Top Banner
SKENARIO 3 REAKSI OBAT Seorang perempuan berusia 25 tahun di rujuk ke UGD RS dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini disertai gatal-gatal, kulit merah dan melepuh di tubuhnya setelah mendapat injeksi obat di puskesmas. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan fisik : tanda tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg denyut nadi 100x/menit frekuensi nafas 30x/menit suhu 36,5 C THT : sesak napas Jackson derajat II-III Regio thorax : - Inspeksi : simetris - Palpasi : SF kanan=kiri - Perkusi : sonor - Auskultasi : stridor Status dermatologis : - Lokasi I : mata Ujud kelainan : mata merah, sekret (+) - Lokasi II : kulit wajah, badan dan ekstermitas atas bawah Ujud kelainan : vesikel, bula berbagai ukuran, lesi target (+), erosi - Lokasi III : bibir Ujud kelainan : krusta hemoragi, kulit tubuh hiperemis (+) bullae (+) KATA SULIT
37

Skenario 3 Emergency

Dec 28, 2015

Download

Documents

reaksi obat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skenario 3 Emergency

SKENARIO 3

REAKSI OBAT

Seorang perempuan berusia 25 tahun di rujuk ke UGD RS dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini disertai gatal-gatal, kulit merah dan melepuh di tubuhnya setelah mendapat injeksi obat di puskesmas. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan fisik : tanda tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg denyut nadi 100x/menit frekuensi nafas 30x/menit suhu 36,5 C

THT : sesak napas Jackson derajat II-III

Regio thorax :

- Inspeksi : simetris- Palpasi : SF kanan=kiri- Perkusi : sonor- Auskultasi : stridor

Status dermatologis :

- Lokasi I : mataUjud kelainan : mata merah, sekret (+)

- Lokasi II : kulit wajah, badan dan ekstermitas atas bawahUjud kelainan : vesikel, bula berbagai ukuran, lesi target (+), erosi

- Lokasi III : bibirUjud kelainan : krusta hemoragi, kulit tubuh hiperemis (+) bullae (+)

KATA SULIT

- sesak napas jackson II-III :

o Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal tanpa

sianosis ringan

o Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I dan lebih berat yaitu disertai retraksi supra

dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.

o Jackson III adalah Jackson II dan berat disertai retraksi interkostal, epigastrium, dan

sianosis lebih jelas.

Page 2: Skenario 3 Emergency

o Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson IIIdisertai wajah yang tampak tegang, dan

terkadang gagal napas.

- SF : stem fremitus yaitu getaran yang terasa saat palpasi thorax

- Bulla : vesikel yang lebih besar dikenal juga sebagai bula hemoragik, bula purulen , bula hipopion

- Krusta : cairan badan yang mengering dapat bercampur dengan jaringan nekrotik maupun kotoran. Warna bermacam bilam kuning berasal dari serum bilakuning kehijauan dari pus dan bila kehitaman berasal dari darah

- Erosi : terlupasnya lapisan epidermis

- Sonor : bunyi normal pada perkusi paru

- Stridor : respirasi bernada tinggi,berisik

- Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap berukuran kurang dari 1cm garis tengah dan mempunyai dasar

- Lesi target : lesi yang berbentuk bulat dan kemerahan di tengahnya

PERTANYAAN

1. Obat apa yang menyebabkan gejala pada pasien tersebut?2. Mengapa pasien mengalami sesak napas dan gatal?3. Mengapa bisa terjadi stridor?4. Mengapa terdapat kelainan kulit?5. Mengapa terdapat kelainan mata?6. Apakah tindakan yang dilakukan untuk pasien tersebut?7. Apa saja yang dapat menyebabkan penyakit tersebut selain karena obat?8. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?9. Apakah komplikasi pada penyakit ini?10. Apakah pencegahan untuk kasus ini?

Page 3: Skenario 3 Emergency

JAWABAN

1. Analgetik, antipiretik, karbamazepin, amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, kloroquin, seftriakson

2. Karena adanya reaksi alergi3. Karena adanya obstruksi4. Adanya reaksi hipersensitifitas5. Adanya reaksi hipersensitifitas6. ABC (air,breathing,circulation), oksigen, antihistamin, steroid7. Jamu yang dibubuhi obat dan zat adiktif8. Steven Jonson Syndrome9. Gagal napas, bronkopneumonia10. Sebaiknya sebelum diberi obat ditanyakan dahulu dan di tes dahulu apakah ada alergi

obat atau tidak

HIPOTESIS

Faktor pencetus

Reaksi HPS 2

Obstruktif kelainan kulit, mata,selaput lendir

Sesak napas Steven Jonson Syndrome

ABC , oksigen antihistamin, antiinflamasi

Page 4: Skenario 3 Emergency

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan steven jonson syndrome

2. Memahami dan menjelaskan obstruktif saluran napas

3. Memahami dan menjelaskan obstruktif saluran napas pada laring

Page 5: Skenario 3 Emergency

1. Memahami dan menjelaskan Steven Johnson Syndrome

DEFINISI

Sindrom yang mengenai kulit ( kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula dapat

disertai purpura), selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari

ringan sampai berat.

ETIOLOGI

Penyebab utama ialah alergi obat lebih dari 50%. (analgesic/antipiretik(45%), disusul

karbamazepin(20%) , dan jamu (13,3%) sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain

amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson dan adiktif.

Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat, sulfa,

penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.

Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan

keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

PATOGENESIS

Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan

reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks

soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi

hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang

dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan

IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen

antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komlemen.

Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim dan

menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Reaksi hipersensitifitas

tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang

sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.

Page 6: Skenario 3 Emergency

Reaksi hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah

mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir.Antibiotik tidak ditujukan

kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya.

Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan

terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan

komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler

ditempat terjadinya reaksi tersebut.

Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak

sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan

siklus peradangan berlanjut.

Reaksi hipersensitif tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin

atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.

Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam

sampai 27 jam untuk terbentuknya.

MANIFESTASI KLINIS

Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadaran

nya menurun, bisa sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal

sekitar 1-14 hari berupa demam tinggi, nyeri kepala,batuk, pilek,dan nyeri tenggorok.

Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium

dan kelainan mata.

Kelainan mata

Yang paling sering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa

konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, iridosiklitis

kelainan kulit

Terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula meluas sehingga terjadi erosi

yang luas. Dapat terjadi juga purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

Page 7: Skenario 3 Emergency

Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan yang tersering ialah pada mukosa mulut, kemudian di lubang alat genital,

dan di lubang hidung. Kelainan nya berupa vesikel dan bula yang cepat pecah hingga menjadi

eksoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk psedomembran. Di

bibir kelainan yang sering ialah krusta berwarna hitam.

Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan

esofagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar menelan. Adanya pseduomembran di

faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.

DIAGNOSIS

Anamnesis mempunyai peranan yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa

penyakit.Anamnesis diperoleh dari hasil wawancara antara dokter gigi dengan penderita atau

keluarga penderita yang mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan. Seorang dokter

harus menguasai cara melakukan anamnesis yang baik sehingga dapat mengarahkan dan

menganalisis jawaban-jawaban pasien untuk memperoleh suatu kesimpulan yang merupakan

penegakkan diagnosis dari sindrom Stevens-Johnson.

Anamnesis yang dilakukan meliputi keluhan utama, riwayat penyakit yang sedang

dan pernah diderita baik penyakit umum maupun khusus, riwayat keluarga,riwayat

pemakaian obat baik topikal ataupun sistemik.

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit,

mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi

berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.

Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,

pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta

pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal

atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi,

C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar.

Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu

diagnosa kasus-kasus atipik.

Page 8: Skenario 3 Emergency

Pemeriksaan laboratorium :

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter dalam diagnose

selain pemeriksaan biopsy.

Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal

atau leukositosis non spesifik, penurunan tajam kadar sel darah putih dapat

mengindikasikan kemungkinan infeksi bacterial berat.

Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven Johnson dengan

panyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya. Menentukan fungsi ginjal dan

mengevaluasi adanya darah dalam urin.

Pemeriksaan elektrolit.

Kultur darah, urine, dan luka, diindikasikan ketika dicurigai terjadi infeksi.

Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi

dapat dilakukan.

Imaging studies : Chest radiography untuk mengindikasikan adanya

pneumonitis. Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung

ditegakkannya diagnose (Adithan, 2006).

Page 9: Skenario 3 Emergency

DIAGNOSIS BANDING

PENATALAKSANAAN

Kausa pencetus di hentikan

Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral

Page 10: Skenario 3 Emergency

Prednison 30-40 mg sehari : bila keadaan umum pasien baik dan lesi tidak

menyeluruh

Rawat inap : bila keadaan umum pasien buruk dan lesi menyeluruh

Kortikosteroid (Deksametason) iv 4-6 x 5 mg sehari : tindakan life saving

Bila sudah membaik dosis deksametason di turunkan mencapai 5 mg sehari lalu di

ganti dengan tablet kortikosteroid dan secara bertahap di hentikan kira kira 10 hari

Metilprednisolon dengan dosis setara : sebagai pilihan lain selain deksametason.

Kelebihan metilorednisolon mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibanding

deksametason

Tapering off hendaknya dilakukan cepat karena umumnya penyebab nya ialah

eksogen (alergi) jadi berbeda dengan penyakit autoimun misalnya pemfigus

Pada waktu penurunan dosis kortikosteroid sistemik dapat timbul miliara kristalina

yang sering disangka sebagai lesi baru dan kortikosteroid di naikkan lagi padahal

seharusnya tetap di turunkan

Dengan pemberian dosis tinggi kortikosteroid maka imnunitas pasien akan berkurang,

karena itu harus diberikan antibiotik untuk mencegah adanya infeksi misalnya

bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian

Antibiotik yang diberikan jangan yang segolongan yang diduga sebagai penyebab

alergi untuk mencegah sensitisasi silang

Antibiotik siprofloxaxin, klindamisin, seftriakson dapat digunakan

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet rendah garam dan

tinggi protein karena kortikosteroid bersifat katabolik

Bila terdapat penurunan K maka dapat diberikan KCL 3x500 mg per os

Diberikan infus : dekstros 5%, NaCl 9% dan ringer laktat berbanding 1 : 1 : 1 yang

diberikan 8 jam sekali

Vit c 500 mg atau 1000 mg sehari iv : bila ada purpura yang luas

Kenalog dan betadin gargle : untuk lesi di mulut

Krim urea 10 % : bila ada krusta tebal di bibir

Terapi sindrom Steven Johnson pada mata dapat diberikan dengan :

Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat

garam fisiologissetiap 2 jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder

dan terjadinya kekeringan pada bola mata.

Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk

mencegah terjadinya perlekatan konjungtiva

Page 11: Skenario 3 Emergency

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal

Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3,

4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam

proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS

KOMPLIKASI

Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan

Gastroenterologi -Esophageal strictures

Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal,penile scarring , stenosis vagina

Bronkopneumonia

Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,

infeksi kulitsekunder 

Infeksi sitemik, sepsis

Kehilangan cairan tubuh, syok

PROGNOSIS

Bila tindakan penanganan yang cepat dan tepat, prognosis cukup baik

Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosis nya buruk

Bronkopneumonia prognosis juga buruk

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik

penyembuhan terjadi dalamwaktu 2-3 minggu.

Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau

pengobatan terlambat dan tidak memadai.

Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

bronkopneumonia, serta sepsis.

2.Memahami dan menjelaskan tentang obstruksi saluran napas

DEFINISI

Page 12: Skenario 3 Emergency

Saluran napas atas dimulai dari hidung dan mulut dan berakhir pada carina. Obstruksi

mungkin terjadi pada daerah yang secara struktur anatomi mengalami penyempitan seperti

hipofaring, pada dasar lidah dan juga pada pita suara asli atau palsu

ETIOLOGI

Saluran napas dapat mengalami obstruksi akut. Obstruksi bisa terjadi pada saluran

napas bagian atas (supraglotik/di atas pita suara), tengah (intra glotik) atau bawah (infra

glotik/di bawah pita suara)

Pada saluran napas bagian bawah bisa terjadi karena :

o Asma

o PPOK

Pada saluran napas bagian tengah bisa terjadi karena :

o Pertumbuhan tumor

o Penekanan dari luar lumen karena pembesaran nodus limfonodi atau neoplasma

Pada saluran napas bagian atas bisa terjadi karena :

o Infeksi

o Edema laring

o Aspirasi benda asing

KLASIFIKASI

Sumbatan Parsial

Tersedak terjadi bila benda asing masuk ke arah paru-paru dan menyumbat jalan nafas ke

arah paru-paru. Bila penderita bisa menghilangkan penyumabatan dengan cara batuk-

batuk keras, maka tidak perlu dilakukan pertolongan lagi. Tetapi bila penderita terus

tersedak sehingga sesak nafas maka perlu segera dilakukan pertolongan pertama.

Gejala :

Tersedak, tetapi tetap bisa bernafas, batuk dan berbicara

Sesak bicara

Page 13: Skenario 3 Emergency

Sumbatan Total

Perlu tindakan segera. Anda hanya mempunyai waktu 3 menit untuk mengambil

sumbatan,sebelum terjadi kerusakan otak karena kekurangan oksigen.

Gejala :

Tersedak dan tidak bisa bernafas, batuk atau bicara

Muka menjadi biru

MANIFESTASI KLINIS

o Tidak bisa bernapas, berbicara atau batuk

o Agitasi,oanik dan napas tersengal sengal

o Sianosis

o Hilangnya kesadaran

o Stridor inspirasi serta disponi

o Retraksi dinding intercostae dan supraclavicula

o Bradikardia dan hipotensi merupakan ancaman terjadinya gagal jantung

o Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4derajat berdasarkan kriteria

Jackson :derajat berdasarkan kriteria Jackson :

- Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal tanpa

sianosis ringan

- Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I dan lebih berat yaitu disertai retraksi supra

dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.

- Jackson III adalah Jackson II dan berat disertai retraksi interkostal, epigastrium, dan

sianosis lebih jelas.

- Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson IIIdisertai wajah yang tampak tegang, dan

terkadang gagal napas.

DIAGNOSIS

Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya sumbatan jalan napas

dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan raba (feel).

1. Lihat (look)

Page 14: Skenario 3 Emergency

Tentukan apakah pasien mengalami agitasi atau penurunan kesadaran. Agitasi

menunjukkan kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena

sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran member kesan adanya

hiperkarbia yang mungkin disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan

napas.

Perhatikan juga gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi

berbaring waktu inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan waktu

ekspirasi dinding dada dan dinding perut turun.

Pada sumbatan jalan napas total dan parsial berat, waktu inspirasi dinding dada

bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi terjadi

sebaliknya. Gerak nafas ini disebut see saw atau rocking respiration.

Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda

tambahan adanya sumbatan jalan napas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir

menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Pada

penderita trauma perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher serta

adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi, dan muntahan yang dapat menyumbat

jalan nafas. 

2. Dengar (listen)

Didengar suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan. Adanya suara napas

tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan berupa

dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan

(crowing/stridor). Snoring disebabkan oleh lidah menutup orofaring, gargling karena

secret, darah, atau muntahan dan crowing/stridor karena anya penyempitan jalan

napas karena spasme, edema, dan pendesakan.

3. Raba (feel)

Dirabakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada

tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan

sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur di

daerah maksilofasial, bagaimana posisi trachea.

PENATALAKSANAAN

Page 15: Skenario 3 Emergency

Penatalaksanaan sumbatan/obstruksi saluran napas atas

jika saluran napas atas tersumbat oleh lidah pada pasien yang tidak

sadar , laringoskopi direk dapat dilakukan untuk melihat sesuatu yang

menyebabkan sumbatan

intubasi endotrakea. Intubasi dapat dilakukan dengan intubasi potik,

retroged, dan nasotrakeal

intubasi laringoskopi direk dengan anastesi umum

tindakan pembedahan : ventilasi jet transtrakeal perkutan,

krikotirodotomi, trakeostomi

Penatalaksanaan obstruksi saluran napas tengah

Tahap stabilisasi

- Pasien dalam keadaan sadar, tes paru bisa dilakukan

- Intubasi trakea dapat dilakukan pada pasien yang sadar atau dengan

menggunakan obat sedasi ringan

- Pada kasus obstruksi trakea berat dapat digunakan ‘open

ventilating rigid bronchoscope’ sebagai metode kontrol saluran

napas

Tahap intervensi

- Pengambilan benda asing bisa dilakukan dengan ‘rigid

bronchocopy’ atau’flexible bronchoscopy’

Penatalaksanaan obstruksi saluran napas bawah

Saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenisasi.

Target pemberian oksigen ini adalah dapat mempertahankan SpO2

pada kisaran >92%

Membebaskan obstruksi saluran napas dengan pemberian

bronkodilator inhalasi kerja cepat (b2 agonis dan antikolinergik).

Inhalasi b2 agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk

pengobatan asma akut. Salbutamol merupakan obat yang sering di

pakai di IGD.

Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya

peningkatan tonus vagal saluran napas pada pasien asma akut tetapi

efeknya tidak sebaik b2 agonis.

Penggunaan Ipatropium bromida secara inhalasi digunakan sebagai

bronkodilator awal pada pasien asma akut.

Page 16: Skenario 3 Emergency

Mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan

kortikosteroid sistemik

3.Memahami dan menjelaskan tentang obstruksi pada laring

DEFINISI

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebabkan oleh

radang akut dan radang kronis, benda asing, trauma, iatrogenik, tumor laring, dan

kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

ETIOLOGI

Obstruksi laring disebabkan oleh :

Kelainan congenital

Laringomalasia

Tidak ditemukan gangguan patologi dasar ataupun gangguan yang bersifatprogresif

pada laringomalasia. Kondisi ini lebih merupakan keadaan laringneonatus yang terlalu lunak

dan kendur jika dibandingakan normalnya. Saat bayimenarik nafas, laring yang lunak akan

saling menempel, mempersempit aditus dantimbul stridor.

Proses menelan tidak terganggu. Proses menangis mestinya normal.Pertambahan berat dan

perkembangan bayi biasanya normal. Stridor merupakangejala utama dan dapat berlangsung

konstan atau hanya saat bayi tereksitasi.Bersama stridor dapat timbul retraksi sternum dan dada.

Biasanya bayi berusia beberapa minggu saat mulainya laringomalasia. Prognosisnya cukup baik

karenakartilago akan menjadi kaku. Bila sumbatan laring makin hebat sebaiknya dilakukan

intubasi trakea danjangan dilakukan trakeastomi karena biasanya juga diikuti trakeomalsia.

Orangtua pasien dinasehatkan supaya lekas datang ke dokter jika ada peradangan saluran nafas

atas misalnya pilek.

Stenosis subglotik 

Pada daerah subglotik 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan (stenosis).

Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotis ialah :

1.      Penebalan jaringan submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus dan fibrosis2.

2.      Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil3.

3.      Bentuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran lebih kecil4.

4.      Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumenkrikoid.

Page 17: Skenario 3 Emergency

Gejala stenosissubglotik ialah stridor, dispnoe, retraksi di suprasernal, epigastrium,interkostal

serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemukan sianosisdan apnoe

sehingga mungkin terjadi gagal nafas.

Trauma laring

Kontusio laring

Bermanifestasi sebagai hematoma internal dan terkadang sebagai dislokasikartilago

aritenoidea. Trauma biasanya disebabkan benda tumpul. Kunci pada terapi adalah dengan

diagnosis segera. Kontusio dapat diobservasi sementarapersiapan trakeotomi tetap dilakukan.

Biasanya pasien dengan kontusio cukup kooperatif untuk dilakukan visualisasi laring.

Hematoma biasanya terlihat.

Stenosis laring dan subglotis

Jaringan parut yang mempersempit jalan nafas merupakan sekuele dari suatu penyakit

atau cedera, dan penatalaksanaannya sering kali sangat sulit. Trauma tumpul atau tembus,

trakeotomi tinggi, penelanan zat kaustik, luka tembak, iritasibalon tuba endotrakea

merupakan penyebab stenosis laring yang paling sering dijumpai. Biasanya pasien

memerlukan intubasi trakea jangka panjang bagi merekayang sangat sakit walaupun ini juga dapat

mneyebabkan stenosis laring lagi.

Trauma Intubasi

Trauma akibat intubasi bisa disebabkan karena trauma langsung saat pemasangan atau

pun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga menjadi nekrosis. Trauma

sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon yang berlebihan walaupun

menggunakan cuff volume besar bertekanan rendah. Trauma yang disebabkan oleh cuff ini

terjadi pada kira-kira setengah dari pasien yang mengalami trauma saat trakeostomi. Trauma

intubasi paling sering menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan

fistulatrakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri inominata,dan

ruptur bronkial. Penggunaan pipa endotrakea dengan cuff yang bertekanan tinggi merupakan

etiologi yang paling sering terjadi pada intubasi endotrakea.

Penggunaan cuff dengan volume tinggi tekanan rendah telah menurunkan insiden

stenosis trakeapada tipe trauma ini, namun trauma intubasi ini masih tetap terjadi dan

menjadiindikasi untuk reseksi trakea dan rekonstruksi. Selain faktor diatas ada beberapa

faktor resiko yang mempermudah terjadinya laserasi atau trauma intubasi. Saat ini tersedia

cuff plastic bertekanan rendah untuk tuba trakeostomi. Cuff ini dirancang untuk memelihara

tekanan pada trakea agar tetap di bawah 25cmHO sehingga mengurangi insiden stenosis

Page 18: Skenario 3 Emergency

akibat cuff trakea. Tekanan cuff harus dipantau sedikitnya 8 jam dengan menempelkan

diameter tekanan genggam pada pilot balon sedang atau melakukan teknik penggunaan

volume kebocoran minimal atau volume oklusi minimal.

Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk

selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi.

Penyakit infeksi pada laring

Laryngitis akut

Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common

cold).

Pada anak dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas dan padaorang dewasa tidak secepat

pada anak. Penyebabnya adalah bakteri yangmenyebabkan radang lokal dan virus yang menyebabkan

radang sistemik. Gejaladan tanda-tandanya berupa demam, malaise, suara parau sampai afoni,

nyerimenelan atau berbicara, batuk kering yang lama kelamaan disertai dahak kentaldan

gejala sumbatan laring.

Laringitis kronik 

Dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, poliphidung atau

bronkitis kronis, dan penyalahgunaan suara (ocal abuse ), sinusitis, reflux, dan polusi lingkungan.

Gejalanya adalah suara parau yang menetap, rasatersangkut di tenggorok sehingga pasien

sering mendehem tanpa mengeluarkansekret karena mukosa yang menebal.

Croup

Infeksi menular melalui inhalasi, masuk melalui hidung dan nasofaring.Infeksi menyebar dan

akhirnya melibatkan laring dan trakea.

Meskipun saluran pernafasan lebih rendah, mungkin akan terpengaruh. Peradangan dan

edema padalaring dan trakea subglotik, khususnya yang dekat dengan tulang rawan

krikoid,yang paling klinis signifikan.

Virus Parainfluenzae mengaktifkan sekresi kloridadanmenghambat penyerapan

natrium melintasi epitel trakea, berkontribusiterhadap edema jalan napas. Ini adalah bagian

paling sempit dari saluran napasanak. Dengan demikian, pembengkakan dapat secara

signifikan mengurangidiameter, membatasi aliran udara. Ini menyebabkan aliran udara

turbulen danstridor, retraksi dada, dan batuk. kerusakan endotel dan hilangnya fungsi

siliaterjadi. Eksudat fibrin memenuhi sebagian lumen trakea.

Page 19: Skenario 3 Emergency

Selain itu terdapat penurunan mobilitas dari pita suara karena edema. Pada penyakit yang

berat,eksudat fibrinous dan pseudomembran dapat menyebabkan obstruksi jalan napasyang

lebih besar.

Hipoksemia dapat terjadi karena penyempitan lumen yang progresif, ventilasi alveolar

yang terganggu dan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Gejalanya yaitu stridor inspirasi atau

bifase, demam subfebril, batuk (terutamapada malam hari), suara serak.

Tumor laring

Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma, kondroma,mioblastoma

sel granuler, hemangioma, lipoma, dan neurofibroma. Tumor ganas laring diantaranya tumor

supraglotik, tumor glotik, tumor subglotik, dan tumor ganas transglotik.

Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh paraahli bahwa

perokok, peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang denganrisiko tinggi terhadap

karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkanbeberapa hal yang diduga

menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialahrokok, alkohol, dan terpajan oleh

sinar radioaktif.

Benda asing laring

Benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaannormal

tidak ada pada saluran napas tersebut.

Setiap benda asing dalam laring merupakan keadaan darurat yang perlusegera ditangani.

Kejadiannya sering kali berupa seseorang yang menjepit objek didalam mulut di antara

giginya dan kemudian tidak sengaja terinhalasi.

Jika pasientidak dalam keadaan distress pernafasan, tidak perlu dilakukan usaha

untuk mengangkat objek di unit gawat darurat. Pengangkatan harus dilakukan di

kamar operasi dengan di damping petugas anestesia. tindakan mengeluarkan benda asing

itudapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Pada anak kecil benda asing dalamesofagus

bagian atas dapat menekan jalan nafas dengan jalan mendilatasi esofagus.

Contoh kasus benda asing misalnya sepotong daging tersangkut pada rima glotis.Korban tiba-

tiba kolaps setelah memasukkan makanan dalam suapan besar. Bendaasing tersebut harus

diusahakan untuk dikeluarkan dengan cara menekan dada dari belakang yaitu manufer

Heimlich. Jika tidak berhasil, sebaiknya dilakukankrikotirotomi bukannya trakeostomi.

Paralisis laring

Page 20: Skenario 3 Emergency

Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus rekuren laryngeal dapat menimbulkanparalisis

laring. Pada paralisis korda vokalis bilateral, suara tidak terlalu terpengaruh.Akan tetapi rima

glotis tidak cukup lebar untuk kegiatan yang mengerahkan tenaga.Pasienbahkan mengalami

sesak nafas saat istirahat. Sehingga pasien memerlukantrakeostomi guna mengurangi

obstruksi jalan nafas. Paralisis korda vokalis unilateralpada anak memiliki cirri tambahan.

Karena ukuran glotis yang kecil, maka paralisisunilateral pada anak dapat membahayakan

jalan nafas, sehingga secara klinismengakibatkan stridor. Sementara itu pada paralisis

lengkap, lesi saraf vagus di atas saraf laringeus superior bilateral, dimana efek lesi serupa

dengan paralisis saraf rekurens,namun lebih cendrung untuk mengalami aspirasi

KLASIFIKASI

Jackson membagi sumbatan laring yang progressif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :

Stadium 1.

Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal

Stridor pada waktu inspirasi

Pasien masih tampak tenang

Stadium 2

Cekungan pada waktu inspirasi didaerah suprasternal maikn dalam

Cekungan di daerah epigastrium

Stridor terdengar pada waktu inspirasi

Pasien mulai tampak gelisah.

Stadium 3

Cekungan selain di suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklvikula dan

disela-sela iga.

Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi

Pasien sangat gelisah dan dispnea.

Stadium 4

Page 21: Skenario 3 Emergency

Cekungan – cekungan diatas bertambah jelas,pasien sangat gelisah, tampak

sangat ketakutan dan sianosis.

Pasien dapat kehabisan tenaga,pusat perafasan paralitik karena hiperkapnea.

Pasien lemah dan tertidur,akhirnya mninggal karena asfiksia.

MANIFESTASI KLINIS

Suara serak (disfonia) sampai afoni

Sesak nafas (dispnea)

Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi

Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,

epigastrium,supraklavikula dan interkostal.Cekungan ini terjadi sebagai upaya dari

otot-otot pernafasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

Gelisah karena haus udara. (air hunger)

Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan laringoskopi. Pada

orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan laringoskopi

langsung.

PENATALAKSANAAN

Manuver tripel jalan napas

1.      Kepala di ekstensikan pada sendi atlanto-oksipital

2.      Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

3.      Mulut dibuka

Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau

udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

Jalan napas faring

Jika triple manuever kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat

mulut (oropharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring lewat hidung (naso-

pharyngeal airway).

Page 22: Skenario 3 Emergency

Oropharyngeal airway : berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang

ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk

mencegah kalau pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap

terjamin.

Naso-pharyngeal airway : berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dibuat dari

bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus  hati-hati dan untuk menghindari trauma

mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.

Sungkup laring

Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan napas berbentuk sendok

terdiri dari pipa besar berlubang ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa

keras  dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

PERASAT HEIMLICH

Dengan perasat Heimlich, dilakukan pada penekanan paru. Caranya ialah, bila pasien

masih dapat berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien, kepalan tangan

penolong diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan

diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru pasien

beberapa kali, sehingga benda asing akan terlempar ke luar mulut.

Gambar 12. Manuver Heimlich pada pasien tidak sadar Gambar 11. Manuver Heimlich pada pasien sadar

Page 23: Skenario 3 Emergency

Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu pada lututnya di

kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid, kemudian dilakukan

penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan

terdorong melalui mulut. Pada tindakan ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan

ditekuk ke samping, supaya jalan napas merupakan garis lurus.

Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati dan

fraktur iga. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan

menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan menggunakan dua buah jari kiri dan

kanan.

INTUBASI ENDOTRAKEA

Intubasi endotrakea adalah

1. untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas,

2. membantu ventilasi,

3. memudahkan mengisap sekret dari tarktus trakeo-bronkial,

4. mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung.

Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk memperbaik jalan napas.

Dapat dilakukan secara transnasal atau transoral.

Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan balon (cuff) pada

ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh Magill pertama kali tahun

1964, dan sampai sekarang sering dipakai untuk intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini

harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang

diameter dalamnya 7-8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat

dipertahankan untuk beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi

endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan

trakeostomi.

TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk

bernapas.

Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi 1) trakeostomi letak tinggi, yaitu di

cincin trakea 2-3 dan 2) trakeostomi letak rendah, setinggi cincin trakea 4-5. Berdasar

Page 24: Skenario 3 Emergency

letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi ismus kelenjar tiroid, bila melakukan

trakeostomi sebaiknya letak tinggi karena:

Letak trakea lebih superfisial

Dekat dengan bangunan pedoman yaitu kartilago tiroid atau krikoid

Kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan

Ismus atau timus pada anak tidak terganggu

Aman, karena jauh dari pembuluh darah besar.

Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam 1)

trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana yang kurang dan 2) trakeostomi

berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).

Indikasi Trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah

rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen

yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi

Page 25: Skenario 3 Emergency

itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya

berkurang.

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat

mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas

bronkoskopi.

KRIKOTIROTOMI

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat napas.

Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat

walaupun persiapannya darurat.

Indikasi Krikotirotomi

Indikasi krikotirotomi antara lain ialah:

1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak

memadai untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.

2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga

yang tidak terlatih medis.

3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring

karena tumor, sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut

dikeluarkan pada saat operasi definitif.

Page 26: Skenario 3 Emergency

DAFTAR PUSTAKA

Ilmu penyakit kulit dan kelamin.edisi VI.FKUI.2011

Ilmu penyakit dalam.Jilid III.edisi V.Interna publishing.2009

Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2009

In: KapitaSelekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002.