STUDI PENINGKATAN PRODUKSI ALAT ANGKUT DAN ALAT MUAT PRODUKSI
PADA TAMBANG ASPAL PT
BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSektor pertambangan yang
berlangsung di berbagai daerah di Indonesia berdampak positif dalam
meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Otonomi
daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengolah
sendiri potensi daerahnya yang lebih luas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan peraturan daerah yang berlaku (Undang-Undang
Republik Indonesia No. 32 thn 2004).Potensi sumber daya alam yang
dimiliki kabupaten Maros yaitu kandungan bahan galian tambangnya
diharapkan memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan asli
daerah, namun kontribusi sektor pertambangan kepada daerah belum
optimal. Hal ini disebapkan jenis pajak dan retribusi yang menjadi
kewenangan daerah terbatas, penerimaan daerah seperti pajak dan
retribusi yang berpotensi menghasilkan Pendapatan Asli Daerah
kurang maksimal, mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi hukuman
terhadap subjek pajak belum berjalan. Aktivitas pertambangan yang
beroperasi tersebut seharusnya berpotensi besar sebagai penyumbang
penerimaan daerah dari tambang mineral dan batubara
tersebut.Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu indikator
dalam mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom dalam
penyelengaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu analisis untuk meningkatkan kontribusi
sektor pertambangan ke dalam pendapatan asli daerah. Analisis yang
digunakan adalah Proses Hirarki Analitik (PHA). Metode PHA ini
melibatkan berbagai stakeholder yang dianggap berperan yaitu Dinas
Pengelola Keuangan Daerah (DPKD), Dinas Pertambangan, Badan
Perencana Daerah (Bappeda), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
pengusaha pertambangan, dan akademisi. Hasil analisis tersebut
dapat dijadikan acuan dasar pertimbangan dalam perumusan kebijakan
dalam pengambilan keputusan pemerintah daerah di masa yang akan
datang sebagai usaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di
kabupaten Maros.
1.2. Rumusan MasalahPermasalahan umum dalam penelitian ini
adalah pendapatan daerah sektor pertambangan kontribusinya kedalam
PAD kabupaten Maros belum optimal, realisasi pendapatan sektor
pertambangan belum mencapai target seperti yang ditetapkan dalam
APBD kabupaten Maros. Adapun permasalahan khusus dalam penelitian
ini yang akan disusun berdasarkan nilai prioritas adalah belum
diketahuinya kendala dan permasalahan yang mempengaruhi pendapatan
daerah sektor pertambangan, belum teridentifikasi stakeholder yang
dianggap berperan dalam usaha meningkatkan PAD sektor pertambangan,
belum disusun berbagai kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan
PAD pertambangan dan belum dibuat rekomendasi kebijakan yang
diharapkan dapat mengoptimalkan kontribusi PAD sektor pertambangan.
Permasalahan-permasalahan tersebut dibatasi oleh struktur hirarki
pemilihan kebijakan yang telah dibuat dan dibagikan ke para
responden.
1.3. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah:1.
Mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang mempengaruhi
penerimaan daerah di sektor pertambangan.2. Mengidentifikasi
berbagai stakeholder yang dianggap berperan dalam upaya
meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan. 3.
Mengidentifikasi berbagai kebijakan yang diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan sektor pertambangan terhadap Pendapatan
Asli Daerah. 4. Merekomendasikan berbagai alternatif kebijakan yang
diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PAD sektor
pertambangan.
1.4. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan memberikan
gambaran tentang kendala yang mempengaruhi kontribusi sektor
pertambangan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Maros dan stakeholder yang berperan dalam usaha
meningkatkan penerimaan daerah sektor pertambangan. Analisis
kebijakan dengan metode Proses Hirarki Analitik akan memberikan
berbagai alternatif dan langkah yang dapat ditempuh untuk
meningkatkan penerimaan pada sektor pertambangan. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi bagi
pemerintah daerah kabupaten Maros sebagai acuan dalam pengambilan
kebijakan atau keputusan pada masa yang akan datang untuk
meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada sektor
pertambangan.
1.5. Lokasi PenelitianKabupaten Maros terletak di bagian barat
Sulawesi Selatan, secara geografis terletak antara 04045 - 05007 LS
dan antara 119033 - 120010 BT. Kabupaten Maros sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, sebelah selatan berbatasan
dengan kota Makassar dan kabupaten Gowa, sebelah timur berbatasan
dengan kabupaten Bone dan sebelah barat berbatasan dengan selat
Makassar dan memiliki luas wilayah 1.619,12 km. Secara
administratif kabupaten Maros terbagi menjadi empat belas kecamatan
dan seratus tiga desa atau kelurahan, dengan jumlah penduduk pada
akhir tahun 2005 sebanyak 296.336 jiwa (Dhakidae, 2003). Akses ke
kabupaten Maros juga mudah karena keberadaan bandara udara
Hasanuddin yang berada di wilayahnya, disertai akses pintu gerbang
jalan tol dan sebagai kabupaten penyangga kota Makassar.
DIGAMBAR ULANG OLEH:ASMARD621 04 029 KEMENTERIAN PENDIDKAN
NASIONALUNIVERSITAS HASANUDDINFAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK
GEOLOGIPROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGANMAROS2011Gambar 1.1 Peta
Administrasi Kabupaten Maros (PDE, 2011).
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Pertambangan di Kabupaten
MarosPotensi sektor pertambangan kabupaten Maros cukup besar.
Industri pertambangan yang beroperasi seperti pabrik semen,
industri pengolahan marmer, penambangan mineral bukan logam dan
batuan lainnya. Perusahaan tambang yang cukup besar adalah Bosowa
Group yang memiliki dua perusahaan bahan galian yaitu perusahaan
yang memproduksi semen dengan produksi 1,8 juta ton/ tahun dan
marmer 0,1 juta ton/ tahun. Perkiraan cadangan marmer di Maros
sebesar 2,6 milyar m3 (Dinas Pertambangan Maros, 2008). Sektor
pertambangan dalam lima tahun terakhir menunjukkan angka
pertumbuhan yang cukup baik meskipun kontribusinya pada Pendapatan
Asli Daerah belum mencapai target yang ditetapkan. Ditinjau dari
konstribusinya berada di urutan ketiga pendapatan terbesar terhadap
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari sembilan sektor
ekonomi utama (Dinas pertambangan Maros, 2008). Peningkatan hasil
pertambangan yang tersebar dan beranekaragam di kabupaten Maros
menuntut kemampuan daerah untuk memberikan kemudahan berinvestasi
pada sektor pertambangan. Sumber daya mineral di kabupaten Maros
menurut jenisnya meliputilempung, batugamping, marmer, pasir
kuarsa, oker, basal, andesit, diorit, granodiorit, trakit, batu
pasir, kerikil, batu sungai, dan pasir sungai. Lokasi persebaran,
luas sebaran, dan perkiraan tonase dari bahan galian di kabupaten
Maros hasil inventarisasi bahan galian dapat dilihat pada tabel
2.1.
Tabel 2.1Potensi pertambangan mineral batuan di kabupaten Maros
(Dinas Pertambangan Maros, 2008).
No Bahan Galian Lokasi dan Sebaran Potensi Sumber Daya
Luas Sebaran (m2) Tonase (ton)
1Lempung(Merah, Hitam dan Abu-abu)
Kecamatan:328.600.0001.560.850.000
Bontoa
Bantimurung
Turikale
Maros Baru
Simbang
Marusu
Tanralili
Moncongloe
Mandai
Lau
Mallawa
2Batu Gamping Kecamatan:171.125.00039.131.718.750
Bontoa
Bantimurung
Simbang
Tanralili
Cenrana
Tompobulu
Mallawa
3Marmer Kecamatan:48.375.0008.359.974.500
Bantimurung
Cenrana
Simbang
4Pasir Kuarsa Kecamatan:15.437.500154.375.000
Mallawa
5Oker Kecamatan:2.600.00012.350.000
Camba
Cenrana
6Basal Kecamatan:80.125.00015.585.234.625
Moncongloe
Simbang
Tanralili
Mandai
Tompobulu
Cenrana
7Andesit Kecamatan:5.187.500839.531.250
Bantimurung
Simbang
Cenrana
8Diorit Kecamatan:5.000.0001.063.125.000
Simbang
Tompobulu
Bantimurung
9Granodiorit Kecamatan:32,375,0005.409.687.500
Camba
Mallawa
10TrakitKecamatan:2.187.500689.062.500
Bontoa
11Batu Pasir Formasi CambaKecamatan:2.625.00021.000.000
Marusu
12Kerikil dan Batu SungaiKecamatan:12.542.50050.170.000
Mallawa
Bantimurung
Tanralili
13Pasir Sungai Kecamatan:5.017.50020.070.000
Bontoa
Camba
Turikale
Tompobulu
Di kabupaten Maros selain memiliki potensi pertambangan mineral
golongan batuan juga terdapat pertambangan mineral logam dan
pertambangan batubara yang tersebar di wilayah kecamatan Mallawa,
Bantimurung, Camba, Simbang, dan Tanralili. Emas terdapat di
Cindakko dan Bontosomba kecamatan Tompobulu. Namun jumlah deposit
kedua jenis bahan galian tersebut sampai sekarang belum
teridentifikasi. Adapun daftar indikasi bahan galian tersebut di
kabupaten Maros dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2Potensi pertambangan mineral logam dan batubara di
kabupaten Maros (Dinas pertambangan Maros, 2008).
No Bahan Galian Lokasi dan Sebaran Kawasan/ Jenis Lahan Sistem
Penambangan
1Batubara Formasi Mallawa Kecamatan:HutanTambang terbuka
MallawaPerkebunan
BantimurungSemak belukar
Camba
Tanralili
Simbang
Marusu
Tanralili
2Emas Kecamatan:PerkebunanTambang terbuka
Tompobulu Persawahan
Pemukiman terbatas
Hutan
Aktivitas pertambangan yang melakukan penambangan, penggalian,
pengangkutan dan penjualan hasil tambang sekarang ini tersebar di
berbagai kecamatan di kabupaten Maros yang dilakukan oleh berbagai
perusahaan tambang. Penambangan bahan galian yang dilakukan seperti
sirtu, batubara, pasir, marmer, tanah timbunan, batu kapur, pasir
silika dan kromit. Daftar perusahaan tambang, jenis tambang, luas,
dan lokasi penambangannya di wilayah kabupaten Maros dapat dilihat
pada lampiran B.2.2. Keuangan Daerah di IndonesiaOtonomi daerah
setiap kabupaten/ kota atau provinsi dituntut untuk menjalankan
tiga prinsip otonomi daerah yaitu luas, nyata, dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi daerah seluas-luasnya, dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 32/ 2004 tentang pemerintah daerah.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijaksanaan daerah untuk
memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat. Peningkatan kemakmuran masyarakat daerah
sangat membutuhkan dukungan baik moril maupun materil dari
pemerintah daerah yang berperan sebagai motor penggerak
pembangunan. Hal ini terealisasi dalam bentuk Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu
daerah.Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia
telah membawa konsekuensi logis bahwa terjadi perubahan dalam
sistem penyelengaraan pemerintahan di daerah. Di kabupaten Maros
kondisi tersebut ditandai dengan semakin banyaknya kewenangan
daerah yang dimiliki yang sebelumnya merupakan kebijakan pemerintah
pusat dalam hal desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah dengan
adanya kewenangan otonomi kabupaten/ kota dapat memperoleh sumber
pembiayaan dalam melaksanakan otonominya. Pemerintah kabupaten
Maros dituntut untuk dapat mengelolah kewenangan tersebut dengan
baik agar Pendapatan Asli Daerahnya dapat dioptimalkan.
Sumber-sumber penerimaan daerah menurut UU No. 32/ 2004 tentang
pemerintah daerah adalah sebagai berikut:1. Pendapatan daeraha. PAD
Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sahb. Dana perimbangan
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Bagi Hasil
(Pajak dan Sumber Daya Alam)c. Lain-lain pendapatan 2. Pembiayaan:
Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) Pinjaman daerah
2.3. Pendapatan Asli DaerahPendapatan Asli Daerah menurut
Undangundang RI Nomor 33/ 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat
PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pada Bab V pasal 6, PAD bersumber dari: a.
Pajak daerahb. Retribusi daerah c. Hasil pengelolaan milik daerah
yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.Jumlah
penerimaan Pendapatan Asli Daerah kabupaten Maros, pada tahun
2005-2009, dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3Jumlah Pendapatan Asli Daerah kabupaten Maros pada
tahun 2005-2009 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).
TahunUraianJumlah (Rp)
2005Pendapatan Asli Darah
a. Pajak Daerah6.235.432.388
b. Retribusi Daerah4.683.901.933
c. Laba Usaha Daerah782.658.229
d. Lain lain Pendapatan Asli Derah yang sah1.871. 661.813
Total 13.573.664.363
2006Pendapatan Asli Darah
a. Pajak Daerah7.078.786.230
b. Retribusi Daerah5.444.900.269
c. Laba Usaha Daerah1.095.678.147
d.Lain lain Pendapatan Asli Daerah yang sah4.811.170.919
Total18.430.535.566
2007Pendapatan Asli Darah
a. Pajak Daerah7.078.786.230
b. Retribusi Daerah5.444.900.269
c. Laba Usaha Daerah1.095.678.147
d.Lain lain pendapatan Asli Daerah yang sah4.811.170.919
Total20.430.535.566
2008Pendapatan Asli Darah
a. Pajak Daerah7.078.786.230
b. Retribusi Daerah5.444.900.269
c. Laba Usaha Daerah1.095.678.147
d.Lain lain pendapatan Asli Daerah yang sah4.811.170.919
Total25.430.535.566
2009Pendapatan Asli Darah
a. Pajak Daerah9.148.000.000
b. Retribusi Daerah14.218.200.000
c. Laba Usaha Daerah2.320.000.000
d.Lain lain Pendapatan Asli Daerah yang sah7.323.555.000
Total33.009.755.000
2.3.1. Pajak DaerahUndang-Undang Nomor 34/ 2000 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, dikelompokan jenis pajak dan retribusi
daerah tersebut sebagai berikut: 1. Pajak hotel2. Pajak restoran3.
Pajak hiburan4. Pajak reklame5. Pajak penerangan jalan6. Pajak
pengambilan bahan galian golongan C7. Pajak parkirMenurut
Undang-Undang Nomor 18/ 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, disebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pasal 2
ayat (1) dan (2) di dalam UndangUndang Nomor 18/ 1997 disebutkan
bahwa jenis pajak daerah kabupaten, yaitu:a. Pajak hotel dan
restoranb. Pajak hiburanc. Pajak reklamed. Pajak penerangan jalane.
Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan Cf. Pajak
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaanSelanjutnya pasal 3
ayat (1) dicantumkan tarif pajak paling tinggi dari masing-masing
jenis pajak sebagai berikut:a. Pajak kendaraan bermotor 5 %b. Pajak
balik nama kendaraan bermotor 10 %c. Pajak bahan bakar kendaraan
bermotor 5 %d. Pajak hotel dan restoran 10 %e. Pajak hiburan 35 %f.
Pajak reklame 25 %g. Pajak penerangan jalan 10 %h. Pajak
pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C 25 %i. Pajak
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 20 %Tarif pajak untuk
daerah provinsi diatur dengan peraturan pemerintah dan penetepannya
seragam di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk daerah kabupaten/
kota, selanjutnya ditetapkan oleh peraturan daerah masing-masing
dan peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut.
Sumber pendapatan asli daerah sebagaimana tersebut di atas,
terlihat sangat bervariasi.
2.3.2. Retribusi DaerahUndang-Undang Nomor 34/ 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis retribusi daerah terdiri
dari:1. Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang dikenakan
oleh daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan.
Pelayanan yang digolongkan sebagai jasa usaha tersebut tergolong
quasy goods dan pelayanan yang memerlukan pengendalian dalam
konsumsinya dan biaya penyediaan layanan tersebut cukup besar
sehingga layak dibebankan pada masyarakat, misalnya retribusi
pelayanan kesehatan, persampahan, akta catatan sipil, KTP dan
lain-lain.2. Retribusi Jasa Usaha merupakan pungutan yang dikenakan
oleh daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai
disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/ kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan misalnya retribusi pasar grosir, terminal,
rumah potong hewan.3. Retribusi Perijinan Tertentu yang merupakan
pungutan yang dikenakan sebagai pembayaran atas pemberian ijin
untuk melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh
daerah misalnya IMB, Ijin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan,
Pengelolaan Hutan dan lain-lain. Jika merujuk kembali kepada
penjelasan tabel 2.3 terkait dengan tujuan pencapaian kemandirian
daerah, maka peranan pajak dan retribusi daerah ini sangat
penting.Penetapan jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan
tertentu untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota
ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah. Rincian
dan masing-masing jenis retribusi diatur dengan peraturan daerah
yang bersangkutan (Siahaan, 2005). Retribusi daerah untuk sektor
pertambangan yang pernah berlaku di kabupaten Maros seperti
retribusi SIUP, TDP, TDI, IUI, TDG, penerbitan tera ulang alat
ukur, perizinan tertentu, izin tambang daerah, izin pengelolaan
ABT/APT, dan donasi. Peraturan daerah yang baru sedang dibahas oleh
pemerintah daerah kabupaten Maros tentang pertambangan mineral
logam dan batuan.
Tabel 2.4Daftar Pendapatan Asli Daerah sektor pertambangan dari
penerimaan retribusi daerah kabupaten Maros tahun 2005-2009 (Dinas
Pengelola Keuangan Daerah).
No.Uraian PAD (Rp)
A.Pendapatan Tahun 2005
1Retribusi Penerbitan SIUP 18.000.000
2Retribusi Penerbitan TDP 18.000.000
3Retribusi Penerbitan TDI 7.000.000
4Retribusi Penerbitan IUI 7.000.000
5Retribusi Penerbitan TDG 3.000.000
6Retribusi Penerbitan Tera ulang alat ukur/timbangan
2.500.000
Jumlah 55.500.000
B.Pendapatan Tahun 2006
1Retribusi Penerbitan SIUP 23.000.000
2Retribusi Penerbitan TDP 25.000.000
3Retribusi Penerbitan TDI 7.000.000
4Retribusi Penerbitan IUI 7.000.000
5Retribusi Penerbitan TDG 3.000.000
6Retribusi Penerbitan Tera ulang alat ukur/timbangan
5.000.000
Jumlah 70.000.000
C.Pendapatan Tahun 2007
1Retribusi Izin Usaha Jual Bahan bakar Minyak/BBM 5.000.000
2Retribusi Perizinan Tertentu 20.000.000
3Retribusi Izin Tambang Daerah 15.000.000
4Retribusi Izin Pengelolaan ABT/APT 5.000.000
Jumlah 45.000.000
D.Pendapatan Tahun 2008
1Retribusi Perizinan Tertentu 25.000.000
2Retribusi Izin Tambang Daerah 25.000.000
3Retribusi Izin Pengelolaan ABT/APT 5.000.000
4pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Sumbangan Pihak Ke 3 50.000.000
5Donasi 50.000.000
Jumlah 155.000.000
E.Pendapatan Tahun 2009
1Retribusi Perizinan Tertentu 25.000.000
2Retribusi Izin Tambang Daerah 25.000.000
3Retribusi Izin Pengelolaan ABT/APT 5.000.000
4pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Sumbangan Pihak Ke 3 50.000.000
5Donasi 50.000.000
Jumlah 155.000.000
Pendapatan Negara dan Daerah pada Undang-Undang RI Nomor 4/ 2009
Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 128, yaitu:1.
Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan
pendapatan daerah.2. Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan
pajak.3. Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri
atas: a. pajak-pajak yang menjadi kewenangan pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakanb. bea masuk dan cukai4. Penerimaan negara bukan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas:a. iuran tetapb.
iuran eksplorasic. iuran produksid. kompensasi data informasi.5.
Pendapatan daerah sebagimanana dimaksud ayat 1 terdiri atasa. pajak
daerahb. retribusi daerah danc. pendapatan lain yang sah
berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Undang-undang mineral dan
batubara tersebut, kewenangan daerah sangat terbatas dalam
memperoleh pendapatan daerah. Kabupaten penghasil hanya mendapatkan
pemasukan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah yang
sangat kecil. Pemasukan yang besar akan didapatkan negara melalui
iuran tetap, eksplorasi, produksi, dan kompensasi data informasi.
Hal ini pula yang membuat pendapatan asli daerah rendah pada sektor
pertambangan karena kewenangan daerah yang masih dibatasi oleh
aturan perundang-undangan yang ada. Jumlah penerimaan Pendapatan
Asli Daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
termasuk PAD pada sektor pertambangan di kabupaten Maros pada tahun
2005 - 2008 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor
pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2005 (Dinas Pengelola
Keuangan Daerah).
No.Satuan Kerja Jumlah PenerimaanRealisasi
Perangkat Daerah (SKPD)PAD (Rp) target (%)
1Sekretariat Daerah2.496.342.06031,46
2Dispenda747.909.55882,58
3Bantimurung dan Bandara2.471.450.032104,99
4Dinas Perikanan 104.083.00049,45
5Dinas Kehutanan dan Perkebunan53.559.31397,38
6Dinas Pertambangan dan Energi5.698.673.60587,40
7Koperindag61.115.00087,94
8Dinas Kependudukan dan T. Kerja203.305.70091,39
9Dinas Kesehatan288.259.20096,09
10RSUD697.849.041107,36
11Dinas Sosial160.50518,34
12Dinas Tata Ruang368.650.85477,61
13Dinas Perhubungan294.352.10048,33
14Bapedalda56.475.00092,58
15Kantor Kebersihan 20.386.50033,98
16Kantor Pariwisata11.037.000101,72
Jumlah13.573.654.36390,10
Tabel 2.6Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor
pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2006 (Dinas Pengelola
Keuangan Daerah).
No.Satuan Kerja Jumlah PenerimaanRealisasi
Perangkat Daerah (SKPD)PAD (Rp) target (%)
1Sekretariat Daerah 2.673.004.817100,82
2Dispenda677.090.652120,05
3Bantimurung dan Bandara6.356.961.400100,55
4Dinas Perikanan 127.962.90060,22
5Dinas Kehutanan dan Perkebunan74.690.700124,48
6Dinas Pertambangan dan Energi6.386.271.32884,86
7Koperindag75.657.500108,08
8Dinas Kependudukan dan T. Kerja147.734.50086,80
9Dinas Kesehatan181.173.071120,78
10RSUD886.878.333110,86
11Dinas Sosial129.50014,80
12Dinas Tata Ruang518.352.91950,57
13Dinas Perhubungan201.731.500106,74
14Bapedalda49.200.00072,35
15Kantor Kebersihan 43.739.50072,90
16Kantor Pariwisata8.537.00063,24
Jumlah18.430.535.56687,38
Tabel 2.7Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor
Pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2007 (Dinas Pengelola
Keuangan Daerah).
No.Satuan Kerja Jumlah PenerimaanRealisasi
Perangkat Daerah (SKPD)PAD (Rp) target (%)
1Sekretariat Daerah2.988.087.998100,4
2Dispenda945.995.77099,45
3Bantimurung dan Bandara6.998.889.560105,66
4Dinas Perikanan 160.000.00060,55
5Dinas Kehutanan dan Perkebunan70.000.000101,3
6Dinas Pertambangan dan Energi6.578.000.00075,7
7Koperindag80.359.00098,9
8Dinas Kependudukan dan T. Kerja209.980.59089,8
9Dinas Kesehatan185.890.775110,5
10RSUD1.589.560.788106,4
11Dinas Sosial489.886.45315,3
12Dinas Tata Ruang734.755.34470,54
13Dinas Perhubungan325.980.76494,56
14Bapedalda54.980.77583,45
15Kantor Kebersihan 60.542.88760,45
16Kantor Pariwisata16.994.33576,37
Jumlah23.677.742.66484,33
Tabel 2.8Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor
pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2008 (Dinas Pengelola
Keuangan Daerah).
No.Satuan Kerja Jumlah PenerimaanRealisasi
Perangkat Daerah (SKPD)PAD (Rp) target (%)
1Sekretariat Daerah3.112.334.546100,78
2Dispenda1.245.667.880102,57
3Bantimurung dan Bandara7.890.550.566107,42
4Dinas Perikanan200.000.0064,75
5Dinas Kehutanan dan Perkebunan70.000.000104,7
6Dinas Pertambangan dan Energi7.250.550.00082,8
7Koperindag85.879.77095,5
8Dinas Kependudukan dan T. Kerja350.890.56691,1
9Dinas Kesehatan170.678.445107,8
10RSUD2.598.567.998102,8
11Dinas Sosial785.885.38516,2
12Dinas Tata Ruang1.108.776.99874,6
13Dinas Perhubungan457.996.88792,2
14Bapedalda63.766.98091,2
15Kantor Kebersihan80.566.443 80,45
16Kantor Pariwisata20.544.887 65,33
Jumlah28.376.253.44386,01
2.4. Proses Hirarki Analitik (PHA)Proses pembuatan kebijakan
publik secara umum merupakan proses yang kompleks karena melibatkan
banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan
publik, membagi proses-proses penyusunannya ke dalam beberapa
tahap, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan (Winarno
B, 2007). Penelitian ini membahas sampai pada formulasi kebijakan
untuk meningkatkan pendapatan sektor pertambangan dengan memilih
metode perumusan kebijakan yaitu Proses Hirarki Analitik (PHA). PHA
adalah suatu metode pengambilan keputusan yang bentuknya sederhana,
fleksibel dan berdaya guna besar, untuk mendukung suatu proses
pengambilan keputusan yang multi kriteria, multi tujuan, dan penuh
dengan situasi kompleks. Ciri utama proses PHA adalah dengan
memecah suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam
kelompok-kelompok kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur
menjadi suatu bentuk hirarki (Nuryanti, 2003).
2.4.1. Prinsip Dasar PHAPada prinsipnya proses PHA adalah
membandingkan tingkat prioritas beberapa elemen atau variabel pada
suatu level atau tingkatan dari suatu susunan hirarki. Hasil dari
proses perbandingan tersebut setiap elemen diberi bobot secara
numerik sehingga variabel yang mendapat prioritas tertinggi dalam
akhir proses analisis akan menjadi pilihan yang
terbaik.Prinsip-prinsip dalam menyelesaikan persoalan dengan PHA
yang harus dipahami yaitu decomposition, comparative judgement,
synthesis of prioirity, dan local consistency (Latifah, 2005).a.
Decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi
unsurunsurnya.b. Comparative judgement, yaitu membuat penilaian
tentang kepentingan relatif dua elemen pada tingkat tertentu yang
berkaitan dengan tingkat di atasnya.c. Synthesis of prioirity,
yaitu dari setiap matriks perbandingan kemudian dicari eigenvector
nya untuk mendapatkan local priority.d. Local consistency, yaitu
penilaian yang konsisten terhadap objek atau elemen. Input utama
model PHA adalah persepsi manusia yang dianggap ahli. Kriteria ahli
lebih mengacu pada orang yang mengerti suatu permasalahan, memiliki
kepentingan terhadap suatu masalah dan merasakan akibat dari
masalah tersebut. Model PHA dapat dikatakan sebagai suatu perangkat
pengambilan keputusan yang komprehensif karena selain menggunakan
input yang bersifat kualitatif berupa persepsi manusia, juga dapat
mengolah data yang bersifat kuantitatif.Penggunaan model PHA untuk
mengambil suatu keputusan tidak terlepas dari sejumlah
aksioma-aksioma yang dimiliki model PHA. Aksioma-aksioma tersebut
harus diperhatikan oleh pemakai model PHA, karena pelanggaran pada
suatu aksioma akan berakibat tidak validnya model yang digunakan.
Aksioma-aksioma model PHA tersebut adalah:1. Resiprocal comparison,
artinya pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan
menyatakan preferensinya.2. Homogenity, artinya preferensi
seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan
kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. 3.
Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan
bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang
ada melainkan obyektif secara keseluruhan.4. Expectations, artinya
untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan
lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka para pengambil
keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau obyek yang tersedia
sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap. Hirarki
yang dibuat mengkaji permasalahan secara lengkap dan menyeluruh
serta tingkatan pada hirarki harus saling berhubungan.
2.4.2. Tahap Aplikasi PHASecara garis besar, aplikasi model PHA
dibagi dalam dua tahap yaitu penyusunan hirarki dan evaluasi
hirarki. Penjabaran lebih lanjut dari dua tahap di atas, adalah
sebagai berikut:
2.4.2.1 Penyusunan hirarkiPenyusunan hirarki lazim disebut
dekomposisi. Dekomposisi adalah proses penguraian permasalahan
menjadi kelompok-kelompok yang homogen dan menguraikannya lagi
menjadi bagian-bagian yang terkecil sehingga kelompok- kelompok
tersebut tidak dapat diuraikan lagi. Melalui proses dekomposisi
akan di peroleh satu atau beberapa level (tingkatan) dalam hirarki.
Penyusunan hirarki lebih bersifat seni dari pada ilmu pengetahuan,
sehingga tidak ada bentuk hirarki yang baku untuk memecahkan suatu
masalah. Namun demikian, dalam penyusunan hirarki harus tetap
memperhatikan hal-hal yang relevan terhadap masalah yang diteliti,
mempertimbangkan lingkungan di sekitar masalah, mengidentifikasi
segala macam kemungkinan yang dapat membantu pemecahan masalah
serta pendapat peserta atas masalah tersebut. Suatu hirarki
dikatakan lengkap apabila semua elemen pada suatu tingkatan hirarki
memiliki keterkaitan dengan tingkat sebelumnya. Beberapa keunggulan
dari suatu hirarki, antara lain:a. Menggambarkan sistem yang dapat
digunakan untuk menggambarkan bagaimana perubahan prioritas pada
tingkat di bagian atas akan mempengaruhi tingkat di bawahnya.b.
Memberikan informasi yang sangat mendetail tentang struktur dan
fungsi sistem pada tingkat yang rendah, sekaligus memberikan
gambaran mengenai pelaku dan tujuan pada tingkat di atasnya.c.
Sistem secara alamiah merupakan suatu hirarki.d. Stabil yaitu
sedikit perubahan mempunyai sedikit pengaruh dan fleksibel dimana
tambahan pada hirarki yang sudah berstruktur dengan baik tidak akan
merusak kinerjanya.Proses penyusunan hirarki dapat mengikuti
tahap-tahap berikut ini:a. Mengidentifikasi level-level dan
elemenelemen yang akan ditempatkan dalam suatu level.b.
Mendefinisikan semua level dan elemen yang kemudian digunakan untuk
formulasi pertanyaan.c. Mengidentifikasi goal atau tujuan
keseluruhan dari pemecahan suatu masalah.d. Mengidentifikasi sub
tujuan dari tujuan keseluruhan.e. Menentukan kriteria-kriteria yang
diperlukan dalam mencapai tujuan atau sub tujuan, dapat berupa
syarat atau keadaan yang mendukung tercapainya tujuan.f.
Mengidentifikasi sub kriteria dari masing-masing kriteria.g.
Mengidentifikasi alternatif-alternatif yang akan dievaluasi di
bawah subsub kriteria.
Gambar 2.1 Model AHP secara umum (Saaty, 2000).Penentuan susunan
prioritas elemen adalah dengan menyusun matriks perbandingan
berpasang untuk seluruh elemen pada sistem hirarki. Perbandingan
tingkat kepentingan antar variabel diberikan penilaian dengan angka
satu sampai sembilan. Penjelasan perbandingan antar variabel
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Skala perbandingan tingkat kepentingan antar
variabel(Saaty, 2000)Bobot /PengertianPenjelasan
Tingkat siginifikan
1Sama pentingDua faktor memiliki pengaruh yang
sama tehadap sasaran
3Sedikit lebih pentingSalah satu faktor sedikit lebih
berpengaruh dibanding faktor lainnya
5Lebih pentingSalah satu faktor lebih berpengauh
dibanding faktor lainnya
7Sangat lebih pentingSalah satu faktor sangat lebih
berpengaruh dibanding faktor lainnya
9Jauh lebih pentingSalah satu faktor jauh lebih berpengaruh
2,4,6,8.Antara nilai yang di atasDiantara kondisi di atas
Pada tabel di atas menggunakan bilangan untuk menggambarkan
relatif pentingnya suatu elemen di atas lainnya untuk mengisi
matriks banding berpasang dengan memberikan penilaian dalam angka
(Saaty, 2000).
2.4.2.2 Evaluasi Hirarki Pada tahap evaluasi hirarki, terdapat
empat proses yang harus dilakukan meliputi:1. Pengisian persepsi
dan prioritas lokal yang dibuatkan matriks perbandingan.Hasil
penilaian atau perbandingan ini disusun dalam bentuk matriks
perbandingan yang menggambarkan hubungan kepentingan relatif atau
elemen terhadap elemen lainnya. Kepentingan relatif antar elemen
tersebut bersifat resiprokal selama Amn = 1/ Amn. Notasi M dan n
menunjukan baris dan kolom dalam matriks. Jika A1, A2, , Am adalah
kumpulan elemen sebanyak n dan W1,W2, , Wn adalah nilai kepentingan
masing-masing elemen, maka hasil perbandingan antar dua elemen
ditunjukkan pada matriks.
Tabel 2.10 Matriks perbandingan (Saaty, 1991).AAAAA
A1A1A1..
A2A2A2.
AmWm/W1Wm/W2.Wm/Wn
Tujuan dibuatkannya matriks yaitu membandingkan antar elemen
hasil penilaian responden dengan menggunakan skala prioritas satu
sampai sembilan. Proses pengisian persepsi dalam model PHA dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama melalui konsensus, dimana
semua responden dikumpulkan dalam suatu ruangan dan mereka harus
mengeluarkan satu penilaian saja untuk satu perbandingan melalui
diskusi mendalam, kedua dengan cara pengisian kuisoner. Pengisian
kuisioner ini responden tidak harus dikumpulkan dalam satu ruangan,
melainkan dapat dilakukan secara terpisah dengan memberikan
penilaian terhadap kuisioner yang diberikan.2. Kontrol
konsistensiProses pengisian persepsi sehingga menghasilkan suatu
matriks perbandingan perlu memperhitungkan tingkat konsistensi
dalam menyatakan preferensi terhadap elemen-elemen. Kontrol
konsistensi selain dilakukan pada tahap pengisian persepsi juga
dilakukan secara keseluruhan hirarki pada akhir proses sintesa
akhir. Model PHA yang menggunakan persepsi manusia sebagai inputnya
dihadapkan pada keterbatasan-keterbatasan dalam menyatakan persepsi
secara konsisten, sehingga memungkinkan untuk terjadinya
inkonsistensi. Akibat keterbatasan itulah maka model PHA tidak
mensyaratkan konsistensi mutlak 100%. Meskipun demikian, terdapat
batasan tingkat inkonsistensi yang masih diterima dalam model PHA
sampai 10%. Secara umum tahapan dalam aplikasi model analisis
kuantitatif untuk berbagai penyelesaian masalah dengan tujuan dapat
memberikan alternatif solusi, tahap awal adalah membuat diagram
hirarki penyelesaian, tahapan kedua adalah menetapkan peringkat
kecenderungan untuk setiap kriteria melalui pembobotan oleh para
pakar yang dianggap expert yang dikelompokan melalui matriks
perbandingan, tahap selanjutnya dihitung nilai prioritas totalnya
(TPV), terakhir menghitung nilai prioritas akhir (FPV) (Suharso,
2010). Jika responden dihubungi terpisah, setelah menghitung nilai
prioritas akhirnya maka dilakukan perhitungan penilaian gabungan
semua responden dengan menggunakan rata-rata ukur atau geometrik
mean.
2.4.2.3 Menghitung Nilai Prioritas Total/ Total Priority Value
(TPV)Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai prioritas
total (TPV):
a11 + a12 + . + a16 kolom 1 kolom 2 kolom 6 I = baris matriks.
a21 + a22 + . + a26 kolom 1 kolom 2 kolom 6 II = baris matriks. a31
+ a32 + . + a36 kolom 1 kolom 2 kolom 6 III = baris matriks.
...
a61 + a62 + .+ a66 kolom 1 kolom 2 kolom 6 VI = (2.1) baris
matriks.
Tabel 2.11 Contoh menghitung nilai prioritas total/ Total
Priority Value (TPV).MKRBPMPRMSMPADTPV
RBP13220,423
MP0,33310,50,50,122
RM0,52110,227
SMPAD0,52110,227
42,33384,54,51
TPV (RBP) = (1/ 2,333 + 3/ 8 + 2/ 4,5 + 2/4,5 ) / 4 = 0,423 (MP)
= (0,333/ 2,333 + 1/8 + 0,5/4,5 + 0,5/4,5 ) / 4 = 0,122 (RM) =
(0,5/ 2,333 + 2/8 + 1/ 4,5 + 1/ 4,5 ) / 4 = 0,227 (SMPAD)= (0,5/
2,333 + 2/8 + 1/ 4,5 + 1/ 4,5 ) / 4 = 0,227Ket elemen pada tabel:1.
RBP: Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi
kewenangan daerah2. MP: Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi
terhadap subjek pajak belum berjalan 3. RM:Rendahnya motivasi dan
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah6.
SMPAD: Sistem manajemen PAD belum memadai
2.4.2.4 Menghitung Nilai Prioritas Akhir/ Final Priority Value
(FPV) Menghitung Nilai Prioritas Akhir (FPV), adapun tahapannya
yaitu: a. Kelompokkan masing-masing nilai prioritas total (TPV) ke
dalam kolom hirarki yang di atasnyab. Kalikan tiap kolom nilai
prioritas total (TPV) dengan nilai prioritas total (TPV) pada
tingkat hirarki diatasnya.c. Jumlahkan hasil perkalian kolom yang
sebaris.Tabel 2.12 Contoh menghitung nilai prioritas akhir/ Final
Priority Value (FPV).TPVMKPDPFPV
0,2490,750
RBP0,4230,3500,368
MP0,2270,1090,138
RM0,2270,1890,198
SMPAD0,2270,3500,319
Cara menghitung nilai prioritas akhir/ Final Priority Value
(FPV) pada tabel di atas.FPV (RBP) = (0,249)(0,423) +
(0,750)(0,350) = 0,368 (MP) = (0,249)(0,227) + (0,750)(0,109) =
0,138 (RM) = (0,249)(0,227) + (0,750)(0,189) = 0,138 (SMPAD) =
(0,249)(0,227) + (0,750)(0,350) = 0,3192.4.2.5 Analisis penilaian
gabungan responden dengan rata-rata ukurAdapun rumus rata-rata ukur
dengan n (responden) = 6 adalah sebagai berikut: (2.2)Nilai a1, a2,
a3, dan seterusnya adalah hasil perhitungan nilai prioritas akhir
(FPV) pada masing-masing responden, sehingga perlu dihitung satu
penilaian yang merupakan penilaian gabungan semua responden.
Tabel 2.13 Perhitungan rata-rata ukurAnalisisSintesis per elemen
dari setiap respondenRata-rata
GlobalD.PRTMBGNAKADEMISIDPRDBAPPEDAPNGUSHADPKDUkur
Kendala
RBP0,2680,0880,3680,4210,1870,4830,263
MP0,2560,2360,1380,1080,2850,1670,187
RM0,2070,2480,1980,1310,2850,2020,206
SMPAD0,2930,4270,3190,2920,2610,1460,276
Nilai dari tabel di atas adalah hasil perhitungan nilai
prioritas akhir, pada masing-masing tingkatan dari hirarki, dan
penilaian masing-masing responden. Untuk mencari penilaian gabungan
diperoleh dengan menggunakan persamaan rata-rata ukur (persamaan
3.2). Cara menghitung penilaian akhir gabungan responden dengan
persamaan 3.2Rata-rata ukur (RBP) = = = 0,263Rata-rata ukur (MP) =
= = 0,187Rata-rata ukur (RM) = = = 0,206Rata-rata ukur (SMPAD)= = =
0,276
BAB III
METODOLOGI PENELITIANMetode yang digunakan dalam pelaksanaan
penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:1. Studi
literatur yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
buku-buku sebagai bahan acuan yang berhubungan dengan metode proses
hirarki analitik dan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian. 2. Menyusun hirarki yang dilengkapi dengan pembuatan
kuesioner yang akan di bagikan kepada semua responden. Hasil dari
kuesioner tersebut merupakan data primer dari penelitian, kemudian
dilakukan pengolahan dan analisis data dengan metode PHA. Pada
pengolahan data dibuatkan matriks perbandingan, menghitung nilai
prioritas total dan nilai prioritas akhir. Hasil perhitungan dari
masing-masing responden tersebut disatukan menjadi satu penilaian
dengan menggunakan rata-rata ukur atau geometrik mean. Akhir dari
metodologi penelitian ini adalah analisis data yang dibuatkan
kesimpulan penelitian, rekomendasi kebijakan dan saran, sesuai
dengan tujuan dan manfaat penelitian.
3.1. Proses Hirarki AnalitikMetode Proses Hirarki Analitik
dibagi dalam beberapa tahapan yaitu:a. Menyusun hirarkiLangkah ini
bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks disusun menjadi suatu
bentuk hirarki. Suatu struktur hirarki terdiri dari elemen-elemen
yang di kelompokkan dalam tingkatan-tingkatan (level). Hirarki yang
dibuat tersebut merupakan dasar terhadap aspirasi atau penilaian
berbagai pihak yang ikut berperan dan terlibat dalam usaha
meningkatkan PAD di kabupaten Maros. Hirarki kebijakan peningkatan
PAD sektor pertambangan dapat dilihat pada Lampiran A.b. Pembuatan
kuesionerKuesioner yang dibuat jelas dan sesederhana mungkin,
dengan harapan para responden dapat memberikan penilaian terhadap
elemen-elemen yang diperbandingkan dengan benar. Bagian depan
daftar kuesioner memuat penjelasan singkat penelitian, prinsip
dasar metode PHA, hirarki pemilihan kebijakan peningkatan
pendapatan sektor pertambangan, petunjuk pengisian PHA beserta
skala penilaian 1-9 serta contoh pengisian kuesioner (Lampiran A).
Proses pengisian kuisioner tersebut semua responden menerima dan
menyetujui bentuk hirarki yang telah dibuat. Persepsi atau
penilaian responden terhadap elemen-elemen suatu hirarki dilakukan
dengan cara pengisian kuisioner, sehingga responden dapat dihubungi
secara terpisah tanpa harus dikumpulkan pada suatu tempat.
3.2. Pengambilan Data LapanganPengambilan data dilakukan
sepanjang penelitian baik data primer maupun data sekunder.
3.2.1. Data PrimerData primer diperoleh melalui observasi,
wawancara ataupun pertanyaan kepada pihak yang berwenang. Penulis
memberikan kuisioner pada enam stakeholder antara lain:1. Dinas
Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) sebagai dinas yang berperan
langsung di lapangan dalam memungut pajak dan retribusi daerah yang
merupakan subjek PAD atau pelaksana dari kebijakan yang telah
ditetapkan.2. Dinas Pertambangan merupakan instansi yang membidangi
pertambangan yang mengatur regulasi izin tambang dan inventarisasi
perusahaan tambang.3. Badan Perencana Daerah (Bappeda) sebagai
instansi perencana pembangunan yang membuat arah perencanaan
pembangunan daerah baik jangka pendek, menengah, maupun jangka
panjang.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai mitra
pemerintah daerah dengan fungsi legislasinya membuat dan menetapkan
peraturan daerah bersama bupati. Dalam hal ini peraturan daerah
tentang pajak dan retribusi daerah untuk sektor pertambangan,
fungsi lainnya sebagai kontrol/ pengawasan dari perda yang
ditetapkan.5. Akademisi merupakan bagian yang sangat penting untuk
memberikan sumbangan pemikirannya dalam meningkatan kontribusi
sektor pertambangan kedalam PAD.6. Pengusaha pertambangan yang
merupakan pihak yang melakukan usaha pertambangan yang ekonomis
menjadi objek pajak dan retribusi daerah.Hasil jawaban kuesioner
yang diberikan responden tersebut kemudian dikumpulkan, selanjutnya
dilakukan pengolahan dan analisis data yang dihitung secara manual
dengan menggunakan software microsoft exel.
3.2.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari kantor BPS kabupaten Maros, staf
ahli bupati, sekretariat DPRD, kantor dinas pertambangan dan
sumber-sumber lain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis data
yang digunakan adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Maros, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Maros,
peraturan perundang-undangan, peraturan daerah, dokumen perencanaan
dari Bappeda.
3.3. Pengolahan dan Analisis DataData yang didapatkan dari hasil
penilaian para responden melalui kuesioner diolah dan dianalisis
dengan tahapan sebagai berikut:1. Membuat matriks perbandinganHasil
pengambilan data lapangan dari kuesioner yang dibagikan selanjutnya
dibuatkan matriks perbandingan pada masing-masing tingkatan dan
masing-masing responden. Membuat matriks perbandingan adalah
membandingkan setiap elemen dari penilaian responden terhadap
pilihan-pilihan dari kuesioner dengan nilai bobotnya
masing-masing.2. Menghitung Nilai Prioritas Total/ Total Priority
Value (TPV)3. Menghitung Nilai Prioritas Akhir/ Final Priority
Value (FPV)4. Analisis penilaian gabungan responden dengan
menggunakan rata-rata ukurHasil perhitungan nilai prioritas total
masing-masing responden dihitung menggunakan persamaan (2.2)
kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rata-rata ukur.
Total perhitungan akhir dari para responden diperoleh dengan
menggunakan rata-rata ukur atau geometric mean dari setiap nilai
sel perbandingan antar elemen pada masing-masing responden.
3.4. Hasil PenelitianAdapun hasil yang diperoleh dari penelitian
ini berupa rekomendasi kebijakan yang diberikan untuk meningkatkan
PAD sektor pertambangan kabupaten Maros yaitu:1. Memperluas jenis
pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan 2. Pelaksanaan
mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi 3. Sosialisasi perda
pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan4. Perbaikan sistem
manajemen PAD pertambangan
Hasil:1. Memperluas jenis pajak dan retribusi2. Pelaksanaan
mekanisme pengawasan3. Sosialisasi perda pajak dan retribusi4.
Perbaikan sistem manajemen PAD pertambanganAnalisis akhir
denganrata-rata ukurPengolahan dan Analisis Data (AHP)Pengambilan
Data Lapangan1. Data Primer: Hasil kuesioner ke enam stakeholder
yang ekspert .( DPKD, D.Pertambangan, DPRD, Akademisi, Bappeda,
Pengusaha) 2. Data Sekunder:BPS kabupaten MarosSekretariat DPRD:
APBD Kabupaten MarosPeraturan perundang-undangan dan
perdaDPKDMetode Proses Hirarki Analitik. Identifikasi
Masalah:1.Rendahnya kewenangan daerah mendapatkan pajak dan
retribusi daerah.2.Mekanisme pengawasan belum
berjalan.3.sosialisasi perda yang kurang.4.Sistem Manajemen PAD
belum memadai.Latar Belakang: Belum optimalnya kontribusi sektor
pertambangan terhadap PAD kab. Maros1. membuat matriks
perbandingan2. menghitung nilai prioritas total (TPV)3.menghitung
nilai prioritas akhir (FPV)
Gambar 3.1 Bagan alur metodologi penelitian
BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN UNTUK MENINGKATKAN PAD SEKTOR PERTAMBANGAN
DENGAN METODE PHA
4.1. Penyusunan Hirarki Tahap awal dalam metode PHA adalah
menyusun hirarki. Proses hirarki yaitu membuat permasalahan
kompleks tidak terstruktur diuraikan menjadi kelompok-kelompok yang
homogen kemudian disusun kedalam suatu hirarki. Penyusunan hirarki
ini didasarkan pada kondisi keuangan dan permasalahan daerah
Kabupaten Maros yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Hirarki
pemilihan kebijakan meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan
Kabupaten Maros dibagi dalam lima tingkatan, yaitu:Tingkat 1:
FokusFokus hirarki adalah kebijakan peningkatan penerimaan PAD
sektor pertambangan kabupaten Maros. Hal ini disebabkan rendahnya
tingkat pencapaian penerimaan PAD dari target yang telah ditetapkan
dalam APBD dalam lima tahun terakhir.Tingkat 2: SasaranSasaran yang
ingin dicapai pemerintah daerah jika terjadi peningkatan penerimaan
PAD tersebut, adalah: 1. Meningkatnya keleluasaan pemerintah daerah
dalam merencanakan pembangunan di daerah.2. Tersedianya dan
meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.
Tingkat 3: Kendala Tingkatan ketiga dari hirarki berupa kendala
dimaksudkan untuk membuat perbandingan-perbandingan dari berbagai
persepsi terhadap kendala-kendala yang menyebabkan atau
mempengaruhi jumlah penerimaan PAD sektor pertambangan kabupaten
Maros. Adapun identifikasi kendala-kendalanya adalah:1. Relatif
rendahnya basis pajak maupun retribusi yang menjadi kewenangan
daerah, sehingga kurang memadai dalam upaya ekstensifikasi
penerimaan PAD.2. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi
terhadap subjek pajak belum berjalan. 3. Rendahnya motivasi dan
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah
sektor pertambangan.4. Sistem manajemen PAD sektor pertambangan
belum memadai.Tingkat 4: Stakeholder Tingkatan ke empat dari
hirarki adalah stakeholder yang dianggap berkompeten dalam upaya
meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan maupun mengatasi
permasalahan yang ada, yaitu:1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah
(DPKD) Kabupaten Maros.2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten Maros.3. Badan Perencana Daerah (Bappeda) kabupaten
Maros.4. Dinas Pertambangan kabupaten Maros.5. Akademisi6.
Pengusaha bidang pertambangan.
Tingkat 5: KebijakanTingkatan ini bertujuan merumuskan berbagai
kebijakan alternatif untuk meningkatkan penerimaan PAD sektor
pertambangan, yaitu:1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah
sektor pertambangan2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan
pemberian sanksi terhadap subyek pajak yang lebih baik.3.
Sosialisasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran dan
motivasi masyarakat dan pengusaha di bidang pertambangan.4.
Memperbaiki sistem manajemen PAD sektor pertambangan.Total
perhitungan akhir dari para responden diperoleh dengan menggunakan
rata-rata ukur atau geometric mean dari setiap nilai sel
perbandingan antar elemen pada masing-masing responden. Persamaan
rata-rata ukur dengan n (responden) = 6 .Notasi a adalah nilai
setiap sel matriks perbandingan antar elemen pada masing-masing
responden. Sedangkan AW adalah hasil nilai akhir (penilaian
gabungan) dari seluruh responden.
Tingkat 1FokusPemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD
sektor pertambangan kabupaten MarosMekanisme pengawasan dan
pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan.Relatif
rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah,
sehingga kurang berkontribusi terhadap peningkatan PAD.
Tingkat 3Kendala Tingkat 2Sasaran
Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakatMeningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam
merencanakan program-program pembangunan di daerah
Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai.Rendahnya
motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan
retribusi daerah.
Tingkat 4Pelaku
DPKDAkademisiDPRDPengusahaBappeda Dinas Pertambangan
Tingkat 5Kebijakan
Memperbaiki sistem manajemen Pendapan Asli Daerah Sosialisasi
untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat untuk membayar
pajak dan retribusi daerahPelaksanaan mekanisme pengawasan dan
sanksi terhadap subjek pajakMemperluas jenis pajak daerah dan
retribusi daerah
Gambar 4.1Hirarki pemilihan kebijakan Peningkatan PAD sektor
pertambangan Kabupaten Maros.
4.2. Matriks dan Nilai Prioritas Total Responden Hasil penetapan
nilai peringkat untuk setiap kriteria/ pilihan melalui pembobotan
pada masing-masing responden berdasarkan nilai skala perbandingan
dari angka satu sampai sembilan, kemudian dikelompokkan ke dalam
matriks perbandingan sekaligus perhitungan nilai prioritas
totalnya. Matriks dan perhitungannya pada tabel (lampiran C).4.3.
Nilai Prioritas Akhir Masing-masing RespondenHasil perhitungan
Total Priority Value (TPV) selanjutnya diolah untuk mendapatkan
Final Priority Value (FPV) dari masing-masing responden. Hasil
analisis global atau Final Priority Value (FPV) dari masing-masing
responden sebagai berikut:
Tabel 4.7 Final Priority Value (FPV) masing-masing
responden.Analisis global Sintesis per elemen dari setiap
responden
(FPV)DPKDKADPRDPENGUSAHABAPPEDAD.PRTBGN
Tkt. 2; Sasaran
MK0,6660,2490,2490,2000,8000,249
PDP0,3330,7500,7500,8000,2000,750
Tkt 3; Kendala
RBP0,4830,3770,3770,1870,4210,204
MP0,1670,1170,1430,2850,1080,354
RM0,2020,2140,2140,2850,1310,112
SMPAD0,1460,3280,3280,2610,2920,354
Tkt 4; Aktor
DPKD0,2650,2660,2570,2190,1980,258
KA0,0630,0650,0660,0490,0550,071
DPRD0,1940,1890,1900,1110,2560,162
PENGUSAHA0,0670,1580,1620,2900,1200,165
BAPPEDA0,1490,1070,1090,0880,1070,099
D. PRTBGN0,2590,2510,2780,2600,2150,268
Tkt 5; kebijakan
MJP0,3300,3320,3100,2560,2770,250
PMP0,2150,1430,1460,2510,2330,197
SUM0,2570,2750,2810,2730,1620,289
MSM0,4280,2870,3250,2380,2800,289
Keterangan:1.MK :Meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah
dalam merencanakan program pembangunan daerah2.PDP: Penyediaan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik3. RBP: Relatif rendahnya
basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah4. MP:
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak
belum berjalan 5. RM:Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak dan retribusi daerah6. SMPAD: Sistem manajemen
PAD belum memadai7. DPKD: Dinas Pengelola Keuangan Daerah8. KA:
Kalangan Akademisi9. DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah10.
PENGSHA: Pengusaha bidang pertambangan11. Bappeda: Badan Perencana
Daerah 12. D. PRTBGN: Dinas daerah yang membidangi bidang
pertambangan 13. MJP: Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi
daerah14. PMP: Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian
sanksi15. SUM: Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan
motivasi 16. MSM: Memperbaiki sistem manajemen PAD. Pada Tabel 4.7
hasil sintesa akhir dapat dijelaskan bahwa sasaran prioritas yang
ingin dicapai masing-masing responden adalah sebagai berikut:A.
Dinas PertambanganUntuk pilihan meningkatkan keleluasaan pemerintah
daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah
dengan bobot prioritas sebesar 0,249. Sasaran prioritas berikutnya
adalah penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat dengan bobot prioritas 0,750.Pada tingkat kendala,
urutan prioritas kendala yang mempengaruhi tercapainya sasaran yang
diinginkan adalah sebagai berikut:1. Relatif rendahnya basis pajak
dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah (0,204).2. Rendahnya
motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan
retribusi daerah (0,112).3. Mekanisme pengawasan dan pemberian
sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan (0,354).4. Sistem
manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,354).Pada tingkat
aktor/ pelaku, urutan pelaku terhadap faktor kendala adalah sebagai
berikut:1. Dinas Pengelola Keuangan daerah (0,258).2. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,162).3. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,099).4. Pengusaha (0,165).5.
Kalangan Akademisi (0,071).6. Dinas Pertambangan ( 0,268).Kebijakan
yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:1. Memperluas jenis
pajak dan retribusi daerah (0,250).2. Memperbaiki sistem manajemen
pendapatan asli daerah (0,289)3. Sosialisasi untuk meningkatkan
kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi
daerah (0,289).4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi
terhadap subjek pajak (0,197).B. AkademisiSasaran prioritas yang
ingin dicapai oleh responden akademisi adalah penyediaan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dengan
bobot prioritas sebesar 0,750. Sasaran prioritas berikutnya adalah
meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan
program-program pembangunan di daerah dengan bobot prioritas
sebesar 0,250. Pada tingkat kendala, urutan prioritas kendala yang
mempengaruhi tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai
berikut:1. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai
(0,328).2. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi
kewenangan daerah (0,377).3. Mekanisme pengawasan dan pemberian
sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan (0,117).4. Rendahnya
motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan
retribusi daerah (0,214).Pada tingkat aktor/ pelaku, urutan pelaku
terhadap faktor kendala adalah sebagai berikut:1. Dinas Pengelola
Keuangan Daerah (0,266).2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
(0,189).3. Pengusaha (0,158).4. Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) (0,107).5. Kalangan Akademisi (0,065).6. Dinas
Pertambangan (0,.251).Urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk
dilaksanakan adalah:1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah
(0,332).2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap
subjek pajak (0,143).3. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran
dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi daerah
(0,275).4. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah
(0,287).C. DPRDNilai prioritas akhir dari sasaran prioritas yang
ingin dicapai oleh responden DPRD dengan adanya peningkatan PAD
Kabupaten Maros adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah
dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah dan
penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat dengan bobot prioritas masing-masing sebesar 0,249 dan
0,7500.Pada tingkat kendala, urutan prioritas kendala yang
mempengaruhi tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai
berikut:1. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi
kewenangan daerah (0,377).2. Rendahnya motivasi dan kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah (0,214).3.
Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak
belum berjalan (0,143).4. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah
belum memadai (0,328).Pada tingkat ke empat (aktor/pelaku), urutan
pelaku terhadap faktor kendala adalah sebagai berikut:1. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,190).2. Dinas Pengelola Keuangan
Daerah (0,257).3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
(0,109).4. Kalangan Akademisi (0,066).5. Pengusaha (0,162).6. Dinas
Pertambangan (0,278).Urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk
dilaksanakan adalah:1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah
(0,310).2. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi
masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,281).3.
Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,325).4.
Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak
(0,146).D. PengusahaResponden pengusaha, sasaran prioritas yang
ingin dicapai berupa penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat, dengan bobot prioritas 0,80. Sasaran
prioritas berikutnya adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah
daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah
dengan bobot prioritas sebesar 0,200.Pada tingkat ke tiga, urutan
prioritas kendala yang mempengaruhi tercapainya sasaran yang
diinginkan adalah sebagai berikut:1. Sistem manajemen Pendapatan
Asli Daerah belum memadai (0,261).2. Mekanisme pengawasan dan
pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan (0,285).3.
Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
dan retribusi daerah (0,285).4. Relatif rendahnya basis pajak dan
retribusi yang menjadi kewenangan daerah (0,187).Pada tingkat ke
empat, urutan pelaku terhadap faktor kendala adalah sebagai
berikut:1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (0,219).2. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,111).3. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,088).4. Kalangan Akademisi
(0,049).5. Pengusaha (0,290).6. Dinas Pertambangan (0,260).Urutan
kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:1.
Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,256).2. Pelaksanaan
mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak (0,251).3.
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat
dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,273).4. Memperbaiki
sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,238).E. BappedaSasaran
prioritas yang ingin dicapai oleh responden Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) adalah penyediaan dan peningkatan
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dengan bobot prioritas
sebesar 0,200. Sasaran prioritas berikutnya adalah meningkatkan
keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program
pembangunan di daerah, dengan bobot prioritas 0,800.Pada tingkat ke
tiga, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi tercapainya
sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:1.Sistem manajemen
Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,292).2.Relatif rendahnya
basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah
(0,421).3.Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak dan retribusi daerah (0,131).4.Mekanisme pengawasan
dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan
(0,108).Pada tingkat ke empat, urutan pelaku terhadap faktor
kendala adalah sebagai berikut:1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah
(0,198).2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,256).3.
Kalangan Akademisi (0,055).4. Pengusaha (0,120).5. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,107).6. Dinas
Pertambangan (0,215).Untuk tingkat ke lima, urutan kebijakan yang
diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:1. Memperluas jenis pajak
dan retribusi daerah (0,277).2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan
dan sanksi terhadap subjek pajak (0,233).3. Sosialisasi untuk
meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak
dan reribusi daerah (0,162).4. Memperbaiki sistem manajemen
pendapatan asli daerah (0,280).F. Dinas Pengelola keuangan
DaerahSasaran prioritas yang ingin dicapai oleh responden Dinas
Pendapatan Daerah adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah
dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah dengan
bobot prioritas sebesar 0,666. Sasaran prioritas berikutnya adalah
penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat, dengan bobot prioritas 0,334.Pada tingkat kendala,
urutan prioritas kendala yang mempengaruhi tercapainya sasaran yang
diinginkan adalah sebagai berikut:1. Relatif rendahnya basis pajak
dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah (0,483).2. Rendahnya
motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan
retribusi daerah (0,202).3. Mekanisme pengawasan dan pemberian
sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan (0,167).4. Sistem
manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,146).Pada tingkat
aktor/ pelaku, urutan pelaku terhadap faktor kendala adalah sebagai
berikut:1. Dinas Pendapatan Daerah (0,265).2. Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) (0,194).3. Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) (0,149).4. Pengusaha (0,067).5. Kalangan Akademisi
(0,063).6. Dinas Pertambangan ( 0,259 ).Sedangkan urutan kebijakan
yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:1. Memperluas jenis
pajak dan retribusi daerah (0,330).2. Memperbaiki sistem manajemen
pendapatan asli daerah (0,428)3. Sosialisasi untuk meningkatkan
kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi
daerah (0,257).4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian
sanksi terhadap subjek pajak (0,215). 4.4. Analisa Sintesa Akhir
Masing-Masing RespondenPenilaian ke enam responden terhadap bobot
prioritas elemen-elemen suatu hirarki pada sintesa akhir
menunjukkan penilaian yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan cara pandang, latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang berbeda. Namun secara keseluruhan, semua responden
memiliki perhatian yang besar terhadap upaya peningkatan keuangan
daerah, khususnya peningkatan PAD pertambangan Kabupaten
Maros.Analisis terhadap tingkat ke dua, yakni sasaran-sasaran apa
saja yang diprioritaskan untuk diwujudkan, menunjukkan bahwa empat
responden (kalangan akademisi, pengusaha, DPRD dan Dinas
pertambangan) memberikan prioritas tertinggi terhadap sasaran
penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat, dengan bobot prioritas 0,750, 0,800, 0,750, dan 0,750.
Sementara itu, responden Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Badan Perencana Daerah meletakkan sasaran meningkatkan keleluasaan
pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di
daerah sabagai sasaran utama, dengan bobot prioritas masing-masing
0,666 dan 0,800.Pada tingkat ke tiga (kendala), hasil penilaian
enam responden terhadap kendala-kendala yang lebih penting untuk
diperhatikan demi tercapainya sasaran penyediaan dan peningkatan
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, menunjukkan empat
responden (Dinas pengelola keuangan daerah, kalangan akademisi,
DPRD, dan Bappeda) memberikan prioritas tertinggi pada kendala
relatif rendahnya basis pajak dan retribusi daerah yang menjadi
kewenangan daerah. Nilai prioritas masing-masing responden tersebut
berturut-turut adalah 0,483, 0,377, 0,377 dan 0,421.Penilaian
keempat responden tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa
penetapan suatu jenis pajak dan retribusi baru di daerah harus
memenuhi kriteria bahwa pajak daerah tidak boleh tumpang tindih
dengan pajak pusat dan pajak propinsi, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Adanya kriteria ini diperkirakan
akan menyebabkan daerah memiliki basis pungutan yang relatif rendah
dan terbatas, serta sifatnya bervariasi antar daerah.Penilaian
kedua responden lainnya (pengusaha dan Dinas pertambangan)
memberikan prioritas tertinggi pada kendala sistem manajemen PAD
kurang memadai dengan bobot prioritas masing-masing 0,261 dan
0,354. Penilaian ini didasarkan pada pendapat ke dua responden
bahwa Kabupaten Maros memiliki peluang untuk meningkatkan kemampuan
keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD melalui jenis pajak dan
retribusi daerah yang sudah ada saat ini. Peluang tersebut didukung
dengan kondisi perekonomian dan potensi pertambangan di kabupaten
Maros. Persoalannya adalah bagaimana pungutan dan pengelolaan pajak
dan retribusi daerah tersebut dilaksanakan secara efektif dan
efisien, sehingga dapat memenuhi kebutuhan keuangan daerah. Dalam
hal ini, sistem manajemen PAD yang belum memadai dianggap sebagai
kendala yang utama. Analisis tingkat ke empat, aktor/ pelaku yang
lebih diprioritaskan untuk mengatasi faktor kendala pada level di
atasnya, menunjukkan bahwa terdapat dua responden (DPRD dan Dinas
pertambangan) lebih mengutamakan Dinas pertambangan sebagai pelaku
yang lebih diperhatikan untuk mengatasi faktor kendala tersebut.
Adapun bobot prioritas masing-masing responden berturut-turut
adalah 0,278, 0,268. Sedangkan responden Dinas Pengelola Keuangan
Daerah dan kalangan akademisi lebih mengutamakan Dinas Pengelola
Keuangan Daerah sebagai pelaku yang lebih diperhatikan untuk
mengatasi faktor kendala yang ada, dengan bobot prioritas
masing-masing 0,265 dan 0,266.Analisis pada tingkat ke lima, yaitu
tentang urutan kebijakan yang lebih diprioritaskan untuk
dilaksanakan guna mencapai tujuan peningkatan PAD Kabupaten Maros,
menunjukkan bahwa terdapat empat responden (Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah, DPRD, Bappeda dan Dinas Pertambangan) lebih
mengutamakan kebijakan memperbaiki sistem manajemen PAD. Adapun
bobot prioritas ke empat responden tersebut adalah 0,428, 0,325,
0,280 dan 0,289. Sedangkan, dua responden lainnya (akademisi dan
pengusaha) memprioritaskan memperluas jenis pajak daerah dan
retribusi daerah dengan bobot prioritas masing-masing 0,332 dan
0,256.
4.5. Hasil dan Analisis Responden dengan Rata-Rata Ukur Hasil
sintesa akhir global menggunakan rata-rata ukur merupakan suatu
kesimpulan analisis hirarki secara keseluruhan dari enam responden
yang ada. Hasil sintesa akhir tersebut akan menghasilkan prioritas
sasaran yang hendak dicapai, mendeteksi kendala-kendala yang
diprioritaskan untuk diselesaikan, serta prioritas kebijakan yang
seharusnya dilaksanakan guna meningkatkan PAD Kabupaten Maros.
Tabel 4.8 Hasil akhir dari penilaian gabungan semua responden
dengan menggunakan rata-rata ukur.
Analisis global/ hasil akhir dari penilaian gabungan semua
responden Rata-rata ukur
Tkt. 2; Sasaran
1. Meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan
pembangunan di daerah. 0,344
2. Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan Publik kepada
masyarakat. 0,531
Tkt 3; Kendala
1. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi
kewenangan daerah.0,322
2. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek
pajak belum berjalan. 0,177
3. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar
pajak dan retribusi daerah.0,184
4. Sistem manajemen PAD belum memadai.0,274
Tkt 4; Aktor
1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah0,242
2. Kalangan Akademisi0,069
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah0,178
4. Pengusaha0,146
5. Badan Perencana Daerah0,108
6. Dinas Pertambangan.0,254
Tkt 5; Kebijakan
1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah sektor
pertambangan.0,291
2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi
terhadap subyek pajak yang lebih baik.0,193
3. Sosialisasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran
dan motivasi masyarakat dan pengusaha dibidang
pertambangan.0,251
4. Memperbaiki sistem manajemen PAD pertambangan.0,303
Hirarki pemilihan kebijakan peningkatan PAD sektor pertambangan
dengan nilai masing-masing hasil perhitungan menggunakan rata-rata
ukur. ( Gambar 4.2 )
Level 0FokusMekanisme pengawasan dan pemberian sansi terhadap
subjek pajak belum berjalan (0,177 ).Relatif rendahnya basis pajak
dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang
potensi terhadap peningkatan PAD (0,322).Pemilihan kebijakan
peningkatan penerimaan PAD Sektor pertambangan Kabupaten Maros
Level 1SasaranLevel 2Kendala PAD
Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat(0,531).Meningkatkan keleluasaan pemda dalam merencanakan
program-program pembangunan di daerah (0,344).
Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai
(0,276).Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar
pajak dan retribusi daerah (0,184 ).
Level 3Pelaku
Pengusaha(0,146)Akademisi(0,069)Dinas Pertambangan (0,254)
Bappeda (0,108) DPRD(0,178)DPKD(0,242)
Level 4Kebijakan
Memperbaiki Sistem manajemen Pendapan Asli Daerah (0,303).
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat
membayar pajak dan retribusi daerah (0,251).Pelaksanaan mekanisme
pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak (0,193).Memperluas
jenis pajak daerah dan retribusi daerah(0,291).
Gambar 4.2 Hirarki pemilihan kebijakan peningkatan PAD sektor
pertambangan hasil perhitungan menggunakan rata-rata ukur.
Berdasarkan Gambar 4.2 diatas terlihat bahwa penilaian ke enam
responden terhadap urutan sasaran yang diprioritaskan untuk
diwujudkan dengan adanya peningkatan PAD sektor pertambangan
memprioritaskan pada sasaran penyediaan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat dengan bobot prioritas sasaran
tersebut mencapai 0,531. Hasil prioritas sasaran pada sintesa akhir
global dengan menggunakan rata-rata ukur, ternyata secara
keseluruhan sama dengan prioritas sasaran pada sintesa akhir global
per responden, yaitu sasaran berupa penyediaan dan peningkatan
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Sasaran berikutnya
adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam
merencanakan program-program pembangunan di daerah dengan bobot
prioritas sebesar 0,344.Mayoritas pemilihan prioritas sasaran utama
tersebut timbul karena adanya pemahaman yang sama tentang kebijakan
penganggaran untuk pengeluaran pemerintah yang seharusnya
berorientasi pada penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat. Pendapat yang sama dikemukakan oleh
Mangkusoebroto (1994) bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah
tidak dapat dilepaskan dari adanya perubahan permintaan terhadap
barang publik, perubahan aktifitas pemerintah, perubahan kualitas
penyediaan barang publik yang harus dilakukan oleh pemerintah,
perubahan faktor harga dan pilihan politisi, sehingga dari tahun ke
tahun pengeluaran pemerintah selalu mengalami
peningkatan.Berdasarkan hasil sintesa akhir global dari seluruh
responden dengan menggunakan rata-rata ukur, ternyata kendala
berupa relatif rendahnya basis pajak yang menjadi kewenangan daerah
sehinnga kurang potensi terhadap penngkatan PAD merupakan faktor
penghambat terbesar, dengan bobot prioritas sebesar 0,322. Kendala
sistem manajemen PAD sektor pertambangan berada pada urutan kedua,
dengan bobot prioritas sebesar 0,276. Kendala selanjutnya adalah
rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
dan retribusi daerah dengan bobot prioritas sebesar 0,184. Sesuai
dengan pengertian umum pajak daerah bahwa pajak daerah merupakan
sumber keuangan daerah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
daerah, pemungutannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pungutan pajak tersebut telah disepakati bersama oleh
pemerintah daerah dan masyarakatnya, maka sudah sepantasnya jika
masyarakat memiliki kesadaran akan kewajibannya di bidang
perpajakan yaitu membayar pajak dengan benar sesuai peraturan yang
berlaku. Namun kenyataannya, menurut S.Munawir (1992, dalam
Brotodihardjo) dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, terdapat
hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Hambatan
tersebut berupa perlawanan pasif dan perlawanan aktif, sedangkan
menurut Mangkoesoebroto, (1994). Pemerintah selalu berusaha
memperbesar pengeluaran dengan memperbesar penerimaan dari pajak
sedangkan masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang
besar.Pungutan pajak daerah tersebut bentuk perlawanan aktif yang
sering ditemui di lapangan. Perlawanan aktif adalah semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung bertujuan untuk menghindari pajak.
Perlawanan aktif tersebut ditemui usaha-usaha nyata dari subjek
pajak untuk tidak membayar pajak, baik berupa upaya penghindaran
diri dari pajak, penyelundupan pajak, maupun usaha melalaikan
pajak.Pada level 3 (level aktor/ pelaku) urutan pelaku untuk
mengatasi kendala-kendala pada level di atasnya berada pada Dinas
Pertambangan, dengan bobot prioritas tertinggi mencapai 0,254.
Penilaian terhadap Dinas Pertambangan sebagai aktor/ pelaku dengan
prioritas tertinggi dalam upaya penyelesaian faktor kendala
tersebut, juga terjadi berdasarkan hasil sintesa akhir global per
responden. Satuan kerja perangkat daerah ini yang bertugas di
lapangan dalam evaluasi, pengendalian dan pemungutan pajak dan
retribusi, juga sebagai pelaksana dari kebijakan peraturan yang
ditetapkan. Kemudian Dinas Pengelola Keuangan Daerah yang merupakan
dinas teknis bersama Dinas Pertambangan dalam pemungutan dan
pengelolaan pajak dan retribusi daerah, sehubungan dengan upaya
peningkatan PAD Kabupaten Maros berada pada urutan ke dua dengan
nilai 0,242, hal ini dianggap sebagai Dinas yang mengelola dana PAD
secara umum dan berkordinasi dengan Dinas Pertambangan dalam
memungut dan mengumpulkan PAD sektor pertambangan sebagai pelaku
yang langsung bersentuhan dengan objek pajak dari pengusaha di
bidang pertambangan.Aktor DPRD berada pada urutan ketiga, dengan
bobot prioritas sebesar 0,178. Peran DPRD sebagai lembaga
legislatif daerah dan menjadi mitra dari pemerintah daerah, dengan
fungsinya membuat regulasi peraturan daerah khususnya pajak dan
retribusi daerah sektor pertambangan, juga memiliki fungsi
penganggaran yang menetapkan alokasi target PAD, dan fungsi
pengawasan yang mengevaluasi, memonitoring, mengawasi pelaksanaan
peraturan daerah dan kebijakan anggaran. DPRD dianggap sebagai
stakeholder yang membuat kebijakan daerah bersama pemerintah daerah
meskipun bukan lembaga teknis yang merupakan eksekutor/ pelaksana
di lapangan tapi tetap dianggap aktor yang penting dalam mengatasi
kendala yang ada. Selanjutnya urutan prioritas pelaku dalam
mengatasi faktor kendala adalah pengusaha, dengan bobot prioritas
mencapai 0,146. Peranan pengusaha sebagai penyumbang terbesar dalam
PAD lebih diarahkan pada upaya untuk mengatasi sekaligus
meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
dan retribusi daerah. Sedangkan Bappeda memiliki bobot proiritas
sebesar 0,108 dan akademisi sebesar 0,069. Hasil analisis kebijakan
yang diprioritaskan untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan
peningkatan PAD sektor pertambangan Kabupaten Maros, mengutamakan
kebijakan perbaikan sistem manajemen PAD dengan bobot prioritas
0,303, hal ini dikarenakan manajemen dan koordinasi antara Dinas
Pertambangan dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah belum berjalan
baik, kualitas dan kapabilitas bahkan integritas atau tingkat
kejujuran dari petugas pemungut dan pengelola pajak dan retribusi
yang kurang memadai, sehingga kebijakan perbaikan manajemen PAD
sektor pertambangan menjadi prioritas pertama untuk dilaksanakan.
Kebijakan yang berkaitan dengan perbaikan sistem manajemen PAD
dapat dipandang sebagai strategi peningkatan dan pengembangan
sumber-sumber pendapatan keuangan daerah, khususnya bagi
peningkatan PAD. Hal ini disebabkan karena perbaikan sistem
manajemen PAD merupakan suatu instrumen (faktor internal) dari
dinas/ instansi pemungutan dan pengelolaan pajak daerah. Kebijakan
perbaikan sistem manajemen PAD lebih memungkinkan untuk segera
dilaksanakan. Prioritas kebijakan selanjutnya adalah memperluas
jenis pajak daerah dan retribusi daerah dengan nilai 0,291. Hal ini
disadari oleh stakeholder Akademisi, DPRD, Bappeda dan Pengusaha.
Keberadaan peraturan daerah mengenai pajak dan retribusi sektor
pertambangan yang ada di Kabupaten Maros sangat terbatas dan perlu
segera diperbaharui. Berbagai objek pajak dan retribusi yang
berpotensi menghasilkan PAD sektor pertambangan belum tersedia
sehingga perlu dibuatkan peraturan daerahnya. Prioritas kebijakan
selanjutnya adalah sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan
motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi daerah. Nilai
prioritas untuk kebijakan tersebut adalah 0,251, karena masih
banyak pengusaha di bidang pertambangan di kabupaten Maros yang
belum taat membayar pajak dan retribusi, sehingga dianggap penting
untuk dilakukan sosialisasi dan pemahaman tentang manfaat pajak
bagi keberlangsungan pembangunan didaerah serta penyelenggaraan
tugas pemerintahan, dengan tujuan meningkatnya kesadaran pengusaha
bidang pertambangan untuk membayar pajak dan retribusi daerah.
Kebijakan terakhir adalah pelaksanaan mekanisme pengawasan dan
sanksi terhadap subjek pajak dengan nilai 0,193 yang merupakan
penilaian akhir gabungan responden.Kebijakan yang telah diurut
berdasarkan nilai prioritas diharapkan menjadi acuan pemerintah
Kabupaten Maros dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1. KesimpulanPenelitian ini dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:1. Identifikasi kendala dan
permasalahan yang mempengaruhi penerimaan daerah di sektor
pertambangan sesuai urutan prioritasnya sebagai berikut: Sistem
manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai dengan nilai 0,276.
Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan
daerah, sehingga kurang potensial terhadap Peningkatan PAD dengan
nilai 0,322. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak dan retribusi daerah dengan nilai 0,184. Mekanisme
pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum
berjalan dengan nilai 0,1772. Stakeholder yang dianggap berperan
dalam upaya mengatasi kendala dan permasalahan serta berperan dalam
usaha meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan, sesuai
urutan prioritasnya adalah sebagai berikut: Dinas Pertambangan
dengan nilai 0,254. Dinas Pengelola Keuangan Daerah dengan nilai
0,242. DPRD dengan nilai 0,178. Pengusaha dengan nilai 0,146.
Bappeda dengan nilai 0,108 dan Akademisi dengan nilai 0,069. 3.
Kebijakan yang diprioritaskan untuk meningkatkan penerimaan PAD
sektor pertambangan adalah: Memperbaiki sistem manajemen pendapatan
asli daerah dengan nilai 0,303. Memperluas jenis pajak dan
retribusi daerah dengan nilai 0,291. Sosialisasi untuk meningkatkan
kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi
daerah dengan nilai 0,251. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan
sanksi terhadap subjek pajak dengan nilai 0,193.4.Rekomendasi
kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PAD sektor
pertambangan. Usaha yang intensif untuk memperbaiki sistem
manajemen PAD sektor pertambangan saat ini belum memadai. Kordinasi
antar satuan kerja perangkat daerah (Dinas Pertambangan dan Dinas
Pengelola keuangan Daerah) harus diperbaiki. Usaha ekstensifikasi
penerimaan PAD sektor pertambangan dengan cara memperluas jenis
pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan, melalui pembuatan
peraturan daerah yang baru. Melakukan sosialisasi yang terencana
dan berkesinambungan dari regulasi atau peraturan
perundang-undangan dan peraturan daerah yang ada, kepada berbagai
stakeholder yang terlibat khususnya pengusaha sektor pertambangan.
Upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan pegawai pengelola PAD
untuk menghindari kebocoran penerimaan daerah. Pengawasan dan
pemberian sanksi juga diberikan pada subjek pajak atau pengusaha
sektor pertambangan yang sengaja melakukan penghindaran, penolakan
maupun pengelapan pajak dan retribusi sektor pertambangan.5.2
SaranSaran dan kebijakan yang direkomendasikan dalam upaya
mengatasi kendala dan meningkatkan penerimaan PAD sektor
pertambangan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten
Maros yaitu:1. Upaya memperbaiki sistem manajemen PAD sektor
pertambangan yang saat ini belum memadai yaitu kordinasi antar
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Dinas Pertambangan dan Dinas
Pengelola keuangan Daerah) harus di tata dengan baik. Dua dinas
tersebut merupakan instansi pelaksana teknis dari kebijakan yang di
tetapkan. Perencanaan penganggaran dari awal pada pembahasan APBD
tentang target PAD sektor pertambangan harus di hitung secara
realistis dan rasional. Ada pedoman dan uji petik yang dilakukan
dilapangan sehingga target PAD yang di bebankan rasional dan
realistis. Dinas Pertambangan dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah
memperbaiki dan meningkatkan sumberdaya manusia di bawah lingkup
instansinya yang terlibat dalam pengelolaan PAD, baik kualitas,
kapabilitas dan integritas atau kejujuran dari pegawainya.
Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pegawai dalam menghitung dan
menetapkan besar tarif pajak dan retribusi, daya kreativitas yang
kurang dalam melihat potensi PAD sektor pertambangan yang
memungkinkan untuk dioptimalkan, serta kejujuran pegawai dalam
mengumpulkan hasil PAD yang di indikasikan terjadi kebocoran
sehingga mengurangi jumlah PAD. Permasalahan tersebut diatas yang
harus diatasi oleh pemerintah kabupaten Maros agar memperbaiki
sistem manajemen PAD nya. 2. Mengupayakan perluasan objek pajak dan
retribusi daerah sektor pertambangan. Pemerintah Kabupaten Maros di
Sekretariat Daerah pada Asisten Satu, bagian hukum agar membuat
perencanaan memasukkan kedalam program legislasi daerah untuk
membuat peraturan daerah yang baru tentang pajak dan retribusi
daerah sektor pertambangan. Pemerintah daerah menyiapkan rancangan
peraturan daerahnya dan menyerahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah untuk segera dibahas dan disepakati bersama antara
pemerintah daerah dan DPRD. Upaya ini penting dilakukan agar
semakin bervariasi dan bertambahnya objek pajak dan retribusi yang
dapat dipungut oleh daerah untuk meningkatkan PAD tanpa adanya
payung hukum berupa perda, pemungutan objek baru pendapatan daerah
tersebut belum bisa dilaksanakan. Hal ini juga didasarkan pada
perda yang berlaku saat ini yaitu masih minimnya kewenangan
pemerintah kabupaten Maros untuk memungut objek pajak dan retribusi
sektor pertambangan sehingga perlu dibuatkan perda baru atau
memperbaharui perda yang lama. 3. Upaya penyederhanaan administrasi
dan birokrasi terhadap pemungutan pajak dan retribusi daerah sektor
pertambangan, dari pendataan, pemungutan, pencatatan dan pelaporan
sehingga tidak mempersulit wajib pajak atau pengusaha sektor
pertambangan untuk membayar wajib pajak dan retribusinya. Hal ini
penting dilakukan untuk memotivasi pengusaha tambang dengan
mempermudah administrasinya dan dapat menekan biaya yang
ditimbulkan dari pemungutan objek pendapatan daerah tersebut.4.
Melakukan sosialisasi yang terencana dan berkesinambungan dari
regulasi atau peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah
yang ada pada semua stakeholder yang terlibat khususnya pengusaha
sektor pertambangan. Hal ini diharapkan adanya pemahaman bersama
antara pemerintah daerah, DPRD, masyarakat dan pengusaha, tentang
keberadaan aktivitas pertambangan di kabupaten Maros yang
menghasilkan Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang selanjutnya
digunakan untuk menjaga keberlangsungan dan penyelengaran
pemerintahan daerah, memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
daerah.5. Upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan pegawai
pengelola PAD untuk menghindari kebocoran penerimaan daerah dan
pemberian sanksi terhadap pegawai yang sengaja melakukan kebocoran,
karena kebocoran penerimaan daerah dapat mengurangi penerimaan
daerah yang cukup signifikan. Selain itu pengawasan dan pemberian
sanksi juga diberikan pada subjek pajak atau pengusaha sektor
pertambangan yang sengaja melakukan penghindaran, penolakan maupun
pengelapan pajak dan retribusi sektor pertambangan di kabupaten
Maros.
Daftar Pustaka
1.Dhakidae, D., 2003, Profil Daerah Kabupaten dan Kota, Kompas,
Jakarta.2.Dinas Pertambangan Maros., 2008, Potensi Pertambangan
Kabupaten Maros, PDE Sekretariat Daerah Kabupaten Maros.3. Latifah,
S., 2005, Prinsip-Prinsip Dasar Analitical Hierarki Proses,
Universitas Sumatera Utara.4.Mangkoesoebroto., 1994, Kebijakan
Ekonomi Publik di Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta.5.Munawir, S.,
1992. Perpajakan, liberty, Yogyakarta.6.Nuryanti, A., 2003,
Analisis Kebijakan Peningkatan PAD kota Palembang Provinsi Sumatera
Selatan melalui pendekatan AHP, Program Magister Perencanaan dan
Kebijakan Publik, Universitas Indonesia. 7.Peraturan Daerah
kabupaten Maros, 2005, tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
kabupaten Maros, Dinas Pengelola Keuangan Daerah, Kabupaten
Maros.8.Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2006, tentang Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola Keuangan
Daerah, Kabupaten Maros.9.Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2007,
tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas
Pengelola Keuangan Daerah, Kabupaten Maros.10.Peraturan Daerah
kabupaten Maros, 2008, tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
kabupaten Maros, Dinas Pengelola Keuangan Daerah, Kabupaten
Maros.11.Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2009, tentang Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola Keuangan
Daerah, Kabupaten Maros.12.PDE., 2011. Profil Daerah Kabupaten
Maros, sekretariat Daerah Kabupaten Maros.13. Saaty, T.L., 1991,
Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Pustaka Binaan Pressindo,
Jakarta.14.Saaty, T. L., 2000, Teori prioritas dan membuat
keputusan penting, Pittsburgh, PA RWS Publication.15. Siahaan,
M.P., 2005, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajagrafindo
Persada, Jakarta.16. Suharso, P., 2010, Model Analisis Kuantitatif
TEV, Indeks, Jakarta.17.Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintah Daerah. 18.Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.19.UndangUndang RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. 20.Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.21.Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.22.Winarno, B., 2007, Kebijakan
Publik Teori dan Proses, Media Pressindo, Yogyakarta.
63