. 1978. Examination of the effect of cocoa shells and theobromine in lambs. Nutrition Report Int. 18 : 301-311.
Tillman, A. D., Hari H., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tisch, D. A. 2006. Animal Feeds, Feeding and Nutrition, and Ration Evaluation. Delmar Cengage Learning, United States of America.
Utami, D. 2008. Isolasi dan identifikasi mikroba dari ampok sorgum coklat serta potensinya dalam mendegradasi pati dan protein. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Van Soest, P. J. And J. B. Robertson. 1979. System of analysis for evaluating fibrous feed. In:W. J. Digden, C. C. Balch and M. Graham (eds). International Development Research, Ottawa.
Wahyudi, I. T. 2012. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) Domba Ekor Tipis dengan pakan komplit fermentasi kulit buah kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wibisono, A. W. 2010. Rumput raja – hijauan pakan sapi. Available at http://duniasapi.com/id/produksi-potong/987-rumput-raja-hijauan-pakan-sapi.html. Accession date 23rd May 2011.
Widi, T. M. S. 2007. Beternak Domba. Cetakan ke-1. PT Citra Aji Parama, Yogyakarta.
Wodzicka-Tomaszewska, M., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Solo.
Wong, H. K. and O. A. Hassan. 1988. Nutritive value and rumen fermentation profile of sheep fed of fresh or dried cocoa pod husk based diets. J. Mardi Res. 16(2) : 147-154.
Yansari, T. A. T., R. Valizadeh, A. Naserian, D. A. Christensen, P. Yu, and F. E. Shahroodi. 2004. Effects of alfalfa particle size and spesific gravity on chewing activity, digestibility and performance of Holstein dairy cows. J. Dairy Sci. 87 : 3912-3924.
54
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Syukur tiada terkira
penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas seluruh rahmat dan
hidayah-Nya, segala urusan menjadi lebih mudah. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad saw. Semoga kita termasuk
yang mendapat syafa’atnya kelak.
Tak lupa ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis
sampaikan kepada :
1. Orang tua dan keluargaku: Bapak Sudiman, Ibu Sri Rahayu, mbak
Reni Widiastuti, mbak Ari Dwi Purwanti, dan adik kecilku Anis
Chairunnisa. Thanks, God! It’s a great blessing to be grown arround
you.
2. Seluruh sanak saudaraku, terima kasih telah senantiasa memberi
dukungan dan memberi semangat ketika beribu masalah datang
menghampiri. Special thanks to Om Sudir, Bulik Rub, Om Aris, dan
Pakdhe Mardjo. Without your help, I’ll never being like this.
3. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI, atas kesempatan beasiswa
yang diberikan.
4. Dosen Pembimbing TA 1: Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA. DEA., dan Dosen
Pembimbing TA 2: Prof. Dr. Ir. Kustantinah, DEA., atas segala
kesabaran, nasehat dan kerja kerasnya dalam membimbing saya.
55
5. Dosen Penguji: Ir. I Gede Suparta Budisatria, M.Sc, Ph.D., dan
Bambang Suwignyo, S.Pt., MP., Ph.D.
6. Teman seperjuangan selama penelitian: Mas Kamalidin, Iksan, dan
Burhan. Terima kasih banyak atas bantuan dan kerja samanya.
7. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Ilmu Makanan Ternak dan
Hijauan Makanan Ternak beserta laborannya: Pak Untung Sahpono,
Mbak Siti Zubaidah, Pak Bambang Wahyudi dan Pak Marwoto. Terima
kasih banyak atas bimbingan dan bantuannya.
8. Para pejuang perpustakaan: Pak Sabar, Mbak Tika ‘n friends. Terima
kasih atas bantuannya.
9. Super senior NMTers: Mas Rendi dan Mas Komang. Terima kasih atas
bimbingan, nasehat, dan bantuannya.
10. Senior NMTers 2007: Mas Yogi, Mas Fathi, Mas Dwi, Mas Arung, Mas
Fariz, Mas Wikan, Mas Aryo, Mbak Yuni, Mbak Zulfa, dan Mbak Ria.
Terima kasih atas bimbingan, bantuan, dan dukungannya.