Top Banner
Anatomi dan Histologi Epidermis Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, bersifat elastis dan melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Beratnya 15% dari berat tubuh dengan luas1,50-1,75 m. Tebal kulit bervariasi antara 0,5 mm – 6 mm. Paling tipis adalah kulit penis dan yang paling tebal di telapak tangan dan kaki. Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutis.
24

Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Dec 07, 2015

Download

Documents

gunnasundary

Skenario B
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Anatomi dan Histologi Epidermis

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, bersifat elastis dan melindungi tubuh dari

pengaruh lingkungan. Beratnya 15% dari berat tubuh dengan luas1,50-1,75 m. Tebal kulit

bervariasi antara 0,5 mm – 6 mm. Paling tipis adalah kulit penis dan yang paling tebal di telapak

tangan dan kaki. Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu epidermis, dermis dan jaringan

subkutis.

Page 2: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Vaskularisai Kulit

Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis tidak

memiliki pembuluh darah maupun pembuluh limfe. Nutrisi didapat dari pembuluh kapiler di

lapisan dermis yang berdifusi melalui cairan jaringan serta membran basal.

Page 3: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :

1. Lapisan Basal / Stratum Basale

- Terdiri dari sel-sel kuboid atau silindris basofilik

- Lapisan ini disebut pula stratum germinavitum karena paling banyak tampak adanya

mitosis sel-sel.

- Terdapat melanosit yang membentuk melanin untuk melindungi kulit dari sinar UV2.

2. Lapisan Malphigi / Stratum Spinosum

- Lapisan paling tebal

- Semua mitosis hanya terbatas pada lapisan ini

- Terdiri dari sel-sel kuboid

- Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen.

3. Lapisan Granular / Stratum Granulosum

- Terdiri atas 3-5 lapis sel polygonal

- Sitoplasma mengandung granula basofilik granula keratohialin

Dengan mikroskop elektron ternyata bukan keratin maupun hialin, tetapi merupakan

partikel amorf tanpa membran, dikelilingi ribosom, yang pada granula tersebut melekat

mikrofilamen.

4. Stratum Lusidum

- Tampak lebih jelas pada kulit tebal

- Terdiri atas 1-2 lapis sel yang tembus cahaya dan agak agak eosinofilik tampak

kemerahan

- Selnya tidak berinti dan tidak mempunyai organel

- Ikatan antar sel kurang erat

5. Stratum Korneum

- Lapisan paling luar

- Berlapis-lapis sel pipih/gepeng tak berinti

- Sitoplasmanya digantikan oleh zat tanduk/keratin

- Lapisan paling atas merupakan zat tanduk yang kering dan selalu mengelupas

Page 4: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Selain itu, lapisan epidermis juga memiliki beberapa sel – sel yang memiliki fungsi

tertentuseperti :

1. Keratinosit

- Sel terbanyak (85% - 95%)

- Berasal dari lapis embrional ektoderm permukaan

- Mengalami keratinisasi menghasilkan lapisan yg kedap air

- Proses keratinisasi berlangsung selama 2 – 3 minggu, mulai dari proliferasi, diferensiasi,

kematian sel, dan deskuamasi.

2. Melanosit

- Meliputi 7 – 10% sel epidermis

- Berasal dari lapisan neuroektoderm (krista neuralis)

- Sel kecil, bercabang denritik panjang dan tipis

- Jumlah terbanyak pada kulit muka dan genitalia eksterna

- Jumlah melanosit relatif sama pada tiap individu yang berbeda pada ras yang berbeda

- Perbedaan warna kulit terutama ditentukan oleh aktifitas pembentukan melanin

3. Sel Langerhans

- Merupakan sel dendritik yang berbentuk bintang (stelata)

- Ditemukan di antara keratinosit pada daerah atas stratum spinosum

- Permukaan selnya mempunyai reseptor permukaan penanda imunologis yang mirip

makrofag.

- Berfungsi mengikat antigen dan merupakan sel pembawa antigen sehingga limfosit T

bereaksi terhadap antigen yang dibawanya

- Peran penting dalam respon alergi kontak (dermatitis kontak) dan respon imunselular

lsinnya pada kulit

- Semula diduga berasal dari krista neuralis, tetapi ternyata berasal dari sel prekursor dalam

sumsum tulang, jadi berasal dari mesoderm.

Page 5: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

4. Sel Merkel

- Jumlah paling sedikit

- Berasal dari krista neuralis

- Terdapat pada stratum basal kulit tebal terutama pada ujung jari

- Terdapat juga pada folikel rambut dan mukosa mulut

- Sel besar, sitoplasma bercabang pendek

- Serat saraf tak bermielin tampak menembus membran basalnya, melebar seperti cakram

dan menempel pada bagian basal sel.

- Kemungkinan berfungsi mekanoreseptor

Page 6: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

IMPETIGO KRUSTOSA

DEFINISI

Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik oleh bakteri Gram positif.

Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan

impetigo tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat menginfeksi

dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat di

sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang

padat penduduk1,2,3

Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling banyak ditemukan di dunia (70% dari

kasus impetigo).2,3,4 Impetigo krustosa harus diobati secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan

beberapa komplikasi terutama glomerulonefritis akut.5 Terapi antibiotik topikal merupakan pilihan

pertama impetigo terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi sementara

terapi sistemik dipertimbangkan bila diperlukan.1,5

ETIOLOGI

Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan

digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta

mengering membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.1,5

Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh

Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan

50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus

merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes. Namun di negara

berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa adalah Streptococcus pyogenes.4,5,6

Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat

berkembangnya penyakit impetigo krustosa.2

EPIDEMIOLOGI

Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini banyak

terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan

perempuan.1,3,4,6 Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti

Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di akhir

musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki

Page 7: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

sama banyak dibanding perempuan.2 Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung

terjadinya impetigo krustosa seperti:

- hunian padat

- higiene buruk

- hewan peliharaan

- keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes

simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.1,4,5

Page 8: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

PATOGENESIS

Gambar 1. Struktur Stretoccocus Pyogenes dan substansinya

Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of entry yang

terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi

carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu

sampai dua minggu.6

Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.

Infeksi Primer

Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari hidung ke kulit normal

(kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah

(terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.4

Infeksi sekunder

Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi) seperti dermatitis

atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks,

varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka

goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur2,7.

Page 9: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada epidermis, akibatnya

kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat

melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa2. Keluhan biasanya gatal dan nyeri4

Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke

orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber

infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah

rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang,

dan dari anak-anak yang telah terinfeksi5.

HISTOPATOLOGI

Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat vesikopustul di

subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis. Pada dermis terjadi

inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. 5 Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram

positif.2

MANIFESTASI KLINIS

Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian tubuh yang sering

terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya

eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul

berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat

seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat

meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada

kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada

akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.1,4,5,8

Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak

diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila

terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke

dermis membentuk ulkus (ektima).1,4

Page 10: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan (terutama

pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat. 1,4,5

Gambar 2. impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak1.

Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak4.

DIAGNOSIS

Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan

mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti

pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.2,8

Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan dilakukan saat

lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan sensitivitas bila terapi

tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi kuman. Pada pemeriksaan

serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma streptococcus. Leukositosis ditemukan pada

sebagian penderita impetigo krustosa. 2,8

Page 11: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:

a. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan sembuh

dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3

b. Varisela

Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis dengan dasar

eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas) yang kemudian ruptur

membentuk krusta (lesi berbagai stadium).3

c. Dermatitis Atopik

Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit kering

abnormal dapat disertai likenifikasi.3,9

d. Dermatitis Kontak

Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan. 3

e. Herpes Simpleks

Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya terdapat

demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9

f. Kandidiasis

Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput lendir atau

daerah lipatan. 3

g. Diskoid lupus eritematous

Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 3

h. Gigitan serangga

Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3

i. Skabies

Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam

hari.3

Page 12: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

KOMPLIKASI

1. Ektima

Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis menjadi

ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya ulkus

dan krusta tebal.4,5

2. Selulitis dan Erisepelas

Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan erisepelas,

meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai jaringan

subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit

disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang

melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas,

bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal.1,4,5

3. Glomerulonefritis Post Streptococcal

Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini

lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan

glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh Staphylococcus. Insiden

glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu, tergantung dari strain potensial yang

menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe

Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya

nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri

dari hematuria makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan

hipertensi.1,5

4. Rheumatic Fever 1,13

Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus yang tidak

diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit,

jantung,dan sendi tulang.

5. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa terjadi

pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem imunitas.13

Page 13: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA)

MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah antibiotik.

MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat

dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat

menyebabkan pneumonia dan bakterimia.12

7. Osteomielitis

Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari bagian tubuh

yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.14

8. Meningitis

Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak dan medula

spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi kehidupan

dan menghasilkan komplikasi permanen seperti koma, syok, dan kematian.15

PENATALAKSANAAN

A. Umum

Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9

Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena untuk

mencegah infeksi. 9

Mengurangi kontak dekat dengan penderita 9

Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat melakukan

beberapa tindakan pencegahan berupa: 9

- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir serta

membalut lesi.

- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan

peralatan harian bersama-sama.

- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu mencuci

tangan sampai bersih.

- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.

- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.

Page 14: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

B. Khusus

Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan

perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3

1. Terapi Sistemik

Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas atau

berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1

a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin+ Asam klavulanat

Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

o Sefaleksin

Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3

o Kloksasilin

Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3

b. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

o Eritromisin

Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4

o Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2 sampai

hari ke-4.4

2. Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan penderita

sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis terhadap penularan

infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal

diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6

Page 15: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

o Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari Pseudomonas

fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis protein (asam

amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus

Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin

2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan

Streptococcus pyogenes.10

o Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum. Mekanisme

kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2%

aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin

topikal.11

o Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain Bacillus

Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri

dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif

melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin

topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.10

o Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit

50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1%

telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi

impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya

melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin,

asam fusidat, mupirosin, azitromisin.6

Page 16: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

PROGNOSIS

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya, impetigo krustosa dapat membaik

spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan dan

menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi

erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.4,7 Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi

komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa.5

RINGKASAN

Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi kulit terbatas pada lapisan epidermis (superfisial) yang

umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus group A beta-hemolitikus di negara

maju dan Streptococcus group A beta-hemolitikus di negara berkembang. Penyakit ini lebih sering terjadi

pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Predileksi impetigo krusta terdiri dari wajah, leher,

atau ekstremitas. Gambaran klinis yang dapat ditemukan berupa vesikel yang menjadi pustul dan ruptur

membentuk krusta khas berwarna kuning keemasan (honey-colored). Lesi biasanya berkelompok dan

konfluen dan dapat meluas melibatkan lokasi baru. Penyakit impetigo krustosa yang lama tidak diobati

kadang dapat menyebabkan komplikasi, diantaranya yang berat adalah glomerulonefritis akut,

meningitis akut. Selain itu, penyakit impetigo krustosa dapat menginfeksi jantung, tulang dan paru. Pada

pasien impetigo yang diobati dengan antibiotik tidak secara tuntas dapat menimbulkan suatu Infeksi

Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA) dimana strain bakteri stafilokokus menjadi resisten

terhadap sejumlah antibiotik sehingga menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati.

Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga

dapat menyebabkan pneumonia dan bakterimia yang tentu saja akan mengganggu aktivitas hidup

penderita. Terapi impetigo krustosa terdiri dari pembersihan krusta dengan kompres basah, antibiotik

topikal serta antibiotik sistemik bila diperlukan.

Page 17: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

Hipotesis

Otoy, 4 tahun dibawa kepoliklinik IKKK RSMH dengan keluhan bercak merah sebagian ditutupi keropeng

kekuningan ditungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu diduga menderita Impetigo

Krustosa.

Daftar Pustaka:

1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C (eds).

Rook’s Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.

2. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).

Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.

3. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy of Family

Physician. Vol.75. No.6. 2007. p.859-864. Diunduh dari:

http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf

4. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous Infection and

Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed.

New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705.

5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds). Andrew’s

Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.

6. Amini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1109204-

treatment. Last update: May 20, 2010.

7. Norrby A, Teglund, Kotb M. Host Microbe Interactions in The Pathogenesis of Invasive Group A

Streptococcal Infections. Journal Medical Microbiology. Vol.49. 2000. p.849-52.

8. Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In: Skolnik N.S (eds).

Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide. New Jersey: Humana Press. 2006.

p.317-23.

9. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical Dermatology. Part 3rdrd. 9th Ed.

New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.

10. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15.

Page 18: Skenario B Blok 19 2013 (Learning Issues)

11. Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General Practice: Double

Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British Medical Journal. 2002. Vol.324. p.203.

Diunduh dari:

http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203

12. Mayo clinic staff. Impetigo. Diunduh dari:

http://www.mayoclinic.com/health/impetigo/DS00464/DSECTION=complications.

13. Wrong Diagnosis. Rheumatic fever. Diunduh dari:

http://www.wrongdiagnosis.com/r/rheumatic_fever/intro.htm

14. Wrong Diagnosis. Osteomielitis . Diunduh dari:

http://www.wrongdiagnosis.com/o/osteomyelitis/intro.htm

15. Wrong Diagnosis. Meningitis . Diunduh dari:

http://www.wrongdiagnosis.com/m/meningitis/intro.htm