Top Banner

of 25

Skenario 3 Mpt tugas mandiri

Apr 14, 2018

Download

Documents

Milatia Ningrum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    1/25

    1

    1Milatia ningrum 1102012164

    Sasaran Belajar

    LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Autoimun

    LO.1.1. Definisi

    LO.1.2. Klasifikasi

    LO.1.3. Mekanisme

    LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Sistemic Lupus Eritematosus

    LO.2.1. Etiologi

    LO.2.2. Patogenesis dan Patofisiologis

    LO.2.3. Manifestasi Klinik

    LO.2.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding

    LO.2.5. Pencegahan

    LO.2.6. Penatalaksanaan

    LO.2.7. Prognosis

    LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam dalam Menghadapi Penyakit

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    2/25

    2

    2Milatia ningrum 1102012164

    LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Autoimun

    LO.1.1. Definisi

    Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan

    menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang

    terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit

    (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokan organ dan jaringan.

    Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul

    yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel

    kanker). Beberapa antigen ada pada jaringan sendiri tetapi biasanya, sistem imunitas bereaksi

    hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen sendiri.

    Sistem munitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antigen

    asing dan menghasilkan antibodi (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan

    menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut

    menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan

    autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga

    gangguan autoimun tidak terjadi.

    Sistem kekebalan pada keadaan tertentu tidak mampu bereaksi terhadap antigen yang

    lazimnya berpotensi menimbulkan respon imun. Keadaan tersebut disebut toleransi kekebalan

    (immunological tolerance) dan terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :

    Deleksi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel) limfosit,

    terutama limfosit T dan sebagian kecil lmfosit B, selama proses pematangan;

    Anergi klon, yaitu ketidakmampuan klon limfosit menampilkan fungsinya;

    Supresi klon, yaitu pengendalian fungsi pembantu limfosit T.

    Pada umumnya, sistem kekebalan dapat membedakan antar antigen diri (self antigen) dan

    antigen asing atau bukan diri (non-self antigen). Dalam hal ini terjadi toleransi imunologikterhadap antigen diri (self tolerance). Apabila sistem kekebalan gagal membedakan antara

    antigen self dan non-self, maka terjadi pembentukan limfosit T dan B yang auto reaktif dan

    mengembangkan reaksi terhadap antigen diri (reaksi auto imun).

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    3/25

    3

    3Milatia ningrum 1102012164

    LO.1.2. Klasifikasi

    Penyakit autoimunity dapat secara luas dibagi menjadi gangguan autoimun sistemik dan organ-spesifik atau lokal, tergantung pada fitur clinico-pathologic pokok masing-masing penyakit.

    Sistemik autoimun : penyakit lupus, sindrom Sjgren, skleroderma, rheumatoid arthritis,dan dermatomyositis. Kondisi ini cenderung dikaitkan dengan autoantibodi untuk antigenyang tidak spesifik jaringan.

    Lokal sindrom yang mempengaruhi organ tertentu atau jaringan:o Gastrointestinal: penyakit Coeliac, anemia pernisiosao Dermatologic: Pemphigus vulgaris, Vitiligo

    Haematologic: Autoimmune haemolytic anaemia, Idiopathic thrombocytopenic

    purpura

    o Neurologis: Myasthenia graviso Endocrinologic: Diabetes mellitus tipe 1, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison.

    Menggunakan tradisi organ khusus dan non-organ khusus pada skema klasifikasi, banyakpenyakit telah disatukan di bawah payung penyakit autoimun.

    LO.1.3. Mekanisme

    Sistem imun tubuh telah berkembang sedemikian rupa sehingga mampu mengenal setiap antigen

    asing dan membedakannya dengan struktur antigen diri (self antigen), tetapi dapat saja timbul

    gangguan terhadap kemampuan pengenalan tersebut sehingga terjadi respons imun terhadap

    antigen diri yang dianggap asing. Respons imun yang disebut autoimunitas tersebut dapat berupa

    respons imun humoral dengan pembentukan autoantibodi, atau respons imun selular.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    4/25

    4

    4Milatia ningrum 1102012164

    Autoimunitas sebetulnya bersifat protektif, yaitu sebagai sarana pembuangan berbagaiproduk akibat kerusakan sel atau jaringan. Autoantibodi mengikat produk itu diikuti dengan

    proses eliminasi. Autoantibodi dan respons imun selular terhadap antigen diri tidak selalu

    menimbulkan penyakit.

    Penyakit autoimun merupakan kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisologik akibatrespons autoimun. Perbedaan ini menjadi penting karena respons autoimun dapat terjadi

    tanpa penyakit atau pada penyakit yang disebabkan oleh mekanisme lain (seperti infeksi).

    Istilah penyakit autoimun yang berkonotasi patologik ditujukan untuk keadaan yangberhubungan erat dengan pembentukan autoantibodi atau respons imun selular yang

    terbentuk setelah timbulnya penyakit.

    LI.

    2.

    Memahami dan Menjelaskan Sistemic Lupus Eritematosus

    LO.2.1. Etiologi

    Penyakit lupus eritematosus termasuk penyakit kolagen, penyakit kolagenosis, penyakit

    mesenkhim. Menurut klasifikasi oleh Klemperer, yang termasuk golongan tersebut selain lupus

    eritematosus antara lain ; skleroderma, dermatomiositis, arthritis rematika, demam rematik dan

    poliarthritis. Klasifikasi tersebut berdasarkan atas degenerasi fibrinoid serat-serat kolagen yang

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    5/25

    5

    5Milatia ningrum 1102012164

    luas yang terdapat di dalam jaringan mesenkhikm. Kelainan serat kolagen dan serat fibrin

    menimbulkan manifestasi klinis yang berlainan. Yang sama ialah, bahwa semua penyakit pada

    golongan ini merupakan satu kompleks respon autoimun, disini hanya akan dibahas lupus

    eritematosus sistemik.

    Lupus sebernanya telah dikenal kurang dari seabad lalu. Kala itu, penyakit itu dikira gigitan

    anjing hutan. Dugaan itulah yang menyebabkan penyakit ini kemudian disebut lupus yang berarti

    anjing hutan dalam bahasa latin. Dalam perkembangan selanjutnya, lupus menyebar ke seluruh

    organ di dalam tubuh, maka muncullah sebutan lupus eritematosus sistemik (LES) itu. Perjalanan

    penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus menerus, dengan kekambuhan yang

    menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Sekitar 80 %

    kelainan melibatkan jaringan persendian, kulit dan darah ; 30-50 % menyebabkan kelainan

    ginjal, jantung dan sistem saraf, serta 10-20 % menyebabkan trombosis arteri dan vena yangberhubungan dengan anti-bodi anti-kardiolipin 1,2,4,5 . Prevalensi lupus eritematosus sistemik

    di antara etnik adalah wanita kulit hitam 1 : 250, wanita kulit putih 1 : 4300 dan wanita cina 1 :

    10001,2 .

    Faktor Genetik

    Orang-orang tertentu secara genetik rentan untuk mengembangkan penyakit autoimun.

    Kerentanan ini dikaitkan dengan beberapa gen ditambah faktor risiko lainnya. Genetik individu

    tertentu cenderung tidak selalu mengembangkan penyakit autoimun.

    Tiga gen utama yang diduga dalam penyakit autoimun.

    Imunoglobulin T-sel reseptor Kompleks histokompatibilitas utama (MHC).Dua yang pertama, yang terlibat dalam pengakuan antigen, secara inheren rentan terhadap

    variabel dan rekombinasi. Variasi ini memungkinkan sistem kekebalan tubuh untuk menanggapi

    berbagai sangat luas penjajah, tetapi juga dapat menimbulkan limfosit dalam swa-reaktivitas.

    Para ilmuwan seperti H. McDevitt, G. Nepom, J. Bell dan J. Todd juga telah menyediakan bukti

    kuat yang menunjukkan bahwa MHC kelas II tertentu allotypes berkorelasi sangat

    HLA DR2 sangat berkorelasi positif dengan Systemic Lupus Erythematosus ,narkolepsi

    [6]dan multiple sclerosis , dan berkorelasi negatif dengan tipe DM 1.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    6/25

    6

    6Milatia ningrum 1102012164

    HLA DR3 berkorelasi kuat dengan sindrom Sjgren , myasthenia gravis , SLE , dan JenisDM 1.

    HLA DR4 berkorelasi dengan asal-usul rheumatoid arthritis , tipe 1 diabetes mellitus , danpemfigus vulgaris .

    Yang paling menonjol dan konsisten adalah hubungan antara HLA B27 dan ankylosing

    spondylitis . Korelasi ini mungkin ada di antara polimorfisme dalam MHC kelas II promotor dan

    penyakit autoimun.

    Kontribusi dari gen luar kompleks MHC tetap menjadi subjek penelitian, pada hewan model

    penyakit (studi ekstensif Linda Wicker genetik diabetes pada tikus NOD), dan pada pasien

    (analisis keterkaitan Brian Kotzin dari kerentanan terhadap SLE ).

    Baru-baru ini PTPN22 telah dikaitkan dengan penyakit autoimun multiple termasuk Tipe Idiabetes, rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosis, tiroiditis Hashimoto, penyakit

    Graves, penyakit Addison, Miastenia Gravis, vitiligo, sklerosis sistemik juvenil idiopatik

    arthritis, dan arthritis psoriatis.

    Jenis Kelamin

    Rasio perempuan / laki-laki insiden penyakit autoimun

    Hashimoto thyroiditis 10/1

    Graves disease 7/1

    Multiple sclerosis (MS) 2/1

    Miastenia gravis 2/1

    Systemic lupus erythematosus (SLE) 9/1

    Rheumatoid arthritis 5/2

    Jenis kelamin tampaknya memiliki beberapa peran pentingdalam pengembangan autoimunitas,

    mengklasifikasikan penyakit yang paling autoimun sebagaiseks penyakit terkait. Hampir

    75%lebih dari 23,5 juta orang Amerika yang menderita penyakit autoimun adalah perempuan,

    meskipun jutaan pria juga menderita penyakit ini. Menurut the American Autoimmune Related

    Diseases Association (AARDA), penyakit autoimun yang berkembang pada pria cenderung lebih

    parah. Penyakit autoimun beberapa bahwa laki-laki sama atau lebih mungkin berkembang

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    7/25

    7

    7Milatia ningrum 1102012164

    pada perempuan, meliputi: ankylosing spondylitis , tipe 1 diabetes mellitus , Wegener

    granulomatosis , penyakit Crohn dan psoriasis .

    Perempuan tampaknya umumnya me-mount respon inflamasi yang lebih besar daripada pria

    ketika sistem kekebalan tubuh mereka dipicu, meningkatkan risiko autoimunitas.[7]

    Keterlibatan

    steroid seks ini ditunjukkan dengan bahwa penyakit autoimun cenderung berfluktuasi sesuai

    dengan perubahan hormon, misalnya, selama kehamilan, dalam siklus menstruasi, atau saat

    menggunakan kontrasepsi oral. Riwayat kehamilan juga tampaknya meninggalkan peningkatan

    risiko gigih untuk penyakit autoimun. Pertukaran sedikit sel antara ibu dan anak-anak mereka

    selama kehamilan dapat menyebabkan otoimun. Hal ini akan ujung keseimbangan gender dalam

    arah betina.

    Teori lain menunjukkan kecenderungan tinggi perempuan untuk mendapatkan autoimunitas ini

    disebabkan oleh ketidakseimbangan kromosom X dinonaktifkan . Teori X-inaktivasi miring,

    diusulkan oleh Princeton University Jeff Stewart, baru-baru ini telah dikonfirmasi eksperimentalpada tiroiditis skleroderma dan autoimun. kompleks lainnya terkait-X mekanisme kerentanan

    genetik diusulkan dan sedang diselidiki.

    LO.2.2. Patogenesis dan Patofisiologis

    Berbagai teori telah diajukan oleh para peneliti tentang patogenesis autoimunitas tetapi

    tampaknya masing-masing mempunyai kebenaran dan kelemahan sendiri.

    Berbagai teori patogenesis autoimunitas

    Pelepasan antigen sekuesterPenurunan fungsi sel T supresorPeningkatan aktivitas sel Th, pintas

    sel TDefek timusKlon abnormal, defek induksi toleransiSel B refrakter terhadap sinyal

    supresorDefek makrofagDefek sel stemDefek jaringan idotip-antiidiotip Gen abnormal: gen

    respons imun, gen immunoglobulin

    Faktor virus

    Faktor hormone

    Berdasarkan karakteristik penyakit autoimun organ spesifik maka timbul dugaan adanya antigen

    sekuester dalam suatu organ, yang karena tidak pernah berkontak dengan sistem limforetikularmaka apabila suatu saat terbebas akan dianggap asing dan menimbulkan pembentukan

    autoantibodi. Contohnya adalah autoantibodi terhadap sperma setelah vasektomi, lensa mata

    setelah trauma mata, otot jantung setelah infark miokard, atau jaringan lain yang bila terbebas

    akan menimbulkan pembentukan autoantibodi.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    8/25

    8

    8Milatia ningrum 1102012164

    Seperti telah kita ketahui maka aktivasi sistem imun akan diikuti oleh mekanisme pengatur yang

    meningkatkan atau menekan dan menghentikan respons imun. Gangguan pada mekanisme

    supresi, baik jumlah maupun fungsi sel Ts, akan meningkatkan pembentukan autoantibodi bila

    respons imun tersebut sel ditujukan terhadap autoantigen.

    Respons imun hampir selalu membutuhkan kerjasama sel T dan sel B, dan telah diketahui bahwa

    mekanisme toleransi ditentukan oleh sel T. Bila sel T toleran tersebut teraktivasi oleh faktor

    nonspesifik atau antigen silang yang mirip dengan antigen diri, maka sel B yang bersifat tidak

    toleran akan membentuk autoantibodi. Timus dan sel mikronya sangat penting untuk diferensiasi

    sel T. Bila terjadi gangguan maka akan terjadi defek sistem imun yang akan mempercepat proses

    autoimun. Produksi autoantibodi dilakukan oleh sel B, dan gangguan imunitas selular, baik

    peningkatan sel Th atau penekanan sel Ts, akan meningkatkan aktivitas sel B.

    Selain itu dapat juga terjadi kelainan pada sel B yang bersifat intrinsik, misalnya terdapat klon

    sel B autoreaktif yang hiperresponsif terhadap berbagai stimuli, atau kelainan ekstrinsik berupa

    aktivasi sel B oleh mitogen endogen atau eksogen yang disebut aktivator poliklonal. Sel B dapat

    bereaksi dengan autoantigen melalui berbagai reseptornya yang mempunyai aviditas rendah

    sampai tinggi, sementara sel T tetap

    toleran. Aktivator poliklonal yang terdiri dari produk bakteri, virus, atau komponen virus,

    parasit, atau substansi lainnya dapat langsung merangsang sel B tersebut untuk memproduksi

    autoantibodi (lihat Gambar 15-3). Hal ini dapat terlihat dengan terdeteksinya faktor rheumatoid

    dan antinuklear, antilimfosit, antieritrosit, serta anti-otot polos setelah infeksi parasit, bakteri,

    atau virus. Selain itu terbukti pula bahwa lipopolisakarida bakteri dapat menginduksi limfosit

    tikus untuk memproduksi berbagai autoantibodi seperti anti DNA, antiglobulin ,antitimosit, dan

    antieritrosit.

    Makrofag mempunyai fungsi penting untuk memproses dan mempresentasikan antigen pada

    limfosit, serta memproduksi berbagai sitokin untuk aktivasi limfosit. Fungsi penting lainnya

    adalah sebagai fagosit untuk mengeliminasi berbagai substansi imunologik yang tidak

    diinginkan, misalnya kompleks imun. Pada penderita penyakit autoimun diduga bahwa eliminasikompleks imun tidak berfungsi dengan baik karena jumlah reseptor Fc dan CR1 (C3b, imun

    adherens) pada makrofag berkurang, tetapi hasil penelitian tentang fungsi makrofag pada

    penyakit autoimun masih belum konsisten.

    Autoimunitas dapat juga terjadi karena defek pembentukan toleransi yang telah dibuktikan pada

    hewan percobaan, akibat gangguan sel T atau sel B, atau keduanya. Gangguan toleransi ini hanya

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    9/25

    9

    9Milatia ningrum 1102012164

    terjadi untuk antigen tertentu saja. Sampai sejauh ini masih belum dapat diambil kesimpulan

    komprehensif dari penelitian tentang peran defek toleransi tersebut.

    Cara terbaik untuk membuktikan peran humoral, selular, lingkungan mikro atau virus terhadap

    autoimunitas adalah uji transfer autoimunitas dengan jaringan atau ekstrak jaringan hewan

    percobaan yang mempunyai predisposisi genetik autoimun ke resipien tanpa defek tersebut.

    Dengan cara ini maka terlihat bahwa defek sel stem, terutama prekursor sel B, lebih berperan

    untuk timbulnya autoimunitas daripada sel B matang.

    Aktivasi sel B ditentukan oleh sejumlah sinyal dan faktor yang datang dari sel T. Pada penyakit

    autoimun sistemik terdapat peningkatan jumlah sel B aktif dan yang memproduksi antibodi

    poliklonal. Hiperreaktivitas sel B ini disebabkan oleh defek sel B terhadap kebutuhan sinyal,

    produksi faktor proliferasi, diferensiasi, dan maturasi oleh sel T yang berlebih, atau respons sel Byang tidak normal terhadap faktor-faktor tersebut. Akibatnya akan terjadi

    hipergamaglobulinemia, produksi autoantibodi, alih imunoglobulin menjadi autoantibodi

    subkelas patologik, dan akhirnya penyakit autoimun sistemik.

    Para penulis sepakat bahwa peran faktor genetik terhadap angka kejadian, awitan, dan perjalanan

    penyakit autoimun sangat besar. Gen yang bertanggung jawab terhadap predisposisi autoimun ini

    bukanlah lokus tunggal, dan dihubungkan dengan gen yang menentukan respons imun terhadap

    antigen, yaitu gen MHC dan gen imunoglobulin. Hal ini terlihat dari adanya hubungan antara

    suatu antigen HLA dengan penyakit tertentu yang dinyatakan dengan risiko relatif.

    Sel B dan sel T serta produknya dapat mengekspresikan determinan idiotip atau anti-idiotip yang

    ikut berfungsi sebagai regulator sistem imun. Antibodi anti-idiotipik dapat menekan atau

    merangsang respons imun. Pada umumnya autoantibodi anti-idiotipik akan menekan respons

    imun terhadap idiotip. Seperti halnya antibodi biasa, autoantibodi merupakan produk respons

    imun terhadap antigen/autoantigen, atau terhadap Ab2 (anti-idiotip) yang menyerupai antigen.

    Oleh karena itu dapat diduga bahwa autoimunitas dapat terjadi akibat defek regulasi sistem imun

    yang menyebabkan penekanan atau rangsangan produksi antibodi anti-idiopatik (lihat Gambar15-4). Defek tersebut dapat menyebabkan produksi autoantibodi atau stimulasi Ab1 (idiotip)

    yang tidak terkontrol walaupun tidak ada antigen lagi. Diduga bahwa defek ini berhubungan erat

    dengan sirkuit sel B-Th-Ts dan idiotip serta anti-idiotipnya.

    Tidak satu pun dari teori tersebut dapat memberikan penjelasan tunggal yang memuaskan,

    sehingga disimpulkan bahwa semua faktor tersebut berperan pada patogenesis autoimunitas.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    10/25

    10

    10Milatia ningrum 1102012164

    LO.2.3. Manifestasi Klinik

    Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Onset penyakit dapat

    spontan atau didahului oleh faktor presipitasi. Setiap serangan biasanya disertai dengan gejala

    umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan

    menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol adalah demam, kadang-kadang disertai

    menggigil.Banyak wanita SLE menderitaflare pada fase postovulasi dari siklus menstruasi, dan

    mengalami resolusi ketika telah terjadi haid.

    Muskuloskeletal

    Gejala yang paling sering berupa artritis atau atralgia (53-95%) dan biasanya mengawali

    gejala yang lain. Selain kelemahan dan edema dapat pula terjadi efusi yang bersamaan dengan

    poliartritis yang bersifat simetris, nonerosif, dan biasanya tanpa deformitas,

    bukan kontraktur

    atau ankilosis. Kaku pagi hari jarang ditemukan. Adakalanya terdapat nodul reumatoid. Mungkin

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    11/25

    11

    11Milatia ningrum 1102012164

    juga terdapat nyeri otot dan miositis.Paling sering mengenai interfalangeal proksimal (PIP) dan

    metakarpofalangeal, pergelangan tangan, siku dan lutut.

    Gejala mukokutan

    Ruam kulit yang dianggap khas untuk SLE adalah ruam kulit berbentuk kupu-kupu

    (butterfly rash) berupa eritema pada hidung dan kedua pipi (55-90%). Pada bagian tubuh yang

    terpapar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas.

    Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi.

    Biasanya tampak sebagai bercak eritematosus yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai

    penyumbatan folikel, dan jika telah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.

    Vaskulitis kulit dapat berupa memar yang dalam dan bisa menyebabkan ulserasi serta

    perdarahan jika terjadi pada membran mukosa mulut, hidung, atau vagina. Pada beberapa orang

    dapat terjadi livido retikularis, lesi ungu-kemerahan pada jari-jari tangan dan kaki atau dekat

    kuku jari.3

    Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi. Kadang-kadang

    terdapat urtikaria yang tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid dan antihistamin. Biasanya hilang

    beberapa bulan setelah penyakit tenang secara klinis dan serologis.

    Ginjal

    Sebanyak 70% pasien SLE akan mengalami kelainan ginjal. Pengendapan komplek imun

    yang mungkin mengandung ds-DNA, bertanggung jawab atas terjadinya kelainan ginjal.

    Bentukin situ kompleks imun memungkinkan pengikatan DNA ke membran basalis glomeruluis

    dan matriks ekstraseluler. Dengan mikroskop elektron, kompleks imun akan tampak dalam pola

    kristalin di daerah mesangeal, subendotelial atau subepitelial. IgG merupakan imunoglobulin

    yang paling sering tampak diikuti oleh IgA dan IgM. Kadang-kadang tampak IgG, IgA, IgM,

    C3, C4 dan C1q pada glomerulus yang sama (pola full house).

    Sistem saraf

    Gangguan neurologik mengenai 25% penderita SLE. Disfungsi mental ringan

    merupakan gejala yang paling umum, namun dapat pula mengenai setiap daerah otak, saraf

    spinal, atau sistem saraf. Beberapa gejala yang mungkin tampak adalah seizure, psikosis, organic

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    12/25

    12

    12Milatia ningrum 1102012164

    brain syndrome, dan sakit kepala. Pencitraan otak menunjukkan adanya kerusakan serabut saraf

    dan mielin. Gejala yang tampak berupa irritabilitas, kecemasan, depresi, serta gangguan ingatan

    dan konsentrasi ringan.

    Kardiovaskuler

    Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard), iskemia

    miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).Keadaan tersebut dapat menimbulkan nyeri

    dan arithmia.

    Paru

    Efusi pleura , dan pleuritis dapat terjadi pada SLE.Diagnosis pneumonitis lupus baru

    dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain telah disingirkan seperti infeksi, virus jamur,

    tuberkulosis. Gejalanya berupa takipnea, batuk, dan demam. Hemoptisis menandakan terjadinya

    pulmonary hemorhage. Nyeri dada dan pernapasan pendek sering tejadi bersama gangguan

    tersebut.

    Saluran pencernaan

    Sekitar 45% pasien SLE menderita masalah gastrointestinal, termasuk nausea, kehilangan

    berat badan, nyeri abdomen ringan, dan diare. Radang traktus intestinal jarang terjadi yaitu

    sekitar 5% pasien dan menyebabkan kram akut, muntah, diare, dan walaupun jarang, perforasi

    usus.Retensi cairan dan pembengkakan dapat menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal.

    Mata

    Peradangan pembuluh darah pada mata dapat mengurangi suplai darah ke retina, sehingga

    menyebabkan degenerasi sel saraf dan resiko terjadinya perdarahan retina. Gejala yang paing

    umum adalah cotton-wool-like spots pada retina. Sekitar 5% pasien mengalami kebutaan

    sementara yang terjadi secara tiba-tiba.Kelainan lain berupa konjungtivitis, edema periorbital,

    perdarahan subkonjungtival, uveitis dan adanya badan sitoid di retina

    LO.2.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding

    Beberapa pemeriksaan autoantibodi seringkali dapat membantu diagnosis penyakit autoimun

    Pemeriksaan tersebut juga bermanfaat sebagai pemeriksaan penyaring pada kelompok risiko

    seperti misalnya keluarga penderita penyakit autoimun, atau mencari penyakit autoimun lain

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    13/25

    13

    13Milatia ningrum 1102012164

    yang sering menyertai suatu penyakit autoimun tertentu seperti kemungkinan tiroiditis pada

    gastritis autoimun atau sebaliknya.

    Diagnosis gangguan autoimun sebagian besar bertumpu pada sejarah yang akurat dan

    pemeriksaan fisik pasien, dan indeks kecurigaan yang tinggi dengan latar belakang kelainan

    tertentu pada tes laboratorium rutin (misalnya, tinggi protein C-reaktif ). Pada gangguan sistemik

    beberapa tes serologi yang dapat mendeteksi spesifik autoantibodi dapat digunakan. Gangguan

    Local paling mudah didiagnosa oleh biopsi spesimen imunofluoresensi . Autoantibodi

    digunakan untuk mendiagnosa beberapa penyakit autoimun . Tingkat autoantibodi diukur untuk

    menentukan kemajuan penyakit.

    Diagnosis SLE harus dipikirkan pada :

    Wanita mudaDidapatkan lesi pada area yang terekspose matahari

    Manifestasi sendi

    Depresi dari hemoglobin,sel darah putih,sel darah merah,trombosit

    Tes serologi ynag positif(ANA,anti-native DNA,serum complemen yang rendah).

    Diagnosis pasti dapat ditegakan bila 4 atau lebih dari 11 kriteria ARA terpenuhi.

    Kriteria SLE dari ARA, tahun 1997:

    1. Malar rasherythema yang fixed,datar/meninggi.Letaknya pada malar,biasanya tidak mengenai

    lipatan nasolabial.

    2. .Discoid rashLesi erythemetous yang meninggi dengan squama keratotic.Kadang tampak scar yang

    atofi.

    3. Fotosensitivitas.Diketahui melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik.

    4. Ulkus oralUlserasi dimulut atau nasofaring,biasanya tidak nyeri.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    14/25

    14

    14Milatia ningrum 1102012164

    5. Arthritisnonerosive arthritis melibatkan 2 atau lebih dari sendi perifer. Ditandai dengan

    nyeri,bengkak,atau efusi.

    6. SerositisPada pleuritis didapatkan riwayat nyeri pleural,pleural friction rub,efusi pleura.Pada

    pericarditis tampak pada ECG,gesekan pericard,efusi pericard.

    7. Gangguan Renalproteinuria >0,5 g/hari atau >3+,atau cellular cast berupa eritrosit,hemoglobin

    granular,tubular,atau campuran.

    8. Kelainan neorologispsikosis,kejang-kejang (tanpa sebab yang jelas).

    9. Kelainan hematologisanemia hemolytic

    leukopenia(

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    15/25

    15

    15Milatia ningrum 1102012164

    Drug eruption.

    Limfoma.

    Leukemia.

    Trombotik trombositopeni purpura.

    Sarcoidosis.

    Lues II

    Bacterial sepsis.

    LO.2.5. Pencegahan

    Untuk mencegah kekambhan SLE, pasien sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berikutii:

    1. Hindari stress dan trauma fisik. Stress dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudahmemiliki kecenderungan akan penyakit ini.

    2. Hindari merokok3. Hindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi,4. Cukuplah beristirahat. Kelelahan dan aktivitas fisik berlebih bias memicu kambuhnya

    SLE.

    5. Diet sesuai kelainan. Misalnya jika hiperkolestrol, maka pasien harus diet rendah lemak.6. Hindari infeksi. Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang

    penyakit ini kambuh setelah infeksi.

    7. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya pukul 09.00-15.00 karena psien SLEcenderung sensitive terhadap sinar ultraviolet,kulit yang terkena sinar matahari akan

    menimbulkan kelainan kulit seperti timbul bercak merah yang menonjol/menebal.

    8. Hindari obat-obatan yang mengandung hormone estrogen seperti KB/kontrasepsi.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    16/25

    16

    16Milatia ningrum 1102012164

    LO.2.6. Penatalaksanaan

    Pengobatan untuk penyakit autoimun secara tradisional seperti imunosupresif , anti-inflamasi

    (steroid), atau paliatif . Non-imunologi terapi, seperti penggantian hormon pada tiroiditis

    Hashimoto atau tipe 1 diabetes mellitus mengobati hasil dari respon autoaggressive, sehingga ini

    adalah paliatif perawatan. Intervensi diet dan manipulasi diet membatasi keparahan penyakit

    celiac, srtritis dan penyakit lainnya.Pengobatan steroid atau NSAID membatasi gejala inflamasi

    dari banyak penyakit. Terapi spesifik imunomodulator , seperti antagonis TNFa (misalnya

    etanercept ), sel B depleting agen rituximab , reseptor anti-IL-6 tocilizumab dan pemblokir

    costimulation abatacept telah terbukti berguna dalam mengobati RA. Beberapa immunotherapies

    mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko efek samping, seperti kerentanan terhadap

    infeksi.

    Terapi obat cacing adalah pendekatan eksperimental yang melibatkan inokulasi pasien dengan

    spesifik usus parasit nematoda (cacing). Saat ini ada dua perlakuan yang terkait erat tersedia,

    inokulasi dengan baik Necator americanus, umumnya dikenal sebagai cacing tambang , Trichuris

    atau Ova Suis, umumnya dikenal sebagai Telur cacing cambuk babi. T vaksinasi sel juga sedang

    dieksplorasi sebagai terapi masa depan untuk auto-imun gangguan.

    Dua prinsip strategi pengobatan autoimun antara lain supresi respons imun atau mengganti

    fungsi organ yang rusak. Penggantian fungsi merupakan metode pengobatan yang sering

    digunakan pada autoimun endokrinologi pada gagal organ yang ireversibel, contohnya pada

    hipotirodisme. Namun apabila kebutuhan hormon yang defisit tidak dapat diatasi melalui terapi

    pengganti, maka dapat timbul masalah metabolik. Supresi autoimun sebelum kerusakan organ

    ireversibel menjadi pilihan yang lebih menarik, namun sangat sulit dalam deteksi dini. Pada

    kasus autoimun seperti SLE, artritis reumatoid dan penyakit ginjal autoimun, terapi imunosupresi

    menjadi sarana yang dapat mencegah disabilitas berat dan kematian. Pengobatan penyakit

    autoimun meliputi kontrol metabolik, obat anti-inflamasi, imunosupresan, dan kontrol

    imunologis.

    Kontrol metabolik

    Sebagian besar pendekatan pengobatan penyakit autoimun adalah dengan manipulasi respons

    imun. Tetapi pada penyakit organ spesifik kontrol metabolik biasanya sudah memadai, misalnya

    pemberian tiroksin untuk miksedema primer, insulin untuk diabetes juvenil, vitamin B12 untuk

    anemia pernisiosa, obat antitiroid untuk penyakit Grave, dan lain-lain.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    17/25

    17

    17Milatia ningrum 1102012164

    Obat antikolinesterase untuk miastenia gravis biasanya diberikan dalam jangka panjang.

    Timektomi seringkali bermanfaat sehingga disimpulkan bahwa kelenjar tersebut mengandung

    reseptor asetilkolin dalam bentuk antigen.

    Obat anti-inflamasi

    Obat yang bekerja sebagai anti-inflamasi, misalnya kortikosteroid, menunjukkan manfaat

    terhadap berbagai penyakit autoimun serius seperti miastenia gravis, LES, dan nefritis kompleks

    imun. Obat AINS seperti salisilat, indometasin, fenoprofen atau ibuprofen dipakai pula untuk

    artritis rheumatoid.

    Imunosupresan

    Siklosporin A yang menghambat sekresi IL-2 bekerja sebagai anti-inflamasi dan antimitotik,

    serta telah dicoba pemakaiannya untuk diabetes juvenil, LES, dan artritis reumatoid walaupunmasih belum dapat diambil kesimpulan akhir tentang manfaatnya.

    Imunosupresan yang dipakai saat ini umumnya obat konvensional yang bersifat nonspesifik,

    misalnya azatioprin, siklofosfamid, dan metotreksat yang biasanya diberikan bersama

    kortikosteroid. Pengobatan tersebut telah sering dilakukan dengan hasil cukup baik, misalnya

    untuk LES, hepatitis kronik aktif, dan anemia hemolitik autoimun.

    Kontrol imunologis

    Pada saat ini kontrol imunologis terhadap penyakit autoimun masih sangat terbatas

    pemakaiannya untuk riset terutama pada hewan percobaan. Tindakan yang cukup sering

    dilakukan adalah transfusi tukar plasma untuk mengurangi kompleks imun, yang dilaporkan

    bermanfaat sementara untuk LES tetapi cukup baik untuk sindrom Goodpasture. Iradiasi kelenjar

    limfe total masih terus dieksplorasi dan diamati hasilnya. Pada saatnya kelak diharapkan akan

    dapat dilakukan koreksi terhadap defek sel stem atau timus dengan transplantasi sumsum tulang,

    sel stem atau timus, atau dengan hormon timus. Selain itu pemberian faktor timus diharapkan

    akan dapat menjaga kontrol sel Ts terhadap autoimunitas.

    Percobaan pada hewan telah berhasil untuk melakukanswitching-offsel B yang terlihat dengan

    menurunnya anti-DNA. Demikian pula pemberian beberapa antibodi monoklonal seperti anti-

    kelas II dan antiT4 memperlihatkan perbaikan klinis LES dan artritis reumatoid pada hewan

    percobaan.

    Aksi imunosupresif kuat oleh antibodi anti-idiotipik telah dicoba untuk dimanfaatkan. Bayi yang

    lahir dari ibu penderita miastenia gravis dapat bertahan terhadap efek patogen anti-reseptor

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    18/25

    18

    18Milatia ningrum 1102012164

    asetilkolin maternal dengan membentuk anti-idiotipik terhadap antibodi maternal tersebut.

    Diharapkan aplikasi pemahaman terhadap jaringan anti-idiotip akan dapat mengatasi berbagai

    kesulitan pada pengobatan penyakit autoimun.

    Beberapa subjek penelitian lain misalnya terhadap aktivitas kontrasupresor atau ekspresi HLA

    yang tidak adekuat, antagonis limfokin, atau mengolah berbagai matra sitotoksik baik dengan

    pemanfaatan toksin bakteri ataupun bahan radioaktif.

    Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna(sangat jarang didapatkan remisi yang

    sempurna).Meskipun begitu dokter bertugas untuk memanage dan mengkontrol supaya fase akut

    tidak terjadi.Tujuan pengobatan selain untuk menghilangkan gejala,juga memberi pengertian dan

    semangat kepada penderita untuk dapat bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari.

    Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diit tinggi kalori tinggi protein dan pemberian vitamin.

    Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan eksaserbasi pada SLE,yaitu:

    a. Monitoring teraturb. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukupc. Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan pemberian sun

    screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari

    d. Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang adekuat.e. Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan .

    Berikut adalah beberapa terapi medikamentosa pada penderita SLE.

    1. NonSteroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID):

    NSAID berguna karena kemampuannya sebagai analgesik, antiperitik dan antiinflamasi. Obat iniberguna untuk mengatasi SLE dengan demam dan arthralgia/arthritis. Aspirin adalah salah satu

    yang paling banyak diteliti kegunaannya. Ibuprofen dan indometasin cukup efektif untuk

    mengobaati SLE dengan arthritis dan pleurisi, dalam kombinasi dengan steroid dan antimalaria.

    Keterbatasan obat ini adalah efeksamping pada saluran pencernaan terutama pendarahan dan

    ulserasi. Cox2 dengan efek samping yang lebih sedikit diharapkan dapat mengatasi hal ini,

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    19/25

    19

    19Milatia ningrum 1102012164

    sayang belum ada penelitian mengenai efektivitasnya pada SLE. Efek samping lain dari OAINS

    adalah : reaksi hipersensitivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik.

    2. Antimalaria

    Efektivitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui, dan

    obat initelah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk SLE kulit terutama LE diskoid dan LE

    kutaneus subakut. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu pemrosesan antigen di makrofag

    dan sel penyaji antigen yang lain dengan meningkatkan pH di dalam vakuola lisosomal. Juga

    menghambat fagositosis, migrasi netrfil, dam metabolisme membran fosfolipid. Antimalaria

    dideposit didalam kulit dan mengabsorbsi sinar UV. Hidrosiklorokuin menghaambat reaksi kulit

    karena sinar UV. Bebrapa penelitian melaporkan bahwa antimalaria dapat menurunkan

    koSLEterol total, HDL dan LDL, pada penderita SLE yang menerima steroid maupun yang

    tidak.

    Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia : hidroksiklorokuin (dosis 200-400mg/hari), klorokuin

    (250mg/hari), kuinarkrin (100mg/hari). Hidroksiklorokuin lebih efektif daripada klorokuin, dan

    efek sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada

    saluran pencernaan, kembung, mual, dan muntah; efk sam ping lain adalah timbulnya ruam,

    toksisitas retin, daan neurologis (jarang).

    3. Kortikosteroid

    Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekaanisme antiinflamasi dan amunosuprefit. Dari

    berbagai jenis steroid, yang paling sering digunakan adalah prednison dan metilprednisolon.

    Pada SLE yang ringan (kutneus, arthritis/arthralgia) yang tidak dapat dikontrol oleh NSAID dan

    antimalaria, diberikan prednison2,5 mg sampai 5 mg perhari. Dosis ditingkatkan 20% tiap 1

    sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis. Pada SLE yang akut dan mengancam jiwa

    langsung diberikan steroid, NSAID dan antimalaria tidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi

    serius SLE yang membaik dengan steroid antara lain : vaskulitis, dermatitis berat ataau SCLE,

    poliarthritis, poliserosistis, myokarditis, lupus pneumonitis, glomeruloneftritis (bentuk

    proliferatif), anemia hemolitik, neuropati perifer dan krisis lupus.

    Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regimen pemberian steroid:

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    20/25

    20

    20Milatia ningrum 1102012164

    1. Regimen I: daily oral short acting (prednison, prednisolon, metilprednisolon), dosis: 1-2mg/kg BB/hari dimulai dalam dosis terbagi, lalu diturunkaan secara bertahap (tapering)

    sesuai dengan perbaikan klinis dan laboratoris. Regimen ini sangat cepat mengontrol

    penyakit ini, 5-10 hari untuk manifestasi hemotologis atau saraf, serositis, atau vaskulitas;

    3-10 minggu untuk glomerulonephritis.

    1. Regimen II : methylprednisolone intravena, dosis: 500-1000 mg/hari, selama 3-5 hari atau30 mg/kg BB/hari selam 3 hari. Regimen ini mungkin dapat mengontrol penyakit lebih

    cepat dari pada terapi oral setiaap hari, tetapi efek yang menguntungkan ini hanya bersifat

    sementara, sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama.

    2. Regimen III: kombinasi regimen 1 atau 2 dengan obat sitostatik azayhioprine ataucyclophosphamide.

    Setelah kelaainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,5-5 mg/minggu

    sampai dicapai maintenance dose.

    4. Methoreksat

    Methoreksat adaalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyaakit rematik

    efek imunosupresifnya lebih lemah daripada obat alkilating atauazathrioprin. Methorekxate dosis

    rendah mingguan, 7,5-15 mg, eektif sebagai steroid sprring agent dan dapat diterima baik oleh

    penderita, terutama pada manifestsi kulit dan mukulosketetal. Gansarge dkk. Melakukan

    percobaan dengan memberikan Mtx 15 mg/minggu pada kegagalan steroid dan antimalaria.

    Efek samping Mtx yang paling sering dipakai adalah:lekopenia, ulkus oral, toksisitas

    gastrointestinal, hepatotoksisitas.untuk pemantauan efek samping diperlukan pemeriksaan darah

    lengkap,tes fungsi ginjal dan hepar.pada penderita dengan efek samping

    gastrointestinal,pemberian asam folat 5 mg tiap minggu akan mengurangi efek tersebut.

    5. Imunosupresan atau sitostatik yang lain.

    Azathhioprine (Imuran AZA)

    Cylophosphamide (chitokxan, CTX)

    Chlorambucil (leukeran, CHL)

    Cyclosporine A

    Tacrolimus (FK506)

    Fludarabine

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    21/25

    21

    21Milatia ningrum 1102012164

    Cladribine

    Mycophenolate mofetil

    6. Terapi hormonal

    Dehidroxyepiandrosterone Sulfate (DHEAS)Danazol

    7. Pengobatan Lain

    Dapsone

    Dapsone, atau 4.4- diaminophenylsulphone, bekerja dengan cara mengganggu metabolisme

    folat dan menghambat asam para aminobenzoat, dan menghambat jalur alternative komplemen

    serta sitotoksisitas netrofil. Tersedia sejak lebih dari 50 tahun yang lalu untuk pengobatan lepra.Dapson ternyata efektif untuk pengobatan Lupus eritematosus kutaneus. Leukopenia, dan

    trombositopenia pada SLE, dengan dosis 50-150 mg/hr. hampir semua penderita yang menerima

    dapsone akan mengalami anemia hemolitik ringan yang biasanya berhubungan dengan dosis.

    Clofazimine (Lamprene)

    Clofazimine adalah anti leprosi juga yang telah terbukti untuk LE kutaneus yang refrakter.

    Digunakan dengan dosis antara 100 sampai 200 mg/hr. efek samping yang terutama adalah

    warna kulit yang berubah menjadi pink atau coklat gelap, dan menjadi kering.

    Thalidomide

    Thalidomide dengan dosis50 sampai 100 mg/hr serta dosis pemeliharaan 25 sampai 5o mg/hr,

    efektif untuk LE kutaneus refrakter. Obat ini bekerja dengan menghambat TNF alfa. Obat ini

    dikontraindikasikan pada kehamilan karena banyak laporan mengenai terjadinya malformasi

    janin (fokomelia).

    Immunoglobulin intravena

    Immunoglobulin intravena (IVIg) bekerja dengan menghambat reseptor Fc reikuloendotelial.

    Terapi ini berguna untuk mengatasi trombositopenia iun, dan pada keadaan mengamcam jiwa,

    dengan dosis 2 k/kgBB/hari. 5 hari berturut-turut setiap bulan. IVIg sangat mahal, oleh karena itu

    hanya digunakan pada SLE yang resisten terhadap terapi standar, atau pada keadaan SLE yang

    berat.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    22/25

    22

    22Milatia ningrum 1102012164

    External Device

    Terdapat beberapa teknik eksternal yang kegunaannya pada SLE agak terbatas, yaitu:

    plasmapheresis, photopheresis, immunoadsorption, UVA1light (panjang gelombang: 340-

    400nm), and iradiasi limfoid total.

    8. Transplantasi Sumsum Tulang

    Hanya diberikan pada kasus SLE yang paling agresif dan rekfrakter. Terapi ini masih merupakan

    ekspwrimental untuk saat ini.

    Pengobatan Terhadap Komplikasi

    Pada komplikasi gagal ginjal dipertimbangkan pemberian diuretic,anti hipertensi,mungkin juga

    dilakukan dialysis serta transplantasi ginjal.

    Terhadap kejang-kejang dapat diberikan antikonvulsan.

    LO.2.7. Prognosis

    Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang

    menunjukan penyakit yang ringan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.

    Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-

    paru, jantung dan ginjal yang berat. Wanita hamil penderita lupus dapat melahirkan bayinya

    dengan aman, didampingi dokter spesialis kandungan (Sp.OG) dan dokter spesialis penyakit

    dalam (Sp.PD) yang berkompeten.

    LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam dalam Menghadapi Penyakit

    Salah satu di antara amalan hati, sikap jiwa yang akan menghantar seseorang kepada

    keuntungan dan kebahagiaan ialah sabar. Sabar, di segi bahasa ialah teguh hati tanpa

    mengeluh ditimpa bencana.

    Apabila dikaitkan dengan pandangan Islam, maka sabar diartikan: Telah menerima ujian

    ujian Tuhan dalam bakti dan perjuangan dengan tujuan memperoleh ridha Allah.

    Sikap sabar ini sebenarnya merupakan persediaan penting dalam rohani manusia, kerana

    hanya dengan sifat sabar, seseorang dapat berhasil dalam cita citanya.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    23/25

    23

    23Milatia ningrum 1102012164

    Sebaliknya orang yang tidak memiliki sifat ini, usahanya akan terbantut di tengah jalan dan

    cita citanya menjelma sebagai khayalan dan impian belaka.

    |

    Sabar itu amat penting pada rintangan pertama di kala menghadapi tentangan dan ujian. Ini

    diperkukuhkan lagi dengan sepotong hadith yang mafhumnya:

    Sesungguhnya sabar itu hanyalah pada rin tangan (puku lan) pertama(Bukhari,

    Muslim)

    Jika rintangan pertama dilalui dengan penuh sabar, maka rintangan rintangan berikutnya

    akan dapat dilalui dengan lebih mudah daripada rintangan pertama itu. Sehubungan dengan

    itu Allah menurutkan ayat yang mafhumnya:

    Hai orang orang yang ber iman! Berlaku sabarl ah, sabarkanlah dan perteguhkanlah

    kekuatanmu dan bertaqwalah kepada Al lah, supaya kamu memperoleh

    kebahagiaan . (Ali Imran: 200)

    Bala atau ujian ujian yang didatangkan oleh Allah untuk membuktikan sesiapa yang sabar.

    Firman Allah yang mafhumnya:

    Sesungguhnya Kami akan beri percubaan kepada kamu, sehingga Kami bukti kan orang

    yang besungguh sungguh di antara kamu, dan orang orang yang sabar, dan (hingga)

    Kami nyatakan hal-hal kamu

    . (Muhammad: 31)

    Tidaklah semua orang mempunyai sifat sabar, maka sikap ini dianggap mahal, tinggi

    nilainya dan dipandang termasuk sikap yang dipuji. Firman Allah yang mafhumnya:

    Dan orang yang sabar dan memaafkan, sesungguhnya perbuatan yang demikian i tu,

    termasuk perkara perkara yang digemari . (Al Syura: 43)

    Sabar menanti adanya kelapangan adalah solusi paling ampuh dalam menghadapi masalah,

    bukan dengan mengeluh dan berkeluh kesah.

    |

    Imam Asy Syafiirahimahullahpernah berkata dalam bait syair

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    24/25

    24

    24Milatia ningrum 1102012164

    Bersabarlah yang baik,maka niscaya kelapangan itu begitu dekat

    Barangsiapa yang mendekatkan diri pada Allah untuk lepas dari kesulitan,

    maka ia pasti akan selamat

    Barangsiapa yang begitu yakin dengan Allah,

    maka ia pasti tidak merasakan penderitaan

    Barangsiapa yang selalu berharap pada-Nya,

    maka Allah pasti akan memberi pertolongan

    |

    Rasulullah saw pernah ditanya, Siapakah yang pali ng berat uji annya?

    Nabi menjawab,

    Para nabi, kemudian yang terbaik , lalu yang terbaik, seseorang mendapatkan (bala)

    uj ian sesuai dengan kadar agamanya, bila agamanya kuat maka bertambah berat

    uj iannya, dan apabil a agamanya dangkal, maka Al lah menguji nya sesuai dengan kadar

    agamanya, seorang hamba tidak akan lepas dari uj ian sampai ia berjalan di bumi

    dengan keadaan tidak berdosa

    Fakta telah menunjukkan bahwa manusia yang paling gampang shock, kaget, dan paling

    cepat goncang menghadapi kesulitan-kesulitan hidup adalah orang-orang yang tidak

    beriman kepada Allah, orang-orang yang ragu dan lemah imannya.

    Di antara manusia ada yang menyembah All ah dengn berada di tepi, maka bil a ditimpa

    kebaikan i a merasa tenang, dan ji ka ditimpa fi tnah ia membalikkan wajahnya (mur tad)

    ia merugi di duni a dan akir at, itu lah kerugian yang nyata. (QS. Al Hajj: 11)

    Demikian itu karena mereka tidak beriman terhadap takdir Allah yang membuatnya rela,tidak mengimani Tuhan yang membuat tenang.

    Tidak pula beriman kepada para nabi sehingga dapat mene mukan keteladanan pada

    kehidupannya yang serba sulit, tidak mempercayai kehidupan akhirat yang menghembuskan

    udara segarnya yang dapat melegakan nafas, mengusir kesedihan dan membangkitkan

    harapan.

  • 7/29/2019 Skenario 3 Mpt tugas mandiri

    25/25